translate prediksi penyerapan zat besi
Post on 10-Aug-2015
94 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Prediksi Penyerapan Zat Besi: Sebuah algoritma untuk menghitung
penyerapan dan bioavailabilitas zat besi
Leif Hallberg and Lena Hulthén
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyerapan zat besi dari makanan ditentukan oleh status zat besi,
kandungan zat heme iron dan nonheme iron, dan berbagai faktor makanan yang
mempengaruhi penyerapan besi. Terdapat informasi yang terbatas mengenai efek
bersih faktor-faktor tersebut.
Tujuan: Tujuan yaitu untuk mengembangkan sebuah algoritma untuk memprediksi
efek dari faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi penyerapan heme iron dan non-
heme iron dari makanan dan diet.
Desain: Dasar bagi algoritma yaitu penyerapan besi dari roll gandum (22.1 ± 0.18%)
yang mengandung zat yang tidak diketahui inhibitor ataupun yang meningkatkan
penyerapan besi dan disesuaikan untuk dosis rujukan penyerapan 40%. Penyerapan
basal ini dikalikan dengan efek yang diharapkan dari perbedaan jumlah faktor-faktor
diet yang diketahui mempengaruhi penyerapan besi: phytate, polifenol, asam
askorbat, daging, ikan dan seafood, kalsium, telur, protein kedelai, dan alkohol. Untuk
setiap faktor, persamaan yang menjelaskan hubungan dosis-efek dikembangkan.
Pertimbangan khusus dibuat untuk interaksi antara faktor-faktor individual.
Hasil: Kesepakatan yang baik terlihat ketika pengukuran penyerapan besi dari 24
makanan lengkap dibandingkan dengan hasil dari penggunaan algoritma (r2 = 0.987)
dan ketika rata-rata penyerapan besi pada 31 subjek disajikan bervariasi diet
keseluruhan berlabel dengan heme- dan nonheme-iron tracers selama periode 5 d
dibandingkan dengan rata-rata penyerapan besi total dihitung dengan menggunakan
alogaritma tersebut. ( p = 0.958 ).
Kesimpulan: Algoritma ini memiliki beberapa aplikasi. Hal tersebut dapat digunakan
untuk memprediksi penyerapan besi dari berbagai diet, untuk memperkirakan efek
yang diharapkan oleh modifikasi makanan, dan untuk menerapkan fisiologi pada
kebutuhan diet zat besi dari jenis diet yang berbeda. Am J Clin Nutr 2000;71:1147–
60.
Kata kunci manusia, penyerapan besi, heme iron, non-heme iron, algoritma, diet,
makanan, bioavailabilitas, status besi, kebutuhan besi, phytate, polyphenols, asam
askorbat, daging, protein kedelai, alkohol, telur, kalsium
PENDAHULUAN
Pengetahuan tentang penyerapan zat besi dari diet dan mengenai faktor yang
mempengaruhi penyerapan telah meningkat jauh sejak ekstrinsik tag tersebut
diperkenalkan pada label diet zat besi pada makanan (1, 2). Jumlah zat besi yang
diserap dari makanan ditentukan oleh status besi, kandungan heme dan nonheme iron,
dan bioavailabilitas dari 2 jenis besi, yang ditentukan oleh keseimbangan antara
faktor-faktor dalam makanan yang meningkatkan dan menghambat penyerapan besi,
terutama nonheme iron. ( 3 ).
Diketahui bahwa variasi pada penyerapan zat besi dari makanan terutama pada
perbedaan dalam bioavailabilitas dari zat besi, yang dapat menyebabkan lebih dari 10
kali variasi pada penyerapan besi, daripada variasi pada kandungan besi.
Oleh sebab itu, beberapa percobaan telah dilakukan untuk merancang
algoritma dalam memperkirakan bioavailabilitas dari kandungan zat besi pada
makanan. Tujuan pertama percobaan tersebut adalah untuk menggambarkan fakta
bahwa komposisi makanan sangat mempengaruhi penyerapan nonheme iron ( 4 ).
Selanjutnya percobaan dilakukan untuk memperbaiki alogaritma tersebut ( 5, 6 ).
Metode yang lebih sederhana menggunakan sistem skoring untuk memperkirakan
bioavailabilitas yang diharapkan dari diet non-hem iron juga disarankan ( 7 ).
Dalam model ini, faktor penghambat penyerapan besi itu juga dipertimbangkan.
Beberapa faktor makanan (eg, asam askorbat, daging, ikan, dan daging
unggas) meningkatkan penyerapan besi, dimana faktor-faktor lainnya (eg, fosfat
inositol (phytate), kalsium, dan struktur tertentu pada polyphenols) menghambat
penyerapan besi. Pada penelitian ini, kami menganalisa hubungan dose-response
antara jumah faktor tersebut dan efeknya pada penyerapan nonheme-iron. Semua
faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam algoritma untuk memprediksi jumlah
besi yang diabsorpsi dari makanan. Pada hampir semua faktor tersebut, telah mungkin
untuk mengembangkan fungsi kontinu terkait dengan jumlah masing-masing pada
makanan. Selain itu, interaksi antara faktor-faktor yang berbeda telah diperiksa dan
dipertimbangkan.
Hipotesis yang diuji pada alogaritma tersebut yaitu bioavailabilitas dari besi
dalam makan merupakan hasil dari semua faktor yang ada pada makanan baik
menghambat atau meningkatkan penyerapan besi.
Sebuah titik awal untuk percobaan ini yaitu menemukan makanan atau diet yang tidak
mengandung bahan yang menghambat atau meningkatkan dan kemudian
menggunakan makanan ini sebagai dasar untuk mengevaluasi efek dari faktor-faktor
yang berbeda yang ditambahkan dalam jumlah yang berbeda.
Selama bertahun-tahun kami menggunakan, sebagai kontrol, roll gandum yang terbuat
dari ekstraksi rendah tepung gandum dan difermentasi sedemikian rupa sehingga tidak
ada inositol fosfat yang dapat terdeteksi. Berbagai faktor untuk diuji ditambahkan
dalam jumlah yang berbeda pada roll tersebut dan penyerapan besi diukur dari roll,
ketika disajikan dengan atau tanpa faktor tertentu pada jumlah yang diketahui dan
berbeda-beda, setelah roll tersebut diberi label dengan 2 isotop radioiron yang
berbeda. Status besi pada subjek yang berpuasa diukur dengan menggunakan
penyerapan dari suatu dosis rujukan standar dari besi ferrous untuk menggambarkan
status besi dari individu yang telah diketahui. Dosis diperkenalkan oleh layrisse et al (
8 ) dan seluruh prosedur dijelaskan secara rinci ( 9 ). Penyerapan besi juga dapat
terkait dengan log serum feritin seperti yang disarankan oleh Cook et al ( 10 ).
Banyak penelitian pada faktor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas dari
zat besi telah diterbitkan oleh beberapa grup penelitian (didiskusikan di bawah), selain
itu pada penelitian oleh kelompok kami. Hal tersebut mungkin dapat dilakukan,
namun menggunakan beberapa data dari penelitian mereka. Hal itu benar juga untuk
beberapa data sebelumnya dari laboratorium kami. Alasannya adalah hanya bahwa
adanya kekurangan informasi tentang kandungan phytate dan terkadang pada
polyphenols pada makanan yang telah diteliti.
