tugas baca mata
Post on 12-Jan-2016
45 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina
(macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa membelokkan
sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan
lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat
pada makula lutea, tetapi dapat di depan atau dibelakang makula. Dikenal istilah emetropia
yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan
refraksi seperti miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia.
Di negara maju angka-angka yang menunjukkkan kasus-kasus kelainan refraksi
mudah didapatkan, akan tetapi di negara-negara berkembang penelitian tentang kelainan
refraksi masih dalam tahap awal. Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran di 8 Propinsi yang dikutip dari penelitian oleh Hartanto (2010) (Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan
dan Nusa Tenggara Barat) berturut-turut pada tahun anggaran 1993/1994,1994/1995,
1995/1996, 1996/1997, ditemukan kelainan refraksi sebesar 22,1% dan menempati urutan
pertama dalam 10 penyakit mata terbesar di Indonesia. Sedangkan angka kelainan refraksi
pada golongan usia sekolah adalah kurang lebih 5%. Kelainan refraksi ini dapat terjadi pada
seluruh golongan umur terutama pada golongan anak sekolah yang berumur dari 6 sampai 18
tahun. Uji coba di tiga kabupaten di Jawa Barat tahun 1994, ditemukan 3–5% anak sekolah
mempunyai tajam penglihatan yang tidak normal. Peningkatan angka kejadian kelainan
refraksi ini dipicu oleh deteksi dini kelainan refraksi seiring berkembangnya teknologi
kedokteran sehingga kasus yang dulu tidak terdeteksi dapat ditemukan, makin canggihnya
teknologi visual yang merangsang penggunaan indera penglihatan terus menerus dan gaya
hidup masyarakat yang menuntut penggunaan penglihatan secara terus menerus. Kurangnya
perhatian masyarakat terhadap kesehatan mata, termasuk keengganan datang memeriksakan
diri ke rumah sakit adalah karena ketidaktahuan mereka soal betapa pentingnya mata,
sehingga mungkin saja angka kejadian yang ada di rumah sakit tidak mewakili jumlah angka
kelainan refraksi yang ada di masyarakat. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh,
ketidakmampuan untuk membayar biaya pemeriksaan atau operasi, serta ketakutan jika harus
menjalani operasi. Faktor-faktor risiko kelainan refraksi ada dalam lingkungan kita. Jika tidak
1
waspada, seseorang bisa terdiagnosis kelainan refraksi yang cukup berat tanpa dia sadari
perjalanan penyakitnya.
Dokter umum merupakan dokter layanan primer yang berperan penting pada awal
pemeriksaan pasien. Dokter layanan primer tidak hanya harus bisa melakukan penanganan
awal pasien yang mempunyai gejala namun harus dapat melakukan skrining awal. Oleh
karena itu pada makalah ini kami membahas lebih dalam tentang kelainan refraksi.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Mata
Gambar 2.1 : anatomi mata yang menjelaskan letak-letak bagian dari mata (Vaughan,2010)
Mata merupakan organ sensorik kompleks yang mempunyai fungsi optikal untuk
melihat dan saraf untuk transduksi (mengubah bentuk energy ke bentuk lain) sinar.
