translate 02 preparation of the operating room
Post on 20-Dec-2015
29 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PERSIAPAN RUANG OPERASI
Bab ini akan berfokus pada prinsip-prinsip dasar dari design dan cara kerja
dalam kamar operasi. Kamar operasi (operating room/OR) ditata sedemikian rupa
untuk memfasilitasi suatu proses intervensi bedah yang steril, tanpa nyeri dan
efektif untuk menyelamtkan nyawa pasien. Kemajuan dalam bidang sains dan
teknologi telah meningkatkan kompleksitas lingkungan OR. Lingkungan OR akan
terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman.
Aspek dasar dari desain OR tidak banyak berubah dari abad ke-19, selain
perubahan yang berkaitan dengan alat bedah modern dan peralatan monitoring.
Integrasi efektif dari peralatan-peralatan canggih ini ke dalam lingkungan OR
sangat penting. Bab ini akan membahas mengenai prinsip-prinsip dasar dalam
perencanaan dan tindakan operasi.
Operasi yang efisien dalam ruangan OR sangat bergantung pada individual
yang terlibat, di mana dibutuhkan individual dengan skill yang baik. Hal ini sering
dianggap sepele. Komunikasi yang berkesinambungan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang aman dan baik.
Prinsip-prinsip Dasar dalam Desain dan Konstruksi OR
Tampilan Fisik
Desain fisik dasar dari sebuah OR ditentukan pertama sekali oleh
kebutuhan posisi pasien, pencahayaan, anestesia, instrumen dan pertimbangan
ruangan untuk penyimpanan barang, pergerakan staf dan komunikasi. Desain OR
dasar tidak banyak berubah dalam satu abad terakhir. Dengan kemajuan teknologi
dalam bidang bedah invasif minimal, pencitraan intraoperatif, monitoring,
navigasi bedah, robotika bedah dan konektifitas dara telah memacu ahli bedah dan
arsitek untuk merancang kembali desain dasar OR.
Posisi Pasien
Mesin anestesi diposisikan pada kepala dari meja operasi agar ahli anestesi
memiliki lapangan pandang yang baik dan mencakup mesin, monitor, airway dan
cairan IV pasien. Selang suction dan kabel kauter elektrik biasanya diarahkan ke
kaki pasien, namun pada beberapa kasus dapat diletakkan pada arah kepala pasien
bergantung pada lokasi peralatan dan orientasi ruangan.
Laparotomi
Pasien dalam posisi supinasi di meja operasi. Lengan ditekuk pada sisi-sisi
tubuh pasien atau pada penyangga lengan dengan sudut 900 terhadap meja operasi.
Lengan tidak boleh hiperekstensi karena dapat menyebabkan cedera pleksus
brakialis. Bila lengan berada di sisi pasien, daerah kanalis kubiti harus diberikan
bantalan untuk mencegah cedera pada nervus ulnaris. Operatot biasanya berdiri
pada sisi kanan pasin dan asisten operator pada sisi kiri pasien. Untuk prosedur
pelvis, operator yang bertangan kanan dapat tegak pada sisi kiri pasien. Perawat
instrumen berdiri di sebelah tray instrumen yang diletakkan di atas penahan Mayo
yang berada di atas kaki pasien. Bagian belakang meja berisi instrumen tambahan
yang diletakkan pada kaki meja operasi.
Dua buah lampu operasi diposisikan pada lapangan operasi. Terkadang
operator menggunakan head light untuk memberikan pencahayaan yang lebih
baik. Pada prosedur pelvis, diperlukan akses yang baik ke perineum. Pasien haru
dalam posisi Lloyd-Davies. Kaki pasien diletakkan pada penahan kaki yang
terpasang pada sisi-sisi meja operasi. Bagian distal meja direndahkan untuk
membentuk sudut yang tepat dengan bagian proksimal. Pasien digerakkan ke
distal agar sakrum berada tepat di atas rem meja. Airway, lengan dan kaki harus
diperhatikan selama reposisi. Sebuah bantalan busa diletakkan antara sakrum dan
meja operasi. Penahan kaki diposisikan untuk menghindari abduksi paha. Pastikan
ada bantalan yang baik pada daerah nervus peroneal, kaki dan betis. Palsy nervus
peroneal dan sindrom kompartemen dapat terjadi pada penekanan yang
berkepanjangan. Obesitas morbid adalah kontraindikasi relatif untuk melakukan
posisi Llyod-Davies karena adanya risiko cedera traksi pada nervus sciatica.
Thorakotomi
Pasien dalam posisi lateral penuh. Sebuah bantal bean bag dapat
digunakan untuk mepertahankan posisi pasien. Bantal tersebut akan
mempertahankan bentuknya saat dilakukan pemasangan alat suction. Roll
aksilaris, dapat berupa kertas yang digulung maupun kolf cairan IV, dapat
dipasang untuk melindungi pleksus brakhialis. Alternatif lainnya adalah
penggunaan bantal yang besar pada aksila dan dada. Bantal biasa dapat digunakan
untuk support kaki. Kaki bawah harus sedikit difleksikan dan bagian kaki atas
diekstensikan. Posisi haru diamankan dengan pemasangan tape/lakban 2 inci pada
daerah crista iliaka. Kulit harus diperhatikan untuk mencegah terjadi lepuh.
Lengan diekstensikan di depan pasien dan kemudian diletakkan pada papan
lengan yang dilapisi kain atau bantal. Alternatif lainnya adalah support bagian atas
lengan dengan “airplane splint”. Sebagaimana proses laparotomi, operator dan
asisten dapat berdiri pada masing-masing sisi pasien dan perawt instrumen pada
kaki pasien. Banyak operator yang menambahkan pemakaian head lamp.
Thyroidektomi dan Parathyroidektomi
Thyroidektomi dan parathyroidektomi adalah prosedur leher yang paling
sering dilakukan oleh ahli bedah umum. Evaluasi preoperatif harus mencakup
penilaian mobilitas vertebrae cervical. Pasien dalam posisi supinasi pada meja
operasi. Setelah intubasi ETT, sebuah gulungan diletakkan pada posterior skapula.
Kepala diekstensikan dan diletakkan di atas bantal donat untuk mencegah
tegangan yang berlebihan pada daerah cervical. Bila ada gangguan mobilitas
daerah cervical maka ekstensi pada kepala harus dihindari. Kepala meja operasi
dielevasi untuk mengurangi tekanan vena. Dua lampu operasi diletakkan di atas
leher. Banyak operator yang menambahkan pemakaian head lamp. Perawat
instrumen berdiri di sebelah stand Mayo yang menahan tray instrumen di atas kaki
pasien.
Posisi yang sama juga diterapkan pada eksplorasi leher. Untuk eksplorasi
unilateral maka kepal pasien ditolehkan ke arah yang berlawanan dari sisi yang
akan diinsisi.
Standar Desain
Standar dari konstruksi dan remodeling dari ruangan OR di Amerika
Serikat adalah bagian yurisdiksi dari pemerintah lokal. Pemerintah biasanya
mengacu pada guidelines yang dikeluarkan oleh Department of Health and
Human Services dan badan-badan lain seperti Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) dan Nuclear Regulatory Commission.
Berbagai artikel dan buku telah membahas mengenai aspek-aspek dalam
rancangan sebuah OR. American Institute of Architects telah mengeluarkan
guideline untuk pembangunan fasilitas kesehatan yang juga meliputi rancangan
OR. Dengan ikut memperhatikan guideline yang dikeluarkan oleh badan bidang
terkait seperti bedah spesialistik, anestesi, teknik biomedis dan keperawatan, maka
rancangan OR harus memperhatikan kebutuhan dan perspektif lokal. Desain suatu
OR baru haru mencerminkan usaha pelayanan klinis, support dan administrasi.
Proses Desain dan Pertimbangan
Desain yang dibentuk haru mengakomodasi alur kerja dan pergerakan
pasien. Pertimbangan yang pentung adalah gabungan antara bedah pada pasien
rawat inap dan rawat jalan, rancangan rumah sakit atau institusi terkait (termasuk
jarak ke pelayanan klinis seperti radiologi dan patologi), bidang spesialistik yang
ada, akses ke unit perawatan perioperatf, akses ke suplai barang dan pembuangan
material limbah. Kebutuhan akan fluoroskopi intraoperatif dan pencitraan
seksional, shielding¸ mikroskop yang menempel pada atap dan robotika bedah
serta teknologi serupa akan ikut mempengaruhi rancangan suatu ruangan OR.
Fleksibilitas untuk menerima teknologi baru harus dimasukkan dalam rancangan
OR. Studi time motion, simulasi ataupun model dapat membantu dan
berkontribusi dalam efisiensi OR jangka panjang. Mempertahankan keseimbangan
antara fleksibilitas dan biaya adalah suatu tantangan tersendiri dalam proses
perancangan.
