tutorial 4
Post on 30-Jun-2015
300 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Skenario D Blok IV
Tuan Acai, 39 tahun, seorang WNI keturunan Cina, datang ke dokter keluarga
dengan keluhan benjolan di leher kiri, suara serak, mimisan, hidung seperti
tersumbat, dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu. Riwayat penyakit terdahulu
ketika tuan Acai berusia 7 tahun pernah terinfeksi EBV (Epstein Barr Virus)
berdasarkan pemeriksaan serologi. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan dan
menduga adanya tumor di leher kiri sehingga merujuk pasien tersebut ke seorang
ahli patologi anatomi untuk dilakukan pemeriksaan FNAC (Fine Needle
Aspiration Cytology). Hasil pemeriksaan FNAC mengesankan (diagnosis) sebagai
karsinoma nasofaring.
Klarifikasi Istilah-istilah
Benjolan : nodus kecil yang padat dan dapat dikenali melalui
sentuhan
Suara serak : Biasanya ditujukan untuk disfungsi laring akibat vibrasi
pita suara yang abnormal.
Mimisan : (epistaxis) perdarahan dari hidung biasanya akibat
pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak di bagian anterior septum
nasal kartilaginosa
Infeksi EBV : Terinfeksi virus menyerupai herpes yang menyebabkan
mononukleus is infeksiosa dan dihubungkan dengan limfoma Burkitt dan
karsinoma nasofaring
Pemeriksaan serologi : Pemeriksaan mengenai antibdi, antigen invitro
Tumor : Pembengkakan ; salah satu dari tanda cardinal peradngan
Patologi anatomi : Cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sifat
essensial penyakit khususnya pada perubahan jaringan dan organ tubuh
yang menyebabkan atau disebabkan penyakit
Pemeriksaan FNAC : Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan anastesi
lokal (jika diperlukan) dan mengambil sebagian kecil dari cairan di
benjolan.
1
Karsinoma nasofaring : Tumor ganas yang timbul pada epithelial pelapis
ruangan di belakang hidung
Identifikasi masalah
1. Tuan Acai 39 tahun, seorang keturunan China dating ke dokter keluarga
dengan keluhan benjolan di sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung
seperti tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu
2. Tuan Acai memiliki riwayat penyakit, terinfeksi EBV berdasarkan
pemeriksaan serologi ketika berusia 7 tahun
3. Dokter menduga adanya tumor di leher kiri sehingga dirujuk ke ahli PA
untuk dilakukan pemeriksaan FNAC dan hasilnya didiagnosis menderita
karsinoma nasofaring main problem
Analisis Masalah
1. Tuan Acai 39 tahun, seorang keturunan China dating ke dokter keluarga
dengan keluhan benjolan di sebelah kiri, suara serak, mimisan, hidung
seperti tersumbat dan sakit kepala sejak 6 bulan yang lalu
a. Apakah ada hubungan antara usia dan ras Tuan Acai dengan penyakit yang
dideritanya?
b. Bagaimana etiologi :
Benjolan di leher sebelah kiri
Suara serak
Mimisan
Hidung seperti tersumbat
Sakit kepala
c. Apa penyakit yang mungkin diderita oleh Tuan Acai dari keluhan yang
muncul?
2. Tuan Acai memiliki riwayat penyakit, terinfeksi EBV berdasarkan
pemeriksaan serologi ketika berusia 7 tahun
a. Apakah ada kaitan antara riwayat terinfeksi EBV dengan penyakit diderita
Tuan Acai?
b. Bagaimana cara pemeriksaan serologi?
c. Bagaimana Tuan Acai bisa terinfeksi EBV?
2
d. Bagaimana epidemiologi EBV?
e. Bagaimana aktivitas EBV dalam tubuh?
f. Bagaimana sistem imun dan mekanisme tubuh dalam melawan EBV?
3. Dokter menduga adanya tumor di leher kiri sehingga dirujuk ke ahli PA
untuk dilakukan pemeriksaan FNAC dan hasilnya didiagnosis menderita
karsinoma nasofaring.
a. Bagaimana cara pemeriksaan FNAC ?
b. Bagaimana anatomi dan histology dari nasofaring?
c. Apa perbedaan antara sel normal dan sel kanker?
d. Bagaimana pathogenesis dari karsinoma nasofaring?
e. Apa patofisiologi dari karsinoma nasofaring?
f. Apa prognosis dari karsinoma nasofaring?
Jawaban Analisis
1.
a. Ras : Ras Mongoloid merupakan faktor dominant timbulnya karsinoma
nasofaring, sehingga sering terjadi pada penduduk Cina bagian selatan,
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.
Ditemukan cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti
Aljazair dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska, diduga
penyebabnya adalah karena mereka memakan makanan yang diawetkan
dalam musim dngin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine.
Usia : Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada laki-laki dengan
perbandingan 2-3 : 1, pada usia 30 tahun, dan memuncak pada usia 40 –
50 tahun.
b. Etiologi :
Benjolan di sebelah kiri : Tumor pada nasofaring relatif bersifat
anaplastik dan banyak terdapat kelenjar limfe, maka karsinoma
nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening leher. Melalui
3
aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai ke kelenjar limfe
leher dan tertahan di sana dan karena memang kelenjar ini
merupakan pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung
ke bagian tubuh yang lebih jauh.