(Syaifuddin, 2001)
2.1.1 Kornea
Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan
difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang transparan
merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80% atau dengan
kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. (Guyton,2008)
Kornea mempunyai indeks bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan
yang berkuatan sebagai lensa hingga 40,0 dioptri. Pemeriksaan kelengkungan kornea
ditentukan dengan keratometer. (Gutmark,2010)
Pemeriksaan keratometri diperlukan untuk melihat kecembungan yang teratur,
melihat apakah ada kecembungan berbeda pada meridian berbeda sehingga diketahui mata
tersebut mempunyai kelainan refraksi astigmatisma (silinder). Menyesuaikan kelengkungan
lensa kontak yang dapat miring (cembung kuat), datar (permukaan yang rata) dan normal dan
3
melihat kemungkinan terdapat permukaan kornea yang tidak teratur atau astigmatisma
irreguler juga bisa dilakukan dengan pemeriksaan keratometri (Gutmark,2010)
2.1.2 Iris
Iris atau selaput pelangi yang berwarna coklat akan menghalangi sinar masuk ke
dalam mata. Iris akan mengatur jumlah sinar masuk ke dalam pupil dengan melalui besarnya
pupil. Iris merupakan bagian yang berwarna pada mata seperti mata biru atau mata hitam
(Lewis,2010)
2.1.3 Pupil
Pupil yang berwarna hitam pekat pada sentral iris mengatur jumlah sinar masuk ke
dalam mata. Seluruh sinar yang masuk melalui pupil diserap sempurna oleh jaringan dalam
mata. Tidak ada sinar yang keluar melalui pupil sehingga pupil akan berwarna hitam.
(Ilyas,2006)
Seperti diafragma pada kamera, ukuran pupil dapat mengatur refleks mata mengecil
atau membesar untuk jumlah masuknya sinar atau bayangan. Pengaturan jumlah sinar masuk
ke dalam pupil diatur dalam refleks. (Guyton,2010) Pada penerangan yang cerah pupil akan
mengecil untuk mengurangi rasa silau.
Pada tepi pupil terdapat otot sfingter pupil yang berkontraksi akan mengakibatkan
mengecilnya pupil yang dinamakan dengan miosis atau kontriksi. Miosis terjadi bila kita
melihat dekat atau merasa silau pada saat berakomodasi.(Guyton,2010)
Secara radier atau jari-jari roda terdapat otot dilatator pupil yang bila berkontaksi akan
mengakibatkan membesarkan pupil yang disebut dengan midriasis. Midriasis akan terjadi bila
kita berada ditempat gelap atau pada waktu melihat jauh.(Guyton,2010)
Fungsi pupil adalah pada sistem optik untuk mencegah abrasi kromatis dan abrasi
sferis lainnya. Bila mengecil akan terjadi dephth of focus yang bertambah. (Ilyas,2003)
Refleks pupil tergantung pada terangsangnya makula yang sangat sensitif, luasnya
daerah retina yang terangsang, telah beradaptasinya mata, adaptasi terang ataupun adaptasi
gelap. Refleks dekat, terjadi miosis pada waktu dekat. Miosis saat melihat dekat berkaitan
dengan konvergensi bersamaan dengan akomodasi.(AAO,2000)
Refleks pupil dasar merupakan refleks yang terjadi pada pupil, seperti refleks dekat,
miosis pada waktu akomodasi, dan konvergensi. Refleks sinar, dengan sinar kedua pupil
mengecil. Refleks midriasis biasanya lebih besar dari 5 mm.(AAO,2000)
Secara fisiologik pupil besarnya pupil didapatkan perempuan yang lebih besar
daripada laki-laki. Penderita miopia lebih besar daripada penderita hipermetropia. Didapatkan
hasil lebih besar pada orang yang bermata biru daripada mata coklat. Begitu pula orang yang
4
sudah dewasa bila dibandingkan dengan anak dan orang tua. Dalam keadaan inspirasi
dibanding ekspirasi.(Ilyas,2006)
2.1.4 Badan Siliar
Badan siliar merupakan bagian khusus uvea yang memegang peranan untuk
akomodasi dan menghasilkan cairan mata. (Cassin,2001)
Badan siliar merupakan bagian terbesar pada uvea anterior. Badan siliar terbagi atas
pars plika dengan 70-80 jonjot dimana dihasilkan cairan bilik mata dan pars plana merupakan
bagian yang memipih kebelakang menuju ora serata retina. (Cassin,2001)
Mesoderm badan siliar membentuk otot, pembuluh darah dan stroma badan siliar. Di
dalam badan siliar didapatkan otot akomodasi dan mengatur besar ruang intertrabekula
melalui insersi otot pada scleral spur. (Cassin,2001)
2.1.5 Lensa
Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri.
Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau akomodasi. Lensa ini
menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan terlihat sebagai presbiopia.
(Forrester,2006)
Lensa mata mempunyai sifat terbuat dari bahan fibrous jelly . Indeks bias lensa mata
1,44. Lensa dapat berubah bentuk, mengatur fokusnya sinar, bila badan siliar melakukan
kontraksi atau relaksasi maka lensa akan cembung ataupun pipih seperti yang terjadi pada
akomodasi. ( Forrester,2006)
2.1.6 Retina
Retina merupakan pembungkus bola mata sebelah dalam dan terletak di belakang
pupil. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan benda sebagai
rangsangan elektrik ke otak sebagai bayangan yang dikenal.(Paul et al,2008)
Susunan retina:
Retina mengandung sel kerucut dan sel batang
Alat pengenal ada atau tidaknya sinar
Mengandung 120 juta sel batang, sel pengenal adanya sinar
Mengandung 6 juta sel kerucut yang mengenal frekuensi sinar.
Sel kerucut dan batang meneruskan sinar ke saraf optik atau penglihatan yang
selanjutnya masuk ke dalam otak.
2.2 Miopia
5
2.2.1 Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam
mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan di suatu titik fokus di depan retina. Miopia
disebut juga dengan rabun jauh, nearsightedness atau shortsightedness. (Suryani, et al, 2013)
Gambar 2.2 Kelainan refraksi pada myopia (Schlote, 2006)
2.2.2 Patofisiologi
Prevalensi miopia dipengaruhi beberapa factor yaitu usia, etnis, sosio ekonomi,
keluarga, lama pendidikan, serta lama bekerja dalam jarak dekat (near work). Terdapat
beberapa hal yang mendasari terjadinya miopia yaitu :
1. Sumbu aksial atau diameter anteroposterior bola mata yang lebih panjang dari
normal, disebut miopia aksial. Karena panjang bola mata lebih panjang dari mata
normal maka sinar yang masuk akan jatuh di titik fokus di depan retina
2. Radius kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar dari normal, disebut miopia
kurvatur. Pada keadaan ini ukuran bola mata normal
3. Perubahan posisi lensa. Jika lensa berubah posisi lebih ke depan maka sinar yang
masuk akan jatuh di satu titik di depan retina. Hal ini sering kali terjadi pada
keadaan pasca operasi khususnya glaukoma.
4. Perubahan indeks bias refraksi. Biasanya didapatkan pada penderita diabetes atau
katarak.(Suryani, et al, 2013)
2.2.3 Klasifikasi dan Progresivitas Miopia
Berdasarkan derajatnya miopia terbagi menjadi :
Miopia ringan : S-0,25 sampai S-3,00 dioptri
Miopia sedang : S-3,25 sampai S-6,00 dioptri
Miopia tinggi : S-6,25 atau lebih
Berdasarkan usia timbulnya miopia terbagi menjadi :
Miopia kongenital :timbul sejak lahir dan menetap hingga masa anak-anak.
Derajat miopianya tinggi.
6
Youth onset : terjadi pada usia 5 tahun hingga remaja, biasanya akan terjadi
progresivitas dari miopia
Early adult onset : mulai dijumpai pada usia dewasa hingga 40 tahun
Late adult onset : dijumpai pada usia lebih dari 40 tahun
Sekali miopia terjadi pada masa anak-anak akan terjadi progresivitas yang akan
melambat atau berhenti pada usia perengahan atau akhir remaja. Progresivitas ini umumnya
0,35-0,55 dioptri per tahun. .(Suryani, et al, 2013)
