tugas uas max webber
Post on 25-Jul-2015
144 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HAMBATAN APABILA ORGANISASI PUBLIK DIJALANKAN
MENURUT KAIDAH-KAIDAH ORGANISASI BIROKRASI
NASIONAL DARI MAX WEBER
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Ganjil Mata Kuliah Teori Organisasi
dan Administrasi
Dosen Pengampu : Dr. Mochamad Makmur, MS
Oleh:
Wahyu Riyani
135030101111044
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
ii
Kata Pengantar
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu ujian semester
ganjil mata kuliah Teori Organisasi dan Administrasi. Dalam makalah ini diuraikan tentang,
“HAMBATAN APABILA ORGANISASI PUBLIK DIJALANKAN MENURUT KAIDAH-
KAIDAH ORGANISASI BIROKRASI NASIONAL DARI MAX WEBER” yang menjadi
masalah bagi Indonesia sehingga prinsip organisasi dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat belum dapat diterapkan secara efektif dan efisien.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta
hidayah-Nya kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana
dan tepat pada waktunya tanpa halangan apapun. Dan tidak lupa penulis ingin berterima kasih
kepada Bapak Dr. Mochamad Makmur, MS selaku dosen mata kuliah Teori Organisasi dan
Administrasi yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan agar karya ini dapat tersusun dengan rapi. Namun, sebagai manusia biasa tidak
luput dari kesalahan dan kekhilafan bagi dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa.
Namun, demikian penulis sudah berusaha semaksimal mungkin agar karya ilmiah ini dapat
tersusun dengan baik. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak yang telah membaca makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pihak yang membaca dan masyarakat pada umumnya.
Malang, 02 Januari 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................. 3
2.1 Organisasi.............................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Organisasi ................................................................................3
2.1.2 Bentuk-bentuk Organisasi .........................................................................5
2.1.3 Prinsip-prinsip Organisasi .........................................................................7
2.2 Konsep Teori Birokrasi Max Weber .................................................................10
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................................14
3.1 Hambatan yang Dialami Indonesia Apabila Organisasi
Publiknya Menurut Kaidah-kaidah Organisasi Birokrasi dari Max Weber........14
3.2 Dasar Hukum Terkait dengan Organisasi yang Mengatur
Birokrasi Pemerintahan Indonesia......................................................................16
3.3 Solusi untuk Menciptakan Birokrasi yang Lebih Baik bagi Indonesia .............18
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................................21
iv
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 21
4.2 Saran ................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 23
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
..... Birokrasi tidak akan terlepas dari suatu organisasi, karena pada umumnya birokrasi
merupakan pengatur jalannya organisasi tersebut. Birokrasi dapat diaplikasikan dalam sebuah
organisasi secara langsung maupun tidak langsung sebagai orientasi dalam keberlangsungan
organisasinya. Birokrasi dapat diumpamakan sebuah “jantung” dalam institusi, karena
birokrasilah yang “menghidupkan” institusi tersebut. Jantung yang sehat akan membuat
pemilik jantung menjadi sehat, tetapi sebaliknya jika jantung tidak sehat, maka akan
mendatangkan berbagai “penyakit” kepada pemilik jantung tersebut. Begitu juga dengan
birokrasi, birokrasi yang ideal akan memberikan dampak (positif) keidealan terhadap
institusinya, dan sebaliknya, birokrasi yang tidak ideal akan membawa dampak (negatif) yang
cukup signifikan terhadap kehancuran dari institusinya tersebut. Banyak sekali negara-negara
yang mengadopsi konsep birokrasi ideal dari Max Weber dan tidak terkecuali Indonesia.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mengadopsi konsep birokrasi
idealnya Weber. Tetapi sangat disayangkan bahwa konsep birokrasi ideal itu tidak dipakai
secara utuh oleh Indonesia sehingga memunculkan permasalahan-permasalahan yang
mengakibatkan kerugian pada birokrasi tersebut yang notabene birokrasi digunakan demi
kepentingan khalayak ramai dan menguntungkan pihak birokrator yang tidak bertanggung
jawab. Berkaitan dengan permasalahan yang ada pada birokrasi sekarang ini, seperti korupsi
yang telah merajalela. Korupsi telah menjamur di berbagai aspek pemerintahan, pendidikan,
ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Pada ranah pendidikan, sebagaimana dikutip dari
Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyatakan bahwa “selama 10 tahun terakhir, telah
terjadi 296 kasus korupsi pendidikan dengan tersangka sebanyak 479 orang hingga
merugikan keuangan negara Rp. 619 miliar”. Ini membuktikan bahwa birokrasi di Indonesia
sangat buruk, pendidikan yang seharusnya memutuskan mata rantai korupsi yang sudah
menjadi budaya, tetapi pendidikanlah yang secara tidak langsung melanggengkan budaya
korupsi. Selanjutnya, ada beberapa permasalahan pada aspek birokrator dari suatu birokrasi.
Adanya hambatan dan ketidakmampuan dalam menjalankan fungsi secara efektif.
Permasalahan ini diakibatkan oleh spesialisasi kerja, jika menurut Weber yaitu “hierarki
kerja”. Permasalahan ini akan kita bahas secara mendalam pada bab selanjutnya.
