uin syarif hidayatullah jakarta analisa drug...

Post on 03-Mar-2019

227 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK

DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr.

MINTOHARDJO TAHUN 2014

SKRIPSI

DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA

1111102000024

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

DESEMBER 2015

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

ANALISA DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PASIEN RAWAT INAP PENYAKIT GINJAL KRONIK

DENGAN PENYAKIT PENYERTA DI RUMKITAL Dr.

MINTOHARDJO TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

DANA YUSSHIAMMANTI FITRIA

1111102000024

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

DESEMBER 2015

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Dana Yusshiammanti Fitria

NIM : 1111102000024

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien

Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik dengan Penyakit

Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo Tahun 2014

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan di dunia dengan

peningkatan insiden, prevalensi, biaya yang tinggi dan outcome yang buruk.

Pasien PGK memiliki resiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang semakin

parah akibat penyakit penyerta dan drug related problems (DRPs). Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan DRPs pada pasien rawat

inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo. Adapun kategori DRPs yang

meliputi ketidaktepatan pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis,

indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini juga

untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah

DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs. Penelitian

ini merupakan penelitian observasional yang menggunakan rancangan penelitian

cross sectional (potong lintang), dengan pengumpulan data secara retrospektif.

Data yang digunakan adalah data rekam medis. Data yang diperoleh dikaji secara

deskriptif berdasarkan literatur. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit

penyerta yang sering dialami pasien adalah anemia (75,0%) dengan kejadian

DRPs terbanyak ialah interaksi obat (81,9%), diikuti ketidaktepatan penyesuaian

dosis (overdosis 11,2%; subterapi 2,0%), indikasi tanpa obat (3,2%) dan

ketidaktepatan pemilihan obat (1,7%). Jumlah penyakit penyerta tidak

berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P = 0,493). Jumlah

penggunaan obat berpengaruh secara bermakna terhadap jumlah DRPs (P =

0,000).

Kata kunci: penyakit ginjal kronik, penyakit penyerta, drug related problems

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Dana Yusshiammanti Fitria

Major Study : Pharmacy

Title : Analysis of Drug Related Problems (DRPs) Inpatient

Chronic Kidney Disease with Comorbidities in the Naval

Hospital Dr. Mintohardjo 2014

Chronic Kidney Disease (CKD) is a health problem in the world with an increased

incidence, prevalence, high costs and poor outcomes. CKD patients have a

decreased risk of worsening of renal function due to concomitant disease and drug

related problems (DRPs). This study aims to determine the type of comorbidities

and DRPs in hospitalized patients with CKD in the naval hospital Dr.

Mintohardjo. The categories of DRPs which include improper drug selection,

improper dosage adjustment, indications without drugs, drugs without indication

and drug interactions. This study was also to determine influence of the number of

comorbidities on the number of DRPs and influence the amount of drug use on the

number of DRPs. This study is an observational study using cross sectional study

design, with retrospective data collection. The data used are the medical records.

The data obtained were examined descriptively based on the literature. This study

shows that comorbidities that are often experienced by patients is anemia (75,0%)

with the highest incidence of DRPs is a drug interaction (81,9%), followed by

improper dosage adjustment (overdosage 11,2%; underdosage 2,0%); indication

without drug (3,2%) and improper drug selection (1,7%). Number of

comorbidities did not influence significantly on the number of DRPs (P = 0,493).

The amount of drug use significantly affect on the number of DRPs (P = 0,000).

Keywords: chonic kidney disease, comorbidities, drug related problems

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya.

Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Syukur atas limpahan cinta

dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisa Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Rawat Inap Penyakit

Ginjal Kronik dengan Penyakit Penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo

Tahun 2014”. Skripsi ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak

akan terwujud dan berjalan lancar tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan doa

dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt. dan Ibu Siti Fauziyah, S.Si, M.Farm., Apt.

selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu,

tenaga, dalam penelitian ini juga untuk kesabaran dalam membimbing,

memberikan saran, dukungan serta kepercayaannya selama penelitian

berlangsung hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Dr. Arief Sumantri, S.KM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

dosen pembimbing akademik Farmasi kelas A tahun ajaran 2011.

4. Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas

ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.

5. Seluruh civitas Departemen Farmasi Rumkital Dr. Mintohardjo yang

telah memberikan kesempatan dan kemudahan untuk melakukan

penelitian serta dukungan yang sangat besar.

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Bapak Ari beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi medik dan

seluruh kepala perawat ruangan yang telah banyak membantu kelancaran

dalam pengambilan data.

7. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Muhammad Yusuf dan ibunda Yani

Maryani yang tidak pernah lelah untuk memberikan doa, dukungan moril

maupun materil, cinta, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada

penulis dari kecil hingga saat ini.

8. Kakak tersayang M. Deni Mardiansyah D. dan Ka Mayang Gentra, serta

seluruh keluarga besar atas semangat, dukungan dan doa kepada penulis.

9. Novila Tari, Yulia Nurbaiti Raihana, Qurry Mawaddana, Fathiyah, Wafa,

Rika Chaerunisa, Firda Khanifah, Nurul Hikmah Tanjung, Meri

Rahmawati, Khoirunnisa Robbani, Henny Pradikaningrum, atas

kebersamaan, persaudaraan, persahabatan, doa, semangat, dukungan,

serta selalu menemani dan mendengarkan penulis.

10. Teman seperjuangan penelitian Siti Ulfah Bilqis, Khabbatun Ni’mah dan

Athirotin Halawiyah atas masukan, bantuan, kesabaran, dan semangat

selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi.

11. Teman-teman Acl6 dan Farmasi 2011 khususnya Farmasi 2011 kelas AC

atas kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan.

12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian dan

penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah

membantu. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis berharao kritik dan

saran atas kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini

bermanfaat untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya

dunia kefarmasian.

Ciputat, 29 Desember 2015

Penulis

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ........................................................v

ABSTRAK ..................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................. viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL .........................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................4

1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................................5

1.4.1 Manfaat Bagi Penulis ...........................................................5

1.4.2 Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo .............................5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................7

2.1 Drug Related Problems ..................................................................7

2.1.1 Klasifikasi Drug Related Problems .....................................7

2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...............................8

2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..........................8

2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat .................................................9

2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi .................................................9

2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan ..................................9

2.1.1.6 Interaksi Obat .........................................................10

2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium ............13

2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien ...........................................13

2.2 Ginjal ............................................................................................14

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal .............................................14

2.2.1.1 Anatomi .................................................................14

2.2.1.2 Struktur Makroskopis ............................................14

2.2.1.3 Struktur Mikroskopis .............................................17

2.2.1.4 Fisiologi .................................................................19

2.2.2 Penilaian Fungsi Ginjal ......................................................21

2.2.2.1 Persamaan Cockroft-Gault .....................................21

2.2.2.2 Persamaan MDRD .................................................22

2.3 Penyakit Ginjal Kronik ................................................................23

2.3.1 Definisi ...............................................................................24

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.2 Etiologi ...............................................................................24

2.3.3 Klasifikasi...........................................................................25

2.3.3.1 Penyebab ................................................................25

2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus .........................26

2.3.3.3 Kategori Albuminuria ............................................27

2.3.4 Patofisiologi .......................................................................27

2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik ................29

2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi ....30

2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal .....................................................36

2.3.5.1 Hemodialisis ..........................................................36

2.3.5.2 Dialisis Peritoneal ..................................................36

2.3.5.3 Transplantasi Ginjal ...............................................37

2.4 Rumah Sakit .................................................................................37

2.4.1 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit .........................40

2.5 Rekam Medis ................................................................................40

BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................42

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................42

3.3 Bahan Penelitian ...........................................................................42

3.4 Desain Penelitian ..........................................................................42

3.5 Kerangka Konsep .........................................................................43

3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................43

3.6.1 Populasi ..............................................................................43

3.6.2 Sampel ................................................................................44

3.7 Definisi Operasional .....................................................................45

3.8 Alur Penelitian ..............................................................................46

3.8.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) ............................46

3.8.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data.........................................46

3.8.3 Manajemen Data ................................................................47

3.8.4 Pengolahan Data .................................................................47

3.8.5 Analisa Data .......................................................................48

3.8.5.1 Analisa Univariat ...................................................48

3.8.5.2 Analisa Bivariat .....................................................48

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................50

4.1 Analisa Univariat ..........................................................................50

4.1.1 Karakteristik Pasien............................................................50

4.1.2 Profil Penggunaan Obat .....................................................55

4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat ......................................57

4.1.3 Drug Related Problems (DRPs) .........................................58

4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat ...................59

4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis ..............61

4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat ....................................64

4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi ....................................67

4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat ..............................................67

4.2 Analisa Bivariat ............................................................................70

4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................71

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3.1 Kendala...............................................................................71

4.3.2 Kelemahan ..........................................................................72

4.3.3 Kekuatan.............................................................................72

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................73

5.1 Kesimpulan ...................................................................................73

5.2 Saran .............................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................75

LAMPIRAN ...................................................................................................81

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Tampak dari Depan.....................................14

Gambar 2.2 Letak Anatomi Ginjal ...........................................................15

Gambar 2.3 Struktur Makroskopis Ginjal ................................................16

Gambar 2.4 Proses Pembentukan Urin .....................................................21

Gambar 2.5 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik .....29

Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit

Ginjal Kronik pada Pasien Diabetes .....................................33

Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit

Ginjal Kronik pada Pasien Non Diabetes..............................34

Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien Penyakit

Ginjal Kronik ........................................................................35

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep ......................................................43

Gambar 4.1 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit

Penyerta terhadap Jumlah DRPs ...........................................70

Gambar 4.2 Hasil Uji Koefisiensi Kontingensi Pengaruh Jumlah

Penyakit Penyerta terhadap Jumlah DRPs ............................70

Gambar 4.3 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan

Obat terhadap Jumlah DRPs .................................................71

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice

Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......25

Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical Practice

Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013 .......27

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian .......................45

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronik ............................50

Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta .............................................54

Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat .............................................56

Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat .................................57

Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs .................58

Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan

Pemilihan Obat ..........................................................................60 Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi ..........61

Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah ........62

Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat ...................64

Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat

Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat ........................68

Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor............................69

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ...........................................81

Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital

Dr. Mintohardjo ....................................................................82

Lampiran 3. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang

Administrasi ..........................................................................83

Lampiran 4. Kriteria Penilaian DRPs ........................................................84

Lampiran 5. Data Pasien ...........................................................................87

Lampiran 6. Data Obat ............................................................................131

Lampiran 7. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal

Kronik .................................................................................138

Lampiran 8. Kejadian DRPs Interaksi Obat ............................................139

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal

yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan

atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang ditandai dengan

kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan komposisi darah

dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak ada kelainan patologis,

penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2

selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Dikatakan sebagai

gagal ginjal terminal (GGT) ketika LFG kurang dari 15 ml/menit/1,73 m2 (Levey,

A. S., et al., 2005).

PGK merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insiden,

prevalensi, biaya yang tinggi dan “outcome” yang buruk (Levey, A. S., et al.,

2005). Pasien dengan gangguan fungsi ginjal sering mengalami perubahan

parameter farmakokinetik seperti absorbsi, distribusi, ikatan protein, metabolisme

dan ekskresi obat melalui ginjal. LFG akan semakin rendah akibat penyakit ginjal

atau penuaan. Keadaan ini berakibat waktu eliminasi obat diperpanjang sehingga

mempengaruhi aktivitas farmakologi dan toksisitas obat. Gangguan ginjal juga

berpengaruh terhadap farmakodinamik obat akibat perubahan fisiologis dan

biokimia yang berhubungan dengan progresivitas insufisiensi ginjal.

Kompleksitas pengobatan pada pasien PGK meningkatkan potensi drug

related problems (DRPs). Seiring dengan penurunan fungsi ginjal maka jenis dan

jumlah pengobatan untuk pasien bertambah, sehingga akan memperbesar resiko

DRPs. DRPs telah diketahui berhubungan dengan morbiditas, mortalitas, dan

penurunan kualitas hidup (Mahmoud, 2008).

Menurut United State Renal Data System (USRDS), di Amerika Serikat

prevalensi PGK meningkat dari tahun 1988-1994 ke 1999-2004. Pada tahun 1988-

1994 sebesar 12,0% dan tahun 1999-2004 sebesar 14,0% (USRDS, 2014).

Berdasarkan data dari Indonesian Renal Registry (IRR), suatu registrasi dari

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), terjadi peningkatan pasien yang

melakukan hemodialisis dari tahun 2007 – 2012.

Riset Kesehatan Dasar (2013) menyatakan bahwa dari jumlah responden

usia 15 tahun sebanyak 722.329 orang (347.823 laki-laki, 374.506 wanita),

prevalensi PGK berdasarkan diagnosa dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen.

Prevalensi tertinggi di Sulawesi Tengah sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh,

Gorontalo dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 persen. Sementara Nusa

Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI

Yogyakarta dan Jawa Timur masing-masing 0,3 persen. Prevalensi PGK

berdasarkan wawancara yang didiagnosa dokter meningkat seiring dengan

bertambahnya usia, meningkat tajam pada kelompok usia 35 – 44 tahun (0,3%),

diikuti usia 45 – 54 tahun (0,4%) dan usia 55 – 74 tahun (0,5%), tertinggi pada

kelompok usia ≥75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi

dari perempuan (0,2%) (Riskesdas, 2013).

Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs

adalah suatu peristiwa atau kejadian yang melibatkan terapi obat yang benar-benar

atau berpotensi mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE,

2010).

Terjadinya DRPs dapat mencegah atau menunda pasien dari pencapaian

terapi yang diinginkan. Namun, DRPs umum terjadi pada pasien PGK.

Berdasarkan suatu penelitian, dilakukan korelasi untuk menentukan apakah

terdapat hubungan antara DRPs dengan jumlah obat, jumlah dosis obat per hari,

jumlah kondisi penyerta, usia pasien dan durasi dari penyakit gagal ginjal kronik

terminal, sekaligus mengontrol status diabetes melitus (DM). Dari hasil penelitian,

diperoleh bahwa DRPs lazim terjadi di semua pasien hemodialisis (HD). Catatan

medis dari 133 pasien dievaluasi. Pasien berusia 60.5 ± 15.2 tahun, yang

diresepkan 11.0 ± 4.2 obat dan memiliki 6.0 ± 2.3 penyakit penyerta. DRPs terjadi

pada 97,7% pasien dengan 475 DRPs yang teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8

DRPs per pasien. DRPs berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta

pasien (P <0.001). Jumlah DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama

dengan meningkatnya jumlah kondisi penyerta. DRPs yang paling banyak terjadi

adalah obat tanpa indikasi (30,9%), ketidaktepatan pemantauan laboratorium

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(27,6%), indikasi tanpa obat (17,5%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis

(15,4%) (Manley, H. J., et al., 2003a). Hasil penelitian Manley, H. J., et al.

(2003b) diketahui 66 pasien dengan 354 DRPs, berusia 62.6 ± 15.9 tahun,

memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat,

menunjukkan bahwa DRPs yang paling sering terjadi ialah reaksi obat yang

merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions) sebanyak 20,7% dan indikasi tanpa

obat sebanyak 13,5%.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk

mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di

Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi

sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7%

dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan

pemantauan laboratorium (23,5%) dan indikasi tanpa obat (16,9%).

Ketidaktepatan penyesuaian dosis ditemukan sebanyak 20,4% dari seluruh DRPs

yang teridentifikasi (dosis subterapi 11,2%; overdosis 9,2%).

Suatu studi dilakukan untuk mengidentifikasi kasus DRPs pada pasien

PGK di Perancis, diperoleh data bahwa ditemukan DRPs sebanyak 142 kasus

pada 93% pasien terutama indikasi tanpa obat (31,7%) dan dosis tidak tepat

(19%). Resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia

(P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S., et al., 2012).

Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa

DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis berlebih

sebanyak 6 kasus (5,55%); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%)),

ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) dan interaksi obat

sebanyak 14 kasus (12,96%) (Faizzah, N., 2012).

Tujuan untuk memperbaiki kualitas dalam penggunaan obat di

masyarakat secara umum dan pasien secara khusus maka perlu dilakukan

identifikasi masalah dan error dalam struktur dan proses pengobatan. Hal itu

dimaksudkan untuk memperbaiki outcome perawatan dan untuk mengurangi error

pasien. Penurunan kejadian DRPs pada pasien dialisis dapat menurunkan

morbiditas dan mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup (Manley, H. J., et al.,

2005).

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa terapi obat yang

diberikan pada pasien PGK dengan penyakit penyerta menjadi hal yang penting

untuk mendapatkan perhatian tenaga kesehatan, terutama tenaga kefarmasian dan

apoteker. Penelitian analisa DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta

belum pernah dilakukan di RS TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo.

Analisa DRPs yang dilakukan pada penelitian ini mengadaptasi kategori DRPs

menurut Cipolle, R. J., et al. (1998) yang telah dimodifikasi, yaitu ketidaktepatan

pemilihan obat, ketidaktepatan penyesuaian dosis (subterapi atau overdosis),

indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui jenis penyakit penyerta dan jenis DRPs pada pasien rawat inap

dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo serta untuk mengetahui pengaruh

antara jumlah penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dan pengaruh antara jumlah

penggunaan obat dengan jumlah DRPs yang dialami pasien.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

1. Apa jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien rawat

inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?

2. Apa jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan PGK di

Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014?

3. Bagaimana pengaruh jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah

DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs

pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo

tahun 2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui jenis penyakit penyerta yang sering terjadi pada pasien

rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.

2. Mengetahui jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap dengan

PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Mengetahui pengaruh antara jumlah penyakit penyerta dengan

jumlah DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di

Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.

4. Mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah

DRPs yang dialami pada pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital

Dr. Mintohardjo tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka manfaat penelitian yang dapat

diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Bagi Penulis

1. Dapat mengetahui DRPs pada pasien PGK dengan penyakit penyerta

sehingga dapat menerapkan materi yang didapat selama mengikuti

perkuliahan dan mengaplikasikannya di lapangan.

2. Mengetahui jenis DRPs yang paling sering terjadi pada pasien PGK

dengan penyakit penyerta sehingga perlu diperhatikan untuk

meningkatkan pelayanan mutu kesehatan pada pasien.

3. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang analisa DRPs

pada pasien PGK dengan penyakit penyerta.

1.4.2 Manfaat Bagi Rumkital Dr. Mintohardjo

1. Memberikan informasi penyakit penyerta yang sering terjadi pada

pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun

2014.

2. Memberikan informasi kepada rumah sakit terkait dengan jenis

DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta di

ruang rawat inap Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.

3. Menjadi referensi bagi dokter dan tenaga kefarmasian mengenai

penggunaan obat pada pasien PGK dengan terapi obat untuk

penyakit penyerta sehingga dapat mengurangi angka kejadian DRPs.

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Memberikan saran bagi dokter dan tenaga kefarmasian dalam

meningkatkan pemberian terapi optimal sehingga diperoleh terapi

yang efektif, aman dan efisien.

5. Menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan evaluasi dan saran

bagi pihak RS dalam kebijakan untuk menentukan standar pelayanan

kesehatan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di bangsal internis yang merupakan ruang

rawat inap pasien penyakit dalam dan bagian hemodialisis Rumkital Dr.

Mintohardjo. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode bulan Juni

hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober 2015.

Bahan penelitian yang digunakan berupa data sekunder, yaitu data rekam medis.

7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Seorang farmasis memegang peranan yang sangat penting dalam

peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien (Patient

Oriented). Sebagai seorang farmasis, peningkatan mutu pelayanan ini dapat

dilakukan melalui suatu proses pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care).

Praktek Pharmaceutical care merupakan suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

(Permenkes, 2014). Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu

analisa terhadap drug related problems (DRPs) dari setiap terapi yang

dipertimbangkan serta diberikan kepada pasien.

2.1 Drug Related Problems

Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs

adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau

potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010).

DRPs dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak

menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan

dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome

terapi pasien (Cipolle, R. J., et al., 1998).

Terdapat dua jenis DRPs, yaitu DRPs aktual dan potensial. Keduanya

memiliki perbedaan tetapi pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu

terjadi dengan segera dalam prakteknya. DRPs aktual adalah suatu masalah yang

telah terjadi dan farmasis wajib mengambil tindakan untuk memperbaikinya.

Sedangkan DRPs potensial dikarenakan resiko yang sedang berkembang jika

farmasis tidak turun tangan (Rovers, J. P., et al., 2003).

2.1.1 Klasifikasi Drug Related Problems

Cipolle, R. J., et al. (1998), secara luas mengkategorikan DRPs ke dalam

8 kelompok (Mahmoud, 2008).

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Ketidaktepatan pemilihan obat merupakan keadaan dimana pasien telah

diresepkan obat yang salah. Pertama, terapi obat yang digunakan untuk mengobati

kondisi medis pasien tidak efektif. Kedua, obat yang diterima pasien bukan

merupakan obat yang paling efektif. Ketiga, pasien mempunyai kontraindikasi

atau menimbulkan alergi terhadap obat yang diterima. Keempat, pasien menerima

kombinasi obat yang sama efektifnya dengan terapi obat tunggal. Kelima, pasien

menerima obat yang lebih mahal bukan obat yang lebih murah dan memiliki

efektivitas yang sama (Mahmoud, 2008).

2.1.1.2 Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis

Ketidaktepatan penyesuian dosis merupakan keadaan dimana pasien

menerima terapi obat dengan dosis obat yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.

a. Dosis rendah

Hal ini sering menantang bagi tenaga kesehatan untuk memastikan dosis

obat yang sesuai untuk pasien yang melakukan dialisis karena potensi kenaikan

komorbiditas dari waktu ke waktu dan mengubah parameter laboratorium,

parameter farmakokinetik dan farmakodinamik, dan perawatan dialisis.

Pemantauan yang hati-hati dan terus-menerus dari perkembangan pasien selain

penyesuaian dosis obat oleh apoteker klinis yang memperhitungkan semua obat

yang tepat, penyakit dan informasi spesifik pasien dapat menurunkan jumlah

masalah dosis pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Selain itu, parameter

seperti usia dan berat badan sering dapat berguna untuk membantu dalam

menentukan dosis obat yang optimal untuk pasien (Mahmoud, 2008).

Penyebab dosis rendah, seperti frekuensi pemberian dosis yang tidak

sesuai, jarak dan waktu pemberian terapi obat terlalu singkat, penyimpanan obat

yang tidak sesuai (misalnya, menyimpan obat di tempat yang terlalu panas atau

lembab, menyebabkan degradasi bentuk sediaan dan dosis subterapi), pemberian

obat yang tidak sesuai dan interaksi obat (Mahmoud, 2008).

b. Dosis tinggi

Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), ketika seorang

pasien menerima dosis obat yang terlalu tinggi dan mengalami efek toksik yang

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tergantung dosis atau konsentrasi menunjukkan pasien mengalami DRPs. Pada

pasien dengan penurunan fungsi ginjal, kemampuan ginjal untuk menghilangkan

obat-obatan dan metabolitnya menurun, yang akhirnya menyebabkan akumulasi

obat dan produk-produk beracun di ginjal (Mahmoud, 2008).

2.1.1.3 Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah terjadi ketika pasien mengalami gangguan

medis baru yang memerlukan terapi obat, pasien menderita penyakit kronis lain

sehingga membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien membutuhkan kombinasi obat

untuk memperoleh efek sinergis, pasien berpotensi untuk mengalami resiko

gangguan penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat

profilaksis atau premedikasi (Mahmoud, 2008).

2.1.1.4 Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah terjadi ketika seorang pasien mengambil

terapi obat yang tidak perlu, yang indikasi klinisnya tidak ada pada saat itu. Ada

beberapa penyebab obat tanpa indikasi (Mahmoud, 2008)

Pertama, kondisi medis dapat lebih tepat diobati dengan terapi tanpa obat

seperti diet, olahraga atau operasi. Kedua, pasien mungkin pada terapi obat untuk

mengobati Adverse Drug Reactions (ADR) yang disebabkan obat lain. Ketiga,

penyalahgunaan narkoba, tembakau dan konsumsi alkohol semua mungkin

menyebabkan masalah. Keempat, terapi obat kombinasi dapat digunakan untuk

mengobati kondisi yang hanya membutuhkan terapi obat tunggal. Sebagai contoh,

beberapa pasien menerima lebih dari satu pencahar untuk pengobatan sembelit;

beberapa pasien menerima lebih dari satu antidiarel untuk pengobatan diare; dan

beberapa pasien menerima lebih dari satu analgesik untuk pengobatan nyeri

(Mahmoud, 2008).

2.1.1.5 Reaksi Obat yang Merugikan

Reaksi obat yang merugikan merupakan efek negatif yang tidak

diinginkan yang disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi

berdasarkan konsentrasi dosis atau tindakan farmakologis (Mahmoud, 2008).

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Seperti yang dinyatakan oleh Cipolle, R. J., et al. (1998), reaksi obat

yang merugikan didefinisikan sebagai efek negatif yang tidak diinginkan yang

disebabkan oleh obat-obatan yang tidak dapat diprediksi berdasarkan konsentrasi

dosis atau tindakan farmakologis. Menurut WHO, reaksi obat yang merugikan

(Adverse Drug Reactions/ADR) digambarkan sebagai tanggapan terhadap obat

yang berbahaya dan yang tidak diinginkan, dan yang terjadi pada dosis yang

biasanya digunakan untuk profilaksis, diagnosis atau terapi penyakit, atau untuk

modifikasi fungsi fisiologis (Mahmoud, 2008).

Seorang pasien dapat mengalami ADR karena pemberian obat yang tidak

aman, reaksi alergi, pemberian obat yang salah, interaksi obat, penurunan atau

peningkatan dosis yang cepat atau efek yang tidak diinginkan dari obat yang tidak

bisa diprediksi, Misalnya, perdarahan karena dosis yang lebih tinggi dari obat

antikoagulan seperti warfarin atau heparin merupakan ADR (Mahmoud, 2008).

2.1.1.6 Interaksi Obat

Jika ada reaksi alergi terhadap obat, pasien dengan faktor resiko yang

berbahaya bila obat digunakan, dan ada interaksi dengan obat lain sehingga hasil

laboratorium berubah akibat penggunaan obat tersebut.

Interaksi obat merupakan hasil interaksi dari obat dengan obat, obat

dengan makanan dan obat dengan laboratorium. Hal ini dapat terjadi pada pasien

yang menerima obat dari kelas farmakologis yang berbeda serta dalam kelas

farmakologis yang sama (Mahmoud, 2008).

Mekanisme Interaksi Obat

Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang

dipengaruhi dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh

beberapa bahan kimia. Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan

toksisitas obat. Namun, terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar

mempengaruhi sama sekali seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek

yang sama, contohnya: efek gabungan dari dua atau lebih obat antidepresan atau

obat yang mempengaruhi QT interval. Namun, terkadang istilah interaksi obat

digunakan ketika terjadi reaksi fisiko-kimia antara obat yang dicampur dalam

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

suatu infus (Stockley, I. H., 2008). Mekanisme interaksi obat dibagi menjadi 2

secara umum, yaitu:

Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obat

mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME).

Sebagai contoh, ranitidin mengurangi klirens metformin di ginjal dengan

menghambat sekresi metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma

metformin dapat meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya

(farmakokinetik, moderat). Interaksi farmakokinetik terdiri dari dari beberapa

tipe:

a. Interaksi pada absorpsi obat

Ketika obat diberikan secara oral maka akan terjadi penyerapan melalui

membran mukosa dari saluran pencernaan dan sebagian besar interaksi terjadi

pada penyerapan di usus.

b. Interaksi pada distribusi obat

Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi

ikatan protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat.

c. Interaksi pada metabolisme obat

Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme, yaitu:

yang pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan

aliran darah ke hati dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi

enzim, ketiga inhibisi enzim, keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya

interaksi isoenzim CYP450.

d. Interaksi pada ekskresi obat

Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian

untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan

aliran darah di ginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal (Stockley, I.

H., 2008).

Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat

terjadi perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor

tertentu misalnya agonis beta-2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

propranolol) namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi

mekanisme fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:

a. Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara

bersamaan maka dapat memberikan efek yang aditif. Sebagai contoh alkohol

menekan SSP dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar (misalnya, ansiolitik,

hipnotik, dll.) dapat meningkatkan efek mengantuk.

b. Interaksi antagonis atau berlawanan

Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang

obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Sebagai contoh, kumarin

dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif

efek vitamin K (Stockley, I. H., 2008).

Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan

keparahan:

1. Keparahan minor

Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara

klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah

interaksi hidralazin dan furosemid, dimana efek farmakologis furosemid dapat

meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin tetapi secara klinis tidak

signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan.

2. Keparahan moderate

Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan

pemantauan. Sebagai contoh, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat

menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini

masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati.

3. Keparahan major

Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan

karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Sebagai contoh,

ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat

memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Oleh karena itu, kombinasi ini

tidak disarankan untuk digunakan (Atkinson, A., et al., 2007).

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.1.7 Ketidaktepatan Pemantauan Laboratorium

Ketidaktepatan pemantauan laboratorium merupakan keadaan dimana

kebutuhan monitor laboratorium dari terapi pasien tidak sedang dipertimbangkan

yang akan memungkinkan pasien mengalami DRPs. Jika kebutuhan pemantauan

laboratorium dari terapi pasien tidak dipertimbangkan, maka pasien dapat

mengalami DRPs (Mahmoud, 2008).

Contoh ketidaktepatan pemantauan laboratorium terlihat pada pasien

resiko kardiovaskular yang tinggi tanpa pemantauan profil lipid puasa, tekanan

darah (BP) atau gula darah. Contoh lain dari ketidaktepatan pemantauan

laboratorium termasuk pasien yang menerima resep jangka panjang obat pengikat

aluminium tanpa mengukur kadar aluminium dan pasien yang diresepkan terapi

amiodaron atau mempunyai riwayat penyakit tiroid tanpa mendapatkan

pemantauan kadar tiroksin (Mahmoud, 2008).

2.1.1.8 Ketidakpatuhan Pasien

Ketidakpatuhan pasien merupakan ketidakmampuan pasien atau

keengganan untuk mengikuti regimen obat yang telah diresepkan oleh dokter dan

dinilai secara klinis tepat, efektif, dan mampu memberikan hasil yang diinginkan

tanpa efek berbahaya (Mahmoud, 2008).

Penderita gagal menerima obat dapat disebabkan oleh:

a. Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan dalam

penggunaan obat.

b. Penderita tidak menerima pengaturan obat yang sesuai sebagai

akibat kesalahan medikasi (medication error) berupa kesalahan

peresepan, dispensing, cara pemberian atau monitoring yang

dilakukan.

c. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena

ketidakpahaman.

d. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena tidak sesuai

dengan keyakinan tentang kesehatannya.

e. Penderita tidak mampu menebus obat dengan alasan ekonomi.

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Ginjal

Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah

berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting, seperti ekskresi produk

sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam

yang sesuai, dan sekresi berbagai hormon dan autokoid (Aisyah, J., 2009).

2.2.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

2.2.1.1 Anatomi

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat

sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya

retroperitoneal. Anatomi ginjal tampak dari depan, disini dapat kita ketahui bahwa

ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritonium

(retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus

abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa.

Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3 (Syaifuddin, 2006).

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal Tampak dari Depan [Sumber: Adam.com]

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding

ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.

Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas

ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri

adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)

sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah

dibandingkan ginjal kiri (Syaifuddin, 2006).

Gambar 2.2 Letak Anatomi Ginjal [Sumber: Price dan Wilson, 2006]

2.2.1.2 Struktur Makroskopik

Panjang ginjal pada orang dewasa adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7

hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya

sekitar 150 gram. Ukuranya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.

Perbedaan panjang dari kutub ke kutub kedua ginjal (dibandingkan dengan

pasanganya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci) atau perubahan bentuk merupakan

tanda yang paling penting (Syaifuddin, 2006).

Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral

ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi medialnya berbentuk cekung karena

adanya hilus. Beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus

adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Ginjal diliputi

oleh suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan

di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (Price

dan Wilson, 2006).

Secara umum struktur makroskopis ginjal terdiri dari beberapa bagian:

1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus

renalis atau Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus

kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Medula, yang terdiri dari 9 – 14 piramid. Di dalamnya terdiri dari

tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus

colligent).

3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara piramid ginjal.

4. Processus renalis, yaitu bagian piramid atau medula yang menonjol

ke arah korteks.

5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area dimana pembuluh darah,

serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal.

6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus

pengumpul dan calix minor.

7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang

menghubungkan antara calix major dan ureter.

Gambar 2.3 Struktur Makroskopis Ginjal [Sumber: Novartis.com]

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Struktur ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis

yang terdiri dari jaringan fibrosa berwarna ungu tua. Lapisan luar terdapat lapisan

korteks (substansia kortekalis), dan lapisan sebelah dalam bagian medulla

(substansia medularis) berbentuk kerucut yang disebut renal piramid. Puncak

kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papila

renalis. Masing-masing piramid saling dilapisi oleh kolumna renalis, jumlah

renalis 15 – 16 buah.

Arteri renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal, lubang-

lubangyang terdapat pada piramid renal masing-masing membentuk simpul dan

kapiler satu badan malfigi yang disebut glomerulus. Pembuluh aferen yang

bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang membawa darah dari

ginjal ke vena kava inferior.

Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini

berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ginjal. Di atas ginjal

terdapat kelenjar suprarenalis, kelenjar ini merupakan sebuah kelenjar bantu yang

menghasilkan dua macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison.

Adrenalin dihasilkan oleh medulla.

2.2.1.3 Struktur Mikroskopik

Struktur mikroskopik ginjal adalah nefron. Unit kerja fungsional ginjal

disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang

pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama. Setiap nefron terdiri dari

Kapsula Bowman, yang mengitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus

proksimal, lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri

ke duktus pengumpul. Duktus berjalan lewat korteks dan medulla renal untuk

mengosongkan isinya ke dalam pelvis ginjal (Price dan Wilson, 2006).

Berikut ini penjelasan struktur mikroskopik ginjal:

1. Nefron

Tiap tubulus ginjal dan glomerolusnya membentuk satu kesatuan

(nefron). Ukuran ginjal terutama ditentukan oleh jumlah nefron yang

membentuknya. Tiap ginjal manusia memiliki kira-kira 1,3 juta

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi

satu nefron dapat menerangkan fungsi ginjal.

2. Glomerulus

Setiap nefron pada ginjal berawal dari berkas kapiler yang disebut

glomerulus, yang terletak didalam korteks, bagian terluar dari ginjal.

Tekanan darah mendorong sekitar 120 ml plasma darah melalui

dinding kapiler glomerular setiap menit. Plasma yang tersaring

masuk ke dalam tubulus. Sel-sel darah dan protein yang besar dalam

plasma terlalu besar untuk dapat melewati dinding dan tertinggal.