METODE
Metode yang digunakan untuk memperkirakan penyerapan besi didasarkan
pada algoritma yang mengandung nilai untuk penyerapan besi ( relatif terhadap 40 %
dari penyerapan pada dosis rujukan besi ) dari makanan basal tunggal [ekstraksi
rendah ( 40 % ) tepung terigu] yang tidak mengandung komponen yang diketahui
menghambat atau meningkatkan penyerapan besi. Nilai basal ini kemudian dikalikan
oleh faktor-faktor yang menggambarkan efek dari komponen makanan yang berbeda
yang terdapat dalam makanan yang diketahui mempengaruhi penyerapan besi:
phytate, polyphenols, protein kedelai, kalsium, telur, asam askorbat, daging
( termasuk ikan dan makanan laut ), dan alkohol. Untuk setiap faktor, sebuah
persamaan yang didapatkan yang juga interkasi yang dipertimbangkan antar
komponen pada makanan.
Penyerapan Besi dari makanan basal
Makanan basal terdiri dari rol gandum disajikan dengan margarine dan air
pada 2 pagi sementara subjek dalam keadaan puasa. Rol yang telah dibuat dari sebuah
low-extraction khusus ( 40 % ) tepung gandum dan adonan yang difermentasi dalam 2
periode ( 30 +10 menit ) untuk memastikan bahwa tidak ada fosfat inositol yang dapat
dideteksi dengan sebuah metode sensitif ( 11 ). Kandungan besi dari roll disesuaikan
4,1 mg dengan menambahkan sulfat ferrous ke adonan. Gulungan diberi label dengan
sebuah ekstrinsik radioiron tracer. Penyerapan besi diukur seperti yang dijelaskan
sebelumnya ( 9, 12 ).
Roll tersebut dimasukkan pada penelitian berbeda dari faktor-faktor yang
mempengaruhi penyerapan besi. Roll disajikan dengan dan tanpa sebuah faktor untuk
diteliti dalam jumlah tertentu dan diberi label dengan 2 isotop radioiron berbeda (13-
15). Penyerapan besi dari gulungan tersebut diukur pada 310 subjek ( 194 perempuan
dan 116 relawan laki-laki ). Pada setiap subjek, penyerapan besi dari dosis rujukan
mengandung 3 mg Fe dari ferrous sulfat, yang diberikan ketika subjek dalam keadaan
puasa 2 pagi hari berturut-turut, juga diukur. Semua nilai penyerapan diatur sehingga
sesuai dengan penyerapan dari 40 % dari dosis rujukan. Dengan demikian,
pengukuran penyerapan dari makanan yang sama dapat dikumpulkan dari kelompok
yang berbeda dari subyek dengan status besi yang berbeda-beda. Rata-rata (±SEM)
penyerapan besi dari gulungan pada semua percobaan, disesuaikan dengan 40 %
penyerapan dosis rujukan, yaitu 22.1 ± 0,18%.
Efek phytate dan inositol phosphate lainnya
Efek dari jumlah yang berbeda dari phytate pada penyerapan besi diperiksa
ketika gulungan gandum itu disajikan dengan dan tanpa jumlah yang berbeda dari
sodium phytate yang ditambahkan. Tujuh kelompok subjek ( n = 63 ) diteliti dan
phosphorus yang ditambahkan sebagai phytate ( phytate-p ) bervariasi dari 2 hingga
250 mg ( 14 ). Sebuah studi serupa dilakukan pada laboratorium lain di mana
gulungan gandum basal mengandung 10 mg phytate-P ( n = 57 ). Empat jumlah yang
berbeda dari phytate-P ( 14-58 mg ) ditambahkan ( 16 ). Karena efek 10 mg phytate-p
diperiksa di studi sebelumnya, terdapat kemungkinan untuk menghitung kembali efek
phytate-p yang ditambahkan. Efek phytate yang sama terdapat dalam 2 studi. Saat
data dari 2 studi dikumpulkan, hubungan berikut dapat ditemukan:
Log ratio penyerapan
(dengan/tanpa phytate) = -30 X log ( 1 + phytate-P ) (1)
dimana phytate-P dalam miligram. Koefisien korelasi adalah r2 = 0.926 ( n = 120 ).
Antilog dari log penyerapan ratio sehingga mengandung faktor phytate.
Ketika kandungan phytate-P dalam roti ditentukan, beberapa inositol fosfat
terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit daripada 6 kelompok yang mengandung
phytate. Dalam sebuah studi sebelumnya kami menemukan bahwa jumlah seluruh
phosphate terikat pada inositol, terdapat pada sebuah roti, menentukan tingkat inhibisi
( 11 ). Hal ini berarti bahwa total efek penghambatan dari inositol fosfat lebih baik
digambarkan sebagai jumlah kelompok fosfat terikat pada inositol daripada sebagai
mol dari inositol. (faktor konversi: 1 mg phytate-p = 3.53 mg phytic acid = 5.56 μmol
phytic acid. )
Efek Asam Askorbat
Asam askorbat adalah sebuah promoter yang kuat dari penyerapan besi,
seperti yang ditunjukkan pada beberapa penelitian ( lihat referensi 16 untuk review ).
Dalam sebuah studi yang luas oleh Cook dan Monsen (17) pada tahun 1977 di mana 6
jumlah yang berbeda dari asam askorbat ( 25-1000 mg ) ditambahkan pada makanan
semisynthetic, sebuah hubungan yang kuat dilihat antara log jumlah asam askorbat
dan log rasio penyerapan ( r2= 0.958 ; n = 25 ). Efek yang berlawanan dari asam
askorbat pada phytate dan polyphenols juga dilaporkan oleh kelompok lain (18).
Dalam studi oleh Cook dan Monsen, hal tersebut tidak disebutkan apakah sebuah
inhibitor terdapat pada makanan kontrol, yang menunjukkan penyerapan yang sangat
rendah dari besi (≈ 0,75 % ). Efek yang meningkatkan dari asam askorbat lebih
terlihat oleh adanya phytate atau iron-binding polyphenols. Pada penelitian
selanjutnya dari kelompok yang sama menggunakan formula cairan yang sama,
ditunjukkan bahwa ekstrak vanila telah ditambahkan pada formula tersebut,
kemungkinan untuk memperbaiki rasanya. (19, 20). Analisis baru-baru ini dalam
laboratorium kami menunjukkan bahwa ekstrak vanila mengandung jumlah yang
cukup besar dari besi yang terikat polyphenols ( Lampiran A ). Fakta ini mungkin
menjelaskan efek asam askorbat yang terlihat pada penelitian komprehensif Cook dan
Monsen (17). Penambahan 100 mg asam askorbat pada formula cairan semisynthetic
meningkatkan penyerapan besi 4.14 kali, dimana penambahan jumlah asam askorbat
yang sama pada sebuah makanan standar yang mengandung daging, kentang, dan
susu peningkatan penyerapan besi hanya 67 %. Pada penelitian lainnnya dari
kelompok yang sama, penambahan 100 mg asam askorbat ke yang lain tetapi sama
dengan formula cairan yang mengandung 85 mg phytate-p meningkatkan penyerapan
besi 3,14 kali ( 20 ).
Penemuan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan asam askorbat untuk
mengurangi besi dan dengan demikian untuk mencegah pembentukan less-soluble
senyawa besi mungkin adalah sebuah mekanisme penting efek absorption-promoting
dari asam askorbat.
Sebuah efek yang Meningkatkan dari asam askorbat pada penyerapan besi, juga
terlihat dalam tidak adanya phytate dan polyphenols. Penambahan 50 mg asam
askorbat, contohnya, pada gulungan gandum dengan tidak adanya phytate yang
terdeteksi meningkatkan rata-rata penyerapan besi dari 22,4 % hingga 37,6 % ( 14 ).
Fakta-fakta tersebut digambarkan dalam algoritma menjelaskan diharapkan
efek asam askorbat yang diharapkan dengan adanya phytate.
Alogaritma itu dihitung sebagai berikut:
(1). Meskipun tidak adanya inhibitor, asam askorbat meningkatkan penyerapan besi
dalam sebuah dose-dependent way: penyerapan ratio = ( 1 + 0.01) X asam askorbat
(dalam mg).