2.2.4 Gejala Klinis
1. Keluhan utama penderita myopia adalah penglihatan jauh yang kabur.
2. Nyeri kepala (jarang)
3. Kecenderungan untuk memicingkan mata saat melihat jauh. Hal ini ditujukan untuk
mendapat efek pinhole dengan makin kecilnya fissura interpalpebralis
(Suryani, et al, 2013)
2.2.5 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Subyektif
Dengan cara trial and error dengan menggunakan kartu Snellen. Pada prosedur ini pasien
duduk pada jarak 5m, 6m, atau 20 kaki dari kartu snellen dengan pencahayaan yang
cukup. Pemeriksaan dilakukan dengan bergantian menutup salah satu mata. Umumnya
mata kanan diperiksa terlebih dahulu dan mata kiri ditutup. Pasien diminta membaca
huruf pada kartu snellen. Jika pasien tidak dapat membaca hingga 6/6 maka dicoba
dilakukan koreksi secara trial and error dengan lensa sferis negative atau minus hingga
mencapai tajam penglihatan terbaik. Sebagai pedoman untuk mengetahui bahwa koreksi
telah melampaui koreksi seharusnya pasien umumnya akan mengatakan bahwa lensa
sebelumnya lebih jelas atau perubahan lensa tidak membuat tulisan lebih jelas.
2. Pemeriksaan Obyektif
Dapat dilakukan dengan alat retinoskopi atau autorefraktometer (Suryani, et al, 2013)
2.2.6 Penatalaksanaan
Koreksi myopia
Dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa kontak atau dengan bedah refraktif.
Prinsip pemberian kacamata pada miopia adalah diberikan lensa sferis negatif terkecil
yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan :
7
1. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu
dikoreksi. Umumnya akan hilang dengan sendirinya pada usia 2 tahun.
2. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia prasekolah sebaiknya dikoreksi karena anak
pada usia ini mulai berinteraksi dengan benda atau orang dengan jarak lebih jauh
daripada bayi. Jika diputuskan tidak dikoreksi, maka harus diobservasi selama 6
bulan.
3. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu dikoreksi.
Namun jelaskan kepada guru pasien tersebut bahwa pasien menderita miopia dan
lakukan evaluasi dalam waktu 6 bulan
4. Untuk dewasa, koreksi diberikan sesuai kebutuhan pasien. (Suryani et al, 2013)
Visual hygiene
Dapat dilakukan dengan beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat tiap
30 menit. Usahakan dapat berdiri, berkeliling ruangan dan melihat jauh. Selama
membaca, ambil posisi duduk tegak namun nyaman dan duduklah pada kursi dengan
sandaran tegak. (Suryani, et al, 2013)
2.2.7 Penyulit
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasio retina
dan juling. Juling biasanya esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus
menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat
ambliopia. (Ilyas, 2013)
2.3 Hipermetropia
2.3.1 Definisi
Hipermetropia adalah suatu kelainan refraksi yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke
mata dalam keadaan istirahat tanpa akomodasi, dibiaskan membentuk bayangan dibelakang
retina. Disebut juga sebagai rabun dekat, hiperopia, farsightedness, longsightedness.
Gambar 2.3 Kelainan Refraksi pada Hipermetropia (Schlote, 2006)
8
2.3.2 Patofisiologi
Hipermetropia dapat disebabkan :
a. Hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu
anteroposterior pendek
b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa lemah sehingga
bayangan difokuskan dibelakang retina
c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias yang lemah pada system optik mata
(Ilyas, 2013)
2.3.3 Klasifikasi
Ada beberapa tingkatan pada hipermetropia berdasarkan besarnya dioptri, yaitu :
1. Hipermetropia ringan, yaitu antara S+0,25 sampai S+3,00 dioptri
2. Hipermetropia sedang, yaitu antara S+3,25 sampai S+6,00 dioptri
3. Hipermetropia tinggi, yaitu lebih dari sama dengan S+6,25
(Ilyas, 2013)
Selain itu dikenal pembagian hipermetropia berdasarkan kemampuan akomodasi, yaitu
kemampuan untuk merubah kurvatura lensa dengan merubah tonus dari muskulus siliaris.