3. Tubulus kontortus proksimal

Berbentuk seperti koil longgar berfungsi menerima cairan yang telah

disaring oleh glomerulus melalui kapsula bowman. Sebagian besar

dari filtrat glomerulus diserap kembali ke dalam aliran darah melalui

kapiler-kapiler sekitar tubulus kotortus proksimal. Panjang 15 mm

dan diameter 55 μm.

4. Ansa Henle (lengkung Henle)

Berbentuk seperti penjepit rambut yang merupakan bagian dari

nefron ginjal dimana, tubulus menurun kedalam medula, bagian

dalam ginjal, dan kemudian naik kembali kebagian korteks dan

membentuk ansa. Total panjang ansa henle 2-14 mm.

5. Tubulus kontortus distal

Merupakan tangkai yang naik dari ansa henle mengarah pada koil

longgar kedua. Penyesuaian yang sangat baik terhadap komposisi

urin dibuat pada tubulus kontortus. Hanya sekitar 15% dari filtrat

glomerulus (sekitar 20 ml/menit) mencapai tubulus distal, sisanya

telah diserap kembali dalam tubulus proksimal.

6. Duktus koligen medula (duktus pengumpul)

Merupakan saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan

secara halus dari ekskresi natrium urin terjadi disini. Duktus ini

memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.1.4 Fisiologi

Fungsi ginjal menurut Price dan Wilson (2006) di bedakan menjadi dua

yaitu fungsi eksresi dan non ekskresi, antara lain:

a. Fungsi ekskresi

1. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 osmol dengan

mengubah-ubah ekskresi air.

2. Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-

ubah ekskresi Na+.

3. Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit

individu dalam rentang normal.

4. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan

kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3-.

5. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein

(terutama urea, asam urat, dan kreatinin).

6. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

b. Fungsi non ekskresi

1. Menghasilkan renin: penting dalam pengaturan tekanan darah.

2. Menghasilkan eritropoetin: meransang produksi sel darah merah oleh

sumsum tulang.

3. Menghasilkan 1,25-dihidroksivitamin D3: hidroksilasi akhir vitamin

D3 menjadi bentuk yang paling kuat.

4. Mengaktifkan prostaglandin: sebagian besar adalah vasodilator,

bekerja secara lokal, dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal.

5. Mengaktifkan degradasi hormon polipeptida.

6. Mengaktifkan insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon

pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal (gastrin,

polipeptida intestinal vasoaktif (VIP)).

Proses pembentukan urin menurut Syaifuddin (2006), glomerulus

berfungsi sebagai ultrafiltrasi pada simpai bowman, berfungsi untuk menampung

hasil filtrasi dari glomerulus. Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala

ginjal berlanjut ke ureter.

Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam ginjal,

darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah.

Ada tiga tahap pembentukan urin:

a. Proses filtrasi

Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih

besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian

yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring

ditampung oleh simpai Bowman yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida,

sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.

b. Proses reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,

natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang

dikenal dengan obligator reabsorbsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada

tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion

bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah.

Penyerapanya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya

dialirkan pada papila renalis.

c. Proses sekresi

Sisanya penyerapan urine kembali yang pada tubulus dan diteruskan ke

piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria.

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.4 Proses Pembentukan Urin [Sumber: alfina.com]

2.2.2 Penilaian Fungsi Ginjal

Estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) sangat penting dalam

manajemen klinis pasien dengan penyakit ginjal kronik. LFG digunakan untuk

menilai keberadaan dan tingkat fungsi ginjal dan membantu dalam melakukan

penyesuaian dosis obat diekskresi melalui ginjal. Pedoman NKF-K/DOQI

merekomendasikan modifikasi diet pada penyakit ginjal (Modification of Diet in

Renal Disease/MDRD) dan persamaan Cockcroft-Gault sebagai pengukuran yang

berguna untuk memperkirakan LFG (Levey, A. S., et al., 2003). Oleh karena itu,

kreatinin serum (SCr) tidak dapat digunakan sendiri untuk menilai tingkat fungsi

ginjal karena korelasi nonlinear antara SCr dan fungsi ginjal (Mahmoud, 2008).

2.2.2.1 Persamaan Cockcroft-Gault

Persamaan Cockcroft-Gault berasal dari 249 pasien rawat inap (96% laki-

laki, rentang usia 18-92 tahun) dengan disfungsi ginjal ringan di Rumah Sakit

Queens Mary Veterans di Kanada berdasarkan pengukuran tunggal dari ClCr

(klirens kreatinin) 24 jam. Persamaan Cockcroft-Gault memberikan estimasi

kuantitatif ClCr dari SCr (Mahmoud, 2008).

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Persamaan Cockcroft-Gault:

Laki-laki: ClCr (ml/min) =

Wanita: ClCr (ml/min) = x 0,85

Persamaan Cockcroft-Gault disesuaikan dengan Luas Permukaan Tubuh (Body

Surface Area/BSA):

Laki-laki: ClCr (ml/min) =

Wanita: ClCr (ml/min) =

Keterbatasan Persamaan Cockcroft-Gault

Persamaan Cockcroft-Gault tergantung pada SCr, yang berhubungan

dengan sekresi tubular kreatinin. Hal ini dapat mengakibatkan estimasi LFG yang

terlalu tinggi sekitar 10 – 40% pada masing-masing orang dengan fungsi ginjal

yang normal (Levey, A. S., et al., 2003). Selain itu, SCr dapat dipengaruhi oleh

banyak faktor non-ginjal seperti diet (misalnya, diet vegetarian dan suplemen

kreatinin), massa tubuh (misalnya, amputasi, kekurangan gizi, kekurusan) dan

terapi obat (misalnya, simetidin dan trimetoprim). Meskipun keterbatasan ini,

persamaan Cockcroft-Gault telah banyak digunakan untuk menentukan dosis obat

pada masing-masing orang berdasarkan fungsi ginjal pada pengaturan klinis

(Mahmoud, 2008).

2.2.2.2 Persamaan MDRD

Persamaan MDRD diperkenalkan oleh Levey, A. S., et al. pada tahun

1999 untuk mengatasi keterbatasan estimasi LFG berdasarkan ClCr. Pada tahun

1999, persamaan MDRD 6-variabel berasal dari populasi MDRD sebanyak 1.628

pasien dengan gagal ginjal kronik tanpa diabetes (rata-rata LFG 40

ml/menit/1,73m2) yang bersamaan memiliki pengukuran LFG menggunakan

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

iothalamate (Mahmoud, 2008). Persamaan ini dikembangkan menggunakan

variabel pasien termasuk usia, SCr, nitrogen urea darah (blood urea

nitrogen/BUN), albumin, ras dan jenis kelamin. Kemudian pada tahun 2000,

disingkat menjadi versi 4-variabel dari persamaan MDRD berdasarkan hanya usia,

jenis kelamin, ras dan tingkat SCr yang diperkenalkan dan telah menjadi

persamaan yang paling diterima dan digunakan dalam pengaturan klinis rawat

jalan, menggantikan persamaan MDRD 6-variabel dan persamaan Cockcroft-

Gault (Mahmoud, 2008).

Estimasi LFG (MDRD 6-variabel)

eLFG = 170 x (SCr)–0,999 x (usia) –0,176 x (0,762 jika wanita) x (1,180 jika

orang Afrika Amerika) x (BUN) –0,170 x (Alb)+0,318

Estimasi LFG (MDRD 4-variabel)

eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika

orang Afrika Amerika)

Keterbatasan Persamaan MDRD

Estimasi LFG menggunakan persamaan MDRD mengakibatkan tidak

mempertimbangkan LFG sebenarnya pada orang sehat, donor ginjal, dan pasien

dengan DM tipe 1. Selain itu, 125I-iothalamate (LFGi) dilaporkan lebih sesuai

untuk mengukur kadar terbaru dari LFG dibandingkan dengan persamaan MDRD

pada pasien rawat inap dengan penyakit ginjal lanjut. Persamaan MDRD belum

divalidasi pada anak-anak, wanita hamil, orang lanjut usia (> 70 tahun) atau ras

selain Kaukasia dan Afrika Amerika (Mahmoud, 2008).

2.3 Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik (PGK) semakin menjadi kondisi medis kronik

masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2002, National Kidney Foundation-

Kidney Disease Outcome Quality Initiative (NKF-K/DOQI) mengembangkan

pedoman praktek klinis di Amerika Serikat. Pedoman memperkenalkan

terminologi gagal ginjal kronik dan skema klasifikasi untuk mempromosikan

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

deteksi dini penyakit, menunda perkembangan penyakit dan mencegah komplikasi

yang terkait.

Gagal ginjal adalah suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami

penurunan sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme

tubuh dan menjaga keseimbangan cairan elektrolit seperti sodium dan kalium di

dalam darah atau urin. Penyakit ini terus berkembang secara perlahan hingga

fungsi ginjal semakin memburuk sampai ginjal kehilangan fungsinya (Price dan

Wilson, 2006).

2.3.1 Definisi

PGK didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3

bulan berupa kelainan struktur ataupun fungsi dengan atau tanpa penurunan LFG

yang ditandai dengan kelainan patologis; atau tanda kelainan ginjal, termasuk

kelainan komposisi darah dan urin, atau kelainan dalam imaging test. Jika tidak

ada kelainan patologis penegakan diagnosa didasarkan pada LFG kurang dari 60

ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Dikatakan sebagai gagal ginjal terminal (GGT) ketika LGF kurang dari 15

ml/menit/1,73 m2 (Levey, A. S., et al., 2005).

2.3.2 Etiologi

Menurut Dipiro, J. T., et al. (2008), ada beberapa faktor yang

menyebabkam terjadinya PGK, yaitu:

1. Faktor Kerentanan (individu)

Faktor ini dapat meningkatkan penyakit ginjal tetapi tidak secara

langsung, faktor-faktor ini termasuk:

a. Usia lanjut

b. Penurunan masa ginjal dan berat badan kelahiran yang rendah

c. Ras dan minoritas suku

d. Riwayat keluarga

e. Penghasilan rendah atau pendidikan

f. Inflamasi sistemik

g. Dislipidemia

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Faktor Inisiasi

Adalah faktor yang menginisiasi kerusakan ginjal, dapat diatasi dengan

terapi obat. Yang termasuk faktor inisiasi adalah:

a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi

c. Penyakit autoimun

d. Polikista ginjal

e. Toksisitas obat

3. Faktor Progresi

Dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal setelah inisiasi kerusakan

ginjal. Yang termasuk faktor progresi adalah:

a. Glikemia pada diabetes

b. Hipertensi

c. Proteinuria

d. Merokok

e. Hiperlipidemia

2.3.3 Klasifikasi

Klasifikasi PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for

Evaluation and Management of CKD (2013) dibagi menjadi 3 kategori.

2.3.3.1 Penyebab

Tabel 2.1 Penyebab PGK menurut KDIGO 2012 Clinical Practice

Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013

Contoh penyakit

sistemik, yang

berpengaruh pada

ginjal

Contoh gangguan primer

ginjal (tanpa ada

penyakit sistemik yang

berpengaruh pada ginjal)

Gangguan

Glomerulus

Diabetes, penyakit

autoimun sistemik,

infeksi sistemik, obat-

obatan, neoplasia

(termasuk amyloidosis)

Difusi, fokal atau

proliferasi bulan sabit;

fokal dan glomerusklerosis

tersegmentasi, nefropati

membran, penyakit yang

berganti-ganti

Gangguan

Tubulus

Infeksi sistemik,

autoimun, sarkiodosis,

Infeksi saluran kemih, batu

ginjal, sembelit

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

interstisial obat-obatan, asam urat,

toksin lingkungan

(asam aristolisik,

sklerosis sistemik

Gangguan

Vaskular

Aterosklerosis,

hipertensi, iskemi,

emboli kolesterol,

vaskulitik sistemik,

pembekuan

mikroangiopati,

sklerosis sistemik

Displasia fibromuskular,

ANCA-berhubungan

dengan vaskulitik terbatas

pada ginjal

Kista dan

Penyakit

Bawaan

Polikista ginjal,

sindrom alport,

penyakit fabry

Displasia ginjal, kista

sumsum tulang belakang,

podositopati

Catatan: bahwa ada banyak cara yang berbeda di mana untuk

mengklasifikasikan PGK. Metode ini satu-satunya yang memisahkan

penyakit sistemik dan penyakit ginjal primer yang diusulkan oleh

Kelompok Kerja untuk membantu dalam pendekatan konseptual.

2.3.3.2 Kategori Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

Menurut Levey, A. S., et al. (2003), PGK terdiri dari lima tahap, yaitu:

1. Stadium 1: kerusakan ginjal dengan LFG normal atau menurun, LFG

90 ml/min/1,73 m2

2. Stadium 2: kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan, LFG 60

– 89 ml/min/1,73 m2

3. Stadium 3: penurunan LFG sedang (moderat), LFG 30 – 59

ml/min/1,73 m2

4. Stadium 4: penurunan LFG berat, LFG 15 – 29 ml/min/1,73 m2

5. Stadium 5: gagal ginjal, LFG < 15 ml/min/1,73 m2 atau dialisis

Catatan: Jika tidak menunjukkan kerusakan ginjal untuk stadium 1 dan 2

maka tidak memenuhi kriteria PGK.

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.3.3 Kategori Albuminuria

Tabel 2.2 Kategori Albuminuria menurut KDIGO 2012 Clinical

Practice Guideline for Evaluation and Management of CKD, 2013

Kategori Laju Ekskresi

Albumin

(mg/24 jam)

Rasio Albumin

Kreatinin

Kondisi

(mg/mmol)

(mg/g)

A1 <30 <3 <30 Meningkat

normal dan

perlahan

A2 30-300 3-30 30-300 Meningkat

secara moderat*

A3 >300 >300 >300 Meningkat

dengan parah**

Catatan: *relatif untuk tingkatan muda dan dewasa

**termasuk sindrom nefrotik (ekskresi albumin biasanya

>2200 mg/24 jam [Rasio albumin-kreatinin > 2220 mg/g;220

mg/mmol]).

Kategori albuminuria merupakan prediktor penting dari hasil.

Hubungan tingginya kadar proteinuria dengan tanda-tanda dan gejala

sindrom nefrotik sangat dikenali. Deteksi dan evaluasi kecil dari jumlah

proteinuria telah mendapatkan hasil yang signifikan. Beberapa penelitian

telah menunjukkan pentingnya diagnostik, patogen, dan prognosisnya.

2.3.4 Patofisiologi

Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi

berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis

nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi

nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra

dalam Sudoyo, 2006).

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein

(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya

terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan

produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002).

Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat

mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif (CHF), dan hipertensi. Hipertensi

juga dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya

meningkatkan sekresi aldosteron. PGK juga menyebabkan asidosis metabolik

yang terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan.

Asidosis metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi

ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan

ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi.

Pada stadium paling dini penyakit PGK, terjadi kehilangan daya

cadangan ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal.

Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron, yang

ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kretinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60%, pasien belum menunjukkan keluhan (asimtomatik), tetapi sudah

terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 30%, mulai

terjadi keluhan pasien seperti nokturia, badan lemah, nafsu makan berkurang,

penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan

gejala dan tanda uremia yang sangat nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan

darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, mual muntah dan lain

sebagainya. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang

lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain

dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.4.1 Protokol Pasien Penyakit Ginjal Kronik

Gambar 2.5 Mekanisme Progresi Gangguan Penyakit Ginjal Kronik [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

Perkembangan dan progresi PGK tersembunyi. Pasien dengan stadium 1

dan 2 biasanya tidak mempunyai gejala atau ketidakseimbangan cairan metabolik

yang terlihat pada stadium 3 sampai 5, seperti anemia, hiperparatiroid sekunder,

penyakit kardiovaskular, malnutrisi dan keabnormalan cairan elektrolit yang

umum pada fungsi ginjal. Gejala uremia umumnya tidak menyertai oada stadium

1 dan 2, minimal selama stadium 3 dan 4, dan umumnya pada stadium 5 yang

juga terbiasa gatal-gatal, alergi dingin, peningkatan berat badan, dan neforpati

periferal. Pengobatan bertujuan untuk menunda progresi PGK, dan

meminimalisisr perkembangan dan keparahan dari komplikasi (Dipiro, J. T., et

al., 2008).

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.4.2 Pengobatan Progresi dengan Modifikasi Terapi

1. Terapi non Farmakologi

Diet rendah protein (0,6 sampai 0,7 g/kg/hari) dapat menunda progresi

dari PGK pada pasien dengan atau tanpa diabetes, walaupun efeknya

relati kecil (Dipiro, J. T., et al., 2008).

2. Terapi Farmakologi

Hiperglikemia

a. Terapi intensif pada pasien tipe 1 dan 2 diabetes mengurangi

komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Dapat berupa insulin,

antidiabetes oral, dan tes gula darah setidaknya 3 kali sehari.

b. Insulin (Novita, I., 2015)

1) Farmakologi: Insulin merupakan hormon anabolik dan

antikatabolik, yang berperan utama pada protein, karbohidrat,

dan metabolisme. Insulin endogen diproduksi dari proinsulin

peptida pada sel β.

2) Karakteristik: Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan

sumbernya, kekuatan, onset dan durasi kerja. Selain itu insulin

memiliki asam amino dalam molekul insulin termodifikasi.

Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100 unit/mL dan

500 unit/mL.

3) Farmakokinetik: Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset,

puncak, dan durasi kerja. Penambahan protamin NPH, NPL, dan

suspense protamin aspart) atau kelebihan seng maka dapat

menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin.

Waktu paruh injeksi insulin reguler (IV) yaitu 9 menit. Sehingga

waktu efektif untuk injeksi insulin (IV) lebih pendek. Insulin IV

lebih murah daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di

hati, otot, dan ginjal. Insulin dimetabolisme dihati sekitar 20 –

50% sedangkan dimetabolisme di ginjal sekitar 25 – 25%.

Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan insulin

jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir.

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4) Komplikasi mikrovaskular: Insulin telah terbukti sebagai agen

oral untuk mengobati DM. Penelitian di Amerika telah

membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea

menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan

mikrovaskular.

5) Komplikasi makrovaskular: Hubungan antara masalah tingginya

kadar insulin (hiperinsulinemia), resistensi insulin, dan

kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi insulin

dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun,

UKPDS dan DCCT tidak menemukan hubungan antara

komplikasi makrovaskular dengan terapi insulin.

6) Efek samping: Secara umum efek samping insulin yaitu

hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Hipoglikemia lebih

sering terjadi pada pasien yang instensif melakukan terapi dan

lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada tipe2.

Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting

dilakukaan pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika

pasien telah mengalami hipoglikemia yang berat maka akan

terjadi takikardia dan berkeringat).

7) Dosis dan cara pemberian: Pada pasien DM tipe 1, dosis

seharinya 0,5 – 0,6 unit/kg. Selama penyakit akut atau ketosis

resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih tinggi.

Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien.

c. Progresi PGK dapat dibatasi dengan kontrol optimal hiperglikemia

dan hipertensi.

Hipertensi

a. Kontrol tekanan darah secara adekuat dapat mengurangi laju

penurunan LFG dan albuminuria dengan pasien atau tanpa diabetes.

b. Obat antihipertensi harus dimulai pada pasien diabetik ataupun

nondiabetik dengan angiotensin-converting enzym inhibitor (ACEi)

atau angiotensin II reseptor blocker (ARB). Calcium channel

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

blocker (CCB) dyhydropyridine dan nondyhydropyridine untuk

pilihan kedua.

c. Klirens ACEi direduksi pada pasien PGK.

d. LFG yang biasanya menurun 25% sampai 30%, tidak terjadi pada 3

sampai 7 hari setelah pemakaian ACEi.

e. Pilihan Utama Obat Antihipertensi pada Pasien PGK:

1) ACEi: menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin

II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.

Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar

bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek

vasodilatasi ACEi. Vasodilatasi secara langsung akan

menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron

akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.

Dalam JNC VII, ACEi diindikasikan untuk hipertensi dengan

penyakit ginjal kronik.

2) ARB: dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini

merelaksasi otot polos sehingga mendorong vasodilatasi,

meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal, menurunkan

volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. ARB secara

teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACEi.

f. Pilihan Kedua Obat Antihipertensi pada Pasien PGK:

1) CCB: CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat

antihipertensi yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB

mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit

koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau

pengganti. Penelitian NORDIL menemukan diltiazem ekuivalen

dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian

kardiovaskular.

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.6 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal

Kronik pada Pasien Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

Terapi Penunjang

a. Diet Protein, pengobatan hilang lemak, kurang merokok, manajemen

anemia dapat memperlambat laju progresi PGK.

b. Tujuan utama dari pengobatan mengurangi lemak pada PGK untuk

mengurangi resiko untuk arteosklrosis.

c. Tujuan kedua untuk mereduksi proteinuria dan penurunan fungsi

ginjal.

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.7 Strategi Pengobatan untuk Mencegah Progresi Penyakit Ginjal

Kronik pada Pasien Non Diabetes [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.8 Algoritma Manajemen Hipertensi untuk Pasien PGK. Penyesuaian

dosis harus dibuat setiap 2 sampai 4 minggu sesuai kebutuhan. Dosis salah satu

obat harus dimaksimalkan sebelum yang lainnya ditambahkan. (ACEi,

angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB, angiotensin receptor blocker; BP,

blood pressure; CCB, calcium channel blocker; Clcr, creatinine clearance; Scr,

serum creatinine). [Sumber: Dipiro, J. T., et al., 2008]

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.5 Terapi Pengganti Ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa

hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra dalam Sudoyo,

2006).

2.3.5.1 Hemodialisis

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala

toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat

pada pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik

azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada

pasien PGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.

Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,

ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak

responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood

Uremic Nitrogen (BUN) >120 mg% dan kreatinin >10 mg%. Indikasi elektif,

yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia

berat (Sukandar, E., 2006).

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang

telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal

buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel

(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang

umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya

yang mahal (Rahardjo, P., dkk., 2006).

2.3.5.2 Dialisis Peritoneal

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medis

CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-

pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan

pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal

terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai

co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non medis, yaitu keinginan pasien sendiri,

tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang

jauh dari pusat ginjal (Sukandar, E., 2006).

2.3.5.3 Transplantasi Ginjal

Cangkok atau transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal

(anatomi dan faal). Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi

gagal ginjal terminal (GGT). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)

faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 – 80% faal

ginjal alamiah.

b. Kualitas hidup normal kembali.

c. Masa hidup (survival rate) lebih lama.

d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan

obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.

e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu donor hidup

atau donor yang baru saja meninggal (donor kadaver). Akan lebih baik bila donor

tersebut dari anggota keluarga yang hubungannya dekat, karena lebih besar

kemungkinan cocok, sehingga diterima oleh tubuh pasien. Selain kemungkinan

penolakan, pasien penerima donor ginjal harus minum obat seumur hidup. Juga

pasien operasi ginjal lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi, kemungkinan

mengalami efek samping obat dan resiko lain yang berhubungan dengan operasi

(Alam dan Hadibroto, 2008).

2.4 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

gabungan alat ilmiah khususnya dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah

medis modern yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama,

untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, C. J. P., dan Lia,

A., 2003).

Tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan

dan pemulihan kesehatan. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai

penyelenggara pelayanan medik; pelayanan penunjang medik dan nonmedik;

pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan;

penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.

Suatu klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi

kemudahan mengetahui identitas, organisasi jenis pelayanan yang diberikan,

pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan

berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut:

1. Kepemilikan

2. Jenis pelayanan

3. Lama tinggal

4. Kapasitas tempat tidur

5. Afiliasi pendidikan

6. Status akreditasi

Rumah Sakit Umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan

menjadi rumah sakit A,B,C, dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur

pelayanan ketenagaan fisik dan peralatan. Klasifikasi Rumah Sakit Umum

pemerintah:

1. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan yang pelayanan medis spesialitik luas dan

subspesialitik luas.

2. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mampunyai

fasilitas dan kemampuan fasilitas pelayanan medis sekurang-kurangnya

11 spesialis dan subspesialis terbatas.

3. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sait yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik dasar spesialitik dasar.

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan medik dasar (Siregar, C. J. P., dan Lia, A.,

2003).

Jenis perawatan yang diadakan di Rumah Sakit:

1. Perawatan penderita rawat tinggal

Dalam perawatan pendeirta rawat tinggal di rumah sakit ada lima unsur tahap

pelayanan yaitu:

a. Perawatan intensif adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang

memerlukan pelayanan khusus selama waktu krisis kesakitannya atau

lukanya, suattu ondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhan

sendiri. Ia dirawat dalam ruangan perawatan intensif oleh staf medis dan

perawatan khusus.

b. Perawatan intermediet adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi

kritis membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang

perawatan biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari

jenis perawatan dikebanyakan rumah sakit.

c. Perawatan swarawat adalah perawatan yang dilakukan penderita yang

dapat merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk diagnostik

saja atau penderita yang kesehatannnya sudah cukup pulih dari kesakitan

intensif atau intermediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan

sendiri (self-care unit).

d. Perawatan kronis adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau

ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam

bagian terpisah rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau

rumah perawatan yang juga dapat dioperasikan oleh rumah sakit.

e. Perawatan rumah adalah perawatan penderita dirumah yang dapat

menerima layanan seperti biasa tersedia dirumah sakit, dibawah suatu

program yang disponsori oleh rumah sakit. Perawatan rumah ini adalah

penting tetapi sangat sedikit yang diterapkan. Perawatan rumah ini lebih

mudah, dan merupakan jenis perawatan yang efektif secara psikologis.

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Perawatan penderita rawat jalan

Perawatan ini diberikan pada penderita melalui klinik, yang menggunakan

fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik di rumah sakit. Mereka datang ke

rumah sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis atau datang sebagai kasus

darurat (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003).

2.4.1 Pelayanan Farmasi Klinis di Rumah Sakit

Pelayanan farmasi klinis merupakan pelayanan langsung yang diberikan

Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat untuk tujuan

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life)

terjamin (Permenkes, 2014). Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan meliputi:

a) Pengkajian dan pelayanan resep;

b) Penelusuran riwayat penggunaan obat;

c) Rekonsiliasi obat;

d) Pelayanan Informasi Obat (PIO);

e) Konseling;

f) visite;

g) Pemantauan Terapi Obat (PTO);

h) Monitoring Efek Samping Obat (MESO);

i) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);

j) Dispensing sediaan steril; dan

k) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

2.5 Rekam medis

Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam

medis dan memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal

maupun penderita rawat jalan. Rekam medis ini harus secara akurat

didokumentasikan, segera tersedia, dapat dipergunakan, mudah ditelusuri kembali

(retrieving) dan lengkap informasi. Rekam medis adalah sejarah ringkas, jelas,

dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang

medis.

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Definsi rekam medis menurut surat keputusan Direktur jenderal

pelayanan medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan dan pelayanan

lain yang diberikan kepada seorang penderita selama dirawat di rumah sakit, baik

rawat jalan maupun rawat tinggal (Siregar, C. J. P., dan Lia, A., 2003). Kegunaan

dari rekam medis:

a) Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita.

b) Merupakan suatu sarana komunikasi antardokter dan setiap profesional

yang berkontribusi pada perawatan penderita.

c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau

penderita dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah

sakit.

d) Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan

yang diberikan kepada pasien.

e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan

praktisi yang bertanggung jawab.

f) Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.

g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam

medis, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan

seorang penderita.

42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis

Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo Bendungan Hilir

Jakarta Pusat, 10210. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada periode

bulan Juni hingga Juli 2015 dan analisa data pada bulan Agustus hingga Oktober

2015.

3.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian berupa rekam medis pasien rawat inap yang lengkap

dan jelas terbaca, berisi nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis

kelamin, usia dan berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah

sakit, diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai, waktu

pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat), tanda vital

(tekanan darah, kadar gula darah), hasil laboratorium (elektrolit, protein, gas

darah, darah) dan keadaan terakhir pasien.

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang

menggunakan pendekatan cross-sectional (potong lintang), yaitu mempelajari

dinamika korelasi antara faktor pengaruh dan faktor terpengaruh dengan cara

pendekatan, observasi, pengumpulan data sekaligus, dimana menekankan waktu

pengukuran hanya satu kali pada satu saat (Notoatmodjo, 2002). Penelitian non

eksperimental merupakan penelitian yang observasinya dilakukan terhadap

sejumlah kecil subjek (variabel) tanpa ada manipulasi dari peneliti (Praktiknya,

2001). Pengumpulan data variabel untuk mengetahui jenis drug related problems

(DRPs) yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit penyerta yang diderita dan

mendapatkan terapi pengobatan dengan pengumpulan data secara retrospektif.

Data yang digunakan adalah data rekam medis pasien rawat inap PGK dengan

penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo selama periode bulan Januari –

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Desember 2014. Penelitian dilakukan di ruang rawat inap dan bagian

hemodialisis.

Analisa yang dilakukan secara deskriptif, yaitu untuk mengetahui jenis

penyakit penyerta dan jenis DRPs yang terjadi pada pasien PGK dengan penyakit

penyerta.

3.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan dasar dari penelitian agar pembaca dapat

memahami konsep penelitian yang dirancang (Nurrakhmani, 2014).

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

3.5.1 Populasi

Populasi adalah seluruh objek penelitian yang memiliki kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan ditarik

kesimpulannya (Arikunto, 2002). Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo

Terapi obat yang diberikan

pada pasien PGK yang

tercatat dalam rekam medis

Variabel Perancu

Jumlah DRPs yang terjadi

pada pasien PGK

Penyakit penyerta

Terapi obat lain

Karakteristik pasien:

- Jenis kelamin: laki-laki,

perempuan;

- Usia: dewasa (20 – 59

tahun), lansia (60

tahun);

- Stadium PGK: stadium 3,

stadium 4, stadium 5;

- Penyakit penyerta.

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

periode bulan Januari – Desember 2014. Populasi dalam penelitian ini sebanyak

134 pasien.

3.5.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

populasi tersebut (Sugiyono, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah populasi

yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu terdapat 44 pasien. Teknik pengambilan

sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang

memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian.

Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili

dalam sampel penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi untuk

sampel kasus dalam penelitian ini adalah:

a. Pasien rawat inap yang menderita PGK dengan penyakit penyerta

periode bulan Januari – Desember 2014;

b. Kategori usia 20 th;

c. Pasien dengan rekam medis lengkap dan terbaca, yang memuat:

nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan

berat badan), tanggal perawatan, gejala/keluhan masuk rumah sakit,

diagnosa, data penggunaan obat (dosis, rute pemberian, aturan pakai,

waktu pemberian), tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan

asam urat), tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah), hasil

laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah) dan keadaan

terakhir pasien.

Kriteria eksklusi

Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek tidak

dapat diikutsertakan dalam penelitian. Adapun yang termasuk kriteria eksklusi

adalah:

a. Pasien rawat inap yang menderita PGK periode bulan Januari –

Desember 2014 dengan LFG stadium 1 dan 2;

b. Pasien anak-anak;

c. Pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap dan tidak terbaca.

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel penelitian dalam penelitian merupakan

bentuk operasional dari variabel-variabel yang digunakan, biasanya berisi definisi

konseptual, indikator yang digunakan, alat ukur yang digunakan (bagaimana cara

mengukur) dan penilaian alat ukur (Siregar, 2011). Berikut ini adalah tabel

definisi operasional yang digunakan dalam penelitian:

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dalam Penelitian

Variabel Definisi Cara dan

Alat Ukur

Skala

Ukur Kategori

Karakteristik

pasien

a. Jenis

kelamin

Kondisi fisik yang

menentukan status

seseorang laki-laki atau

perempuan.

Melihat

data rekam

medis

pasien

Nominal

0. Laki-laki

1. Wanita

b. Usia Perhitungan umur pasien

PGK dengan penyakit

penyerta.

Penggolongan usia hasil

adaptasi Organisasi

Kesehatan Dunia, yaitu:

1) Dewasa: 20 – 59 tahun

2) Lansia: 60 tahun

Melihat

data rekam

medis

pasien

Nominal 0. Dewasa:

20 – 59

tahun

1. Lansia:

60

tahun

c. Stadium

PGK

Tingkat keparahan fungsi

ginjal pada pasien PGK

dengan penyakit penyerta.

Penggolongan stadium PGK

berdasarkan Definition and

Classification of Chronic

Kidney Disease: A Position

Statement from Kidney

Disease: Improving Global

Outcomes (KDIGO) tahun

2005, yaitu:

a) Stadium 3: penurunan

LFG sedang (moderat),

LFG 30 – 59

ml/min/1,73 m2

b) Stadium 4: penurunan

LFG berat, LFG 15 – 29

ml/min/1,73 m2

c) Stadium 5: gagal ginjal,

LFG <15 ml/min/1,73

m2 atau dialisis

Melihat

data rekam

medis

pasien dan

persamaan

Modificati

on of Diet

in Renal

Disease

(MDRD)

4-variabel

Ordinal 0. Stadium

3

1. Stadium

4

2. Stadium

5

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Penyakit

penyerta

Keadaan klinis yang diderita

oleh pasien PGK yang dapat

atau tidak mempengaruhi

fungsi ginjal.

Melihat

data rekam

medis

pasien

Rasio 0. Hiperten

si

1. Diabetes

Melitus

2. Anemia

3. dll.

Jumlah Drug

Related

Problems

(DRPs)

Seluruh peristiwa atau

kejadian yang melibatkan

terapi obat yang benar-benar

atau berpotensi mengganggu

hasil klinis kesehatan yang

diinginkan. Peristiwa atau

kejadian tersebut

dikategorikan sebagai

berikut:

a) Ketidaktepatan

pemilihan obat

b) Ketidaktepatan

penyesuaian dosis

c) Indikasi tanpa obat

d) Obat tanpa indikasi

e) Interaksi obat

Kategori

DRPs

hasil

adaptasi

menurut

Cipolle, R.

J., et al.

(1998)

Ordinal 0. 0 DRPs

1. 1 DRPs

2. 2 DRPs

3. 3 DRPs

4. 4 DRPs

5. 5 DRPs

3.7 Alur Penelitian

3.7.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian)

a. Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan

penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program

Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta kepada Rumkital Dr.

Mintohardjo Jakarta Pusat.

b. Penyerahan surat persetujuan penelitian dari Rumkital Dr.

Mintohardjo Jakarta Pusat kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta.

3.7.2 Pelaksanaan Pengumpulan Data

a. Penelusuran data pasien di ruang rawat inap dan bagian hemodialisis

Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta yang menderita PGK dengan

penyakit penyerta periode bulan Januari – Desember 2014.

b. Penelusuran rekam medis di ruang administrasi medis.

c. Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi.

