an diversifikasi pemanfaatan dan perbaikan posisi produk sayuran indigenous

21
1 LAPORAN TEKNIS ROPP L.1 - T. A. 2003 PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PEMANFAATAN DAN PERBAIKAN POSISI PRODUK SAYURAN INDIGENOUS (PARIA, SELADA AIR, OYONG, LEUNCA DAN KEMANGI) Witono Adiyoga, Thomas Agoes Soetiarso, Mieke Ameriana, Nurhartuti dan Ahmad Hidayat Upaya mengkoreksi gejala defisiensi mikronutrien seringkali terkendala oleh pasokan sayuran bersifat musiman yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat konsumsi. Salah satu upaya yang telah direkomendasikan untuk memecahkan masalah ini adalah melalui penggalian dan pemanfaatan species sayuran secara lebih beragam (AVRDC, 1998; AVRDC, 1999). Upaya penggunaan species sayuran yang lebih beragam pada dasarnya sejalan dengan perhatian dan kebutuhan yang semakin meningkat berkaitan dengan konservasi biodiversitas (Tripp and van der Heide, 1996). Secara global, upaya ini tidak hanya menyangkut perlindungan species liar, tetapi juga penyelamatan keragaman genetik species-species yang merupakan hasil kultivasi dan domestikasi, maupun spesies-spesies indigenous (Department of the Environment, Sport and Territories, 1993). Beberapa tahun terakhir ini, status keragaman genetik tanaman sayuran tanaman sayuran juga mulai dipertanyakan, terutama dikaitkan dengan hasil studi yang mengindikasikan tingginya tingkat erosi genetik secara global (Blench, 1998; Bengwayan, 1999; Cromwell, 1999). Penggantian kultivar dilaporkan merupakan penyebab utama timbulnya erosi genetik tanaman di dunia. Faktor-faktor lain penyebab erosi genetik diantaranya adalah : pembukaan lahan pertanian baru, eksploitasi terhadap spesies tanaman yang berlebihan, tekanan penduduk, degradasi lingkungan, perundangan atau kebijakan yang kurang mendukung, serta sistem produksi pertanian yang cenderung terus berubah (Morico, et al., 1998). Sampai sejauh ini, program penelitian sayuran masih menitik beratkan pada beberapa komoditas sayuran prioritas (kentang, bawang merah, cabai merah, kubis dan tomat) yang dipilih berdasarkan justifikasi bahwa jenis sayuran tersebut memiliki atribut biologis relatif lebih baik (dibandingkan dengan jenis sayuran lainnya) untuk memasuki pasar. Justifikasi tersebut berawal dari pengalaman sejarah domestikasi yang menunjukkan bahwa spesies yang tidak dapat memposisikan keberadaannya sesuai dengan relung-relung (niches) sosial dan teknis yang tersedia (berlaku), secara berangsur akan terhapus dan diabaikan. Sementara itu, berbagai komoditas minor, khususnya sayuran indigenous, masih tetap dimanfaatkan di masyarakat, walaupun cenderung dalam skala kecil dan bersifat lokal spesifik (Siemonsma and Piluek, 1994; Sacchi, 2001). Hal ini menggambarkan bahwa sayuran indigenous dapat pula memberikan kontribusi terhadap pasokan pangan secara keseluruhan (Babu, 2000; Considine, 1996; Schippers and Budd, 1997). Sayuran indigenous juga memiliki beberapa karakteristik yang cukup menjanjikan, diantaranya : (a) beradaptasi baik dalam kondisi lingkungan yang relatif beragam, (b) merupakan alternatif sumber protein, vitamin, mineral dan serat yang relatif murah, (c) secara tradisional sudah merupakan salah satu komponen pola tanam, khisusnya dalam pemanfaatan pekarangan, dan (d) pemanfaatannya oleh petani kecil memiliki keunggulan komparatif (Blench, 1997; Christanty, et al., 1986; Marsh, 1998; McNeely, 1995; Schippers, 1999). Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa perhatian publik, khususnya dari sisi penelitian, terhadap kelompok sayuran ini masih sangat minimal, bahkan cenderung terabaikan.

Upload: wietadiyoga

Post on 26-Jun-2015

269 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

1

LAPORAN TEKNIS ROPP L.1 - T. A. 2003

PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PEMANFAATAN DAN PERBAIKAN POSISI PRODUK SAYURAN INDIGENOUS (PARIA, SELADA AIR, OYONG, LEUNCA DAN KEMANGI)

Witono Adiyoga, Thomas Agoes Soetiarso, Mieke Ameriana,

Nurhartuti dan Ahmad Hidayat

Upaya mengkoreksi gejala defisiensi mikronutrien seringkali terkendala oleh pasokan sayuran bersifat musiman yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi harga, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat konsumsi. Salah satu upaya yang telah direkomendasikan untuk memecahkan masalah ini adalah melalui penggalian dan pemanfaatan species sayuran secara lebih beragam (AVRDC, 1998; AVRDC, 1999). Upaya penggunaan species sayuran yang lebih beragam pada dasarnya sejalan dengan perhatian dan kebutuhan yang semakin meningkat berkaitan dengan konservasi biodiversitas (Tripp and van der Heide, 1996). Secara global, upaya ini tidak hanya menyangkut perlindungan species liar, tetapi juga penyelamatan keragaman genetik species-species yang merupakan hasil kultivasi dan domestikasi, maupun spesies-spesies indigenous (Department of the Environment, Sport and Territories, 1993). Beberapa tahun terakhir ini, status keragaman genetik tanaman sayuran tanaman sayuran juga mulai dipertanyakan, terutama dikaitkan dengan hasil studi yang mengindikasikan tingginya tingkat erosi genetik secara global (Blench, 1998; Bengwayan, 1999; Cromwell, 1999). Penggantian kultivar dilaporkan merupakan penyebab utama timbulnya erosi genetik tanaman di dunia. Faktor-faktor lain penyebab erosi genetik diantaranya adalah : pembukaan lahan pertanian baru, eksploitasi terhadap spesies tanaman yang berlebihan, tekanan penduduk, degradasi lingkungan, perundangan atau kebijakan yang kurang mendukung, serta sistem produksi pertanian yang cenderung terus berubah (Morico, et al., 1998).

Sampai sejauh ini, program penelitian sayuran masih menitik beratkan pada beberapa komoditas sayuran prioritas (kentang, bawang merah, cabai merah, kubis dan tomat) yang dipilih berdasarkan justifikasi bahwa jenis sayuran tersebut memiliki atribut biologis relatif lebih baik (dibandingkan dengan jenis sayuran lainnya) untuk memasuki pasar. Justifikasi tersebut berawal dari pengalaman sejarah domestikasi yang menunjukkan bahwa spesies yang tidak dapat memposisikan keberadaannya sesuai dengan relung-relung (niches) sosial dan teknis yang tersedia (berlaku), secara berangsur akan terhapus dan diabaikan. Sementara itu, berbagai komoditas minor, khususnya sayuran indigenous, masih tetap dimanfaatkan di masyarakat, walaupun cenderung dalam skala kecil dan bersifat lokal spesifik (Siemonsma and Piluek, 1994; Sacchi, 2001). Hal ini menggambarkan bahwa sayuran indigenous dapat pula memberikan kontribusi terhadap pasokan pangan secara keseluruhan (Babu, 2000; Considine, 1996; Schippers and Budd, 1997). Sayuran indigenous juga memiliki beberapa karakteristik yang cukup menjanjikan, diantaranya : (a) beradaptasi baik dalam kondisi lingkungan yang relatif beragam, (b) merupakan alternatif sumber protein, vitamin, mineral dan serat yang relatif murah, (c) secara tradisional sudah merupakan salah satu komponen pola tanam, khisusnya dalam pemanfaatan pekarangan, dan (d) pemanfaatannya oleh petani kecil memiliki keunggulan komparatif (Blench, 1997; Christanty, et al., 1986; Marsh, 1998; McNeely, 1995; Schippers, 1999). Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa perhatian publik, khususnya dari sisi penelitian, terhadap kelompok sayuran ini masih sangat minimal, bahkan cenderung terabaikan.

Page 2: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

2

Beberapa alasan yang diindikasi sebagai penyebab menurunnya pemanfaatan sayuran indigenous, diantaranya adalah: (a) tidak/kurang tersedianya benih yang dibutuhkan, (b) kurangnya informasi menyangkut keragaman serta kebutuhan input untuk budidaya, dan (c) kurangnya informasi mengenai kesesuaian sayuran indigenous dengan sistem produksi yang ada. Sementara itu, potensi peranan sayuran indigenous dalam upaya mesujudkan pertanian berkelanjutan melalui diversifikasi pemanfaatan yang mendukung konservasi biodiversitas serta kontribusinya untuk memenuhi pasokan sayuran sepanjang tahun, masih belum sepenuhnya dieksplorasi. Oleh karena itu, kegiatan penelitian yang diarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan sayuran indigenous memiliki nilai strategis yang perlu mendapat perhatian lebih besar (Babb, 2996; Felker, 1996; O’dell, et al., 1996; Paarlberg, 1996).