Suara serak : Kualitas nada suara yang normal sangat dipengaruhi
oleh besar celah glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara,
kecepatan getaran dan ketegangan pita suara.Pada tumor ganas, pita
suara gagal berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidak teraturan
pita suara, oklusi atau penyempitan celah glotik, terserangnya otot-
otot vokalis, sendi dan ligament krikoaritenoid dan kadang-kadang
menyerang saraf. Adanya tumor akan mengganggu gerak maupun
getaran kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara
menjadi semakin kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih
rendah dari biasa. Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan
jalan nafas atau paralisis komplit.
Mimisan : Keluhan pada hidung berupa sumbatan menetap pada
satu sisi atau kedua lubang hidung dan keluar darah berulang
(mimisan) atau ingus bercampur darah yang disebabkan dinding
permukaan tumor rapuh sehingga mudah berdarah pada iritasi
ringan.
Hidung seperti tersumbat : hidung serasa tersumbat karena sel
kanker menyebar ke rongga hidung, telinga terasa penuh,
berdengung, dan terasa nyeri. Ini karena tumor menyumbat muara
tuba eustachius. Pembengkakan daerah sekitar leher karena kelenjar
getah bening membengkak. Muncul benjolan di bawah telinga
akibat semakin besarnya tumor.
Sakit kepala : Nyeri kepala karena sel kanker menyebar ke leher dan
kepala, pandangan mengabur atau jadi dua (diplopia) karena saraf
mata tertekan,
c. Penyakit yang paling mungkin :
Karsinoma nasofaring
4
Gejala klinis karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu
1. Gejala nasofaring, berupa epistaksis ringan, pilek, atau sumbatan
hidung.
2. Gejala Telinga, berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri telinga
3. Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak , seperti diplopia, parestesia
daerah pipi, neuralgia trigeminal, paresis/paralisis arkus faring,
kelumpuhan otot bahu, dan sering tersedak.
4. Gejala atau metastasis di leher, berupa benjolan di leher.
Juvenile Angiofibroma nasofaring
Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologis jinak
namun secara klinis bersifat ganas karena berkemampuan merusak tulang
dan meluas ke jaringan di sekitarnya. Umumnya ditemukan pada anak-
anak dan dewasa muda.
Adenocarcinoma
Kanker yang berasal dari jaringan kelenjar.
2.
a. Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), pada hampir semua kasus
KNF telah mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus
tersebut. Pada 1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan titer
antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG terhadap
EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer ini sejalan pula
dengan tingginya stadium penyakit. Namun virus ini juga acapkali
dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya bahkan dapat pula
dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan manifestasi
penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup
untuk menimbulkan proses keganasan. Berbeda halnya dengan jenis
kanker kepala dan leher lain, Kanker Nasofaring (KNF) jarang
dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol tetapi
lebih dikaitkan dengan virus Epstein Barr, predisposisi genetik dan pola
makan tertentu.
5
b. Serologi adalah tes darah untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
mikroorganisme. mikroorganisme tertentu merangsang tubuh untuk
memproduksi antibodi selama infeksi aktif.
Cara Menguji :
Darah diambil dari vena, biasanya dari bagian dalam siku atau bagian
belakang tangan. Situs ini dibersihkan dengan obat pembunuh kuman
(antiseptik). Penyedia perawatan kesehatan membungkus sebuah band
elastis di sekitar lengan atas untuk menerapkan tekanan ke daerah
tersebut dan membuat bengkak vena dengan darah(darah keluar).
Selanjutnya, penyedia perawatan kesehatan lembut memasukkan jarum
ke dalam vena. Darah mengumpulkan ke dalam botol kedap udara atau
tabung melekat pada jarum. Band elastis dihapus dari lengan
Anda. Sekali darah telah dikumpulkan, jarum akan dihapus, dan situs
tusukan tertutup untuk menghentikan pendarahan apapun.
Pada bayi atau anak-anak muda, alat yang tajam yang disebut
lanset dapat digunakan untuk menusuk kulit dan membuatnya
berdarah. Darah terkumpul ke dalam tabung gelas kecil yang disebut
pipet, atau ke strip slide atau tes. Pembalut mungkin ditempatkan atas
wilayah tersebut jika ada perdarahan apapun. Darah kemudian
dianalisis di laboratorium untuk menentukan bagaimana antibodi
bereaksi dengan antigen tertentu. Tes ini dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi identitas mikroorganisme tertentu.
Ada beberapa teknik serologi yang dapat digunakan tergantung
pada antibodi dicurigai. teknik Serologi meliputi aglutinasi, presipitasi,
melengkapi-fiksasi, antibodi fluorescent, dan lain-lain.
Pengujian Will Feel :
Ketika jarum dimasukkan untuk mengambil darah, beberapa orang
merasa nyeri sedang, sementara yang lain merasa hanya tusukan atau
sensasi menyengat.Setelah itu, mungkin ada beberapa berdenyut.
Alasan Pengujian :
6
Sebuah tes serologi dapat menentukan apakah Anda pernah terkena
mikroorganisme tertentu, tetapi ini tidak selalu mengindikasikan infeksi
saat ini. Hasil normal biasanya, tidak ada antibodi yang ditemukan
dalam sampel darah.