(2). Semakin banyak adanya phytate, semakin besar efek asam askorbat.
Hubungan linier dilihat antara rasio penyerapan (dengan dan tanpa asam askorbat )
dan log phytate-P. Lima garis regresi menggambarkan hubungan tersebut memiliki
slope linier yang berbeda untuk log jumlah asam askorbat yang berbeda (5-500 mg).
Koefisien korelasi kuadrat untuk 5 garus bervariasi dari 0.837 hingga 0.877.
Kandungan phytate bervariasi dari 0 hingga 250 mg. 5 slope dari garis regresi terkait
dengan log jumlah asam askorbat dan menunjukkan sebuah kesesuaian terbaik dalam
sebuah persamaan eksponensial dengan sebuah nilai r2 dari 0.995. Persamaan umum
berikut ini:
Rasio absorpsi = [1 + 0.01 AA (dalam mg) ]
+ log phytate-P (dalam mg)
X 0.01 X 100.8875X log (AA+1)
Di mana AA adalah mg asam askorbat dan mg pada makanan. Persamaan ini
berdasarkan pada penelitian pada 240 subjek pada 24 studi. Efek asam askorbat yang
meningkatkan ini sama dalam makanan dengan dan tanpa kalsium dan sama dalam
makanan dengan dan tanpa daging. Observasi tersebut menunjukkan bahwa
mekanisme aksi pada penyerapan besi berbeda untuk asam askorbat, daging, dan
kalsium.
Efek Polyphenol
Dalam beberapa studi sebelumnya dapat ditunjukkan bahwa teh menghambat
penyerapan besi non-heme (21-23). Demikian pula, kopi (22-24), dan anggur merah
(25,26) dilaporkan dapat menghambat penyerapan besi. Inhibisi ini diperkirakan
karena adanya polyphenols pada minuman tersebut. Penambahan asam tannic pada
makanan ditunjukkan mengurangi penyerapan besi (27). Kajian lebih lanjut
menunjukkan bahwa asam gallat dan asam tannic memiliki efek penghambatan yang
sama pada penyerapan besi dan sifat mengikat yang sama (13). Kelompok Galloyl
dengan 3 gugus hidroksil yang berdekatan ditemukan sebagai senyawa utama,
struktur umum dalam polyphenols yang mengikat besi, kemungkinan oleh sebuah
ikatan kimia langsung, terutama dari feri besi, dan mungkin melalui pembentukan
chelates.
Ikatan yang kuat dari feri besi pada kelompok galloyl menjelaskan efek yang
berlawanan dari asam askorbat pada inhibisi penyerapan besi oleh senyawa fenolik.
Besi yang terikat polyphenols tersebar luas dalam makanan karena mereka terjadi
secara alami dalam berbagai sereal, sayuran, dan rempah-rempah, dan dalam
minuman banyak seperti anggur, kopi, dan teh ( 13, 28 ). Sebuah metode kimia secara
khusus menentukan galloyl grup yang telah dirancang ( 29 ).
Inhibisi penyerapan besi oleh kopi dijelaskan terutama oleh kandungan
chlorogenic acid tersebut. Ikatan besi pada senyawa tersebut kurang kuat dari ikatan
besi pada kelompok galloyl. Inhibisi relatif oleh jumlah equimolar dari asam galat dan
asam chlorogenic adalah ditemukan menjadi 1.6: 1 (13). Dalam Lampiran A, setara
asam tannic, chlorogenic asam, dan setara total asam tannic ( jumlah dari asam tannic
dan jumlah asam chlorogenic dibagi dengan 1.6 ) dalam berbagai makanan yang
dilaporkan.
Efek Penyerapan Besi dengan adanya polifenol, asam askorbat, dan daging
dalam makanan.
Dalam menghitung efek asam tannic pada penyerapan besi perlu
mempertimbangkan kedua jumlah grup galloyl dan jumlah asam askorbat yang
terdapat dalam makan. Pada penelitian di mana jumlah berbeda yang diketahui dari
tannic acid ditambahkan ke sebuah roll gandum ( kisaran: 5-200 mg ), hubungan
linear diamati ketika log ratio penyerapan diplot ( penyerapan dengan/ tanpa asam
tannic ) terhadap log jumlah tannic acid yang ditambahkan ke gulungan (13).
Persamaan berikut (r2= 0.978 untuk nilai-nilai rata-rata ) berdasarkan pengukuran
pada 59 subyek:
Log ratio penyerapan = 0.4515 - 0.715
X log tannic acid (dalam mg) (3)
Kemiringan dari garis regresi ini ( - 0.715 ) berubah ketika jumlah berbeda dari asam
askorbat ditambahkan. Garis regresi untuk jumlah yang berbeda dari asam askorbat
berkumpul ke titik log rasio penyerapan ( 0.4515 ) dan log asam tannic ( 0 ).
Efek dari asam askorbat pada inhibisi dari penyerapan besi oleh tannin
ditunjukkan dalam 2 penelitian ( 18, 30 ). Selain itu, dalam mengembangkan
persamaan tersebut kami juga menggunakan data yang tidak dipublikasikan baru-baru
ini dari laboratorium kami pada efek dari asam askorbat pada inhibisi oleh senyawa
fenolik. Dua penelitian mengenai efek daging pada inhibisi oleh asam tannic sedang
dilakukan ( n = 20 masing-masing ). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa ≈ 100
g daging mengurangi inhibisi oleh asam tannic setengahnya ( 24 ). Efek daging pada
inhibisi oleh polyphenols ini juga termasuk dalam persamaan yang di bawah ini.
Efek polyphenols pada penyerapan besi dinyatakan dalam persamaan berikut,
di mana jumlah setara tannic acid ( ta; dalam mg ), asam askorbat ( aa; dalam mg ),
dan daging atau ikan ( M; dalam g ) dalam makanan yang dianggap:
Rasio penyerapan = (1 + 0.01M)
X100.415-[0.715 - 0.1825 X log (1+ AA)] X log (1+TA) (4)
Rasio penyerapan seharusnya ≤ 1 dan diperbaiki menjadi 1 jika hasilnya tidak seperti
itu.
Efek Kopi dan Teh
Kopi dan teh banyak dikonsumsi sebagai minuman dengan makanan atau
langsung setelah waktu makan. Minuman ini memiliki kandungan tinggi dari senyawa
fenolik dan telah ditunjukkan sangat menghambat penyerapan nonheme iron
(13,21,22,24 ). Secangkir teh (≈200 ml ) mengurangi penyerapan besi ≈75-80 %.
Variasi dalam hasil kajian yang berbeda mungkin terkait dengan perbedaan jumlah
senyawa fenolik dalam teh yang dihasilkan dari perbedaan dalam jumlah, merek, dan
seduhan waktu teh yang digunakan. Secangkir kopi (≈150 ml ) mengurangi
penyerapan besi oleh ≈60 %. Ketika teh atau kopi adalah disajikan dengan makanan
mengandung ≈100 g daging, inhibisi penyerapan besi berkurang 50 % ( 24 ).
Hal ini sesuai dengan bagian pertama dari persamaan 4 di atas ( eg, ketika M = 100g,
1+ 0.01M = 2.0 ).
Pada dasar dari kandungan pada senyawa fenolik, kopi diharapkan
mengurangi penyerapan besi bahkan lebih dari yang diamati. Telah diketahui bahwa
kopi itu merangsang sekresi lambung yaitu asam klorida, yang mungkin menjelaskan
semakin rendah dari efek yang diharapkan. Kami menguji kemungkinan ini dengan
mengukur inhibisi dari penyerapan besi oleh kopi pada pasien dengan achlorhydria
pentagastrin-proven dan ditemukan bahwa pada pasien ini efek penghambatan adalah
dua kali lebih tinggi (ratio penyerapan: 0.19 dibandingkan dengan 0,39 ) pada pasien
yang sehat dan sesuai dengan kandungan senyawa phenolic dalam kopi ( L hulthen, L
Hallberg, A Killander, tidak diterbitkan 1995 ).
