documentan

14
ANESTRUS POST PARTUM Oleh KELAS D KELOMPOK 2 Elsa suarni Jessica anggun safitri Cut lathifa nurrady Nurjannah panjaitan Debby novita ayumi Nelly kartika Ahmad ikhwan m. ridhan akbar dona ayu murti amalia fatma zahra ichsan renaldi FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Upload: elsa-suarni

Post on 09-Nov-2015

230 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

anestrus postpartum

TRANSCRIPT

ANESTRUS POST PARTUMOlehKELAS D KELOMPOK 2Elsa suarniJessica anggun safitriCut lathifa nurradyNurjannah panjaitanDebby novita ayumiNelly kartikaAhmad ikhwanm. ridhan akbardona ayu murtiamalia fatma zahraichsan renaldi

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS SYIAH KUALABANDA ACEH2015

ANESTRUS POST PARTUMFaktor penyebab anestrus secara umum:1.Umur2.Kebuntingan3.Laktasi4.Patologi ovarium dan uterusa.Anestrus karena genetik (kongenital)1)Hipoplasia ovaria2)Agenesis ovaria3)Freemartin4)Atresia vulva.5)Saluran serviks ganda (Double Serviks)6)Aplasia segmentalis ductus mulleri (white heifer disease)b.Gangguan Hormona.Sista folikuler (Thin Walled Cyst)b. Sista luteal.c. Sista korpora luteal.d.Silent heat.5.Pakan (nutrisi)6.Musim7.Lingkungan8.Penyakit kronis

Anestrus postpartumSetelah melahirkan, semua betina melalui periode di mana mereka tidak mengalami siklus estrus;ini dikenal sebagai postpartum anestrus.Periode ini infertilitas sementara tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola untuk memastikan bahwa sapi kembali ke keadaan subur dengan cara yang tepat waktu dan efisien secara ekonomi.Postpartum anestrus adalah hasil dari beberapa faktor yang berhubungan dengan kehamilan dan melahirkan.Berbagai faktor yang mempengaruhi panjang post partum interval, dan dua faktor utama adalah efek menyusui dan status gizi.Selain itu, sapi harus menyelesaikan involusi uterus dan mungkin mengalami siklus estrus pendek. Anestrus postpartum pada ternak merupakan faktor utama yang menyebabkan rendahnya angka kelahiran. Menurut Kesler and Garverick (1982), Lamanya anestrus pascapartus sangat menentukan jarak kelahiran (calving interval). Jarak kelahiran yang pendek akan dapat meningkatkan efisiensi reproduksi, dan sebaliknya jarak kelahiran yang panjang akan menurunkan efisiensi reproduksi. Faktor yang memengaruhi anestrus pascapartus antara lain adalah menyusui, produksi susu, kondisi tubuh, dan nutrisi (Peter et al., 2009 ; pemayun, 2010)Anestrus postpartum pada sapi disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya gangguan hormonal, perubahan lingkungan, manajemen pakan yang kurang baik, dan penyakit. Arthur (1982) menyatakan bahwa berat badan yang rendah, kondisi tubuh yang kurang baik, dan stres saat laktasi dapat memperpanjang periode anestrus. Selain itu, kadar prolaktin tinggi saat laktasi menyebabkan pelepasan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dari hipothalamus tidak direspon secara aktif oleh hipofisa anterior (Kesler and Garverick, 1982). Hal lainnya adalah faktor manajemen yang berhubungan erat dengan nutrisi. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisa anterior sehingga produksi dan sekresi hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) rendah, yang menyebabkan ovarium tidak berkembang atau mengalami hipofungsi (Noakes dkk., 2001). Perkembangan dan fungsi organ reproduksi setelah melahirkan tergantung dari sekresi luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) di hipofisa anterior yang dikontrol oleh gonadotrophin releasin hormone (Gn-RH) dihipothalamus dan status pakan setelah melahirkan sangat berpengaruh terhadap aktivitas reproduksi ternak (Miller et al., 1998 ; )Involusi uterusSetelah melahirkan, involusi uterus harus terjadi sebelum siklus estrus selanjutnya.Involusi uterus dapat didefinisikan sebagai regresi struktural dan fungsional dari uterus ke status yang mampu mendukung kehamilan berikutnya.yaitu kembali ke ukuran yang tidak bunting, bentuk dan posisi, mengeluarkan semua membran janin, dan perbaikan jaringan uterus.Proses ini selesai pada sekitar 20-40 hari setelah melahirkan jika tidak ada komplikasi lain yang timbul.Meskipun involusi uterus adalah penghalang untuk konsepsi dalam sapi postpartum awal, para peneliti telah menemukan bahwa setelah involusi uterus selesai tidak memiliki hubungan dengan kemampuan sapi untuk berhasil mengatasi PPI (Kiracofe 1980).Hipofungsi ovariumHipofungsi ovarium postpartum adalah suatu keadaan tidak adanya aktivitas ovarium pada hewan setelah melahirkan (Hafez, 2000 ; pemayun, 2010). Umumnya sapi yang mengalami hipofungsi ovarium tidak menunjukkan gejala estrus lebih dari 60 hari setelah melahirkan (Hafez, 2000 ; Opsomer et al., 2000 ; Pemayun, 2010). hipofungsi ovarium pada sapi periode postpartum disebabkan oleh kekurangan dan ketidakseimbangan hormonal sehingga terjadi anestrus atau birahi tenang (silent heat) dan estrus yang tidak disertai ovulasi (pohan,2009)Diagnosa dengan palpasi rektal pada keadaan hipofungsi, ovarium berukuran normal namun permukaannya licin sewaktu dipalpasi per rektal yang artinya tidak ada folikel dominant yang siap untuk ovulasi. Kondisi semacam ini menandakan bahwa pada ovarium tidak ada aktivitas pertumbuhan folikel apalagi corpus luteum. Terapi penyuntikan hormon gonadotropin selain memperbaiki manajemen pemeliharaan (Pemayun, 2009 : suartini, 2013).Gonadotropin Releasing Hormone telah banyak digunakan untuk menginduksi pelepasan FSH dan LH, dan dilaporkan dapat menginduksi munculnya estrus sekitar 80 % pada ternak sapi (Kesler and Garverick, 1982). Beberapa hormon agonis dari GnRH seperti Lutrelin, Fertirelin, Deslorelin, Leuprolide dan Buserelin juga dapat digunakan untuk menginduksi estrus (Kutzler, 2010 : suartini, 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar estrogen danmunculnya estrus setelah pemberian Buserelin pada sapi bali yang mengalami anestrus postpartum akibat hipofungsi ovarium (suartini, 2013)

