tugas esay print
Post on 28-Jan-2016
245 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Nama : Iin norhasanah
Kelas : 12 ipa 3
Tugas : ESAI
UJIAN NASIONAL
Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan
penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah . Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi. Adapun hasil UN digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk: (a) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan; (b)
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (c) penentuan kelulusan peserta didik
dari program dan/atau satuan pendidikan; dan (d) pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Dalam pelaksanaan Ujian Nasional ini ternyata menimbulkan pro-kontra di berbagai
pihak. Banyak yang berkata Ujian Nasional perlu dilakukan, namun tak jarang pula
yang menentangnya. Lalu bagaimana?
Pertama, adalah pihak yang pro dengan adanya Ujian Nasional. Mereka beranggapan
bahwa ujian nasional adalah suatu bentuk usaha untuk menyamaratakan seperti yang
telah disebutkan di atas. Dengan adanya Ujian Nasional tentu siswa akan berusaha
keras untuk meraih hasil semaksimal mungkin. Ujian Nasional juga dapat dipakai
sebagai tingkat prestasi suatu sekolah. Misal, sekolah C pada tahun ini siswanya lulus
100% dengan nilai yang memuaskan, tentu akan menarik minat para calon siswa
baru. Masyarakat beranggapan bahwa sekolah yang mampu meluluskan siswanya
dengan hasil yang baik tentu sistem pembelajarannya baik.
Seseorang yang mendapatkan nilai hasil Ujian Nasional dengan angka yang tinggi
dianggap sebagai siswa yang pandai dan akan dimudahkan untuk meneruskan tingkat
pendidikan selanjutnya (SMP ke SMA).
Namun, terkadang jalan yang dipakai untuk melangkah ke Ujian Nasional tidaklah
mulus. Seperti layaknya jalanan, selurus-lurusnya jalan tentu ada belokan juga.
Dalam pelaksanaan Ujian Nasional ternyata tak semulus yang diharapkan. Banyak
belokan atau memang sengaja ada yang membelokkan diri.
Ujian Nasional ternyata menjadi ancaman bagi beberapa siswa yang notabene
‘kurang’ pintar. Mereka yang menganggap Ujian Nasional sebagai momok mulai
melakukan segala usaha, namun terkadang usaha yang mereka lakukan tidaklah benar
dengan adanya penghalalan segala cara. Dimulai dari siswa, siswa yang dinilai
‘kurang’ dari yang lainnya biasanya mulai berusaha dengan cara yang ‘lain’. Mereka
sadar bahwa mereka kurang, sehingga mereka mulai mencari celah demi keberhasilan
mereka. Kebanyakan mereka melakukan tindak seperti ini karena mendapatkan suatu
tekanan dari pihak lain, seperti orang tua, guru, dan teman-teman. Orang tua mereka
menuntut agar lulus dengan hasil yang memuaskan. Guru juga begitu, sehingga
menambah beban mental di pikiran siswa. Sedangkan jika nantinya mereka gagal
dalam Ujian Nasional mereka takut akan cibiran teman-teman dan banyak yang
menjauhi. Alhasil, mereka mulai mencari-cari kunci jawaban.
Sebagai seseorang yang masih labil, belum menemukan jati dirinya, biasanya para
remaja mudah saja percaya dan terhasut pada omongan orang lain. Mereka yang
‘kurang’ biasanya lebih mudah terhasut oleh oknum yang menjual kunci jawaban.
Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa semakin mahal suatu kunci jawaban,
maka semakin ‘manjur’-pulalah jawaban yang akan keluar nantinya. Namun,
bodohnya masyarakat kita ialah mereka mempercayainya bulat-bulat. Seperti halnya
siswa yang mempunyai atau telah mendapatkan kunci jawaban yang mahal
beranggapan bahwa kunci yang dipegangnya benar dan mereka pun menyalinnya
tanpa memperhatikan soal yang ditanyakan. Di situlah letak kesalahan terbesar dari
seorang siswa.