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Pengambilan dan pencatatan data hasil rekam medis di ruang

administrasi medis, berupa:

i. Nomor rekam medis;

ii. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, usia dan berat badan);

iii. Tanggal perawatan;

iv. Gejala/keluhan;

v. Diagnosa;

vi. Obat yang digunakan selama perawatan (dosis, rute pemberian,

aturan pakai, tanggal pemberian);

vii. Tes fungsi ginjal (ureum, serum kreatinin dan asam urat);

viii. Tanda vital (tekanan darah, kadar gula darah);

ix. Hasil tes laboratorium (elektrolit, protein, gas darah, darah);

x. Keadaan terakhir pasien.

3.7.3 Manajemen Data

Pelaksanaan verifikasi data rekam medis pada pasien rawat inap PGK

dengan penyakit penyerta, dilanjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan ke

dalam logbook dan komputer.

3.7.4 Pengolahan Data

a. Editing

Proses pemeriksaan ulang kelengkapan data dan mengeluarkan data-data

yang tidak memenuhi kriteria agar dapat diolah dengan baik serta memudahkan

proses analisa. Kesalahan data dapat diperbaiki dan kekurangan data dilengkapi

dengan mengulang pengumpulan data atau dengan cara penyisipan data

(interpolasi).

b. Coding

Kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk

kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka

atau huruf untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisa.

Peneliti melakukan coding data yang terpilih dari proses seleksi untuk

mempermudah analisa di program Microsoft Excel.

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Tabulasi

Proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi kode

sesuai dengan kebutuhan analisa. Peneliti memasukkan data yang telah dilakukan

proses coding ke dalam program Microsoft Excel dalam bentuk tabel.

d. Cleaning

Data yang sudah diinput diperiksa kembali untuk memastikan data bersih

dari kesalahan dan siap untuk dianalisa lebih lanjut.

3.7.5 Analisa Data

Analisa data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan

program Statistical Package for the Social Science (SPSS) 16.0. Confidence

Interval (CI) yang digunakan sebesar 95% dengan nilai α = 0,05. Pengolahan data

yang dilakukan meliputi:

3.7.5.1 Analisa Univariat

Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk menganalisis

setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmojo, 2002). Data yang telah

dikategorikan ditampilkan sebagai frekuensi kejadian. Adapun pengolahan data

dengan menggunakan analisa univariat ialah:

1. Karakteristik pasien

a. Jenis kelamin

b. Usia pasien

c. Tingkat keparahan PGK

d. Penyakit penyerta

2. Penggunaan obat pada pasien PGK

3.7.5.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan/berkolerasi. Analisa data sampel dilakukan secara

deskriptif statistik, yaitu dengan analisa kai-kuadrat (chi-square). Uji kai-kuadrat

adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya hubungan antara dua

variabel yang bersifat kategorik. Cara pengambilan keputusannya adalah dengan

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

melihat nilai probabilitas (p) pada kolom Asymp Sig. (2-sided) dari hasil SPSS

Statistic 16.0.

Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

H0 : tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

H1 : ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Nilai p pada tingkat kepercayaan 95% adalah sebagai berikut:

a. Probabilitas <0,05 berarti H0 ditolak. Uji statistik menunjukkan hubungan

bermakna.

b. Probabilitas >0,05 berarti H0 diterima. Uji statistik menunjukkan tidak ada

hubungan yang bermakna.

Uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih apabila memenuhi persyaratan tidak

lebih dari 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil dari 5 (Sabri dan Hastono,

2006). Apabila tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka dilakukan uji mutlak

Fisher. Analisa koefisien kontingensi digunakan untuk mengetahui kekuatan

hubungan antarvariabel yang bersifat nominal. Adapun pengolahan data yang

menggunakan analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh jumlah penyakit

penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap

jumlah DRPs pada pasien rawat inap yang menderita PGK di Rumkital Dr.

Mintohardjo.

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Univariat

4.1.1 Karakteristik pasien

Data karakteristik pasien penyakit ginjal kronik (PGK) yang menerima

terapi obat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Karakterisitk Pasien Penyakit Ginjal Kronik di Rumkital Dr.

Mintohardjo, 2014 (n=44)

Karakteristik Pasien Jumlah Persentase (%)

Berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki 25 56,82

Perempuan 19 43,18

Berdasarkan usia pasien

Dewasa (20 – 59 tahun) 24 54,55

Lansia (60 tahun) 20 45,45

Berdasarkan tingkat keparahan PGK

Stadium 3 5 11,36

Stadium 4 7 15,91

Stadium 5 32 72,73

Berdasarkan jumlah penyakit penyerta

1 – 3 penyakit penyerta 18 40,91

4 – 6 penyakit penyerta 24 54,54

>6 penyakit penyerta 2 4,54

Jumlah pasien rawat inap dengan PGK yang memenuhi kriteria inklusi

adalah 44 orang, diantaranya pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang

(56,82%) dan perempuan sebanyak 19 orang (43,18%). Hal ini sesuai dengan

Walker, R. dan Edward, C. (2003) yang menyatakan bahwa insiden PGK pada

laki-laki 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan (Aritonga, R. E., 2008).

Penyataan tersebut juga didukung dengan beberapa penelitian lainnya, dimana

pasien ginjal kronik dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada

perempuan (Faizzah, N., 2012). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan

Indriani, L., dkk. (2013), yang menunjukkan dari 40 pasien penderita PGK, jenis

kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Penelitian yang

dilakukan di China, menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari

perempuan (Xue, L., et al., 2014). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Riset Kesehatan Dasar (2013), dimana pasien PGK lebih banyak yang berjenis

kelamin laki-laki daripada perempuan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh

Aritonga, R. E. (2008) sendiri menunjukkan jenis kelamin perempuan lebih

banyak yang menderita PGK daripada laki-laki. Terdapat beberapa penelitian lain

juga yang menyatakan berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan

Rothenbacher, D. (2008) dengan systematic review, menyatakan bahwa jenis

kelamin perempuan lebih banyak menderita PGK dibandingkan laki-laki, begitu

juga dengan penelitian yang dilakukan di China (Chen, J., et al., 2005), di US

(Coresh, J., 2005), di Thailand (Ingsathit, A., et al., 2010), di Turkey

(Suleymanlar, G., et al., 2011) dan penelitian yang dilakukan Thawornchaisit, P.,

et al. (2015) menyatakan bahwa jenis kelamin yang paling umum menderita PGK

adalah perempuan. Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat

disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.

Dilihat dari segi usia, usia pasien yang paling muda adalah 26 tahun dan

paling tua adalah 80 tahun. Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa kelompok usia

penderita PGK yang paling banyak terjadi pada usia dewasa (20 – 59 tahun), yaitu

24 pasien (54,55%), diikuti usia lansia (60 tahun) sebanyak 20 pasien (45,45%).

Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa prevalensi PGK

meningkat seiring dengan jumlah usia (Ingsathit, A., et al., 2010). Pengamatan

terhadap 26 studi yang dilakukan oleh Zhang, Qui-Li dan Rothenbacher, D.

(2008) menunjukkan prevalensi penyakit ginjal usia lebih dari 64 tahun sebesar

35,8% lebih tinggi dibandingkan 7,2% pada populasi usia lebih dari 30 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Marquito, A. B., et al. (2013) menunjukan

prevalensi PGK tertinggi terdapat pada usia di atas 60 tahun, yaitu terdapat 387

pasien (69,36%) dari total 558 pasien. Belaiche, S., et al. (2012) menyatakan

bahwa resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap kondisi lanjut usia (P

= 0.0027). Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini dapat disebabkan oleh

terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.

Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang diperoleh dengan menghitung

estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG), pada tabel 4.1 dapat dilihat hasilnya yang

menunjukkan bahwa stadium 5 merupakan stadium yang paling banyak diderita

pasien PGK, yaitu 32 pasien (72,73%), diikuti stadium 4 sebanyak 7 pasien

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(15,91%) dan stadium 3 sebanyak 5 pasien (11,36%). Terdapat beberapa

penelitian terkait, penelitian yang dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013) yang

menunjukkan stadium 5 adalah stadium yang paling banyak diderita pasien yaitu

sebanyak 31 pasien (77,5%), diikuti stadium 4 sebanyak 6 pasien (15,0%) dan

stadium 3 sebanyak 3 pasien (7,5%). Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh

Belaiche, S., et al. (2012) menunjukkan stadium yang paling banyak diderita

pasien PGK adalah stadium 4 sebanyak 17 pasien (40,5%), diikuti stadium 3

sebanyak 16 pasien (38,1%). Begitu juga penelitian yang dilakukan Ingsathit, A.,

et al. (2010), menunjukkan bahwa stadium 3 merupakan stadium yang paling

banyak diderita pasien PGK. Menurut hasil penelitian Chen, J., et al. (2005),

pasien PGK paling banyak berada pada stadium 2 (fungsi ginjal berkisar 60 –

89%) yaitu 39,4% dari 15.540 pasien dan hasil penelitian yang dilakukan Coresh,

J., et al. (2005) menunjukkan stadium 1 yang paling banyak diderita pasien PGK.

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Indriani, L., dkk. (2013). Hal ini dapat dikarenakan karakteristik

pasien di kedua rumah sakit memiliki kesamaan.

Stadium 1 merupakan kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

menurun, dimana fungsi ginjal berkisar 90% dan berkaitan dengan istilah

albuminuria, proteinuria, hematuria. Stadium 2 merupakan kerusakan ginjal

dengan penurunan LFG ringan, dimana fungsi ginjal berkisar 60 – 89% dan

berkaitan istilah dengan albumiuria, proteinuria, hematuria. Stadium 3 merupakan

penurunan LFG sedang (moderat), dimana fungsi ginjal berkisar 30 – 59% dan

berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal awal). Stadium

4 merupakan penurunan LFG berat, dimana fungsi ginjal berkisar 15 – 29% dan

berkaitan dengan istilah gangguan ginjal kronik (gangguan ginjal akhir), pre-gagal

ginjal terminal (GGT). Stadium 5 merupakan kegagalan organ ginjal, dimana

fungsi ginjal hanya berkisar di bawah 15% atau dengan bantuan dialisis dan

berkaitan dengan istilah gagal ginjal, uremia, GGT.

eLFG merupakan suatu komponen dari fungsi ekskresi tetapi secara luas

diterima paling baik sebagai keseluruhan indeks dari fungsi ginjal, karena secara

umum tereduksi setelah struktur ginjal rusak secara meluas dan fungsi ginjal

lainnya menurun bersamaan dengan LFG pada PGK (KDIGO, 2013). eLFG

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berguna sebagai parameter fungsi ginjal. Perhitungan LFG yang digunakan adalah

persamaan MDRD (Modification of Diet in Renal Disease) 4-variabel. Berikut ini

adalah persamaan MDRD 4-variabel:

eLFG = 186 x (SCr)–1,154 x (usia) –0,203 x (0,742 jika wanita) x (1,210 jika

orang Afrika Amerika)

Penggunaan persamaan MDRD karena formula ini memberikan

performance yang baik pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Hal

ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Stevens, L. A., et al.

(2007) bahwa formula MDRD memberikan bias yang rendah serta presisi yang

tinggi pada pasien dengan nilai LFG <60 ml/mnt/1,73 m2. Kumaresan dan Giri

(2011) menyebutkan formula MDRD memiliki presisi dan akurasi yang lebih baik

dibandingkan dengan formula CG (Cockroft Gault) pada pasien dengan PGK

(LFG <60 ml/mnt/1,73 m2) sedangkan perhitungan LFG dengan formula CG lebih

baik pada subjek dengan nilai normal dan mild PGK (LFG >60 ml/mnt/1,73 m2)

(Anggrayny, A., 2015).

Pasien PGK mengalami sejumlah penyakit penyerta yang dapat dilihat

pada tabel 4.1, dimana sebanyak 18 pasien mengalami 1 – 3 penyakit penyerta

(40,91%), 24 pasien mengalami 4 – 6 penyakit penyerta (54,54%) dan terdapat 2

pasien yang mengalami di atas 6 penyakit penyerta (4,54%). Menurut literatur,

dikatakan bahwa pasien PGK mengalami rata-rata 5 sampai 6 penyakit penyerta

(Cardone, K. E., et al., 2010). Manley, H. J., et al. (2003a) dan (2005),

mengatakan pasien PGK mengalami rata-rata 4 sampai 8 penyakit penyerta. Jenis

penyakit penyerta yang dialami pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr.

Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut:

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.2 Data Distribusi Penyakit Penyerta Pasien Penyakit Ginjal Kronik di

Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014

Penyakit Penyerta Frekuensi Persentase

(%)

Anemia 33 75,0

Hipertensi 26 59,09

Leukositosis 24 54,54

Diabetes melitus tipe 2 15 34,09

HHD 9 20,45

Hiperurisemia 6 13,64

Febris, Hiperkalemia, Melena 5 11,36

Dispepsia, Ensefalopati uremikum, Hiperlipidemia,

Nefropati diabetikum, TB paru

3 6,82

BPH, CAD, CHF, Diare, Dispnea, Hematemesis,

Hepatitis, Hipokalemia, Hipokalsemia

2 4,54

Asidosis metabolik, Bronkitis, Bronkopneumonia,

Cholelithiasis dan Cholecystitis, DVT, Efusi

pleura, GEA, Hematuria, HHNS, Hipotensi,

Limfadenitis coli kiri, Osteoarthritis, Seizure,

Severe sepsis, SIRS, Syok sepsis, Trauma kepala,

Trombositopenia, Ulkus DM, Urtikaria, Vertigo,

VES

1 2,27

Keterangan: BPH = Benign Prostate Hyperplasia; CAD = Coronary Arterial

Disease; CHF = Congestive Heart Failure; DVT = Deep-Vein Thrombosis; GEA

= Gastroenteritis Akut; HHD = Hypertension Heart Disease; HHNS =

Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Syndrome; SIRS = Systemic

Inflammatory Response Syndrome; Ulkus DM = Ulkus Diabetes Melitus; VES =

Ventrikel Ekstra Sistol.

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis penyakit penyerta yang paling

banyak terjadi pada pasien PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo adalah anemia yaitu

33 pasien (75,0%), diikuti hipertensi sebanyak 26 pasien (59,09), leukositosis

sebanyak 24 pasien (54,54%), diabetes melitus tipe 2 sebanyak 15 pasien

(34,09%), HHD sebanyak 9 pasien (20,45%), hiperurisemia sebanyak 6 pasien

(13,64%), febris, hiperkalemia dan melena masing-masing sebanyak 5 pasien

(11,36%), serta penyakit lainnya yang berada di bawah 10%. Selengkapnya dapat

dilihat pada tabel 4.2.

Tingginya penyakit penyerta anemia yang dialami pasien PGK

dikarenakan hampir seluruh pasien PGK pada penelitian ini mendapatkan terapi

hemodialisis atau pengganti ginjal. Penyakit penyerta hipertensi juga termasuk

penyakit penyerta terbanyak setelah anemia, yang dialami pasien PGK. Hipertensi

merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada PGK. Munculnya faktor inisiasi

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga terjadi penurunan fungsi ginjal.

Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi nefron yang menyebabkan

terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh angiotensin II (AT II). AT II

merupakan vasokonstriktor poten yang mempengaruhi arteriol efferen sehingga

dapat meningkatkan tekanan darah kapiler glomerulus. Oleh karena itu,

pengontrolan tekanan darah pada pasien PGK sangat penting untuk mencegah dan

memperlambat kerusakan ginjal, dimana tekanan darah yang diharapkan pada

pasien PGK adalah <140/90 mmHg. Penyakit penyerta leukositosis terdapat

diurutan ketiga sebagai penyakit penyerta terbanyak pada pasien PGK.

Leukositosis adalah terjadinya peningkatan kadar leukosit di dalam tubuh yang

melebihi kadar normal, hal ini menandakan bahwa adanya infeksi yang dialami

pasien, sedangkan diabetes melitus termasuk penyakit penyerta terbanyak urutan

keempat pada pasien PGK, hal ini berhubungan dengan diabetes melitus sebagai

salah satu faktor inisiasi yang dapat memperburuk fungsi ginjal jika kadar gula

dalam darah tidak dikontrol.

Kebanyakan pasien (84,1%) dengan PGK memiliki minimal 3 penyakit

penyerta. Pasien dengan PGK memiliki penyakit penyerta yang saling terkait

dengan faktor resiko, termasuk hipertensi, aterosklerosis, diabetes (intoleransi

glukosa) dan gangguan lipid, yang dapat memperburuk fungsi ginjal dan

kardiovaskular (Coyne, D. W., 2011).

4.1.2 Profil Penggunaan Obat

Profil penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit

penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo digolongkan berdasarkan MIMS Indonesia

(2011/2012) yang dapat dilihat pada tabel berikut:

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.3 Data Distribusi Penggunaan Obat Pasien Penyakit Ginjal Kronik di

Rumkital Dr. Mintohardjo, 2014

No. Golongan Terapi Obat Frekuensi Persentase (%)

1. Sistem kardiovaskular 138 25,79

2. Sistem endokrin 39 7,30

3. Hormon 5 0,93

4. Sistem saraf 43 8,04

5. Sistem muskuloskeletal 9 1,68

6. Saluran kemih & prostat 3 0,56

7. Saluran gastrointestinal 70 13,08

8. Saluran pernapasan 8 1,50

9. Antiinfeksi 41 7,66

10. Antialergi 4 0,75

11. Nutrisi 115 21,50

12. Vitamin & mineral 57 10,65

13. Kemoterapetik lain 3 0,56

Total: 535 100

Dari seluruh obat yang diterima pasien (selengkapnya pada lampiran 6),

terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat sistem kardiovaskular

sebanyak 138 kali (25,79%). Hal ini terkait dengan penyakit penyerta yang

dialami pasien yaitu hipertensi, dimana penggunaan obat antihipertensi pada

sebagian besar pasien terdapat lebih dari 2 jenis obat. Pada penelitian Belaiche, S.,

et al. (2012) juga menyebutkan bahwa penggunaan obat terbanyak ialah golongan

sistem kardiovaskular sebanyak 95 kali (33,1%) yang terdiri dari penggunaan obat

golongan angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACEi), angiotensin II

receptor blocker (ARB) dan diuretik. Terdapat frekuensi yang tinggi pada

penerimaan golongan nutrisi yaitu sebanyak 115 kali (21,50%). Hal ini

berhubungan dengan penyakit penyerta yang paling banyak dialami pasien ialah

anemia. Lalu obat saluran gastrointestinal sebanyak 70 kali (13,08%) yang

digunakan pada pasien yang menderita Gastroesophageal Reflux Disease

(GERD), Peptic Ulcer Disease dan penyakit peptik lainnya seperti dispepsia.

Golongan obat saluran gastrointestinal juga berfungsi mengatasi efek samping

yang timbul dari penggunaan obat sistem kardiovaskular ataupun sistem saraf

(terutama NSAID/non steroidal anti-inflammatory drugs) yang digunakan oleh

pasien PGK untuk mengatasi keluhan yang dialaminya. Selanjutnya terdapat obat

sistem saraf yang merupakan penggunaan terbanyak keempat pada penelitian ini,

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diikuti obat antiinfeksi sebanyak 41 kali (7,66%). Selengkapnya dapat dilihat pada

tabel 4.3.

4.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat

Jumlah penggunaan obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit

penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4 Data Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien Selama di

Rawat Inap

Jumlah Penggunaan Obat Pasien Jumlah Pasien

1 – 5 obat 1 pasien

6 – 10 obat 14 pasien

>10 0bat 29 pasien

Pasien PGK selama dirawat tidak hanya menerima obat untuk

memperlambat kerusakan ginjal tetapi juga obat lain untuk mengatasi masalah

penyakit penyerta dan keluhan lain yang dialami pasien PGK sehingga jumlah

obat yang digunakan oleh pasien bervariasi. Dari tabel 4.4 dapat dilihat jumlah

penggunaan obat pada pasien PGK selama dirawat. Jumlah penggunaan obat >10

obat merupakan jumlah obat yang paling banyak diterima pasien yaitu 29 pasien,

diikuti jumlah obat 6 – 10 obat sebanyak 14 pasien dan hanya 1 pasien yang

menerima jumlah obat 1 – 5 obat. Jenis terapi obat pasien PGK pada penelitian ini

yang dianalisa adalah sebanyak 93 jenis obat. Jumlah seluruh obat yang diterima

oleh 44 pasien yang dianalisa adalah 535 terapi obat (tabel 4.3). Selama pasien

dirawat, jumlah obat paling sedikit diterima 3 jenis obat dan paling banyak 20

jenis obat. Rata-rata obat yang diterima pasien selama dirawat adalah 12 jenis

obat. Hal ini sesuai dengan literatur, menurut Kappel, J. dan Calissi, P. (2002)

pasien gangguan ginjal menggunakan paling sedikit 7 jenis obat. Obat yang

digunakan tidak hanya untuk pengobatan penyakit yang mendasari (misal diabetes

melitus, hipertensi) namun juga untuk gejala-gejala yang berkaitan dengan

penurunan fungsi ginjal (misal masalah metabolisme minreal, anemia) (Aritonga,

R. E., 2008). Belaiche, S., et al. (2012) menyebutkan pasien PGK mendapat rata-

rata 8 – 9 terapi obat. Literatur lain menyebutkan bahwa pasien PGK dengan

dialisis menerima 10 terapi dan 2 obat bebas (St. Peter, W. L., 2010).

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.3 Drug Related Problems (DRPs)

Kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien rawat inap PGK

dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.5 Data Distribusi Pasien Berdasarkan Kategori DRPs

Kategori DRPs Pasien

(n=44)

Persentase

(%)

Frekuensi

(n=348)

Persentase

(%)

Ketidaktepatan pemilihan obat 6 13,64 6 1,7

Ketidaktepatan penyesuaian

dosis

a) Dosis obat terlalu tinggi

(overdosis)

b) Dosis obat terlalu rendah

(subterapi)

21

7

47,73

15,91

39

7

11,2

2,0

Indikasi tanpa obat 11 25,0 11 3,2

Obat tanpa indikasi 0 0 0 0

Interaksi obat 40 90,91 285 81,9

Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan jenis DRPs yang terjadi

dari 44 pasien rawat inap dengan PGK di Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2014.

Terdapat 42 pasien dengan 348 kasus DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi

obat sebanyak 81,9%, diikuti ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis

sebanyak 11,2%; dosis subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak

3,2% dan ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%. Hasil penelitian oleh

Belaiche, S., et al. (2012) di RS Universitas Grenoble dari 2006 sampai 2010

menunjukkan bahwa DRPs yang paling banyak terjadi pada 42 pasien dengan 287

DRPs yang teridentifikasi adalah indikasi tanpa obat sebanyak 30,3% (pada

penelitian ini sebanyak 3,2%), ketidaktepatan penyesuaian dosis (dosis obat

subterapi sebanyak 24,0% (2,0%); overdosis sebanyak 17,8% (11,2%));

ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 10,1% (1,7%); reaksi efek samping

sebanyak 8,4% (tidak diamati) dan obat tanpa indiksi sebanyak 7,3% (0%).

Penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2003a) diketahui

bahwa pada 97,7% pasien (dari 133 pasien) dengan 475 DRPs yang

teridentifikasi, rata-rata 3.6 ± 1.8 DRPs per pasien. DRPs yang paling banyak

terjadi adalah obat tanpa indikasi sebanyak 30,9% (pada penelitian ini 0%),

ketidaktepatan pemantauan laboratorium sebanyak 27,6% (tidak diamati), indikasi

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tanpa obat sebanyak 17,5% (3,2%) dan ketidaktepatan penyesuaian dosis

sebanyak 15,4% (13,2%). Hasil penelitian Manley, H. J., et al. (2003b) diketahui

66 pasien dengan 354 DRPs berusia 62.6 ± 15.9 tahun, memiliki 6.4 ± 2.0 kondisi

penyerta, yang menerima 12.5 ± 4.2 obat, menunjukkan bahwa DRPs yang paling

sering terjadi ialah reaksi obat yang merugikan (ADR/Adverse Drug Reactions)

sebanyak 20,7% (pada penelitian ini tidak diamati) dan indikasi tanpa obat

sebanyak 13,5% (3,2%)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al. (2005), untuk

mengetahui frekuensi, jenis dan keparahan DRPs pada pasien hemodialisis di

Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs teridentifikasi

sebanyak 1.593 kasus pada 395 pasien (51,2% pria; usia, 52,4 ± 8,2 tahun; 42,7%

dengan diabetes). Jenis DRPs yang paling sering ditemukan adalah ketidaktepatan

pemantauan laboratorium sebanyak 23,5% (pada penelitian ini tidak diamati) dan

indikasi tanpa obat sebanyak 16,9% (3,2%). Ketidaktepatan penyesuaian dosis

ditemukan sebanyak 20,4% (13,2% pada penelitian ini) dari seluruh DRPs yang

teridentifikasi, dimana dosis subterapi 11,2% (2,0%) dan overdosis 9,2% (11,2%).

Salah satu penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Faizzah, N.

(2012) menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi, diantaranya ketidaktepatan

penyesuaian dosis, dimana dosis berlebih sebanyak 6 kasus (5,55%) (39 kasus

(11,2%) pada penelitian ini); dosis kurang sebanyak 1 kasus (0,92%) (7 kasus

(2,0%), ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 8 kasus (7,40%) (6 kasus (1,7%))

dan interaksi obat sebanyak 14 kasus (12,96%) (285 kasus (81,9%)).

Berdasarkan masing-masing stadium dilihat dari jumlah DRPs yang

terjadi, diketahui bahwa pada stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, dimana jumlah

DRPs yang paling banyak terjadi ialah 3 DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs,

dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2 DRPs dan stadium 5

mengalami 0 – 5 DRPs, dimana jumlah DRPs yang paling banyak terjadi ialah 2

DRPs.

4.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 6 pasien (13,64%)

dengan 6 kasus (1,7%) yang mengalami kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

obat pada pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr.

Mintohardjo. Kejadian DRPs ketidaktepatan pemilihan obat dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.6 Data Distribusi Pasien DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Nomor Penilaian DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Pasien Jenis Obat Keterangan

13 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang

diterima: akarbose.

17 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang

diterima: glimepirid, akarbose.

34 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang

diterima: akarbose.

35 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang

diterima: metformin.

40 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD oral yang

diterima: akarbose.

43 Obat antidiabetes PGK stg 5, LFG <30 ml/mnt; OAD yang diterima:

akarbose.

*Keterangan: LFG = laju filtrasi glomerulus; OAD = obat antidiabetes; PGK =

penyakit ginjal kronik; stg = stage.

Hasil data deskriptif pada tabel 4.6 menunjukkan sebanyak 6 pasien

mengalami DRPs ketidaktepatan pemilihan obat. Jenis obat yang tidak tepat

adalah obat antidiabetes, dikatakan tidak tepat karena tidak sesuai dengan kondisi

patologi yang dialami pasien. Berdasarkan hasil tes fungsi ginjal diketahui bahwa

keenam pasien tersebut merupakan pasien PGK dengan stage 5. Pada pasien

nomor 13, 17, 34, 40 dan 43 obat antidiabetes oral yang diterima masing-masing

pasien, salah satunya adalah akarbose. Akarbose merupakan obat antidiabetes oral

golongan alfa-glukosidase yang kontraindikasi pada pasien PGK dengan LFG <30

ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Penggunaan akarbose sebagai antidiabetes oral pada

pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl menghasilkan

konsentrasi puncak (peak) 5 kali lebih tinggi dari populasi normal dan nilai AUC

6 kali lebih tinggi (Ashley, C., dan Currie, A., 2009). Jadi, penemuan pada

penelitian ini ialah penggunaan akarbose harus dihindari pada pasien PGK dengan

LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl. Pasien nomor 17 juga menerima obat

antidiabetes glimepirid, dimana pasien dengan LFG <10 ml/mnt dibutuhkan

penyesuaian dosis pada dosis awal terapi, yaitu 1 mg/hari. Pasien nomor 35

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menerima obat antidiabetes oral metformin. Metformin merupakan obat

antidiabetes oral golongan biguanida yang pemakaiannya harus dihentikan pada

pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt. Metformin akan terakumulasi pada pasien

dengan kerusakan ginjal yang signifikan, yang dapat mengakibatkan terjadinya

asidosis laktat. Asidosis laktat jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi

metabolik yang serius (Ashley, C., dan Currie, A., 2009).

Menurut KDOQI (2012), Harh dan Molitch (2015), Ashley, C. dan

Currie, A. (2009) terdapat alternatif obat antidiabetes untuk pasien PGK, seperti

golongan sulfonilurea, diantaranya glipizid, glikuidon (aman untuk pasien PGK),

glimepirid, gliklazid, glibenklamid (aman, tetapi butuh penyesuaian dosis);

golongan tiazolidindion, diantaranya pioglitazon, rosiglitazon (aman untuk pasien

PGK). Selengkapnya dapat dilihat pada literatur.

4.1.3.2 DRPs Ketidaktepatan Penyesuaian Dosis

DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis terdiri dari: dosis terlalu tinggi

dari dosis terapi (overdosis) dan dosis terlalu rendah dari dosis terapi (subterapi).

Kejadian DRPs ketidaktepatan penyesuaian dosis pada pasien rawat inap PGK

dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.7 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Tinggi

No. Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%)

1. Anti-hiperurisemia & gout Allopurinol 3 7,7

2. Antibiotik (Aminoglikosida) Gentamisin 1 2,6

3. Antibiotik (Sefalosporin &

Beta laktam lainnya)

Seftriakson

Meropenem

1

3

2,6

7,7

4. Antibiotik (Kuinolon) Levofloksasin 1 2,6

5. Antijamur Flukonazol 2 5,1

6. Antidiabetes oral

(Sulfonilurea)

Glimepirid

(Diaversa)

1 2,6

7. Antidiabetes oral (Biguanida) Metformin 1 2,6

8. Antidiabetes oral (Inhibitor

alfa-glukosida)

Akarbose (Eclid,

Glucobay)

6 15,4

9. Antihipetensi (ACEi) Kaptopril 1 2,6

10. Diuretik (Antagonis

aldosteron)

Spironolakton

(Letonal)

2 5,1

11. Beta bloker Bisoprolol

(Concor)

1 2,6

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12. Antifibrinolitik Asam

traneksamat

(Transamin)

6 15,4

13. Hepatoprotektif Asam

ursodeoksikolat

(Urdafalk)

1 2,6

14. Antasida Sukralfat 7 18,0

15. Antiemetik (Antagonis

dopamin)

Domperidon 2 5,1

Total: 39

Tabel 4.8 Data Distribusi Pasien DRPs Dosis Obat Terlalu Rendah

No. Golongan Terapi Obat Nama Generik Frekuensi Persentase (%)

1. Antiansietas Alprazolam 1 2,9

2. Antibiotik (Sefalosporin) Sefadroxil

Sefotaksim

1

1

2,9

2,9

3. Antihipertensi (Agonis

alfa-2 sentral)

Klonidin

(Catapres)

1 2,9

4. Antihiperlipidemia Gemfibrozil 1 2,9

5. Antitusif Dextromethorphan

HBr

1 2,9

6. Antidiare Attapulgite (New

diatabs)

1 2,9

Total: 7

Hasil data deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat 21

pasien (47,73%) dengan 43 kasus (11,2%) yang mengalami kejadian DRPs dosis

obat terlalu tinggi dari dosis terapi (overdosis) dan 7 pasien (15,91%) dengan 7

kasus (2,0%) yang mengalami DRPs dosis obat terlalu rendah dari dosis terapi

(subterapi). Pada penelitian yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012)

menunjukkan DRPs dosis terlalu tinggi (overdosis) sebanyak 51 kasus (17,8%)

dan dosis terlalu rendah (subterapi) sebanyak 69 kasus (24,0%). Gangguan fungsi

ginjal menyebabkan beberapa obat yang mengalami metabolisme dan

diekskresikan melalui ginjal memerlukan penyesuaian dosis sesuai dengan

kemampuan ginjal. Agar tidak terjadi efek toksik dari penggunaan obat ataupun

gagal menerima obat.

Jenis obat yang paling sering berpotensi tidak tepat dosis berada di atas

dosis terapi (tabel 4.7) adalah sukralfat, diikuti asam traneksamat (Transamin) dan

akarbose. Pemberian sukralfat melebihi dosis terapi karena dosis yang diberikan

per harinya adalah 4,5 g, melebihi dosis yang seharusnya pada pasien gangguan

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ginjal. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), dosis pemberian sukralfat pada

pasien gangguan ginjal tidak melebihi 4 g per hari.

Pemberian Transamin tidak tepat dosis terkait dengan frekuensi

pemberian. Menurut Ashley, C. Dan Currie, A. (2009), pasien gangguan ginjal

dengan LFG 20-50 ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12 jam, LFG 10-20

ml/mnt diberikan 10 mg/kg IV setiap 12-24 jam dan LFG di bawah 10 ml/mnt

diberikan 5 mg/kg IV setiap 12-24 jam, sedangkan pada penelitian ini semua

pasien yang menerima Transamin diberikan dengan frekuensi 3x1 ampul, dimana

tiap ampul memiliki kekuatan 250 mg/5 ml sehingga dosis pemberian Transamin

pada beberapa pasien melebihi dosis terapi. Pemberian akarbose dikatakan tidak

tepat dosis karena penggunaannya pada pasien yang kontraindikasi secara

patologis. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa akarbose kontraindikasi

dengan pasien yang memiliki LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl.

Pasien yang berpotensi tidak tepat dosis berada di bawah dosis terapi

terdapat 7 jenis obat, dapat dilihat pada tabel 4.8. Penggunaan obat yang kurang

dari dosis terapi tidak akan menghasilkan efek terapetik yang diinginkan bahkan

sama saja dengan tidak menggunakan obat tersebut. Suatu obat akan

menghasilkan efek terapetik jika kadar obat di dalam darah atau bioavailabilitas

obat mencapai kadar terapi yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang

diharapkan. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan dosis terapi yang sesuai

sangat penting untuk menghasilkan efek terapetik yang menandakan bahwa terapi

yang diberikan berhasil.

4.1.3.3 DRPs Indikasi Tanpa Obat

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 11 pasien (25,0%)

dengan 11 kasus (3,2%) yang mengalami kejadian DRPs indikasi tanpa obat pada

pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo.

Kejadian DRPs indikasi tanpa obat dapat dilihat pada tabel berikut:

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.9 Data Distribusi Pasien DRPs Indikasi Tanpa Obat

Nomor Penilaian DRPs Indikasi Tanpa Obat

Pasien Jenis Obat Keterangan

1 Obat antihipertensi;

Obat antihiperurisemia

TD 160/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,

amlodipin.

Asam urat 9,0 mg/dL.

2 Obat antihipertensi TD 150/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,

furosemida, bisoprolol, spironolakton.

7 Obat antihipertensi TD 170/70 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,

furosemida, amlodipin.