Catatan: rentang nilai normal mungkin sedikit berbeda antara
laboratorium yang berbeda. Bicaralah dengan dokter Anda tentang arti
hasil spesifik Anda uji.
c. Infeksi EBV bisa melalui oral dan keterpaparan dengan lingkungan.
d. Epidemiologi dari EBV adalah tempat tempat, sanitasi dan makanan
yang tidak steril.
e. Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat
utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai
infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus,
yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein
(gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein CD21
dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang
berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan
selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu,
sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel
nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada
dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel
epitel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin
Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus epstein-barr dapat
menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila
terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi,
atau virus epstein- barr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan
kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi
transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga
mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi
transformsi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.
7
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten,
yaitu EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1
berperan dalam mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein
transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase
yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen
tersebut, gen yang paling berperan dalam transformasi sel adalah gen
LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368 asam amino yang terbagi
menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein transmembran
(166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C).
f. Untuk melawan EBV tubuh mengeluarkan antibody Ig G terhadap
antigen kapsid virus (VCA) Epstein Barr dan seringkali pula terhadap
antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA).
3.
a. Tes sederhana seperti diagnostik sitologi aspirasi jarum halus (FNAC)
juga tersedia di klinik. FNAC adalah metode yang relatif tanpa rasa
sakit dan tidak membutuhkan waktu lama. Tes diagnostik ini dilakukan
dengan menggunakan jarum halus yang dimasukkan ke dalam tiroid
Anda dan jaringan tiroid yang sudah mati diangkat menggunakan
8
jarum. Jaringan tiroid diangkat tersebut kemudian dikirim ke
laboratorium untuk pengujian dan evaluasi. Beberapa persiapan
mungkin diperlukan sebelum prosedur ini:
Tidak ada penggunaan aspirin atau obat anti-inflammmatory non-steroid
(misalnya ibuprofen, naproxen) selama satu minggu sebelum prosedur;
Tidak ada asupan makanan beberapa jam sebelum prosedur;
tes darah rutin (termasuk profil pembekuan) harus menyelesaikan dua
minggu sebelum biopsi;
Suspensi obat antikoagulan darah;
Antibiotik profilaksis dapat dilembagakan.
Sebelum prosedur dimulai, tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, suhu,
dll) dapat diambil. Lalu, tergantung pada sifat dari biopsi, jalur intravena (IV)
dapat ditempatkan. Sangat pasien cemas mungkin ingin diberikan sedasi melalui
baris ini. Untuk pasien dengan kecemasan yang kurang, obat oral (Valium) dapat
diresepkan untuk diambil sebelum prosedur.
Prosedur :
Tangan dokter terlihat melakukan jarum biopsi untuk menentukan sifat
kista baik benjolan berisi cairan atau tumor padat.
Kulit di atas area yang akan dibiopsi adalah diseka dengan larutan
antiseptik dan dibungkus dengan handuk bedah steril. Kulit, mendasari
lemak, dan otot mungkin mati rasa dengan bius lokal, meskipun hal ini
sering tidak perlu dengan massa dangkal. Setelah menemukan massa untuk
biopsi, menggunakan sinar-x atau palpasi, jarum khusus yang sangat halus
diameter dilewatkan ke dalam massa. Jarum dapat dimasukkan dan ditarik
beberapa kali. Ada banyak alasan untuk hal ini:
Satu jarum dapat digunakan sebagai panduan, dengan jarum yang lain
ditempatkan di sepanjang itu untuk mencapai posisi yang lebih tepat.
Kadang-kadang, melewati beberapa mungkin diperlukan untuk
mendapatkan sel cukup untuk tes rumit yang Sitopatolog tampil.
9
Setelah jarum ditempatkan ke dalam massa, sel-sel yang ditarik oleh
aspirasi dengan jarum suntik dan menyebar pada slide kaca. tanda-tanda
vital pasien diambil lagi, dan pasien dipindahkan ke daerah penelitian
selama sekitar 3 sampai 5 jam.
b. Anatomi Nasofaring : Nasopharynx terletak di belakang rongga hidung,
di atas palatum molle. Bila palatum molle diangkat dan dinding
posterior pharynx
ditaring ke depan,
seperti waktu
menelan, maka
nasopharynx
tertutup dari
oropharynx.
Nasopharynx
mempunyai atap,
dasar, dinding
anterior, dinding
posterior, dan dinding lateral.
Atap; dibentuk oleh corpus ossis sphenoidalis dan pars basilaris ossis
occipitalis. Kumpulan jaringan limfoid yang disebut tonsila pharyngealis,
terdapat di dalam submucosa daerah ini.
Dasar; dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang miring. Isthmus
pharyngeus adalah lubang di dasar nasopharynx di antara pinggir bebas
palatum molle dan dinding posterior pharynx. Selama menelan, hubungan
antara naso dan oropharynx tertutup oleh naiknya palatum molle dan
tertariknya dinding posterior pharynx ke depan.
Dinding anterior; dibentuk oleh apertura nasalis posterior, dipisahkan oleh
pinggir posterior septum nasi.
Dinding posterior; membentuk permukaan miring yang berhubungan
dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis.
10
Dinding lateral; pada tiap-tiap sisi memiliki muara tuba auditiva ke
pharynx. Pinggiran posterior tuba membentuk elevasi yang disebut elevasi
tuba. M. salphingoparyngeus yang melekat pada pinggir bawah tuba
membentuk lipatan vertikal pada membran mucosa yang disebut plica
salphingopharyngeus. Recessus pharyngeus adalah lekukan kecil pada
dinding lateral di belakang elevasi tuba. Kumpulan jaringan limfoid di
dalam submucosa di belakang muara tuba auditiva disebut tonsila tubaria.