Selain siswa yang dianggap ‘kurang’, siswa yang ‘lebih’ dari yang lain pun tak lepas
dari perang batin. Mereka yang pandai mayoritas memilih untuk mengerjakan
ujiannya dengan hasil keringatnya sendiri. Namun, kecaman dari orang-orang di
sekitarnya yang membuatnya goyah. Misalnya, jika dia tidak mau memberikan
jawabannya pada saat ujian akan dianggap sombong atau tidak mau bertoleransi
dengan teman mereka yang membutuhkan. Di lain hal, mereka pun berpikir jika
teman-teman mereka membeli kunci jawaban dan apabila kunci jawaban mereka
benar maka tidaklah mustahil posisinya yang berada di atas akan tergeser. Dirinya
pun mulai ikut-ikutan membeli kunci jawaban dengan dalih takut tersaingi. Tentunya,
seperti halnya dengan siswa yang ‘kurang’, mereka pun tak mau atau lebih tepatnya
menghindari cibiran dari orang lain.
Apalagi pada zaman serba-modern seperti sekarang ini, kunci jawaban tak lagi
diperjualbelikan dalam bentuk lembaran. Namun, sudah merambah ke dunia
teknologi. Apalagi kalau bukan ponsel? Kunci jawaban dapat langsung terkirim
dalam sekali pencet, yaitu melalui pesan singkat atau SMS. Selain SMS, kunci
jawaban juga dapat diakses melalui internet yang tersedia di dalam ponsel. Namun,
kunci jawaban lebih sering dikirim melalui SMS. Meskipun telah tertera larangan
keras membawa ponsel ke dalam kelas, namun faktanya masih ada peserta ujian yang
membawa ponselnya masuk ke ruang ujian.
Selain dari segi siswa, kita juga dapat melihat dari segi kesalahan yang diperbuat
orang tua. Sebagai orang yang dihormati anak, orangtua acapkali menuntut agar sang
anak sukses di Ujian Nasional. Hal ini dilakukan karena lagi-lagi karena tak mau
dicibir oleh orang lain jika mereka gagal. Sebagai penanggung jawab atas perbuatan
anaknya, para orang tua pun mulai mengusahakan yang terbaik. Mulai dari
memfasilitasi anaknya untuk mengikuti bimbingan belajar, pembelian buku-buku,
dan lain lain. Namun, sebagai orang tua mereka membantu putra-putrinya
mendapatkan hasil memuaskan tanpa pertimbangan yang matang. Para orang tua
mendukung anaknya meraih yang diinginkan, namun terkadang jalan yang mereka
tempuh tidaklah benar. Seperti halnya membelikan kunci jawaban atau bagi mereka
yang mempunyai hubungan atau koneksi dengan para oknum pembuat soal Ujian
Nasional memohon pada mereka untuk membantu ‘kesuksesan’ anak.
Guru yang pada dasarnya dihormati dan dipercaya serta dicontoh juga banyak yang
melakukan tindakan yang tak pantas pada saat pelaksanaan Ujian Nasional. Guru
sendiri dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: guru hitam dan guru putih. Guru
hitam adalah guru yang membantu siswa-siswinya menuju ‘sukses’ Ujian Nasional
dengan menghalalkan segala cara. Dengan alasan membantu siswa-siswinya, mereka
ikut ‘membantu’ anak didiknya dalam mencari kunci jawaban. Bahkan, mereka yang
‘berani’ membantu anak didiknya mengerjakan langsung dengan memberikan kunci
jawaban di depan kelas.
Guru putih ialah guru yang mengajarkan siswa-siswinya untuk berusaha keras
bermandi keringat dalam mendapatkan kesuksesan. Biasanya mereka berusaha
memberikan pelajaran tambahan pada siswa yang dianggap ‘kurang’. Guru putih
beranggapan bahwa kejujuran jauh lebih berharga dibanding kesuksesan semu.
Mereka pun menentang segala bentuk kecurangan. Namun, tekanan di sekitar
merekalah yang membuat mereka tenggelam. Persentase jumlah guru putih yang jauh
lebih kecil dibanding dengan guru hitam membuatnya tesisih menjadi golongan
minoritas dan tak terdengar. Mereka pun terkadang dalam posisi dilematis, nurani
mereka berkata bahwa kejujuranlah yang penting namun posisinya sebagai golongan
minoritas membuatnya terpaksa ‘mengalah’.
Selain guru, kepala sekolah juga rawan dengan ketidakjujuran dalam pelaksanaan
Ujian Nasional. Tuntutan untuk Kepala Sekolah tidak hanya datang dari satu pihak,
tapi berbagai pihak. Seperti halnya orang tua siswa yang menuntut Kepala Sekolah
untuk mengusahakan yang terbaik, guru-guru yang mengharap Kepala Sekolah
membuat suatu kebijakan khusus dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Bahkan, Dinas
juga menghendaki Kepala Sekolah mempersembahkan hasil yang maksimal demi
kemajuan daerahnya. Selain hal itu, Kepala Sekolah juga memiliki tanggungan akan
nasib sekolahnya. Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa sekolah yang baik
adalah sekolah yang memiliki peringkat atas pada saat Ujian Nasional. Tingkat
kelulusan dan hasil Ujian Nasional dijadikan tolok ukur masyarakat untuk menilai
baik-buruknya suatu sekolah. Tuntutan dari berbagai pihak itulah yang seringkali
membuat para Kepala Sekolah melakukan tindakan yang tidak sewajarnya.