Jika muskulus siliaris berkonstraksi maka zonula zinii akan teregang dan lensa menjadi lebih
cembung sehingga kekuatan refraksi bertambah, sebagai berikut :
1. Hipermetropia laten, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi sepenuhnya oleh
kemampuan akomodasi penderita
2. Hipermetropia manifest yang terbagi atas
a. Hipermetropia fakultatif yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi baik oleh
kemampuan akomodasi pasien maupun dengan pemberian koreksi lensa
cembung
b. Hipermetropia absolute yaitu hipermetropia yang tidak dapat dikoreksi dengan
kemampuan akomodasi penderita sehingga mutlak harus dikoreksi dengan
lensa cembung
3. Hipermetropia total yaitu keseluruhan hipermetropia laten dan manifest, dapat dilihat
dengan pemberian obat sikloplegik (Suryani et al, 2013)
9
2.3.4 Gejala Klinis
1. Penglihatan dekat biasanya terganggu terlebih dahulu. Penglihatan jauh terganggu apabila
derajat hipermetropia cukup besar (3 dioptri atau lebih) atau pada penderita usia tua
2. Sakit kepala di daerah frontal, penglihatan yang tidak nyaman, mata lelah
3. Sensitivitas yang meningkat terhadap cahaya
4. Sensasi rasa juling (Suryani et al, 2013)
2.3.5 Pemeriksaan
Pemeriksaan hipermetropia sama dengan pemeriksaan pada myopia yaitu dengan cara
subyektif dan obyektif. (Suryani, et al, 2013)
2.3.6 Penatalaksanaan
Hipermetropia dapat dikoreksi dengan kacamata, lensa kontak, bedah refraktif. Sebagai
pedoman pemberian kacamata diberikan lensa sferis positif atau lensa plus terkuat yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik. (Suryani et al, 2013)
2.3.7 Penyulit
Esotropia akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder akibat
hipertrofi otot silier pada badan silier yang akan mempersempit sudut bilik mata (Ilyas, 2013)
2.4 Astigmatisme
2.4.1 Definisi
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi yaitu berkas sinar sejajar yang masuk ke
dalam mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu titik fokus. Pada
keadan ini pembiasan dari berbagai meridian tidak sama (Suryani et al, 2013).
10
Gambar 2.4. Perbedaan mata normal dan astigmatisme
2.4.2 Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 jutasampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempatiurutan pertama pada penyakit mata.Kasus
kelainan refraksi dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan.Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa (Ilyas et al, 2013).
Menurut MathsAbrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmat bervariasi antara 30%-70%.
2.4.3 Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisme adalah sebagai berikut (Ilyas et al, 2013) :
i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan
kornea.
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang
11
dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat
menyebabkan astigmatismus.
2.4.4 Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut (Ilyas et al,
2013):
1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensacylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatannormal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainanpenglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentukastigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertikal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal, sering ditemukan pada anak-anak dan orang muda.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang vertikal. Serinng ditemukan pada orang tua.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur. Berdasarkan letak titik vertical dan
horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut (Vauoghan, 2000):
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki
angka yang sama.
12
Gambar 2.5 Astigmatisme Miopia Simpleks
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.
Gambar 2.6. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
3. Astigmatisme Miopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -
X Cyl -Y.
Gambar 2.7. Astigmatisme Miopia Kompositus
13
4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl +Y.
Gambar 2.8. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -
Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai
X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Gambar 2.9. Astigmatisme Mixtus
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri (Vaoughan, 2000):
1. Astigmatismus Rendah
14
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatismus rendah
tidak perlu menggunakan koreksi kacamata.Akantetapi jika timbul keluhan pada
penderita maka koreksi kacamata sangatperlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamatakoreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus inisangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
2.4.5 Tanda Dan Gejala
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismustinggi menyebabkan gejala-
gejala sebagai berikut (Ilyas et al, 2013):
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala
sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.
