tugas ujian khusus
Post on 23-Dec-2015
17 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUGAS UJIAN KHUSUS
KESELAMATAN PASIEN DI KAMAR OPERASI
Oleh :
Herlinda Dwi Ningrum
NIM 105070204111004
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
1
BAB I
LATAR BELAKANG
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah
Keselamatan Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada
tahun 2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan
laporan: dari berbagai Negara yang menyatakan bahwa dalam pelayanan pasien rawat
inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% kejadian tidak diharapkan (KTD/Adverse
Event).
Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an,
ketika berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera
dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan
kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien
sebagai suatu endemis. Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak
menggunakan prinsip dan metode manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen
dan pengolahan risiko. Diharapkan, pelaporan & analisis insiden keselamatan pasien
akan meningkatkan kemampuan belajar dan insiden yang terjadi untuk mencegah
terulangnya kejadian yang sama di kemudian hari. Kesalahan yang terjadi dalam
proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera
pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak
Diharapkan/KTD).
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah
sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya
terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang
mampu menjawab permasalahan yang ada.
2
BAB II
URAIAN TOPIK
2.1 What
Tindakan pembedahan merupakan intervensi perawatan yang penting. World
Health Organization (WHO) memperkirakan 50% komplikasi dan kematian akibat
pembedahan dapat dicegah di negara berkembang. Untuk itu, WHO mengembangkan
surgical safety checklist (SSCL) sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan
pasien, mengurangi angka kematian dan kecacatan.
2.2 When
Pembedahan merupakan tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan dan salah satu tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,
mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan juga dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.1 Data World Health
Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan
bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.
Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu
untuk setiap 25 orang hidup.2 Pelayanan bedah merupakan pelayanan di rumah sakit
yang sering menimbulkan cidera medis dan komplikasi.3 Surgical safety checklist
(SSCL) WHO diterapkan di bagian bedah dan anestesi untuk meningkatkan kualitas
dan menurunkan kematian dan komplikasi akibat pembedahan. Tindakan
pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara ahli bedah, anestesi, dan
perawat.4 SSCL sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan keamanan berisi 24
jenis yang harus dilakukan dalam tiga tahap.
3
2.3 Where
Joint Commission for Accreditation of Health Care Organizations
menemukan lebih dari 13% kejadian salah sisi operasi. Analisis dari 126 kasus
operasi mengungkapkan bahwa 76% dilakukan pada sisi yang salah, 13% salah
pasien dan 11% prosedur yang salah. Salah sisi operasi sering terjadi pada bedah
ortopedi.7 Pemberian tanda pada sisi yang akan dioperasi tidak pernah dilakukan di
kamar bedah RSUD Sumbawa. Pemberian tanda pada sisi yang akan dioperasi
merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi kesalahan operasi salah sisi pada tahap
SI.8 Perpanjangan waktu fase TO mengakibatkan komunikasi antar tim bedah jadi
meningkat sehingga petugas kamar operasi lebih percaya diri dan siap melakukan
operasi.9 Pada fase TO, tidak dilakukan perkenalan diri, konfirmasi sisi pembedahan,
konfirmasi prosedur pembedahan, dan review dokter bedah. Antisipasi peristiwa
kritis merupakan komponen yang penting dalam pembedahan.10 Jenis yang tidak
dilakukan pada fase TO, tidak ada dalam SOP bedah RSUD Sumbawa. Menurut
pihak rumah sakit, perkenalan tidak penting dilakukan karena telah saling mengenal.
Konfirmasi sisi pembedahan dan prosedur pembedahan tidak dilakukan karena dokter
yang memeriksa pasien di bangsal sama dengan dokter yang melakukan pembedahan.
Alat atau instrumen bedah merupakan media perantara mikroba atau bakteri.
Instrumen, barang, kain dan alat lain yang dipakai dalam pembedahan harus
disterilisasi.11 Penelitian Manuaba12 menemukan salah satu faktor risiko infeksi luka
operasi adalah waktu pemberian antibiotik profilaksis. Hasil penelitian di RSUD
Sumbawa menunjukkan bahwa pada 49 pasien dengan tindakan SC (emergensi)
sebesar 18,37% diberikan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pemberian
antibiotik profilaksis untuk pasien hamil diberikan sebaiknya diberikan sewaktu tali
pusat dijepit setelah bayi dilahirkan.11 Pemberian antibiotik profilaksis 30 menit
sebelum pembedahan, akan membuat kadar antibiotik dalam darah yang cukup pada
4
saat dilakukan tindakan.13 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu
pemberian
antibiotik profilaksis dengan kejadian infeksi luka operasi tidak berpengaruh
secara signifikan (p=0,669).14 Hal ini tidak sejalan dengan Dale et al 15 yang
menemukan penggunaan antibiotik profilaksis 1 jam sebelum insisi pertama pada
kulit dapat menurunkan infeksi luka operasi. Waktu pemberian antibiotic profilaksis
merupakan hal utama yang harus diperhatikan dan pemberian antibiotik profilaksis
disarankan 60 menit sebelum insisi pertama pada kulit dilakukan.