Secara implisit, hal ini memberikan gambaran bahwa konservasi sumber daya genetik sayuran indigenous memang merupakan isu penting, namun tantangan sebenarnya dalah bagaimana mengangkat potensi manfaat sayuran indigenous agar dapat sejajar atau bersaing dengan sayuran major yang telah berkembang lebih dahulu (AVRDC, 1999). Berkaitan dengan isu pengembangan sayuran indigenous, beberapa simpulan perlu digaris bawahi agar diperoleh pemahaman yang lebih mendalam menyangkut urgensi pengembangan lebih lanjut.

• Sayuran indigenous yang cenderung terabaikan sebenarnya memiliki potensi kontribusi penting terhadap upaya konservasi biodiversitas, sehingga memerlukan dukungan perhatian sektor publik yang lebih besar.

• Kepedulian terhadap keberadaan sayuran indigenous layaknya diawali dengan karakterisasi komprehensif varietas dan spesies, yang mencakup relung agroekologis tempat kelompok sayuran ini berkembang, potensi dan prospek ekonomis, ketahanan terhadap hama penyakit, kandungan nutrisi, komplementaritas dengan varietas/psesies lain, dsb.

• Perubahan lingkungan strategis menuntut kesiapan kemungkinan reorientasi arah penelitian yang membuka peluang timbulnya apresiasi lebih akurat menyangkut signifikansi ekonomis spesies sayuran indigenous serta potensinya di relung pasar yang ada.

• Karakterisasi yang terperinci dan jelas menyangkut keberadaan serta potensi sayuran indigenous dapat mendukung program ketahanan pangan melalui pemahaman yang lebih koheren berkenaan dengan kebutuhan gizi untuk diet makanan yang seimbang.

Berdasarkan penelusuran masalah penelitian serta informasi pendukung yang

tersedia, maka salah satu fokus penelitian penggalian potensi ekonomis pemanfaatan sayuran indigenous pada tahun 2003 diarahkan untuk mengembangkan diversifikasi pemanfaatan dan perbaikan posisi produk sayuran indigenous. DASAR PERTIMBANGAN :

Pengembangan sayuran indigenous perlu mendapat perhatian yang lebih besar lagi

berdasarkan pertimbangan bahwa : (1) kelompok sayuran ini masih dikategorikan minor dan cenderung terabaikan, walaupun memiliki potensi sebagai alternatif sumber protein, vitamin, mineral, dan serat yang relatif murah, (2) pengusahaan/produksi kelompok sayuran minor oleh petani kecil akan memiliki keunggulan komparatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengusahaan syuran major, (3) pengusahaan/produksi kelompok sayuran minor dapat membantu petani kecil untuk mengurangi resiko serta melakukan diversifikasi output sehubungan dengan fluktuasi harga sayuran major, (4) kelompok sayuran ini termasuk kedalam spesies yang keragaman genetiknya perlu diselamatkan, terutama berkaitan dengan upaya konservasi biodiversitas, dan (5) kelompok sayuran ini berpotensi untuk dikembangkan

Page 3: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

3

sebagai kultivar baru yang memiliki karakteristik produk berbeda, terutama dikaitkan dengan pasar sayuran major yang mulai menunjukkan gejala kejenuhan.

Dampak hasil penelitian yang diharapkan adalah terwujudnya aktualisasi potensi peranan sayuran indigenous dalam upaya mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, melalui diversifikasi pemanfaatan yang berkaitan dengan konservasi biodiversitas, pemenuhan pasokan sayuran sepanjang tahun sebagai alternatif sumber protein, vitamin, mineral, dan serat yang relatif murah, serta sumber pendapatan yang memiliki keunggulan komperatif, khususnya bagi petani kecil. TUJUAN PENELITIAN

• Merancang pengembangan diversifikasi pemanfaatan dan memperbaiki posisi produk sayuran indigenous (oyong, leunca, selada air, paria dan kemangi)

MATERI & METODOLOGI

Penelitian yang direncanakan selama empat tahun (2002-2005) ini dilakukan dengan penekanan pada penggalian potensi ekonomis pemanfaatan sayuran indigenous. Kegiatan penelitian direncanakan terdiri dari penelitian atau analisis laboratorium dan penelitian lapang (survai) untuk mendapatkan informasi menyangkut keragaman lebih luas/variatif dari pemanfaatan sayuran indigenous serta perbaikan product posotioningnya.

Kegiatan laboratorium diawali dengan pengembangan berbagai alternatif menu makanan sebagai salah satu upaya diversifikasi pemanfaatan sayuran indigenous. Tingkat penerimaan konsumen untuk berbagai alternatif pemanfaatan (menu atau resep makanan) akan dikaji melalui uji organoleptik.

Penelitian ini juga akan melibatkan konsumen melalui pemetaan persepsi yang akan diarahkan untuk memperoleh informasi mengenai :

• identifikasi kelemahan produk yang dapat digunakan untuk menyusun strategi positioning;

• pospek pengembangan dan evaluasi konsep produk/komoditas baru;

• persepsi konsumen mengenai sayuran indigenous serta berbagai kemungkinan perubahannya, dan

• identifikasi perbedaan persepsi antara konsumen yang mengkonsumsi sayuran indigenous dan yang tidak mengkonsumsi.

Informasi menyangkut alternatif diversifikasi pemanfaatan serta peta persepsi

konsumen akan digunakan sebagai masukan untuk mengembangkan konsep perbaikan atribut produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga keragaan produk dan penerimaan konsumen terhadap produk bersangkutan dapat ditingkatkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Organoleptik Beberapa Makanan Olahan dari Sayuran Indigenus

Pengujian sifat organoleptik bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana penerimaan panelis terhadap beberapa menu olahan dari sayuran indigenus yang dicoba. Hasil pengujian sifat organoleptik beberapa menu olahan sayuran indigenus (paria, selada air, oyong, leunca dan kemangi) meliputi penampakan, rasa jenis sayuran yang diuji, rasa keseluruhan, kreatifitas menu dan penerimaan akhir panelis dapat dilihat pada Tabel 1–5.

Page 4: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

4

1. Paria

Penilaian panelis terhadap beberapa kriteria sifat organoleptik dari menu olahan paria disajikan pada Tabel 1. Menu olahan paria spagetti mempunyai skor tertinggi dari segi penampakan yaitu 4,23 (menarik), rasa keseluruhan 4,31 (enak), kreativitas menu 4,23 (kreatif) dan penerimaan akhir panelis 4,23 (baik/suka). Hal ini sesuai dengan pemilihan ranking menu yang menempati urutan pertama untuk menu olahan spagetti. Namun bila ditinjau dari rasa paria, menu spagetti memiliki skor rasa paria terendah yaitu 3,23 (cukup terasa). Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya bahan-bahan lain yang digunakan untuk pembuatan spagetti, sehingga rasa paria kurang dominan (tertutup) oleh rasa bahan lainnya tersebut. Tabel 1 Rataan skor sifat organoleptik dan ranking pada beberapa menu olahan makanan dari sayuran

paria.

Rataan Skor Penilaian Sifat Organoleptik

Menu Olahan Paria Penam-pakan

Rasa

Paria

Rasa Keselu-ruhan

Kreatifitas Menu

Penerimaan

Ranking Menu

Tumis paria 3,77 4,00 3,85 3,54 4,00 2,54

Paria isi daging 3,85 3,54 3,77 3,92 4,08 2,46

Paria sayur kuning pedas 4,00 3,85 3,85 4,00 3,92 3,54

Salad paria 4,08 4,31 3,00 4,15 3,31 4,46

Paria Spagetti 4,23 3,23 4,31 4,23 4,23 2,00

Berdasarkan penerimaan akhir panelis, menu olahan paria isi daging mempunyai skor tertinggi (4,08 = baik/suka) dan bila dilihat dari rasa keseluruhan juga cukup tinggi yaitu 3,77 (mendekati enak). Demikian pula halnya dengan menu olahan tumis paria dan paria sayur kuning pedas mempunyai skor cukup tinggi, kecuali menu olahan salad paria. Ditinjau dari segi rasa paria, menu olahan dalam bentuk salad dan tumis paria rasanya masih lebih dominan (terasa). Oleh sebab itu dilihat dari penyusunan ranking menu, menu olahan salad paria menempati urutan terakhir. Hal ini sesuai dengan penilaian sifat organoleptik yang mempunyai skor rata-rata rendah. Namun pada dasarnya menu olahan dari paria rata-rata memiliki skor

cukup tinggi yaitu ≥ 3,50 untuk semua sifat organoleptik yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua jenis olahan dari paria dapat diterima panelis dengan baik. 2. Selada air Hasil pengujian organoleptik secara deskriptif terhadap beberapa sifat organoleptik menu olahan selada air yang diuji dapat dilihat pada Tabel 2. Aneka menu olahan dari selada air yang dicoba yaitu sop, salad, selada teri bumbu pedas, ca selada dan selada bumbu petis. Berdasarkan penilaian penerimaan akhir panelis, rata-rata semua menu olahan dari selada air diterima dengan baik, kecuali bentuk sop selada agak kurang diterima dengan baik dengan skor rendah (3,15 = cukup baik). Hal ini bila dilihat dari segi kriteria penampakan, menu olahan sop selada juga kurang menarik. Namun dari semua menu olahan selada air yang diuji, penampakan menu selada teri pedas dan salad selada paling menarik yaitu dengan skor berturut-turut adalah 4,00 dan 3,85. Selain sop selada, penampakan olahan selada air yang mendapat penilaian kurang menarik dari panelis adalah dalam bentuk selada bumbu petis.