Geografi dan hubungan fisik antara daerah yang bersih dan kurang bersih
dalam kamar operasi akan menentukan aspek-aspek lainnya dalam OR. Ada dua
rancangan yang sering dipakai. Rancangan pertama melibatkan satu lokasi bersih
(hub) atau lebih. OR diatur sedemikain rupa dengan rancangan sentrifugal
menyerupai gambaran spoke and hub. Peralatan steril yang segera dibutuhkan
diletakkan pada lokasi hub. Sebuah koridor perifer biasanya dimasukkan dalam
desain untuk akses ke unit perawatan perioperatif, instrumen dan peralatan
anestesia, penyimpanan suplai barang, ruangan staf dan lain-lain. Jalan masuk dan
keluar OR serta akses ke meja resepsionis OR juga melibatkan koridor perifer ini.
Pada desain yang paling sederhana, empat OR mengelilingi satu hub. Pergerakan
yang terkontrol merupakan fokus dari rancangan ini.
Model kedua adalah penggunaan koridor-koridor. Ruangan suplai barang
diletakkan di antara ruangan-ruangan OR. Variasi rancangan yang agak jarang
diterapkan adalah penyediaan satu ruang suplai per OR. OR lama biasanya
dirancang hanya memiliki satu pintu. Desain terbaru lebih mengacu ke sistem dua
pintu, di mana satu pintu berhubungan dengan daerah yang lebih steril dan satu
pintu ke daerah yang kurang steril.
Rancangan OR harus bisa mencari keseimbangan antara restriksi
pergerakan untuk keamanan dan efisiensi dengan kebebasang pergerakan untuk
peserta operasi dan pasien. Keseimbangan ini sangat penting pada keadaan gawat
darurat dan operasi-operasi yang membutuhkan waktu yang lama.
Apakah suatu OR harus dirancang untuk satu spesialistik tertentu? Akan
didapatkan keuntungan yang jauh lebih baik bila satu ruangan dirancang khusus
untuk satu bidang spesialistik terutama pada bidang seperti bedah jantung, bedah
saraf, traumatologi dan opthalmologi. Namun, perancangan ruangan OR yang
spesifik pada satu bidang akan mengruangi fleksibilitas penjadwalan pasien.
Perancangan ruangan OR spesifik dapat menjadi keuntungan pada satu institusi
dan menjadi hambatan pada institusi lainya. Setiap rancangan memiliki
keuntungan dan kerugian masing-masing. Rancangan dan peralatan yang
disediakan haru mencerminkan dan berdasarkan kepada kemungkinan kasus-kasus
yang akan ditangani oleh OR.
Rancangan OR harus dapat memfasilitasi proses pembersiha, disinfektan
dan pembongkaran yang efisien serta pemasangan dan perawatan peralatan yang
baik.
Ruang Penyimpanan
Rancangan OR harus dapat memberikan ruangan yang adekuat untuk
penyimpanan barang-barang yang penting. Penyimpanan di lorong-lorong dan OR
dapat menyebabkan obstruksi dan bahaya kerja.
Peralatan Penting dan Perlengkapan Gawat Darurat
Peralatan-peralatan penting serta perlengkapan gawat darurat harus
disiapkan dan diposisikan untuk kemudahan pemakaian. Aksesoris harus
disiapkan di sebelah peralatan yang membutuhkannya.
Beberapa rumah sakit memiliki respons gawat darurat masif sebagai
bagian dari program pelayanannya. Institusi ini memiliki kebutuhan khusus dalam
kecepatan, peralatan, penyimpanan dan suplai persediaan. Kebutuhan khusus
untuk respons ini, yang mencakup kecelakaan nuklir, biologis, kimiawi dan
radiasi, tidak akan dibahas dalam bab ini.
Persyaratan Fisik
Model dasar dari sebuah rancangan OR adalah suatu ruangan bersisi empat
dengan dimensi minimal 20 x 20 ft atau 7 x 7 m. Pada kenyataannya dimensi
ruangan OR lebih mendekatai 30 x 30 ft atau 10 x 10 m untuk mengakomodasi
prosedur-prosedur spesifik seperti prosedur jantung, bedah saraf, invasif minimal,
orthopedi dan prosedur multitim. Ruangan yang lebih kecil akan lebih cocok
untuk tindakan bedah minor dan prosedur-prosedur seperti cystoskopi dan bedah
mata.
Tinggi langit-langit harus paling tidak 10 ft atay 3,5 m untuk memberikan
akses pemasangan lampu operasi, mikroskop, robotika bedah, sistem navigasi dan
peralatan lainnya. Tinggi langit-langit disarankan untuk dilebihkan setinggi 1-2 ft
atau 0,5-0,75 m bila akan dipasang peralatan x-ray atau peralatan lainnya yang
bersifat permanen. Pada OR yang dirancang untuk menerima peralatan pencitraan
seksional intraoperatif (CT dan MRI), maka lantai dielevasikan untuk
mengakomodasi kabel untuk keperluan data dan listrik. Bila lantai dielevasi maka
tinggi OR secara keseluruhan harus ditingkatkan.
Beberapa institusi merancang OR dengan potensi untuk mengakomodasi
peralatan-peralatan besar dan kabel-kabel baik pada langit-langit maupun lantai.
Institusi lainnya memilih untuk mengubah rancangan OR hanya pada saat
diperlukan saja.
OR dan fasilitas perioperatif dapat dikonstruksi untuk dapat bertahan dari
gangguan lingkungan seperti gempa, angin puyuh dan banjir ataupun untuk
bertahan dari serangan militer atau teroris. Standar dan spesifikasi dari fasilitas-
fasilitas ini tidak akan dibahas dalam bab ini.
Komputerisasi, Komunikasi dan Pertukaran Data : Suara, Video dan Data
Komputer, telfon, pencitraan dan sistem-sistem lainnya yang berguna
dalam perekaman, analisis dan pertukaran data harus diintegrasikan ke dalam
rancangan OR. Pemakaian sistem radiologi Picture Archiving and
Communication Systems (PACS) dan potensial patologi digital untuk
meningkatkan pelayanan patologi bedah membutuhkan pemasangan koneksi high-
speed broadband. Audio dua arah dengan kapabilitas telekonferensi akan
memudahkan telekonsultasi dan proses mengajar baik di dalam maupun dari OR.
Sistem komunikasi efektif yang dapat menghubungkan tim OR, meja
depan OR dan seluruh rumah sakir harus didapatkan. Saluran komunikasi gawat
darurat harus diujicoba pada tiap interval tertentu. Sistem komunikasi, pertukaran
dan penyimpanan data harus dapat diakses dengan mudah baik di dalam maupun
di luar lingkungan institusi. Penyimpanan data off-site sangat penting bagi rumah
sakit yang menangani kasus gawat darurat massal atau yang rentan terkena
bencana alam.
Asimilasi Teknologi Baru
Kemajuan dalam bidang peralatan medis dan informasi teknologi (IT)
memicu munculnya inovasi baru setiap saat. Namun pemakaian teknologi baru
yang belum dikenal dengan baik dapat menjadi menggangu, tidak produktif dan
mahal. OR harus berfokus pada keuntungan yang jelas dan integrasi yang baik
dibandingkan dengan pemakaian teknologi baru. Pengenalan teknologi baru, bila
akan dipakai, harus dapat mengurangi kerumitan dan meningkatkan keuntungan
terapeutik serta memberi pilihan yang lebih luas pada pasien dan hal ini telah
dapat dilihat pada satu dekade terakhir ini.
OR masa depan akan dikarakterisais dengan peningkatan ketergantungan
dengan teknologi. Walaupun update teknologi baru merupakan hal yang penting,
namun penilaian serta pengenalan dengan cara yang disiplin lebih penting lagi.
Pembelian teknologi harus strategis. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan :
pertama, kebutuhan yang belum dapat dipenuhi saat ini harus dirinci. Kedua,
harus dilakukan penilaian antara biaya dan efektifitas. Ketiga, lakukan
perbandingan solusi dengan mencari alternatif-alternatif teknologi yang lain.
Terakhir, keuntungan dan kerugian dari teknologi yang dipilih dirinci.
Keamanan Pasien, Efisiensi OR dan Peningkatan Kualitas
OR adalah lingkungan kerja dengan tingkat stres dan risiko yang tinggi di
mana anggota berbagai disiplin ilmu bekerja sama untuk menangani pasien yang
menjalani tindakan bedah. Potensi untuk terjadi kesalahan dan inefektifitas sangat
besar. Penyatuan individu-individu dari disiplin ilmu yang berbeda-beda menjadi
satu tim bedah yang baik adalah kunci dalam meningkatkan keamanan pasien dan
efisiensi. Pelatihan tim bedah adalah metode yang efektif untuk mencapai suatu
“kultur tim” yang akan meningkatkan komunikasi dan menurunkan risiko
kesalahan. Penggunaan protokol-protokol perawatan perioperatif dapat
mengurangi kegagalan komunikasi.