2
Kemudian, berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis judul dalam
makalah ini yaitu “HAMBATAN APABILA ORGANISASI PUBLIK DIJALANKAN
MENURUT KAIDAH - KAIDAH ORGANISASI BIROKRASI NASIONAL DARI MAX
WEBER”.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah hambatan yang dialami Indonesia apabila organisasi publiknya
menurut kaidah-kaidah organisasi birokrasi dari Max Weber?
b. Bagaimanakah dasar hukum terkait dengan organisasi yang mengatur birokrasi
pemerintahan Indonesia?
c. Bagaimanakah solusi untuk menciptakan birokrasi yang lebih baik bagi Indonesia?
1.3 Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui, memahami, mendeskripsikan,
serta menganalisis hambatan bagi Indonesia apabila organisasi publiknya dijalankan menurut
kaidah-kaidah birokrasi nasional dari Max Weber.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Organisasi
2.1.1 Pengertian Organisasi
Organisasi berasal dari Bahasa Yunani yaitu organon yang berarti alat. Organisasi
adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. Organisasi pada
dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah bagi orang-orang untuk berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terpimpin dan terkendali, dalam
memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-
parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk
mencapai tujuan organisasi. Menurut Dr. M. Makmur, MS dalam bukunya Dasar-dasar
Teori dan Konsep Organisasi bahwa organisasi memiliki pengertian dalam arti statis dan
dinamis. Pengertian Statis organisasi ada beberapa macam antara lain:
1. Organisai dipandang sebagai wadah atau sebagai alat (tool) yang berarti ;
- Sebagai alat pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan
- Wadah daripada kelompok orang yang bekerjasama mencapai tujuan
- Wadah bagi administrasi dan manajemen sehingga memungkinkan untuk
bergerak
2. Organisasi dipandang sebagai jaringan dari hubungan kerja yang bersifat formal
seperti yang tergambar dalam bagan
3. Organisasi dipandang sebagai saluran hierarki kedudukan yang ada dan
menggambarkan secara jelas tentang garis wewenang.
Lebih jelasnya bahwa organisasi dalam artian statis sebagai wadah kegiatan administrasi
dengan gambaran yang jelas pula tentang hierarki kedudukan atau wewenang suatu
kelompok.
4
Organisasi dalam artian dinamis yaitu menyoroti aktifitas atau kegiatan yang ada di
dalam organisasi, serta segala macam aspek yang berhubungan dengan usaha pencapaian
tujuan yang hendak dicapai.
Adapula berbagai pengertian organisasi menurut para ahli adalah sebagai berikut :
a. James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan
manusia untuk mencapai tujuan bersama.
b. Chester I. Bernard berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan suatu sistem
aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
c. Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang
dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi,
yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan
bersama atau sekelompok tujuan.
d. Prof Dr. Sondang P. Siagian, mendefinisikanorganisasi ialah setiap bentuk persekutuan
antara dua orang atau lebih yang bekerja bersama serta secara formal terikat dalam
rangka pencapaian suatu tujuan yang telah ditentukan dalam ikatan yang mana terdapat
seseorang atau beberapa orang yang disebut atasan dan seorang / sekelompok orang
yang disebut dengan bawahan.
e. Drs. Malayu S.P Hasibuan mengatakanorganisasi ialah suatu sistem perserikatan
formal, berstruktur dan terkoordinasi dari sekelompok yang bekerja sama dalam
mencapai tujuan tertentu. Organisasi hanya merupakan alat dan wadah saja.
f. Prof. Dr. Mr Pradjudi Armosudiro mengatakanorganisasi adalah struktur pembagian
kerja dan struktur tata hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang
bekerjasama secara tertentu untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.
Secara umum, organisasi dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari
sekelompok individu yang melalui suatu hierarki sistematis dalam pembagian kerja, dalam
rangka mencapai tujuan yang telah diciptakan secara struktural dan sistematis.
Berdasarklan definisi tersebut, organisasi memiliki beberapa batasan – batasan yang dapat
digambarkan pada sebuah organisasi.
5
2.1.2 Bentuk-bentuk Organisasi
Bentuk organisasi merupakan cara pandang organisasi dari segi tata-hubungan,
wewenang, dan tanggungjawab yang ada dalam suatu organisasi. Menurut Dr. M.
makmur, MS. dalam bukunya Dasar-dasar Teori dan Konsep Organisasi bentuk-bentuk
organisasi tersebut adalah;
a. Organisasi Staf
Organisasi ini hanya terdapat pucuk pimpinan dan staf yang memberikan
bantuan pemikiran berupa saran/nasihat kepada pucuk pimpinan.
b. Organisasi Lini
Organisasi lini cenderung digunakan dalam organisasi yang bersifat relatif
sederhana, jumlah tenaga terbatas, hubungan pimpinan dan yang dipimpin
bersifat langsung, tidak banyak membutuhkan spesialisasi, setiap orang telah
saling mengenal, tujuan yang akan dicapai sederhana, fasilitas masih terbatas,
dan hasil yang akan dicapai tidak beragam. Pucuk pimpinan dipandang
sebagai sumber kekuasaan tunggal ditangan satu orang. Organisasi ini
dibentuk oleh perorangan satu lembaga kemasyarakatan pada tingkat lokal
biasanya pemilik menjadi pimpinan organisasi.
c. Organisasi Lini dan Staf
Bentuk organisasi ini adalah perpaduan dari bentuk lini dan staf, dimana susunan
lini untuk melaksanakan tugas pokok dan organisasi staf. Pucuk pimpinan
menyerahkan wewenang kepada pimpinan unit di bawahnya untuk semua
bidang pekerjaan dan pucuk pimpinan memiliki staf ahli yang hanya
memberikan nasihat kepada pucuk pimpinan dan tidak meiliki wewenang
komando kebawah.
d. Organisasi Fungsional
Organisasi fungsional diperkenalkan oleh Bapak Manajemen Ilmiah, yaitu FW
Taylor. Bentuk organisasi fungsional dianggap penting apabila orang-orang atau
kelompok staf sesuai dengan fungsi dan keahliannya. Mereka diberi wewenang
untuk mengatur dan memerintah unit-unit pelaksana tugas pokok organisasi.