Gambar 1. Hubungan antara log kandungan kalsium dalam makanan dan rasio dari
penyerapan besi dari makan disajikan dengan atau tanpa perbedaan jumlah kalsium.
Persamaan yang menggambarkan hubungan tersebut diberikan dalam teks.
Untuk menghindari masalah yang ditemui ketika alogaritma diterapkan pada
kopi dan teh, karena variasi dalam kandungan besi yang terikat polyphenols dan
perbedaan waktu ekstraksi minuman, kita digunakan faktor dari 15 mg asam tannic
setara untuk satu cangkir kopi reguler dan 30 mg asam tannic setara untuk satu
cangkir teh. Nilai-nilaitersebut berlaku untuk minuman yang dikonsumsi dengan
makanan atau beberapa jam setelah makan ( 24 ). Kami tetap menyadari bahwa kopi
yang kuat mungkin dapat mengurangi penyerapan besi lebih jauh lagi ( eg, 50 mg
asam tannic setara memberikan sebuah faktor asam tannic 0.17 ) dan bahwa kekuatan
lain teh atau jenis teh lain mungkin lebih dapat mengurangi penyerapan besi.
Kami menemukan teh hijau pada umumnya, contohnya, sebuah faktor asam tannic
0,17 ( lampiran A ) - pengurangan penyerapan besi 83 %.
Efek Kalsium
Hubungan dose-effect yang kuat hubungan antara jumlah kalsium dalam
makanan dan penurunan penyerapan nonheme-iron telah diamati ( 15 ).
Pengurangan relatif dari penyerapan besi sama dengan jumlah kalsium yang diberikan
sebagai sebuah garam kalsium, susu, atau keju. Tidak ada inhibisi yang terlihat ketika
jumlah calcium dalam makanan < 50 mg ( 10 mg asli dan 40 mg Ca yang
ditambahkan) dan inhibisi mencapai maksimal pada kandungan ≈ 300-600 mg.
Selain itu kalsium juga menghambat penyerapan heme iron ( 31 ), menyarankan
sebuah langkah umum dalam distribusi 2 ini jenis besi tersebut; karena itu, efeknya
tidak terdapat pada lumen usus tetapi dalam sel mukosa. hubungan yang diobservasi
antara rasio penyerapan (penyerapan dengan / tanpa cal-cium ) dan jumlah kalsium
dalam makanan mempunyai sebuah kurva sigmoid yang jelas, menyarankan ikatan
kompettitif one-site pada reseptor (Gambar 1 ). Langkah tersebut mungkin terletak
pada jalur transportasi aktif untuk kalsium ( 32 ). Sebuah persamaan tersebut diuji
menggambarkan sebuah kaitan untuk data yang ada [n = 7 (nilai rata-rata ); r2 =
0.9984].
Rasio penyerapan = 0.4081 + {[0.6059/1
+10 -[2/022 - log (Ca+1)] x 2.919 ]}
Dimana Ca yaitu kandungan kalsium pada makanan (dalam mg). Perhitungan tersebut
didasarkan pada program komputer GRAPHPAD PRISM (versi 2.0; Intuitive
Software for Science, San Diego). Penyerapan besi meningkat setelah penambahan
asam askorbat pada makanan yang mengandung kalsium (33); namun peningkatan
relatif sama seperti yang akan terjadi jika tidak ada kasium yang ada.
Efek Daging, Daging Unggas, dan ikan dan makanan Laut
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daging, daging unggas dan ikan dan
makanan laut meningkatkan penyerapan nonheme iron. Pertama kali ditunjukkan oleh
Layrisse dkk (34). Untuk review, liat referensi 3. Selain dari banyak penelitian
mengenai efek daging pada penyerapan besi oleh beberapa kelompok, terdapat
informasi yang belum cukup mengenai besarnya dari efek daging dalam berbagai
jenis makanan dan kemungkinan mekanisme untuk absorption-promoting efek dari
daging dan ikan.
Dalam mengembangkan algoritma untuk efek daging dan ikan pada
penyerapan besi, hasil dari beberapa penelitian telah dikumpulkan. Efek diukur
sebagai rasio penyerapan ketika makanan disajikan dengan dan tanpa daging atau ikan
( 19, 20, 35 - 37 ) . Efek daging dihitung dengan langkah berikut. Di langkah pertama,
efek daging diukur dalam makanan yang tidak mengandung phytate.
Hubungan antara jumlah daging dan rasio penyerapan ( r2= 0.899 ) diuji pada 135
subyek dari 15 studi.
Ratio penyerapan = 1 + 0.00628
X jumlah daging dan ikan (dalam g) (6)
Pada langkah kedua, kami menganalisa efek phytate pada kemiringan dari
hubungan ini. Dalam 10 studi di mana daging dengan perbedaan jumlah phytate
disajikan, kami menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi kemiringan pada
hubungan yang pertama dapat dinyatakan sebagai ( 1 + 0.006 ) X jumlah phytate-P
( dalam mg ); r2= 0.877. faktor daging terakhir yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Ratio penyerapan
(dengan/tanpa daging) = 1 + 0.00628 X M
X [1 + 0.006 phytate-P (dalam mg)] (7)
dimana M adalah daging, ikan dan makanan laut yang dinyatakan dalam gram
makanan yang belum dimasak. Menurut model sebelumnya, Monsen dan Balintfy (5),
1.3 g berat mentah ini setara dengan 1,0 g berat daging, daging unggas, dan ikan yang
dimasak.
Telah dilakukan beberapa pemeriksaan mengenai efek daging dan ikan tetapi
perbandingan langsung belum dilaporkan. Keseimbangan bukti menunjukkan bahwa
daging dan ikan dapat dipertukarkan dalam persamaan ini. Daging memiliki
keuntungan gizi yang jelas karena juga menyediakan jumlah heme iron yang cukup
besar.
Efek Protein Kedelai
Pada beberapa penelitian telah diamati bahwa protein kedelai mengurangi
fraksi besi yang diserap dari makanan ( 38, 39 ). Kandungan yang tinggi dari phytate
dalam produk kedelai yang diamati para peneliti diduga bahwa inhibisi oleh kedelai
mungkin terkait dengan phytate. Penurunan kandungan phytate oleh pencucian ulang
dengan larutan asam, bagaimanapun, tidak benar-benar meniadakan efek inhibisi ( 39,
40 ).
Pada sebuah penelitian komprehensif baru-baru ini di mana hampir semua
phytate pada kedelai adalah dihilangkan oleh degradasi enzimatik dengan sebuah
phytase, namun, inhibisi oleh protein kedelai sangat berkurang ( 41 ). Empat
kelompok subjek diamati ( n = 32 ). Penyerapan besi diukur dari makanan
semisynthetic masing-masing mengandung 30 g protein seperti soybean-protein
isolate atau putih telur sebagai kontrol. Sebuah efek penghambatan signifikan pada
penyerapan besi oleh protein kedelai tetap ada. Putih telur yang mengandung 96 mg
Ca / makanan dibandingkan dengan 19.2, 27.4, dan 44 mg Ca / makanan pada
soybean protein isolate. Hal ini dapat memperkirakan dari Persamaan 5 bahwa
kandungan kalsium yang lebih tinggi dalam makanan kontrol akan mengurangi
penyerapan besi 25 %. Rata-rata rasio penyerapan besi dari makanan kedelai tersebut
dan makanan kontrol adalah 0,33 setelah koreksi untuk kandungan kalsium yang lebih
tinggi pada makanan kontrol. Efek penghambatan pada penyerapan besi per gram dari
protein kedelai ( x ) akan menjadi seperti berikut: 1 - 30x = 0.33. Memecahkan
persamaan dengan x = 0.022 dan soy-factor rasio penyerapan akan menjadi seperti
berikut:
Rasio penyerapan = 1 - 0.022 X protein kedelai (dalam g) (8)
Persamaan ini adalah valid hingga ≈ 20 g protein kedelai. Untuk sebuah
hamburger yang mungkin mengandung sebuah soy-protein isolate komersial yang
mengandung phytate, dapat dipertimbangkan pada alogaritma tersebut jumlah daging
murni, protein kedelai, dan phytate-p yang ada dalam hamburger.