Joint Commission Universal Protocol dibentuk pada 1 Juli 2004, dan
memiliki prinsip-prinsip kunci yaitu : (1) proses verifikasi preoperatif, (2)
marking pada lokasi bedah yang tepat , (3) “time-out” sebelum melakukan
prosedur dan (4) melakukan prinsip yang sama pada lokasi di luar OR. Aspek
time-out telah berkembang dan sekarang mencakup perkenalan anggota tim
bedah, faktor risiko, medikasi, alergi, ketersediaam pencitraan dan peralatan,
tujuan operasi dan kemungkinan masalah-masalah intra- dan postoperatif. Peran
diskusi mengenai rencana perawatam postoperatif dari saat selesai prosedur
hingga pasien bangun dari anestesi masih belum jelas.
Penggunaan protokol-protokol dalam penanganan pasien bedah ke unit
ICU telah menunjukkan peningkatan hasil akhir. Perluasan konsep tim yang
mencakup perawatan postanesthesia meningkatkan kualitas perawatan yang
dikukr dari jumlah intubasi dan lama rawat inap. Penggunaan tim spesialis selama
operasi secara logis akan meningkatkan komunikasi dan efisiensi, namun hingga
saat ini masih belum ada data pasti. Monitoring secara berkala sangat penting
untuk menjaga kualitas.
Keamanan pasien berawal dari perlindungan pasien dari kejadian
misidentifikasi, bahaya fisik dan kimiawi, kesalahan obat, kesalah tindakan bedah
dan posisi selama operasi yang salah. Operator bertanggungjawab dalam posisi
pasien dan mencegah cedera selama operasi berlangsung. Tim OR bertanggung
jawab untuk mengamankan peralatan posisi pasien dan monitoring intraoperatif.
Seluruh anggota bertanggungjawab untuk mencegah pasien jatuh.
Risiko yang berhubungan dengan malposisi membutuhkan perhatian lebih
dalam. Seluruh penonjolan tulang memiliki risiko cedera tekanan. Kulit yang
lemah pada bayi dan pasien usia lanjut dapat menjadi terluka akibat gesekan
selama perubahan posisi, sehingga pasien lebih disarankan untuk diangkat. ASA
telah menyarankan, dalam hal pencegahan neuropati perifer perioperatif, agar
pasien telah berada dalam posisi yang diinginkan operator sebelum dilakukan
induksi anestesi. Posisi yang kurang nyaman harus dimodifikasi. Hal ini sangat
penting untuk pasien usia lanjut atau pasien dengan penyakit degeneratif pada
vertebrae atau sendi ataupun instabilitas tulang.
Dua konsekuensi berat dari malposisi adalah neuropati atau pleksopati dan
lecet pada kulit atau ulserasi. Sekitar 80% dari tindakan bedah memerlukan pasien
dalam posisi supinasi. Neuropati ulnar dan pleksopati brakial adalah komplikasi
yang pling umum terjadi, sekitar 28% dan 20% masing-masing. Bantalan pada
daerah precondylar humerus dan peletakan lengan yang baik dapat merestriksi
abduksi hingga kurang dari 900 dan dapat mencegah masalah-masalah ini.
Posisi litotomi digunakan pada sekitar 9% kasus dan merupakan posisi
tersering kedua dari posisi pasien intraoperatif. Kerusakan pada obturator, lapisan
kutaneus lateral femoral dan nervus peroneal sering terjadi. Cedera-cedera ini
mewakili 5% dari cedera saraf menurut Closed Claimas Database. Ini adalah
risiko yang jarang terjadi namun signifikan.
Cedera Okupasional Tim Medis
Profesional-profesional yang terlibat dalam perawatan perioperatif dan
operatif terpajan oleh risiko okupasi biologis, ergonomis, kimiawi, fisik dan
psikososial.
Risiko Biologis
Risiko ini meliputi (1) pajanan parenteral dan mukokutaneus terhadap
patogen, (2) pajanan traktur respiratorius terhadap patogen, (3) pajanan terhadap
komponen biologis dari asap tindakan bedah, (4) pajanan terhadap alergen dari
sarung tangan bedah. Strategi untuk mengurangi pajanan mukokuteanues adalah
penggunaan sarung tangan dua lapis, jarum jahit yang tumpul, zona netral untuk
benda-benda tajam, dan alat-alat pencegahan cedera tajam. Penggunaan respirator
N-95 mengurangi risiko pajanan okupasi terhadap M.tuberculosis. Pekerja
kesehatan yang memiliki alergi lateks haru menghindari kontak dengan sarung
tangan dan selang lateks.
Risiko Ergonomis
Masalah kesehatan yang berkaitan dengan ergonomi adalah hal yang
lumrah. Hal ini biasanya berkaitan dengan posisi yang terlalu lama dipertahankan
selama operasi berlangsung, berdiri dalam jangka waktu lama dan cedera
punggung saat mengangkat pasien.
Meja OR, monitor, layar pencitraan dan peralatan harus diposisikan
sedemikian rupa agar anggota tim OR dapat menjadi senyaman mungkin selama
masih dalam batasan yang tidak mengancam keamanan pasien. Cedera akibat
mengangkat dapat dikurangi dengan mempelajari teknik mengangkat pasien yang
baik dan meminta bantuan tambahan saat transfer pasien. Cedera akibat gerakan
repetitif jarang ditemukan namun tetap merupakan risiko yang dapat terjadi.
Risiko Kimiawi
Pekerja kesehatan terpajan dengan banyak zat kimia berbahaya selama
berada di OR, yang meliputi gas anestesi, zat pembersih dan sterilisasi, zat
preservasi spesimen dan obat kemoterapi. Sistem scavenger terbukti mengurangi
pajanan terhadap gas anetesi. Baju pelindung dan sarung tangan mencegah
pajanan zat kimiawi selama berada di OR.
Risiko Fisik
Risiko fisik pada pasien dan tim OR meliputi bahaya api, listrik, pajanan
radiasi dan energi laser.
Api. Prinsip utama dalam pencegahan kebakaran adalah kontrol tiga elemen
dalam segitiga api : oksigen, bahan bakar dan pemicu. Udara/oksigen harus diatur
untuk mengurangi fraksi oksigen inspirasi (FiO2) ke batas minimal keamanan
pasien dan saturasi oksigen. Sumber cahaya, anas dan listrik harus dijauhkan dari
sumber pemicu api dan dimonitor secara berkala. Penggunaan solusio kulit yang
berbahan dasar alkohol harus diminimalisir. Penggunaan kauter elektrik atau
energi laser pada airway atau lumen usus yang berkonsentrasi oksigen tinggi akan
meningkatkan risiko kebakaran.
Pajanan Radiasi. Pajanan terhadap radiasi ionisasi sangat berbahaya. Tingkat
pajanan harus dibatasi dengan segala macam cara yang ada. Bahaya radiasi telah
disimpulkan sejak awal abad 20, namun pengukuran objektif dari bahaya ini baru
sekarang dapat dilakukan. Pada tahun 1928, International Commission on
Radiological Protection (ICRP) dibentuk untuk mempelajari standar proteksi
terhadap radiasi. Guideline yang ada pajanan radiasi adalah berdasarkan pajanan
tahunan (dosis maksimal per tahun). Penggunaan dosimetri ditemukan kurang
membantu karena banyak hambatan teknis dan kesalahan sampling. Karena hal
ini, guideline sekarang lebih fokus terhadap risiko nyata dari pajanan kronis atau
berkepanjangan.
Batas dosis tahunan ditingkatkan pada pekerja yang berhubungan dengan
radiasi karena tanggungjawab pekerjaan. Pekerja-pekerja ini disebut pekerja
“classified” atau khusus dan harus dimonitor secara ketat dan berkala. Ahli
radiologi termasuk kelompok pekerja ini, namun ahli bedah tidak. Pekerja
classified memiliki batas pajanan radiasi tiga kali lipat dari orang biasa.
Data empiris menunjukkan bahwa seorang ahli bedah tulang belakang
yang melakukan fluoroskopi akan mendapat pajanan 1.3 kali lipat dari pajanan
yang diperbolehkan untuk ahli radiologi, walaupun tingkat pajanan thyroid berada
kurang dari 10% dari batas yang diperbolehkan NCRP. Penelitian pada hali bedah
vaskular menunjukkan bahwa pajanan radiasi mereka tetap pada batas yang
diperbolehkan sesuai ICRP.
Penelitian lainnya fokus pada janin dari ahli bedah yang sedang hamil.
Dosis akumulatif yang didapatkan intraoperatif melebihi batasan induksi cedera
radiasi setinggi paling tidak dua kali lipat. Hal ini tercapai selama proses
fluroroskopi selama 2100 jam.
Kanker pada anak adalah risiko yang dapat terjadi pada pajanan radiasi
dosis rendah pada janin. Risiko ini masih menjadi bahan kontroversi. ICRP
menyarankan dosis maksimal 2 mSv, dan bila memungkinkan < 1 mSv bila
kehamilan baru diketahui. Dengan proteksi apron berlapis timbal setebal 0.5 mm,
dosis fetal kumulatif adalah < 0.37 mSv sehingga dapat mengurangu risiko ini.