Siklus Estrus Pendek Mayoritas sapi biasanya mengalami fungsi luteal normal berikut ovulasi postpartum pertama mereka.Hal ini sering terjadi tanpa tanda-tanda visual estrus yang diperlihatkan.Selain ovulasi postpartum pertama, merangsang ovulasi dengan eksogen gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau penyapihan (sementara atau permanen) sering mengakibatkan siklus estrus pendek.Dalam siklus estrus pendek, masa hidup korpus luteum (CL), yang dikenal sebagai fase luteal, sering 10 hari atau kurang.Fase luteal khas biasanya terdiri 14-18 hari dari 21 hari siklus estrus yang normal.Fenomena ini disebut sebagai siklus estrus pendek dan umum pada betina postpartum anestrus.Sumber progesteron eksogen, seperti CIDR atau melengestrol asetat (MGA), dapat menjadi alat yang berguna dalam mengelola siklus estrus pendek.Kurangnya progesteron pada sapi anestrus membatasi hormon luteinizing (LH), yang mendorong perkembangan folikel dan akhirnya menyebabkan ovulasi.Melalui paparan progesteron, penghambatan ini berkurang, meningkatkan sekresi LH.Pengobatan dengan CIDR dan MGA sebelum ovulasi postpartum pertama dapat mengurangi terjadinya estrus pendek.Beberapa alat yang berhasil mengatasi anestrus dan kejadian siklus estrus pendek selama PPI meliputi pelaksanaan protokol sinkronisasi estrus dan menetapkan waktu inseminasi buatan, bersama dengan pemberian progesteron eksogen melalui CIDR atau MGA.Penting untuk dicatat bahwa alat ini tidak boleh digunakan kecuali hari postpartum diketahui.Kontraksi rahim merupakan komponen penting dari involusi uterus,administrasi setiap progestin atau progesteron dalam waktu 21 hari dari melahirkan bisa menghambat proses ini.Pengaruh MenyusuiMenyusui dan kehadiran anak sapi memiliki pengaruh yang besar pada panjang PPI.menyusui memicu sistem tanggapan saraf yang kompleks dan umpan balik hormonal yang menghasilkan pengurangan frekuensi denyut LH dan amplitudo dengan mengubah rilis GnRH.Hal ini menyebabkan penurunan atau menghambat perkembangan folikel dan kurangnya folikel memenuhi syarat untuk ovulasi.Efek ini meningkat dengan jumlah anak sapi menyusui dan frekuensi menyusui.Menyusui memiliki dampak terbesar pada betina dalam kondisi tubuh yang buruk.Selain efek menyusui, ikatan induk dengan anak sapi juga memainkan peran penting.Itu menunjukkan bahwa pemerahan dua kali sehari tidak mempengaruhi panjang periode postpartum, namun sapi akan memiliki PPI diperpanjang jika sapi sedang disusui oleh anak sapi yang berbagi ikatan ibu dengan sapi.Sebuah cara yang kurang agresif untuk mengubah efek negatif dari menyusui di PPI adalah peyapihann sapi sementara yang tidak melebihi 48 jam.Penyapihan anak sapi selama 48 jam menghilangkan efek menyusui, menyebabkan peningkatan sekresi GnRH dan LH.Dalam banyak kasus, penyapihan 48 jam meningkatkan angka kehamilan secara keseluruhan bila digunakan bersama dengan protokol sinkronisasi estrus.NutrisiMunculnya estrus pertama setelah melahirkan dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk ketersediaan pakan. Jika nutrisi terkonsumsi tidak mencukupi kebutuhan fisiologis ternak, maka penampilan reproduksi menurun yang ditandai dengan penurunan fungsi ovarium, sehingga folikel tidak berkembang dan kadar hormon estrogen menjadi rendah. Sebaliknya pemberian pakan dengan nutrisi yang cukup dan bermutu akan memicu estrus pascapartus dan ovulasi 23 hari lebih awal (Ciccioli dan Wettemann, 2000 ;pemayun,2010). Nutrisi yang tepat sangat penting untuk kinerja yang optimal dalam setiap aspek produksi sapi potong, tidak terkecuali dalam mengatasi anestrus postpartum.Dalam kondisi produksi, banyak dari varians dalam kinerja reproduksi dapat dikaitkan dengan status gizi atau perbedaan asupan energi dan kondisi tubuh.Betina dengan asupan energi terbatas mengalami penurunan kadar sekresi LH, yang merupakan hormon yang memberi sinyal ovulasi.Sapi potong dengan cadangan energi yang tidak memadai atau BCS miskin biasanya memiliki beberapa gelombang folikuler sebelum ovulasi pertama mereka.Dengan demikian, cadangan energi dan asupan mempengaruhi lamanya waktu sampai ovulasi awal selama PPI.Tanpa ovulasi, tidak ada CL dapat dibentuk dan siklus estrus yang normal gagal untuk dimulai.Ransum pakan kualitas dan kuantitas rendah seperti kekurangan lemak dan karbohidrat dapat mempengaruhi aktivitas ovarium sehingga menekan perrtumbuhan folikel dan mendorong timbulnya anestrus, kekuangan protein mendorong terjadinya hipofungsi ovarium disertai anestrus.Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan faktor nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi, terutama untuk jangka waktu yang lama, maka akan mempengaruhi sistem reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah, dan akhirnya produktivitasnya rendah.Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresi hormon FSH dan LH rendah karena tidak cukupnya ATP, akibatnya ovarium mengalami hipofungsi.Pengaruh lainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel, perkembangan embrio, dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas hingga partus pertama akan mengakibatkan birahi tenang, kelainan ovulasi, gagal konsepsi, serta kematian embrio dan fetus.Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi di antaranya protein, vitamin A, dan mineral (P, Cu, Co, manganese, iodine, selenium). Selain nutrisi tersebut di atas, yang perlu diperhatikan adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa kebuntingan karena dapat menyebabkan abortus, yaitu racun daun cemara, nitrat, ergotamin, napthalen, khlor, dan arsenik.Pada ovarium,feed intakerendah yang menunda pubertas adalah disertai penurunan perkembangan folikel ovarium, pada sapi betina adalah folikel dominan lebih kecil. Hal ini terjadi meski sekresi gonadotropin tercukupi.DiagnosaSapi harus kembali estrus setelah partus maksimal 60 hari, jika tidak patut dicurigai adanya indikasi lain yang menyebabkan anestrus,diagnosa dengan cara:1. Palpasi rektal, evaluasi keadaan ovarium dan saluran reproduksi2. Secara laboratoris, dengan pengambilan sampel darah untuk dianalisis kadar hormon dan kimia darah