Page 5: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

5

Tabel 2 Rataan skor penilaian sifat organoleptik dan ranking pada beberapa menu olahan makanan dari sayuran selada air.

Rataan Skor Penilaian Sifat Organoleptik

Menu Olahan Selada Air Penam-pakan

Rasa

Selada

Air

Rasa Keselu-ruhan

Kreatifitas Menu

Penerimaan

Ranking Menu

Sop selada 2,69 3,62 3,23 3,23 3,15 4,23

Salad selada 3,85 3,54 4,00 3,62 4,23 2,31

Selada teri bumbu pedas 4,00 3,77 3,85 4,00 3,85 1,62

Ca selada 3,38 3,85 3,62 3,77 3,62 3,08

Selada bumbu petis 2,92 4,08 3,15 3,00 3,38 3,77

Skor penilaian sifat organoleptik untuk rasa selada air pada semua jenis menu olahan

selada air hampir sama yaitu ≥ 3,50. Hal ini menunjukkan bahwa rasa selada air diolah dalam bentuk aneka macam olahan, rasa aslinya masih cukup dominan. Penilaian untuk kreatifitas menu dari selada air, skor yang diberikan panelis cukup beragam yaitu pada kisaran 3,00 (cukup kreatif) hingga 4,00 (kreatif). Kreatifitas menu tertinggi diperoleh menu olahan dalam bentuk selada teri bumbu pedas (4,00), diikuti oleh ca selada (3,77), salad selada (3,62) dengan kriteria kreatif. Sedangkan untuk menu olahan sop selada dan selada bumbu petis cukup kreatif (3,23 dan 3,00). Bila dilhat dari penyusunan ranking menu, terlihat bahwa berdasarkan penilaian sifat organoleptik yang diuji, menu olahan selada teri bumbu pedas menempati urutan pertama dan sebagai menu pilihan kedua adalah salad selada yang sudah cukup dikenal oleh panelis dengan skor rasa keseluruhan dan penerimaan akhir panelis tertinggi. 3. Oyong

Menu olahan makan dari sayuran oyong yang dinilai meliputi sayur oyong kunig, sayur oyong bening, kaserol oyong, oyong goreng tepung dan minuman segar oyong. Berdasarkan hasil penilaian dari beberapa panelis, terlihat bahwa menu kaserol oyong memiliki panampakan paling menarik dengan skor 4,15; rasa keseluruhan paling enak dengan skor 4,08; keratifitas menu paling kreatif (4,08) dan penerimaan akhir panelis baik/suka (4,38). Penilaian ini sesuai dengan penyusunan ranking menu, yaitu panelis menempatkan pada urutan pertama untuk menu tersebut. Namun demikian, dari semua jenis olahan yang dicoba,

rata-rata memiliki skor ≥ 3,00. Menu lainnya yang menjadi pilihan panelis adalah sayur oyong kuning dengan kriteria rasa keseluruhan, kreatifitas menu dan penerimaan akhir panelis juga cukup tinggi. Tabel 3 Rataan skor penilaian sifat organoleptik pada beberapa menu olahan makanan dari sayuran oyong.

Rataan Skor Penilaian Sifat Organoleptik

Menu Olahan Oyong Penampakan Rasa Oyong Rasa Keseluruhan

Kreatifitas Menu

Penerimaan

Ranking Menu

Sayur oyong kuning 3,62 3,85 4,23 4,00 4,31 2,92

Sayur oyong bening 3,38 3,85 3,69 3,62 3,85 3,31

Kaserol oyong 4,15 3,69 4,08 4,08 4,38 1,77

Oyong goring tepung 3,38 3,46 3,46 3,85 3,77 3,69

Minuman oyong segar 3,85 3,00 4,00 4,00 3,92 3,31

Page 6: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

6

Penilaian panelis terhadap penampakan dan kreatifitas menu dari menu olahan sayur oyong bening kurang disukai dengan skor rendah yaitu 3,38 (cukup menarik) dan 3,62 (mendekati kreatif). Selain itu dilihat dari kriteria rasa oyongnya cukup terasa, sehingga penilaian akhir panelis terhadap rasa keseluruhan juga agak rendah (3,69 = mendekati enak). Sedangkan menu minuman segar oyong cukup diterima dengan baik oleh panelis ditinjau dari segi kreatifitas menu dengan skor 4,00 (kreatif); rasa keseluruhan 4,00 (terasa); penampakan 3,85 (menarik) dan skor penerimaan akhir panelis juga cukup tinggi ( 3,92 = suka). Dari segi rasa oyong, menu olahan minuman segar cukup terasa dengan skor 3,00. Sedangkan rasa

oyong pada menu olahan lainnya lebih terasa dengan skor rata-rata ≥ 3,50. Berdasarkan penyusunan ranking menu, menu olahan oyong dalam bentuk oyong goreng tepung menempati urutan terakhir. Hal ini bila ditinjau dari penilaian sifat organoleptik juga memiliki skor rendah untuk rasa keseluruhan, rasa oyong dan penampakan (Tabel 3). 4. Leunca

Penilaian panelis terhadap beberapa kriteria sifat organoleptik dari menu olahan leunca dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengujian panelis terhadap beberapa menu olahan dari leunca terlihat bahwa menu olahan yang diterima dengan baik adalah sambal goreng

leunca dan ca leunca dengan skor ≥ 4,00. Sedangkan tempura leunca dan leunca cumi cabai hijau juga disukai oleh panelis dengan skor 3,91 dan 3,55 (mendekati baik). Namun dalam bentuk menu olahan pepes leunca bakar kurang diminati oleh panelis dengan memberikan penilaian rendah untuk kriteria semua sifat organoleptik yang diuji yaitu antara 3,27 – 3,45. Hal ini juga sesuai dengan penempatan urutan ranking menu pada pilihan terakhir untuk menu tersebut.

Tabel 4 Rataan skor penilaian sifat organoleptik pada beberapa menu olahan makanan dari sayuran leunca.

Rataan Skor Penilaian Sifat Organoleptik

Menu Olahan Leunca Penampakan Rasa Leunca Rasa Keseluruhan

Kreatifitas Menu

Penerimaan

Ranking Menu

Pepes leunca baker 3,45 3,36 3,36 3,27 3,36 4,09

Tempura leunca 3,45 3,00 3,55 3,64 3,91 3,64

Leunca cumi cabai hijau 3,82 3,64 3,27 3,64 3,55 3,55

Sambal goring leunca 4,09 3,45 4,00 3,91 4,27 1,82

Ca leunca 3,91 3,73 4,09 3,91 4,00 1,91

Untuk kriteria penilaian rasa secara keseluruhan, jenis olahan sambal goreng leunca dan ca leunca mempunyai skor tinggi yaitu 4,00 dan 4,09 (enak) serta bila dilihat dari kriteria rasa leunca pada menu tersebut, panelis memberikan penilaian cukup terasa dengan skor antara 3,45 – 3,73. Dari kelima jenis menu yang dicoba, rasa leunca dengan skor rendah (cukup terasa) adalah menu tempura leunca. Walaupun demikian penilaian panelis terhadap rasa secara keseluruhan dan penampakan pada menu tersebut kurang disukai dengan skor agak rendah yaitu dibawah 4,00. Ditinjau dari segi kreatifitas menu sambal goreng leunca dan ca leunca paling kreatif disusul oleh menu tempura leunca dan leunca cumi cabai hijau. Sedangkan untuk pepes leunca bakar dinilai oleh panelis cukup kreatif dengan skor 3,36. Berdasarkan semua penilaian sifat organoleptik yang dicoba, maka panelis memilih menu sambal goreng leunca sebagai menu pilihan yang pertama, diikuti oleh menu ca leunca, leunca cumi hijau, tempura leunca dan pepes leunca bakar.

Page 7: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

7

5. Kemangi

Menu olahan dari kemangi yang dibuat cukup beragam, yaitu tongkol kemangi, pepes kemangi, buntil kemangi, kripik saus kemangi dan minuman sehat kemangi (Tabel 5). Hasil pengujian menunjukkan bahwa panelis memberikan skor tertinggi untuk menu olahan minuman sehat kemangi yaitu dengan skor penampakan 4,31 (menarik), skor rasa secara keseluruhan 3,92 (enak), skor kreatifitas menu 4,31 (paling kreatif) dan skor penerimaan akhir panelis paling baik (4,15). Namun ditinjau dari segi rasa kemangi dalam menu olahan tersebut sangat rendah dengan kriteria cukup terasa (2,77). Sedangkan pengolahan kemangi dalam bentuk pepes kemangi memiliki skor paling rendah untuk semua kriteria penilaian sifat organoleptik yaitu dari segi penampakan cukup menarik (3,00); mendekati cukup terasa untuk kriteria rasa kemangi (2,85); cukup enak untuk rasa secara keseluruhan (3,46), kreatifitas menu cukup kreatif (3,23) dan penerimaan akhir panelis cukup baik (3,31). Hal ini berarti bahwa panelis agak kurang menyukai pengolahan kemangi dalam bentuk pepes kemangi, walaupun secara umum kemangi sudah umum digunakan dalam pengolahan pepes kemangi. Hal lain yang dapat mempengaruhi penilaian panelis adalah bahan lain yang dicampur pada pembuatan pepes kemangi kurang disukai oleh panelis. Tabel 5 Rataan skor penilaian sifat organoleptik pada beberapa menu olahan makanan dari sayuran

kemangi.