2.4 Who
Pada tahun 1998, Joint Commission mengeluarkan Sentinel Event Alert
memeriksa masalah operasi bedah salah posisi untuk mendorong proses
pengembangan guna memastikan tindakan bedah benar posisi, pasien dan prosedur.
Pada tahun 1999, Institute of Medicine (IOM) melaporkan, untuk kesalahan karena
manusia, gambaran luas tentang besarnya kesalahan medis di Amerika Serikat dan
memberi arahan untuk keselamatan perbaikan dalam perawatan kesehatan.3
Konfrensi Tingkat Tinggi Bedah tentang Salah Posisi pada Mei 2003,
mengembangkan Rekomendasi Protokol Universal untuk mencegah operasi bedah
salah posisi, salah orang dan salah prosedur. Elemen The Universal Protocol dari
KTT ini meliputi: (1) melakukan verifikasi pra operasi (2) menandai lokasi (site
marking) yang akan dilakukan tindakan bedah dan (3) mengambil waktu keluar (sign
in) yaitu, untuk memverifikasi prosedur, pasien, dan posisi, dan menyeting
persyaratan-persyaratan dimana prosedur invasif akan dilaksanakan.3
Bulan Juli 2004 Joint Commission memberi mandat bahwa Protokol
Universal wajib diterapkan pada akreditasi. Keselamatan pasien adalah sistem atau
intervensi yang dibuat untuk mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal
dari proses pelayanan kesehatan. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh
5
yang benar untuk menghindari penyimpangan yang seharusnya dapat dicegah juga
merupakan prosedur keselamatan pasien. Kasus-kasus dengan prosedur yang keliru
atau pembedahan posisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dari miss
komunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.
2.5 Why
Kesalahan dalam komunikasi adalah alasan umum untuk kesalahan di ruang
operasi, serta selama perawatan pra dan pasca operasi. Jenis kegagalan komunikasi
termasuk kegagalan untuk mendengarkan atau mengumpulkan informasi dari pasien,
keluarga dan dokter lain serta kegagalan untuk menyampaikan informasi yang
relevan untuk status pasien. Hasilnya bisa membahayakan atau bahkan berakibat
kematian kepada pasien.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan semacam ini
adalah tidak ada atau kurangnya proses pra bedah yang distandarisasi. Jika saja
diterapkan secara disiplin maka kecelakaan kerja, kegagalan operasi dan
permasalahaan lain yang menyangkut keselamatan pasien niscaya dapat dikurangi.
Inilah yang kemudian dikenal dengan proses verifikasi, Sign In, Time Out, Sign Out
terhadap pasien yang akan mengalami pembedahan.
2.6 How
Meskipun kejadian tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasca operasi, serta
operasi salah sisi atau salah orang sangat jarang terjadi, namun fatal sekali bila betul-
betul terjadi. Salah satu cara menghindari benda tertinggal adalah menghitung seluruh
peralatan yang digunakan sebelum dan sesudah operasi. Adanya perencanaan dan
perhatian yang baik dari semua anggota tim bedah saat ini dipandang sebagai satu-
satunya solusi terbaik untuk menurunkan komplikasi pasca operasi.
6
BAB III
A. Masalah Utama
Pembedahan merupakan tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan dan salah satu tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,
mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan juga dapat
menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.1 Data World Health
Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan
bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.
Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu
untuk setiap 25 orang hidup.2 Pelayanan bedah merupakan pelayanan di rumah sakit
yang sering menimbulkan cidera medis da nkomplikasi
B. Prioritas Penyeselaian Masalah
Surgical safety checklist (SSCL) WHO diterapkan di bagian bedah dan
anestesi untuk meningkatkan kualitas dan menurunkan kematian dan komplikasi
akibat pembedahan. Tindakan pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara
ahli bedah, anestesi, dan perawat.4 SSCL sebagai alat untuk meningkatkan kualitas
dan keamanan berisi 24 jenis yang harus dilakukan dalam tiga tahap
C. Solusi Penyeselaian Masalah
Sesuai dengan program manajemen komunikasi dan informasi (MKI) dari
penilaian akreditasi rumah sakit. maka rumah sakit akan mengidentifikasi kebutuhan
informasi, merancang suatu system manajemen informasi, mendefinisikan, mendapat
data dan informasi, menganalisis data dan mengubahnya menjadi informasi,
mengirim serta melaporkan data informasi, dan mengitegrasikan dan menggunakan
informasi (Kars ,2011).