Operator yang terpajan oleh radiasi intraoperatif dapat menerapkan
berbagai strategi. Penggunaan pelindug diri whole-body atau apron dengan 1 mm
timbal dapat mengurangi pajanan sebesar 90%. Pelindung thyroid demham timbal
0.25 mm mengurangi pajanan sebesar 60%. Sarung tangan pelindung radiasi
melindungi tangan sebesar 40%.
Pembatasan jarak juga dapat berguna untuk mengurangi pajanan. Jika
intensitas radiasi pada satu jarak (d) adalah 1, maka intensitas pada jarak lainnya
akan bernila 1/d2. Intensitas akan berkurang sesuai dengan kuadrat dari jarak.
Efek dari jarak juga bermanifestasi dengan cepat. Pajanan staf pada jarak 1
m dari C arm adalah 1/1000 dibandingkan dengan pasien. Pada model fraktur
femur, pergerakan sisi pinggul yang ditatalaksana ke arah kontralateral
mengruangi pajanan sebesar 57 kali lipat untuk operator, 13 kali lipat untuk
perawat dan 21 kali lipat untuk ahli anestesi. Jika operator berada pada sisi
ipsilateral tapi bergerak 0.5 m menjauhi sumber, maka dosis radiasi akan
berkurang 13 kali lipat, dan pada jarak 1,5 m akan sebesar 26 kali lipat. Pada jarak
2 m dari sumber radiasi, radiasi yang diterima oleh staf sangat sedikit. Namun
dengan memperhitungkan pajanan staf yang berkepanjangan, maka tidak ada
pajanan radiasi yang tidak dianggap berbahaya.
Operasi dengan bantuan pencitraan sekarang banyak dipakai oleh disiplin-
disiplin ilmu seperti ortopedi, bedah vaskular dan urologi. Pajanana radiasi
kumulatif oleh bantuan pencitraan ini dapat berbahaya. Penggunaan radionuklida
untuk identifikasi nodus sentine dan brachiterapi intraoperatif untuk kasus
malignansi dapat menjadi potensi untuk pajanan radiasi.
Pajanan radiasi dapat berasal dari radioaktivitas latar dan sumber-sumber
radiasi pada lapangan kerja. ICRP menentukan batasan-batasan pajanan radiasi
dari dua sumber ini. Penelitian terbaru pada staf OR mengindikasikan bahwa
pajanan radiasi selama prosedur bedah yang menggunakan pencitraan masih
dalam batasan normal.
Seluruh anggota tim OR harus menggunakan safety badge radiasi untuk
monitoring pajanan radiasi per bulan. Anggota tim OR juga harus menggunakan
apron berlapis imbal (0.25-0.5 mm) dengan pelindung thyroid selama prosedur
fluoroskopi. Anggota yang sering terpajan radiasi juga harus menggunakan lensa
timbal untuk perlindungan mata. Pelindung mobile juga dapat berguna selama
proses operasi.
Anggota OR harus berdiri sejauh mungkin dari sumber x-ray untuk
membatasi pajanan. Bahkan beberapa meter saja sudah cukup untuk mengurangi
pajanan secara signifikan. Peralatan yang memancarkan radiasi harus dipelihara
dan dimonitor agar fungsinya tetap baik. Penggunaan pulse fluoroskopi dan
pengambilan gambar yang efektif akan meminimalisir dosis radiasi. Pencitraan
yang berlebihan harus dihindari.
Pajanan Laser. Laser bedah adalah laser kelas 4 yang berpotensi merusak mata
dan kulit secara permanen. Sinar laser kelas 4 lebih terang 1 milyar kali lipar dari
bohlam 100 W. Seluruh anggota tim OR harus menggunakan pelindung mata
dengan lensa yang dirancang khusus untuk panjang gelombang dari laser yang
akan digunakan. Kacamata ini harus dievaluasi sebelumnya untuk memastikan
tidak adanya lecet pada lensa yang akan menyebabkan kerusakan mata oleh laser.
Jendela dari ruang OR harus dilindungi untuk menghindari cedera pada individual
di luar OR. Jumlah anggota di dalam OR harus dibatasi.
Pajanan Bising dan Cahaya. Risiko okupasional mencakup tingkat bising dan
cahaya yang tinggi. Risiko-risiko ini sama baik pada pasien maupun staf.
Penelitian menunjukkan bahwa bising pada prosedur orthopedi (di atas 110dB)
berhubungan dengan penurunan pendengaran pada ahli bedah orthopedi. Bising,
obrolan yang berlebihan dan bahkan musik dapat menjadi bahaya bagi pasien
karena akan mengalihkan konsentrasi dari anggota tim OR.
Risiko Psikososial. Risiko yang paling sering dianggap kecil adalah risiko
psikososial. Jam kerja yang panjang dan kasus-kasus emergensi pada malam hari
dapat menyebabkan penurunan stamina. Tingkat tanggungjawab yang tinggi,
konsekuensi kesalahan dan kemungkinan terjadinya kesalahan menyebabkan
tingkat stres yang tinggi. Tingkat kekerasan di daerah kerja kesehatan baik verbal
maupun fisik termasuk tinggi. Pengurangan stres dapat dicapai dengan pelatihan
kerjasama tim. Rumah sakit harus memiliki aturan tanpa toleransi untuk kekerasan
lapangan kerja.
Desain OR
Kemajuan dalan bidang bedah videoendoskopi dan endoluminal sejak
tahun 1990 telah menuntun ahli medis ke banyak pemakaian peralatan elektronik
kompleks yang memakai OR yang rata-rata dirancang pada akhir abad 19. Adanya
prospek yang menjanjikan di bidang robotika bedah akan menyebabkan kerumitan
dalam perencanaan luas dan bidang gerak dalam OR. Pada saat yang sama,
kebutuhan akan IT dalam peningkatan kualitas akhir operasi akan selalu
meningkat. Perubahan-perubahan seperti inilah yang akan membutuhkan
rancangan OR untuk beradaptasi sehingga dapat memberikan daya listrik dan
infrastruktur komunikasi yang adekuat.
OR yang ideal untuk masa depan akan memiliki monitor videoendoskopi,
sumber cahaya dan insufflator CO2 yang dapat dipasang dan dilepas daripasien
tanpa memindahkan alat yang berat atau mengubah konfigurasi sumber tenaga
listrik. OR dengan alat fluoroskopi akan memfasilitasi penggunaan teknik
endoluminal dan intravaskular yang efektif. Alat yang terpasang pada tiang akan
dengan mudah digerakkan sehingga pergerakan selama operasi akan menjadi lebih
dinamis.
Perancangan ruangan dengan fleksibilitas untuk melayani pemakaian
multidisiplin akan meningkatkan biaya bagi rumah sakit. Namun dalam jangka
panjang, pelatihan tim khusus untuk bidang subspesialistik yang memakai
peralatan pencitraan canggih dan terapi catheter-based akan menjadi faktor yang
sangat penting terhadap keamanan pasien dan efisiensi, bahkan lebih penting dari
rancangan OR itu sendiri. Ini adalah kunci penting untuk perkembangan program.
Administrasi ruamh sakit harus dapat menyediakan biaya yang cukup untuk
pelatihan tim sebelum merencankana pengembangan program. Mencari
keseimbangan antara efisiensi OR, teknologi baru dan biaya akan menjadi
tantangan bagi rumah sakit.
Masalah-masalah Lingkungan dalam OR
Suhu dan Kelembaban
Di Eropa dan Amerika Serikat, suhu OR biasanya dipertahankan antara
18-260C (64.4-78.80F). Suhu perlu ditingkatkan pada operasi bayi dan pasien luka
bakar untuk mempertahankan suhu tubuh. Ahli bedah dewasa yang memakai baju
operasi lengkap lebih cenderung menyukai suhu 180C, namun ahli anestesi lebih
menyukai suhu 21.50 C (70.70C). Suhu dalam OR mencerminkan suhu yang dapat
ditoleransi oleh staf yang memakai baju lengkap dan yang tidak memakai baju
lengkap. Persiapan alat penghangat pasien telah mengeliminasi masalah
hipotermia pada pasien.
Penelitian terbaru mengindikasikan adalanya keuntungan neurologis dari
hipotermi terkontrol pada suhu 340C (93.20 F) pada beberapa kasus seperti asistol,
henti jantung paru dan resusitasi. Namun peralatan yang dibutuhkan untuk
hipotermia terapeutik mungkin agak sulit untuk diakses.
Kelembaban OR dipertahankan antara 50-60%. Kelembaban > 60% akan
menyebabkan pengembunan pada permukaan-permukaan yang dingin.
Kelembaban <50% akan menyebabkan munculnya listrik statis. Listrik statis akan
mengganggu fungsi dari komputer dan peralatan medis canggih lainnya.
Pencahayaan
OR sekarang tidak lagi dilengkapi dengan lampu skylight dan rancangan
northern exposure untuk memaksimalkan keuntungan dari pencahayaan alami.