Efek Telur
Dalam penelitian sebelumnya mengenail efek telur pada penyerapan besi pada
28 manusia, white-wheat roti diberikan dengan telur bersama-sama dengan kopi atau
teh ( 42 ). Dosis rujukan ( 5 mg fe ) juga diberikan dalam penelitian ini. Hal ini
memungkinkan untuk memperkirakan penyerapan besi dari ini makanan yang sesuai
dengan dosis rujukan penyerapan 40 %. Bisa diperkirakan sekitar 16 % yang diserap
dengan tidak mengkonsumsi teh atau kopi. Terkait hal ini penyerapan 22.1 %
penyerapan dari makanan basal wheat-roll (lihat di atas ) di bagian status besi yang
sama , faktor telur akan menjadi 16 / 22 = 0.73, ie, pengurangan dalam penyerapan
besi 27 %.
Dalam penelitian kami mengenai penyerapan besi dari berbagai makanan saat
sarapan, pendahuluan mengenai telur rebus dapat mengurangi penyerapan 28%, dari
9,3% hingga 7.6 % pada 12 subjek ( 43 ). Dalam salah satu penelitian oleh Cook dan
Monsen ( 35 ), telur bubuk yang diberikan pada 10 subyek dalam jumlah yang sesuai
dengan 2.9 telur, masing-masing beratnya 60 g. Ketika telur yang digantikan dengan
protein lainnya dalam standar makanan, rasio penyerapan dengan atau tanpa telur
berkurang hingga 0.22 ( pengurangan dari 78 % ). Untuk satu telur sesuai dengan
pengurangan 27 % (0.78/2.9 = 0.27). Pada hasil dari efek penghambatan oleh telur
dari kelompok berbeda hasilnya konsisten. Efek dari telur telah diteliti pada 50
subjek.
Ketika data tersebut digabungkan dengan asumsi sebuah inhibisi proporsional
penyerapan besi untuk jumlah telur yyang terdapat dalam makanan, persamaan
berikut:
Rasio penyerapan = 1 - 0.27 X jumlah telur ( 9 )
Jumlah telur juga dapat dinyatakan sebagai gram ( satu telur = 60 g ). persamaan 9
hanya berlaku untuk telur ≤ 3 telur/makanan. Diperiksa kembali bahwa rasio
penyerapan untuk telur adalah tidak < 0.2 ( setara dengan inhibisi oleh 3 telur ).
Efek Alkohol
Penelitian pada manusia telah membuktikan bahwa alkohol meningkatkan
penyerapan dari ferric tapi tidak dari ferrous iron ( 44 ). Kenaikan ini telah dikaitkan
dengan peningkatan sekresi asam lambung. Dalam studi sajian makanan hamburger
dengan atau tanpa 23.8 g alkohol ( sebagai 40 % larutan ), secara statistik terdapat
kenaikan signifikan 23 % penyerapan besi yang terlihat ketika alkohol dikonsumsi
dengan makanan ( 23 ). Ketika makanan yang sama tersebut disajikan dengan anggur
merah, tidak terdapat kenaikan yang signifikan, mungkin karena efek inhibisi yang
simultan dari besi yang terikat polyphenols yang terdapat pada anggur merah. Dalam
sebuah studi tentang efek dari wine yang berbeda-beda pada penyerapan besi, roll
makan malam disajikan dengan atau tanpa jenis wine yang berbeda, beberapa di
antaranya dapat mengurangi kandungan alkohol karena adanya distilasi vakum ( 26 ).
Penyesuaian pada perbedaan status besi menimbulkan kemungkinan untuk membuat 4
perbandingan pairwise penyerapan besi dari makanan yang disajikan dengan jenis
wine yang sama tetapi dengan kandungan alkohol yang berbeda ( rendah atau tinggi ).
Rata-rata rasio penyerapan antara makanan yang dengan alcohol rendah dibandingkan
dengan kandungan alkohol tinggi adalah 1.33 ± 0.14 ( P = 0.039 ). Jumlah alkohol
disajikan dengan roll adalah 12.6 g, di mana hal tersebut adalah sekitar setengah dari
jumlah yang disajikan dengan hamburger seperti yang dijelaskan di atas ( 23 ).
Dengan asumsi bahwa efek alkohol terkait dengan stimulasi sekresi asam lambung,
terdapat kemungkinan dengan makan yang mengandung daging, makin banyak asam
yang terbentuk daripada ketika roll roti disajikan. Rangsangan sekresi lambung lebih
lanjut oleh alkohol dapat menjadi lebih rendah dari full meal dibandingkan makanan
yang hanya mengandung satu roll. Penelitian menunjukkan bahwa alkohol juga
meningkatkan penyerapan besi dari composite meal ( 23 ). Setelah dengan teliti
dipertimbangkan, kami memilih menggunakan sebuah faktor tunggal 1.25 untuk
stimulasi penyerapan besi oleh alkohol. Kami juga memilih untuk menggunakan
faktor tersebut untuk makan yang dikonsumsi bersama-sama dengan, contohnya, 1-2
gelas wine atau 1-2 minuman beralkohol. Efek inhibisi red wine pada penyerapan
besi, terkait dengan kandungan besi yang terikat polyphenols, harus dianggap secara
terpisah dalam perhitungan faktor asam tannic.
Efek Faktor Lainnya
Wajar untuk mengasumsikan bahwa ada faktor lainnya pada makanan yang
mempengaruhi penyerapan besi yang belum dipertimbangkan pada alogaritma
tersebut. Contohnya, beberapa saus kedelai dapat meningkatkan penyerapan besi
( 45 ), sedangkan beberapa flavonoids, terutama myricetin, mungkin menghambat
penyerapan besi. Myricetin memiliki sebuah struktur molekul mirip dengan grup
galloyl dalam polyphenols, yang telah kami ketahui menghambat penyerapan besi
dengan pembentukan chelation dengan ferric iron. Analisis makanan kami didasarkan
pada efek inhibisi dari polyphenols pada kandungan kelompok tersebut. Flavonoids
dengan struktur yang sama diharapkan memiliki efek inhibisi yang sama pada
penyerapan besi ( 13, 29 ).
Formula Untuk Log Penyerapan heme iron dan Program Komputer
Penyerapan Besi dari Makanan Tunggal
Formula tersebut merupakan hasil dari faktor basal 22.1 dikalikan oleh satu
atau lebih dari 8 faktor-faktor makanan yang terdapat pada setiap makanan: faktor
phytate, faktor asam askorbat, faktor polyphenol ( atau, faktor asam tannic ), faktor
kalsium, faktor daging, faktor protein kedelai, faktor telur, dan faktor alkohol. Nilai
yang diperoleh merupakan persentase penyerapan besi nonheme yang terdapat dalam
makan dengan status besi yang sesuai dengan dosis referensi penyerapan 40 %.