Kepala sekolah pada umumnya meminta para guru mengadakan bimbingan belajar
tambahan kepada anak didiknya menjelang pelaksanaan Ujian Nasional. Hal ini
diharapkan untuk me-refreshkan ingatan siswa pada pelajaran tingkat sebelumnya
yang mungkin terlupakan. Bimbingan tambahan juga diberikan untuk memberikan
try-out Ujian Nasional. Hal itu merupakan usaha yang wajar dan baik untuk
dilakukan. Namun, kadangkala Kepala Sekolah tak tahan memilih jalan singkat untuk
mencapai Ujian Nasional tersebut yaitu dengan cara berbuat curang. Contohnya
memerintahkan si pandai untuk membantu si kurang pandai atau bahkan membuat
tim ‘sukses’ Ujian Nasional. Dalam pelaksanaan Ujian Nasional, selain ada peserta
ujian juga ada pengawas. Pengawas tentunya bertugas untuk mengawasi jalannya
ujian dan menjaga ujian agar tetap tertib dan teratur. Seperti halnya siswa, pengawas
pun juga ada yang ‘nakal’. Pengawas yang semestinya menjaga jalannya ujian dari
segala bentuk kecurangan ternyata ada juga yang membiarkan kecurangan tersebut
terjadi. Seperti halnya pengawas yang membiarkan para peserta ujian menyontek atau
bertanya pada siswa lain. Pada peraturan tertulis bahwa pengawas tidak
diperbolehkan membawa ponsel ke dalam ruangan kelas, namun layaknya peserta
ujian mereka tetap saja ngeyel membawa ponselnya masuk kelas. Lalu bagaimana
pelaksanaan Ujian Nasional ini bisa berjalan lancar jika pengawas maupun pesertanya
tidak tertib?
Soal Ujian Nasional tentunya dibuat sama atau setara se-Indonesia dengan kode A
dan B. Para pembuatnya pun sudah benar-benar pilihan. Soal yang dibuat disetarakan
antara sekolah favorit dan non-favorit.
Seperti kata pepatah, semakin tinggi jabatan seseorang semakin kompleks pula
godaan yang datang padanya. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya
oknum pembuat soal Ujian Nasional. Misalnya, ada keluarga oknum yang memohon-
mohon agar diberi tahu kunci jawaban UN pada si oknum padahal si oknum telah
diwanti-wanti pemerintah untuk tidak membocorkannya pada siapapun. Oknum pun
akan merasa bimbang karena dia sudah berjanji, namun jika dia tidak
memberitahunya dia akan di-cap sebagai orang yang tidak mau membantu orang lain.
Posisi dilematis-lah yang seringkali menjerumuskan seseorang atau sekelompok
orang untuk menghalalkan segala cara. Pembuat soal yang merasa finansial yang
diperolehnya tidak seperti yang diharapkan rawan sekali mengubah dirinya menjadi
oknum yang menyebarkan kunci jawaban pada para peserta UN.
Hal-hal yang telah disebutkan di atas itulah yang menyebabkan munculnya pro-
kontra Ujian Nasional di Indonesia. Ujian Nasional yang seharusnya menjadi sebuah
kompetisi besar bagi para siswa ternyata banyak pula yang menjadikannya momok
menakutkan. Ujian Nasional yang seharusnya dapat menjadi tolok ukur kualitas
sekolah dan kualitas siswa ternyata banyak kecurangan di sana-sini yang
menyebabkan hasil Ujian Nasional tidak murni.
Selain melihat segi kekurangan, kita juga harus melihat sisi kebaikannya. Jika tidak
ada Ujian Nasional, penilaian kualitas suatu sekolah tidak mudah. Karena tidak ada
yang dijadikan tolok ukur secara nasional. Siswa baru yang akan melanjutkan ke
tingkat berikutnya harus belajar kembali untuk mengikuti tes masuk. Sekolah yang
mencari siswa baru pun kesulitan. Jika sekolah tersebut menggunakan nilai rapor,
padahal standar nilai di tiap-tiap sekolah berbeda, maka akan merepotkan. Dan jika
menggunakan tes masuk, sekolah pun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit
untuk mengurusi segala keperluan tes tersebut.