2.4.6 Diagnosis
Selain dari anamnesis, diagnosis astigmatisme dapat dilakukan dengan melakukn beberapa
pemeriksaan diantaranya (Ilyas et al, 2013):
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan
15
retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti
padapasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman
penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun
retina yang menggangu penglihatan.
2) Uji refraksi
i. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan
membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita
hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat.Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique).
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer.Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.
3) Uji pengaburan (Vaoughan, 200)
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan
dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen,
misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi
16
juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.Bila garis juring
pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau
lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder
negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau
kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan
lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu
Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
Gambar 2.10. Kipas Astigmat.
4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, “ring”
tersebut berbentuk oval.Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.
2.4.7 Diagnosis Banding
1. Miopia
2. Hipermetropia
17
3. Katarak
4. Age Related Macular Degeneration (ARMD) (Ilyas et al, 2013)
2.4.8 Terapi
1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismusakan dapat membiaskan sinar sejajar tepat
diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus
irregulardimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan
memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
3) Bedah refraksi
Metode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari (Deborah, 2008):
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata.Jumlah hasil perubahan
tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Gambar 2.11. Radial Keratotomy
Photorefractive keratectomy (PRK)
18
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah
photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien
tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada
waktu sebelum operasi.
Gambar 2.12. Photorefractive Keratectomy
LASIK
Laser in situ Keratomileusis (LASIK) merupakan tindakan bedah yang paling sering
digunakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi, seperti miopia, hiperopia, dan
astigmatisma. Pada LASIK, dibuat sebuah flap pada bagian tengah kornea dengan
menggunakan alat mikrokeratome atau laser. Kemudian flap tersebut diangkat,
sejumlah kecil jaringan kornea diangkat untuk membentuk kornea,
dan flap diposisikan kembali. Kornea akan pulih dalam waktu beberapa hari. LASIK
hanya menimbulkan sedikit rasa tidak nyaman pada saat dan setelah
pembedahan.Perbaikan penglihatan cepat terjadi dan seseorang dapat kembali bekerja
dalam waktu 1-3 hari setelah pembedahan.Namun, tidak semua orang dapat dilakukan
LASIK, orang-orang yang memiliki kornea yang tipis atau permukaan kornea yang
longgar bukan kandidat yang baik untuk LASIK.
Flap Kornea Dicipta dan Diangkat
19
Membentuk semula Kornea dengan Laser
Flap Kornea disusun semula
Gambar 2.13. LASIK
LASEK
LASEK (Laser Epithelial Keratomileusis) adalah sebuah bedah refraktif di mana
epitel dipotong dengan pisau halus, yang disebut trefin, dan melibatkan penggeseran
lapisan epitel kornea dan kemudian menggantinya untuk bertindak sebagai perban
alami.
2.4.9 KOMPLIKASI
Astigmatisme yang tidak dirawat pada orang dewasa dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada mata, mata menjadi penat dan terkadang sakit kepala. Rabun pada
anak-anak memerlukan perhatian khusus dan penjagaan mata benar. Hal ini disebabkan
karena apabila mata tidak dirawat dengan benar dapat menyebabkan terjadinya ambliopia
(mata malas)(Deborah, 2008).
2.4.10 PROGNOSIS
Sekitar 30 % dari semua orang memiliki Silindris . Dalam sebagian besar kasus, kondisi
tidak berubah banyak setelah usia 25 tahun. Astigmatisme progresif dapat terjadi pada trauma
kornea , infeksi berulang dari kornea, dan penyakit degeneratif seperti keratoconus(Deborah,
2008)
2.5 Presbiopi
2.5.1 Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya
sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.Presbiopi adalah suatu
bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnyakemampuan akomodasi mata sesuai
dengan makin meningkatnya umur.