6
Bentuk ini lebih menitikberatkan pada fungsi yang perlu dijalankan. Bentuk
organisasi ini lebih mengembangkan hubungan kefungsian. Dalam bentuk
organisasi fungsional, tenaga spesialis diberi kekuasaan untuk menyampaikan
perintah sesuai dengan bidangnya kepada unit-unit pelaksana tugas pokok.
Hubungan hirarki dari atasan langsung makin berkurang, dan tanggung jawab
tumbuh di berbagai pihak.
Pimpinan pelaksana mempunyai dua macam staf yaitu pertama, staf ahli di
bidang sarana, pengembangan kurikulum, dan evaluasi latihan. kedua, staf yang
kefungsiannya di bidang pengelolaan yaitu perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, pembinan, pengawasan, dan pengembangan. Kedua jenis staf ini
memperoleh wewenang dari pimpinan pelaksana untuk berhubungan langsung dengan
setiap unit atau sub unit pelaksana. Wewenang yang diberikan kepada staf ahli atau staf
fungsional ialah lima memberi petunjuk atau perintah sesuai dengan keahliannya.
Pertanggungjawaban dari unit dan subunit pelaksana adalah pimpinan pelaksana melalui
staf fungsional.
e. Organisasi Fungsi dan Lini
Organisasi ini merupakan perpaduan antara bentuk fungsi dan lini. Pucuk
pimpinan memberi wewenang kepada pimpinan unit yang ada dibawahnya
dalam bidang-bidang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Masing-masing
pimpinan punya hak untuk memerintah semua pelaksana kerja.
f. Organisasi Fungsi, Lini dan Staff
Pada dasarnya organisasi ini sama dengan organisasi fungsi dan lini, tetapi
dibawah pucuk pimpinan ditempatkan staf sebagai penasehat.
g. Organisasi kepanitiaan
Istilah panitia adalah sekelompok orang yang menerima sejumlah persoalan dari
suatu organisasi/komunitas untuk dipecahkan bersama. Organisasi kepanitiaan
mempunyai corak yang berlainan dari keempat bentuk organisasi sebagaimana
diuraikan di atas. Organisasi kepanitiaan dapat didirikan baik oleh masing-
masing organisasi ataupun oleh masyarakat. Tenaga pelaksana dalam organisasi
kepanitiaan disusun dalam kelompok-keiompok tertentu berdasarkan kegiatan
7
dan tujuan khusus yang harus dicapai. Para pelaksana biasanya disebarkan ke
dalam satuan-satuan tugas yang mempunyai kewajiban melakukan rangkaian
pekerjaan tertentu untuk mencapai tujuan khusus pada satuan tugas masing-
masing.
2.1.3 Prinsip-prinsip Organisasi
Menurut Henry Fayol, beliau merumuskan 14 prinsip administrasi organisasi yang
dalam adaptasi luas bisa diterapkan sebagai prinsip manajemen atau prinsip-prinsip
organisasi. Henry Fayol adalah ahli manajemen berkebangsaan Prancis yang memberi
pengaruh sangat besar dalam konsep manajemen dan administrasi modern. Berkat
kontribusinya tersebut Henry Fayol disebut sebagai Bapak Manajemen Ilmiah, salah
satunya dengan mengenalkan prinsip-prinsip organisasi yang tertuang dalam karyanya,
Administration Industrielle et Generale. Berikut ini 14 Prinsip-prinsip Organisasi Henry
Fayol :
1. Pembagian Kerja
Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja untuk meraih tujuan
bersama. Namun, pada dasarnya, sebuah organisasi terdiri atas bagian-bagian tertentu
yang masing-masing memiliki tanggung jawab. Oleh karena itu, harus ada
pembagian kerja yang jelas antara tiap-tiap bagian. Prinsip-prinsip organisasi berupa
pembagian kerja akan memberi pengaruh positif pada efisiensi dan efektivitas
organisasi. Pembagian itu menghindarkan sekelompok orang terkonsentrasi pada
pekerjaan tertentu, sementara pekerjaan yang lain terbengkalai.
2. Pendelegasian Wewenang
Pendelegasian wewenang sangat penting agar setiap elemen dalam organisasi
memiliki rasa tanggung jawab. Prinsip-prinsip organisasi ini di satu sisi merupakan
bagian dari pembagian kerja dan di sisi lain merupakan pelimpahan tanggung jawab.
Di samping itu, pendelegasian wewenang sangat penting fungsinya dalam komando.