Rataan Skor Penilaian Sifat Organoleptik

Menu Olahan Kemangi Penampakan Rasa Kemangi Rasa Keselu-ruhan

Kreatifitas Menu

Penerimaan

Ranking Menu

Tongkol kemangi 3,62 3,54 3,69 3,62 3,77 2,08

Pepes kemangi 3,00 2,85 3,46 3,23 3,31 3,77

Buntil kemangi 3,85 3,31 3,54 3,54 3,69 3,08

Kripik saus kemangi 3,23 3,46 3,62 3,62 3,77 3,77

Minuman sehat kemangi 4,31 2,77 3,92 4,31 4,15 2,31

Secara keseluruhan menu olahan lain dari kemangi dalam bentuk tongkol kemangi, buntil kemangi dan kripik saus kemangi cukup diterima dengan baik oleh panelis dengan skor

≥ 3,50. Demikian pula halnya dengan kriteria kreatifitas menu, rata-rata memiliki skor diatas 3,50 yang berarti kreatifitas dari menu olahan kemangi yang dibuat sangat beragam (kreatif). Walaupun demikian dari beberapa kriteria sifat organoleptik yang diuji pada semua menu olahan kemangi mempunyai kelemahan-kelemahan. Misalnya rasa kemangi pada olahan minuman sehat paling rendah yaitu 2,77 (mendekati cukup terasa), sedangkan rasa secara keseluruhan mempunyai skor paling tinggi. Hal ini berarti rasa asli kemangi tertutup oleh bahan-bahan lain yang ditambahkan pada minuman sehat tersebut. Demikian pula halnya pada menu pepes kemangi dan menu olahan lainnya. Sedangkan untuk menu olahan kripik saus kemangi yang mempunyai skor tinggi pada kriteria kreatifitas (3,66) dan penerimaan akhir panelis (3,77), ditempatkan pada pilihan keempat sebagai rangking menu oleh panelis. Survai Konsumen Sayuran Indigenous

Karakteristik Responden

Pada Tabel 6 terlihat bahwa, ibu-ibu rumah tangga dengan kisaran usia antara 31-60 tahun lebih mendominasi struktur usia responden (75,51%), serta hanya sebagian kecil responden yang berusia < 31 tahun dan > 60 tahun. Berdasarkan latar belakang pendidikan formal, lebih dari separuh responden (57,14%) memiliki jenjang pendidikan yang relatif cukup

Page 8: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

8

baik, yaitu SLTA atau lebih. Mayoritas responden (71,43%) masih berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan hanya sebagian kecil yang sudah bekerja pada sektor formal, yaitu umumnya berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan wiraswasta (dagang). Ditinjau dari jumlah anggota keluarga, 75,51% respoden masih dapat digolongkan sebagai keluarga kecil, yaitu yang diindikasikan oleh jumlah tanggungan keluarga ≤ 5 orang. Sementara itu, ditinjau dari total pengeluaran per bulan, sebagian besar responden memiliki total pengeluaran ≤ Rp. 1.000.000 (51,02%) dan > Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000 (44,90%). Tabel 6 Karakteristik responden

No.

Karakteristik

Jumlah

Persen (%)

1. Usia:

• < 31 tahun 6 12,24

• 31 – 40 tahun 13 26,53

• 41 – 50 tahun 12 24,49

• 51 – 60 tahun 12 24,49

• > 60 tahun 6 12,24

2. Pendidikan:

• SD/sederajat 11 22,45

• SLTP/sederajat 10 20,41

• SLTA/sederajat 17 34,69

• > SLTA 11 22,45

3. Pekerjaan:

• Pegawai Negeri Sipil 2 4,08

• Wiraswasta 12 24,49

• Ibu rumah tangga 35 71,43

4. Jumlah anggota keluarga

• ≤ 3 orang 4 8,16

• 4 orang 19 38,78

• 5 orang 14 28,57

• ≥ 6 0rang 12 24,49

5. Total pengeluaran per-bulan (Rp.):

• ≤ 1.000.000 25 51,02

• > 1.000.000 – 2.000.000 12 24,49

• > 2.000.000 – 3.000.000 10 20,41

• > 3.000.000 – 4.000.000 1 2,04

• > 4.000.000 1 2,04

Pola Pembelian dan Pola Konsumsi Tampaknya minat konsumen terhadap sayuran kemangi dan oyong masih lebih tinggi dibandingkan dengan paria, leunca dan selada air. Hal ini dapat didindikasikan dari lebih tingginya persentase responden (8,16%) yang tidak pernah mengkonsumsi paria dan leunca. Disamping itu, dari 49 orang responden, 24,49-34,69% mengatakan relatif sangat jarang mengkonsumsi paria, leunca dan selada air, yaitu hanya satu kali dalam satu bulan lebih (di atas satu bulan sekali). Menurut konsumen, kurang diminatinya ketiga jenis sayuran tersebut karena rasanya yang pahit (paria dan leunca) serta getir (selada air), sehingga anggota keluarga khususnya anak-anak kurang menyukai. Selain itu, terbatasnya menu makanan yang dapat dibuat dari bahan tersebut juga menyebabkan konsumen jarang mengkonsumsi. Meskipun kemangi dan oyong lebih disukai konsumen karena dapat dibuat berbagai macam menu makanan dan rasanya yang lebih enak serta bisa diterima oleh anggota keluarga, namun bila ditinjau dari frekuensi konsumsi rata-rata pada kelima jenis sayuran

Page 9: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

9

Tabel 7 Frekuensi konsumsi rata-rata

No.

Frekuensi Konsumsi Rata-rata

Jumlah

Persen (%)

1. Paria:

• Tidak pernah 4 8,16

• 1 minggu 2 kali 10 20,41

• 1 minggu 1 kali 7 14,29

• 2 minggu 1 kali 7 14,29

• 1 bulan 1 kali 9 18,37

• > 1 bulan 1 kali 12 24,49

2. Selada air:

• Tidak pernah 2 4,08

• 1 minggu 2 kali 7 14,29

• 1 minggu 1 kali 5 10,20

• 2 minggu 1 kali 8 16,33

• 1 bulan 1 kali 10 20,41

• > 1 bulan 1 kali 17 34,69

3. Oyong:

• Tidak pernah 2 4,08

• 1 minggu 2 kali 5 10,20

• 1 minggu 1 kali 11 22,45

• 2 minggu 1 kali 9 18,37

• 1 bulan 1 kali 12 24,49

• > 1 bulan 1 kali 10 20,41

4. Leunca:

• Tidak pernah 4 8,16

• 1 minggu 2 kali 4 8,16

• 1 minggu 1 kali 5 10,20

• 2 minggu 1 kali 12 24,49

• 1 bulan 1 kali 9 18,37

• > 1 bulan 1 kali 15 30,61

5. Kemangi:

• Tidak pernah 1 2,04

• 1 minggu 2 kali 4 8,16

• 1 minggu 1 kali 9 18,37

• 2 minggu 1 kali 8 16,33

• 1 bulan 1 kali 20 40,82

• > 1 bulan 1 kali 7 14,29

indigenous yang diteliti tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, yaitu mayoritas konsumen (42,86-55,11%) relatif jarang (antara dua minggu satu kali sampai satu bulan satu kali) dalam mengkonsumsi paria, selada air, oyong, leunca dan kemangi.

Berdasarkan waktu terakhir mengkonsumsi, Tabel 8 menunjukkan bahwa antara 1 hari sampai 4 minggu yang lalu, persentase responden yang mengkonsumsi kemangi dan oyong menempati urutan teratas, yaitu sebesar 60,83% dan 57,45%, selanjutnya diikuti leunca (53,34%), selada air (48,94%) dan paria (46,67%). Sementara itu, responden yang terakhir mengkonsumsi kemangi dan oyong lebih dari 1 bulan yang lalu persentasenya paling kecil dibandingkan dengan leunca, selada air dan paria, yaitu hanya sekitar 29,17% dan 42,55%. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam kurung waktu satu bulan terakhir, kemangi dan oyong masih lebih banyak dikonsumsi responden dibandingkan dengan leunca, selada air dan paria. Selain itu, kenyataan ini juga mengindikasikan bahwa ketiga jenis sayuran indigenous (leunca, selada air dan paria) tersebut cenderung kurang dimanfaatkan/dipilih konsumen sebagai sumber protein, vitamin, mineral dan serat dalam menu makanan sehari-hari meskipun harganya relatif murah.