Histologi nasofaring :
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak
jaringan limfosid,sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara
epitel dengan jaringan limfosid inisangat erat, sehigga sering disebut "
Limfoepitel ".
Bloom dan Fawcett ( 1965 ) membagi mukosa nasofaring atas empat macam
epitel :
1. Epitel selapis torak bersilia " Simple Columnar Cilated Epithelium "
2. Epitel torak berlapis " Stratified Columnar Epithelium ".
3. Epitel torak berlapis bersilia "Stratified Columnar Ciliated Epithelium"
4. Epitel torak berlapis semu bersilia " Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated
Epithelium ".
Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para hali.60
% persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng " Stratified
Squamous Epithelium ", dan 80 % dari dinding posteroir nasofaring dilapisi oleh
epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh epitel
transisional, yang meruapkan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng dan
torak bersilia.
Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi Keratin, kecuali pada Kripta yang
dalam. Di pandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan dua
macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.
11
Pic1. stratified squamous
nonkeratinized epithelium. plastic
section. x270
EL= esophageal lumen
N = nuclei
L = lumen
BL= basal layer(lamina basale)
CT= connective tissue
Pic2. stratified squamous keratinized
epithelium. skin. paraffion section. x132
K = keratin
P = connective tissue dermal ridges
R = epithelial ridge
BM= basal membrane
D = duct of a sweat gland
12
Pic3. pseudostratified ciliated
columnar epithelium.hamster
trachea.electron microscopy.x6480
BL= basal lamina
CC= ciliated cells
rER= rough endoplasmic reticulum
G = Golgi apparatus
C = cilia
MV= microvilli
A = axoneme
MC= mucous cells
SG= secretory glanules
Pic4. simple columnar epithelium.
monkey. paraffin section.x540
MV= microvilli
TW= terminal web
CT= connective tissue
rN= round nuclei
L = lumen
GC= goblet cell
c. Perbedaan sel kanker dan sel normal :
Sel kanker tak mengenal program kematian sel yang dikenal dengan nama
apoptosis. Apoptosis sangat dibutuhkan untuk mengatur berapa jumlah sel
yang dibutuhkan dalam tubuh kita, yang mana semuanya fungsional dan
menempati tempat yang tepat dengan umur tertentu. Bila telah melewati
masa hidupnya, sel-sel normal (nonkanker) akan mati dengan sendirinya
tanpa ada efek peradangan (inflamasi). Sel kanker berbeda dengan
karakteristik tersebut. Sel kanker sangat “bandel”. Dia akan terus hidup
meski seharusnya mati (Immortal).
Sel kanker tidak mengenal komunikasi ekstra seluler atau asosial.
Komunikasi ekstra seluler diperlukan untuk menjalin koordinasi antar sel
sehingga mereka dapat saling menunjang fungsi masing-masing. Dengan
sifatnya yang asosial, sel kanker bertindak semaunya sendiri tanpa peduli
apa yang dibutuhkan oleh lingkungannya.
Sel kanker mampu menyerang jaringan lain (invasif), merusak jaringan
tersebut dan tumbuh subur di atas “porak-porandanya” jaringan lain.
13
Untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri, sel kanker mampu
membentuk pembuluh darah baru (neoangiogenesis) meski itu tentunya
dapat mengganggu kestabilan jaringan tempat ia tumbuh.
Sel kanker memiliki kemampuan dalam memperbanyak dirinya sendiri
(proliferasi) meski seharusnya ia sudah tak dibutuhkan dan jumlahnya
sudah melebihi kebutuhan yang seharusnya.
d. Virus Epstein Barr yang mengandung protein laten yaitu LMP1 dan
EBNA2 yang memicu perubahan pada sel normal. EBV akan menjadi
laten dalam tubuh kemudian terstimulasi untuk aktif membelah kembali
setelah diransang oleh makanan-makanan yang banyak mengandung
nitrosamine. Selain itu faktor genetik juga dapat memicu aktivitas EBV.
Protein laten EBNA2 menyebabkan hilangnya P53 pada sel normal.
Kondisi ini menyebabkan mutasi gen, proliferasi sel yang tidak terkendali
dan apoptosis sel terhambat. Sel yang demikian akan menjadi sel kanker
dan dalam hal ini adalah karsinoma nasofaring dimana sel yang berubah
adalah sel epitel yang terdapat pada Recessus pharyngeus (fossa
rossamuller). Apabila sel-sel kanker ini sudah metastasis dapat
menyebabkan gangguan pada sel dan jaringan lain. Misalnya, sel kanker
yang bermetastasis ke arah tuba auditiva dapat menyebabkan gangguan
pada pendengaran; sel kanker yang bermetastasis sampai ke kelenjar getah
bening dapat menyebabkan pembengkakan/benjolan pada leher bagian
samping dan sebagainya.
e. Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor
yang berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring.
Tumbuhnya tumor akan dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang
kemudian akan menginfiltrasi kelenjar dan jaringan sekitarnya. Lokasi
yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF adalah pada Fossa
Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya
14
kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma
lainnya. Penyebaran KNF dapat berupa :
Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut
penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke
sinus kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior
mengenai saraf-saraf kranialis anterior ( n.I – n VI). Kumpulan gejala yang
terjadi akibat rusaknya saraf kranialis anterior akibat metastasis tumor ini
disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang paling sering terjadi adalah diplopia
dan neuralgia trigeminal.
Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia
pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya
foramen spinosum, foramen ovale dll) di mana di dalamnya terdapat
nervus kranialais IX – XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang
terkena adalah grup posterior dari saraf otak yaitu n VII - n XII beserta
nervus simpatikus servikalis. Kumpulan gejala akibat kerusakan pada n IX
– n XII disebut sindroma retroparotidean atau disebut juga sindrom
Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami gangguan akibat
tumor karena letaknya yang tonggi dalam sistem anatomi tubuh.
Penyebaran ke kelenjar getah bening
Merupakan salah satu penyebab utama sulitnya menghentikan proses
metastasis suatu karsinoma. Pada KNF, penyebaran ke kelenjar getah
bening sangat mudah terjadi akibat banyaknya stroma kelanjar getah
bening pada lapisan sub mukosa nasofaring. Biasanya penyebaran ke
kelenjar getah bening diawali pada nodus limfatik yang terletak di lateral
retropharyngeal yaitu Nodus Rouvier.
Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga
kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian
samping. Benjolan ini dirasakan tanpa nyeri karenanya sering diabaikan
oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,
15
menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar menjadi
lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang
lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.
f. Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis
diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
- Stadium yang lebih lanjut.
- Usia lebih dari 40 tahun
- Laki-laki dari pada perempuan
- Ras Cina dari pada ras kulit putih
- Adanya pembesaran kelenjar leher
- Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
- Adanya metastasis jauh.
Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
1. Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa
disebut nasopharynx in situ
2. Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
3. Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke
rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening
pada salah satu sisi leher.
4. Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di
semua sisi leher
5. Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Kerangka konsep
16
Sel normalEBV
Genetika, Lingkungan
LMP1
Hilang P53BCL2
EBNA2
Merumuskan Hipotesis
Tuan Acai, 39 tahun didiagnosis menderita karsinoma nasofaring karena
terinfeksi EBV (saat berusia 7 tahun)
Merumuskan Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issues
Pokok
Bahasan
What I
know
What I Don’t Know What I have to
prove
How will
I Learn
Karsinoma
Nasofaring
definisi Patogenesis
Patofisiologi
Etiologi
Epidemiologi
Text Book,
Internet,
KBBI, dan
Kamus
Kedoktera
n Dorland.
EBV - Epidemiologi
- Gen yang
terkandung dalam
EBV
Mensintesis dan Merangkum Hasil Belajar Mandiri
Karsinoma Nasofaring dan EBV
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah
nasofaing dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Merupakan
tumor daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. diagnosis
17
Proliferasi sel tak terkendali
Karsinoma Nasofaring
Mutasi dan Apoptosis, gen perbaikan DNA terganggu
dini cukup sulit karena letakya yang tersembunyi dan berhubungan dengan
banyak daerah vital.
Etiologi
Di sebabkan oleh virus Epstein barr. Virus Epstein-Barr (EBV), juga
disebut Human herpes virus 4 (HHV-4), adalah suatu virus dari keluarga herpes
(yang termasuk Virus herpes simpleks dan Cytomegalovirus),yang merupakan
salah satu virus-virus paling umum di dalam manusia. Banyak orang yang terkena
infeksi EBV, yang sering asymptomatic tetapi biasanya penyakit akibat radang
yang cepat menyebar. EBV dinamai menurut Mikhael Epstein dan Yvonne Barr,
yang bersama-sama dengan Bert Achong, memukan virus tahun 1964.
EBV adalah suatu virus herpes yang replikat-replikat utamanya ada di
beta-lymphocytes tetapi juga ada di dalam sel epitelium kerongkongan dan
saluran parotid. Penyebaran infeksi ini biasanya melalui air liur, dan masa
inkubasinya adalah empat-delapan minggu. Untuk infeksi akut, antibodi
heterophile yaitu dengan melekatkan eritrosit domba yang dihasilkan. Proses ini
merupakan dasar pembentukan perpaduan getah Monospot cepat Antibodi kepada
antigen kapsid viral (yaitu., VCA-IGG dan VCA-IgM) dihasilkan sedikit lebih
cepat dari antobodi heterophile dan lebih spesifik untuk infeksi EBV. Viral VCA-
IgG sebelumnya ada untuk infeksi akut dan penkembangan imunitas.
Epstein Barr Virus ditularkan secara per oral, umumnya ditularkan melalui
saliva, menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B. Kegagalan imunitas spesifik
EBV dapat memberikan peran pada patogenesis tumor yang berkaitan dengan
EBV dan juga pada penderita immunodeficiencies tanpa manifestasi klinik.
Implikasi kelainan siklus sel terhadap keganasan
Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu,
pertama pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak
sel yang diproduksi dalam satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel
akibat gangguan pada proses apoptosis. Gangguan pada berbagai protoonkogen
yang merangsang sel menjalani dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat
penghentian proses siklus sel.
18
Ciri khas Anak remaja yang terjangkit penyakit radang Virus Epstein-Barr
adalah sakit tenggorokan, pelebaran buku limfa, demam, dan pelebaran tonsillar.