7
Program sasaran keselamatan pasien wajib di komunikasikan dan
diinformasikan untuk tercapainya hal-hal sebagai berikut:1) ketepatan identifikasi
pasien, 2) peningkatan komunikasi yang efektif, 3) peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai, 4) kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, 5)
pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, 6) pengurangan risiko pasien
jatuh (Kars, 2011, JCI, 2010).
Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah
prosedur operasi, salah pasien operasi, akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau
tidak adekuat antar anggota tim bedah. Kurang melibatkan pasien dalam penandaan
area operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi
operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan medis juga tidak adekuat.
Langkah yang dilakukan tim bedah terhadap pasien yang akan di lakukan
operasi untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur pembedahan,
mencegah terjadi kesalahan lokasi operasi, prosedur operasi serta mengurangi
komplikasi kematian akibat pembedahan sesuai dengan sepuluh sasaran dalam safety
surgery (WHO 2008).
Yaitu:
1) Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan lokasi tubuh yang benar.
2) Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah
bahaya dari pengaruh anestresia, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.
3) Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup dari
adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan.
4) Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko
kehilangan darah.
5) Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya
resiko alergi obat pada pasien.
6) Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk
meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.
8
7) Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument pada
luka pembedahan.
8) Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh
bahan) pembedahan.
9) Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang
hal-hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan pembedahan yang
aman.
10) Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan pengawasan
yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.
Surgery safety ceklist WHO merupakan penjabaran dari sepuluh hal penting
tersebut yang diterjemahkan dalam bentuk formulir yang diisi dengan melakukan
ceklist. Ceklist tersebut sudah baku dari WHO yang merupakan alat komunikasi yang
praktis dan sederhana dalam memastikan keselamatan pasien pada tahap
preoperative, intraoperatif dan pasca operatif, dilakukan tepat waktu dan menunjukan
manfaat yang lebih baik bagi keselamatan pasien (WHO 2008).
Surgery Safety Checklist di kamar bedah digunakan melalui 3 tahap, masing-
masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi (Sign In), sebelum
insisi kulit (Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi (Sign
Out) (WHO 2008) diawali dengan briefing dan diakhiri dengan debriefing menurut
(Nhs,uk 2010). Implementasi Surgery Safety Checklist memerlukan seorang
koordinator untuk bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator
biasanya seorang perawat atau dokter atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat
dalam operasi. Pada setiap fase, koordinator checklist harus diizinkan untuk
mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan
kegiatan lebih lanjut. Koordinator memastikan setiap tahapan tidak ada yang
terlewati, bila ada yang terlewati , maka akan meminta operasi berhenti sejenak dan
melaksanakan tahapan yang terlewati
9
Sign in
Langkah pertama yang dilakukan segera setelah pasien tiba di ruang serah
terima sebelum dilakukan induksi anestesi. Tindakan yang dilakukan adalah
memastikan identitas, lokasi/area operasi, prosedur operasi, serta persetujuan operasi.
Pasien atau keluarga diminta secara lisan untuk menyebutkan nama lengkap, tanggal
lahir dan tindakan yang akan dilakukan. Penandaan lokasi operasi harus oleh ahli
bedah yang akan melakukan operasi. Pemeriksaan keamanan anestesi oleh ahli
anestesi dan harus memastikan kondisi pernafasan, resiko perdarahan, antisipasi
adanya komplikasi, dan riwayat alergi pasien. Memastikan peralatan anestesi
berfungsi dengan baik, ketersedian alat, dan obat-obatan,..
Time out
Merupakan langkah kedua yang dilakukan pada saat pasien sudah berada di
ruang operasi, sesudah induksi anestesi dilakukan dan sebelum ahli bedah melakukan
sayatan kulit. Untuk kasus pada satu pasien terdapat beberapa tindakan dengan
beberapa ahli bedah timeout dilakukan tiap kali pergantian operator. Tujuan
dilakukan timeout adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan pasien , lokasi dan
prosedur pembedahan dan meningkatkan kerjasama diantara anggota tim bedah,
komunikasi diantara tim bedah dan meningkatkan keselamatan pasien selama
pembedahan. Seluruh tim bedah memperkenalkan diri dengan menyebut nama dan
peran masing-masing. Menegaskan lokasi dan prosedur pembedahan, dan
mengantisipasi risiko. Ahli bedah menjelaskan kemungkinan kesulitan yang akan di
hadapi ahli anestesi menjelaskan hal khusus yang perlu diperhatikan. Tim perawat
menjelaskan ketersedian dan kesterilan alat. Memastikan profilaksis antibiotik sudah
diberikan. Memastikan apakah hasil radiologi yang ada dan di perlukan sudah di
tampilkan dan sudah diverifikasi oleh 2 orang.