Namun bagaimanapun juga, pencahayaan efektif adalah faktor yang penting untuk
mengurangi stres dengan memberikan lapangan pandang yang baik dari ruang dan
lapangan operasi, sistem anestesi dan monitoring dan wilayar perawatan.
Standar dari pencahayaan OR ditegakkan oleh Dr. William Beck dari
Illuminating Engineering Society. Pencahayaan yang mencapai 200 ft-c
(footcandles) adalah syarat untuk ruangan OR. Sumber cahaya harus bebas dari
bias dan bersifat nonrefelektif.
Jumlah cahaya yang dibutuhkan selama operasi berlangsung bergantung
pada operator dan lokasi lapangan operasi. Kuantitas cahaya dapat diukur dari
jumlah cahaya yang dipancarkan (cahaya insiden) atau jumlah yang dipantulkan
(cahaya pantul). Pada satu penelitian, ahli bedah umum yang melakukan operasi
pada duktus biliaris komunis menemukan bahwa pencahayaan 300 ft-c adalah
baik karena daya pantul dari daerah ini adalah 15%. Tingkat cahay insidens adalah
2000 ft-c. Operasi coronary bypass membutuhkn cahaya insiden sebesar 3500 ft-
c. Efek dari perubahan warna cahaya terhadap berbagai jenis jaringan masih
belum diketahui.
Lampu bertenaga besar untuk kepentinga operasi akan melepaskan kalor
melalui poyeksi energi inframerah. Ini adalah hal yang tidak efisien namun tidak
dapat dihindari karena kalor adalah byproduct dari cahaya. Energi inframerah
dapat dieliminasi dengan filtrasi atau reflektor dichroic heat-diverting.
Terdapat banyak jenis rancangan pencahayaan overhead. Untuk ruangan
OR yang kecil, lampu single overhead dengan satu atau dua satelit sudah
mencukupi kebutuhan operasi. OR yang lebih besar akan membutuhkan lampu
yang lebih besar dan banyak dengan orbit yang lebih luas. Semakin besar OR
maka semakin penting adanya pemasangan lampu multipel dari berbagai arah agar
pencahayaan lapangan operasi menjadi lebih baik. Hal ini penting pada operasi
yang melibatkan area badan yang luas atau adanya lokasi bedah multipel.
Pencahayaan oleh lampu overhead dapat ditingkatkan dengan pemakaian
lampu kepala. OR biasanya menyediakan baik lampu kepala maupun lampu
mobile. Bila operator menggunakan lampu kepala maka sebelumnya harus
dilakukan evaluasi bola lampu dan persiapan bola lampu cadangan.
Selama prosedur microsurgery dan laparoskopi, lapangan operasi disinari
oleh pantulan cahaya instrumen-instrumen bedah. Pencahayaan OR secara
keseluruhan tetap tidak boleh dilupakan.
Seluruh OR harus dilengkapi dengan pencahayaan bertenaga baterai dan
senter untuk kepentingan emergensi.
Peralatan OR
OR modern harus dilengkapi dengan peralatan medis yang dirancang
untuk memfasilitasi kerja tim bedah dan untuk memberikan support, posisi dan
keamanan pasien. Peralatan di OR harus dipilih dan dirawat dengan tiga faktor
perhatian utama : keamanan pasien, efisiensi bedah dan pengurangan risiko
okupasional.
Peralatan Bedah Elektrik
Alat bedah elektrik yang umum ditemui adalah suatu generator 500 W
yang digunakan untuk memotong dan koagulasi jaringan. Aliran listrik dialirkan
dari alat pemotong atau koagulasi ke elektroda pendispersi. Kalor akan dilepaskan
ke jaringan karena resistensi jaringan terhadap arus listrik. Air intraselular akan
menguap sehingga terjadi disintegrasi sel. Kalor akan menyebabkan koagulasi
protein dan hemostassi. Debris sel kemudian akan menguap. Asap yang dihasilkan
serupa dengan asap akibat pemakaian laser. Asap dan partikulat dapat bersifat
karsinogenik, allergenil, inflamatorik dan infeksius.
Peralatan bedah elektrik membutuhkan supervisi yang ketat. Peralatan-
peralatan ini menghasilkan jalur listrik, dan sebelumnya telah sering dikaitkan
dengan kejadian ledakan. Risiko ini telah dikurangi karena agen anestesi yang
eksplosif tidak lagi dipakai. Namun gas hidrogen dan metan dalam usus besar
masih dapat menjadi risiko, terutama pada pasien yang tidak bisa dilakukan
persiapan preoperasi. Alat-alat bedah elektrik juga dapat mengganggu fungsi alat-
alat monitoring terutama monitor EKG. Terkadang juga dapat terjadi gangguan
alat pacemaker jantung pasien.
Luka bakar adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Luka bakar
jarang terjadi secara fatal, namun akan sangat nyeri dan membutuhkan skin graft.
Daerah luka bakar dapat terjadi pada situs elektroda, lead EKG, probe suhu
esofageal atau rektal dan permukaan tubuh yang kontak dengan benda yang
memiliki aliran listrik. Elektroda pendispersi harus dipasang pada daerah yang
kering, tanpa rambut dan bila memungkinkan pada bagian yang memiliki massa
otot relatif besar.
Produk rambut berbahan dasar alkohol harus dihindari pada pasien yang
akan menjalani prosedur bedah kepala dan leher karena ada risiko terjadinya
kebakaran pada pemakaian kauter elektrik.
Persiapan OR harus meliputi verifikasi dari fungsi dan jalur tenaga listrik
dari unit-unit peralatan dan perencanaan peletakan elektroda yang tepat.
Evakuator asap sangat direkomendasikan. National Institute for Occupational
Safety and Health (NIOSH) merekomendasikan sistem yang dapat menarik asap
sebesar 50 ft kubik per menit dengan kecepatan penangkapan 100-150 ft per
menit pada inlet dan diposisikan 2 inci dari lapangan operasi. Filter harus
dipasang untuk menangkap partikel asap. Filter yang telah terpakai dianggap
sebagai limbah dan harus diganti. Fungsi evakuator tidak dapat digantikan oleh
suction standar yang tidak memiliki filter.
Laser dan Keamanan
Laser menghasilkan energi yang terfokus. Ini dapat menyebabkan luka
bakar kulit, cedera retina, terbakarnya ETT, pneumothoraks dan kerusakan visera
serta vaskularisasi. Baik pasien maupun staf dilaporkan sama-sama dapat menjadi
korban.
OR yang aman untuk pemakaian laser memerlukan modifikasi khusus. OR
tidak boleh memiliki jendela. Dinding, langit-langit dan peralatan yang ada di dala
OR tidak boleh bersifat memantulkan sinar dan mudah terbakar. Sebuah papan
peringatan yang berisi penjelasan bahwa sedang dilakukan prosedur laser di dalam
OR harus dipasang pada pintu OR.
Teknik anestesi juga harus mempertimbangkan pemakaian laser. Jika laser
digunakan pada daerah sekitar muka, airway atau rongga dada maka konsentrasi
O2 dan N2O dari gas inhalasi harus dikurangi. Staf harus memakai perlindungan
mata. Evakuator asap dapat membantu perbaikan lapangan pandang, mengurangi
bau dan potensial infeksi papillomavirus ataupun zat toksik dari asap.
Peralatan Bertenaga Listrik
Meja operasi harus diposisikan untuk memastikan keamanan pasien dan
efisiensi kerja dari tim bedah. Meja manual mudah untuk diposisikan, namun
meja dengan kontrol elektrik lebih mudah untuk diatur. Aksesoris meja OR seperti
penyangga legan dan kaki yang digunakan untuk mengatur posisi pasien harus
dirawat dengan baik untuk mencegah terjadinya cedera baik pada pasien maupun
staf. Selama proses transfer dari dan ke meja OR, pasien harus diperhatikan agar
tidak terjadi cedera dan alat-alat life support, monitoring dan cairan IV tetap
terpasang. Teknik transfer yang baik, staf yang berpengalaman dan penggunaan
alat-alat bantu transfer akan mencegah terjadinya cedera muskuloskeletal pada
staf OR. Pasien dengan kulit yang rentan seperti bayi, anak-anak, penderita
penyakit kulit dan usia lanjut, harus diangkat ke posisi dan bukan digeser.
Alat bantu lainnya yang biasanya ada dalam OR adalah alat bantu skin
graft, pembuka sternum dan kranium serta prosedur-prosedur orthopedi. Gergaji
dan bor listrik dapat menguapkan cairan tubuh sehingga dapat menjadi risiko
infeksi bagi staf OR.
Mikroskop Operasi
Microsurgery atau bedah mikro adalah bagian yang rutin dalam banyak
subspesialistik termasuk bedah saraf, bedah plasti, bedah tangan, bedah
ginekologi dan opthalomologi. Mikroskop dapat dibawa ke OR dengan stand
beroda ataupun telah terpasang pada dinding, langit-langit ataupun lantai OR.