8 Obat antihipertensi;

Obat antihiperlipidemia

TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima:

furosemida, valsartan, amlodipin, bisoprolol,

spironolakton.

Total kolesterol 223 mg/dL; LDL kolesterol 158

mg/dL; HDL kolesterol 38 mg/dL.

9 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,

amlodipin, furosemida.

15 Obat antihiperlipidemia Total kolesterol 224 mg/dL; LDL kolesterol 169

mg/dL; HDL kolesterol 35 mg/dL.

18 Obat antihiperurisemia,

Nutrisi K+

Asam urat 7,4 mg/dL

K+ 2,8 mmol/L

24 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,

nifedipin, furosemida, bisoprolol.

27 Obat antidiabetes GD 199 mg/dL.

30 Obat antihipertensi TD 150/80 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,

furosemida, amlodipin, bisoprolol,

spironolakton.

43 Obat antihipertensi TD 160/90 mmHg. OAH yang diterima: valsartan,

nifedipin, furosemida, bisoprolol.

*Keterangan: TD = tekanan darah; OAH = obat antihipertensi.

Indikasi tanpa obat merupakan pemberian terapi tambahan pada pasien

atas dasar diagnosa yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosa yang tercantum di

rekam medis. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien PGK

didasarkan dari kondisi pasien, tekanan darah, kadar gula darah, dan hasil

laboratorium elektrolit & darah pasien. Pasien dikatakan butuh tambahan obat jika

tekanan darah pasien belum mencapai <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg (pada

pasien dengan proteinuria/albuminuria), kadar gula darah sewaktu pasien masih

>200 mg/dl atau gula darah puasa (GDP) pasien >126 mg/dl, fungsi ginjal

ataupun hati mengalami gangguan sehingga dibutuhkan penyesuaian terhadap

kondisi patologis, terdapat kondisi klinis pasien yang belum diberi terapi obat,

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pasien mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat tambahan

yang dapat dilihat dari keluhan, diagnosa, dan hasil laboratorium pasien.

Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan sebanyak 11

pasien yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat. Terdapat beberapa jenis obat

yang dibutuhkan pada pasien PGK yang mengalami DRPs indikasi tanpa obat,

diantaranya obat antihipertensi, obat antihiperurisemia, obat antihiperlipidemia,

obat antidiabetes dan nutrisi.

Berdasarkan hasil laboratorium masing-masing dari pasien nomor 1, 2, 7,

8, 9, 24, 30, dan 43 diketahui bahwa tekanan darah pasien belum mencapai target

yaitu <140/90 mmHg (KDIGO, 2012). Penggunaan obat antihipertensi yang telah

digunakan pasien, jika belum mencapai TD yang diharapkan maka dilakukan:

peningkatan dosis untuk OAH, jika masih belum tercapai maka diberikan

tambahan obat antihipertensi lain (Dipiro, J. T., et al., 2008). Selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 4. Hipertensi merupakan salah satu dari faktor inisiasi pada

PGK. Munculnya faktor inisiasi menyebabkan hilangnya massa nefron sehingga

terjadi penurunan fungsi ginjal. Sebagai kompensasi hal tersebut, terjadi hipertrofi

nefron yang menyebabkan terjadinya hipertensi glomerulus yang dimediasi oleh

angiotensin II (AT II). AT II merupakan vasokonstriktor poten yang

mempengaruhi arteriol efferen sehingga dapat meningkatkan tekanan darah

kapiler glomerulus. Oleh karena itu, untuk mencegah dan memperlambat

kerusakan ginjal diperlukan pengontrolan terhadap tekanan darah pasien, dimana

tekanan darah yang diharapkan pada pasien PGK adalah <140/90 mmHg.

Peningkatan kadar asam urat pada pasien yang melebihi kadar normal

terjadi pada pasien nomor 2 dan 18 sehingga diperlukan terapi obat tambahan

untuk mengatasi hiperurisemia yang dialami pasien PGK. Peningkatan kadar asam

urat dalam serum dapat membentuk kristal-kristal asam urat di ginjal dan dapat

mengendap di dalam insterstitium medular ginjal, tubulus atau sistem pengumpul

yang akhirnya akan memperburuk keadaaan ginjal. Terapi obat untuk mengatasi

hiperurisemia adalah golongan urikosurik dan penghambat xantin oksidase. Obat-

obat golongan urikosurik seperti probenesid dan sulfinperazon memiliki

mekanisme kerja meningkatkan klirens ginjal untuk asam urat dengan cara

mengurangi reabsorpsi dari asam urat pada tubulus proksimal, sedangkan

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

golongan penghambat xantin oksidase bekerja dengan cara menghambat

perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Satu-satunya

golongan penghambat xantin oksidase yang digunakan adalah allopurinol

(Katzung, 2010). Dilihat dari mekanisme kerja obat, allopurinol merupakan terapi

obat untuk hiperurisemia yang sesuai atau cukup aman pada pasien PGK karena

obat-obat golongan urikosurik (probenesid dan sulfinperazon) bekerja dengan

meningkatkan klirens asam urat di ginjal, hal ini akan memperberat kerja ginjal

pada pasien PGK. Namun, penggunaan allopurinol harus mempertimbangkan

fungsi ginjal sehingga tetap dibutuhkan penyesuaian dosis pada pasien PGK.

Hasil analisa data deskriptif pada tabel 4.9 menunjukkan pasien nomor 8

dan 15 mengalami peningkatan kadar trigliserida, total kolesterol dan LDL

kolesterol serta penurunan kadar HDL kolesterol yang tidak masuk dalam rentang

normal. Kadar lipid yang tidak normal berperan dalam terjadinya penyakit

aterosklerosis mikro dan makrovaskular. Pasien yang awalnya dengan fungsi

ginjal yang normal dengan hiperlipidemia umumnya tidak berkembang menjadi

insufisiensi ginjal, karena glomerulus yang normal memiliki mekanisme untuk

mencegah penumpukan lipoprotein. Namun, gangguan ginjal yang telah ada

sebelumnya menimbulkan gangguan fungsi mesangial yang merupakan suatu

keadaan yang menyebabkan terjadinya penumpukan lipoprotein di glomerulus

ginjal. Data eksperimental menunjukkan bahwa dislipidemia berperan pada

kerusakan glomerulus dan interstitial parenkim ginjal. Sel-sel glomerulus

mesangial dan sel otot polos pembuluh darah memiliki kesamaan yaitu bahwa

akumulasi lipid di dalam sel mesangial, analog dengan proses aterosklerotik pada

sel otot polos, dapat menyebabkan glomerulosklerosis. LDL menyebabkan

monosit berikatan dengan sel endotel dan ikatan ini merupakan faktor penting

pada proses inflamasi glomerular sehingga terapi obat untuk mengatasi gangguan

dislipidemia pada pasien PGK sangat diperlukan untuk mencegah memburuknya

kondisi kerusakan ginjal yang berpotensi terjadinya penyakit kardiovaskular.

Terapi obat untuk mengatasi dislipidemia pada pasien PGK, KDOQI (2012)

menyatakan golongan statin, jika pasien tidak toleransi dengan golongan statin

maka digunakan golongan fibrat. Penggunaan golongan obat tersebut tetap

mempertimbangkan fungsi ginjal pada pasien PGK.

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pasien nomor 27 mengalami peningkatan kadar gula darah sewaktu dan

didiagnosa mengalami nefropati diabetikum tetapi selama dirawat pasien tidak

menerima obat antidiabetes, sedangkan dari hasil tes kadar gula darah

menunjukkan kadar gula darah sewaktu pasien meningkat hingga 199 mg/dL pada

hari terakhir dirawat sehingga dibutuhkan obat antidiabetes untuk menurunkan

kadar gula darah pasien. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya peningkatan

keparahan fungsi ginjal pada pasien PGK. Jenis obat antidiabetes yang dapat

diberikan kepada pasien, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.

4.1.3.4 DRPs Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah pemberian obat yang tidak sesuai dengan

indikasi atau diagnosa pada pasien. Pasien dapat didiagnosa menderita PGK yang

disebabkan berbagai faktor, diantaranya faktor kerentanan, faktor inisiasi, dan

faktor progresi. Penilaian untuk mendiagnosa pasien menderita PGK dapat

melakukan tes fungsi ginjal dengan mengukur kadar serum kreatinin (SCr) di

dalam darah, lalu mendapatkan nilai estimasi laju filtrasi glomerulus (eLFG) yang

digunakan sebagai acuan tingkat keparahan kerusakan ginjal. Kemudian dapat

didukung dengan melakukan tes laboratorium terkait kandungan darah dan urin.

Penyakit penyerta yang diderita pasien juga harus dipertimbangkan, seperti

hipertensi dan diabetes melitus yang merupakan penyakit penyerta yang dapat

memperburuk keadaan ginjal jika tidak dikontrol.

Pada penelitian ini diketahui bahwa tidak terdapat adanya DRPs obat

tanpa indikasi yang dialami pasien. Semua pasien mendapatkan obat yang sesuai

dengan indikasi atau diagnosa pasien.

4.1.3.5 DRPs Interaksi Obat

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat 40 pasien (90,91%)

dengan 285 kasus (81,9%) yang mengalami kejadian DRPs interaksi obat pada

pasien rawat inap PGK dengan penyakit penyerta di Rumkital Dr. Mintohardjo.

Interaksi obat yang terjadi merupakan semua interaksi obat yang mungkin atau

potensial terjadi pada terapi obat yang diberikan kepada 44 pasien, baik interaksi

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

obat yang dapat dihindari ataupun interaksi obat yang tidak dapat dihindari.

Kejadian DRPs interaksi obat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.10 Data Distribusi Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat

Keparahan dan Tipe Mekanisme Interaksi Obat

Potensi Interaksi Kategori Jumlah Presentase (%)

Mekanisme Interaksi

Farmakokinetik 84 29,47

Farmakodinamik 97 34,04

Tidak diketahui 104 36,49

Total 285 100

Tingkat Keparahan

Ringan (minor) 67 23,51

Sedang (moderat) 214 75,09

Berat (mayor) 4 1,40

Total 285 100

Hasil analisa DRPs terhadap 44 pasien, diperoleh bahwa terdapat

interaksi obat pada 40 pasien (90,91%) dan sebanyak 4 pasien (9,09%) tidak

mengalami interaksi obat. Berdasarkan hasil analisa terhadap 40 pasien yang

berinteraksi (tabel 4.10), diperoleh hasil bahwa terdapat total kejadian interaksi

obat sebanyak 285 kejadian yang terdiri dari interaksi obat yang tidak diketahui

sebanyak 104 kejadian (36,49%), dimana mekanisme interaksi obat jenis ini

belum diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk kedalam

mekanisme farmakodinamik maupun farmakokinetik.

Mekanisme interaksi obat terbanyak kedua adalah interaksi secara

farmakodinamik sebanyak 97 kejadian (34,04%). Hal tersebut menunjukkan

bahwa obat-obat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem reseptor, tempat

kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergis

(saling memperkuat) dan antagonis (saling meniadakan). Beberapa alternatif

penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat dengan

memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat,

pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika

kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal

atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Fradgley, 2003).

Mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik terjadi sebanyak 84 kejadian

(29,47%). Hal tersebut menunjukkan bahwa salah satu obat mempengaruhi

absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau

penurunan efektifitas obat tersebut (Fradgley, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat keparahan interaksi obat yang

paling banyak terjadi adalah pada interaksi obat secara moderat, yaitu sebanyak

214 kejadian (75,09%). Interaksi obat secara moderat ini termasuk jenis interaksi

obat yang diutamakan untuk dicegah dan diatasi jika interaksi obat yang

dihasilkan lebih berbahaya dibandingkan manfaatnya, sebaiknya menggunakan

alternatif lain jika ada. Selanjutnya interaksi obat terbanyak kedua adalah dengan

tingkat keparahan minor, yaitu 67 kejadian (23,51%), interaksi obat ini mungkin

mengganggu atau tidak disadari (interaksi obat diduga terjadi) tetapi tidak

mempengaruhi secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Interaksi

obat dengan tingkat keparahan mayor adalah interaksi obat yang paling sedikit,

terdapat 4 kejadian (1,40%). Interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor

diutamakan untuk dicegah dan diatasi karena efek potensial membahayakan jiwa

atau menyebabkan kerusakan permanen. Jenis obat yang mengalami interaksi

mayor dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Jenis Obat yang Mengalami Interaksi Mayor

Jenis Obat Interaksi Obat Efek Interaksi

Spironolakton – Kalium

klorida

Keduanya meningkatkan

kadar kalium.

Hiperkalemia.

Kontraindikasi

digunakan bersama,

kecuali manfaatnya lebih

besar.

Diltiazem – Bisoprolol Keduanya saling

meningkatkan toksisitas

satu sama lain.

Meningkatkan resiko

bradikardia.

Amlodipin – Simvastatin Amlodipin meningkatkan

kadar Simvastatin*.

Beresiko terjadi

miopati/rabdomiolisis

Klonidin – Bisoprolol Keduanya saling

meningkatkan toksisitas

satu sama lain.

Meningkatkan resiko

bradikardia.

*Sumber: Zhou, Yi-Ting, et al., 2013.

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah

penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat

terhadap jumlah DRPs pada pasien PGK. Hasil analisa bivariat dapat dilihat pada

gambar berikut:

Gambar 4.1 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta terhadap

Jumlah DRPs

Hasil analisa pada gambar 4.1 menunjukkan pengaruh antara jumlah

penyakit penyerta dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat, diketahui

tidak lebih dari 14 sel atau sebanyak 77,8% yang mempunyai nilai harapan kurang

dari 5, yang berarti terdapat lebih 20% sel mempunyai nilai harapan lebih kecil

dari 5 sehingga hasil uji kai-kuadrat ini dinyatakan tidak sahih. Untuk

memperoleh hasil yang sahih, maka dilakukan uji koefisien kontingensi. Berikut

ini hasil uji koefisien kontingensi:

Gambar 4.2 Hasil Uji Koefisien Kontingensi Pengaruh Jumlah Penyakit Penyerta

terhadap Jumlah DRPs

Berdasarkan hasil dari gambar 4.2, diketahui nilai probabilitas yang

diperoleh = 0,493. Hal ini menunjukkan bahwa P >0,05, maka H0 diterima yang

berarti tidak ada pengaruh bermakna antara jumlah penyakit penyerta dengan

jumlah DRPs. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Manley, H. J., et al (2003a), yang menunjukkan bahwa DRPs

berkorelasi positif dengan jumlah penyakit penyerta pasien (P <0.001). Jumlah

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama dengan meningkatnya jumlah

kondisi penyerta (Manley, H. J., et al., 2003a). Perbedaan hasil yang diperoleh

pada penelitian ini, dapat disebabkan terbatasnya jumlah sampel yang diteliti.

Analisa bivariat untuk mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan

obat dengan jumlah DRPs dengan metode kai-kuadrat dapat dilihat pada gambar

berikut:

Gambar 4.3 Hasil Uji Kai-kuadrat Pengaruh Jumlah Penggunaan Obat terhadap

Jumlah DRPs

Hasil analisa pada gambar 4.3 menunjukkan bahwa tidak lebih dari 15 sel

atau sebanyak 83,3% yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5 sehingga hasil

uji kai-kuadrat ini dinyatakan sahih dan nilai probabilitas yang diperoleh = 0,000.

Hal ini menunjukkan bahwa P <0,05, maka H0 ditolak yang berarti ada pengaruh

bermakna antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs. Hasil penelitian

ini sejalan dengan hasil studi yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012) di

Perancis, yang menyatakan resiko kejadian DRPs meningkat signifikan terhadap

kondisi lanjut usia (P = 0.0027) dan jumlah pengobatan (P = 0.049) (Belaiche, S.,

et al., 2012).

4.3 Keterbatasan Penelitian

4.3.1 Kendala

a. Pengambilan data dan jumlah pasien

Pada proses pengambilan data, cukup banyak pasien yang memiliki

data rekam medis yang tidak lengkap, seperti berat badan, daftar

penggunaan obat, dan hasil laboratorium.

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Diagnosa data

Hasil laboratorium untuk pemeriksaan kadar gula darah, serum

kreatinin, hasil laboratorium darah & elektrolit, tidak dilakukan

secara rutin.

4.3.2 Kelemahan

a. Penelitian deskriptif retrospektif, pada penelitian deskriptif hanya

dapat dilakukan demografi berupa hasil analisa ketepatan untuk

mengetahui DRPs pada terapi yang digunakan oleh pasien. Selain itu

metode retrospektif, dimana waktu kejadian sudah terjadi sehingga

tidak dapat dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien.

b. Terdapat sediaan obat yang tidak diketahui kekuataan sediaannya

yang diberikan kepada pasien.

c. Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan

penilaian diagnosa pasien tidak secara langsung melainkan menarik

kesimpulan dari diagnosa yang tercatat di rekam medis.

4.3.3 Kekuatan

Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit TNI

Angkatan Laut (Rumkital) Dr. Mintohardjo. Diharapkan penelitian ini dapat

menjadi referensi dan gambaran Drug Related Problems (DRPs) pada pasien

rawat inap yang menderita penyakit ginjal kronik (PGK) dengan penyakit

penyerta.

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Karakteristik berdasarkan usia yang paling banyak adalah usia

dewasa (20 – 59 tahun) sebanyak 24 pasien (54,55%). Berdasarkan

jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki yaitu 25 pasien

(56,82%). Berdasarkan tingkat keparahan PGK yang paling banyak

adalah stadium 5 yaitu 32 pasien (72,73%). Berdasarkan penyakit

penyerta yang paling banyak adalah anemia yaitu 33 pasien (75,0%).

2. Terdapat 13 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan

penggunaan terbanyak yaitu obat golongan sistem kardiovaskular

sebanyak 25,79%.

3. Jenis DRPs yang terjadi pada pasien rawat inap PGK dengan

penyakit penyerta di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut (Rumkital)

Dr. Mintohardjo dari 44 pasien, terdapat 42 pasien dengan 348 kasus

DRPs yang dianalisa, diantaranya interaksi obat sebanyak 81,9%,

ketidaktepatan penyesuaian dosis (overdosis sebanyak 11,2%; dosis

subterapi sebanyak 2,0%), indikasi tanpa obat sebanyak 3,2% dan

ketidaktepatan pemilihan obat sebanyak 1,7%.

4. Stadium 3 mengalami 1 – 3 DRPs, jumlah DRPs paling banyak 3

DRPs; stadium 4 mengalami 1 – 4 DRPs, jumlah DRPs paling

banyak 2 DRPs dan stadium 5 mengalami 0 – 5 DRPs, jumlah DRPs

paling banyak 2 DRPs.

5. Tidak terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penyakit

penyerta terhadap jumlah DRPs secara statistik, namun secara

substansi kemungkinan ada hubungan.

6. Terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah penggunaan obat

terhadap jumlah DRPs.

7. Pasien PGK dengan LFG <30 ml/mnt atau SCr >2 mg/dl yang

mengalami diabetes melitus (DM), kontraindikasi dengan obat

antidiabetes oral akarbose dan metformin.

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2 Saran

1. Perlu adanya standarisasi kelengkapan pengisian rekam medis

pasien, terkait usia, berat badan, obat yang digunakan, dosis obat

yang diberikan, rute pemberian obat, aturan pakai obat, tanggal

pemberian obat serta perlu adanya pemeliharaan rekam medis agar

tidak ada bagian atau lembar yang hilang.

2. Perlu adanya pemantauan hasil laboratorium pasien yang dilakukan

secara berkelanjutan selama perawatan, baik tes fungsi ginjal

(ureum, serum kreatinin dan asam urat), tekanan darah, kadar gula

darah dan hasil laboratorium lainnya yang terkait untuk mencegah

dan mengatasi DRPs.

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Julianti. (2009). Karakteristik Penderita Gagal Ginjal Rawat Inap di RS

Haji Medan. Skripsi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan:

tidak diterbitkan.

Alam, S., dan Hadibroto, I. (2008). Gagal Ginjal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Anggrayny, Arfita. (2015). Perbandingan Laju Filtrasi Glomerulus pada Staf

Laki-laki Dewasa Sehat dengan Formula Cockroft-Gault, Modification

of Diet in Renal Disease dan Chronic Kidney Disease Epidemiology

Collaboration di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi pada

Fakultas Farmasi USD Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Anonim. (2012). 5th Report of Indonesian Renal Registry. Perkumpulan Nefrologi

Indonesia.

Anonim. (2015). Clinical Practice Guideline on Management of Patients with

Diabetes and Chronic Kidney Disease Stage 3b or Higher (eGFR <45

ml/min). Nephrol Dial Transplant. 30, ii1-ii142.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek, Edisi 5.

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aritonang, R. E. (2008) Intervensi farmasis dalam upaya menurunkan

permasalahan terkait dengan terapi obat pada pasien penyakit ginjal

kronik yang menjalani rawat inap di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta.

Tesis pada FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan.

Ashley, C., dan Currie, A. (2009). The Renal Drug Handbook, 3rd edition. United

Kingdom: Radcliffe.

Atkinson, A., Abernethy, D. R., Daniels, C. E., Dedrick, R. L., dan Markey, S. P.

(2007). Principles of Clinical Pharmacology Second Edition. USA:

Elsevier Inc. Pg 230.

Belaiche, Stephanie, et al. (2012). Pharmaceutical Care in Chronic Kidney

Disease: experience at Grenoble University Hospital from 2006 to 2010.

Journal Nephrol. 25, (4), 558-565.

British National Formulary. (2014). BNF, 67th edition. London: BMJ Group and

Pharmaceutical Press.

Cardone, K. E., Bacchus, S., Assimon, M. M., Pai, A. B., dan Manley, H. J.

(2010). Medication-related Problems in CKD, Advances in Chronic

Kidney Disease. National Kidney Foundation. 17, (5), 404-412.

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Chen, J., Wildman, R. P., Gu, D., Kusek, J. W., Spruill, M., Reynolds, K., Liu, D.,

Hamm, L. L., Whelton, P. K., He, J. (2005). Prevalence of decreased

kidney function in Chinese adults aged 35 to 74 years. Kidney

International. 68, 2837-2845.

Cipolle, R. J., Strand, L. M., dan Morley, P. C. (1998). Pharmaceutical Care

Practice. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Coresh, J., Byrd-Holt, D., Astor, B. C., Briggs, J. P., Eggers, P. W., Lacher, D. A.,

dan Hostetter, T. H. (2005). Chronic kidney disease awareness,

prevalence, and trends among U.S. adults, 1999 to 2000. J Am Soc

Nephrol. 16, 180-188.

Coyne, D. W. (2011). Management of Chronic Kidney Disease Comorbidities.

CKD Medscape CME Expert Column Series: Issue 3. Diakses November,

2015. http://www.medscape.org/viewarticle/736181.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzkee, G. R., Wells, B. G., Posey, L.

M. (2008). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 7th edition.

New York: Mc Graw-Hill Medical Publishing Division.

Drug.com. Drug Interactions Checker. Diakses Oktober, 2015.

http://www.drugs.com/drug_interactions.php.

Faizzah, Nurul. (2012). Identifikasi Drug Related Problems Pada Terai Gagal

Ginjal Kronik Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari – Desember 2009. Skripsi

pada FMIPA UII Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Fradgley, S. (2003). Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy)

Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:

PT. Elex Media Komputindo Gramedia.

Gunawan, dkk. (2007). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.

Hahr, Allison J., dan Molitch, Mark E. (2015). Management of Diabetes Mellitus

in Patients with Chronic Kidney Disease. Clinical Diabetes and

Endocrinology. 1, (2), 1-9.

Indriani, L., Bahtiar, A., dan Andrajati, R. (2013). Evaluasi Masalah Terkait Obat

Pada Pasien Rawat Inap Penyakit Ginjal Kronik Di RSUP Fatmawati

Jakarta. Jakarta: Jurnal Managemen dan Pelayanan Farmasi (JMPF).

Ingsathit, A., Thakkinstian, A., Chaiprasert, A., Sangthawan, P., Gojaseni, P.,

Kiattisunthorn, K., ....... Singh, A. K. (2010). Prevalence and risk factors

of chronic kidney disease in the Thai adult population: Thai SEEK study.

Nephrol Dial Transplant. 25, 1567-1575.

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

JNC 8. (2013). 2014 Evidance-Based Guideline for The Management of High

Blood Pressure in Adults, Report From The Panel Members Appointed to

The Eight Joint National Committee (JNC 8). Clinical Review &

Education. JAMA.

Katzung, Bertram G. (2010). Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10. Jakarta:

EGC.

Kappel, J., dan Calissi, P. (2002). Nephrology: 3. Safe Drug Prescribing for

Patients with Renal Insufficiency. Canadian Medical Association

Journal. 166, (4), 473-477.

KDIGO. (2012). KDIGO Clinical Practice Guideline for the Management of

Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney International

Supplements. 2, 337-414.

KDIGO. (2013). KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for The Evaluation and

Management Chronic Kidney Disease. Kidney International

Supplements. 3, 1-150.

KDOQI. (2012). KDOQI Clinical Practice Guideline For Diabetes and CKD:

2012 Update. American Journal of Kidney Disease. 60, (5), 850-886.

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L. (2008). Drug

Information Handbook, 17th edition. USA: Lexi-Comp’s.

Levey, Andrew S., Coresh, J., Balk, E., Kausz, Annamaria T., Levin, A., Steffes,

Michael W., Hogg, Ronald J., Perrone, Ronald D., Lau, J., dan Eknoyan,

G. (2003). National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcome

Quality Initiative (NKF-K/DOQI), K/DOQI Clinical Practice Guideliner

for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and

Stratification. Annals of Internal Medicine. 139, 137-147.

Levey, Andrew S., Eckardt, Kai-Uwe, Tsukamoto, Y., Levin, A., Coresh, J.,

Rossert, J., Zeeuw, Dick De, Hostetter, Thomas H., Lameire, N., dan

Eknoyan, G. (2005). Definition and Classification of Chronic Kidney

Disease: A Position Statement from Kidney Disease: Improving Global

Outcomes (KDIGO). Kidney International. 67, 2089-2100.

Mahmoud, M. A. (2008). Drug Therapy Problems and Quality of Life in Patients

with Chronic Kidney Disease. University Sains Malaysia.

Manley, Harold J., McClaran, Marcy L., Overbay, Debra K., Wright, Marcia A.,

Reid, Gerald M., Bender, Walter L., Neufeld, Timothy K., Hebbar, S.,

dan Muther, Richard S. (2003a). Factors Associated with Medication-

Related Problems in Ambulatory Hemodialysis Patients. American

Journal of Kidney Disease. 41, 386-393.

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Manley, Harold J., Drayer, Debra K., dan Muther, Richard S. (2003b).

Medication-related Problem Type and Appearance Rate in Ambulatory

Hemodialysis Patients. BMC Nephrology. 4, 1-17.

Manley, Harold J., Cannella, Carrie L., Bailie, George R., dan Peter, Wendy L. St.

(2005). Medication-Related Problems in Ambulatory Hemodialysis

Patients: A Pooled Analysis. American Journal Kidney Disease. 46, 669–

680.

Marquito, A. B., Fernandes, N. M., Colugnati, F. A. B., dan Paula, R. B. de.

(2013). Identifying Potential Drug Interactions in Chronic Kidney

Disease Patients. Juiz de Fora : Interdisciplinary Center for Nephrology

Studies Research and Care, Federal University of Juiz de Fora.

Medscape.com. Drug Interactions Checker. Diakses Oktober, 2015.

http://www.medscape.com/druginfo/druginterchecker.

MIMS Indonesia. (2011/2012). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11.

Jakarta: PT Medidata Indonesia.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: PT

Rineka Cipta.

Novita, Inten. (2015). Evaluasi Drug Related Problems pada Pasien Diabetes

Melitus di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara. Skripsi pada FKIK

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: tidak diterbitkan.

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Perkemihan, Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika.

Nurrakhmani, Azizah. (2014). Kerasionalan Penggunaan Antibiotik pada Pasien

Penderita Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (SIRS) di Ruang

Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) Rumah Sakit Angkatan

Laut Dr. Mintohardjo pada Tahun 2012-2013. Skripsi pada Fakultas

FMIPA UI Jakarta: tidak diterbitkan.

PCNE. (2010). PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical

Care Network Europe Foundation, V6.2 revised 14-01-2010vm, 1-9.

Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 58 Tahun 2014

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menteri

Kesehatan RI.

Praktiknya, A. W. (2001). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, Edisi 4. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. C. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, Vol. 2, Edisi 6. Jakarta: EGC.

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rahardjo, P., Susalit, E., dan Suhardjono. (2006). Hemodialisis. Dalam: Sudoyo,

A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Rovers, J. P., Currie, J. D., Hagel, H. P., McDonough, R. P., dan Sobotka, J. L.

(2003). A Practical Guide to Pharmaceutical Care, 2nd edition.

Washington DC: American Pharmaceutical Association.

Siregar, C. J. P., dan Lia, A. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.

Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 7-18.

Siregar, Sofiyan. (2011). Statistika Deskriptif untuk Penelitian: Dilengkapi

Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. Jakarta: Rajawali Pers.

Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. (2002). Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Vol. 1 dan 2, Edisi 8. Jakarta:

EGC.

St. Peter, W. L. (2010). Improving Medication Safety in Chronic Kidney Disease

Patients on Dialysis Through Medication Reconciliation. By National

Kidney Foundation, Inc. All rights reserved.

Stockley, I. H. (2008). Stockley’s Drug Interaction, 8th edition. London:

Pharmaceutical Press.

Sugiyono. (2005). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suharyanto, dan Madjid, A. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Sukandar, E. (2006). Neurologi Klinik, Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi

Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.

Suleymanlar, G., Utas, C., Arinsoy, T., Ates, K., Altun, B., Altiparmak, M. R.,

....... Serdengecti, K. (2011). A population-based survey of Chronic Renal

Disease In Turkey--the CREDIT study. Nephrol Dial Transplant. 26,

1862-1871.

Suwitra, K. (2006). Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A. W., Setiyohadi,

B., Alwi, I., Marcellus, S. K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI.

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.

Jakarta: EGC.

Thawornchaisit, P., Looze, F. de., ....... Sleigh, A. (2015). Health-Risk Factor and

the Prevalence of Chronic Kidney Disease: Cross-Sectional Findings

from a National Cohort of 87 143 Thai Open University Students. Global

Journal of Health Science. 5, (7), 59-72.

USRDS. (2014). CKD in the United States: An Overview of USRDS Annual Data

Report, volume 1. United States.

Walker, R., dan Edward, C. (2003). Clinical Pharmacy and Therapeutics. Third

editions. Pg 247-249, 256-278.

Wortmann R. L. (2009). Gout and Hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC,

Harris ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of

Rheumatolog, 8th edition. Philadelphia: Saunders.

Xue, L., Lou, Y., Feng, X., Wang, C., Ran, Z., dan Zhang, X. (2014). Prevalence

of chronic kidney disease and associated factors among the Chinese

population in Taian, China. BMC Nephrology. 15, 1-6.

Zhang, Qui-Li, dan Rothenbacher, D. (2008). Pravalence of Chronic Kidney

Disease in Population-based studies: Systematic Review. BMC Public

Health. 8, 1-13.

Zhou, Yi-Ting, Yu, Lu-Shan, Zeng, Su, Huang, Yu-Wen, Xu, Hui-Min, dan Zhou,

Quan. (2013). Pharmacokinetic drug–drug interactions between 1,4

dihydropyridine calcium channel blockers and statins: factors

determining interaction strength and relevant clinical risk management.

China: Quan Zhou Department of Pharmacy, The Second Affiliated

Hospital, School of Medicine, Zhejiang University.

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian dari Rumkital Dr.

Mintohardjo

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Surat Persetujuan Pelaksanaan Penelitian di Ruang Administrasi

84 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Kriteria Penilaian DRPs Penyakit Penyerta

pada PGK Tujuan Terapi Terapi Obat Catatan

Hipertensi TD <140/90 mmHg

TD <130/80 mmHg dengan

proteinuria (albuminuria)

(JNC 8, 2013)

1. ACEIs atau ARBs

2. Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida

(eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt)

3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker*

(jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia)

4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB

telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum

menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker)

5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau

vasodilator

(Dipiro, J. T., et al., 2008)

*Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus

dihindari pada pasien lansia-manula.

*Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak

boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker

karena kemungkinan tinggi mengalami

bradikardia berat.

Hipertensi +

Diabetes melitus TD <140/90 mmHg

TD <130/80 mmHg dengan

proteinuria (albuminuria)

(JNC 8, 2013)

Glukosa darah 2 jam PP <140

mg/dl

Gula darah puasa <100 mg/dl

(Anonim, 2005)

HbA1c ~7,0%

(KDOQI, 2012)

1. ACEIs atau ARBs

2. Diuretik atau CCBs atau Beta bloker*; Diuretik Tiazida

(eLFG 30 ml/mnt), Diuretik Loop (eLFG <30 ml/mnt)

3. CCBs (dapat sebagai second-line) atau Beta bloker*

(jika pasien menderita angina, gagal jantung, aritmia)

4. Antagonis aldosteron atau Subgrup CCB lain (jika CCB

telah digunakan) atau alfa bloker (jika belum

menggunakan beta bloker dengan efek alfa bloker)

5. Long acting alfa bloker atau agonis alfa-2 sentral* atau

vasodilator

(Dipiro, J. T., et al., 2008)

*Beta bloker dan CCB nondihidropiridin harus

dihindari pada pasien lansia-manula.

*Agonis alfa-2 sentral (contoh: klonidin) tidak

boleh digunakan bersamaan dengan Beta bloker

karena kemungkinan tinggi mengalami

bradikardia berat.

Diabetes melitus Glukosa darah 2 jam PP <140

mg/dl

Gula darah puasa <100 mg/dl

(Anonim, 2005)

HbA1c ~7,0%

(KDOQI, 2012)

1. Insulin, terutama untuk DM tipe 1

2. Metformin, lini-pertama untuk DM tipe 2 (eLFG 45

ml/mnt)

3. Penghambat Alfa-glukosidase atau Penghambat

Dipeptidil 4-peptidase atau Analog inkretin atau

Tiazolidindion

4. Sulfonilurea atau Meglitinida

(KDOQI, 2012)

*Metformin sebagai lini-pertama dengan dosis

disesuaikan dengan fungsi ginjal. Jika eLFG <30

ml/mnt maka hentikan penggunaan metformin.

*Penambahan obat antidiabetes disarankan yang

memiliki resiko rendah hipoglikemia (urutan

resiko hipoglikemia dari rendah-tinggi: no 2 <3

<4 <1).

*Sulfonilurea yang aman pada pasien PGK

85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(beberapa butuh penyesuaian dosis terkait fungsi

ginjal): Glipizid, Glikuidon, Gliklazid,

Glimepirid.