Page 10: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

10

Tabel 8 Waktu terakhir mengkonsumsi

Komoditas

Paria Selada Air Oyong Leunca Kemangi

Waktu Terakhir

Mengkonsumsi Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %

1 – 6 hari lalu 12 26,67 11 23,41 11 23,41 8 17,78 13 27,08

1 – 4 minggu lalu 9 20,00 12 25,53 16 34,04 16 35,56 21 43,75

>1 bulan lalu 24 53,33 24 51,06 20 42,55 21 46,66 14 29,17

Tabel 9 menunjukkan bahwa pasar tradisional merupakam tempat pembelian utama sayuran indigenous (paria, selada air, oyong, leunca dan kemangi) bagi mayoritas responden, yaitu yang dicirikan oleh besarnya persentase responden yang melakukan pembelian di pasar tersebut (76,60%-85,71%). Sedangkan urutan kedua, responden lebih menempatkan pedagang sayur keliling sebagai tempat pembelian kelima jenis sayuran indigenous. Beberapa alasan utama responden memilih pasar tradisional sebagai tempat pembelian sayuran indigenous karena jenis-jenis sayuran tersebut lebih banyak tersedia di pasar-pasar tradisional dibandingkan dengan di pasar swalayan. Disamping itu, selain lokasi pasar tradisional yang umumnya tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal, responden memilih pasar tradisional sebagai tempat pembelian karena harganya juga relatif lebih murah. Tabel 9 Tempat pembelian terakhir

Komoditas

Paria Selada Air Oyong Leunca Kemangi

No.

Tempat

Pembelian Terakhir

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %

1. Pasar tradisional 38 80,85 42 85,71 40 80,00 36 76,60 39 78,00

2. Pasar swalayan 1 2,13 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 2,00

3. Pedagang sayur keliling 7 14,89 7 14,29 8 16,00 8 17,02 6 12,00

4. Warung 1 2,13 0 0,00 2 4,00 2 4,26 3 6,00

5. Menanam sendiri 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 2,13 1 2,00

Tampaknya variasi masakan yang dapat dibuat dari sayuran kemangi lebih beragam dan merata tingkat penggunaannnya dibandingkan dengan paria, selada air, oyong dan leunca (Tabel 10). Secara berurutan kemangi banyak dimanfaatkan responden sebagai bahan masakan pepes (40,66%), lalap (28,57), karedok/ulukutek (17,58%) dan sambal oncom (12,09%). Berdasarkan tingkat pemanfaatannya, paria, selada air, oyong dan leunca merupakan jenis sayuran yang memiliki keterbatasan ditinjau dari segi variasai menu masakan yang dapat diolah dari bahan tersebut. Mayoritas jenis masakan yang dapat dibuat dari bahan baku oyong adalah sayur (91,84%), sedangkan leunca dan oyong masing-masing lebih banyak dimanfaatkan responden sebagai bahan baku karedok/ulukutek (86,36%) dan lalap (74,55%). Sementara itu, paria lebih dipilih dan disukai responden sebagai bahan masakan tumis (44,23%) dan sambal goreng (28,85%).

Page 11: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

11

Tabel 10 Jenis masakan

Komoditas

Paria Selada Air Oyong Leunca Kemangi

No.

Jenia

Masakan Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %

1. Sayur 0 0,00 1 1,82 45 91,84 0 0,00 0 0,00

2. Tumis 23 44,23 4 7,27 4 8,16 1 1,52 0 0,00

3. Karedok/lotek/ulukutek 0 0,00 9 16,36 0 0,00 57 86,36 16 17,58

4. Lalap 6 11,54 41 74,55 0 0,00 6 9,09 26 28,57

5. Pepes 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 37 40,66

6. Sambal goreng/oncom 15 28,85 0 0,00 0 0,00 2 3,03 11 12,09

7. Baso tahu 5 9,62 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

8. Lainnya 3 5,77 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 1,10

Tabel 11 menunjukkan bahwa, kendala utama responden dalam mengkonsumsi

sayuran indigenous lebih disebabkan terbatasnya variasi menu masakan yang dapat dibuat dan rasa yang kurang enak dari bahan tersebut. Responden menempatkan kendala utama Tabel 11 Kendala dalam mengkonsumsi

No.

Kendala Mengkonsumsi

Jumlah

Persen (%)

1. Paria:

• Rasanya kurang enak 27 52,94

• Menu makanan yang dapat dibuat dari bahan tersebut terbatas 11 21,57

• Sulit didapat di pasar 0 0,00

• Lainnya (pantangan punya penyakit, tidak suka) 2 3,92

• Tidak ada komentar 11 21,57

2. Selada air:

• Rasanya kurang enak 9 15,79

• Menu makanan yang dapat dibuat dari bahan tersebut terbatas 38 66,67

• Sulit didapat di pasar 6 10,53

• Lainnya (pantangan punya penyakit, tidak suka) 3 5,26

• Tidak ada komentar 1 1,75

3. Oyong:

• Rasanya kurang enak 8 16,00

• Menu makanan yang dapat dibuat dari bahan tersebut terbatas 28 56,00

• Sulit didapat di pasar 1 2,00

• Lainnya (pantangan punya penyakit, tidak suka) 3 6,00

• Tidak ada komentar 10 20,00

4. Leunca:

• Rasanya kurang enak 27 42,86

• Menu makanan yang dapat dibuat dari bahan tersebut terbatas 25 39,68

• Sulit didapat di pasar 0 0,00

• Lainnya (tidak suka) 7 11,11

• Tidak ada komentar 4 6,35

5. Kemangi:

• Rasanya kurang enak 8 15,09

• Menu makanan yang dapat dibuat dari bahan tersebut terbatas 26 49,06

• Sulit didapat di pasar 1 1,89

• Lainnya (pantangan punya penyakit) 3 5,66

• Tidak ada komentar 15 28,30

Page 12: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

12

dalam mengkonsumsi paria dan leunca karena rasanya kurang enak, yaitu masing-masing sebesar 52,94% dan 42,86%, sedangkan terbatasnya menu masakan yang dapat dibuat dari bahan paria (21,57%) dan leunca (39,68) ditempatkan sebagai kendala kedua. Menurut responden, rasa yang kurang enak/disukai dari paria dan leunca karena adanya rasa pahit bila dimakan. Sementara itu, kendala utama responden dalam mengkonsumsi selada air (66,67%), oyong (56,00%) dan kemangi (49,06) lebih disebabkan oleh keterbatasan menu yang dapat dibuat dari bahan tersebut serta rasa yang kurang enak dari selada air (15,79%), oyong (16,00%) dan kemangi (15,09%) ditempatkan sebagai kendala kedua. Bila dibandingkan dengan keempat jenis sayuran indigenous (paria, selada air, oyong dan leunca), persentase responden yang mengatakan kemangi rasanya kurang enak relatif paling sedikit (15,09) serta ditinjau dari tidak adanya komentar responden tentang sayuran kemangi yang juga paling banyak (28,30%), maka hal ini mengindikasikan bahwa kendala responden dalam mengkonsumsi kemangi relatif lebih kecil. Persepsi Konsumen Persepsi responden/konsumen menyangkut beberapa parameter, yaitu kandungan gizi, kegunaan multi, rasa, ketahanan simpan, harga dan kemudahan memperoleh sayuran indigenous disajikan pada Tabel 12. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa, konsumen memiliki persepsi cukup setuju menyangkut kandungan gizi tinggi untuk sayuran paria, oyong dan kemangi, sedangkan persepsi tidak setuju ditempatkan konsumen pada selada air dan leunca. Berkaitan dengan potensi multi guna, khususnya sebagai obat, konsumen mempersepsi ketidak-setujuan hanya untuk selada air, sedangkan untuk keempat komoditas lainnya konsumen memberikan persepsi cukup setuju. Menurut konsumen, selada air tidak dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit, tetapi sebaliknya, mengkonsumsi selada air dapat menyebabkan penyakit reumatik. Sementara itu, beberapa responden juga mengatakan bahwa oyong dapat digunakan sebagai obat panas dalam (mendinginkan perut), sedangkan paria dan leunca dapat digunakan untuk memancing selera dan menambah nafsu makan. Namun demikian, berkenaan dengan persepsi konsumen terhadap kegunaan multi tersebut, pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian lebih lanjut (secara laboratorium). Tabel 12 Rataan skor persepsi konsumen terhadap komoditas

Rataan skor persepsi konsumen terhadap komoditas No. Pernyataan

Paria Selada Oyong Leunca Kemangi

1. Kandungan gizinya tinggi 3,17 2,49 3,10 2,41 2,51

2. Kalau dikonsumsi dapat menyembuhkan penyakit 3,43 2,14 3,27 2,59 2,53

3. Rasanya enak 2,66 3,16 3,38 2,67 3,18

4. Tidak mudah busuk/tahan disimpan lama 3,30 2,22 3,40 3,35 2,43

5. Termasuk sayuran yang harganya mahal 2,38 1,94 2,27 1,94 1,90

6. Mudah diperoleh di pasar 4,06 3,78 3,94 4,38 4,37

Keterangan: - Rataan skor 1,00 – 1,49 = sangat tidak setuju - Rataan skor 1,50 – 2,49 = tidak setuju - Rataan skor 2,50 – 3,49 = cukup setuju - Rataan skor 3,50 – 4,49 = setuju - Rataan skor 4,50 – 5,00 = sangat setuju

Untuk parameter rasa, seluruh responden memiliki persepsi yang sama, yaitu cukup setuju bahwa sayuran indigenous (paria, selada air, oyong, leunca dan kemangi) memiliki rasa

Page 13: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

13

yang enak. Demikian pula untuk parameter harga dan kemudahan memperoleh di pasar, ternyata konsumen mempersepsi tidak setuju bila dikatakan kelima jenis sayuran tersebut harganya mahal, serta setuju bahwa sayuran indigenous tersebut mudah diperoleh di pasar. Responden tidak setuju selada air dan kemangi digolongkan sebagai jenis sayuran tahan disimpan. Sementara itu, bobot persetujuan responden bahwa paria, oyong dan leunca tahan disimpan lama adalah cukup setuju. Hal ini tampaknya lebih disebabkan selada air dan kemangi yang merupakan sayuran daun dan secara fisiologis relatif akan lebih cepat rusak dibandingkan dengan sayuran buah seperti paria, oyong dan leunca. Tabel 13 Urutan kepentingan konsumen (ranking) dalam mempersepsi komoditas.