Seluruh panel kontrol dan display harus diposisikan setinggi atau di bawah
pandangan operator agar dapat bekerja dengan efektif.
Mikroskop operasi modern memakai prinsip servo controlled. Perawatan
mikroskop harus sebanding dengan pemakian tiap prosedur dan dengan tiap kali
ada aksesoris yang ditambahkan atau dibuang. Instrumen yang tidak seimbang
akan menyebabkan mikroskop menjadi bengkok atau jatuh sehingga dapat
melukai pasien dan staf.
Banyak penutup mikroskop komersil yang tersedia di pasaran. Bila laser
terpasang pada mikroskop maka penutup harus dijauhkan untuk mencegah
terjadinya kebakaran atau kontaminasi.
Pencitraan dan Navigasi Intraoperatif
Keberhasilan prosedur-prosedur yang berdasarkan prinsip invasi minimal
sangat bergantun pada konfirmasi intraoperatif dari anatomi lapangan operasi
dengan penggunaan x-ray, CT, MRI dan USG. Modalitas ini biasanya digunakan
bersamaan dengan alat navigasi bedah. USG intraoperatif membutuhkan unit USG
high-quality dan probe khusus. Terkadang dibutuhkan kehadiran ahli radiologi
dan teknisi USG dalam operasi.
Unit USG harus diposisikan di dekat pasien dan tim bedah harus dapat
melihat hasil pencitraan dengan nyaman. Pada beberapa kasus, gambar yang
didapatkan ditayangkan ke monitor OR dengan alat video mixing. Unit USG juga
dapat diatur sehingga menghasilkan gambaran real-time sehingga membantu
navigasi bedah.
Unit fluoroskopi dan x-ray dapat berupa unit portabel ataupun tidak. Unit-
unit radiologis dapat langsung disiapkan di dalam OR atau disiapkan di ruangan
dekat OR sehingga dapat dilakukan pencitraan intraoperatif dari lapangan operasi.
Angiografi intraoperatif dan alat MRI biasanya disiapkan dalam OR secara
permanen. CT intraoperatif untuk bedah saraf dapat berupa unit portabel atau
permanen.
Penggunaan stoking kompresi sekuensia; telah menjadi standar dalam
pencegahan thromboemboli vena pada prosedur-prosedur yang tidak mebutuhkan
akses ke ekstremitas bawah. Pompa udara diletakkan di dekat pasien pada lantai
atau meja. Tekanan udara pada selang stoking harus diperhatikan agar tidak
mengganggu akses lapangan operasi.
Alat suction harus selalu ada dalam OR. Alat suction standar adalah
sebuah set kanister atau tabung dengan wadah beroda yang menerima aliran
suction dari sumber di dinding atau langit-langit OR. Kanula yang digunakan
operator untuk aspirasi dihubungkan dengan steril pada tabung ini. Selang suction
sering menjadi penyebab staf terjatuh di dalam OR. Pada beberapa prosedur
selang perlu diganti secara berkala.
Peralatan
Peralatan Pencitraan
Peralatan pencitraan pada bedah endovaskular dapat terfiksasi pada langit-
langit ataupun portabel. Alat terfiksasi juga sering ditemui di lab kateterisasi dan
unit radiologi. Sistem portabel menggunakan C-arms dengan software vaskular
yang dirancang untuk pencitraan vaskular optimal. Tiap sistem peralatan ini
memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing.
Sistem alat terfiksasi memiliki output daya yang lebih besar dan ukuran
lokasi fokal yang lebih kecil sehingga dapat menghasilkan gambar berkualitas
tinggi. Gambar dapat diperjelas hingga 16 in sehingga memungkinkan lapangan
pandang lebih luas untuk arteriogram diagnostik. Dengan demikian jumlah
pengulangan tidak diperlukan terlalu banyak sehingga mengurani jumlah kontras
dan pajanan radiasi.
Sistem terfiksasi biasanya disertai meja angiografi yang memungkinkan
operator untuk menggerakkan pasien dengan mudah di bawah alat intensifier
gambar. Jarak antara selang x-ray dan intensifier membuat alat intensifier dapat
diletakkan lebih dekat ke pasien bila diperlukan sehingga akan meningkatkan
kualitas pencitraan dan mengurangi penyebaran radiasi.
Sistem terfiksasi cukup mahal (1-1.5 juta $) dan biasanya memerlukan
renovasi OR. Sistem ini juga tidak fleksibel. Meja angiografi dan immobilitas dari
alat intensifier menjadikan ruangan OR kurang baik untuk prosedur open surgery.
Maka dari itu, sistem pencitraan terfiksasi biasanya hanya ditemui pada center-
center berkualitas tinggi yang dapat menanggung biaya yang cukup mahal ini.
Kapabilitas dari alat pencitraan portabel digital C-arms telah meningkat
dengan pesat. Sistem C-arms portabel yang terbaru relatif jauh lebih murah dari
sistem terfiksasi (175.000-225.000 $) dan memiliki banyak keuntungan yang
sama dengan sistem terfiksasi. Intensifier pada alat portabel bervariasi (6-12 in)
sehingga alat ini menawarkan fleksibilitas yang cukup baik. Pada beberapa sistem
C-arms portabel, jarak antara intensifier dan selang x-ray dapat diatur seperti pada
sistem terfiksasi. Fluoroskopi pulse, collimation hasil pencitraan dan filtasi
merupakan fitur standar untuk meningkatkan hasil pencitraan dan mengruangi
pajanan radiasi. Software terbaru dapat menghasilkan angiografi high resolution
digital substraction, magnifikasi gambar, road mapping (superimposisi
fluoroskopi dan aretriogra digital), penyatuan gambar dan berbagai fitur lainnya.
Kemajuan dalam rancangan C-arm memberikan sebuah pedal kaki untuk operator
agar operator dapat memilih, merekam dan memuar ulang gambaran yang
diinginkan.
Sistem C-arms membutuhkan alat intensifier yang digerakkan mengitari
pasien yang terfiksasi. Walaupun tidak sebanding dengan sistem terfiksasi, namun
C-arms terbaru memiliki mobilitas yang cukup baik. Pasien harus diletakkan di
atas lapisan karbon khusus yang nonmetalik. Meja operasi harus diberikan support
pada satu ujung dan dibiarkan bebas pada ujung lainnya. Meja ini tidak dapat
difleksikan namun masih dapat dipakai untuk sebagian besar prosedur. Meja ini
juga bersifat mobile dan dapat diganti dengan meja operasi konvensional bila
ruangan bedah endovaskular sedang tidak dapat dipakai.
Peralatan Intervensi
Keberhasilan dalam prosedur endovaskular bergantung pada keahlian
dalam pemakaian alat-alat yang banyak dan seringnya merupakan alat yang jarag
ditemui oleh staf OR biasa. Peralatan yang dimaksid antara lain guidewire,
sheaths, kateter khusus, balon angioplasti, stent dan graft stent. Pada OR
endovaskular yang sibuk, peralatan ini biasanya disiapkan untuk pemakaian
sehari-hari. Biaya yang dibutuhkan untuk suplai peralatan ini cukup besar dan
dapat menjadi hambatan untuk rumah sakit yang tidak terlalu besar. Untungnya,
sebagian besar perusahaan bersedia untuk menyediakan suplai peralatan
berdasarkan persetujuan dan bersifat case basis, sehingga rumah sakit hanya perlu
membayar peralatan bila peralatan telah dipakai sehingga biaya untuk stok barang
dapat dikurangi.
OR Bidang Spesialistik Lainnya
Peralatan spesialistik lainnya yang biasanya disiapkan secara permanen
dalam OR adalah peralatan opthalmologi, orthopedi, trauma, bedah saraf dan
urologi. Observasi terhadap peralatan seperti mikroskop, peralatan pencitraan,
laser, ruang penyimpanan dan layout fisik kurang lebih sama seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya. OR bedah jantung dan bedah saraf terkadang memilik
keperluan yang tidak dapat dipenuhi oleh OR standar. Maka, OR bedah saraf
harus disiapkan untuk dapat melakukan neurnavigasi, bedah mikro, laser
angiografi intraoperatif, bedah intervensi saraf dan bedah anak. OR ini juga
membutuhkan shielding untuk perekaman neurofisiologis pada elektrostimulasi
kranial.
Kontrol Peralatan oleh Ahli Bedah : Panel Sentuh, Aktivasi Suara dan
Robotika
Terhambatnya perkembangan dari alat-alat OR standar terjadi karena
kemajuan pesat dari prosedur-prosedur invasi minimal. Karena sebagian besar
peralatan invasif minimal berada di luar area steril, maka perawat OR sering
menjadi titik penting untuk kontrol. Terkadang perawat yang bertugas ini berada
di luar ruang OR saat alat diperlukan.
Ahli bedah sering menjadi frustasi karena hambatan-hambatan ini dan
perawat biasanya menjadi terbebani oleh tugas tambahan ini. Maka dari itu
dirancang suatu interface yang memudahkan kerja ahli bedah. Layar sentuh steril
awalnya diusulkan sebagai solusi namun tidak memungkinkan bila prosedur
bedah memerlukan dua tangan. Solusi berikut yang ditawarkan adalah aktivasi
suara.