Radang pada rongga tenggorokan dan petechiae palatal temporer juga ada. Virus
dapat melaksanakan banyak program yang terpisah secara jelas dan ekspresi gen
yang dapat tersebar luas yang digolongkan menjadi siklus lisis atau siklus
tersembunyi. Siklus tersembunyi atau infeksi produktif mengakibatkan ekspresi
yang sudah dijadwalkan sebelumnya akan terjadi sejumlah besar protein-protein
viral dimana sasaran terakhirnya akan menghasilkan virion-virion yang cepat
menyebar. Secara formal, tahap infeksi/peradangan ini tidak tak terelakkan dari
terjadinya lisis dari sel tuan rumah (host) ketika virion-virion EBV dihasilkan oleh
pertunasan dari siklus sel. Siklus tersembunyi yang terinfeksi (lysogenic) dimana
program-program mereka tidak mengakibatkan produksi virion-virion. Sangat
dibatasi, himpunan terpisah dari protein-protein viral dihasilkan selama infeksi
siklus yang tersembunyi. Ini termasuk Epstein-Barr antigen nuklir (EBNA)-1,
EBNA-2, EBNA-3A, EBNA-3B, EBNA-3C, EBNA-LEADER protein (EBNA-
LP) dan protein-protein selaput tersembunyi (LMP)-1, LMP-2A dan LMP-2B dan
Epstein-Barr menyandi RNAs (EBERS). Sebagai tambahan, EBV mengkode
untuk sedikitnya dua puluh microRNAs yang dinyatakan di dalam studi-studi
tentang sel. Dari studi ekspresi gen EBV yang terinfeksi secara tersembunyi di
dalam lini sel limfoma yang dibiakkan Burkitt, sedikitnya terdapat tiga program:
• Hanya EBNA1 (group I)
• EBNA1 + EBNA2 (group II)
• Siklus protein-protein tersembunyi (group III).
Hal ini juga mendalilkan bahwa suatu program di mana semua ekspresi
protein karena virus ditutup. Saat EBV terinfeksi B-lymphocytes in vitro, lini
sel limfoblastoid pada akhirnya muncul yang membuat pertumbuhan yang tak
tentu. Perubahan bentuk pertumbuhan lini sel ini sebagai konsekuensi dari
ekspresi protein viral. EBNA-2, EBNA-3C dan LMP-1 adalah penting bagi
perubahan bentuk selama EBNA-LP dan EBERs itu bukan. protein EBNA-1
adalah penting bagi pemeliharaan virus genome. Didalilkan bahwa dalam hal
19
untuk mengikuti infeksi alami EBV, virus melaksanakan sebagian besar atau
semua repertoire ekspresi program gen untuk menetapkan suatu infeksi yang
sebenarnya. Absennya imunitas host/tuan rumah, daur lisis menghasilkan
sejumlah virus untuk menginfeksi yang lain (kiranya) B-lymphocytes di dalam
program-program host. Program tersembunyi muncul lagi dan mematikan B-
lymphocytes yang terinfeksi untuk berkembang biak serta membawa sel-sel
yang terinfeksi di lokasi-lokasi di mana virus terdapat. Pada akhirnya, ketika
imunitas host berkembang, virus tetap pada tuntutannya untuk mematikan
hampir semua (atau mungkin semua) gen, hanya adakalanya virus aktif untuk
menghasilkan virion-virion segar. Suatu keseimbangan pada akhirnya diserang
antara pengaktifan kembali virus dan virus host karena keseimbangan pada
akhirnya diserang antara sel-sel yang dilepaskan dan sel host aktif yang kebal
viral mengaktifkan kembali ekspresi gen. Tempat-tempat keberadaan EBV ada
di sumsum tulang. Pasien-pasien yang positif EBV pasti mempunyai sumsum
tulang mereka sendiri yang digantikan dengan sumsum tulang penderita EBV-
negative dipastikan bahwa EBV-akan negative setelah pencangkokan
EBV antigen tersembunyi
Semua protein-protein EBV nuklir dihasilkan oleh penyambung alternatif
yang memulai pencatatan oleh penyelenggara Cp atau Wp di yang
ditinggalkan diakhir genom (di dalam tatanama yang konvensional). Gen-gen
itu dipesan oleh EBNA-LP/EBNA-2/EBNA-3A/EBNA-3B/EBNA-3C/EBNA-
1 dengan genome. Daerah Sandi inisiasi kodon dari EBNA-LP diciptakan oleh
sambungan catatan protein nuklir yang satu dengan yang lain. Kehadiran
kodon inisiasi, EBNA-2/EBNA-3A/EBNA-3B/EBNA-3C/EBNA-1 akan
diekspresikan tetapi tergantung pada gen-gen yang mana yang dipilih sebagai
alternatif yang akan disambung ke dalam transcript. EBNA-1 EBNA-1
mengikat protein untuk asal-muasal replikasi (oriP) di dalam genom yang
menengahi replikasi dan penyekatan episom selama divisi sel host. Ini berlaku
hanya untuk menyatakan kelompok I dari protein viral yang tersembunyi.
EBNA-1 memproses alanina glisina secara berulang-ulang yaitu untuk
merusak pengolahan antigen dan MHC kelas I- yang membatasi keberadaan
20
antigen yang akan menghambat sel-T sitotoksik CD8-yang dibatasi untuk
melawan sel-sel virus yang sudah terinfeksi. EBNA-1 pada awalnya dikenali
sebagai target antigen sera dari pasien-pasien radang sendi rheumatoid
(rheumatoid radang sendi yang dihubungkan dengan antigen nuklir; RANA).