3. Disiplin
Setiap organisasi pasti memiliki tata tertib dan peraturan-peraturan
menyangkut sistem kerja. Namun, semua tata tertib dan peraturan itu menjadi tidak
ada artinya jika tidak ditunjang dengan kedisiplinan para pelaksananya. Oleh karena
8
itu, disiplin dalam suatu organisasi adalah prinsip-prinsip organisasi yang sangat
mendasar yang mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
4. Kesatuan Komando
Komando dalam hal ini adalah kepemimpinan dalam menjalankan visi dan
misi organisasi. Dalam pelaksanaan lapangan, komando dan wewenang bisa
didelegasikan kepada struktur di bawahnya. Namun, hakikatnya, komando tetap
harus tunggal. Adanya lebih dari satu komando akan membuat organisasi bergerak
tidak fokus pada tujuan.
5. Kesatuan Tujuan
Organisasi tanpa tujuan yang jelas adalah omong kosong. Tujuan organisasi
harus tergambar dengan jelas dalam visi dan misi organisasi tersebut. Sebab, tujuan
organisasi ini menjadi acuan gerak dan program kerja. Kesatuan tujuan dari seluruh
jenjang organisasi merupakan kunci pokok keberhasilan organisasi tersebut dalam
mengorganisasi elemen-elemennya.
6. Prioritas
Setiap anggota organisasi pasti memiliki kepentingan masing-masing.
Kadang-kadang, kepentingan individu itu berjalan selaras dengan kepentingan
organisasi. Namun, saat kepentingan tersebut bertentangan, setiap anggota organisasi
semestinya mendahulukan kepentingan organisasinya. Inilah prinsip-prinsip
organisasi.
7. Penghargaan atas Prestasi dan Sanksi Kesalahan
Penghargaan dan sanksi adalah semacam stimulasi bagi setiap anggota
organisasi. Ini merupakan bentuk apresiasi. Bentuknya tidak harus selalu uang atau
nilai-nilai nominal. Tiap-tiap organisasi perlu menerapkan penghargaan dan sanksi
ini dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan organisasi tersebut. Prinsip-prinsip
organisasi ini juga sangat penting diterapkan.
8. Sentralisasi dan Desentralisasi Pengambilan Keputusan
9
Sentralisasi dan desentralisasi dalam pengambilan keputusan sangat erat
hubungannya dengan efektivitas dan efisiensi organisasi. Organisasi yang baik
menerapkan prinsip-prinsip organisasi ini secara proporsional. Ada hal-hal yang tidak
bisa disentralisasikan kepada pemimpin manajemen dan begitu juga sebaliknya.
Tidak semua keputusan harus diambil dengan musyawarah yang melibatkan seluruh
elemen. Tingkat-tingkat keputusan itu dikembangkan sesuai jenjang dan kapasitas
masing-masing.
9. Wewenang
Garis wewenang dari atas sampai ke bawah merupakan rujukan dalam
pelaksanaan program. Setiap elemen organisasi harus memahami garis wewenang
sehingga tidak terjadi kelambatan birokratis atau sebaliknya. Prinsip-prinsip
organisasi berupa garis wewenang ini juga berfungsi menegaskan kembali kesatuan
komando.
10. Tata Tertib
Tata tertib dalam organisasi berfungsi untuk meletakkan orang yang tepat pada
posisi yang tepat. Dengan demikian, kinerja organisasi akan berjalan dengan optimal.
11. Keadilan dan Kejujuran
Keadilan dalam segala elemen merupakan syarat mutlak dalam organisasi. Di
samping itu, jenjang atas harus jujur dan terbuka kepada jenjang-jenjang di bawahnya
sampai level akar rumput. Kejujuran ini akan membawa dampak pada kepercayaan
bawahan kepada atasan.
12. Stabilitas dan Regulasi
Harus diperhatikan masa kerja yang efektif dan efisien, mengatur perputaran
dan peralihan tugas untuk menghindari kejenuhan dan merangsang pembaruan-
pembaruan. Namun, di sisi lain, harus dipikirkan agar regulasi tersebut tidak menjadi
beban bagi organisasi. Sebab, perputaran dan pergantian jabatan yang terlalu tinggi
pun berpengaruh buruk pada efektivitas kerja dan efisiensi biaya.
10
13. Inisiatif
Organisasi yang baik harus mampu menumbuhkan inisiatif anggotanya dalam
pengelolaan organisasi. Iklim organisasi juga harus dibangun sedemikian rupa agar
mampu menstimulasi munculnya ide dan inisiatif anggota dari berbagai jenjang.
Inisiatif adalah prinsip-prinsip organisasi yang juga sangat penting.
14. Keselarasan dan Persatuan
Hubungan interpersonal antaranggota organisasi memiliki pengaruh sangat
besar dalam kinerja anggota. Tanpa hubungan yang baik dan selaras, organisasi tidak
akan berjalan baik. Di samping itu, keselarasan tersebut sangat penting perannya
dalam memelihara persatuan dan kesatuan anggota.
2.2 Konsep Teori Birokrasi Max Weber
Max Weber (1864-1920) adalah seorang ahli sosiologi Jerman, yang merupakan salah
satu perintis utama studi mengenai organisasi. Weber pada masa itu hidup dalam situasi
masyarakat Eropa yang penuh perubahan. pada masa itu di Eropa terjadi peningkatan besar-
besaran dalam proses industrialisasi serta dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Weber merupakan salah satu diantara beberapa pemikir yang menaruh perhatian besar pada
perubahan-perubahan tersebut.