*Meglitinida (penyesuaian dosis terkait fungsi

ginjal jika eLFG <30 ml/mnt): Repaglinida,

Nateglinida.

*Penghambat Alfa-glukosidase: Akarbose

(eLFG <30 ml/mnt: obat dihindari), Miglitol

(eLFG <25 ml/mnt: obat dihindari).

*Penghambat Dipeptidil 4-peptidase yang aman

pada pasien PGK (beberapa butuh penyesuaian

dosis terkait fungsi ginjal): Linagliptin,

Saxagliptin, Sitagliptin, Vildagliptin.

*Analog inkretin: Exenatida (eLFG <30 ml/mnt:

obat tidak direkomendasikan), Liraglutida

(eLFG <60 ml/mnt: obat tidak

direkomendasikan)

*Tiazolidindion yang aman pada pasien PGK:

Pioglitazon dan Rosiglitazon

Anemia Hb >10 g/dl

(PERNEFRI, 2011)

Mecobalamin, Asam folat, Garam besi (Sulfas ferrosus,

Sangobion), transfusi darah

Dispepsia Antasida, Antihistamin RH-2, proton pump inhibitor (PPI),

prokinetik

(Dipiro, J. T., et al., 2008)

Oedema Diuretik

Hiperlipidemia Total kolesterol <200 mg/dl

LDL kolesterol <130 mg/dl

HDL kolesterol >40 mg/dl

Trigliserida <150 mg/dl

(Dipiro, J. T., et al., 2008;

Laboratorium Rumkital Dr.

mintohardjo)

1. Statin (Atorvastatin, Fluvastatin, Lovastatin, Pravastatin,

Rosuvastatin, Simvastatin)

2. Sekuestran asam empedu (Cholestipol, Cholestyramine,

Colesevelam)

3. Asam fibrat* (Clofibrate, Gemfibrozil, Bezafibrate,

Fenofibrate, Ciprofibrate)

4. Golongan lain (Ezetimibe, Niacin)

(KDOQI, 2012)

*Asam fibrat yang aman pada pasien PGK

(butuh penyesuaian dosis terkait fungsi ginjal):

Gemfibrozil, Clofibrate (obat dihindari pada

pasien dengan ginjal pengganti).

*Hampir semua golongan asam fibrat aman

pada pasien PGK dengan stadium 3.

Hiperurisemia Asam urat <6 mg/dl Penghambat xantin oksidase (Allopurinol) atau Urikosurik *Penghambat xantin oksidase (Allopurinol)

86 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Price, S. A., dan Wilson, L. M.

C., 2006).

(Probenesid, Sulfinpirazon)

(Dipiro, J. T., et al., 2008)

lebih sesuai untuk pasien PGK.

*Urikosurik bekerja dengan meningkatkan

klirens asam urat di ginjal. Kurang sesuai untuk

pasien PGK.

Hiperkalemia K+ 3,4 – 4,5 mmol/l

(Laboratorium Rumkital Dr.

mintohardjo)

Kalitake, hemodialisis (HD)

Hipokalsemia Ca2+ 8,6 – 10,3 mmol/l

(Laboratorium Rumkital Dr.

mintohardjo)

Ca gluconas, hemodialisis (HD)

87 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Total protein 7.2 g/dL

Albumin 2.8 g/dL

Globulin 4.4 g/dL

Hari ke-5:

Na 130 mmol/L

K 3.9 mmol/L

Cl 89 mmol/L

Ca 7.7 mg/dL

Pasien : 1

L/P : P

Usia : 69 th

BB : 50 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 9/10/14 – 20/10/14 (12 hari)

Riw. Penyakit : DM, Hipertensi

Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia

Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, batuk riak berwarna kuning

sejak 1 hari SMRS, demam sejak 1 hari SMRS, badan pegal-pegal dan lemas,

tidak mau makan dan minum, pusing, gatal-gatal

Keluhan selama dirawat : Sesak napas, sakit kepala, lemas, batuk, demam,

tangan kanan bengkak, pinggang pegal, tidak BAB, badan terasa sakit (nyeri),

nafsu makan menurun, ngilu di seluruh badan, badan pegal-pegal

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hipertensi, Leukositosis,

Hiperurisemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 180/100

Hari ke-2: 140/90

Hari ke-3: 150/80

Hari ke-4: 150/80

Hari ke-5: 190/80

Hari ke-6: 150/80

Hari ke-7: 140/80

Hari ke-8: 140/90

Hari ke-9: 150/90

Hari ke-10: 150/80

Hari ke-11: 160/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 301

Hari ke-2: GD 315

Hari ke-3: GD 259

Hari ke-4: GD 233

Hari ke-5: GD 274

Hari ke-6: GDS 331

Hari ke-7: GD 223

Hari ke-8: GD 207

Hari ke-9: GD 176

Hari ke-10: GD 124

Hari ke-11: GD 134

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 69

Cr 4.5

eLGF 10.3 mL/mnt

AST (SGOT) 79

ALT (SGPT) 45

Hari ke-5:

Asam urat 9.0

Darah

Hari ke-1:

Hb 4.4 g/dL 8.1 g/dL

Leukosit 20800 /mcL

24300 /mcL

Trombosit 533000 /mcL

506000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 7.1 g/dL

Leukosit 25000 /mcL

Trombosit 497000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 5.1 g/dL

Leukosit 20600 /mcL

Trombosit 595000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 5.0 g/dL

Leukosit 19400 /mcL

Trombosit 500000 /mcL

Hari ke-7:

Hb 6.9 g/dL

Leukosit 17300 /mcL

Trombosit 484000 /mcL

Hari ke-9:

Hb 9.1 g/dL

Leukosit 16200 /mcL

Trombosit 360000 /mcL

Hari ke-11:

Hb 7.9 g/dL

Leukosit 13800 /mcL

Trombosit 313000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Meropenem 3x1 g IV

Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Bisolvon 1x inhalasi (1 ml obat+2 ml NaCl) Inhalasi

Myonal 3x50 mg Oral

Meloxicam 2x7,5 mg Oral

PCT 3x500 mg Oral

Novorapid 3x10 IU SC

Lodem 2x30 mg Oral

Eclid 2x100 mg Oral

Dulcolax 3x5 mg Oral

Neurodex 2x1 tab Oral

Lampiran 5. Data Pasien

88 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 2

L/P : P

Usia : 69 th

BB : 50 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 26/10/14 – 30/10/14 (5 hari)

Riw. Penyakit : CKD, DM, Hipertensi

Diagnosa masuk : CKD on HD, Sesak napas

Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, nyeri pinggang

Keluhan selama dirawat : Sesak napas, pegal-pegal, bengkak, lemas, tidak nafsu

makan

Kondisi keluar : Meninggal

Diagnosa keluar : CKD on HD, Cholelithiasis dan Cholecystitis, HHD, DM

tipe 2, Bronkopneumonia, Leukositosis, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/80

Hari ke-2: 140/90

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 120/80

Hari ke-5: 150/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 126

Hari ke-2: GD 104

Hari ke-3: GD 116

Hari ke-4: GD 164

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 133

Cr 5.1

eLFG 9.0 mL/mnt

Asam urat 5.3

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.7 g/dL

Leukosit 13000 /mcL

Trombosit 292000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 6.6 g/dL

Leukosit 11100 /mcL

Trombosit 265000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x25 mg Oral

Neurodex 2x1 tab Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 135 mmol/L

K 3.6 mmol/L

Cl 91 mmol/L

Hari ke-2:

Total protein 6.1 g/dL

Albumin 2.7 g/dL

Globulin 3.4 g/dL

89 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 3

L/P : L

Usia : 61 th

BB : 60 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 14/7/14 – 16/7/14 (3 hari)

Riw. Penyakit : DM tipe 2

Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris

Keluhan masuk : Demam dan menggigil saat akan HD, sesak napas, pusing,

nyeri perut, lemas, intake sulit

Keluhan selama dirawat : Demam, kesadaran apatis-samnolen, lemas

Kondisi keluar : Lemas, sesak napas

Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 151/66

Hari ke-2: 110/70

Hari ke-3: 140/80

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 216

Cr 8.2

eLFG 7.11 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 8.3 g/dL

Leukosit 19200 /mcL

Trombosit 164000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 8.1 mg/dL

Leukosit 28500 /mcL

Trombosit 183000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Dobutamine 8 mcg IV (drip)

PCT 1x1 g IV

90 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 4

L/P : P

Usia : 74 th

BB : 43 kg

Stg : 4

Lama dirawat : 13/10/14 – 16/110/14 (4 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 3 th lalu

Diagnosa masuk : CKD on HD, Kejang setelah HD

Keluhan masuk : Kejang +/- 5 menit setelah HD, kejang sebelumnya +, setelah

kejang tidak sadarkan diri, pusing

Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, pusing berputar, nyeri dada

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD on HD, Seizure, Anemia, Hipertensi, Hipokalemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 180/90

Hari ke-2: 140/80

Hari ke-3: 140/80

Hari ke-4: 130/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 193

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 34

Cr 2.2

eLFG 23.2 mL/mnt

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x25 mg Oral

Diazepam 1x1/2 ampul IV

Fenitoin 3x100 mg Oral

Mertigo 3x6 mg Oral

KSR 3x600 mg Oral

Amdixal 1x5 mg Oral

Meloxicam 2x7,5 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 130 mmol/L

K 3.2 mmol/L

Cl 90 mmol/L

Ca 9.7 mg/dL

pH 7.36

PCO2 33.0 mmHg

HCO3 18.3 mmol/L

91 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 5

L/P : L

Usia : 26 th

BB : 54 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 31/5/14 – 13/6/14 (14 hari)

Riw. Penyakit : Demam typhoid

Diagnosa masuk : Anemia

Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah-muntah dari

bulan februari, pusing

Keluhan selama dirawat : Sesak napas, BAK berdarah, batuk, lemas, demam

Kondisi keluar : Sesak napas

Diagnosa keluar : CKD, Dispnea, Dispepsia, Leukositosis, Hematuria,

Hipertensi, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/110

Hari ke-2: 140/80

Hari ke-3: 140/100

Hari ke-4: 140/100

Hari ke-5: 140/100

Hari ke-6: 140/80

Hari ke-7: 120/80

Hari ke-8: 120/70

Hari ke-9: 100/60

Hari ke-10: 110/70

Hari ke-11: 120/80

Hari ke-12: 140/90

Hari ke-13: 140/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 92

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 245

Cr 25.6

eLFG 2.28 mL/mnt

AST (SGOT) 11

ALT (SGPT) 8

Hari ke-3:

eLFG 2.0 mL/mnt

Hari ke-4:

Ur 211

Cr 18.3

eLFG 3.35 mL/mnt

Hari ke-12:

Ur 145

Cr 15.2

eLFG 4.15 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 6.0 g/dL

Leukosit 10800 /mcL

Trombosit 207000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 6.6 g/dL

Leukosit 12300 /mcL

Trombosit 263000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 6.5 g/dL

Leukosit 15600 /mcL

Trombosit 193000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 7.9 g/dL

Leukosit 14300 /mcL

Trombosit 204000 /mcL

Hari ke-9:

Hb 7.0 g/dL

Leukosit 38400 /mcL

Trombosit 96000 /mcL

Hari ke-12:

Hb 7.8 g/dL

Leukosit 28200 /mcL

Trombosit 104000 /mcL

Terapi Obat

Bifotik 2x1 g IV

Lasix 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV

Ondansetron 3x8 mg IV

KCl 25 mEq IV (drip)

OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg IV, oral

OBH 3x1C Oral

PCT 3x500 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 135 mmol/L

K 3.97 mmol/L

Cl 89 mmol/L

pH 7.39

PCO2 16.9 mmHg

HCO3 9.9 mmol/L

Hari ke-3:

Na 138 mmol/L

K 4.0 mmol/L

Cl 84 mmol/L

pH 7.10

PCO2 12.8 mmHg

HCO3 3.8 mmol/L

Hari ke-4:

Na 138 mmol/L

K 2.8 mmol/L

Cl 86 mmol/L

pH 7.40

PCO2 17.3 mmHg

HCO3 10.6 mmol/L

Hari ke-7:

Na 138 mmol/L

K 4.6 mmol/L

Cl 98 mmol/L

92 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 6

L/P : L

Usia : 26 th

BB : 53 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 6/10/14 – 10/10/14 (5 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi

Diagnosa masuk : CKD on HD, Anemia

Keluhan masuk : Batuk berdahak warna riak kuning sejak 2 hari SMRS,

pusing, lemas, sesak napas, BAK banyak

Keluhan selama dirawat : Sesak napas, batuk, mual, lemas

Kondisi keluar : Sesak napas

Diagnosa keluar : CKD on HD, Bronkitis, Anemia, Hipertensi

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 130/80

Hari ke-2: 130/70

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 160/110

Hari ke-5: 150/100

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 70

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Cr 13.5

eLGF 4.8 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 5.9 g/dL

Leukosit 7200 /mcL

Trombosit 276000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 6.4 g/dL

Leukosit 8900 /mcL

Trombosit 249000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 8.5 g/dL

Leukosit 10200 /mcL

Trombosit 228000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Adalat oros ER 1x30 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Ambroxol 3x30 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

93 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 7

L/P : P

Usia : 49 th

BB : 64 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 16/4/14 – 25/4/14 (10 hari)

Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Penyakit jantung. Alergi amoxicillin

Diagnosa masuk : CKD

Keluhan masuk : Bengkak pada kedua kaki sejak 3 minggu SMRS, bengkak

akan kempis saat istirahat dan membengkak saat beraktivitas. Mual apabila perut

kosong dan bila terisi makanan setelahnya pasien akan BAB dengan konsistensi

cair, batuk kering

Keluhan selama dirawat : Kaki masih bengkak, mual, nyeri pinggang kiri, diare,

batuk kering, sesak napas, perut mulas, kembung

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD endstage, Diare akut, HHD, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 180/80

Hari ke-2: 180/80

Hari ke-3: 180/80

Hari ke-4: 180/70

Hari ke-5: 180/70

Hari ke-6: 160/80

Hari ke-7: 170/80

Hari ke-8: 160/70

Hari ke-9: 170/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 74

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-2:

Ur 144

Cr 7.5

eLGF 6.12 mL/mnt

AST (SGOT) 12

ALT (SGPT) 10

Hari ke-4:

eLFG 1.62 mL/mnt

Hari ke-6:

Ur 129

Cr 5.1

eLFG 9.56 mL/mnt

Hari ke-9:

Ur 88

Cr 5.7

eLFG 8.4 mL/mnt

Darah

Hari ke-2:

Hb 6.2 g/dL

Leukosit 5800 /mcL

Trombosit 183000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 8.0 g/dL

Leukosit 6300 /mcL

Trombosit 170000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp; 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral

1x40 mg

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

New diatabs 3x600 mg Oral

Imodium 3x2 mg Oral

Ambroxol 3x2Cth (10 mL) Oral

Dextromethorphan HBr 3x1 tab (15 mg) Oral

94 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 8

L/P : P

Usia : 80 th

BB : 52 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 15/8/14 – 22/8/14 (8 hari)

Riw. Penyakit : -

Diagnosa masuk : Anemia, CKD, HHD

Keluhan masuk : Pusing, mual dan muntah sejak 1 minggu SMRS, lemas dan

berkeringat, sesak napas jika habis jalan, berkurang bila istirahat, kaki

kesemutan

Keluhan selama dirawat : -

Kondisi keluar : Lemas

Diagnosa keluar : CKD ec Hipertensi, Anemia, Hiperlipidemia, Hiperurisemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 120/80

Hari ke-2: 140/80

Hari ke-3: 190/100

Hari ke-4: 170/100

Hari ke-5: 160/80

Hari ke-6: 140/100

Hari ke-7: 160/80

Hari ke-8: 150/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1:

GDP 105

G2PP 129

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 125

Cr 7.43

eLGF 5.6 mL/mnt

Asam urat 7.2

AST (SGOT) 7

ALT (SGPT) 5

Trigliserida 187

Total kolesterol 223

HDL kolesterol 38

LDL kolesterol 158

Hari ke-3:

eLFG 7.0 mL/mnt

Hari ke-4:

Ur 146

Cr 6.9

eLFG 6.10 mL/mnt

Ur II 53

Cr II 2.9

eLFG 16.6 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 6.6 g/dL

Leukosit 9720 /mcL

Trombosit 299000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 7.3 g/dL

Leukosit 9700 /mcL

Trombosit 242000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 8.3 g/dL

Leukosit 10200 /mcL

Trombosit 235000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral

1x40 mg

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x1 tab Oral

OMZ 2x20 mg Oral

Amlodipine 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x25 mg Oral

Allopurinol 3x100 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 139 mmol/L

K 3.0 mmol/L

Cl 97 mmol/L

pH 7.22

PCO2 54.6 mmHg

HCO3 22.1 mmol/L

Hari ke-4:

Na 140 mmol/L

K 4.7 mmol/L

Cl 105 mmol/L

pH 7.31

PCO2 38.7 mmHg

HCO3 19.2 mmol/L

95 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 9

L/P : P

Usia : 55 th

BB : 66 kg

Stg : 3

Lama dirawat : 16/6/14 – 20/6/14 (5 hari)

Riw. Penyakit : Anemia, Hipertensi, DM tidak terkontrol

Diagnosa masuk : CKD, Anemia, Hipertensi, DM

Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, pusing sejak 1 hari SMRS, mual

saat makan, nyeri pinggang, BAB 3x per hari cair berwarna hitam, kaki kanan

terasa lemas saat berjalan

Keluhan selama dirawat : Dada sakit, batuk kering, lemas, sesak napas, pusing,

gatal-gatal, demam

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Hipertensi, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/60

Hari ke-2: 180/100

Hari ke-3: 180/80

Hari ke-4: 170/90

Hari ke-5: 150/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1:

GDS 165

GDP 184

Hari ke-2: GD 150

Hari ke-3: GDS 136

Hari ke-4: GD 130

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 52

Cr 1.3

eLFG 45.2 mL/mnt

AST (SGOT) 10

ALT (SGPT) 7

Hari ke-4:

eLFG 51.0 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 5.8 g/dL

Leukosit 9100 /mcL

Trombosit 430000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 8.8 g/dL

Leukosit 12300 /mcL

Trombosit 395000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 9.7 g/dL

Leukosit 7200 /mcL

Trombosit 341000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 10.6 g/dL

Leukosit 6300 /mcL

Trombosit 322000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral

1x40 mg

Novorapid 3x10 IU SC

Amlodipine 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

PCT 1x500 mg Oral

Glimepiride 1x2 mg Oral

Metformin 3x500 mg Oral

96 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Darah

Hari ke-1:

Hb 8.0 g/dL

Leukosit 15100 /mcL

Trombosit 446000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 8.4 g/dL

Leukosit 13600 /mcL

Trombosit 434000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 10.3 g/dL

Leukosit 13500 /mcL

Trombosit 478000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 9.3 g/dL

Leukosit 11300 /mcL

Trombosit 457000 /mcL

Pasien : 10

L/P : P

Usia : 55 th

BB : 60 kg

Stg : 3

Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari)

Riw. Penyakit : Maag, Hipertensi, DM

Diagnosa masuk : Nefropati Diabetikum

Keluhan masuk : Lemas sejak 2 hari SMRS, makan dan minum berkurang

karena perut nyeri, nyeri disertai mual, pusing, BAB 3x lembek

Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing, nyeri perut, nafsu makan

berkurang, terdapat benjolan di leher dan terasa nyeri, diare cair, BAB hitam

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD, DM tipe 2, Anemia, Hipertensi, Dispepsia,

Leukositosis, Limfadenitis coli kiri

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 130/80

Hari ke-2: 120/90

Hari ke-3: 130/70

Hari ke-4: 110/80

Hari ke-5: 120/80

Hari ke-6: 120/80

Hari ke-7: 140/90

Hari ke-8: 110/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 165

Hari ke-2: GD 168

Hari ke-3: GD 109

Hari ke-4: GD 102

Hari ke-5: GD 163

Hari ke-6: GD 108

Hari ke-7: GD 105

Hari ke-8: GD 104

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 46

Cr 1.4

eLFG 41.5 mL/mnt

Terapi Obat

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml); IV, oral

2x150 mg

Ondansetron 3x8 mg IV

Cefotaxime 2x1 g IV

Cefixime 2x100 mg Orl

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Metformin 2x500 mg Oral

Glimepiride 1x2 mg Oral

Asam mefenamat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

Sulfas ferrosus 2x300 mg Oral

New diatabs 1 tab (600mg) setiap setelah BAB Oral

OMZ 2x20 mg Oral

Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral

97 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 11

L/P : L

Usia : 50 th

BB : 62 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 9/10/14 – 13/10/14 (5 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi

Diagnosa masuk : CKD, Anemia

Keluhan masuk : Sesak napas, mual, muntah, badan gatal, intake sulit

Keluhan selama dirawat : Mual, sesak napas, nafsu makan menurun, badan

terasa gatal

Kondisi keluar : Sesak napas, badan terasa gatal

Diagnosa keluar : CKD end stage, HHD, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 169/99

Hari ke-2: 140/90

Hari ke-3: 150/90

Hari ke-4: 140/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 80

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 206

Cr 17.6

eLFG 3.0 mL/mnt

AST (SGOT) 16

ALT (SGPT) 11

Hari ke-2:

Asam urat 5.2

Trigliserida 214

Total kolesterol 150

Hari ke-3:

eLFG 4.2 mL/mnt

Hari ke-5:

Ur 208

Cr 22.8

eLFG 2.3 ml/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 10.8 g/dL 9.2 g/dL

Leukosit 3200 /mcL

3200 /mcL

Trombosit 137000 /mcL

165000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 8.5 g/dL

Leukosit 4900 /mcL

Trombosit 215000 /mcL

Terapi Obat

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Ondansetron 3x4 mg IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Amlodipine 1x5 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 128 mmol/L

K 3.9 mmol/L

Cl 96 mmol/L

Hari ke-5:

Na 131 mmol/L

K 4.2 mmol/L

Cl 98 mmol/L

98 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 12

L/P : P

Usia : 48 th

BB : 45 kg

Stg : 3

Lama dirawat : 24/6/14 – 1/7/14 (8 hari)

Riw. Penyakit : TB paru positif 4 bulan yang lalu. Pasien sudah minum obat,

sekarang gejala batuk berkurang. DM, pernah minum metformin +, insulin –

Diagnosa masuk : Leukositosis, DM tipe 2, Nefropati diabetikum

Keluhan masuk : Muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, muntah 2-3 kali

sehabis makan, mual, pusing kadang-kadang, nyeri kepala dan memutar, lemas

sehingga tidak mandiri ke kamar mandi, kesemutan dan baal di kaki, luka dikaki

tidak ada

Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, nyeri dada, pusing

Kondisi keluar : Lemas, nyeri dada

Diagnosa keluar : CKD, Hipertensi, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 110/70

Hari ke-2: 100/80

Hari ke-3: 120/60

Hari ke-4: 100/60

Hari ke-5: 100/60

Hari ke-6: 110/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 294

Hari ke-2: GD 275

Hari ke-3: GD 135

Hari ke-4: GD 166

Hari ke-5: GD 163

Hari ke-7: GD 182

Hari ke-8: GD 161

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Cr 3.1

eLFG 17.04 mL/mnt

Asam urat 5.9

Hari ke-4:

Ur 148

Cr 3.0

eLFG 17.70 mL/mnt

Hari ke-8:

eLFG 53.0 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 11.3 g/dL

Leukosit 17900 /mcL

Trombosit 340000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 9.4 g/dL

Leukosit 10100 /mcL

Trombosit 272000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Glucobay 3x100 mg Oral

Metformin 3x500 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Amlodipine 1x5 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Rimactazid 450/300 mg 1x1 kapl Oral

99 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

100 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pasien : 13

L/P : L

Usia : 61 th

BB : 83 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 1/7/14 – 8/7/14 (8 hari)

Riw. Penyakit : Pasien disarankan untuk cuci darah sejak 6 bulan yang lalu tapi pasien

menolak dan minum obat ginjal

Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD pro HD

Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 hari SMRS, mual, muntah berlendir, batuk berdahak

Keluhan selama dirawat : Demam, menggigil, mual, sesak napas

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : Asidosis metabolik berat ec CKD stg 5, HHD dengan oedema paru akut,

Anemia, CAD, DM tipe 2, Leukositosis, Hiperkalemia, Hipokalsemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 157/84

Hari ke-2: 182/87

Hari ke-3: 167/78

Hari ke-4: 160/80

Hari ke-5: 140/90

Hari ke-6: 150/90

Hari ke-7: 150/70

Hari ke-8: 110/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1:

GDS 122

GD 252

Hari ke-2: GDS 83

Hari ke-3: GDS 80

Hari ke-4: GD 239

Hari ke-5: GD 273

Hari ke-6: GD 227

Hari ke-7: GD 205

Hari ke-8: GD 155

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 212

Cr 16.2

eLFG 3.25 mL/mnt

Ur II 135

Cr II 8.4

eLFG 7.0 mL/mnt

AST (SGOT) 31

ALT (SGPT) 20

Hari ke-2:

Ur 180

Cr 12.8

eLFG 4.26 mL/mnt

Hari ke-3:

Ur 193

Cr 11.8

eLFG 4.68 mL/mnt

Ur II 112

Cr II 8.7

eLFG 6.65 mL/mnt

AST (SGOT) 21

ALT (SGPT) 14

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.4 g/dL

Leukosit 13200 /mcL

Trombosit 365000

/mcL

Hari ke-2:

Hb 7.6 g/dL

Leukosit 14000 /mcL

Trombosit 274000

/mcL

Hari ke-3:

Hb 7.4 g/dL

Leukosit 13900 /mcL

Trombosit 232000

/mcL

Hari ke-7:

Hb 7.1 g/dL

Leukosit 10200 /mcL

Trombosit 130000

/mcL

Terapi Obat

Ceftriaxone 3x1 g IV

Cefoperazone 2x1 g IV

Ondansetron 2x8 mg IV

OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); 2x20 mg IV, oral

Lasix 10 mg/jam (drip); IV

2x1 amp (20 mg/2 ml)

Farsorbid 10 mcg/menit drip, dinaikkan IV, oral

10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis

200 mcg/menit; 3x10 mg

Ca gluconas 2x1 (10 ml, Ca gluconas 10%) IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Neurodex 2x1 tab Oral

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Diovan 1x80 mg Oral

Clonidine 3x0,15 mg Oral

PCT 3x500 mg Oral

Gliquidone 1x1,5 tab (45 mg) Oral

Glucobay 3x100 mg Oral

Domperidone 3x10 mg Oral

Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 132 mmol/L

K 5.1 mmol/L

Cl 103 mmol/L

pH 7.22

PCO2 31.4 mmHg

HCO3 12.9 mmol/L

Total protein 7.8 g/dL

Albumin 3.6 g/dL

Globulin 4.2 g/dL

Hari ke-2:

Na 133 mmol/L

K 5.2 mmol/L

Cl 103 mmol/L

Total protein 6.9 g/dL

Albumin 3.5 g/dL

Globulin 3.4 g/dL

Hari ke-3:

Na 135 mmol/L

K 4.6 mmol/L

Cl 103 mmol/L

Ca 6.9 mg/dL

Hari ke-5:

Ca 6.8 mg/dL

Hari ke-8:

Na 131 mmol/L

K 5.0 mmol/L

Cl 97 mmol/L

Total protein 5.4 g/dL

Albumin 3.7 g/dL

Globulin 1.7 g/dL

(lanjutan)

101 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 14

L/P : P

Usia : 43 th

BB : 50 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 19/9/14 – 3/10/14 (15 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi

Diagnosa masuk : CKD, Anemia

Keluhan masuk : CKD stg 5 pro HD (pasang doublelument)

Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, nyeri di daerah pemasangan

doublelument, mual, sakit (nyeri) di kaki dan bengkak, susah BAB

Kondisi keluar : Lemas, kaki masih sakit (nyeri)

Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Hipertensi, Hiperurisemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 160/90

Hari ke-2: 200/100

Hari ke-3: 160/100

Hari ke-4: 170/90

Hari ke-5: 150/100

Hari ke-6: 130/80

Hari ke-7: 140/100

Hari ke-8: 139/102

Hari ke-9: 130/90

Hari ke-10: 150/100

Hari ke-11: 140/90

Hari ke-12: 131/100

Hari ke-13: 120/80

Hari ke-14: 120/80

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-2:

Ur 92

Cr 3.7

eLFG 14.21 mL/mnt

AST (SGOT) 12

ALT (SGPT) 9

Hari ke-4:

Ur 107

Cr 3.7

eLFG 14.21 mL/mnt

Hari ke-6:

Ur 114

Cr 3.9

eLFG 13.37 mL/mnt

Ur II 67

Cr II 2.5

eLFG 22.34 mL/mnt

Asam urat 9.9

Hari ke-8:

Ur II 29

Cr II 2.5

eLFG 22.34 mL/mnt

Darah

Hari ke-2:

Hb 9.7 g/dL

Leukosit 10300 /mcL

Trombosit 269000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x160 mg Oral

Prorenal 3x1 tab Oral

Myonal 3x50 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Cefixime 2x100 mg Oral

Mecobalamin 3x500 mcg Oral

Gabexal 3x100 mg Oral

Ketesse 3x25 mg Oral

Allopurinol 2x100 mg Oral

OMZ 2x20 mg Oral

Glucosamine 3x250 mg Oral

Dulcolax 3x5 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-2:

Total protein 6.1 g/dL

Albumin 4.3 g/dL

Globulin 1.8 g/dL

Hari ke-13:

Ca 8.4 mg/dL

102 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 15

L/P : L

Usia : 51 th

BB : 65 kg

Stg : 3

Lama dirawat : 13/8/14 – 19/8/14 (7 hari)

Riw. Penyakit : DM tipe 2, Liver, Efusi pleura/oedema paru

Diagnosa masuk : Dispnea ec CHF, DM tipe 2

Keluhan masuk : Sesak napas sejak 2 minggu SMRS, saat tidur pasien

terbangun akibat napas terasa hilang, kaki bengkak sejak 1 minggu SMRS, batuk

berdahak warna bening, perut terasa nyeri saat batuk, kalau malam susah tidur

Keluhan selama dirawat : BAK sakit, BAK sakit, sulit tidur saat malam

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD, CHF ec HHD, Hipertensi, DM tipe 2, Hiperlipidemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/100

Hari ke-2: 120/90

Hari ke-3: 110/80

Hari ke-4: 140/100

Hari ke-5: 140/100

Hari ke-6: 160/100

Hari ke-7: 140/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 222

Hari ke-2: GDS 212

Hari ke-3: GD 72

Hari ke-4: GD 118

Hari ke-5: GD 159

Hari ke-6: GD 155

Hari ke-7: GD 140

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 48

Cr 1.7

eLFG 45.4 mL/mnt

Hari ke-7:

Trigliserida 102

Total kolesterol 224

HDL kolesterol 35

LDL kolesterol 169

Darah

Hari ke-1:

Hb 12.6 g/dL

Leukosit 9500 /mcL

Trombosit 102000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 12.9 g/dL

Leukosit 11900 /mcL

Trombosit 107000 /mcL

Hari ke-7:

Leukosit 10600 /mcL

Terapi Obat

Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral

1x40 mg

Captopril 3x25 mg Oral

Aldactone 1x25 mg Oral

Farsorbid 3x5 mg Oral

Lansoprazole 1x30 mg Oral

Glimepiride 1x2 mg Oral

Metformin 3x500 mg Oral

Glucobay 3x1 tab; 2x1 tab (100 mg) Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

Diovan 1x160 mg Oral

Amlodipine 1x10 mg Oral

Alprazolam 1x0,5 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-3:

Na 139 mmol/L

K 3.6 mmol/L

Cl 105 mmol/L

103 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 16

L/P : L

Usia : 51 th

BB : 92 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 15/9/14 – 18/9/14 (4 hari)

Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi

Diagnosa masuk : CKD, Febris 5 hari

Keluhan masuk : Demam naik-turun sejak 5 hari SMRS, mual, nafsu makan

menurun

Keluhan selama dirawat : Sedikit sesak napas

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Anemia ec CKD, DM tipe 2, Hipertensi

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 110/70

Hari ke-2: 140/80

Hari ke-3: 140/90

Hari ke-4: 140/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 235

Hari ke-2: GD 167

Hari ke-3: GD 173

Hari ke-4: GD 131

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 135

Cr 9.8

eLFG 6.0 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 8.0 g/dL

Leukosit 7700 /mcL

Trombosit 198000 /mcL

Terapi Obat

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Ondansetron 3x8 mg IV

Amlodipine 1x5 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

PCT 3x500 mg Oral

Gliquidone 1-0,5-0 tab (30 mg) Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 129 mmol/L

K 4.3 mmol/L

Cl 102 mmol/L

104 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 17

L/P : L

Usia : 51 th

BB : 93 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 22/9/14 – 25/9/14 (4 hari)

Riw. Penyakit : CKD on HD

Diagnosa masuk : CKD on HD, Hematemesis

Keluhan masuk : Muntah darah warna merah kehitaman sejak 1 hari SMRS,

merasa panas dingin dan pusing

Keluhan selama dirawat : Batuk keluar darah sedikit, sesak napas, lemas, mual,

diare, cegukan

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, DM tipe 2, Hiperkalemia,

Leukositosis, Hematemesis

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 130/70

Hari ke-2: 110/80

Hari ke-3: 120/80

Hari ke-4: 120/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 228

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 177

Cr 11.4

eLFG 5.0 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.3 g/dL

Leukosit 16200 /mcL

Trombosit 325000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Ondansetron 3x8 mg IV

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Diaversa 1x2 mg Oral

Eclid 3x100 mg Oral

Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral

New diatabs 3x600 mg Oral

Chlorpromazine 1x1/4 tab (25 mg) Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 134 mmol/L

K 4.8 mmol/L

Cl 92 mmol/L

105 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 18

L/P : P

Usia : 63 th

BB : 60 kg

Stg : 4

Lama dirawat : 7/9/14 – 20/9/14 (14 hari)

Riw. Penyakit : DM +/- 10 th, terpasang doublelument +/- 1 bulan yang lalu

Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), DM

Keluhan masuk : Tidak sadar sejak +/- 3 jam SMRS, lemas, kaki sakit

terutama yang kiri, demam kadang

Keluhan selama dirawat : Demam (infeksi), sering haus, lemas, nyeri seluruh

badan, nyeri kaki dan pinggang, nafsu makan menurun, susah BAB, sariawan

Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian

Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, DM tipe 2, DVT, Osteoarthritis,

Leukositosis, Hiperurisemia, Trombositopenia, Hipokalemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 110/70