EBNA-2
EBNA-2 adalah transactivator viral utama, transkripsi alihan dari Wp
digunakan di awal-awal setelah menginfeksi Cp. Bersama-sama dengan
EBNA-3C, itu juga mengaktifkan LMP-1. Itu dikenal untuk mengikat protein
host RBP-Jk dimana kunci dalam jalan kecil Notch. EBNA-2 penting bagi
perubahan bentuk pertumbuhan EBV-penengah.
EBNA-3A/EBNA-3B/EBNA-3C
Gen-gen ini juga mengikat protein host RBP-Jk
EBNA-3C
EBNA-3C adalah juga suatu ligase ubikuitin dan sudah ditunjukkan
kepada siklus regulator target sel seperti pRb
LMP-1
LMP-1 adalah enam jengkal protein transmembran yang juga penting bagi
perubahan bentuk pertumbuhan EBV. LMP-1 berfungsi sebagai pemberian
isyarat yang melalui jalan kecil untuk nekrosis Tumor factor-alpha/CD40
LMP-2A/LMP-2B
LMP-2A/LMP-2B adalah protein transmembrane yang berlaku untuk
menghalangi pemberian isyarat kinase tirosina. Dipercaya bahwa mereka
bertindak untuk menghalangi pengaktifan siklus lisis viral. Tidak dikenali
bilamana LMP-2B diperlukan untuk perubahan bentuk pertumbuhan EBV,
sementara kelompok-kelompok yang berbeda sudah melaporkan bahwa LMP-
2A sebagai alternatif tidak diperlukan untuk perubahan bentuk.
EBER-1/EBER-2
EBER-1/EBER-2 adalah nuklir kecil RNAs dari suatu peran yang tak
dikenal. Mereka tidak diperlukan untuk perubahan bentuk pertumbuhan EBV
miRNAs
21
EBV microRNAs disandikan oleh dua catatan, satu yang ditetapkan dalam
gen BART dan satu himpunan dekat cluster BHRF1. Ketiga BHRF1 miRNAS
dinyatakan selama jenis III yang tersembunyi secluster dengan BART
miRNAs (sampai dengan 20 miRNAs) dinyatakan selama jenis II yang
tersembunyi Fungsi-fungsi miRNAs ini sekarang ini tidak dikenal.
Sel EBV yang peka rangsangan
Permukaan virus Epstein-Barr H glikoprotein (gH) adalah penting bagi
penetrasi sel-sel B tetapi juga berperan dalam pemasangan dari virus kepada
sel epitelium.
Di dalam percobaan-percobaan terhadap binatang di laboratorium tahun
2000, menunjukkan bahwa antara larangan pertumbuhan RA-mediated dan
promosi perkembang biakan LCL secara efisien dibalikkan oleh sel yang peka
rangsangan glukokortikoid (GR) musuh/anti RU486. Virus Epstein-Barr
dapat menyebabkan penyakit radang yang cepat menyebar juga yang dikenal
sebagai 'demam hal kelenjar', 'Mono' dan 'penyakit Pfeiffer'. Penyakit akibat
radang yang cepat menyebar disebabkan bila seseorang pertama diunjukkan
ke virus selama atau setelah masa remaja. Meskipun demikian ketika dianggap
"mencium penyakit," riset terbaru sudah menunjukkan transmisi Mono tidak
hanya terjadi dari pertukaran air liur saja, tetapi juga dari kontak dengan virus
yang sudah ada di udara. Sebagian besar ditemukan dalam perkembangan
dunia, dan ditemukan bahwa kebanyakan anak-anak di dunia yang sedang
berkembang ini telah terinfeksi ketika berusia 18 bulan. EBV antibody
menguji pengerasan dimana hampir semua positif. Di Amerika Serikat,
perkiraan kasarnya mencapai hampir separuh dari orang yang berusia 5 tahun
telah terinfeksi, dan hingga 95% dari orang dewasa yang berusia antara 35 dan
40 tahun.
Penyakit berbahaya EBV-yang dihubungkan
Sebagai bukti kuat EBV dan formasi kanker ditemukan di dalam limfoma
Burkitt dan nasopharyngeal karsinoma. Ini sudah didalilkan sebagia pemicu
suatu subset dari sindrom kelelahan pasien yang kronis seperti juga sklerosis
ganda dan penyakit autoimmune lain.
22
Limfoma Burkitt adalah suatu jenis dari limfoma Nonhodgkin dan
umumnya ada di katulistiwa Afrika hal dan hidup sewaktu terjadinya malaria.
Infeksi/peradangan malaria menyebabkan pengawasan kebal dari sel-sel B
EBV immortalized, yang membiarkan perkembang biakan mereka.
Perkembang biakan ini meningkatkan kesempatan mutasi terjadi. Mutasi-
mutasi diulangi dan dapat menjurus ke sel-sel B melepaskan kendali
perkembangbiakan sel tubuh, maka membiarkan sel-sel itu berkembang biak
secara tidak terkendali, menghasilkan pembentukan limfoma Burkitt.
Limfoma. Burkitt biasanya mempengaruhi tulang rahang, membentuk suatu
tumor yang sangat besar yang menumpuk. Itu akan merespon dengan cepat
terhadap perawatan chemotherapi, yakni cyclophosphamide, tetapi umumnya
kambuh.