10
Sign Out
Merupakan tahap akhir yang dilakukan saat penutupan luka operasi atau
sesegera mungkin setelah penutupan luka sebelum pasien dikeluarkan dari kamar
operasi. Koordinator memastikan prosedur sesuai rencana, kesesuaian jumlah alat,
kasa, jarum, dan memastikan pemberian etiket dengan benar pada bahan-bahan yang
akan dilakukan pemeriksaan patologi.
D. Konsekuensi Penyeselaian Masalah
Hasil penelitian penerapan Surgery safety checklist yang dilakukan oleh Eefje N.
de Vries dkk tahun 2010 di beberapa rumah sakit di Belanda, yaitu adanya
penurunan tingkat komplikasi dari 27,3 per 100 pasien sebelum pelaksanaan menjadi
16,7 per 100 pasien dan penurunan angka kematian dari 1,5 menjadi 0,8%. Penurunan
tersebut konsisten selama 3 bulan.
Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Hilde Valen dkk tahun 2012 tentang
penggunaan ceklist safety surgery terhadap keselamatan pasien kesimpulannya
mengatakan bahwa meskipun perawat konsisten terhadap checklist dari WHO
tersebut tetapi karena keterlibatan semua tim bedah masih kurang mengakibatkan
penggunaan checklist juga rendah. Temuannya ini menekankan pentingnya dukungan
manajemen ketika melaksanakannya.
E. Strategi Penyeselaian Masalah
Bulan Juli 2004 Joint Commission memberi mandat bahwa Protokol
Universal wajib diterapkan pada akreditasi. Keselamatan pasien adalah sistem atau
intervensi yang dibuat untuk mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal
dari proses pelayanan kesehatan. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh
yang benar untuk menghindari penyimpangan yang seharusnya dapat dicegah juga
merupakan prosedur keselamatan pasien. Kasus-kasus dengan prosedur yang keliru
11
atau pembedahan posisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dari miss
komunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. 4
Kesalahan dalam komunikasi adalah alasan umum untuk kesalahan di ruang
operasi, serta selama perawatan pra dan pasca operasi. Jenis kegagalan komunikasi
termasuk kegagalan untuk mendengarkan atau mengumpulkan informasi dari pasien,
keluarga dan dokter lain serta kegagalan untuk menyampaikan informasi yang
relevan untuk status pasien. Hasilnya bisa membahayakan atau bahkan berakibat
kematian kepada pasien.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan semacam ini
adalah tidak ada atau kurangnya proses pra bedah yang distandarisasi. Jika saja
diterapkan secara disiplin maka kecelakaan kerja, kegagalan operasi dan
permasalahaan lain yang menyangkut keselamatan pasien niscaya dapat dikurangi.
Inilah yang kemudian dikenal dengan proses verifikasi, Sign In, Time Out, Sign Out
terhadap pasien yang akan mengalami pembedahan.
12
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah terciptanya
budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit, meningkatnya akuntabilitas Rumah
Sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di Rumah Sakit,
terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD
Isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan pasien;
keselamatan pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
keselamatan lingkungan; keselamatan bisnis.
Elemen Patient Safety yaitu: Adverse drug events(ADE)/ medication
errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan), Restraint use
(kendali penggunaan), Nosocomial infections (infeksi nosokomial), Surgical
mishaps (kecelakaan operasi), Pressure ulcers (tekanan ulkus), Blood product
safety/administration (keamanan produk darah/administrasi), Antimicrobial
resistance (resistensi antimikroba), Immunization program (program
imunisasi), Falls (terjatuh), Blood stream – vascular catheter care (aliran darah
– perawatan kateter pembuluh darah), Systematic review, follow-up, and
reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan
lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)
Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum yaitu: Communication
problems (masalah komunikasi), Inadequate information flow (arus informasi
yang tidak memadai), Human problems (masalah manusia), Patient-related
13
issues (isu berkenaan dengan pasien), Organizational transfer of knowledge
(organisasi transfer pengetahuan), Staffing patterns/work flow (pola staf/alur
kerja), Technical failures (kesalahan teknis), Inadequate policies and
procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai)
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient
Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of
Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu: Hak pasien, Mendidik
pasien dan keluarga, Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,
Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien, Mendidik staf tentang keselamatan
pasien, Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien,
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
System informasi baru dapat diterapkan dengan baik apabila mendapat
dukungan dari manajemen, kemudian sosialisasi dengan memberikan
pengetahuan dan pemahaman yang tepat mengenai penggunaannya.