Persentase penyerapan heme iron disesuaikan dengan status besi yang sama dengan
menggunakan formula yang terdapat pada studi sebelumnya ( 46 ).
Log penyerapan heme-iron (%) = 1.9897 - 0.3092
X log serum ferritin (10)
Penyerapan heme-iron kemudian diperbaiki terhadap kandungan kalsium dalam
makanan dengan menggunakan faktor kalsium sama seperti yang digunakan untuk
penyerapan nonheme-iron ( lihat di atas ) ( 31 ).
Untuk mendapatkan jumlah besi yang diserap dari makanan, presentase
penyerapan nonheme dan heme iron harus dikalikan dengan jumlah 2 jenis besi yang
terdapat dalam makanan. Untuk nonheme-iron penting untuk dipertimbangkan setiap
fortification iron yang ada dalam makan dan sejauh mana besi tersebut berpotensi
bioavailable. Demikian pula, jika komponen makanan terkontaminasi dengan besi
( eg, dari tanah ), fraksi besi tersebut berpotensi diserap ( atau, ditukar dengan sebuah
ekstrinsik radioiron tracer) harus dipertimbangkan. Sebuah metode tersedia untuk
mengukur fraksi ini ( 47 ). Dalam Lampiran A, fraksi heme iron terdapat pada jenis
daging yang berbeda dan jenis produk daging tersedia.
Penyerapan besi dari seluruh diet
Jumlah yang dari besi diserap dari seluruh diet ini diperoleh dengan
penjumlahan jumlah besi yang diserap dari semua makanan tunggal dan makanan
ringan untuk jangka waktu tertentu, eg, satu hari atau beberapa hari. Interferensi yang
potensial antara makanan akan didiskusikan di bawah.
Penggunaan program komputer untuk perhitungan
Kita digunakan program Microsoft Excel ( Redmond, WA ) untuk
perhitungan. Untuk menghindari masalah dalam perhitungan beberapa faktor
berdasarkan fungsi logaritmik, kami menggunakan nilai 1 dalam persamaan 1, 3, 4,
dan 7. Pada persamaan 4, rasio penyerapan >1 harus diubah menjadi 1.
Studi Validasi
Validitas alogaritma tersebut diuji dalam 2 cara. Dalam studi 1, the diamati
penyerapan nonheme iron dari 24 makanan tunggal pada 3 penelitian sebelumnya
(43,48,49) dibandingkan dengan nilai penyerapan yang diperkirakan dengan
menggunakan algoritma tersebut. 3 penelitian dilakukan > 15 tahun yang lalu.
Pada masa tersebut, tidak ada metode yang cukup sensitif untuk mengukur jumlah
phytate yang sedikit dan tidak ada metode spesifik untuk mengukur besi yang terikat
polyphenols. Pada saat penelitian tersebut, contohnya, kami tidak mengetahui adanya
kontribusi yang tinggi dari phytate pada kentang yang terdapat pada banyak makan
(200 g kentang mengandung 14 mg phytate-P) atau berdasarkan fakta bahwa pada
produk komersial yang memproduksi kentang tumbuk itu juga terdapat jumlah yang
cukup kalsium dari susu bubuk kering. Demikian pula, belum diketahui kandungan
polyphenols pada berbagai sayuran, rempah-rempah, dan minuman, maupun efek
polyphenols pada penyerapan besi. Harus dilakukan analisis yang baru untuk
memperkirakan kandungan phytate, polyphenols, asam askorbat, dan kalsium dalam
makanan. Variasi kandungan besi dan energi dan jumalah nonheme iron yang diserap
dari 24 makanan dalam dilihat pada Tabel 1.
Dalam studi 2, terdapat perbandingan antara perkiraan jumlah total dari besi
diserap dengan menggunakan alogaritma tersebut pada 31 orang dengan sajian 4
makanan yang berbeda selama 5 hari dan jumlah total penyerapan besi yang
sebenarnya diukur dalam orang-orang tersebut dengan menggunakan 2 radioiron
tracers. Salah satu pelacak itu diberikan secara intrinsik berlabel radioiron untuk
memberi label hemoglobin dan yang lain sebagai besi anorganik untuk memberi label
nonheme iron. Semua makanan diberi label dengan 2 tracers untuk menjamin aktifitas
spesifik yang homogen dari kedua nonheme dan heme iron pada semua makanan.
Total penyerapan heme dan nonheme iron ditentukan dengan menggunakan whole-
body counter untuk menentukan 59Fe dan sampel darah untuk menganalisa rasio 55Fe
dengan 59Fe. Metode yang digunakan dan menu yang diberikan dijelaskan secara
rinci pada bagian sebelumnya ( 46, 50, 51 ).
HASIL
Studi 1
Hasil dari perbandingan tersebut diamati dan perhitungan penyerapan non-
heme-iron ditunjukkan dalam Gambar 2. Temuan utama yang didapatkan yaitu
kesesuaian yang baik antara penyerapan non hem iron yang diamati dan yang
diperkirakan. Rata-rata presentase penyerapan non-heme iron yang diamati (±SEM)
pada 24 makanan yaitu 12.91 ± 1.84% dan nilai yang sesuai untuk penyerapan yang
dihitung dengan algoritma yaitu 13.33 ± 1.95%. Tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara nilai rata-rata. Koefisien korelasinya tinggi dan slope (kemiringan)
dari garis regresi tidak berbeda secara signifikan dari garis keseimbangan. Kami juga
membuat observasi yang menarik mengenai komponen makanan minor, seperti
jumlah kalsium yang sesuai (keju, sayuran, dan susu) atau nilai yang sesuai dari
kandungan phytate yang memiliki efek yang terlihat pada perhitungan penyerapan
tersebut. Hal yang sama berlaku pula bagi asam askorbat yang disajikan. Pengetahuan
yang detail mengenai komposisi makanan merupakan hal yang penting untuk
mendapatkan perkiraan yang baik dari penyerapan besi dengan menggunakan
algoritma. Komposisi rata-rata dari 24 makanan pada studi 1 dan 2 ditunjukkan pada
Tabel 2.
Studi 2
Perhitungan penyerapan besi dari 20 makanan yang berbeda bervariasi jauh
antara makanan dan hari seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Komposisi dari
makanan tersebut juga dijelaskan secara detail sebelumnya. Di antara 31 laki-laki,
terdapat 4 pola pilihan minuman (kopi, teh, dan air) dengan makanan pagi dan snack
malan, sehingga dilakukan analisis pada 4 kelompok tersebut.
Dengan algoritma tersebut, penyerapan heme dan nonheme iron dari masing-
masing makanan dihitung secara terpisah dan dijumlahkan seluruh periodenya.
Penyerapan nonheme iron pada setiap subjek yang diharapkan status besi yang sesuai
dengan dosis rujukan 40%. Pada setiap individu, penyerapan non heme iron
disesuaikan pada konsentrasi serum ferritin individual dan berat badan menurut
persamaan 11 (lihat di bawah). Jumlah penyerapan heme-iron individual yang
diharapkan dihitung dengan menggunakan persamaan 10. Perhitungan jumlah total
besi yang diserap pada 31 subjek kemudian didapat dengan menambahkan jumlah
perhitungan heme dan non heme iron pada seluruh makanan. Bentuk tersebut
kemudian dibandingkan dengan penyerapan sesungguhkan yang didapat ketika
penyerapan besi total diukur secara langsung. Sehingga terdapat kemungkinan untuk
membandingkan jumlah penyerapan besi yang diamati dengan jumlah yang
diperkirakan dengan menggunakan algoritmaa (Tabel 4). Rata-rata total penyerapan
besi diperoleh dari 2 cara tidak berbeda secara statistik pada basis t test; dan tidak
signifikan secara statistik (t = -0.588, P = 0.561).