Limfoma-limfoma sel B lain muncul di pasien-pasien yang
immunocompromised seperti pasien AIDS atau yang sudah mengalami
pencangkokan organ/ bagian badan dengan penekanan sistem imun yang
dihubungkan (Post-Transplant Lymphoproliferative Disorder (PTLPD)).
Tumor-tumor otot licin adalah juga dihubungkan dengan virus untuk patient
yang terserang.
Nasopharyngeal karsinoma adalah suatu kanker yang ditemukan di yang
berhubung pernapasan bagian atas, paling umumnya di dalam nasofaring, dan
terhubung dengan virus EBV. Itu ditemukan sebagian besar di selatan China
dan Afrika, karena kedua-duanya adalah faktor genetik dan faktor lingkungan.
Umumnya terdapat pada orang-orang keturunan Cina (genetik), tetapi adalah
juga terdapat pada pola diet orang Cina dari yang mengkonsumsi ikan salad
dalam jumlah besar, yang mengandung nitrosamina-nitrosamina, yang
merupakan penyebab kanker terkenal
Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi
sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi
onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker karena
memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis.
Manivestasi klinis
23
Gejala di bagi dalam empat kelompok:
1. Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek, atau sumbatan
hidung.
2. Gejala telinga berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di
telinga.
3. Gejala saraf berupa gangguan saraf otak, seperti dipopia, parestesia
daerah pipih, neuralgia trigeminal, paresis/paralysis arkus faring,
kelumpuhan otot bahu dan sering tersedak.
4. gejala di leher berupa benjolan.
Komplikasi berupa metastasis jauh ke tulang, hati, dan paru dengan
gejala khas nyeri pada tulang, batuk-batuk dan gangguan fungsi hati.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral, dan waters
menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak
memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fosa srebri media. Dapat
pula dilakukan tomografi computer daerah kepala dan leher serta pemeriksaan
serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA. Diagnosis perlu dilakukan dengan biopsi
dari hidung atau mulut. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan
untuk mendeteksi metastasis.
Pengobatan
Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakukan
diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi, vaksin, dan anti virus. Sebagai ajuvan terbaik adalah kemoterapi
dengan kombinasi sis-platinum sebagai inti. Diseksi leher radikal dilakukan bila
benjolan di leher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul kembali, dengan
syarat tumor induk telah hilang.
Rasa kering di mulut dapat terjadi sampai berbulan-bulan paskaradiasi
akibat kerusakan kelenjar liur. Disarankan untuk makan banyak kuah, memebawa
minuman ke mana pun pergi. Serta mencoba memakan dan mengunyah bahan
asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Dapat juga terjadi mukositis rongga
mulut karena jamur, rasa kaku di leher karena fibrosis, sakit kepala, kehilangan
24
nafsu makan, muntah, atau mual paskapengobatan, dapat pula timbul metastasis
jauh paskapengobatan ke tulang, paru, hati dan otak. Pada keadaan tumor residif
tidak banyak tindakan medis yang dapat dilakukan selain simtomatis untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pencegahan
Dapat dilakukan vaksinasi (dalam percobaan), migrasi penduduk
mengubah kebiasaan hiup yang salah, dan bebagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan factor penyebab. Pencegahan dini, kepedulian utama, termasuk
hidrasi yang cukup, obat penghilang sakit, antipyretics, dan istirahat cukup.
Istirahat di tempat tidur harus dipaksa, dan pasien perlu membatasi aktivitas.
Kortikosteroid-kortikosteroid, acyclovir, dan obat anti alergi tidak
direkomendasikan untuk perawatan yang rutin terhadap penyakit radang yang
cepat menular, meski kortikosteroid-kortikosteroid bermanfaat bagi pasien-pasien
yang berkompromi terhadap pernapasan atau edema berhubungan dengan rongga
tenggorokan yang sudah parah. Pasien-pasien dengan penyakit radang yang cepat
menyebar harus berolahraga sedikitnya empat minggu setelah timbulnya gejala.
Kelelahan, penyakit kejang urat, dan istirahat yang cukup harus tetap berlaku
untuk beberapa bulan-bulan setelah infeksi akut berakhir.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger J. Jacob., 1994. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher,
ed.13, jilid 1, Binarupa Aksara, Jakarta. pp; 371-396
Desen Wan, dkk. 2008. Onkologi Klinik ed.II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. pp;
274-275
Eugene B. Kern. Et al. 1993. Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok, EGC,
Jakarta. pp;371- 373
http://www.intelihealth.com/IH/ihtIH/WSIHW000/9339/10416.htm
http://www.emedicine.com/emerg/topic806.htm
Kurniawan A. N., 1994. Nasopharynx dan Pharynx dalam Kumpulan kuliah
Patologi, FKUI, 1994,Jakarta.pp;151-152
PARKIN dkk. 1992.2002, WATERHOUSE dkk. 1982, MUIR dkk. 1987
Paul G.Murray and Lawrence S. Young. Expert Reviews in Molecular
Medicine: http://www-ermm.cbcu.cam.ac.uk
Rasad U, Dalam : Nasopharyngeal Carcinoma. Medical Progress. July Vol 23 no
7 1996 ;16
Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. 1997. Jakarta:
EGC
Soepardi EA, Iskandar N. Dalam : Karsinoma Nasofaring. Buku Ajar THT. Edisi
Kelima. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2000 : 146-150
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003511.htm
http://www.irwanashari.com/karsinoma-nasofaring/
26
top related