Pengobatan dan Pencegahan1.PengobatanTerapi hormonalRangsangan aktivitas ovarium pada kasus anestrus postpartum (hipofungsi ovarium), telah banyak dilaporkan seperti penyuntikan hormon gonadotropin pada sapi (Hafez, 2000). Penyuntikan GnRH pada sapi potong dapat menginduksi pelepasan FSH dan LH. Penyuntikan GnRH juga pada domba yang mengalami anestrus dapat menginduksi pelepasan FSH dan LH (Ainsworhet al., 1982).Penggunaan PMSG pada kasus anestrus juga telah banyak dilaporkan dapat menginduksi timbulnya estrus (Putro, 1991 ; Hafez, 2000). PMSG dapat mengaktivitas FSH yang tinggi dan sedikit aktivitas LH sehingga mampu memicu perkembangan folikel dan terjadinya estrus (Hafez, 2000).Gabungan hormon estrogen dengan progesteron juga pernah dicoba pada sapi perah yang mengalami anestrus postpartum, namun kurang berhasil dibandingkan hormon gonadotropin, dan penanganan yang paling efektif pada kasus hipofungsi ovaria adalah pemberian FSH yang diikuti dengan pemeberian LH (McDougall and Compton, 2005).Penanganan dan terapi anestrus lainnya:Perbaikan manajemen pakan ternakPemberian obat-obatan berupa antiobiotik dan anthelmetik pada penyakit yang disebabkan oleh cacing dan virus.Pada kasus corpus luteum persisten, sista luteum, dan sista corpora luteum dapat diobati dengan menggunakan PGF2.Penggunaan estradiol sintetik pada kasus silent heat dan subestrus.Untuk subestrus dapat dideteksi dengan menggunakan pejantan teaser pda betina estrus, sehingga saat itu juga dapat di IB.Pemberian LH sintetik pada kasus sista ovari.Pada kasus kematian fetus, dapat dipacu dengan oksitosin untuk memacu kontraksi myometrium untuk pengeluaran fetus.Pada masa laktasi untuk mengurangi kasus anestrus dapat disuntikkan FSH, LH, dan GnRH.