Konsep Weber yang paling monumental adalah analisianya mengenai tipe ideal
birokrasi yang kemudian menempatkannya sebagai salah satu tokoh terpenting di antara
banyak perintis Teori Organisasi. Konsep Birokrasi Weber sangat berbeda dengan adanya
pandangan umum yang melihat dari sisi negatif dari birokrasi. Weber berpendapat bahwa
tidak memungkinkan bagi kita memahami setiap gejala kehidupan yang ada secara
keseluruhan. Adapun yang mampu kita lakukan hanyalah memahami sebagian dari gejala
tersebut. Satu hal yang amat penting ialah memahami mengapa birokrasi itu bisa diterapkan
dalam kondisi organisasi tertentu, dan apa yang membedakan kondisi tersebut dengan
kondisi organisasi lainnya.
Kemudian, Weber mengonsepsikan birokrasinya sebagai tipe ideal, yang dalam
kenyataannya tidak akan pernah dijumpai satu birokrasi pun yang memiliki kesamaan secara
sempurna dengan tipe idealnya Weber.
11
Menurut Weber tipe ideal birokrasi dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut :
1. Pejabat secara rasional bebas, tetapi dibatasi oleh jabatannya
2. Jabatan disusun berdasarkan tingkat hierarki dari atas ke bawah dan kesamping
dengan konsekuensinya berupa perbedaan kekuasaan
3. Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hierarki itu secara spesifik berbeda
satu sama lain
4. Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan
5. Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya
6. Setiap pejabat berhak memperoleh gaji termasuk untuk menerima pension
7. Terdapat struktur pengembangan karier yang jelas
8. Setiap pejabat sama sekali tidak dibenarkan menjalankan jabatannya untuk
kepentingan pribadi
9. Setiap pejabat berada dibawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang
dijalankan secara disiplin.
Selain itu, sifat yang menonjol dari konsep birokrasi Max Weber yaitu :
1. Harus ada prinsip kepastian dari hal-hal kedinasan, diatur dengan hukum, yang
biasanya diwujudkan dalam berbagai peraturan atau ketentuan administrasi
2. Prinsip tata jenjang kedinasan dan tingkat kewenangan, agar terjadi keserasian kerja,
keharmonisan dan rasionalitas
3. Manejemen yang modern haruslah didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis
4. Spesialisasi dalam manejemen atau organisasi harus didukung oleh keahlian yang
terlatih
5. Hubungan kerja diantara orang dalam organisasi didasarkan atas prinsip impersonal
12
6. Aplikasi kelima tersebut pada organisasi pemerintahan, juga semua terikat dengan
organisasi pemerintahan yang tidak bisa menghindar dari sentuhan aktivitas
pemerintahan.
Berkaitan dengan organisasi pemerintahan terdapat tiga hal otoritas yang merupakan
sumber legitimasi bagi pemerintahan, yaitu :
a.) Otoritas Tradisional
Mengklaim legitimasi dalam basis keaslian dan kekuasaan mengontrol yang diwarisi
dari masa lampau dan masih dianggap ada atau berlaku sampai sekaranag. Hal
tersebut akan menciptakan hubungan pribadi secara intensif diantara atasan dan
bawahan
b.) Otoritas Kharismatik
Otoritas ini sifatnya sangat persona, dalam memperoleh otoritasnya dari kualitas
pribadi dibawa sejak lahir, yang mampu menimbulkan kesetiaan dari para
pengikutnya. Dalam kharismatik tidak dikenal adanya aturan hierarki dan formalitas,
kecuali adanya keinginan dasar akan kesetiaan pengikut terhadap pemimpin
kharismatik
c.) Otoritas Legal Rasional
Kebutuhan terhadap organisasi sosial yang berdasarkan stabilitas tetapi memberikan
adanya perubahan.
Lebih lanjutnya Max Weber mengemukakan prinsip aplikasi konsepsi birokrasi dalam
jabatan terdapatdua hal, yaitu :
1.) Latihan jabatan harus merupakan program yang wajib untuk menduduki jabatan pada
periode tertentu.
2.) Jabatan personal dalam suatu instansi harus berpolakan :
a. Hendaknya mempunyai dan menikmati suatu social esteem yang dapat dibedakan
dengan yang dilayani, bagi jabatan sosial dijamin oleh tata aturan dan bagi jabatan
politik dijamin oleh ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
13
b. Bentuk jabatan birokratik yang asli harus diangkat oleh pejabat yang berwenang lebih
tinggi untuk mengangkatnya.
c. Dalam keadaan normal jabatan tersebut dipegang sepanjang hidup.
d. Para pejabat menerima gaji yang teratur dan pasti.
e. Jabatan disusun untuk suatu karier dalam tata jenjang hierarki pada instansi
pemerintah.
Max Weber juga mengemukakan mekanisme untuk membatasi lingkup sistem-sistem
otoritas pada umumnya dan birokrasi pasa khususnya dikelompokan menjadi lima kategori,
yaitu :
1. Kolegialitas, birokrasi dalam arti masing-masing tahapan hierarki jabatan
seseorang dan hanya satu orang yang memiliki tanggung jawab untuk mengambil
keputusan; jika orang lain terlibat dalam pengambilan keputusan maka kolegialitas
terlaksana
2. Pemisahan kekuasaan, pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama
antara dua badan atau lebih. Keputusan apapun memerlukan kompromi diantara
badan-badan itu untuk tercapai.
3. Administrasi amatir, manakala suatu pemerintahan tidak menggaji para
administraturnya, maka pemerintahan tergantung pada orang-orang yang mamiliki
sumber-sumber yang dapat memungkinkan mereka menghabiskan waktu dalam
kegiatan yang tidak bergaji; namun para amatir tersebut dibantu oleh professional,
maka yang sebenarnya membuat keputusan adalah para professional itu.