Hari ke-2: 130/80

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 110/70

Hari ke-5: 100/100

Hari ke-6: 110/70

Hari ke-7: 110/60

Hari ke-8: 120/70

Hari ke-9: 120/80

Hari ke-10: 120/70

Hari ke-11: 110/70

Hari ke-12: 110/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 46

Hari ke-2: GD 99

Hari ke-3: GD 367

Hari ke-4: GD 190

Hari ke-5: GD 250

Hari ke-6: GD 115

Hari ke-7: GD 312

Hari ke-8: GD 212

Hari ke-9: GD 165

Hari ke-10: GD 167

Hari ke-11: GD 212

Hari ke-12: GD 146

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 150

Cr 2.5

eLFG 20.7 mL/mnt

Hari ke-2:

Asam urat 7.4

AST (SGOT) 24

ALT (SGPT) 19

Darah

Hari ke-1:

Hb 11.1 g/dL

Leukosit 16800 /mcL

Trombosit 62000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 10.8 g/dL

Leukosit 24700 /mcL

Trombosit 28000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 11.3 g/dL

Leukosit 22400 /mcL

Trombosit 100000 /mcL

Hari ke-10:

Hb 8.3 mg/dL

Leukosit 17100 /mcL

Trombosit 74000 /mcL

Hari ke-13:

Hb 7.8 g/dL

Leukosit 9000 /mcL

Trombosit 140000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Meropenem 2x1 g IV

Methylprednisolone 2x1 IV

Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV

PCT 1x500 mg Oral

Dobutamine 4 mcg IV (drip)

Novorapid 3x5 IU; 2x4 IU; 3x4 IU SC

Lantus 1x10 IU SC

Amlodipine 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Dulcolax 1x1 suppos (10 mg) Suppos

Meloxicam 1x15 mg Oral

Mycostatin 3x1 ml (100000 IU/ml) Oral (drops)

Gliquidone 1x30 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-2:

Na 134 mmol/L

K 2.8 mmol/L

Cl 100 mmol/L

Ca 7.4 mg/dL

Total protein 5.7 g/dL

Albumin 2.7 g/dL

Globulin 3.0 g/dL

106 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 19

L/P : L

Usia : 68 th

BB : 42 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 26/7/14 – 5/8/14 (11 hari)

Riw. Penyakit : Penyakit ginjal (kencing batu, ginjal kanan 2 th lalu)

Diagnosa masuk : CKD, Febris

Keluhan masuk : Demam dan menggigil sejak tadi malam, sesak napas yang

semakin berat apabila berjalan dan berkurang setelah istirahat, batuk kering, kaki

dingin dan bengkak, lemas, nyeri pinggang kanan

Keluhan selama dirawat : Demam, sesak napas kadang, pusing, sulit tidur, leher

sakit, nyeri punggung, kaki bengkak, batuk, sulit BAB

Kondisi keluar : Kaki masih bengkak

Diagnosa keluar : CKD, Febris, Hipertensi, Dispnea, Anemia, Hiperkalemia,

Leukositosis

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/70

Hari ke-2: 130/70

Hari ke-3: 140/90

Hari ke-4: 160/80

Hari ke-5: 160/100

Hari ke-6: 100/70

Hari ke-7: 160/80

Hari ke-8: 150/80

Hari ke-9: 130/80

Hari ke-10: 140/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 84

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 123

Cr 6.7

eLFG 8.8 mL/mnt

AST (SGOT) 34

ALT (SGPT) 32

Hari ke-2:

eLFG 4.0 mL/mnt

Hari ke-4:

Ur 141

Cr 5.3

eLFG 11.53 mL/mnt

Hari ke-6:

Ur 105

Cr 7.0

eLFG 8.36 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 5.7 g/dL

Leukosit 9700 /mcL

Trombosit 174000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 6.4 g/dL

Leukosit 15500 /mcL

Trombosit 149000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 8.0 g/dL

Leukosit 11300 /mcL

Trombosit 164000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 9.8 g/dL

Leukosit 8500 /mcL

Trombosit 174000 /mcL

Hari ke-9:

Hb 10.4 g/dL

Leukosit 7500 /mcL

Trombosit 240000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

PCT 2x500 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Divask 1x5 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Kalitake 3x2 sach (5 g) Oral

Myonal 3x50 mg Oral

Bisolvon 3x2Cth (10 ml) Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 139 mmol/L

K 6.2 mmol/L

Cl 111 mmol/L

Hari ke-4:

Na 137 mmol/L

K 5.3 mmol/L

Cl 114 mmol/L

107 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 20

L/P : L

Usia : 68 th

BB : 39 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 1/10/14 – 6/10/14 (6 hari)

Riw. Penyakit : Penyakit ginjal, disuruh HD menolak sehingga berobat

alternatif, 1 th yang lalu dikatakan ada batu. Dikatakan fungsi ginjal tinggal 4%

Diagnosa masuk : CKD, Anemia

Keluhan masuk : Lemas sejak 3 minggu SMRS, lemas dirasakan semakin

memberat sehingga hanya bisa duduk dan tidur, lemas disertai penurunan nafsu

makan dan berat badan, sempat bengkak di kaki dan wajah, pernah sesak napas

saat aktivitas, BAK 5-6x tapi tidak lancar warna kuning-jernih, BAB tidak

lancar

Keluhan selama dirawat : -

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi, Hiperkalemia, Hipokalsemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 120/70

Hari ke-2: 120/70

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 150/100

Hari ke-5: 120/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 81

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Cr 8.8

eLFG 6.42 mL/mnt

Ur II 135

Cr II 7.9

eLFG 7.27 mL/mnt

AST (SGOT) 16

ALT (SGPT) 10

Darah

Hari ke-1:

Hb 4.4 g/dL 4.3 g/dL

Leukosit 4100 /mcL

4700 /mcL

Trombosit 228000 /mcL

210000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 7.0 g/dL

Leukosit 7000 /mcL

Trombosit 203000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 9.6 g/dL

Leukosit 7500 /mcL

Trombosit 181000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 11.0 g/dL

Leukosit 4600 /mcL

Trombosit 158000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Ca gluconas 1x1 (20 ml, Ca gluconas 10%) IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 138 mmol/L

K 5.7 mmol/L

Cl 108 mmol/L

Ca 8.5 mg/dL

Total protein 5.0 g/dL

Albumin 3.1 g/dL

Globulin 1.9 g/dL

Hari ke-5:

Na 134 mmol/L

K 5.9 mmol/L

Cl 109 mmol/L

108 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 21

L/P : L

Usia : 68 th

BB : 40 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 23/12/14 – 29/12/14 (7 hari)

Riw. Penyakit : Anemia

Diagnosa masuk : CKD menolak HD, Anemia

Keluhan masuk : Badan kesemutan sejak 3 hari SMRS, pegal-pegal, lemas,

lesu, mual, muntah 1x setelah makan, nyeri pinggang, BAK tidak tuntas dan

menetes

Keluhan selama dirawat : Lemas, pusing, demam, menggigil

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD, Anemia, Hipertensi

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 110/70

Hari ke-2: 140/80

Hari ke-3: 140/90

Hari ke-4: 110/70

Hari ke-5: 110/70

Hari ke-6: 110/70

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Cr 15.6

eLFG 3.3 mL/mnt

Asam urat 4.8

Darah

Hari ke-1:

Hb 4.8 g/dL

Leukosit 4600 /mcL

Trombosit 170000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 7.1 g/dL

Leukosit 7900 /mcL

Trombosit 137000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 8.0 g/dL

Leukosit 4300 /mcL

Trombosit 104000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 8.6 g/dL

Leukosit 5100 /mcL

Trombosit 113000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 10.5 g/dL

Leukosit 5200 /mcL

Trombosit 103000 /mcL

Terapi Obat

Amlodipine 1x5 mg Oral

Diovan 1x80 mg Oral

Furosemide 1x40 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

PCT 1x500 mg Oral

Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV

109 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 22

L/P : L

Usia : 68 th

BB : 65 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 1/12/14 – 9/12/14 (9 hari)

Riw. Penyakit : Asam urat, Hipertensi

Diagnosa masuk : CKD on HD (pemasangan triplelument)

Keluhan masuk : Lemas, jalan sedikit ngos-ngosan, mual, batuk

Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, batuk, nafsu makan menurun

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD, HHD, Dispepsia, Anemia ec CKD

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 150/70

Hari ke-2: 170/100

Hari ke-3: 150/90

Hari ke-4: 120/80

Hari ke-5: 170/90

Hari ke-6: 160/90

Hari ke-7: 130/90

Hari ke-8: 150/90

Hari ke-9: 140/80

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 216

Cr 9.5

eLFG 5.88 mL/mnt

Asam urat 7.5

AST (SGOT) 10

ALT (SGPT) 9

Hari ke-9:

Ur 240

Cr 11.6

eLFG 4.67 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.2 g/dL

Leukosit 7800 /mcL

Trombosit 194000 /mcL

Hari ke-9:

Hb 7.68 g/dL

Leukosit 9800 /mcL

Terapi Obat

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Amlodipine 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Ambroxol 3x30 mg Oral

Prorenal 3x1 tab Oral

Cefixime 2x100 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Total protein 6.7 g/dL

Albumin 3.5 g/dL

Globulin 3.2 g/dL

110 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 23

L/P : P

Usia : 72 th

BB : 52 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 4/10/14 – 15/10/14 (12 hari)

Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit ginjal, menolak HD dan 1,5 th

tidak kontrol

Diagnosa masuk : CKD pro HD, Anemia

Keluhan masuk : Tidak bisa BAK dan BAB sejak +/- 1 minggu SMRS, sudah

diberi obat suppositoria tapi tetap tidak BAB. Perut terasa kembung, lemas,

batuk berdahak, suara serak, nafsu makan menurun

Keluhan selama dirawat : Lemas, belum BAB sudah 7 hari, perut besar, mual,

sesak napas, pusing, nyeri ulu hati, BAB berdarah, tenggorokan dan bibir kering,

batuk, BAB 5x konsistensi encer (diare)

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD pro HD, Hipertensi, Leukositosis, Melena, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 160/70

Hari ke-2: 140/70

Hari ke-3: 140/90

Hari ke-4: 140/90

Hari ke-5: 130/70

Hari ke-6: 160/60

Hari ke-7: 130/80

Hari ke-8: 130/90

Hari ke-9: 130/70

Hari ke-10: 120/60

Hari ke-11: 130/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 137

Hari ke-2: GDS 135

Hari ke-3: GD 199

Hari ke-4:

GD 119

HbA1c 5.2%

Hari ke-5: GD 127

Hari ke-6: GD 116

Hari ke-8: GD 97

Hari ke-10:

GD 104

HbA1c 5.3%

Hari ke-11: GD 120

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 142

Cr 6.73

eLFG 6.42 mL/mnt

Hari ke-4:

Ur 228

Cr 18.7

eLFG 2.0 mL/mnt

Hari ke-5:

eLFG 1.0 mL/mnt

Ur II 16

Cr II 1.5

eLFG 36.28 mL/mnt

Hari ke-6:

Ur 174

Cr 9.4

eLFG 4.4 mL/mnt

Hari ke-8:

Ur 115

Cr 4.8

eLFG 9.5 mL/mnt

Hari ke-10:

Ur 148

Cr 9.0

eLFG 4.6 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.1 g/dL

Leukosit 4400 /mcL

Trombosit 93000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 10.5 g/dL

Leukosit 12000 /mcL

Trombosit 121000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 9.1 g/dL

Leukosit 13300 /mcL

Trombosit 139000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 8.8 g/dL

Leukosit 7400 /mcL

Trombosit 106000 /mcL

Hari ke-10:

Hb 10.8 g/dL

Leukosit 7300 /mcL

Trombosit 130000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Cefoperazone 2x1 g IV

Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Amlodipine 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral

Duphalac 3x1C (10 g/15 ml) Oral

New diatabs 3x1200 mg Oral

Tripanzym 2x1 kapl; 3x1 kapl Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-6:

Na 130 mmol/L

K 5.1 mmol/L

Cl 101 mmol/L

Hari ke-11:

Na 130 mmol/L

K 4.5 mmol/L

Cl 90 mmol/L

111 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 24

L/P : L

Usia : 62 th

BB : 69 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 26/5/14 – 7/6/14 (13 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi, CKD on HD (5 bulan)

Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD on HD, CHF

Keluhan masuk : Sesak napas berat, gelisah, pasien rujukan dari RS Cikini,

HD sudah 6x

Keluhan selama dirawat : Lemas, bengkak ditangan, sesak napas berkurang

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, CAD, Anemia, VES, Leukositosis

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 154/69

Hari ke-2: 156/70

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 150/80

Hari ke-5: 130/90

Hari ke-6: 130/90

Hari ke-7: 140/80

Hari ke-8: 170/90

Hari ke-9: 120/80

Hari ke-10: 140/90

Hari ke-11: 130/80

Hari ke-12: 150/100

Hari ke-13: 160/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 145

Hari ke-3: GDP 91

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Lasix 1x1 amp; 2x2 amp (20 mg/ 2 ml) IV

Farsorbid 10 mcg/menit drip, dinaikkan IV, oral

10 mcg tiap 5 menit maks. Dosis

200 mcg/menit; 3x1 tab (10 mg)

Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral

Adalat oros ER 1x30 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 92

Cr 6.6

eLFG 9.12 mL/mnt

Hari ke-3:

Ur 119

Cr 10.3

eLFG 5.46 mL/mnt

Hari ke-8:

Ur 121

Cr 7.9

eLFG 7.41 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 11.8 g/dL

Leukosit 17300 /mcL

Trombosit 223000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 9.9 g/dL

Leukosit 12600 /mcL

Trombosit 248000 /mcL

Hari ke-10:

Hb 8.6 g/dL

Leukosit 5700 /mcL

Trombosit 243000 /mcL

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 136 mmol/L

K 3.0 mmol/L

Cl 97 mmol/L

pH 7.33

PCO2 35.3 mmHg

HCO3 18.2 mmol/L

Hari ke-3:

Total protein 5.4 g/dL

Albumin 3.2 g/dL

Globulin 2.2 g/dL

Hari ke-4:

Na 138 mmol/L

K 3.67 mmol/L

Cl 97 mmol/L

pH 7.42

PCO2 38.9 mmHg

HCO3 25.0 mmol/L

Hari ke-8:

Na 138 mmol/L

K 3.8 mmol/L

Cl 99 mmol/L

112 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 25

L/P : L

Usia : 38 th

BB : 65 kg

Stg : 3

Lama dirawat : 26/10/14 – 31/10/14 (6 hari)

Riw. Penyakit : -

Diagnosa masuk : CKD, Demam typhoid (Febris ec infeksi virus)

Keluhan masuk : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual

Keluhan selama dirawat : Demam, tidak nafsu makan, lemas, sesak napas, mual

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD, Febris, Leukositosis

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 130/80

Hari ke-2: 110/70

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 120/80

Hari ke-5: 140/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-2: GD 153

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-2:

Ur 209

Cr 11.0

eLFG 5.58 mL/mnt

AST (SGOT) 64

ALT (SGPT) 111

Hari ke-3:

Ur 266

Cr 8.0

eLFG 8.07 mL/mnt

Hari ke-4:

eLFG 52.0 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 16.5 g/dL

Leukosit 24000 /mcL

Trombosit 146000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 15.9 g/dL

Leukosit 24300 /mcL

Trombosit 164000 /mcL

Dengue IgG (+)

Dengue IgM (-)

Hari ke-3:

Hb 15.0 g/dL 15.3

g/dL

Leukosit 30900 /mcL

27900 /mcL

Trombosit 223000 /mcL

230000 /mcL

Terapi Obat

Ceftriaxone 2x1 g IV

Cefoperazone 2x1 g IV

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Ondansetron 3x8 mg IV

Methylprednisolone 2x1 IV

Novalgin 1x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip)

Imboost 2x1 tab Oral

PCT 1x500 mg Oral

Curcuma 3x1 tab Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x25 mg Oral

113 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 26

L/P : L

Usia : 35 th

BB : 60 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 1/12/14 – 4/12/14 (4 hari)

Riw. Penyakit : -

Diagnosa masuk : CKD, Penurunan kesadaran, Febris, Sepsis

Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak jam 09.00 , sebelumnya terdapat

demam

Keluhan selama dirawat : Demam, Gelisah karena nyeri

Kondisi keluar : Meninggal

Diagnosa keluar : CKD, HHNS, Syok sepsis, SIRS, Leukositosis

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 78/54

Hari ke-2: 90/70

Hari ke-3: 124/79

Hari ke-4: 140/81

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 811

Hari ke-2: GDS 204

Hari ke-3: GDS 169

Hari ke-4: GDS 171

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 115

Cr 2.3

eLFG 34.6 mL/mnt

Hari ke-4:

Ur 256

Cr 6.0

eLFG 11.4 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 15.8 g/dL

Leukosit 31700 /mcL

Trombosit 434000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 14.8 g/dL

Leukosit 17700 /mcL

Trombosit 230000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 14.6 g/dL

Leukosit 13900 /mcL

Trombosit 204000 /mcL

Hari ke-4:

Hb 13.4 mmol/L

Leukosit 9700 /mcL

Trombosit 163000 /mcL

Terapi Obat

Cefotaxime 3x1 g IV

Gentamicin 1x320 mg IV

Levofloxacin 1x750 mg IV

OMZ 1x1 vial; 2x1 vial (40 mg/vial) IV

PCT 3x1 g IV

Dobutamine 5 mcg IV (drip)

Actrapid 2 IU/jam; 4 IU/jam IV (drip)

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl; 3x2 kapl Oral

Sucralfate 4x1 tab (1 g) Oral

Lasix 10 mg/jam IV (drip)

Lantus 1x6 IU; 1x14 IU SC

Fluconazole 2x200 mg; 2x400 mg IV

Tramadol 2x1 amp (100 mg/2 ml) IV

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 127 mmol/L

K 4.09 mmol/L

Cl 79 mmol/L

pH 6.91

PCO2 14.8 mmHg

HCO3 2.9 mmol/L

Hari ke-3:

Na 135 mmol/L

K 3.22 mmol/L

Cl 95 mmol/L

pH 7.31

PCO2 27.4 mmHg

HCO3 13.6 mmol/L

Hari ke-4:

Na 133 mmol/L

K 3.45 mmol/L

Cl 98 mmol/L

114 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 27

L/P : P

Usia : 50 th

BB : 65 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 5/11/14 – 13/11/14 (9 hari)

Riw. Penyakit : CKD on HD, Maag

Diagnosa masuk : Anemia , Asidosis metabolik ec CKD, Dispnea susp. Sepsis

Keluhan masuk : Sesak napas yang semakin berat sejak 2 hari SMRS, lemas,

tidak bisa makan, banyak plak putih di mulut, terdapat luka di kepala, tangan,

dan kaki pasien sejak +/- 1 minggu SMRS, kedua kaki bengkak sejak +/- 1

minggu SMRS, nyeri perut

Keluhan selama dirawat : Sesak napas, lemas, sariawan, mual, nyeri pada luka,

pusing, perut mulas seperti ingin BAB

Kondisi keluar : Lemas, sesak napas

Diagnosa keluar : CKD on HD, Anemia, Nefropati diabetikum, Ulkus DM,

HHD, Leukositosis, Hiperurisemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 150/90

Hari ke-2: 140/80

Hari ke-3: 140/90

Hari ke-4: 140/90

Hari ke-5: 150/80

Hari ke-6: 140/90

Hari ke-7: 140/90

Hari ke-8: 150/80

Hari ke-9: 130/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 215

Hari ke-2: GD 185

Hari ke-3: GD 121

Hari ke-4: GD 130

Hari ke-5: GD 146

Hari ke-6: GD 168

Hari ke-7: GD 124

Hari ke-8: GD 118

Hari ke-9: GD 199

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 423

Cr 31.8

eLFG 1.15 mL/mnt

Ur II 333

Cr II 17.5

eLFG 2.3 mL/mnt

AST (SGOT) 17

ALT (SGPT) 14

Hari ke-2:

Asam urat 12.0

Trigliserida 96

Total kolesterol 90

Hari ke-3:

Ur 217

Cr 6.7

eLFG 7.0 mL/mnt

Hari ke-7:

Ur 193

Cr 9.5

eLFG 4.64 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 3.0 g/dL

Leukosit 36500 /mcL

Trombosit 412000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 5.1 g/dL

Leukosit 22200 /mcL

Trombosit 296000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 8.5 g/dL

Leukosit 19300 /mcL

Trombosit 234000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 8.6 g/dL

Leukosit 12700 /mcL

Trombosit 226000 /mcL

Hari ke-7:

Hb 8.4 g/dL

Leukosit 10100 /mcL

Trombosit 249000 /mcL

Terapi Obat

Meropenem 2x1 g IV

Cefadroxil 2x500 mg Oral

PCT 1x500 mg; 3x500 mg Oral

Ranitidine 1x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Ondansetron 1x4 mg IV

Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral

1x1 tab (40 mg)

Lacbon 2x2 tab Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Allopurinol 2x100 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Asam mefenamat 3x500 mg Oral

Betadine gargle 4x per hari Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 134 mmol/L

K 3.45 mmol/L

Cl 96 mmol/L

pH 7.05

HCO3 3.9 mmol/L

Hari ke-2:

Total protein 5.3 g/dL

Albumin 2.9 g/dL

Globulin 2.4 g/dL

115 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 28

L/P : L

Usia : 52 th

BB : 48 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 18/11/14 – 26/11/14 (9 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, DM, Vertigo, Batu saluran kemih

Diagnosa masuk : Susp. Sepsis, Hiperglikemia

Keluhan masuk : Penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS, sebelumnya

mengeluh nyeri kepala sejak 4 hari SMRS nafsu makan menurun, mual, muntah,

pusing

Keluhan selama dirawat : Pasien tidak sadar, sesak napas, gelisah, teriak-teriak,

bicara kacau, lemas, pendarahan di mulut dan lambung, demam

Kondisi keluar : Meninggal

Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Severe sepsis, Anemia,

Ensefalopati uremikum, Leukositosis, Melena

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 130/80

Hari ke-2: 120/80

Hari ke-3: 120/72

Hari ke-4: 120/75

Hari ke-5: 120/70

Hari ke-6: 150/70

Hari ke-7: 97/52

Hari ke-8: 109/60

Hari ke-9: 141/61

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 359

Hari ke-2: GD 212

Hari ke-3: GD 313

Hari ke-4: GD 67

Hari ke-6: GD 416

Hari ke-7: GD 427

Hari ke-8: GD 143

Hari ke-9: GD 53

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-2:

Ur 390

Cr 32.3

eLFG 1.51 mL/mnt

Hari ke-3:

Ur 526

Cr 20.6

eLFG 2.54 mL/mnt

Ur II 460

Cr II 15.2

eLFG 3.61 mL/mnt

Hari ke-4:

Ur 447

Cr 19.6

eLFG 2.69 mL/mnt

Hari ke-5:

Ur 384

Cr 12.8

eLFG 4.4 mL/mnt

Hari ke-8:

Ur 457

Cr 19.3

eLFG 2.74 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 11.5 g/dL

Leukosit 22400 /mcL

Trombosit 461000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 10.0 g/dL

Leukosit 26000 /mcL

Trombosit 321000 /mcL

Hari ke-7:

Hb 6.5 g/dL

Leukosit 32500 /mcL

Trombosit 405000 /mcL

Hari ke-8:

Hb 7.3 g/dL

Leukosit 31400 /mcL

Trombosit 407000 /mcL

Terapi Obat

Cefotaxime 2x1 g IV

Cefoperazone 2x1 g IV

Meropenem 3x1 g IV

Levofloxacin 1x1 vial (500 mg/100 ml) IV

OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV

Novorapid 3x10 IU; 3x12 IU; 2x14 IU SC

Actrapid 2 IU/jam IV (drip)

Citicoline 2x2 amp (250 mg/2 ml) IV

Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

PCT 2x1 g IV

Fluconazole 2x200 mg; 2x400 mg IV

Bisoprolol 1x5 mg Oral

Diltiazem 3x30 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 131 mmol/L

K 3.7 mmol/L

Cl 91 mmol/L

pH 7.3

PCO2 25.0 mmHg

HCO3 14.6 mmol/L

116 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 29

L/P : P

Usia : 51 th

BB : 65 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 25/1/14 – 30/1/14 (6 hari)

Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Penyakit jantung

Diagnosa masuk : CKD on HD, Hepatitis

Keluhan masuk : Kejang sejak semalam, lemas, BAB 10x encer tanpa darah

Keluhan selama dirawat : Pusing, sulit tidur, gemetar, lemas, badan gatal-gatal,

kembung, perut begah, leher atau tengkuk terasa pegal dan sakit

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD on HD, Hepatitis, Hiperkalemia, Urtikaria,

Hiperlipidemia, Hipertensi, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/80

Hari ke-2: 140/90

Hari ke-3: 160/100

Hari ke-4: 160/90

Hari ke-5: 160/80

Hari ke-6: 140/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-2: GDS 192

Hari ke-3: GD 153

Hari ke-4: GD 143

Hari ke-5: GDS 81

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 166

Cr 4.7

eLFG 10.4 mL/mnt

Hari ke-2:

Asam urat 5.8

AST (SGOT) 40

ALT (SGPT) 42

Alkali phosphatase 976

Trigliserida 185

Total kolesterol 356

HDL kolesterol 22

LDL kolesterol 297

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.9 g/dL

Leukosit 7600 /mcL

Trombosit 141000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 7.5 g/dL

Leukosit 6500 /mcL

Trombosit 136000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 8.2 mg/dL

Leukosit 9600 /mcL

Trombosit 146000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral

Canderin 1x16 mg Oral

Prorenal 3x1 tab Oral

Gemfibrozil 1x300 mg Oral

Simvastatin 1x20 mg Oral

Kalitake 3x1 sach (5 g) Oral

Urdafalk 3x250 mg Oral

CTM 1x4 mg Oral

Loratadine 1x10 mg Oral

Cetirizine 1x10 mg Oral

Glucodex 1x80 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 137 mmol/L

K 5.4 mmol/L

Cl 104 mmol/L

Hari ke-2:

Total protein 5.1 g/dL

Albumin 4.1 g/dL

Globulin 1.0 g/dL

117 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 30

L/P : P

Usia : 69 th

BB : 50 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 27/8/14 – 1/9/14 (6 hari)

Riw. Penyakit : Pengangkatan ginjal, Hipertensi

Diagnosa masuk : Fatigue post GE, CKD

Keluhan masuk : Lemas sejak 3 hari SMRS, batuk berdahak warna putih sejak

5 hari SMRS, flu, mulut terasa pahit sehingga tidak nafsu makan, pusing, mual,

muntah, gangguan BAB

Keluhan selama dirawat : Pusing hilang-timbul, batuk, hidung mampet, lemas,

nafsu makan menurun, batuk

Kondisi keluar : Batuk

Diagnosa keluar : CKD, HHD, GEA

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 190/90

Hari ke-2: 160/90

Hari ke-3: 170/80

Hari ke-4: 140/80

Hari ke-5: 150/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-4: GD 110

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 155

Cr 10.7

eLFG 3.8 mL/mnt

Hari ke-4:

Ur 162

Cr 9.8

eLFG 4.2 mL/mnt

Asam urat 5.8

Trigliserida 137

Total kolesterol 127

HDL kolesterol 34

LDL kolesterol 66

Darah

Hari ke-1:

Hb 8.5 g/dL

Leukosit 9660 /mcL

Trombosit 197000 /mcL

Terapi Obat

OMZ 3x1 vial (40 mg/vial) IV

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral

1x1 tab (40 mg)

Valsartan 1x80 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x25 mg Oral

Ambroxol 3x2Cth (10 ml) Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 137 mmol/L

K 4.8 mmol/L

Cl 115 mmol/L

118 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 31

L/P : P

Usia : 69 th

BB : 50 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 7/11/14 – 14/11/14 (8 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol, Infeksi ginjal sehingga ginjal kanan

diangkat

Diagnosa masuk : Anemia ec CKD

Keluhan masuk : Lemas sejak +/- 1 minggu SMRS, pusing berdenyut, mual,

muntah, muntah yang keluar seperti air, nafsu makan menurun karena mual dan

makanan terasa pahit

Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, pusing kadang

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD non HD stg 5, Anemia, Hipertensi

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 150/90

Hari ke-2: 160/90

Hari ke-3: 150/90

Hari ke-4: 160/90

Hari ke-5: 130/90

Hari ke-6: 130/80

Hari ke-7: 130/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 94

Hari ke-2: GD 100

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Asam urat 4.9 mg/dL

Hari ke-2:

Ur 106

Cr 10.3

eLFG 4.0 mL/mnt

AST (SGOT) 10

ALT (SGPT) 7

Trigliserida 90

Total kolesterol 141

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.2 g/dL

Leukosit 5600 /mcL

Trombosit 265000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 10.6 g/dL

Leukosit 9900 /mcL

Trombosit 214000 /mcL

Terapi Obat

Asam folat 3x0,4 mg Oral

Sulfas ferrosus 2x300 mg Oral

OMZ 2x20 mg Oral

Heptasan 2x4 mg Oral

Ondansetron 1x4 mg; 3x4 mg IV

Concor 1x5 mg Oral

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

119 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 32

L/P : P

Usia : 71 th

BB : 40 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 9/11/14 – 16/11/14 (8 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi, Pernah jatuh duduk sehingga tulang belakang

bengkak dan suka terasa nyeri

Diagnosa masuk : CKD, Hipertensi, Anemia

Keluhan masuk : Kedua kaki bengkak sejak 3 hari SMRS, lemas dan mudah

lelah

Keluhan selama dirawat : Kaki sakit bagian lutut dan bengkak, lemas, nyeri

punggung

Kondisi keluar : Kaki sakit, lemas, nyeri punggung

Diagnosa keluar : CKD, HHD, Hiperurisemia, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 160/90

Hari ke-2: 150/80

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 160/90

Hari ke-5: 130/80

Hari ke-6: 150/80

Hari ke-7: 140/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDP 87

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 142

Cr 3.9

eLFG 12.08 mL/mnt

Asam urat 12.7

AST (SGOT) 13

ALT (SGPT) 15

Trigliserida 62

Total kolesterol 149

HDL kolesterol 30

LDL kolesterol 107

Hari ke-3:

eLFG 19.0 mL/mnt

Hari ke-7:

Ur 295

Cr 5.3

eLFG 8.5 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 6.2 g/dL

Leukosit 5100 /mcL

Trombosit 248000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 8.3 g/dL

Leukosit 5400 /mcL

Trombosit 223000 /mcL

Hari ke-7:

Hb 8.3 g/dL

Leukosit 4800 /mcL

Trombosit 220000 /mcL

Terapi Obat

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml); IV, oral

1x1 tab (40 mg)

Canderin 1x8 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x100 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Allopurinol 3x100 mg Oral

Amlodipine 1x5 mg Oral

Glucosamine 3x1 tab (250 mg) Oral

Meloxicam 2x7,5 mg Oral

120 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 33

L/P : L

Usia : 62 th

BB : 45 kg

Stg : 4

Lama dirawat : 18/3/14 – 28/3/14 (11 hari)

Riw. Penyakit : -

Diagnosa masuk : BPH, ISK, CKD

Keluhan masuk : BAK tersendat sejak bulan desember 2013 berobat jalan dan

minum obat tetapi benar-benar tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS, tidak pernah

keluar batu atau pasir saat BAK, nafsu makan menurun sejak 7 hari SMRS

Keluhan selama dirawat : Sulit tidur, lemas, mual, muntah, sesak napas

Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian

Diagnosa keluar : CKD, BPH, Leukositosis

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 100/80

Hari ke-2: 110/70

Hari ke-3: 120/80

Hari ke-4: 130/90

Hari ke-5: 130/90

Hari ke-6: 110/70

Hari ke-7: 120/70

Hari ke-8: 110/70

Hari ke-9: 100/60

Hari ke-10: 110/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 115

Hari ke-2: GD 113

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 352

Cr 12.6

eLFG 4.32 mL/mnt

Hari ke-2:

Ur 253

Cr 10.6

eLFG 5.28 mL/mnt

Asam urat 7.8

AST (SGOT) 49

ALT (SGPT) 32

Hari ke-4:

Ur 320

Cr 7.4

eLFG 8.0 mL/mnt

Hari ke-6:

Ur 133

Cr 4.2

eLFG 15.36 mL/mnt

Hari ke-8:

Ur II 18

Cr II 0.8

Darah

Hari ke-1:

Leukosit 16400 /mcL

Trombosit 224000 /mcL

Hari ke-3:

Hb 9.0 g/dL

Leukosit 4900 /mcL

Trombosit 226000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 7.1 g/dL

Hari ke-8:

Hb 7.2 g/dL

Terapi Obat

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x1 tab Oral

Cefoperazone 2x1 g IV

Ondansetron 3x8 mg IV

Lansoprazole 1x1 vial (30 mg/vial) IV

Musin 3x1C(1500 mg/15 ml) Oral

Hytrin 1x2 mg Oral

Hemapo 1x3000 IU SC

121 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 34

L/P : P

Usia : 63 th

BB : 60 kg

Stg : 4

Lama dirawat : 30/9/14 – 3/10/14 (4 hari)

Riw. Penyakit : DM sejak 10 th lalu, Stroke sejak 10 th lalu, HD sudah 2 bln

Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris

Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode

bebas demam, lemas, intake kurang, berbicara kurang jelas

Keluhan selama dirawat : Demam, tidak bisa diajak komunikasi, lemas, sesak

napas, sulit tidur, tidak mau makan dan minum, gelisah

Kondisi keluar : Masalah belum teratasi

Diagnosa keluar : CKD on HD, Febris, Leukositosis, DM tipe 2, Hipertensi,

Ensefalopati uremikum, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 130/90

Hari ke-2: 130/90

Hari ke-3: 100/70

Hari ke-4: 130/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 292

Hari ke-2: GD 264

Hari ke-3: GD 201

Hari ke-4: GD 152

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 127

Cr 3.2

eLFG 15.5 mL/mnt

AST (SGOT) 31

ALT (SGPT) 12

Darah

Hari ke-1:

Hb 5.4 g/dL

Leukosit 21000 /mcL

Trombosit 58000 /mcL

Terapi Obat

Bifotik 2x1 g IV

PCT 3x1 g; 1x500 mg IV (drip), oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Amlodipine 1x5 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Glucobay 3x100 mg Oral

Diaversa 1x2 mg Oral

122 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 35

L/P : L

Usia : 48 th

BB : 49 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 26/6/14 – 4/7/14 (9 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi, HD sejak 1 th lalu

Diagnosa masuk : CKD on HD ec DM tipe 2, susp. Gout arthritis, Diare kronis

Keluhan masuk : Diare sejak 1 bulan SMRS, konsistensi cair. Sebulan yang lalu pernah

berobat ke UGD dan pulang diberi obat. BAB sempat kental lagi tapi tidak keras sepenuhnya,

BAB tidak berdarah, lemas, mual dan muntah-muntah sejak 1 minggu SMRS, pendengaran

berkurang

Keluhan selama dirawat : Diare, nyeri kaki, lemas, pendengaran terasa pengang, nyeri seluruh

tubuh, punggung sakit

Kondisi keluar : Lemas, nyeri seluruh badan

Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Diare, DM tipe 2, Leukositosis, TB paru