Perkembangan aktivasi suara telah dilakukan sejak akhir tahun 1960an.
Tujuannya adalah membentuk sistem yang sederhana, aman dan dapat diterima
secara universal yang menjalankan perintah sesuai dengan ucapan operator.
Namun, keterbatasan teknologi untuk membuat suatu sistem yang mengenali pola
pembicaraan menjadikan hal ini cukup sulit, dan baru sekarang mulai dapat
ditanggulangi.
Pada 1998, Hermes, sistem aktivasi suara yang pertama disetujui oleh
FDA, diperkenalkan ke lingkungan OR. Hermes dapat dikendalikan baik dengan
alat kontrol yang dipegang oleh operator maupun dengan perintah suara.
Kerumitan dalam prosedur laparoskopi menjadikan laparoskopi sebagai tempat
demonstrasi keuntungan pemakaian sistem aktivasi suara.
Aktivasi suara menawarkan akses cepat bagi operator dan kontrol
langsung terhadap alat bedah. Pada saat yang sama, tim OR bisa mendapat
informasi penting dengan cepat. Untuk mengoperasikan alat ini, operator harus
memberikan contoh suaranya selama kurang lebih 20 menit agar suara dapat
dikenali oleh sistem, dan operator harus menggunakan headset audio. Kurva
pembelajaran untuk kontrol suara cukup minimal, biasanya cukup hanya dua atau
tiga kasus. Alat-alat yang sekarang dapat diperintah dengan suara adalah kamera,
sumber cahaya, pengambilan gambar dan dokumentasi, printer, insuflator,
pencahayaan OR, meja operasi dan kauter elektrik.
Kontrol Infeksi dalam OR
Kontrol infeksi dalam OR adalah perhatian khusus dalam pelayanan
kesehatan, namun hal ini menjadi lebih penting dalam lingkungan OR di mana
pasien menjalani tindakan bedah dan memiliki risiko besar terkena infeksi
perioperatif nosokomial. Bahkan dengan rancangan OR terbaru pun infeksi tidak
akan dapat dikontrol tanpa teknik bedah yang benar dan perhatian khusus terhadap
pencegahan infeksi.
Surgical site infection (SSI) atau infeksi lapangan bedah adalah penyebab
utama morbiditas, mortalitas dan peningkatan biaya perawatan pasien. Di
Amerika Serikat, menurut CDC sekitar 2,9% dari 30 juta operasi mengalami
komplikasi SSI. Persentase ini mungkin kurang mewakili karena ahli bedah jarang
melaporkan keadaan infeksius bila sedang dalam keadaan yang sibuk. Infeksi
diestimasi meningkatkan lama rawat inap dan biaya-biaya perawatan lainnya.
SSI menjadi masalah yang sulit bagi institusi dengan populasi asuransi
kesehatan yang besar. Centers for Medicar and Medicaid Services (CMS) merilis
Inpatient Prospective Payment System (IPPS) FY 2009 yang mengatur tentang
penyakit-penyakit nosokomial atau hospital-acquired conditions (HAC) yang
tidak ditanggung asuransi. Berbagai asuransi juga diberikan hak untuk menolak
pembayaran beberapa keadaan HAC.
Epidemiologi dan manajemen SSI pada orang dewasa cukup menarik
perhatian. SSI dibagi oleh CDC menjadi tiga kategori : SSI insisi superfisial, SSI
insisi dalam dan SSI oragan.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan SSI meliputi (1)
status kesehatan pasien, (2) lingkungan fisik tempat dilakukannya tindakan bedah
dan (3) inetrvensi klinis yang meningkatkan risiko pasien. Seleksi dan persiapan
pasien yang baik, termasuk pemakaian antibiotika yang tepat, daat mengurangi
risiko infeksi secara keseluruhan terutama pada operasi yang terkontaminasi.
Higienitas Tangan
Antiseptik tangan berperan besar dalam mencegah infeksi nosokomial.
Bila terjadi outbreak infeksi pada periode perioperatif, maka perlu dilakukan
penilaian ketat mengenai kebersihan tangan anggota tim OR. Agen yang
digunakan untuk mencuci tangan dalam OR harus dapat mengurangi
mikroorganisme, bersifat noniritan, memiliki spektrum yang luas dan bersifat fast-
acting dan persisten. CDC menawarkan guideline sebagai berikut :
Antiseptik bedah untuk tangan dapat berupa sabun antimikroba
atau cairan alkohol dengan aktivitas persisten yang dilakukan
sebelum memakai sarung tangan steril.
Saat melakukan antiseptik tangan dengan sabun antimikroba,
tangan dan lengan dicuci selama 2-6 menit. Pencucian lama (>10
menit) tidak dibtuhkan.
Saat melakukan antiseptik dengan cairan berbahan dasar alkohol,
gunakan instruksi dari produsen. Cuci dahulu tangan dan lengan
dengan sabun nonantimikroba kemudian keringkan. Setelah
menggunakan cairan berbahan dasar alkohol, biarkan kering
dahulu sebelum memakai sarung tangan steril.
Sarung Tangan dan Barrier Pelindung
Risiko terjadinya transfer patogen saat operasi sangat tinggi. Risiko baik
dari pasien maupun tim bedah harus dikurangi dengan pemakaian barrier
pelindung seperti sarung tangan bedah. Pemakaian sarung tangan dua lapis akan
memberikan perlindungan yang lebih dan semakin mengurangi risiko
kontaminasi. Review Cochrane pada 2002 menyimpulkan bahwa penggunaan dua
lapis sarung tangan lateks mengurangi risiko infeksi secara signifikan.
Kemungkinan robekan sarung tangan pada pemakaian satu lapis adalah 15%,
sementara pada pemakaian dua lapis adalah 5%.
OSHA menyarankan bahwa peralatan perlindungan harus dapat dengan
mudah diakses di lingkungan kesehatan, dan hal ini telah menjadi bagian dari
standar OSHA dalam pencegahan pajanan patogen darah pada 1992. Salah satu
bagian standar tersebut adalah implementasi aturan universal CDC untuk
mencegah transmisi dari HIV, virus hepatitis B dan patogen darah lainnya. Aturan
ini mengharuskan pemakaian barrier protektif seperti sarung tangan, apron,
masker dan goggle untuk mengurangi risiko pajanan kulit pekerja kesehatan
terhadap material yang memiliki potensi infeksi.
Standar dari barrier pelindung adalah tanggung jawab dari Center for
Devices and Radiological Health. Standar FDA mengatur tentang kekuatan
minimal, proteksi dan resistensi terhadap cairan. Rekomendasi CDC yang terbaru
adalah menggunakan baju operasi dan tirai yang resisten terhadap penetrasi cairan
dan tetap efektif bila barrier basah.
Standar ini terbukti efektif, namun hanya sedikit penelitian yang
memberikan data pasti mengenai perbandingan antara berbagai tipe tirai.
Metaanalisis dari 5000 kasus bedah mengindikasikan bahwa tirai adhesif
meningkatkan risiko SSI, sementara tirai berlapis iodin tidak memilik efek yang
berbeda.
Ketaatan pekerja kesehatan terhadap aturan-aturan ini merupakan suatu
tantangan tersendiri. Diperlukan proses edukasi yang ditujukan pada anggota tim
OR, terutama mengenai pemakaian pelindung mata dan pemakaian sarung tangan
dua lapis. Hal ini penting untuk menurunkan insidensi pajanan darah dan cairan
tubuh lainnya.
Profilaksis Antimikroba
SSI biasanya dapat ditegakkan beberapa jam setelah kontaminasi. Ini
adalah golden periode di mana pemberian antibiotik sangat efektif. Pemberian
antibiotik sebelum kontaminasi dapat berguna namun tidak begitu signifikan.
Pemilihan antibiotik kerja cepat dan berspektrum sempit dapat dipertimbangkan
untuk mengatasi patogen yang biasanya menjadi etiologi SSI.
Prinsip dari pemilihan antibiotika profilaksis adalah (1) pilihan jenis
antibiotik yang tepat, (2) pemilihan waktu pemberian yang tepat dan (3) durasi
pemberian yang terbatas setelah operasi.
Ketika pasien memiliki indikasi antibiotik preoperatif, maka pemberian
obat single dose sebelum insisi biasanya sudah mencukupi. Dosis perlu
ditingkatkan bila pasien mengalami obesitas. Dosis kedua hanya diindikasikan
bila prosedur bedah melewati waktu dua kali lipat dari waktu paruh obat atau bila
terjadi kehilangan darah masif. Profilaksis setelah 24 jam tidak direkomendasikan.
Pemberian antibiotika sesuai indikasi telah diterima sebagai salah satu
langkah pencegahan SSI. Pemberian antibiotika profilaksis juga terbukti efektif
dari segi ekonomi baik bagi rumah sakit maupun pasien. Tim perawatan
perioperatif bersama ahli anestesi bertugas untuk memonitor pemberian
antibiotika preoperatif.