Urutan Kepentingan Konsumen (Ranking) dalam Mempersepsi Komoditas

No

Pernyataan Paria Selada Oyong Leunca Kemangi

1. Kandungan gizinya tinggi 4 (3,72) 4 (4,20) 4 (3,52) 5 (3,98) 3 (4,00)

2. Kalau dikonsumsi dapat menyembuhkan penyakit 2 (2,89) 6 (4,55) 3 (3,42) 4 (3,69) 6 (4,53)

3. Rasanya enak 3 (3,72) 2 (2,22) 2 (3,15) 2 (3,04) 2 (2,27)

4. Tidak mudah busuk/tahan disimpan lama 5 (4,02) 5 (4,39) 5 (4,06) 3 (3,39) 5 (4,18)

5. Termasuk sayuran yang harganya mahal 6 (4,45) 3 (3,59) 6 (4,21) 6 (4,35) 4 (4,10)

6. Mudah diperoleh di pasar 1 (2,38) 1 (1,86) 1 (2,85) 1 (2,53) 1 (1,92)

Keterangan: - Angka dalam kurung ( ) = rataan nilai ranking

Tabel 13 menunjukkan urutan kepentingan persepsi konsumen sehubungan dengan beberapa atribut yang dikenakan pada sayuran indigenous. Berdasarkan urutan kepentingannya, konsumen lebih menempatkan kemudahan memperoleh di pasar pada urutan pertama dalam mengkonsumsi kelima jenis sayuran indigenous. Hal ini mengindikasikan bahwa jenis sayuran indigenous yang tergolong sayuran minor dan tradisional tersebut relatif masih banyak tersedia dan cukup dikenal oleh konsumen. Kecuali paria yang ditempatkan konsumen pada urutan ketiga dalam hal rasa, keempat sayuran indigenous lainnya ditempatkan konsumen pada urutan kedua (rasanya enak). Sementara itu, urutan kepentingan persepsi konsumen terhadap kegunaan multi (dapat berfungsi sebagai obat) sayuran paria ditempatkan pada urutan kedua. Hal ini berarti bahwa, sayuran paria lebih memiliki potensi multi guna (sebagai obat) dibanding sayuran indigenous lainnya. Sementara itu, selada air dan kemangi ditempatkan konsumen pada urutan terakhir (urutan keenam) ditinjau dari kegunaan multinya.

Preferensi Konsumen

Hasil pengujian faktor kualitas paria disajikan pada Tabel 14. Dari 9 faktor kualitas paria yang diuji, hanya faktor kualitas permukaan buah yang tidak menunjukkan perbedaan secara nyata, sedangakan 8 faktor kualitas yang lain memberikan perbedaan yang nyata (significant pada α = 0,01). Hal ini mengindikasikan bahwa, secara statistik preferensi konsumen terhadap permukaan buah relatif berimbang antara yang menyukai permukaan buah paria bergerigi sedikit, sedang dan banyak. Berdasarkan urutannya (ranking), responden menempatkan ukuran buah sebagai pertimbangan pertama dalam memilih paria (Tabel 15), serta sesuai dengan preferensinya responden lebih menyukai ukuran buah dengan panjang sedang (20 cm) dan diameter buah sedang (5 cm). Urutan kedua dan ketiga yang dipertimbangkan responden dalam memilih

Page 14: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

14

Tabel 14 Uji preferensi konsumen terhadap kualitas paria.

Kualitas/Kategori n χ hit χ tab

1. Ukuran buah (panjang): a. panjang ( 30 cm) 10

b. sedang ( 20 cm) 31 23,02 ** 5,99

c. pendek ( 15 cm) 6

2. Ukuran buah (diameter): a. besar ( 6 cm) 8

b. sedang ( 5 cm) 35 36,30 ** 5,99

c. kecil ( 3,5 cm) 4

3. Permukaan buah: a. bergerigi banyak 11

b. bergerigi sedang 20 2,60 5,99

c. bergerigi sedikit 16

4. Kekerasan buah: a. keras 14

b. sedang 30 23,53 ** 5,99

c. empuk 3

5. Jumlah biji: a. banyak 1

b. sedang 7 51,44 ** 5,99

c. sedikit 38

6. Ketebalan daging: a. tebal 39

b. sedang 6 55,61 ** 5,99

c. tipis 1

7.Bentuk buah: a. lurus 44 38,35 ** 3,84

b. bengkok 2

8. Rasa buah: a. pahit 4

b. agak pahit 31 25,61 ** 5,99

c. tidak pahit 11

9.Warna daging: a. putih 18

b. putih kekuningan 4 13,74 ** 5,99

c. putih kehijauan 24

Keterangan : ** = Significant pada α = 0,01 * = Significant pada α = 0,05

paria adalah permukaan buah dan bentuk buah (lurus). Sementara itu, konsumen menempatkan kekerasan buah (sedang) dan warna daging (putih kehijauan) pada urutan keempat dan kelima dalam memilih paria. Selanjutnya berturut-turut diikuti ketebalan daging (tebal), rasa buah (agak pahit) serta jumlah biji (sedikit) Tabel 15 Urutan faktor-faktor kualitas yang mempengaruhi konsumen (ranking) saat memilih paria.

Ranking Paria Rataan nilai ranking Preferensi

I Ukuran buah (2,28) Panjang: Sedang (20 cm); Diameter: Sedang (5 cm)

II Permukaan buah (2,96) -

III Bentuk buah (2,98) Lurus

IV Kekerasan buah (4,33) Sedang

V Warna daging (4,37) Putih kehijauan

VI Ketebalan daging (5,72) Tebal

VII Rasa buah (5,83) Agak pahit

VIII Jumlah biji (7,59) Sedikit

Kecuali jumlah daun dalam satu tangkai (banyak dan sedang) yang tidak berbeda nyata, hasil pengujian faktor kualitas selada air (Tabel 16) yang meliputi warna daun, ukuran batang/tangkai, kekerasan dan rasa daun menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (significant pada α = 0,01). Hal ini berarti bahwa dalam memilih selada air konsumen lebih menyukai selada air dengan warna daun hijau muda, ukuran batang/tangkai sedang, kekerasan daun yang renyah dan mengandung rasa agak manis.

Page 15: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

15

Hasil ranking faktor-faktor kualitas selada air pada Tabel 17 menunjukkan bahwa, warna daun (hijau muda) dan ukuran batang/tangkai (sedang) merupakan pertimbangan pertama dan kedua yang mempengaruhi responden saat memilih/membeli selada air. Urutan ketiga dan keempat yang menjadi pertimbangan responden dalam memilih selada air adalah jumlah daun dalam 1 tangkai dan kekerasan daun (renyah). Selanjutnya rasa daun yang agak manis lebih ditempatkan responden sebagai pertimbangan terakhir dalam memilih selada air. Tabel 16 Uji preferensi konsumen terhadap kualitas selada air.

Kualitas/Kategori n χ hit χ tab

1. Warna daun a. hijau tua 15

b. hijau muda 33 31,51 ** 5,99

c. hijau kekuningan 1

2. Ukuran batang/tangkai a. besar 8

b. sedang 32 22,57 ** 5,99

c. kecil 9

3.Jumlah daun dalam satu tangkai a. banyak 29 1,65 3,84

b. sedang 20

4. Kekerasan daun a. lunak 3

b. Liat/kenyal 1 75,59 ** 5,99

c. renyah 45

5. Rasa daun a. agak pahit 3

b. agak manis 42 60,53 ** 5,99

c. lainnya 4

Keterangan : ** = Significant pada α = 0,01 * = Significant pada α = 0,05

Tabel 17 Urutan faktor-faktor kualitas yang mempengaruhi konsumen (ranking) saat memilih selada air.