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/90

Hari ke-2: 130/90

Hari ke-3: 140/80

Hari ke-4: 130/80

Hari ke-5: 140/80

Hari ke-6: 120/80

Hari ke-7: 120/80

Hari ke-8: 140/90

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-2:

GD 201

GDP 111

Hari ke-3: GD 113

Hari ke-5: GD 152

Hari ke-6: GD 113

Hari ke-7: GD 103

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-2:

Ur 69

Cr 6.0

eLFG 10.72 mL/mnt

Asam urat 4.3

Hari ke-5:

Asam urat 7.9

Hari ke-6:

Ur 68

Cr 4.5

eLFG 14.94 mL/mnt

AST (SGOT) 43

ALT (SGPT) 14

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-2:

Na 128 mmol/L

K 4.4 mmol/L

Cl 96 mmol/L

Hari ke-4:

Na 133 mmol/L

K 3.9 mmol/L

Cl 92 mmol/L

Ca 8.1 mmol/L

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.9 g/dL

Hari ke-2:

Hb 9.5 g/dL

Leukosit 30500 /mcL

Trombosit 267000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 9.0 mg/dL

Leukosit 16000 /mcL

Trombosit 234000 /mcL

Terapi Obat

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Sangobion 1x1 kaps Oral

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Ondansetron 3x4 mg IV

Aminoral 3x1 kapl Oral

Neurodex 2x1 tab Oral

Ketorolac 1x1 amp (30 mg/ml) IV

Cefoperazone 2x1 g IV

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Metformin 2x500 mg Oral

New diatabs 2 tab (600 mg) setiap setelah BAB Oral

Imodium 3x2 mg Oral

Alprazolam 1x0,5 mg Oral

INH 1x300 mg Oral

Pirazinamid 1x450 mg/300 mg/700 mg Oral

123 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 36

L/P : L

Usia : 49 th

BB : 46 kg

Stg : 4

Lama dirawat : 21/10/14 – 28/10/14 (8 hari)

Riw. Penyakit : DM tipe 2

Diagnosa masuk : Efusi pleura paru kanan ec TB paru, DM tipe 2, CKD on HD,

susp. Gangguan fungsi hati

Keluhan masuk : Batuk beriak, tidak ada nyeri dada, nafsu makan menurun,

sesak napas dan bengkak pada perutnya, tubuhnya menjadi kuning dan ada nyeri

saat menelan sekarang

Keluhan selama dirawat : Batuk, lemas, sesak napas, nyeri pada daerah pungsi

pleura, badan sakit

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : Efusi pleura paru kanan, TB paru, CKD, Hepatitis

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 150/90

Hari ke-2: 130/80

Hari ke-3: 130/80

Hari ke-4: 140/70

Hari ke-5: 130/90

Hari ke-6: 140/80

Hari ke-7: 140/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 89

Hari ke-2: HbA1c

5.3%

Hari ke-3: GD 105

Hari ke-4: GD 105

Hari ke-5: GD 88

Hari ke-6: GD 91

Hari ke-7: GD 109

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 75

Cr 4.1

eLFG 16.6 mL/mnt

AST (SGOT) 32

ALT (SGPT) 20

Hari ke-4:

Alkali Phospat 1404

Darah

Hari ke-1:

Hb 9.8 g/dL

Leukosit 5700 /mcL

Trombosit 254000 /mcL

Bilirubin total 2.64

mg/dL

Bilirubin direk 1.46

mg/dL

Bilirubin indirek 1.18

mg/dL

Terapi Obat

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x2 kapl Oral

Urdafalk 3x250 mg Oral

Amlodipine 1x10 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Profenid 1x1 suppos (100 mg) Suppos

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Total protein 8.5 g/dL

Albumin 4.9 g/dL

Globulin 3.6 g/dL

124 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 37

L/P : L

Usia : 49 th

BB : 46 kg

Stg : 4

Lama dirawat : 12/12/14 – 17/12/14 (6 hari)

Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi, Penyakit ginjal, Penyakit paru,

Penyakit mata

Diagnosa masuk : Vertigo, CKD on HD

Keluhan masuk : Pusing berputar sejak 2 minggu SMRS, pusing tanpa

perubahan posisi, pusing sampai mual dan muntah

Keluhan selama dirawat : Nyeri kepala berputar, muntah, mual, pusing, sempat

pusing bergoyang, lemas, diare

Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian

Diagnosa keluar : Vertigo, CKD on HD, Hipertensi

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 160/90

Hari ke-2: 190/90

Hari ke-3: 180/90

Hari ke-4: 140/90

Hari ke-5: 120/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-3: GD 100

Hari ke-4: GD 97

Hari ke-5:

GD 144

HbA1c 4.8%

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-3:

Ur 109

Cr 2.5

eLFG 29.3 mL/mnt

Darah

Hari ke-3:

Hb 10.9 g/dL

Leukosit 7900 /mcL

Trombosit 228000 /mcL

Terapi Obat

Ondansetron 3x4 mg; 3x8mg IV

Betahistine 3x8 mg Oral

Amlodipine 1x10 mg Oral

Captopril 2x25 mg Oral

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Valsartan 1x160 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x1 tab Oral

Imodium 3x2 mg Oral

Citicoline 2x500 mg Oral

Aspilet 1x1 tab Oral

Haloperidol 2x0,75 mg Oral

Clobazam 1x10 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-5:

Na 139 mmol/L

K 4.05 mmol/L

Cl 96 mmol/L

125 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 38

L/P : L

Usia : 59 th

BB : 50 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 29/10/14 – 7/11/14 (10 hari)

Riw. Penyakit : Hipertensi terkontrol sudah 10 th tapi sudah +/- 1 minggu

tidak minum obat, DM sudah 10 th, Maag

Diagnosa masuk : CKD, HHD

Keluhan masuk : Sakit perut sejak 8 bulan SMRS, saat sakit dada terasa sesak,

nafsu makan menurun tapi tidak kembung, BAB sudah 3 minggu sedikit, BAK

sedikit tapi sering, sempat demam 3 hari SMRS dan kaki sempat bengkak 1

minggu SMRS selama 5 hari

Keluhan selama dirawat : Lemas, mual, perut begah makan sedikit, nyeri perut,

tidak nafsu makan, BAK sedikit, pusing, BAB berdarah, mual, sesak napas,

nyeri pada daerah doublelument, muntah

Kondisi keluar : Pusing, mual berkurang, lemas

Diagnosa keluar : CKD on HD, Hipertensi, Anemia, Leukositosis, Melena

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 160/90

Hari ke-2: 140/90

Hari ke-3: 140/80

Hari ke-4: 150/90

Hari ke-5: 120/80

Hari ke-6: 180/100

Hari ke-7: 160/100

Hari ke-8: 140/80

Hari ke-9: 140/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 93

Hari ke-2: GD 134

Hari ke-8: GD 109

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 231

Cr 17.9

eLFG 2.91 mL/mnt

AST (SGOT) 10

ALT (SGPT) 15

Hari ke-6:

Ur 135

Cr 8.3

eLFG 7.07 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 6.5 mg/dL

Leukosit 10100 /mcL

Trombosit 410000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 7.3 mg/dL

Leukosit 10400 /mcL

Trombosit 363000 /mcL

Hari ke-8:

Hb 10.0 g/dL

Leukosit 11400 /mcL

Trombosit 322000 /mcL

Terapi Obat

Ondansetron 3x4 mg IV

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x160 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Cefixime 2x100 mg Oral

Vitamin K 3x1 (2,5 mg) Oral

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

Pronalges 1x1 suppos (100 mg) Suppos

Meloxicam 2x7,5 mg Oral

OMZ 2x20 mg Oral

Domperidone 3x10 mg Oral

Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral

Betahistine 3x8 mg Oral

126 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 39

L/P : L

Usia : 76 th

BB : 50 kg

Stg : 4

Lama dirawat : 5/11/14 – 11/11/14 (7 hari)

Riw. Penyakit : Kebocoran katup jantung (tidak tau yang mana) selama 20 th

Diagnosa masuk : Anemia, GI bleeding, CKD stg 4

Keluhan masuk : Pindahan dari RS Harapan Kita karena didiagnosa gagal

ginjal, BAK pengeluaran kurang, sesak napas sejak semalam

Keluhan selama dirawat : Hipotensi, melena (pendarahan di saluran cerna),

lemas, mual, sesak napas, BAK nyeri, pusing, BAK sedikit warna kemerahan,

BAB berwarna gelap, nafsu makan menurun

Kondisi keluar : Masalah belum teratasi

Diagnosa keluar : CKD, BPH, CHF, Anemia, Leukositosis, Melena

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 95/47

Hari ke-2: 90/50

Hari ke-3: 100/60

Hari ke-4: 90/60

Hari ke-5: 90/60

Hari ke-6: 80/60

Hari ke-7: 90/70

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GDS 113

Hari ke-3: GDS 129

Hari ke-4: GD 155

Hari ke-6: GD 99

Hari ke-7: GD 158

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 257

Cr 4.1

eLFG 15.15 mL/mnt

Hari ke-3:

Ur 213

Cr 3.1

eLFG 20.92 mL/mnt

Hari ke-4:

eLFG 16.0 mL/mnt

Hari ke-6:

Ur 164

Cr 2.7

eLFG 24.54 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.4 g/dL

Leukosit 14630 /mcL

Trombosit 121000 /mcL

Hari ke-6:

Hb 7.5 g/dL

Leukosit 8900 /mcL

Trombosit 92000 /mcL

Terapi Obat

Dobutamine 5 mcg; 10 mcg; 12 mcg; 15 mcg IV (drip)

Cefoperazone 2x1 g IV

OMZ 2x1 vial (40 mg/vial) IV

Vitamin K 3x1 (2,5 mg) IV

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

Neurodex 2x1 tab Oral

Episan 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Avodart 1x0,5 mg Oral

Harnal ocas 1x0,4 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 132 mmol/L

K 4.9 mmol/L

Cl 97 mmol/L

pH 7.51

PCO2 26.8 mmHg

HCO3 20.9 mmol/L

Hari ke-3:

Na 133 mmol/L

K 4.25 mmol/L

Cl 102 mmol/L

Hari ke-4:

Total protein 7.1 g/dL

Albumin 4.4 g/dL

Globulin 2.7 g/dL

Hari ke-5:

Na 137 mmol/L

K 4.8 mmol/L

Cl 100 mmol/L

Hari ke-6:

Total protein 6.1 g/dL

Albumin 3.4 g/dL

Globulin 2.7 g/dL

Hari ke-7:

Na 137 mmol/L

K 4.8 mmol/L

Cl 100 mmol/L

pH 7.53

PCO2 26.5 mmHg

HCO3 21.7 mmol/L

127 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 40

L/P : L

Usia : 51 th

BB : 88 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 8/10/14 - 16/10/14 (9 hari)

Riw. Penyakit : DM tipe 2, Hipertensi terkontrol, Penyakit jantung

Diagnosa masuk : CKD on HD, Febris

Keluhan masuk : Demam sejak 2 hari SMRS sepanjang hari tanpa periode bebas demam disertai

mengigil dan keringat dingin, diare warna merah, pusing berputar hingga jatuh di kamar mandi

Keluhan selama dirawat : Pendarahan, lemas, mual, sesak napas, demam, menggigil, sulit tidur

Kondisi keluar : Masalah teratasi sebagian

Diagnosa keluar : CKD on HD, Leukositosis (infeksi sekunder (doublelument)), DM tipe 2, Melena

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 120/70

Hari ke-2: 130/80

Hari ke-3: 140/80

Hari ke-4: 120/80

Hari ke-5: 130/80

Hari ke-6: 120/80

Hari ke-7: 120/80

Hari ke-8: 130/80

Hari ke-9: 140/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-2: GD 309

Hari ke-4: GD 582

Hari ke-5: GD 535

Hari ke-6: GD 278

Hari ke-7: GD 249

Hari ke-8: GD 209

Hari ke-9: GD 176

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-2:

Ur 169

Cr 7.8

eLFG 7.82 mL/mnt

AST (SGOT) 26

ALT (SGPT) 25

Darah

Hari ke-2:

Hb 8.6 g/dL

Leukosit 15500 /mcL

Trombosit 165000 /mcL

Hari ke-7:

Hb 8.4 g/dL

Leukosit 12700 /mcL

Trombosit 197000 /mcL

Terapi Obat

Novalgin 3x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip)

Cefoperazone 2x1 g IV

Ondansetron 3x8 mg; 3x1 tab (8 mg) IV

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

Asam folat 3x0,4 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

OMZ 2x1 vial (40 mg/vial); IV, oral

2x20 mg

PCT 1x500 mg; 3x500 mg Oral

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Betahistine 3x8 mg Oral

Strocain P 3x400 mg Oral

Sucralfate 3x1C (1500 mg/15 ml) Oral

Amlodipine 1x5 mg Oral

Lantus 1x12 IU; 1x14 IU; 1x16 IU SC

Novorapid 3x16 IU; 3x12 IU SC

Lodem 1x30 mg Oral

Eclid 3x100 mg Oral

128 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 41

L/P : L

Usia : 55 th

BB : 65 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 11/10/14 - 23/10/14 (13 hari)

Riw. Penyakit : DM, stroke sejak mei 2014, CKD belum pernah HD, mata

buram walau sudah pakai kacamata

Diagnosa masuk : Dispnea ec CKD

Keluhan masuk : Mual dan muntah sejak 2 hari SMRS, lemas, cepat capek,

sesak napas, nyeri ulu hati, kaki bengkak sejak bulan mei 2014

Keluhan selama dirawat : Pusing, mual, muntah, sesak napas, demam naik-

turun, menggigil, tidak bisa BAB sudah 5 hari

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD ec Nefropati diabetikum, Hipertensi, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 120/80

Hari ke-2: 140/80

Hari ke-3: 180/120

Hari ke-4: 170/100

Hari ke-5: 170/90

Hari ke-6: 160/90

Hari ke-7: 140/80

Hari ke-8: 120/80

Hari ke-9: 120/70

Hari ke-10: 150/100

Hari ke-11: 140/90

Hari ke-12: 120/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 299

Hari ke-2:

GDS 230

HbA1c 6.5%

Hari ke-3: GD 160

Hari ke-4: GD 156

Hari ke-5: GD 198

Hari ke-6: GD 135

Hari ke-7: GD 278

Hari ke-8: GD 91

Hari ke-9: GD 206

Hari ke-10: GD 231

Hari ke-11: GD 462

Hari ke-12: GD 194

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 211

Cr 8.5

eLFG 7.0 mL/mnt

AST (SGOT) 17

ALT (SGPT) 25

Hari ke-4:

eLFG 8.0 mL/mnt

Ur II 148

Cr II 6.6

eLFG 9.34 mL/mnt

Hari ke-7:

Ur II 15

Cr II 1.1

AST (SGOT) 12

ALT (SGPT) 14

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.4 g/dL

Leukosit 7400 /mcL

Trombosit 130000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 7.7 g/dL

Hari ke-4:

Hb 7.7 g/dL

Leukosit 8500 /mcL

Trombosit 98000 /mcL

Hari ke-5:

Hb 8.0 g/dL 7.4 g/dL

Leukosit 7200 /mcL

6900 /mcL

Trombosit 89000 /mcL

94000 /mcL Terapi Obat

Ranitidine 2x1 amp (50 mg/2 ml) IV

Ondansetron 3x4 mg; 3x8mg IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Prorenal 3x2 tab Oral

Lasix 1x1 amp (20 mg/2 ml) IV

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Captopril 2x12,5 mg; 3x12,5 mg; 3x25 mg Oral

Dexamethasone 1x1 amp (5 mg/ml) IV

Novalgin 1x1 amp (1 g/2 ml) IV (drip)

Dulcolax 1x1 suppos (10 mg) Suppos

PCT 1x500 mg Oral

Glucobay 2x100 mg Oral

Glurenorm 2x30 mg Oral

Novorapid 3x20 IU SC

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-2:

Total protein 6.1 g/dL

Albumin 3.9 g/dL

Globulin 2.2 g/dL

Hari ke-4:

Na 129 mmol/L

K 4.7 mmol/L

Cl 99 mmol/L

129 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 42

L/P : P

Usia : 64 th

BB : 55 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 7/10/14 - 10/10/14 (4 hari)

Riw. Penyakit : DM, Penyakit ginjal

Diagnosa masuk : CKD on HD, Infeksi sekunder (doublelument), Hipotensi

Keluhan masuk : Gelisah sejak 1 hari SMRS, tidak mau makan dan minum

Keluhan selama dirawat : Lemas, gelisah, teriak-teriak, bicara tidak jelas, BAB

merah kehitaman

Kondisi keluar : Meninggal

Diagnosa keluar : CKD, Ensefalopati uremikum, Hipotensi, Anemia,

Leukositosis, Melena

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 126

Cr 3.6

eLFG 13.53 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.5 g/dL

Leukosit 19800 /mcL

Trombosit 74000 /mcL

Terapi Obat

Dobutamine 5 mcg; 7 mcg; 10 mcg IV (drip)

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Cefoperazone 2x1 g IV

Transamin 3x1 amp (250 mg/5 ml) IV

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 155 mmol/L

155 mmol/L

K 3.6 mmol/L 3.3

mmol/L

Cl 109 mmol/L

108 mmol/L

pH 7.42 7.35

PCO2 22.5 mmHg

19.3 mmHg

HCO3 14.2 mmol/L

10.5 mmol/L

130 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 43

L/P : P

Usia : 57 th

BB : 60 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 25/8/14 – 1/9/14 (8 hari)

Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, CAD

Diagnosa masuk : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala

Keluhan masuk : Sakit kepala sejak 3 hari SMRS, pasien terjatuh di kamar

mandi, berjalan terasa nyeri. Batuk warna putih kekuningan kental sejak +/- 1

bulan SMRS, sesak napas, sulit tidur sejak +/- 1 bulan SMRS

Keluhan selama dirawat : Lemas, sesak napas, sulit tidur

Kondisi keluar : Tidak ada keluhan

Diagnosa keluar : CKD on HD, DM tipe 2, Trauma kepala, Hipertensi

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 180/80

Hari ke-2: 210/80

Hari ke-3: 160/90

Hari ke-4: 180/80

Hari ke-5: 180/80

Hari ke-6: 180/60

Hari ke-7: 170/70

Hari ke-8: 160/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 208

Hari ke-2: GD 237

Hari ke-3: GD 210

Hari ke-5: GD 128

Hari ke-6: GD 130

Hari ke-7: GD 127

Hari ke-8: GD 140

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-2:

Ur 95

Cr 6.1

eLFG 7.54 mL/mnt

AST (SGOT) 28

ALT (SGPT) 14

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.8 g/dL

Leukosit 10500 /mcL

Trombosit 74000 /mcL

Hari ke-2:

Hb 7.6 g/dL

Leukosit 8300 /mcL

Trombosit 106000 /mcL

Terapi Obat

Amlodipine 1x5 mg; 1x10 mg Oral

Valsartan 1x80 mg; 1x160 mg Oral

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Vitamin K 3x1 (2,5 mg) Oral

Lodem 1x30 mg Oral

Eclid 3x100 mg Oral

Lasix 1x40 mg Oral

Catapres 1x0,5 mg Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x100 mg Oral

Diaversa 1x2 mg Oral

131 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Pasien : 44

L/P : L

Usia : 41 th

BB : 75 kg

Stg : 5

Lama dirawat : 3/3/14 – 5/3/14 (3 hari)

Riw. Penyakit : DM, Hipertensi, Maag, Asma, Alergi amoksisilin dan

ampisilin

Diagnosa masuk : CKD pro HD, DM, Pneumonia paru kanan

Keluhan masuk : Sesak napas sejak 1 hari SMRS, sesak tidak disertai nyeri

dada dan sesak timbul saat pasien sedang istirahat (tidur), lemas, mual, batuk

disertai flu sejak 1 minggu SMRS, BAK berkurang sejak 2 hari SMRS, nyeri

pinggang bagian kanan menjalar ke kaki kanan

Keluhan selama dirawat : Sesak napas, mual, BAK sedikit, nyeri pinggang

sampai ke kaki, gelisah

Kondisi keluar : Meninggal

Diagnosa keluar : CKD std 5, DM tipe 2 dengan diabetic chronic disease,

Leukositosis, Hipertensi, Anemia

Tekanan darah

(mmHg)

Hari ke-1: 140/70

Hari ke-2: 130/80

Kadar gula darah

(mg/dL)

Hari ke-1: GD 98

Hari ke-2: GD 174

Fungsi Ginjal (mg/dL)

& Hati (U/L), Lemak

(mg/dL)

Hari ke-1:

Ur 221

Cr 7.2

eLFG 9.0 mL/mnt

Hari ke-2:

eLFG 1.0 mL/mnt

Darah

Hari ke-1:

Hb 7.2 g/dL 7.3 g/dL

Leukosit 14800 /mcL

17100 /mcL

Trombosit 239000 /mcL

264000 /mcL

Terapi Obat

Cefoperazone 2x1 g IV

Lasix 2x1 amp (20 mg/2 ml); IV

20 mg/jam (drip)

Ondansetron 3x4 mg IV

Bicnat 3x500 mg Oral

Asam folat 3x0,4 mg Oral

CaCO3 3x500 mg Oral

Aminoral 3x1 kapl Oral

Concor 1x2,5 mg Oral

Letonal 1x25 mg Oral

Prorenal 3x1 tab Oral

Valsartan 1x80 mg Oral

Elektrolit, Protein &

Gas darah

Hari ke-1:

Na 127 mmol/L

K 4.3 mmol/L

Cl 105 mmol/L

pH 7.13

PCO2 16.0 mmHg

HCO3 5.2 mmol/L

Hari ke-2:

Na 127 mmol/L

K 4.2 mmol/L

Cl 104 mmol/L

pH 7.12

PCO2 20.2 mmHg

HCO3 6.5 mmol/L

131

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Data Obat

No. Golongan Terapi

Obat Jenis Obat Frekuensi

Persentase

(%) Dosis Standar per Hari

1. Sistem kardiovaskular 138 25,79

Calcium Channel

Blocker (CCB)

Amlodipin

Nifedipin

Diltiazem

30

2

1

5-10 mg sekali per hari.

30 mg sekali per hari; Lazim: 30-60 mg sekali per hari; Maksimum: 120-180 mg.

Angina: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari terbagi dalam

beberapa dosis. CHF: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan: 180-360 mg/hari

terbagi dalam beberapa dosis. Hipertensi: awal: 30-60 mg 3-4x per hari; Pemeliharaan:

180-360 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis.

Beta bloker Bisoprolol 12 Hipertensi: 2,5-5 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 10 mg sekali per hari dan

kemudian hingga 20 mg sekali per hari; Lazim: 2,5-10 mg sekali per hari. Gagal jantung:

awal: 1,25 mg sekali per hari; Maksimum: 10 mg sekali per hari. Lansia-manula: awal:

2,5 mg/hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2,5-5 mg/hari; Maksimum: 20 mg/hari.

LFG <20 mL/mnt: Maksimum: 10 mg/hari. HD: tidak terdialisis.

Diuretik Furosemida

Spironolakton

24

9

Oral: awal: 20-80 mg/dosis, ditingkatkan 20-40 mg/dosis pada interval 6-8 jam; Lazim:

20-80 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. IM/IV: 20-40 mg/dosis, dapat diulang 1-2 jam atau

ditingkatkan 20 mg/dosis (perbaikan) hingga 1000 mg/hari, interval pemberian 6-12 jam.

CHF kronik: Maksimum: 160-200 mg dosis tunggal. IV infus: awal: IV bolus: 20-40 mg,

diikuti IV infus: 10-40 mg/jam; Maksimum: IV infus: 80-160 mg/jam. CHF kronik: IV

load: 40 mg, diikuti IV infus: 10-40 mg/jam. Lansia-manula: Oral/IM/IV: awal: 20

mg/hari. Gagal ginjal akut: Dosis tinggi: Oral/IV: 1-3 g/hari. HD: tidak terdialisis,

mungkin dibutuhkan peningkatkan dosis.

Hipertensi: 25-50 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. Edema, hipokalemia: 25-200 mg/hari

terbagi dalam 1-2 dosis. LFG 10-50 mL/mnt: berikan setiap 12-24 jam; LFG <10

mL/mnt: 25 mg/hari, pantau.

ACEi Kaptopril 3 Hipertensi: awal: 12,5-25 mg 2-3x per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 12,5-25 mg

dengan interval 1-2 minggu hingga 50 mg 3x per hari; Maksimum: 150 mg 3x per hari;

Lazim: 25-100 mg/hari terbagi dalam 2 dosis. CHF: awal: 6,25-12,5 mg 3x per hari. LFG

>40 mL/mnt: Dosis awal maksimum: 50 mg/hari; LFG 20-40 mL/mnt: Dosis awal

maksimal: 25 mg/hari (tidak melebihi 100 mg/hari); LFG 10-20 mL/mnt: Dosis awal

maksimal: 12,5 mg/hari (tidak melebihi 70 mg/hari); LFG <10 ml/mnt: Dosis awal

maksimal: 6,25 mg/hari (tidak melebihi 37,5 mg/hari). HD: post HD atau dosis

133 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tambahan: berikan 25-35% dari dosis normal.

ARB Kandesartan

Valsartan

2

31

Hipertensi: 2-32 mg sekali per hari; awal direkomendasikan: 16 mg sekali per hari utk

terapi tunggal; Maksimum: 8-32 mg. LFG <20 mL/mnt: awal: 2 mg sekali per hari.

CHF: awal: 4 mg sekali per hari; 2xdosis pada interval 2 minggu dengan target dosis: 32

mg.

Hipertensi: awal: 80 mg atau 160 mg sekali per hari, dapat ditingkatkan hingga 320

mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 40 mg sekali per hari. Gagal jantung: awal: 40 mg 2x

per hari, dapat ditingkatkan hingga 80-160 mg 2x per hari; Maksimum: 320 mg/hari.

Antagonis-α2 sentral Klonidin 2 0,05-0,1 mg 3x per hari, tingkatkan bertahap hingga 1,2 mg/hari.

Penghambat HMG-

CoA reduktase (Statin)

Simvastatin 1 5-40 mg malam hari. LFG <30 mL/mnt: 5-20 mg/hari, gunakan dengan hati-hati.

Fibrat Gemfibrozil 1 1200 mg/hari terbagi dalam 2 dosis; Lazim: 900-1200 mg/hari. LFG <30 mL/mnt: 600

mg/hari. HD: tidak terdialisis.

Nitrat Farsorbid (ISDN) 3 Angina: Oral: Tablet konvensional: 5-40 mg/hari. IV infus: 2-10 mg/jam; Maksimum: 20

mg/jam. Gangguan ginjal: HD: berikan dosis post HD atau dosis tambahan 10-20 mg

dosis.

Inotropik Dobutamin 5 Dosis awal: 0,5-1 mcg/kg/mnt; Lazim: 2,5-20 mcg/kg/mnt; Maksimum: 40 mcg/kg/mnt.

Antikoagulan,

antifibrinolitik

Aspirin

Transamin

1

8

*Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.

LFG 20-50 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 10 mg/kg setiap 12-

24 jam; LFG <10 mL/mnt: 5 mg/kg setiap 12-24 jam.

Vasodilator perifer Citicoline 2 Keadaan akut: 250-500 mg 1-2x per hari; Keadaan kronik: 100-300 mg 1-2x per hari.

Hematopoietik Epoetin alfa

(Hemapo)

1 Dosis awal: 50-100 IU/kg 3x per minggu; Pemeliharaan: dialisis: 75 IU/kg 3x per

minggu; nondialisis: 75-150 IU/kg/minggu.

2. Sistem endokrin 39 7,30

Penghambat α-

glukosidase

Akarbose (Eclid,

Glucobay)

9 Dosis awal: 50 mg 3x per hari; Pemeliharaan: 50-100 mg 3x per hari; Maksimum: BB

<60 kg: 50 mg 3x per hari dan BB >60 kg: 100 mg 3x per hari. LFG <30 mL/mnt; SCr

>2 mg/dL: obat dihindari.

Biguanida Metformin 5 Dosis awal: 500 mg 2-3x per hari, ditingkatkan 500 mg interval 1 minggu; Maksimum:

2500 mg/hari terbagi dalam beberapa dosis. LFG >=45-59 mL/mnt: gunakan dosis

dengan hati-hati dan pantau fungsi ginjal setiap 3-6 bulan); LFG >=30-44 mL/mnt:

Maksimum: 1000 mg/hari atau 50% dari dosis normal; LFG <30 mL/mnt: obat dihindari.

Sulfonilurea Glikuidon

(Lodem)

7

Dosis awal: 15 mg, dapat ditingkatkan perlahan setiap kenaikan 15 mg hingga 45-60

mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Maksimum: 60 mg dosis tunggal; 120 mg/hari.

134 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Glimepirid

(Diaversa)

Gliklazida

(Glucodex)

6

1

1-4 mg sebelum atau saat sarapan; Maksimum: 6 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: 1

mg/hari, pantau seksama.

Dosis awal: 40-80 mg bersama sarapan, dapat ditingkatkan hingga 160 mg dosis tunggal;

Maksimum: 320 mg/hari. LFG <50 mL/mnt: awal: 20-40 mg/hari, gunakan hati-hati dan

pantau.

Insulin Aspart Novorapid 6 0,5-1 IU/kg/hari.

Insulin Glargine Lantus 3 Belum gunakan insulin: 10 IU sekali per hari, dapat ditingkatkan pada rentang 2-100

IU/hari. Dosis tergantung setiap individu, diberikan 1x per hari dan diberikan pada waktu

yang sama untuk hari selanjutnya.

Insulin Regular Human Actrapid 2 IV infus: 0,05-1 IU/ml cairan infus (NaCl 0,9%; dekstrosa 5%; dekstrosa 10%). LFG 10-

50 mL/mnt: diberikan dosis 75% dosis normal; LFG <10 mL/mnt: diberikan dosis 25-

50% dosis normal dan monitor kadar glukosa.

3. Hormon 5 0,93

Kortikosteroid Deksametason

Metilprednisolon

3

2

0,5-24 mg/hari.

*Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.

4. Sistem saraf 43 8,04

Ansiolitik Alprazolam

Haloperidol

Klobazam

2

1

1

Dosis awal: 0,25-0,5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 4 mg/hari terbagi dalam beberapa

dosis. Lansia-manula: awal 0,125-0,25 mg 2x per hari. Gangguan ginjal: gunakan dosis

terendah.

0,5-5 mg 2-3x per hari; Maksimum: 30 mg/hari. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah.

Dosis awal: 5-15 mg; Maksimum: 80 mg/hari.

Antikonvulsan Diazepam

Fenitoin

Gabapentin

(Gabexal)

1

1

1

*Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.

Kejang: awal: 150-500 mg/hari atau 3-4 mg/kg/hari terbagi dalam 1-2 dosis.

LFG >60 mL/mnt: 300-1200 mg 3x per hari; LFG 30-59 mL/mnt: 200-700 mg 2x per

hari; LFG 15-29 mL/mnt: 200-700 mg/hari; LFG 15 ml/mnt: 100-300 mg/hari; LFG <15

ml/mnt: kurangi dosis harian sesuai dengan LFG. HD: 125-350 mg (dosis tambahan

tunggal diberikan 4 jam post HD).

Antipsikotik Klorpromazin 1 Cegukan: 25-50 mg setiap 6-8 jam. LFG <10 mL/mnt: awal: dosis terendah.

Anti-vertigo & -pusing Betahistin 4 6-18 mg 3x per hari. LFG <10 mL/mnt: 6-18 mg 2-3x per hari.

5. Sistem muskuloskeletal 9 1,68

Anti-hiperurisemia & -

gout

Alopurinol 4 LFG 20-50 mL/mnt: 200-300 mg/hari; LFG 10-20 mL/mnt: 100-200 mg/hari; LFG <10

ml/mnt: 100 mg/hari.

135 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Relaksan otot Eperison HCl

(Myonal)

3 50 mg 3x per hari.

Muskuloskeletal lain Glukosamin 2 BB <55 kg: 250 mg 3x per hari; BB >55 kg: 500 mg 3x per hari.

6. Saluran kemih &

prostat 3 0,56

Penghambat 5α-

reduktase

Dutasterid

(Avodart)

1 0,5 mg sekali per hari tunggal atau kombinasi dengan tamsulosin.

Penghambat α-

adrenergik

Terazosin

(Hytrin)

Tamsulosin

(Harnal ocas)

1

1

BPH: awal: 1 mg sebelum tidur, jika diperlukan: 10 mg/hari, dapat ditingkatkan setelah

interval 4-6 minggu hingga 20 mg/hari. Hipertensi: awal: 1 mg sebelum tidur, dapat

ditingkatkan secara perlahan hingga 20 mg/hari; Lazim: 1-20 mg sekali per hari.

BPH: 0,4 mg sekali per hari 30 mnt setelah makan, dapat ditingkatkan setelah interval 2-

4 minggu hingga 0,8 mg sekali per hari.

7. Saluran

gastrointestinal 70 13,08

PPI (Proton Pump

Inhibitor)

Omeprazol

Lansoprazol

13

2

20-40 mg (tergantung penyakit peptiknya). Pendarahan di endoskopi: 80 mg, diikuti 8

mg/jam selama 72 jam.

15-30 mg pagi hari.

Antihistamin AR-H2 Ranitidin 11 IM/IV: 50 mg setiap 6-8 jam. Oral: 150-300 mg 1-2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 50-

100% dosis normal.

Antagonis dopamin Domperidon 2 Gangguan ginjal: 10-20 mg 1-2x per hari.

Antagonis reseptor 5-

HT3

Ondansetron 16 Oral: 4-24 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis. IV: 8-32 mg/hari.

Antasida Sukralfat

Strocain P

8

1

4 g/hari terbagi dalam 2-4 dosis; Maksimum: 8 g/hari. LFG 20-50 mL/mnt: 4 g/hari;

LFG <20 ml/mnt: 2-4 g/hari.

1-2 tab 3-4x per hari.

Antidiare Loperamid

(Imodium)

Attapulgite (New

diatabs)

Lactotobacillus

sporogenes

(Lacbon)

3

5

1

Dosis awal: 4 mg, diberikan 2 mg setiap setelah BAB, ditingkatkan hingga 16 mg/hari.

2 tab setiap setelah BAB atau 1200-1500 mg/dosis; Maksimum: 8400 mg/hari.

2-4 tablet 3x per hari.

Laksatif Bisakodil 4 Oral: 5-15 mg/hari. Rektal (suppos): 10 mg dosis tunggal.

136 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Dulcolax)

Laktulosa

(Duphalac)

1

Dosis awal: 15-45 mL; Pemeliharaan: 15-30 mL.