4. Demokrasi langsung, ada beberapa cara yang memastikan bahwa para pejabat
dapat dibimbing langsung oleh dan dapat dipertanggungjawabkan pada suatu
majelis. Disini dibutuhkan orang-orang yang ahlu sebagai pembuat keputusan.
5. Representasi (perwakilan), badan-badan perwakilan kolegial yang anggota-
anggotanya dipilih melalui pemungutan suara dan bebas membuat keputusan serta
memegang otoritas bersama-sama dengan orang yang telah memilih mereka.
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hambatan yang dialami Indonesia Apabila Organisasi Publiknya Menurut Kaidah-
kaidah Organisasi Birokrasi dari Max Webber
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tipe birokrasi yang di idealkan oleh
Max Weber nampaknya belum dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Tidak terlepas
dari faktor historisnya, Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis birokrasi kerajaan
yang feudal-aristokratik yang didominasi patrimonial (garis keturunan), dimana jabatan dan
perilaku di dalam hierarki lebih didasarkan pada hubungan pribadi. Pola pikir inilah yang
dapat menjadikan birokrasi modern (Max Weber) hanya sebuah bentuk luarnya saja belum
kedalam tata nilainya, atau bisa jadi birokrasi modern ala Max Weber hanya sebuah impian
belaka.
Proses globalisasi membuat Indonesia harus mengubah pola pikir masyarakatnya dari
tradisional menjadi modern. Semula masyarakat Indonesia yang bersifat agraris serta serba
manual dan kemudian secara evolusi ataupun revolusi akan mengarah ke tatanan masyarakat
yang industrialis. Dimana tatanan masyarakat industrialis ini dalam segala sesuatunya harus
didasarkan pada prinsip efektif dan efisien. Salah satu ciri menonjol adalah gerak yang
dinamis yang mempengaruhi struktur dan mekanisme kerja birokrasi di Indonesia yang
disertai oleh sikap kritis masyarakat Indonesia sebagai akibat meningkatnya pendidikan.
Model birokrasi yang ideal (Max Weber) bukan bertumpu pada kultur semata. Tetapi
juga bertumpu pada profesionalisme birokrasi terutama apparat birokrasinya. Profesionalisme
birokrasi ini terfokus pada adanya perjenjangan struktur secara tertib dengan pendelegasian
wewenang, posisi jabatan dengan tugas-tugas, dan aturan-aturan yang jelas, serta tersedianya
personel yang memiliki kecakapan dan kredibilitas yang memadai dalam bidang tuganya.
Kemudian, dari segi organisasinya pada intinya harus berintikan rasionalitas dengan kriteria
umum seperti, efektivitas, efisiensi, dan pelayanan yang sama kepada masyarakat tanpa
membeda-bedakan status masyarakat. Namun, realitanya model birokrasi Indonesia
membiarkan para pejabat menggunakan kedudukannya dalam birokrasi untuk kepentingan
diri sendiri dan kelompoknya. Hal ini dapat dibuktikan pada bentuk dan praktek dari birokrasi
15
yang tidak efisien dan bertele-tele dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat.
Potret birokrasi Indonesia saat ini memang jauh dari kaidah-kaidah birokrasi ideal dari
Weber. Masih adanya hambatan-hambatan ketika menjalankan birokrasi ideal. Hambatan-
hambatan tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Sentralisasi yang cukup kuat
Di Indonesia, kecenderungan sentralisasi yang amat kuat merupakan salah satu
aspek yang menonjol dalam penampilan birokrasi pemerintah. Hal ini disebabkan
karena birokrasi pemerintah bekerja dan berkembang dalam lingkungan yang
kondusif terhadap hidup dan berkembangnya nilai-nilai sentralistik tersebut.
b. Menilai tinggi keseragaman dan struktur birokrasi
Sama seperti sentralisasi, keseragaman dalam struktur juga merupakan salah
satu ciri umum yang sering melekat pada setiap organisasi birokrasi. Di Indonesia,
keseragaman atau kesamaan bentuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi
menonjol dalam struktur birokrasi pemerintah.
c. Pendelegasian Wewenang yang Kabur
Dalam birokrasi di Indonesia, pendelegasian wewenang masih menjadi sebuah
hambatan. Meskipun struktur birokrasi pada pemerintah sudah hierarkis, namun
dalam prakteknya perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanakan.
Dalam kenyataannya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi
dalam birokrasi. Sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh
pola hubungan pribadi.
d. Kesulitan dalam menyusun uraian tugas dan analisis jabatan
Meskipun perumusan uraian tugas dalam birokrasi merupakan kebutuhan yang
sangat nyata, jarang sekali birokrasi kita memilikinya secara lengkap. Jika itu ada
mungkin tidak dijalankan secara konsisten. Disamping hambatan yang berkaitan
dengan keterampilan teknis dalam penyusunannya, hambatan yang dirasakan adalah
adanya keengganan dalam merumuskan secara tuntas. Secara mendasar jabatan
fungsional akan berkembang dengan baik jika didukung oleh rumusan tugas yang
jelas serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah dirumuskan secara jelas
16
pula. Selain itu masih banyak aspek-aspek lain yang menonjol dalam birokrasi di
Indonesia, diantaranya adalah perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu
selisih yang amat besar antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dengan
pegawai terendah.