Ranking Selada Air Rataan nilai ranking Preferensi

I Warna daun (1,20) Hijau muda

II Ukuran batang/tangkai (2,98) Sedang

III Jumlah daun dalam satu tangkai (3,04) Banyak

IV Kekerasan daun (3,53) Renyah

V Rasa daun (4,27) Agak manis

Hasil pengujian faktor kualitas oyong yang meliputi warna daging, ukuran panjang dan diameter, serta jumlah biji dan bentuk buah pada Tabel 18 menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (significant pada α = 0,01), sedangkan hasil pengujian warna kulit dan kekerasan buah significant pada α = 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa, secara nyata mayoritas konsumen menghendaki oyong dengan warna kulit hijau muda, warna daging putih, ukuran panjang dan diameter sedang, kekerasan buah sedang, serta jumlah biji sedang dan bentuk buah lurus.

Page 16: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

16

Tabel 18 Uji preferensi konsumen terhadap kualitas oyong

Kualitas/Kategori n χ hit χ tab

1. Warna kulit a. hijau tua 17 4,08 * 3,84

b. hijau muda 31

2. Warna daging a. putih 46 40,33 ** 3,84

b. putih kekuningan 2

3. Ukuran (panjang) a. panjang (40 cm) 10

b. sedang (30 cm) 37 43,88 ** 5,99

c. pendek (20 cm) 1

4. Ukuran (diameter) a. besar (7 cm) 5

b. sedang (5 cm) 38 16,33 ** 5,99

c. keci l (3 cm) 5

5. Kekerasan buah a. keras 7

b. sedang 21 7,63 * 5,99

c. empuk 20

6. Jumlah biji a. sedang 5 30,08 ** 3,84

b. sedikit 43

7. Bentuk buah a. lurus 46 40,33 ** 3,84

b. bengkok 2

Keterangan : ** = Significant pada α = 0,01

* = Significant pada α = 0,05

Tabel 19 Urutan faktor-faktor kualitas yang mempengaruhi konsumen (ranking) saat memilih oyong.

Ranking Oyong Rataan nilai ranking Preferensi

I Warna kulit (1,65) Hijau muda

II Ukuran (panjang) (2,29) Sedang (30 cm)

III Ukuran (diameter) (3,21) Sedang (5 cm)

IV Kekerasan buah (3,81) Sedang

V Bentuk buah (4,13) Lurus

VI Warna daging (5,63) Putih

VII Jumlah biji (6,73) Sedikit

Berdasarkann urutannya (ranking), responden menempatkan warna kulit (hijau muda) sebagai pertimbangan pertama dalam memilih oyong (Tabel 19). Urutan kedua dan ketiga yang dipertimbangkan responden adalah ukuran dan sesuai dengan preferensinya responden lebih menyukai oyong dengan ukuran sedang ( panjang 30 cm dan diameter 5 cm). Selanjutnya secara berturut-turut diikuti kekerasan buah yang sedang, bentuk buah lurus, serta warna daging putih dan jumlah biji sedikit. Pada Tabel 20 terlihat bahwa preferensi konsumen terhadap kelima faktor kualitas leunca berbeda nyata (significant pada α = 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa, mayoritas responden menginginkan leunca dengan ukuran sedang, warna buah hijau muda, jumlah buah/tangkai banyak, kekerasan buah renyah dan rasa buah yang manis. Beberapa pendapat konsumen yang dapat dihimpun menyatakan bahwa, konsumen lebih manyukai buah leunca yang berwarna hijau muda karena lebih renyah serta rasanya tidak terlalu pahit dan masih ada rasa manis. Sementara itu, buah leunca yang berwarna hijau tua rasanya lebih pahit, sedangkan yang berwarna hitam rasanya agak asam.

Page 17: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

17

Tabel 20 Uji preferensi konsumen terhadap kualitas leunca.

Kualitas/Kategori n χ hit χ tab

1. Ukuran buah a. besar 11

b. sedang 35 36,38 ** 5,99

c. kecil 2

2. Warna buah a. hijau muda 25

b. hijau tua 22 21,38 ** 5,99

c. hitam 1

3. Jumlah buah/tangkai a. banyak 31

b. sedang 14 24,88 ** 5,99

c. sedikit 3

4. Kekerasan buah a. keras 4 33,33 ** 3,84

b. renyah 44

5. Rasa buah a. Manis 32

b. Agak pahit 15 30,13 ** 5,99

c. pahit 1

Keterangan : ** = Significant pada α = 0,01

* = Significant pada α = 0,05

Urutan faktor-faktor kualitas yang mempengaruhi konsumen saat memilih leunca disajikan pada Tabel 21. Hasil urutan menunjukkan bahwa, warna buah (hijau muda) dan ukuran buah (sedang) merupakan prioritas pertama dan kedua yang paling dipertimbangkan konsumen saat memutuskan membeli sayuran leunca. Kekerasan buah (renyah) dan jumlah buah/tangkai yang banyak ditempatkan konsumen sebagai urutan ketiga dan keempat. Selanjutnya urutan terakhir (kelima) yang dipertimbangkan konsumen saat membeli leunca adalah rasa buah yang manis. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ameriana (1995) yang menyebutkan bahwa, petunjuk kuatas ekternal seperti warna, kekerasan, bentuk dan ukuran buah, serta petunujk organoleptik seperti rasa, kekenyalan dan jumlah air buah merupakan petunjuk bagi konsumen dalam menilai kualitas tomat. Tabel 21 Urutan faktor-faktor kualitas yang mempengaruhi konsumen (ranking) saat memilih leunca.

Ranking Leunca Rataan nilai ranking Preferensi

I Warna buah (1,48) Hijau muda

II Ukuran buah (1,88) Sedang

III Kekerasan buah (3,44) Renyah

IV Jumlah buah/tangkai (3,73 Banyak

V Rasa buah (4,48 Manis

Hasil pengujian preferensi konsumen terhadap kualitas kemangi (Tabel 22) menunjukkan bahwa faktor kualitas warna daun, jumlah daun/tangkai dan aroma tidak berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa preferensi konsumen terhadap ketiga faktor kualitas kemangi tersebut relatif beragam. Preferensi konsumen terhadap ukuran daun berbeda nyata

Page 18: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

18

pada taraf α = 0,05, sedangkan preferensi konsumen terhadap faktor kualitas ada/tidaknya bunga dan jumlah cabang/tangkai berbeda nyata pada taraf α= 0,01. Kemangi yang lebih disukai konsumen adalah kemangi dengan ukuran sedang (diameter = 3,5 cm), tidak ada bunga dan bercabang banyak. Tabel 22 Uji preferensi konsumen terhadap kualitas kemangi.

Kualitas/Kategori n χ hit χ tab

1. Ukuran daun a. besar (diameter = 4,5 cm) 17

b. sedang (diameter = 3,5 cm) 24 7,88 * 5,99

c. kecil (diameter = 2 Cm) 8

2. Warna daun a. hijau tua 26 0,18 3,84

b. hijau muda 23

3. Jumlah daun/tangkai a. banyak 31 3,45 3,84

b. sedang 18

4. Ada tidaknya bunga a. menyukai ada bunga 2 41,33 ** 3,84

b. tidak menyukai ada bunga 47

5. Aroma a. menyengat 27 0,51 3,84

b. sedang 22

6. Jumlah cabang/tangkai a. bercabang banyak 32

b. bercabang sedikit 15 27,71 ** 5,99

c. tidak bercabang 2

Keterangan : ** = Significant pada α = 0,01

* = Significant pada α = 0,05

Tabel 23 Urutan faktor-faktor kualitas yang mempengaruhi konsumen (ranking) saat memilih kemangi.

Ranking Kemangi Rataan nilai ranking Preferensi

I Warna daun (1,55) -

II Ukuran daun (2,88) Sedang (diameter = 3,5 cm)

III Jumlah daun/tangkai (3,37) -

IV Aroma (3,71) -

V Ada tidaknya bunga (4,47) Tidak ada bunga

VI Jumlah cabang/tangkai (5,02) Bercabang banyak Berdasarkan urutannya, warna daun dan ukuran daun/diameter yang sedang (3,5 cm) merupakan pertimbangan pertama dan kedua yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian kemangi. Meskipun responden tidak memiliki preferensi tertentu terhadap kriteria warna daun, namun berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa dalam melakukan pembelian kemangi ada kriteria lain yang lebih diperhatikan, yaitu tingkat kesegaran dari daun kemangi tersebut. Urutan ketiga dan keempat dari faktor kualitas yang menjadi pertimbangan konsumen saat membeli kemangi adalah jumlah daun/tangkai dan aroma. Walaupun secara statistik tidak berbeda nyata, namun bila diperhatikan dari pilihan responden terhadap kriteria pada kedua faktor kualitas tersebut tampak bahwa, jumlah daun/tangkai yang banyak dan aroma yang menyengat memiliki persentase paling besar, yaitu sebesar 63,27 % dan 55,10%. Selanjutnya tidak adanya bunga dan banyaknya jumlah cabang/tangkai ditempatkan konsumen sebagai pertimbangan kelima dan keenam dalam membeli kemangi.