20
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata.Presbiopi ini bukan merupakan
penyakit dan tidak dapatdicegah.Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya
akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baikakibatnya lensa mata tidak dapat
menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak bisamelihat yang
dekat.Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.Daya akomodasi
adalah kemampuan lensa mata untukmencembung dan memipih. Biasanya terjadi diatas usia
40 tahun, dan setelah umur itu, umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca
untuk mengkoreksi presbiopinya (James et al 2006).
2.5.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi.
Karena presbiopiberhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung dengan
orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena onsetnya yang
lambat, tetapi bisa dilihat bahwainsiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44
tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955 menunjukkan 106 juta orang di Amerika
mempunyai kelainan presbiopi.
Faktor resiko utama bagi presbiopi adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma,
penyakit sistemik, penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa menyebabkan
presbiopi dini.
2.5.3 Etiologi
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa akibat usia lanjut
b. Kelemahan otot-otot akomodasi
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat kekakuan
(sklerosis) lensa
2.5.4 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga
lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnyaumur maka lensa menjadi lebih keras
(sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.
21
2.5.5 Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapati pasien memerlukan
kacamata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien
biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca
b. Presbiopi Fungsional
Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika
diperiksa
c. Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses akomodasi sudah
tidak terjadi sama sekali
d. Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhungan dengan
lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
e. Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan
diameter pupil
2.5.6 Gejala Klinis
Kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil
Pasien cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan objek bacanya
Terjadi pada usia 45 tahun untuk ras kaukasia dan 35 tahun untuk ras lainnya.
2.5.7 CaraPemeriksaan
Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metode trial and eror
hingga visus mencapai 6/6
Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudian secara binokuler ditambahkan lensa
sferis positif dan diperiksa dengan menggunakan kartu jaeger pada jarak 0,33 meter (PDT
, 2002).
2.5.8 Penatalaksanaan
Diberikan lensa sferis positif sesuai dengan pedoman penambahan umur, yaitu umur 40
tahun diberikan sferis +1,00, setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan sferis +0,50
2.5.9 Prognosis
22
Hampir semua pasien presbiopi berhasil dalam melakukan terapi. Dalam beberapa
kasus (misalnya pasien yang baru memakai kacamata, pasien yang memilki riwayat kesulitan
beradaptasi dengan koreksi visual )tambahan kunjungan diperlukan. Selama kunjungan
tersebut dokter mata dapat memverifikasi lensa dan penyesuaian bingkai.
DAFTAR PUSTAKA
American Optometric Association, 2008, Classification of hypermetropi , available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21414/4/Chapter%20II.pdf,
Deborah, Pavan, Langston. 2008. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6 th Edition:
Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100.
Gutmark R and Guyton DL, 2010, Origins of the Keratometer and its Evolving Role in
Ophthalmology, Survey of Ophthalmology 2010; 55(5): 481-497
Hartanto, Willy, Inawakati, 2010, Kelainan Refraksi Tak Terkoreksi Penuh di RSUP. DR
KARIADI Semarang Perode 1 Januari 2002- 31 Desember 2003, Media Medika
Muda No4
Ilyas, S, 2006, Kelainan Refraksi dan Kacamata, 2nd ed, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia:Jakarta
Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M. 2013. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-4. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
James,Bruce et al, 2006. Lecture Notes Oftalmology Ed 9, Surabaya :Airlangga University
Press, 1:9-34
Lewis, R.A, 2010, Clinical Eye Atlas, oxford university
Schlote T,Grueb M, Mielke J, Rohrbach JM, 2006,Pocket atlas of ophthalmology. New York:
Thieme.
Suryani P, Saleh T, Aritonang C, Deneska R. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.
Surabaya: Airlangga University Press, 1:1-12
Syaifuddin. 2001. FungsiSistemTubuhManusia. Jakarta: WidyaMedika.
Vaughan, D.G, et all., 2000. Optalmology Umum, Edisi Ke-14. Jakarta :Widya
Medika.
23
24
top related