2.PencegahanPencegahan terhadap anestrus dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :1.Perbaikan pengelolaan. Dilakukan dengan pengamatan birahi pada ternak. Ternak yang diamati birahinya, sebaiknya dilepaskan bersama dan diamati dengan teliti, satu, dua atau sampai 3 kali perhari, karena pengamatan brahi dikandang sangat tdak memuaskan. Dengan ini bisa diketahui apakah sapi tersebut mengalami anestrus.2.Merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR dan estrogen).3.Memilih sapi dengan penilaian tubuh yang baik sebagai indukuan, agar memperoleh anakan yang bagus.4.Menjaga sapi agar tidak mengalami stress5.Jangan mengkandangkan sapi secara terus-menerus6.Memberbaiki manajemen pakan dengan memperhatikan maslah nutrisi.

ManajemenpakanFaktor manajemen sangat erat hubungannya dengan factor pakan/nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah dan akhirnya produktivitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresihormone FSH dan LH rendah (karene tidak cukupnya ATP), akibatnya ovarium tidak berkembang (hipofungsi).Pengaruh lainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel, perkembangan embrio dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas sampai beranak pertama maka kemungkinannya adalah: birahi tenang, defek ovulatory (kelainan ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/fetus. Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi diantaranya: protein, vitamin A, mineral/vitamin (P, kopper, kobalt, manganese, lodine, selenium). Selain nutrisi tersebut diatas, yang perlu diperhatikan adalah adanya ransum yang harus dihindari selama masa kebuntingan karena dapat menyebabkan obortus (keguguran), diantaranya: racun daun cemara, nitrat, ergotamine, napthalen, khlor, dan arsenik.Hal ini dapat dicegah dengan:Pemberian kebutuhan kasaar 10% dari berat tubuh, dengan kandungan protein 12%.Pemberian konsentrat 1-2% dari berat badan.Pemberian bahan kering pakan 2-4% berat badan.

DAFTAR PUSTAKA

Pemayun.T.G.O, Putra.S, dan Puger.W. 2014. PENAMPILAN REPRODUKSI SAPI BALI PADA SISTEM TIGA STRATA. Jurnal Kedokteran Hewan. Vol. 8 No. 1, Maret 2014

Pemayun,2010. KADAR PROGESTERON AKIBAT PEMBERIAN PMSG DAN GN-RH PADA SAPI PERAH YANG MENGALAMI ANESTRUS POSTPARTUM. Buletin Veteriner Udayana. Vol. 2 No.2. :85-91

Suartini.N.K, Trilaksana>.I.G.N.B, Pemayun,T.G.O. 2013. Kadar Estrogen dan Munculnya Estrus setelah Pemberian Buserelin (Agonis GnRH) pada Sapi Bali yang Mengalami Anestrus Postpartum Akibat Hipofungsi Ovarium. Jurnal Ilmu dan Kesehatan Hewan, Agustus 2013 Vol . 1, No. 2: 40-44

Pohan.A, Dan Talib,C. 2010. Aplikasi Hormone Progesterone Dan Estrogen Padabetina Induk Sapi Bali Anestruspostpartum Yang Digembalakan Di Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

Bischoff.K , Mercadante.V, and Lamb.G.C. Management of Postpartum Anestrus in Beef Cows.IFAS Extension.University of Florida. AN277