Kesimpulannya, Ujian Nasional masih perlu dilaksanakan. Kenaikan standar
kelulusan juga sangat perlu karena pada kenyataannya kualitas pendidikan kita berada
jauh di bawah negara lain. Selain meningkatkan standar kelulusan, pemerintah
hendaknya mengawasi secara ketat perihal jalannya Ujian Nasional agar tetap lancar
dan sportif.
Semua kalangan (Pemerintah, Lembaga Pendidikan, Kepala Sekolah, Guru, Siswa,
dan semua yang terkait dengan ujian nasional) hendaknya mengkaji tujuan mulia
diselenggarakannya ujian nasional. Hal ini dimaksudkan agar tujuan mulia ujian
nasional untuk meningkatkan mutu pendidikan dapat tercapai. Selain itu, biaya besar
yang dikeluarkan Pemerintah agar tidak sia-sia.
Nama : Iin norhasanah
Kelas : 12 ipa 3
Tugas : ESAI
MENGAPA HARUS UN
Ujian Nasional adalah suatu tes tertulis untuk siswa yang berada di tingkatan
satuan pendidikan. Ujian Nasional (UN) berguna untuk menentukan kelulusan. Dari
perolehan nilai siswa kita mendapatkan gambaran kemampuan siswa di bidang
akademik yang cenderung fluktuatif disetiap tahunnya.
Diperlukan biaya lebih kurang 580 milyar untuk pelaksanaan UN tersebut.
Biaya itu dipergunakan antara lain untuk mencetak soal, biaya pengawasan, biaya
pengoreksian, biaya pembuatan soal dan berbagai hal lainnya.
Tahun ini, nilai akhir siswa diambil dari 60% nilai UN di tambah 40% nilai
ujian sekolah (US). Target kelulusan UN rata-rata nilai akhir minimum adalah 5.5.
selain itu nilai akhir tiap pelajaran tidak boleh dibawah 4.0. sukses UN adalah
harapan kita semua, apalagi bisa meraih nlai terbaik. Namun standar kelulusan yang
kian meningkat, kadang menjadi hal yang mengerikan bagi siswa. Mulai dari
persiapan menghadapi UN, bisa tidaknya siswa menjawab soal, sampai dengan bisa
tidaknya LJK nya terbaca komputer.
Ujian nasional bersifat menyeluruh, dalam artian sekolah negeri maupun
swasta di seluruh Indonesia wajib bagi siswanya untuk mengikuti UN. Pada saat hasil
UN dipublikasikan, banyak siswa yang tidak lulus baik karena nilai yang di bawah
kelulusan minimal, sampai dengan LJK yang tidak terbaca oleh komputer.
Banyak penyebab seorang siswa mendapat nilai minimum, namun yang paling
mencolok adalah karena setiap tahun nilai akhir kelulusan minimum terus meningkat
dari tahun ke tahun. Hal ini mengakibatkan ketertekanan mental siswa saat UN,
sehingga saat menjawab soal tidak percaya diri dengan kemampannya. Ditambah lagi
dengan adanya beredar kunci jawaban UN yang dapat menjerumuskan siswa.
Umumnya kunci jawaban yang tersebar itu salah sehingga menyebabkan seorang
siswa tidak lulus UN.
Lembar jawaban komputer (LJK) yang tidak terbaca oleh komputer juga
menghantarkan siswa pada jurang ketidak lulusan. Pasalnya LJK yang akan bisa
terbaca oleh komputer harus bersih, tidak boleh terlipat, dan mambulatkan obsen
“A”B”C”D”E”, hitamnya tidak boleh keluar lingkaran.
Hal semacam ini sangat rentan terjadi. Di tingkat sekolah dasar misalnya siswa
SD yang cenderung kepada ketidak hati-hatian dalam melingkari LJK membawa
mereka kepada kegagalan UN. Di tambah dengan kebersihan siswa SD yang sangat
minim, juga berperan membawa mereka pada ketidaklulusan.