Hepatoprotektif Urdafalk 2 10-15 mg/kg/hari terbagi dalam 2-4 dosis.

Enzim pencernaan Tripanzym 1 1-2 kapl/hari. Utk pemeriksaan radiografi/rontgen: 4x1 kapl selama 2 hari.

8. Saluran pernapasan 8 1,50

Antitusif Dekstrometorfan

HBr

1 10-20 mg setiap 4 jam atau 30 mg setiap 6-8 jam; Maksimum: 120 mg/hari.

Mukolitik Ambroksol

Bisolvon

4

2

Tablet: 30-120 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis; Sirup: 30 mg/10 mL 3x per hari.

8 mg atau 4 mL 2x per hari.

Ekpektoran OBH 1 *Tidak diketahui kekuatan dosis yang digunakan.

9. Antiinfeksi 41 7,66

Antibiotik

(Sefalosporin)

Sefadroksil

Sefiksim

Sefoperazon

Sefotaksim

Seftriakson

1

4

20

3

2

LFG 26-50 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 12 jam; LFG 11-25 mL/mnt: awal:

1 g, diikuti 500 mg setiap 24 jam; LFG <10 mL/mnt: awal: 1 g, diikuti 500 mg setiap 36

jam.

200-400 mg/hari terbagi dalam 1-2 dosis. LFG <20 ml: 200 mg/hari.

2-4 g/hari setiap 12 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 8 g/hari.

Sepsis: 2 g setiap 6-8 jam. Infeksi sedang-berat: 1-2 g setiap 8 jam. LFG <10 mL/mnt: 1

g setiap 8-12 jam.

2-4 g/hari. LFG <10 mL/mnt: Maksimum 2 g/hari.

Antibiotik (Beta laktam

lainnya)

Meropenem 4 Pneumonia nosokomial, Sepsis: 1 g setiap 8 jam. LFG 26-50 mL/mnt: 500 mg-2g setiap

12 jam; LFG 10-20 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 12 jam atau 500 mg setiap 8 jam; LFG

<10 mL/mnt: 500 mg-1 g setiap 24 jam.

Antibiotik (Kuinolon) Levofloksasin 2 Pneumonia nosokomial: 750 mg setiap 24 jam selama 7-14 hari. Jika dosis utk fungsi

ginjal normal 750 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: 750 mg setiap 48 jam; Jika dosis utk

fungsi ginjal normal 500 mg/hari: LFG 20-49 mL/mnt: Dosis awal: 500 mg, lalu 250 mg

setiap 24 jam. LFG 20-50 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu turunkan hingga 125-250 mg

setiap 12-24 jam; LFG 10-20 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 12-24 jam;

LFG <10 mL/mnt: awal: 250-500 mg, lalu 125 mg setiap 24-48 jam.

Antibiotik

(Aminoglikosida)

Gentamisin 1 Dosis awal: 5-7 mg/kg sekali per hari. LFG 30-70 mL/mnt: 3-5 mg/kg, pantau kadar;

LFG 10-30 mL/mnt: 2-3 mg/kg, pantau kadar; LFG 5-10 mL/mnt: 2 mg/kg setiap 48-72

jam, tergantung kadar.

Antijamur Flukonazol 2 200-400 mg/hari (tergantung keparahan infeksi). LFG <50 mL/mnt: berikan 50% dosis

137 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nystatin

(Mycostatin)

1

normal. HD: berikan 50% dosis normal atau 100% dosis normal 3x per minggu post HD.

100000 IU 4x per hari.

Antiseptik Betadine gargle 1 1 mL obat diencerkan dengan air hingga 20 mL, kumur-kumur selama 30 detik,

dilakukan 3-4x per hari.

10. Antialergi 4 0,75

Klorfeniramin

maleat

Loratadin

Setirizin

Siproheptadin

(Heptasan)

1

1

1

1

4 mg setiap 4-6 jam; Maksimum: 24 mg. Lansia-manula: 4 mg 1-2x per hari.

10 mg/hari.

10 mg sekali per hari atau 5 mg 2x per hari. LFG <10 mL/mnt: 5-10 mg/hari.

4-20 mg/hari; Maksimum: 32 mg/hari.

11. Nutrisi 115 21,50

Aminoral

Prorenal

13

17

4-8 kaplet 3x per hari.

4-8 tab 3x per hari; Maksimum: 50 tab/hari.

Bicnat (Na

bikarbonat)

39 500 mg-1,5 g 3x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kebutuhan).

CaCO3 36 500 mg-2 g terbagi dalam 2-4x per hari (penyesuaian dosis diperlukan tergantung kadar

serum kalsium).

Kalium klorida

(KCl, KSR)

2 Oral: 600-1200 mg 2-3x per hari; IV infus: 25-50 mmol/L per hari (penyesuaian dosis

diperlukan tergantung kadar serum kalium).

Ca gluconas 2 2-15 g per 24 jam sebagai infus atau dosis terbagi (penyesuaian dosis diperlukan

tergantung kadar serum kalsium).

Kalitake 4 15-30 g/hari terbagi dalam 2-3 dosis (pantau kadar serum kalium).

Curcuma 1 1-2 tab 3x per hari.

Imboost 1 1 tab 2-3x per hari.

12. Vitamin & mineral 57 10,65

Asam folat 41 1-5 mg/hari.

Garam besi

(Sulfas ferrosus)

2 300 mg 2x per hari, ditingkatkan hingga 300 mg 4x per hari.

Sangobion 1 1-2 kaps/hari.

Neurodex 5 1 tab 2-3x per hari.

Mecobalamin 1 500-1500 mcg/hari.

Vitamin K 7 2,5-10 mg/hari.

138 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13. Kemoterapetik lain 3 0,56

Rimactazid

450/300

1 BB <50 kg: 1x1 kapl/hari.

Isoniazid 1 5 mg/kg; Maksimum: 300 mg dosis tunggal atau terbagi dalam beberapa dosis. LFG <10

mL/mnt: 200-300 mg.

Pirazinamid 1 1,5-2 g/hari. LFG <10 mL/mnt: 50-100% dosis normal.

Total 93 535 100

138 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Penyakit Ginjal Kronik

NP

Penilaian DRPs

KTPO KTPD

ITO OTI IO ↑ ↓

1 0 1 0 1 0 1

2 0 0 0 1 0 1

3 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 1

5 0 1 1 0 0 1

6 0 0 1 0 0 1

7 0 0 1 1 0 1

8 0 1 1 1 0 1

9 0 0 1 1 0 1

10 0 1 1 0 0 1

11 0 0 1 0 0 1

12 0 0 1 0 0 1

13 1 1 1 0 0 1

14 0 0 1 0 0 1

15 0 0 1 1 0 1

16 0 0 0 0 0 1

17 1 1 1 0 0 1

18 0 0 1 1 0 1

19 0 0 1 0 0 1

20 0 0 1 0 0 1

21 0 0 1 0 0 1

22 0 0 1 0 0 1

23 0 1 1 0 0 1

24 0 0 0 1 0 1

25 0 0 0 0 0 1

26 0 1 1 0 0 1

27 0 1 1 1 0 1

28 0 1 0 0 0 1

29 0 0 1 0 0 1

30 0 0 1 1 0 1

31 0 1 0 0 0 1

32 0 1 1 0 0 1

33 0 1 1 0 0 0

34 1 1 1 0 0 1

35 1 1 1 0 0 1

36 0 1 0 0 0 1

37 0 0 1 0 0 1

38 0 1 0 0 0 1

39 0 1 0 0 0 0

40 1 1 0 0 0 1

41 0 1 1 0 0 1

42 0 0 0 0 0 0

43 1 1 1 1 0 1

44 0 0 1 0 0 1

Keterangan:

NP = no pasien; KTPO =

ketidaktepatan pemilihan

obat; KTPD =

ketidaktepatan

penyesuaian dosis; ↑ =

dosis obat terlalu tinggi;

dosis obat terlalu rendah;

ITO = indikasi tanpa obat;

OTI = obat tanpa indikasi;

IO = interaksi obat.

139

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Kejadian DRPs Interaksi Obat

NP Terapi Obat Interaksi Obat Mekanisme Interaksi Obat Jenis Interaksi

Obat

DRPs

IO

1 Cefoperazone

Meropenem

Valsartan

Amlodipine

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Bisolvon

Myonal

Meloxicam

PCT

Novorapid

Lodem

Eclid

Dulcolax

Neurodex

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

Valsartan -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar kalium

dan saling meningkatkan toksisitas

yang dapat mengakibatkan kerusakan

fungsi ginjal, terutama pada lansia.

Tidak diketahui,

moderat

Meloxicam -

Lodem

Meloksikam meningkatkan efek

Glikuidon dengan mekanisme yang

tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.

Tidak diketahui,

moderat

Meloxicam -

Valsartan

Meloksikam menurunkan efek

Valsartan secara farmakodinamik

antagonis. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

2 Cefoperazone

Lasix

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Concor

Letonal

Neurodex

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Cefoperazone -

Lasix

Sefoperazon meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

3 Cefoperazone

Dobutamin

PCT

0

4 Lasix

Valsartan

Bicnat

Asam folat

Concor

Letonal - KSR Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Mungkin terjadi interaksi

yang serius atau mengancam jiwa.

Kontraindikasi, kecuali manfaatnya

lebih besar daripada resiko dan tidak

Tidak diketahui,

mayor

1

141

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Letonal

Diazepam

Fenitoin

Mertigo

KSR

Amdixal

Meloxicam

ada alternatif lain.

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar kalium

dan saling meningkatkan toksisitas

yang dapat mengakibatkan kerusakan

fungsi ginjal, terutama pada lansia.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - KSR Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Amdixal Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - KSR Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Letonal -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Meloxicam - KSR Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Meloxicam -

Concor

Meloksikam menurunkan efek

Bisoprolol secara farmakodinamik

antagonis

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Meloxicam -

Valsartan

Meloksikam menurunkan efek

Valsartan secara farmakodinamik

antagonis. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Fenitoin - Amdixal Fenitoin menurunkan kadar atau efek

Amlodipin dengan mempengaruhi

enzim metabolisme CYP3A4 di hati

atau usus.

Farmakokinetik,

minor

142

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

5 Bifotik

Lasix

Amlodipine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Transamin

Vitamin K

Ondansetron

KCl

OMZ

OBH

PCT

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

KCl - Lasix Kalium klorida meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Cefoperazone -

Lasix

Sefoperazon meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

6 Lasix

Adalat oros ER

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Ambroxol

Valsartan

Aminoral - Adalat

oros ER

Aminoral menurunkan efek Nifedipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 - Adalat

oros ER

Kalsium karbonat menurunkan efek

Nifedipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

7 Lasix

Amlodipine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

Prorenal

New diatabs

Imodium

Ambroxol

Dextromethorphan

HBr

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

8 Lasix

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

OMZ

Amlodipine

Valsartan

Concor

Letonal

Allopurinol

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

CaCO3 -

Allopurinol

Kalsium karbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

143

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Amlodipine

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat -

Allopurinol

Na bikarbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

9 Lasix

Novorapid

Amlodipine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

Prorenal

PCT

Glimepiride

Metformin

Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

1

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Lasix - Metformin Furosemida meningkatkan kadar

Metformin dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Metformin - Asam

folat

Metformin menurunkan kadar Asam

folat dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

Metformin - Lasix Metformin menurunkan kadar Tidak diketahui,

144

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Furosemida dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

minor

10 Ranitidine

Ondansetron

Cefotaxime

Cefixime

Amlodipine

Metformin

Glimepiride

Asam mefenamat

Asam folat

Sulfas ferrosus

New diatabs

OMZ

Sucralfate

OMZ - Sulfas

ferrosus

Omeprazol menurunkan kadar atau

efek Garam besi dengan

meningkatkan pH lambung.

Farmakokinetik,

moderat

1

Asam mefenamat -

Glimepiride

Asam mefenamat meningkatkan efek

Glimepirid dengan mekanisme yang

tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.

Tidak diketahui,

moderat

Metformin - Asam

folat

Metformin menurunkan kadar Asam

folat dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

11 Ranitidine

Ondansetron

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Amlodipine

Valsartan

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

12 Cefoperazone

Glucobay

Metformin

Bicnat

Asam folat

Aminoral

Amlodipine

Valsartan

Rimactazid

450/300 mg

Bicnat - Rimactazid

(Isoniazid)

Na bikarbonat menurunkan kadar

Isoniazid dengan menghambat

absorpsi isoniazid di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

1

Rimactazid

(Rifampicin) -

Amlodipine

Rifampisin menurunkan kadar atau

efek Amlodipin dengan

mempengaruhi enzim metabolisme

CYP3A4 di hati atau usus.

Farmakokinetik,

moderat

Rimactazid

(Isoniazid) -

Amlodipine

Isoniazid menurunkan kadar atau efek

Amlodipin dengan mempengaruhi

enzim metabolisme CYP3A4 di hati

atau usus.

Farmakokinetik,

moderat

Rimactazid

(Rifampicin) -

Valsartan

Rifampisin meningkatkan kadar atau

efek Valsartan dengan Valsartan

merupakan substrat transporter

OATP1B1 uptake di hati, sedangkan

rifampisin merupakan inhibitor

OATP1B1 sehingga dapat

meningkatkan paparan valsartan

secara sistemik.

Farmakokinetik,

moderat

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Metformin - Asam

folat

Metformin menurunkan kadar Asam

folat dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

Rimactazid

(Isoniazid) -

Metformin

Isoniazid menurunkan efek Metformin

dengan mekanisme interaksi yang

tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

Rimactazid

(Isoniazid) -

Acarbose

Isoniazid menurunkan efek Akarbose

dengan mekanisme interaksi yang

tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

13 Ceftriaxone

Cefoperazone

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

Farmakodinamik

antagonis,

1

145

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ondansetron

OMZ

Lasix

Farsorbid

Ca gluconas

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Neurodex

Amlodipine

Diovan

Clonidine

PCT

Gliquidone

Glucobay

Domperidone

Sucralfate

antagonis. moderat

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Clonidine -

Glucobay

Klonidin menurunkan efek Akarbose

secara farmakodinamik antagonis.

Penurunan gejala hipoglikemia akibat

produksi katekolamin.

Farmakodinamik

antagonis, minor

Clonidine -

Gliquidone

Klonidin menurunkan efek Glikuidon

secara farmakodinamik antagonis.

Penurunan gejala hipoglikemia akibat

produksi katekolamin.

Farmakodinamik

antagonis, minor

Lasix - Ca gluconas Furosemida menurunkan kadar

Kalsium glukonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

glukonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Cefoperazone -

Lasix

Sefoperazon meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

Ceftriaxone - Lasix Seftriakson meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

14 Lasix

Amlodipine

Valsartan

Prorenal

Myonal

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Cefixime

Mecobalamin

Gabexal

Ketesse

Allopurinol

OMZ

Glucosamine

Dulcolax

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 - Gabexal Kalsium karbonat menurunkan kadar

Gabapentin dengan menghambat

absorpsi gabapentin di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

CaCO3 -

Allopurinol

Kalsium karbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Valsartan - Ketesse Keduanya meningkatkan kadar kalium

dan saling meningkatkan toksisitas

yang dapat mengakibatkan kerusakan

fungsi ginjal, terutama pada lansia.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat -

Allopurinol

Na bikarbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Bicnat - Gabexal Na bikarbonat menurunkan kadar

Gabapentin dengan menghambat

absorpsi gabapentin di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Ketesse - Valsartan Dexketoprofen menurunkan efek

Valsartan secara farmakodinamik

antagonis. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

OMZ -

Mecobalamin

Omeprazol menurunkan kadar

Vitamin B12 dengan menghambat

absorpsi vitamin B12 di saluran cerna.

Farmakokinetik,

minor

146

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gabexal -

Mecobalamin

Gabapentin menurunkan kadar

Vitamin B12 dengan menghambat

absorpsi vitamin B12 di saluran cerna.

Farmakokinetik,

minor

15 Lasix

Captopril

Aldactone

Farsorbid

Lansoprazole

Glimepiride

Metformin

Glucobay

Bicnat

Asam folat

Diovan

Amlodipine

Alprazolam

Concor

Captopril -

Glimepiride

Kaptopril meningkatkan efek

Glimepirid secara farmakodinamik

sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

1

Captopril -

Aldactone

Kaptopril, Spironolakton terjadi

interaksi secara farmakodinamik

sinergis. Beresiko hipotensi akut,

gangguan ginjal.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Diovan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Diovan - Lasix Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Amlodipine

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Concor - Diovan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

16 Ranitidine

Ondansetron

Amlodipine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

PCT

Gliquidone

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

17 Cefoperazone

Ondansetron

Ranitidine

Vitamin K

Transamin

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Diaversa

Eclid

Kalitake

New diatabs

Chlorpromazine

New diatabs -

Chlorpromazine

Attapulgite menurunkan kadar

Klorpromazin dengan menghambat

absorpsi klorpromazin di saluran

cerna.

Farmakokinetik,

minor

1

18 Cefoperazone

Meropenem

Methylprednisolone

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

147

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dexamethasone

PCT

Dobutamine

Novorapid

Lantus

Amlodipine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Dulcolax

Meloxicam

Mycostatin

Gliquidone

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Valsartan -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar kalium

dan saling meningkatkan toksisitas

yang dapat mengakibatkan kerusakan

fungsi ginjal, terutama pada lansia.

Tidak diketahui,

moderat

Meloxicam -

Gliquidone

Meloksikam meningkatkan efek

Glikuidon dengan mekanisme yang

tidak diketahui. Resiko hipoglikemia.

Tidak diketahui,

moderat

Meloxicam -

Valsartan

Meloksikam menurunkan efek

Valsartan secara farmakodinamik

antagonis. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Dexamethasone -

Methylprednisolone

Deksametason menurunkan kadar atau

efek Metilprednisolon dengan

mempengaruhi enzim metabolisme

CYP3A4 di hati atau usus.

Farmakokinetik,

moderat

19 Cefoperazone

PCT

Valsartan

Divask

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Kalitake

Myonal

Bisolvon

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 - Divask Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Kalitake -

Amlodipine Kalitake menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

20 Lasix

Ca gluconas

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Valsartan

Kalitake

Lasix - Ca gluconas Furosemida menurunkan kadar

Kalsium glukonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

glukonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

1

21 Amlodipine

Diovan

Furosemide

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

PCT

Dexamethasone

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Diovan -

Furosemide

Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Furosemide - Asam

folat

Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Furosemide -

CaCO3

Furosemida menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

22 Ranitidine

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik

148

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Amlodipine

Valsartan

Ambroxol

Prorenal

Cefixime

Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

antagonis,

moderat

23 Lasix

Cefoperazone

Vitamin K

Transamin

OMZ

Bicnat

Asam Folat

CaCO3

Aminoral

Amlodipine

Valsartan

Sucralfate

Duphalac

New diatabs

Tripanzym

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 - Duphalac Kalsium karbonat menurunkan efek

Laktulosa secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Bicnat - Duphalac Na bikarbonat menurunkan efek

Laktulosa secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Cefoperazone -

Lasix

Sefoperazon meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

24 Cefoperazone

Lasix

Farsorbid

Valsartan

Adalat oros ER

Concor

CaCO3

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

CaCO3 - Adalat

oros ER

Kalsium karbonat menurunkan efek

Nifedipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Adalat

oros ER

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Cefoperazone -

Lasix

Sefoperazon meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

25 Ceftriaxone

Cefoperazone

Ranitidine

Ondansetron

Methylprednisolone

Novalgin

Imboost

PCT

Curcuma

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Concor

Letonal

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

149

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

26 Cefotaxime

Gentamicin

Levofloxacin

OMZ

PCT

Dobutamine

Actrapid

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Sucralfate

Lasix

Lantus

Fluconazole

Tramadol

Fluconazole -

Levofloxacin

Keduanya meningkatkan rentang QTc.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

1

Tramadol -

Dobutamine

Tramadol meningkatkan dan

Dobutamin menurunkan sedasi.

Tidak diketahui,

moderat

Dobutamine - Lasix Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,

moderat

Lasix - Gentamicin Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,

moderat

Dobutamine -

Gentamicin

Keduanya menurunkan kadar kalium. Tidak diketahui,

moderat

Levofloxacin -

Actrapid

Levofloksasin meningkatkan efek

Insulin Regular Human secara

farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Fluconazole - OMZ Flukonazol meningkatkan kadar atau

efek Omeprazol dengan

mempengaruhi enzim metabolisme

CYP2C19 di hati.

Farmakokinetik,

moderat

Dobutamine - Lasix Dobutamin, Furosemida terjadi

interaksi secara farmakodinamik

sinergis.

Farmakodinamik

sinergis, minor

27 Meropenem

Cefadroxil

PCT

Ranitidine

Ondansetron

Lasix

Lacbon

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Allopurinol

Prorenal

Asam mefenamat

Betadine gargle

CaCO3 -

Allopurinol

Kalsium karbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

1

Asam mefenamat -

Lasix

Asam mefenamat meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat -

Allopurinol

Na bikarbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Cefadroxil - Asam

mefenamat

Sefadroksil meningkatkan kadar atau

efek Asam mefenamat dengan

kompetisi obat asam (anionik) untuk

klirens tubular ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Cefadroxil - Lasix Sefadroksil meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

Asam mefenamat -

Lasix

Asam mefenamat menurunkan efek

Furosemida secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis, minor

Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

28 Cefotaxime

Cefoperazone

Meropenem

Levofloxacin

Diltiazem -

Bisoprolol

Keduanya saling meningkatkan

toksisitas dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan. Mungkin

terjadi interaksi yang serius atau

Tidak diketahui,

mayor

1

150

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

OMZ

Novorapid

Actrapid

Citicoline

Vitamin K

Transamin

PCT

Fluconazole

Bisoprolol

Diltiazem

mengancam jiwa. Gunakan alternatif

lain. Dapat meningkatkan resiko

bradikardia.

Bisoprolol -

Diltiazem

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Fluconazole - OMZ Flukonazol meningkatkan kadar atau

efek Omeprazol dengan

mempengaruhi enzim metabolisme

CYP2C19 di hati.

Farmakokinetik,

moderat

29 Lasix

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Amlodipine

Valsartan

Canderin

Prorenal

Gemfibrozil

Simvastatin

Kalitake

Urdafalk

CTM

Loratadine

Cetirizine

Glucodex

Amlodipine -

Simvastatin

Amlodipin meningkatkan kadar

Simvastatin. Mungkin terjadi interaksi

serius atau mengancam jiwa. Manfaat

terapi kombinasi harus

dipertimbangkan secara hati-hati,

melawan potensi resiko kombinasi

(resiko miopati/rabdomiolisis). Batasi

simvastatin, tidak lebih dari 20

mg/hari saat digunakan bersamaan.

Tidak diketahui,

mayor

1

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Kalitake -

Amlodipine

Kalitake menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Simvastatin -

Valsartan

Simvastatin meningkatkan kadar atau

efek valsartan. Valsartan merupakan

substrat transporter OATP1B1 uptake

di hati, sedangkan simvastatin

merupakan inhibitor OATP1B1

sehingga dapat meningkatkan paparan

valsartan secara sistemik.

Farmakokinetik,

moderat

Gemfibrozil -

Valsartan

Gemfibrozil meningkatkan kadar atau

efek valsartan. Valsartan merupakan

substrat transporter OATP1B1 uptake

di hati, sedangkan gemfibrozil

merupakan inhibitor OATP1B1

sehingga dapat meningkatkan paparan

valsartan secara sistemik.

Farmakokinetik,

moderat

Valsartan -

Simvastatin

Valsartan meningkatkan toksisitas

Simvastatin.

Tidak diketahui,

minor

Simvastatin -

Loratadine

Simvastatin meningkatkan kadar atau

efek Loratadin dengan efluks

transporter P-glikoprotein (MDR1).

Farmakokinetik,

minor

30 OMZ

Lasix

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Amlodipine

Concor

Letonal

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

151

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ambroxol Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Amlodipine

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

31 Asam folat

Sulfas ferrosus

OMZ

Heptasan

Ondansetron

Concor

Amlodipine

Valsartan

OMZ - Sulfas

ferrosus

Omeprazol menurunkan kadar atau

efek Garam besi dengan

meningkatkan pH lambung.

Farmakokinetik,

moderat

1

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Amlodipine

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

32 Lasix

Canderin

Concor

Letonal

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,

152

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Valsartan

Allopurinol

Amlodipine

Glucosamine

Meloxicam

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

moderat

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

CaCO3 -

Allopurinol

Kalsium karbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Canderin - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Canderin - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Canderin -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar kalium

dan saling meningkatkan toksisitas

yang dapat mengakibatkan kerusakan

fungsi ginjal, terutama pada lansia.

Tidak diketahui,

moderat

Canderin - Lasix Kandesartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Amlodipine

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Letonal -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Meloxicam - Lasix Meloksikam meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat -

Allopurinol

Na bikarbonat menurunkan kadar

Allopurinol dengan menghambat

absorpsi allopurinol di saluran cerna.

Farmakokinetik,

moderat

153

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Meloxicam -

Concor

Meloksikan menurunkan efek

Bisoprolol secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Meloxicam -

Canderin

Meloksikam menurunkan efek

Kandesartan secara farmakodinamik

antagonis. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Concor - Canderin Bisoprolol, Kandesartan terjadi

interaksi secara farmakodinamik

sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Meloxicam - Lasix Meloksikam menurunkan efek

Furosemida secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis, minor

Lasix - Asam folat Furosemida menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

33 Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Cefoperazone

Ondansetron

Lansoprazole

Musin

Hytrin

Hemapo

0

34 Bifotik

PCT

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Amlodipine

Valsartan

Lasix

Glucobay

Diaversa

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

35 Ranitidine

Bicnat

Asam folat

CaCO3

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,

154

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sangobion

Amlodipine

Valsartan

Ondansetron

Aminoral

Neurodex

Ketorolac

Cefoperazone

Lasix

Metformin

New diatabs

Imodium

Alprazolam

INH (Isoniazid)

Pirazinamid

Sangobion atau efek Garam besi dengan

meningkatkan pH lambung.

moderat

CaCO3 - Isoniazid Kalsium karbonat menurunkan kadar

Isoniazid dengan menghambat

absorpsi isoniazid di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Bicnat - Isoniazid Na karbonat menurunkan kadar

Isoniazid dengan menghambat

absorpsi isoniazid di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Isoniazid -

Amlodipine

Isoniazid menurunkan kadar atau efek

Amlodipin dengan mempengaruhi

enzim metabolisme CYP3A4 di hati

atau usus.

Farmakokinetik,

moderat

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Bicnat - Sangobion Na bikarbonat menurunkan kadar atau

efek Garam besi dengan

meningkatkan pH lambung.

Farmakokinetik,

moderat

CaCO3 -

Sangobion

Kalsium karbonat menurunkan kadar

Garam besi dengan menghambat

absorpsi garam besi di saluran cerna.

Farmakokinetik,

minor

Cefoperazone -

Lasix

Sefoperazon meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

Isoniazid -

Pirazinamid

Keduanya saling meningkatkan

toksisitas secara farmakodinamik

sinergis.

Farmakodinamik

sinergis, minor

Isoniazid -

Metformin

Isoniazid menurunkan efek Metformin

dengan mekanisme interaksi yang

tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

Isoniazid - CaCO3 Isoniazid menurunkan kadar Kalsium

karbonat dengan menghambat

absorpsi kalsium karbonat di saluran

cerna.

Farmakokinetik,

minor

Metformin - Asam

folat

Metformin menurunkan kadar Asam

folat dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

minor

Sangobion -

CaCO3

Garam besi meningkatkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan absorpsi kalsium

karbonat di saluran cerna.

Farmakokinetik,

minor

Ketorolac - Lasix Ketorolac meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Ketorolac - Lasix Ketorolac menurunkan efek

Furosemida secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis, minor

36 Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Urdafalk

Amlodipine

Prorenal

Aminoral -

Amlodipine

Aminoral menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

CaCO3 - Kalsium karbonat menurunkan efek Farmakodinamik

155

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Profenid Amlodipine Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

antagonis,

moderat

37 Ondansetron

Betahistine

Amlodipine

Captopril

Ranitidine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Imodium

Citicoline

Aspilet

Haloperidol

Clobazam

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Clobazam -

Haloperidol

Klobazam meningkatkan kadar atau

efek Haloperidol dengan

mempengaruhi enzim metabolisme

CYP2D6 di hati. Dosis rendah

dibutuhkan saat digunakan bersamaan.

Farmakokinetik,

moderat

Aspilet - Valsartan Aspirin menurunkan efek Valsartan

secara farmakodinamik antagonis.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

CaCO3 - Aspilet Kalsium karbonat, Aspirin terjadi

interaksi dengan cara reabsorpsi pasif

tubulus ginjal karena meningkatnya

pH. Kadar aspirin meningkat pada

dosis sedang dan menurun pada dosis

besar (peningkatan ekskresi ginjal dari

aspirin tidak berubah).

Farmakokinetik,

minor

Aspilet - Asam

folat

Aspirin menurunkan kadar Asam folat

dengan menghambat absorpsi asam

folat di saluran cerna.

Farmakokinetik,

minor

Bicnat - Aspilet Na bikarbonat, Aspirin terjadi

interaksi dengan cara reabsorpsi pasif

tubulus ginjal karena meningkatnya

pH. Kadar aspirin meningkat pada

dosis sedang dan menurun pada dosis

besar (peningkatan ekskresi ginjal dari

aspirin tidak berubah).

Farmakokinetik,

minor

38 Ondansetron

Amlodipine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Cefixime

Vitamin K

Transamin

Pronalges

Meloxicam

OMZ

Domperidone

Sucralfate

Betahistine

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

Valsartan -

Meloxicam

Keduanya meningkatkan kadar kalium

dan saling meningkatkan toksisitas

yang dapat mengakibatkan kerusakan

fungsi ginjal, terutama pada lansia.

Tidak diketahui,

moderat

Meloxicam -

Valsartan

Meloksikam menurunkan efek

Valsartan secara farmakodinamik

antagonis. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Cefixime -

Meloxicam

Sefiksim meningkatkan kadar atau

efek Meloksikam dengan kompetisi

obat asam (anionik) untuk klirens

tubular ginjal.

Farmakokinetik,

minor

39 Dobutamine

Cefoperazone

OMZ

Vitamin K

Transamin

Neurodex

Episan

Bicnat

Asam folat

0

156

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

CaCO3

Avodart

Harnal ocas

40 Novalgin

Cefoperazone

Ondansetron

Transamin

Asam folat

Bicnat

CaCO3

OMZ

PCT

Ranitidine

Betahistine

Strocain P

Sucralfate

Amlodipine

Lantus

Novorapid

Lodem

Eclid

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

1

41 Ranitidine

Ondansetron

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Prorenal

Lasix

Amlodipine

Captopril

Dexamethasone

Novalgin

Dulcolax

PCT

Glucobay

Glurenorm

Novorapid

CaCO3 - Captopril Kalsium karbonat menurunkan efek

Kaptopril dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Prorenal -

Amlodipine

Prorenal menurunkan efek Amlodipin

secara farmakodinamik antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Captopril -

Glurenorm

Kaptopril meningkatkan efek

Glikuidon secara farmakodinamik

sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Bicnat - Captopril Na bikarbonat menurunkan efek

Kaptopril dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

Dexamethasone -

Ondansetron

Deksametason menurunkan kadar atau

efek Ondansetron dengan

mempengaruhi enzim metabolisme

CYP3A4 di hati atau usus.

Farmakokinetik,

moderat

42 Dobutamine

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Cefoperazone

Transamin

0

43 Amlodipine

Valsartan

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Vitamin K

Lodem

Eclid

Lasix

Catapres

Concor

Clonidine - Concor Keduanya sailng meningkatkan

toksisitas dengan mekanisme interaksi

yang tidak ditentukan. Mungkin

terjadi interaksi serius atau

mengancam jiwa. Gunakan alternatif.

Dapat meningkatkan resiko

bradikardia.

Tidak diketahui,

mayor

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar Farmakokinetik,

157

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Letonal

Diaversa

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

moderat

CaCO3 -

Amlodipine

Kalsium karbonat menurunkan efek

Amlodipin secara farmakodinamik

antagonis.

Farmakodinamik

antagonis,

moderat

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Lasix Valsartan meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Concor -

Amlodipine

Keduanya meningkatkan

antihipertensi yang memblok kanal.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Clonidine Bisoprolol, Klonidin terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Interaksi yang potensial berbahaya.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Lasix Bisoprolol meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Efek interaksi tidak jelas.

Tidak diketahui,

moderat

Letonal - Lasix Spironolakton meningkatkan dan

Furosemida menurunkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Clonidine - Eclid Klonidin menurunkan efek Akarbose

secara farmakodinamik antagonis.

Penurunan gejala hipoglikemia akibat

produksi katekolamin.

Farmakodinamik

antagonis, minor

Clonidine -

Diaversa

Klonidin menurunkan efek Glimepirid

secara farmakodinamik antagonis.

Penurunan gejala hipoglikemia akibat

produksi katekolamin.

Farmakodinamik

antagonis, minor

Clonidine - Lodem Klonidin menurunkan efek Glikuidon

secara farmakodinamik antagonis.

Penurunan gejala hipoglikemia akibat

produksi katekolamin.

Farmakodinamik

antagonis, minor

Lasix - Asam folat Furosemid menurunkan kadar Asam

folat dengan meningkatkan klirens

asam folat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Lasix - CaCO3 Furosemida menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar Farmakokinetik,

158

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

minor

44 Cefoperazone

Lasix

Ondansetron

Bicnat

Asam folat

CaCO3

Aminoral

Concor

Letonal

Prorenal

Valsartan

Allopurinol

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan efek

Bisoprolol dengan mekanisme

interaksi yang tidak ditentukan.

Tidak diketahui,

moderat

1

CaCO3 - Concor Kalsium karbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Valsartan - Concor Keduanya meningkatkan kadar

kalium.

Tidak diketahui,

moderat

Valsartan - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Concor - Letonal Keduanya meningkatkan kadar

kalium. Interaksi yang potensial

berbahaya.

Tidak diketahui,

moderat

Bicnat - Concor Na bikarbonat menurunkan kadar

Bisoprolol dengan menghambat

absorpsi bisoprolol di saluran cerna.

Gunakan terpisah selang 2 jam.

Farmakokinetik,

moderat

Concor - Valsartan Bisoprolol, Valsartan terjadi interaksi

secara farmakodinamik sinergis.

Farmakodinamik

sinergis,

moderat

Letonal - CaCO3 Spironolakton menurunkan kadar

Kalsium karbonat dengan

meningkatkan klirens kalsium

karbonat di ginjal.

Farmakokinetik,

minor

Cefoperazone -

Lasix

Sefoperazon meningkatkan toksisitas

Furosemida secara farmakodinamik

sinergis. Peningkatan resiko

nefrotoksisitas.

Farmakodinamik

sinergis, minor

top related