Publik berharap bahwa terjadinya reformasi akan diikuti pula dengan perubahan besar
pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik yang menyangkut
kehidupan politik, sosial, ekonomi, maupun kultural. Namun, masih ada persoalan-persoalan
birokrasi di Negara berkembang seperti Indonesia seperti, merajalelanya praktik KKN yang
dilakukan oleh para birokrat, pengaruh kepentingan politik partisan, sistem Patron-client
yang menjadi norma birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak berdasar pada hubunga
personal dari faktor kapabilitas, serta birokrasi pemerintah yang digunakan oleh masyarakat
sebagai tempat favorit untuk mencari lapangan pekerjaan.
Mentalitas dan budaya kekuasaan yang telah terbentuk semenjak masa birokrasi
kerajaan dan kolonial ternyata masih sulit untuk dilepaskan dari perilaku apparat atau pejabat
birokrasi. Masih kuatnya kultur birokrasi yang menempatkan pejabat birokrasi sebagai
penguasa dan masyarakat sebagai pengguna jasa oleh pihak yang dikuasai, bukan sebagai
penguna jasa yang seharusnya dilayani dengan baik. Hal ini telah menyebabkan perilaku
pejabat birokrasi menjadi bersikap acuh dan arogan terhadap masyarakat. Masih belum
efektifnya para penegak hukum dan kontrol publik terhadap birokrasi, menjadi penyebab
berbagai tindakan penyimpangan yang dilakukan aparat birokrasi masih tetap berlangsung di
Indonesia.
3.2 Dasar Hukum Terkait dengan Organisasi yang Mengatur Birokrasi Pemerintahan
Indonesia
Ada beberapa dasar hukum reformasi birokrasi Indonesia, antara lain :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999;
17
c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
d. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
e. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
f. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
g. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan.
h. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008;
i. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–2025;
j. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara;
k. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
l. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
m. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010–2014;
n. Keputusan Presiden Nomor 84/P/2009 tentang Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu II Periode 2009-2014;
o. Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite
Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi
Nasional sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 23
18
Tahun 2010.
p. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025
3.3 Solusi untuk Menciptakan Birokrasi yang Lebih Baik bagi Indonesia
Kebutuhan utama yang saat ini ada dalam praktek birokrasi adalahh bagaimana
caranya agar kebutuhan konkrit masyarakat dapat terpenuhi. Kebutuhan akan peningkatan
kualitas kehidupan politik menjadi suatu tuntutan yang tidak dapat dihindari. Dalam
perkembangan kearah modernisasi saat ini, tuntutan adanya peningkatan kualitas administrasi
dan manejemen sangat diperlukan. Selain itu, untuk menghadapi kondisi saat ini dan
menjawab tantangan masa sekarang, birokrasi Indonesia diharapkan mempunyai karakteristik
yang bersifat netral, berorientasi pada masyarakat, dan mengurangi budaya patrimonial
didalam birokrasi tersebut.
Reformasi birokrasi di Indonesia mulai mendapat perhatian yang semakin besar
dengan dibentuknya kementrian yang khusus menangani reformasi birokrasi pada kabinet
Indonesia Bersatu Tahap II tahun 2009-2014 yaitu kementrian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi. Wujud konkrit dari upaya reformasi birokrasi di Indonesia
adalah dengan ditetapkannya grand design reformasi Indonesia tahun 2010-2025 melalui
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-
2025. Tindak lanjut dari peraturan presiden tersebut telah dibentuk Komite Pengarah
Reformasi Birokrasi Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2010 yang telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2010.
Dalam rangka mengoprasionalkan grand design reformasi birokrasi yang sudah
ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nonor 81 Tahun 2010, Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan road map reformasi birokrasi
2010-2014. Dalam road map tersebut sudah ditetapkan 6 program reformasi birokrasi, yaitu :
1. Penataan Organisasi, yang terdiri dari beberapa target, yaitu :
a. Menurunnya tumpeng tindih tugas pokok dan fungsi antar Kementrian atau
Lembaga dan Pemerintah Daerah;
19
b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsi antar-K/L dan Pemda;
2. Penataan tata laksana, yang terdiri dari beberapa target yang meliputi:
a. Meningkatnya penggunaan teknologi informasi dalam proses penyelenggraan
manejemen pemerintahan;
b. Meningkatnya efisiensi dan efekivitas proses manejemen pemerintahan;
3. Penataan sistem manejemen aparatur, yang terdiri dari beberapa target yang meliputi:
a. Meningkatnya ketaatan terhadap pengelolaan SDM Aparatur;
b. Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM Aparatur;
c. Meningkatnya disiplin SDM Aparatur;
d. Meningkatnya efetivitas manejemen SDM Aparatur;
e. Meningkatnya Profesionalisme SDM Aparatur.
4. Penguatan pengawasan yang terdiri dari beberapa target, yaitu :
a. Meningkatnya kepatuhan terhadap pengelolaan keuangan Negara;
b. Meningkatnya efektivitas pengelolaan keuangan Negara;
c. Meningkatnya status opini BPK (Badan Pengawas Keuangan);
d. Menurunnya tingkat penyalahgunaan wewenang.
5. Penguatan akuntabilitas kinerja, terdiri dari beberapa target atau sasaran yang
meliputi:
a. Meningkatnya kinerja instansi pemerintah;
b. Meningkatnya akuntabilitas instansi pemerintah.
6. Peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan beberapa target yang harus dicapai
yaitu:
20
a. Meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarkat (transparansi, cepat,
tepat, sederhana, aman, terjangkau, dan memiliki kepastian);
b. Meningkatnya jumlah unit pelayanan yang memperoleh standarisasi pelayanan
internasional;
c. Meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan
publik.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Negara berkembang seperti Indonesia dapat dikatakan belum dapat menerapkan
birokrasi ideal yang dicetuskan oleh Max Weber dengan baik. Ada beberapa hambatan yang
menjadi permasalahan pada birokrasi di Indonesia. Tidak terlepas dari faktor historisnya
Indonesia masih menggunakan pola pikir (mind set) seperti dimana pada zaman dahulu
Indonesia sudah mengenal dan menerapkan sejenis birokrasi kerajaan yang feudal-
aristokratik yang didominasi patrimonial (garis keturunan), dimana jabatan dan perilaku di
dalam hierarki lebih didasarkan pada hubungan pribadi. Padahal jika dilihat pada era
modernisasi sekarang ini, dalam birokrasi pemerintah yang harus diutamakan adalah
profesionalisme dalam kinerja berdasarkan pendelegasian wewenang, posisi jabatan dengan
tugas-tugas, dan aturan-aturan yang jelas, serta terpenuhinya akuntabilitas.
Praktik KKN yang saat ini merajalela menambah catatan birokrasi Indonesia yang
semakin buruk. Praktik KKN yang dilakukan oleh para pejabat birokrasi ini fokusnya hanya
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat yang tidak sesuai dengan prosedur. Hal
lain yang menunjang praktik KKN ini semakin luas dikalangan birokasi pemerintah adalah
masih belum efektifnya para penegak hukum dan kontrol publik terhadap birokrasi yang
menjadi penyebab berbagai tindakan penyimpangan yang dilakukan aparat birokrasi masih
tetap berlangsung di Indonesia.
Menyikapi permasalahan ini, reformasi birokrasi di Indonesia mulai mendapat
perhatian yang semakin besar dengan dibentuknya kementrian yang khusus menangani
reformasi birokrasi pada kabinet Indonesia Bersatu Tahap II tahun 2009-2014 yaitu dengan
dibentuknya kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Serta
Wujud konkrit dari upaya reformasi birokrasi di Indonesia yaitu ditetapkannya grand design
reformasi Indonesia tahun 2010-2025 melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Tindak lanjut dari peraturan presiden
tersebut telah dibentuk Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional melalui Keputusan
Presiden Nomor 14 Tahun 2010 yang telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 23
Tahun 2010.
22
4.2 Saran
Untuk mengadapi hambatan dan permasalahan birokrasi yang ada di Indonesia,
penulis memberikan saran terkait hal tersebut. Para pejabat birokrasi pemerintah hendaknya
dievaluasi dalam kinerjanya, apakah kinerjanya sudah sesuai dengan prosedur atau tidak.
Kinerja aparat birokrasi pemerintahan harus sesuai dengan peran birokrasi pemerintahan
modern seperti saat ini. Kinerja tersebut harus sesuai dengan fungsi administrasi, fungsi
pelayanan, fungsi pengaturan dan perizinan, serta fungsi pengumpulan informasi. Fungsi
pengumpulan informasi ini dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok yaitu pelanggaran
terhadap suatu kebijakan dan keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru yang disusun
pemerintah berdasarkan situasi faktual. Contohnya seperti adanya pemungutan uang yang
tidak semestinya (pungli) yang diberikan masyarakat untuk para pejabat birokrasi pemerintah
supaya mendapat pelayanan cepat namun tidak sesuai prosedur (pembuatan STNK, SIM dll).
Dalam kasus ini termasuk KKN, sebaiknya pemerintah membuat prosedur baru agar praktik
KKN ini tidak meluas dan prosedur baru tersebut agar tidak memberi ruang bagi kesempatan
untuk melakukan pungli. Kemudian peran penegak hukum dan kontrol publih lebih
ditingkatkan supayan pelayanan publik kepada masyarakat lebih efektif dan efisien jauh dari
penyimpangan-penyimpangan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanto, Agus. 2012. Mengembalikan Kepercayaan Publik Melalui Reformasi. Jurnal
Ilmu Pemerintahan, Vol. __
Fayol, Henry. 1949. Administrarion, industruelle et generale, Drucker, Peter. 1946. Concept
of Corporation. John Day Company.
Makmur, Mochamad, ___. Dasar-Dasar Teori & Konsep Organisasi. Malang:___.
Rewansyah, Asmawi, 2011. Kepemimpinan Dalam Pelayanan Publik. Jakarta: Penerbit
STIA-LAN 2011
Thoha, Miftah. 2012. Kebijakan dan Tantangan Reformasi Birokrasi Pemerintahan. Jurnal
Ilmu Pemerintahan, Vol. __
Thoha, Miftah. 2004. Birokrasi Politik di Indonesia. Jakarta : Rajawali Press 2003
Wakhid, Ali Abdul. 2011. Eksistensi Konsep Birokrasi Max Weber dalam Reformasi
Birokrasi di Indonesia. Jurnal TAPIs, Vol. 7 No. 13
Sumber Lain :
Birokrasiindonesiairvan.blogspot.com/2010/11/birokrasi-di-indonesia.html/m=1
Id.wikipedia.org/wiki/organisasi
top related