Aplikasi Algoritma pada status besi yang berbeda
Perhitungan sekarang ini berdasarkan nilai penyerapan yang disesuaikan pada
penyerapan dosis rujukan 40%. Karena hubungan antara penyerapan dosis rujukan
dan log serum ferritin diketahui, maka dari itu dapat mengkonversikan algoritma pada
status besi apapun (Lampiran A).
Penyerapan besi (mg) = penyerapan besi (alg mg)
X 230.94/SD (μg/L) (11)
dimana penyerapan besi (alg mg) merupakan penyerapan yang dihitung dengan
menggunakan algoritma, ie, pada penyerapan dosis rujukan 40%, dan SF adalah
serum ferritin.
DISKUSI
Telah hampir 20 tahun sejak alogaritma pertama sederhana untuk
mengestimasi penyerapan besi dipublikasikan (4). Sejak saat itu, banyak pengetahuan
baru muncul mengenai penyerapan besi, seperti yang ditunjukkan pada kajian
sebelumnya (52). Sehingga terdapat kemungkinan adanya informasi baru yang akan
menimbulkan modifikasi pada algoritma sekarang ini. Selain menunggu "versi akhir",
kami mengembangkan sebuah algoritma berdasarkan pengtahuan saat ini dan kami
berpikir bahwa algoritma saat ini telah banyak mempunyai aplikasi yang dapat
diimplentasikan.
Metode pengukuran penyerapan besi dari diet keseluruhan dengan tracers
telah divalidasi. Pada pria, kebutuhan dihitung dari berat badan dan pada wanita
dihitung dari berat badan dan diukur besi yang hilang saat menstruasi (53).
Perbandingan pada studi 1 dengan jelas menunjukkan bahwa penyerapan besi yang
diperkirakan dengan algoritma sesuai dengan penyerapan besi yang diukur.
Penyerapan non heme besi yang diperkirakan dari 24 makanan pada studi 1
dengan menggunakan algoritma yang sebelumnya telah dipublikasikan, di mana efek
kedua peningkat dan penghambat ikut dimasukkan. Pada studi awal, terdapat
hubungan yang signifikan antara penyerapan yang diamati dan yang diperkirakan (r2 =
0.192, P = 0.032). terdapat pula hubungan yang signifikan antara penyerapan
nonheme iron yang diamati dan diperkirakan (r2 = 0.256, P = 0.0115) ketika algoritma
baru-baru ini digunakan. Koefisien korelasi tersebut sangat lebih rendah dari yang
dipeoleh dengan algoritma terkini (r2 = 0.987) untuk penyerapan nonheme iron yang
diperkirakan dan diamati. Alasan yang mungkin yaitu berbeda dengan 2 algoritma
yang sebelumnya dijelaskan, algoritma terkini 1) berdasarkan variabel berkelanjulan
dari kandungan enhancer dan inhibitor, 2) dipertimbangkan interaksi antara faktor-
faktor, dan 3) termasuk faktor yang lain. Pada studi 2, nilai rata-rata yang sama non
heme dan heme iron terlihat meskipun terdapat adanya perbedaan bioavailabitas dari
besi pada 20 makanan berbeda yang dipergunakan. (Tabel 3)
Gambar 2. Hubungan antara penyerapan non heme iron yang diamati dan yang
diperkirakan pada studi 1 dengan menggunakan algoritma. Data menunjukkan nilai
rata-rata dari 24 studi pada 243 subjek. y = 0.43 + 0.94x; r2 = 0.987
Perbedaan yang penting antara 2 studi validasi adalah bahwa setiap nilai
penyerapan dalam studi 1 yaitu rata-rata dari 10 subjek ( diamati dan dihitung dengan
menggunakan alogaritma; tabel 1 ), dimana setiap nilai penyerapan dalam studi 2
merupakan rata-rata dari 31 subjek diukur selama 5 hari ( table 4 ). Dalam studi 1
kemiringan dari garis regresi tidak berbeda dari garis identitas dan tidak ada
perbedaan signifikan secara statistik antara penyerapan yang diamati dan penyerapan
yang diperkirakan dengan menggunakan alogaritma dalam keadaan status besi yang
sama. Dalam studi 2, jumlah total dari besi yang diserap yang diamati dan dihitung
( alogaritma) dari seluruh diet tidak jauh berbeda setelah menyesuaikan kondisi status
besi ( Tabel 4 ).
Efek Ukuran Makanan dan kandungan besi dalam makanan
Hal ini tampak jelas bahwa ukuran makan harus dipertimbangkan dalam algoritma
untuk memperkirakan penyerapan besi. Sejumlah asam askorbat, contohnya,
seharusnya memberikan efek yang lebih besar dalam makanan porsi kecil karena
konsentrasi akan menjadi lebih tinggi pada makanan porsi kecil. Namun, ukuran
makanan menjadi konsep yang ambigu karena diintrepretasikan dalam volume, berat,
kandungan kalori atau besi. Kandungan nutrisi juga dapat mempengaruhi umlah
minuman yang dikonsumsi dengan makanan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
penyerapan adalah laju pengosongan lambung kemudian volume makanan dan
kandungan lemak. Ukuran makanan dan juga ukuran tubuh dapat mempengaruhi
penyerapan besi dari makanan tertentu; namun, kami tidak mengamati pada relawan
kami.
Tabel 2. Karakteristik deskriptif 24 makanan yang berbeda pada studi 1 dan 2
makanan berbeda pada studi 2.
Tabel 3. Jumlah total besi heme dan nonheme yang diserap dari makanan yang
berbeda-beda pada hari yang berbeda dalam studi 2 di 11 dari 31 subjek yang
memiliki pola yang sama dalam mengkonsumsi minuman dengan makanan.
Terdapat hampir 4 variasi pada kandungan energi dan besi dan 3 variasi pada
kepadatan gizi (non heme iron/energi) pada makanan pada studi 1. Meski adanya
variasi, hubungan antara penyerapan yang dihitung dan diamati hasilnya sama seperti
yang diharapkan. Dengan demikian keseimbangan dari bukti menunjukkan bahwa
ukuran makanan tidak ada efek sistematis utama pada validitas algoritma. Algoritma
tersebut mungkin memerlukan modifikasi ketika digunakan pada infant dan anak
kecil. Pada studi baru-baru ini perbandingan langsung penyerapan besi dari formula
yang diberikan pada dewasa tidak mengubah fraksi penyerapan besi (54). Dengan itu
maka dapat diasumsikan bahwa algoritma dapat digunakan pada infant.
Hubungan liner diamati antara log jumlah besi yang diberikan dan log jumlah
besi yang diserap (lihat referensi 55 dan 56 untuk review). Sebagian besar studi
menggunakan dosis terapetik besi atau solusi besi murni; besi diberikan dengan
makanan terlihat berbeda mekanismenya. Pada studi sebelumnya, kami menemukan
presentase penyerapan besi dari makanan nilainya sama dibandingkan dengan adanya
hampir 5 perbedaan dalam kandungan besi (57). Hasil ini tentu saja sesuai dengan
hasil yang dijelaskan di atas (54), yang mungkin dikarenakan konsentrasi besi pada
lumen gastrointestinal berkurang bantak ketika sejumlah beso terdapat dalam
makanan yang dibentuk sebagai garam tanpa makanan.
Penyerapan Besi dari makanan tunggal dibandingkan dengan diet keseluruhan
Untuk memperkirakan penyerapan besi dari seluruh diet, pengukuran absorpsi
dari semua makanan tunggal yang dikonsumsi pada sejumlah periode waktu tertentu
dijumlahkan. Hampir semua studi mengenai faktor yang mempengaruhi penyerapan
besi didasarkan pada makanan tunggal yang disajikan dalam keadaan berpuasa,
dengan dan tanpa faktor untuk dipelajari yang diberikan dalam jumlah yang berbeda.