Di tingkat SMP dan SMA pun juga sering terjadi kesalahan dalam
memperlakukan LJK. Tidak jauh berbeda dengan tingkatan SD, siswa SMP dan SMA
banyak yang tidak lulus karena salah mengisi LJK. Dimulai dari penulisan nama,
paket soal dan melingkari jawaban. Ketidaksiapan mental dan kegugugpan pun siap
membawa para siswa berlabuh pada kegagalan. Kegugupan dan ketidaksiapan siswa
dalalam menjawab soal UN mengakibatkan tangan mereka berkeringat. Lama
kelamaan keringat yang terus bercucuran dari tangan para siswa, membasahi LJK.
Lalu apa hasilnya? Siswa tidak lulus. Hal inilah yang sangat disayangkan oleh kita
semua. Terkadang siswa yang salah mengisi LJK adalah siswa yang pintar. Tapi
karena ketidak hati hatian, maka mereka juga tidak lulus. Dari pernyataan yang
dijabarkan di atas dapat kita simpulkan bahwa UN tidak efektif sebagai penentu
kelulusan siswa.
Alangkah baiknya UN ditiadakan, coba kita bayangkan, dana UN yang 580
milyar itu kita gunakan untuk membantu saudara kita yang ditimpa musibah, atau
pembangunan sekolah yang sangat bermanfaat bagi siswa. Tapi dengan adanya UN
dana tersebut minim manfaatnya.
Dengan tidak lulusnya siswa dalam UN, siswa gagal dalam 3 tahun perjuangan
di sekolah tingkat SMP dan SMA. Padahal UN hanya diadakan 3 hari, dan
dilaksanakan dalam waktu 6 x 120 menit. Apakah itu setimpal dengan perjuangan
siswa selama 3 tahun di sekolahnya?
Solusi yang baik dari metode ini adalah mengumpulkan nilai hasil pendidikan
selama 3 tahun, untuk dijadikan nilai akhir siswa. Hasil nilai ini lebih mewakili
prestasi siswa selama mengikuti proses belajar di sekolahnya, dibanding UN yang
diadakan 3 hari.
Tetapi, dengan akan diadakan UN tahun ini, maka “menghilangkan peranan
guru” karena kekakuannya. Perlu di ketahui dan jadi catatan penting bagi kita semua,
bahwa “guru lebih mengenal kemampuan siswa siswinya dari pada mesin pengelola
UN”.
KORUPSI
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan kasus korupsi tertinggi didunia.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan politik di Republik tercinta ini
dimanfaatkan sebagai celah untuk melakukan suap atau korupsi. Banyaknya kasus
korupsi yang akhir-akhir ini tidak hanya melibatkan nama pejabat yang masih aktif
bahkan para mantan pejabat telah melukai hati rakyat Indonesia. Mereka kecewa
bukan hanya dengan mental para pejabat negara namun juga kecewa atas buruknya
sistem pengawasan dan pelaksanaan operasional sebuah negara. Apalagi dengan
adanya wacana mengenai pengampunan atas para koruptor sehingga para koruptor
bisa bebas kembali setelah menikmati hasil dari korupsi tersebut.
Menurut saya pribadi, diperlukan sebuah hukuman berat bagi para koruptor sehingga
bisa membuat jera para koruptor dan membuat pejabat yang lain menjadi berfikir
kembali untuk melakukan korupsi ataupun penyuapan. Karena sekarang hukum yang
berlaku di Indonesia ini seolah-olah melindungi para koruptor dari jerat hukum.
Apalagi dengan buruknya sistem pemerintahan Indonesia bila dilihat dari kurang
maksimalnya tugas dari pihak KPK dalam mengatasi masalah korupsi yang telah
membuat masyarakat sudah tidak mau menaruh harapan lagi pada sebuah sistem
pemerintahan dan pengawasannya. dan jika dilihat dari sudut pandang agamapun,
korupsi jelas dianggap sebagai cara yang tidak baik dalam mengais rezeki karena
telah mengambil apa yang sebenarnya menjadi hak orang lain. Korupsi yg terjadi di
Indonesia ini juga tidak hanya melibatkan satu orang atau satu pihak saja, melainkan
banyak pihak yg turut serta dalam membantu proses korupsi tersebut. KPK selaku
pengawas dan pemberantas korupsi harus bisa lebih meningkatkan pengawasannya
terhadap oknum yg ingin melakukan korupsi. Dengan adanya kinerja yg baik dari
pihak pengawas korupsi, kasus korupsi di Indonesia ini minimal bias lebih berkurang
dan membuat para koruptor jera. Dan bagi para oknum yg ingin melakukan korupsi
akan berpikir kembali untuk melakukannya.
top related