Penggunaan Surgery safety checklist WHO dimaksudkan untuk memfasilitasi
komunikasi yang efektif dalam prosedur pembedahan sehingga meningkatkan
kualitas pelayanan keperawatan dan peningkatan keselamatan pasien di kamar
bedah baik sebelum operasi, selama operasi dan sesudah operasi.
WHO mensosialisasikan penggunaan instrument tersebut tahun 2008,
tetapi sampai di Indonesia baru populer sejak keselamatan pasien masuk ke
dalam standar penilaian akreditasi baru rumah sakit. Belum semua RS. Di
Indonesia khususnya kamar bedahnya menggunakan instrument tersebut,
Sehingga perlu adanya sosialisasi, dukungan dan keterlibatan semua pihak agar
perawat bersama semua tim yang terlibat mempuyai tujuan, keyakinan dan
kerjasama yang baik untuk memanfaatkan penggunaan ceklist secara optimal
untuk memberikan pelayanan pembedahan yang terbaik buat pasien yang
terbaik kepada pasien.
14
4.2 Saran
A. Bagi rumah sakit khususnya di kamar bedah surgery safety checklist sangat
bermanfaat karena melindungi perawat dan tim bedah lainnya karena dapat
dijadikan sebagai aspek legal yang dapat dipertanggungjawabkan karena
seluruh kegiatan yang dilakukan pada pasien akan diverifikasi dan
terdokumentasi didalamnya termasuk kegiatan persiapan pembedahan, seperti
informed concent
B. Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan surgery safety checklist dari
WHO agar melakukan evaluasi dan tetap memotivasi tim agar kondisi apapun
tetap menggunakannya.
C. Bagi keperawatan akan melindungi perawat bedah yang terlibat didalam tim
karena ada pernyataan khusus yang ditujukan kepada perawat sebagai
instrumentator yang akan diverifikasi persiapan alat dan kelengkapan alat
setelah tindakan pembedahan selesai.
15
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. (2008). Panduan nasional keselamatan pasien rumah
sakit (patient safety). Utamakan keselamatan pasien edisi 2. Jakarta: Depkes
RI.
Eefje N. de Vries,et al (2010) Effect of a comprehensive surgery safety system on
patient outcomes diakses tanggal 4 Desember 2014 melalui
http://search.proquest.com/docview/763581373/14142F72E7B2D1B8896/1?
accountid=17242
Haynes, A. et al. (2009). A surgery safety checklist to reduce morbidity and mortality
in a global population. New England Journal of Medicine, 360, 491-495.
Diakses pada 4 Desember 2014 melalui www.who.int/patientsafety
Hilde Valen Wæhle, et.al.(2012) Adjusting team involvement: a grounded theory
study of challenges in utilizing a surgery safety checklist as experienced by
nurses in the operating room Diakses tanggal 4 Desember 2014 melalui
http://search.proquest.com/docview/1152021931/fulltextPDF/1414310FDEC3
29EF9EF/1?accountid=17242
JCI. (2010). Joint commission international accreditation standards for hospitals. 4th
Ed. USA: JCI
Jennifer Tjia, et al (2010) Nurse-Physician Communication in the Long-Term Care
Setting:
Perceived Barriers and Impact on Patient Safety diakses tanggal 4 Desember 2014
melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19927047
16
Juan J Delgado Hurtado,et.al. (2012) Acceptance of the WHO Surgery Safety
Checklist among surgery personnelin hospitals in Guatemala city
melalui.http://search.proquest.com/docview/1080771231/14142FE6D6C6F527
328/5?accountid=17242
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2011) Standar akreditasi rumah sakit. Jakarta:
dirjan BUK
NHS (2010) Implementing the surgery safety checklist:the journey so far.2010.
Ukraina
WHO (2009) Surgery safety checklist diakses tanggal 4 Desember 2014
http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241598590_eng_checklist.pdf
WHO (2008) Manual implementationl surgery safety checklist(first edition) diakses
tanggal 4 Desember 2014melalui
http://www.who.int/patientsafety/safesurgery/tools_resources/SSSL_Manual_fi
nalJun08.pdf
17
top related