Telah diketahui bahwa pengukuran langsung telah membuktikan bahwa makanan
sebelumnya tidak memiliki efek pada penyerapan zat besi dari makanan selanjutnya.
Dalam studi mengenai 4 diet, diketahui bahwa penyerapan besi dari makanan yang
disajikan di pagi hari setelah puasa semalaman sama seperti ketika makan di siang
hari atau malam hari (58). Demikian pula, kami menemukan bahwa penyerapan besi
sama nilainya dari hamburger yang disajikan di pagi hari atau setelah sarapan
( dengan atau tanpa yang ditambahkan kalsium ) 2 atau 4 jam sebelumnya ( 59 ).
Telah diketahui bahwa variasi pada penyerapan besi dari makanan tunggal di
bawah kondisi laboratorium akan menjadikan variasi penyerapan besi semakin besar
dari seluruh diet ( 7 ). Variasi dalam penyerapan besi antara makanan tunggal dengan
perbedaan komposisi mungkin jauh lebih besar daripada variasi dalam penyerapan
besi dari seluruh diet yang terdiri dari beberapa makanan tunggal. Variasi kandungan
besi dan bioavailabilitas dari makanan tunggal terligat dengan jelas, sedangkan
penyerapan besi dari seluruh diet adalah rata-rata penyerapan dari beberapa makanan
tunggal. Variasi lebih rendah yang diharapkan dalam penyerapan besi dari seluruh
diet daripada makanan tunggal telah didokumentasi sebelumnya ( 7 ) dan pada 3 studi
mengenai penyerapan besi dari seluruh diet dalam laboratorium kami ( 46, 50, 51 ).
Beberapa hasil ada yang disalahtafsirkan dan diasumsikan bahwa dengan
alasan yang belum jelas diketahui penyerapan besi dari makanan menjadi tinggi atau
rendah. Hasil sekarang ini menyatakan bahwa jumlah penyerapan besi yang dihitung
dari 4 makanan berbeda yang disajikan untuk 5 hari (ie, 20 makanan pada 31 pria
sehingga total 620 makanan) tidak berbeda secara signifikan dari yang diperoleh dari
makanan dimana heme dan nonheme iron secara homogen diberi label dengan 2 tracer
yang berbeda, sehingga hal tersebut dengan jelas menunjukkan validitas total
penyerapan besi pada penjumlahan absorpsi besi dari makanan tunggal. Hal ini juga
didiskusikan pada kajian sebelumnya (53).
Beberapa Aplikasi Algoritma
Alogaritma dapat digunakan untuk menmperkirakan efek yang diharapkan dari
modifikasi diet yang berbeda yang mungkin dapat dilaksanakan baik di negara
berkembang maupun negara maju. Di nega maju, fokus utama yaitu energi
ekspenditur yang rendah dan asupan energi rendah. Kebutuhan besi yang tinggi,
kepadatan gizi tinggi dan bioavailabitias tinggi diperlukan terutama pada infant,
remaja dan wanita menstruasi. Algoritma tersebut juga dapat digunakan untuk
menguji efek keseluruhan dari ekstrasi tepung yang lebih tinggi (meningkatkan
asupan baik phytate dan besi instrinsik) pada bioavailabilitas dan kandungan besi. Hal
ini juga dapat digunakan untuk mengestimasi efek yang diharapkan dari fortifikasi
besi atau peningkatan asupan buat, sayuran, dan daging dalam diet. Pada negara
berkembang, masalah yang muncul sebenarnya sama, tetapi pengetahuan mengenai
komposisi kimia makanan dan variasinya lebih terbatas, sebagai contoh, pengetahuan
terbatas mengenai kandungan phytate dan besi yang terikat poliphenols pada makanan
biasa, termasuk makanan pedas dan rempah-rempah. Evaluasi efek yang diharapkan
perlu dilakukan pada absorpsi besi dan keseimbangan besi dihasilkan dari modifikasi
metode persiapan makanan.
Penggunaan yang penting dari algoritma yaitu untuk mengubah kebutuhan
besi fisilogik ke dalam kebutuhan besi dalam dietdalam kondisi diet yang berbeda-
beda yang diketahui terdapat dalam masyarakat tertentu. Rekomendasi FAO/WHO
menjelaskan 3 tingkat bioavailabilitas (5%, 10%, dan 15%) digunakan untuk
mengubah hal tersebut. Validitas pemilihan nilai bioavailabilitas tersebut dapat diuji
dengan menggunakan algoritma. Hal ini terlihat jelas dari hasil yang didapatkan yaitu
adanya variasi pada bioavailabilitas pada jenis diet yang berbeda di negara
berkembang. Rekomendasi diet yang diperbolehkan untuk grup yang berbeda dengan
kebutuhan fisiologis besi yang berbeda seharusnya tidak diberikan sebagai nilai
tunggal, tetapi sebagai 3-4 nilai yang disesuaikan dengan jenis diet yang berbeda (eg,
vegetarian, diet rendah daging, dan diet tinggi daging). Algoritma dapat digunakan
untuk membuat estimasi kasar dari bioavailabilitas diet pada beberapa grup pada
populasi dengan kebiasaan diet yang berbeda-beda. Algoritma dapat berguna untuk
penelitian selanjutnya untuk rekomendasi realistik yang digunakan sebagai strategi
dalam memperbaiki nutrisi besi di negara berkembang. Namun, pengetahuan lebih
lanjut mengenai komposisi dan kelengkapan diet masih tetap dibutuhkan di negara
berkembang.
Dalam skrining faktor diet yang belum diketahui yang mempengaruhi
penyerapan besi, titik awal yang baru dapat diperoleh dengan membandingkan nilai
absorpsi sebenarnya dari makanan tertentu dengan nilai absorpsi yang diperkirakan
dari kandungan faktor-faktor yang diketahui. Ketidaksesuaian yang signifikan
menunjukkan adanya beberapa faktor nutisi penting yang belum diketahui.
Pentingnya Nilai yang sesuai dengan faktor-faktor pada algoritma
Salah satu masalah aplikasi alogaritma yaitu terbatasnya pengetahuan tentang
kandungan dari faktor-faktor seperti phytate dan besi yang terikat polyphenols di
berbagai makanan. Tinjauan yang luas tentang kandungan phytate dalam makanan
telah dijelaskan sebelumnya ( 62 ). Catatan bahwa meskipun kandungan phytate
rendah berperan penting dalam bioavailability besi, tetapi sering tidak dapat dideteksi
dengan metode terkini yang digunakan oleh Association of Official Analytical
Chemists, dimana hal tersebut digunakan pada laporan tersebut. Sebuah modifikasi
sederhana dari metode terkini Association of Official Analytical Chemists dibuat
untuk menentukan kandungan rendah phytate dalam makanan dan dikalibrasi
terhadap HPLC ( 11 ).
Masalah praktis yang lain dalam menerapkan alogaritma itu yaitu kesulitan
dalam memperkirakan kandungan asam askorbat dalam makan pada saat konsumsi
dikarenakan waktu mesakan dan metode persiapan memasak sangat mempengaruhi
kandungan akhir phytate. Dalam lampiran A, kami menyediakan data beberapa
makanan biasa. Lampiran A juga berisi data dari laboratorium kami tentang
kandungan total besi dan besi heme dalam berbagai jenis daging. Diperlukan juga
tabel komposisi makanan yang lebih rinci. Kurangnya pengetahuan mengenai adanya
perbedaan faktor-faktor dalam berbagai makanan tampak lebih jelas ketika alogaritma
tersebut diterapkan pada diet di negara berkembang.
top related