Page 19: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

19

KESIMPULAN

• Pengujian organoleptik beberapa menu olahan sayuran indigenous ditempuh melalui uji penerimaan panelis terhadap beberapa parameter evaluasi, yaitu penampilan, rasa menu secara keseluruhan, rasa jenis sayuran yang diuji di dalam menu, kreatifitas menu dan penerimaan akhir. Berikut ini adalah penerimaan panelis terhadap menu tertentu yang disusun berdasarkan urutan mulai dari ranking tertinggi (paling disukai) ke ranking terendah:

• Paria: (1) paria spaghetti, (2) paria isi daging, (3) tumis paria, (4) paria sayur kuning pedas, (5) salad paria

• Selada air: (1) selada teri bumbu pedas, (2) salad selada, (3) cah selada, (4) selada bumbu petis, dan (5) sop selada

• Oyong: (1) kaserol oyong, (2) sayur oyong kuning, (3) minuman oyong segar, (4) sayur oyong bening, dan (5) oyong goreng tepung

• Leunca: (1) sambal goreng leunca, (2) cah leunca, (3) leunca cumi cabai hijau, (4) tempura leunca dan (5) pepes leunca bakar

• Kemangi: (1) tongkol kemangi, (2) minuman sehat kemangi, (3) buntil kemangi, (4) pepes kemangi, dan (5) kripik saus kemangi

• Minat konsumen terhadap sayuran kemangi dan oyong masih lebih tinggi dibandingkan dengan paria, leunca dan selada air seperti diindikasikan dari lebih tingginya persentase responden (8,16%) yang tidak pernah mengkonsumsi paria dan leunca. Namun demikian, frekuensi konsumsi rata-rata dari kelima jenis sayuran indigenous tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Mayoritas konsumen (42,86-55,11%) relatif jarang (antara dua minggu satu kali sampai satu bulan satu kali) dalam mengkonsumsi paria, selada air, oyong, leunca dan kemangi.

• Variasi masakan yang dapat dibuat dari sayuran kemangi lebih beragam dan merata tingkat penggunaannnya dibandingkan dengan paria, selada air, oyong dan leunca. Secara berurutan kemangi banyak dimanfaatkan responden sebagai bahan masakan pepes (40,66%), lalap (28,57), karedok/ulukutek (17,58%) dan sambal oncom (12,09%). Berdasarkan tingkat pemanfaatannya, paria, selada air, oyong dan leunca merupakan jenis sayuran yang memiliki keterbatasan ditinjau dari segi variasi menu masakan yang dapat diolah dari bahan tersebut.

• Dua kendala utama responden dalam mengkonsumsi sayuran indigenous adalah: (a) terbatasnya variasi menu masakan yang dapat dibuat - selada air, oyong dan kemangi, dan (b) rasa yang kurang enak dari sayuran tersebut - paria dan leunca.

• Konsumen memiliki persepsi cukup setuju menyangkut kandungan gizi tinggi untuk sayuran paria, oyong dan kemangi, sedangkan persepsi tidak setuju ditempatkan konsumen pada selada air dan leunca. Berkaitan dengan potensi multi guna, khususnya sebagai obat, konsumen mempersepsi ketidak-setujuan hanya untuk selada air, sedangkan untuk keempat komoditas lainnya konsumen memberikan persepsi cukup setuju.

• Seluruh responden memiliki persepsi yang sama, yaitu cukup setuju bahwa sayuran indigenous (paria, selada air, oyong, leunca dan kemangi) memiliki rasa yang enak. Konsumen juga mempersepsi tidak setuju bila dikatakan kelima jenis sayuran tersebut harganya mahal, serta setuju bahwa sayuran indigenous tersebut mudah diperoleh di pasar. Sementara itu, responden setuju bahwa paria, oyong dan leunca relatif lebih tahan simpan dibandingkan dengan selada air dan kemangi.

Page 20: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

20

• Berdasarkan urutan kepentingannya, konsumen lebih menempatkan kemudahan memperoleh di pasar pada urutan pertama dalam mengkonsumsi kelima jenis sayuran indigenous, dan diikuti oleh rasa dan kegunaan multi.

• Berdasarkan urutannya (ranking), responden menempatkan ukuran buah sebagai pertimbangan pertama dalam memilih paria. Sesuai dengan preferensinya responden lebih menyukai ukuran buah dengan panjang sedang (20 cm) dan diameter buah sedang (5 cm). Urutan kedua dan ketiga yang dipertimbangkan responden dalam memilih paria adalah permukaan buah dan bentuk buah (lurus). Sementara itu, konsumen menempatkan kekerasan buah (sedang) dan warna daging (putih kehijauan) pada urutan keempat dan kelima dalam memilih paria. Selanjutnya berturut-turut diikuti ketebalan daging (tebal), rasa buah (agak pahit) serta jumlah biji (sedikit)

• Dalam memilih selada air, konsumen lebih menyukai selada air dengan warna daun hijau muda, ukuran batang/tangkai sedang, kekerasan daun yang renyah dan mengandung rasa agak manis. Warna daun (hijau muda) dan ukuran batang/tangkai (sedang) merupakan pertimbangan pertama dan kedua yang mempengaruhi responden saat memilih/membeli selada air. Urutan ketiga dan keempat yang menjadi pertimbangan responden dalam memilih selada air adalah jumlah daun dalam satu tangkai dan kekerasan daun (renyah). Selanjutnya rasa daun yang agak manis lebih ditempatkan responden sebagai pertimbangan terakhir dalam memilih selada air.

• Mayoritas konsumen menghendaki oyong dengan warna kulit hijau muda, warna daging putih, ukuran panjang dan diameter sedang, kekerasan buah sedang, serta jumlah biji sedang dan bentuk buah lurus. Berdasarkann urutannya, responden menempatkan warna kulit (hijau muda) sebagai pertimbangan pertama dalam memilih oyong. Urutan kedua dan ketiga adalah ukuran dan sesuai dengan preferensinya responden lebih menyukai oyong dengan ukuran sedang ( panjang 30 cm dan diameter 5 cm). Selanjutnya secara berturut-turut diikuti kekerasan buah yang sedang, bentuk buah lurus, serta warna daging putih dan jumlah biji sedikit.

• Mayoritas responden menginginkan leunca dengan ukuran sedang, warna buah hijau muda, jumlah buah/tangkai banyak, kekerasan buah renyah dan rasa buah yang manis. Warna buah (hijau muda) dan ukuran buah (sedang) merupakan prioritas pertama dan kedua yang paling dipertimbangkan konsumen saat memutuskan membeli sayuran leunca. Pertimbangan berikutnya adalah kekerasan buah (renyah), jumlah buah/tangkai yang banyak, dan rasa buah yang manis.

• Preferensi konsumen terhadap ketiga faktor kualitas warna daun, jumlah daun/tangkai dan aroma kemangi tersebut relatif beragam. Kemangi yang lebih disukai konsumen adalah kemangi dengan ukuran sedang (diameter = 3,5 cm), tidak ada bunga dan bercabang banyak. Berdasarkan urutannya, warna daun dan ukuran daun/diameter yang sedang (3,5 cm) merupakan pertimbangan pertama dan kedua yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian kemangi. Pertimbangan ini diikuti oleh tingkat kesegaran dari daun kemangi, jumlah daun/tangkai, aroma, tidak adanya bunga dan banyaknya jumlah cabang/tangkai.

DAFTAR PUSTAKA Ameriana, M. 1995. Persepsi konsumen rumah tangga terhadap kualitas tomat buah: Studi

kasus di kotamadya Bandung. Bul. Penel. Hort. XXVII (4): 1-7.

Asian Vegetable Research and Development Center. 1998. Vegetables for poverty alleviation and healthy diets: A plan for 1998-2002. Shanhua, Taiwan.

Page 21: an Diversifikasi Pemanfaatan Dan Perbaikan Posisi Produk Sayuran Indigenous

21

Asian Vegetable Research and Development Center. 1999. Memorandum of understanding on the technical assistance for the collection, conservation, and utilization of indigenous vegetables. AVRDC, Shanhua, Taiwan.

Babb, E.M. 1990. Marketing new crops. In Janick, J. and J.E. Simon. (Eds.). Advances in new crops. Timber Press, Portland, OR.

Babu, S.C. 2000. Rural nutrition interventions with indigenous plant foods: A case study of vitamin A deficiency in Malawi. Biotech. Agron. Soc. Envir., 4(3), 169-179.

Bengwayan, G.T. 1999. A case study of indigenous florae diversity conservation practices in Lusod, Kabayan, Benguet. Benguet State University, Philippines.

Blench, R. 1997. Neglected species, livelihoods and Biodiversity in difficult areas: How should the public sector respond? ODI Natural Resources Perspectives No. 23. Overseas Development Institute, London, UK.

Blench, R. 1998. Biodiversity conservation and its opponents. ODI Natural Resources Perspectives No. 32. Overseas Development Institute, London, UK.

Christanty, L., O.S. Abdoellah, G.G. Marten and J. Iskandar. 1986. Traditional agro-forestry in West Java: The pekarangan (homegarden) and the kebun tahunan (annual perrenial rotation) cropping systems. In Marten, G.G. (Ed.). Traditional agriculture in Southeast Asia: A human ecology perspective. p. 132-158. Boulder and London, Westview Press.