Tindakan Preventif Nonfarmakologis
Beberapa penelitian telah mengkonfirmasi bahwa berbagai langkah
nonfarmakologis, seperti maintenance normothermia perioperatif fan pemberian
oksigen perioperatif, efektif dalam pencegahan SSI.
Normothermia Perioperatif
Penelitian pada 1996 menunjukkan bahwa pasien yang dihangatkan
sebelum menjalani prosedur bedah kolorektal mengalami penurunan angka
infeksi. Hasil ini kemudian dikonfirmasi oleh studi kohort observasional
mengenai peningkatan SSI pada pasien hipotermia. Penelitian dengan 421 pasien
pada tahun 2001 menemukan bahwa penghangatan pasien sebelum prosedur
jangka pendek (operasi mammae, varises atau hernia) menurunkan infeksi
(p=0.001) dan keparahan luka (p=0.007).
Cara yang paling aman dan efektif untuk mencegah hipotermia adalah
menggunakan selimut penghangat pada bagian atas atau bawah badan pasien.
Selain itu juga dapat digunakan matras penghangat khusus dan pemberian selimut
aluminium. Pemberian cairan IV yang dihangatkan juga bisa dilakukan. Seluruh
cairan yang dipakai untuk irigasi harus minimal sedikit lebih hangat dari suhu
tubuh. Pemasangan alat penghangat di atas lapangan operasi dapat bermanfaat
pada pasien bayi. Penggunaan penghangat pada gas inhalasi mesin anestesi juga
dapat membantu kontrol suhu tubuh pasien selama operasi.
Suplemen Oksigen Perioperatif
Destruksi oksidatif adalah sistem pertahan tubuh yang paling penting
terhadap patogen dari prosedur bedah. Respon tubuh ini bergantung pada tekanan
oksigen di jaringan yang terkontaminasi. Cara yang mudah untuk meningkatkan
tekanan oksigen adalah peningkatan FiO2. Suplemen oksigen perioperatif (FiO2
diatur menjadi 80%) akan dengan signifikan mengurangi efek pengurangang
fagositosis oleh agen anestesia. Tekanan oksigen pada jaringan luka juga dapat
menjadi ambang ukur risiko SSI.
Penghindaran Transfusi Darah
Hubungan antara transfusi darah dan peningkatan infeksi perioperatif telah
jelas didokumentasikan. Pada penelitian tahun 1997, pasien geriatri fraktur
pinggul yang menjalani repair dan menerima transfusi darah memiliki angka
kejadian infeksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak
memakai transfusi darah (27% vs 15%) dan hasil ini dikonfirmasi dengan analisis
multivariat. Penelitian lainnya menemukan hasil yang serupa pada operasi kanker
kolorektal ; relative risk terjadinya infeksi adalah 1.6 pada transfusi satu hingga
tiga kantong dan 3.6 pada transfusi lebih dari tiga kantong.
Penelitian kohort pada 2003 mengevaluasi mengenai hubungan antara
anemia, transfusi darah dan infeksi perioperatif. Analisis regresi menunjukkan
bahwa transfusi intraoperatif dengan PRC adalah faktor risiko independen untuk
terjadinya infeksi perioperatif (OR 1.06; CI 1.01-1.11; p > 0.0001). Transfusi
lebih dari empat kantong menyebakan peningkatan risiko infeksi sebesar sembilan
kali lipat (CI 5.74-15.00, p< 0.0001)
Kontrol Glikemik Ketat
Hiperglikemia adalah hal yang biasa terjadi dalam keadaan stres
fisiologis, ICU dan OR. Kontrol glikemik ketat dengan menggunakan terapi
insulin intensif dan monitoring glukosa berkala terbukti dapat menurunkan angka
infeksi di ICU dan sekarang telah menajdi standar dalam perawatan kritis dan
intraoperatif. Hal ini berhubungan dengan penurunan mortalitas pada pasien kritis.
Efek ini tidak terbatas pada diabetes saja. Bukti yang ada malah menunjukkan
bahwa pasien nondiabetes akan mendapat keuntungan dari kontrol glikemik yang
lebih baik dibandingkan dengan pasien diabetes.
Seberapa ketat kontrol glikemik yang dilakukan masih menjadi bahan
pertanyaan. Terapi insulin intensif IV memiliki risiko hipoglikemia walaupun
kecil, namun risiko ini dapat dicegah dengan monitoring kontinyu dari glukosa
darah.
Prosedur Pembersihan
Lantai dan Dinding
Walaupun pembersihan OR telah menjadi bagian rekomendasi, namun
prosedru yang tepat dan optimal dalam pembersihan masih belum dianalisis
dengan kritis.
Hanya ada sedikit penelitian yang mencari hubungan antara kontaminasi
permukaan OR dan risiko SSI. Pada satu penelitian studi kontrol, ruangan grup
kontrol dibersihkan dengan agen germisida dan di-wet vacuum sebelum kasus
pertama dan antar tiap kasus, sementara ruangan grup eksperimen hanya
dilakukan pembersihan kasat mata. Tiap ruangan dibersihkan secara total setiap
terjadi kontaminasi. Koloni bakteri yang didapatkan pada lantai lebih rendah pada
kelompok kontrol, namun jumlah bakteri pada permukaan horizontal tidak ada
perbedaan. Angka infeksi luka sama pada kedua grup.
Penelitian lainnya menemukan bahwa disinfektan lantai hanya mengurangi
populasi bakteri selama 2 jam, kemudian jumlah bakteri akan kembali ke kadar
sebelum dibersihkan saat staf masuk kembali ke OR.
Walaupun lantai OR terkontaminasi, angka penyebaran bakteri via udara
masih rendah. Namun diduga bahwa bakteri yang berada di lantai tidak
berhubungan dengan kejadian SSI. Kesimpulannya adalah pembersihan lantai OR
antara kasus terkontaminasi dan yang tidak nampaknya tidak diperlukan.
Menurut guideline dari CDC mengenai pencegahan SSI, bila terdapat
bahan kontaminan yang kasat mata pada permukaan atau peralatan yang
didapatkan selama proses operasi, maka disinfektan yang telah disetujui oleh EPA
(Environmental Protection Agency/Badan Perlindungan Lingkungan) harus
digunakan untuk dekontaminasi pada daerah yang terkena sebelum operasi
berikutnya dilakukan. Aturan ini berkesinambungan dengan aturan OSHA di
mana seluruh peralatan dan lingkungan ruang OR dibersihkan dan
didekontaminasi setelah ada kontak dengan darah atau material infeksius lainya.
Disinfeksi setelah kontaminasi atau setelah operasi terkahir di ruangan OR
tertentu adalah suatu tindakan yang logis namun belum ada data yang mendukung
keefektifannya. Wet-vaccume pada lantai dengan disinfetan EPA-approved harus
dilakukan rutin setelah operasi terakhir.
Kasus Kotor
Tindakan bedah diklasifikasikan menjadi empat kelompok berdasarkan
epidemiologi SSI :
Operasi bersih adalah kasus-kasus elektif di mana tidak ada akses ke
traktus GI ataupun respiratorius, dan tidak ada break atau pergantian
teknik operasi. Angka infeksi pada kelompok ini adalah 3%.
Operasi bersih-kontaminasi adalah kasus elektif di mana traktus GI
dan/atau respiratorius diakses, atau terdapat break teknik ke teknik
aseptik. Angka infeksi pada kelompok ini adalah 10%.
Operasi kontaminasi adalah kasus di mana ada luka trauma yang
baru/fresh atau adanya tumpahan isi traktus GI.
Operasi kotor atau infeksius adalah kasus di mana ada inflamasi
bakteriali atau bila terdapat pus. Angka infeksi pada kasus ini dapat
mencapai 40%, begitu juga dengan operasi kontaminasi.
Kekhawatiran akan transmisi bakteri ke operasi selanjutnya sering menjadi
alasan adanya pembersihan OR yang rutin dan memakan biaya besar. Namun
hingga sekarang belum ada data yang dapat membenarkan tindakan tersebut. Satu
penelitian malah menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti dari jumlah
bakteri antara OR setelah kasus bersih dan kasus kotor. Banyak badan yang
menyetujui bahwa OR harus dibersihkan terlepas apakah operasinya berupa kasus
bersih maupun kotor. Hal ini dapat diterima dengan alasam :
Setiap pasien dapat menjadi sumber kontaminasi baik bakteri maupun
viral
Sumber utama kedua dari kontaminasi OR adalah staf OR itu sendiri
Kebiasaan yang sering dilakukan pada kasus kotor adalah menaruh kain
pel yang direndam dalam cairan germisida di luar pintu OR, OR dikosongkan
selama beberapa waktu setelah pembersihan dan pemakaian dua perawat di mana
satu berada di luar OR dan satu lagi di dalam. Hal-hal ini tidak ada dukungan
ilmiah.
Biasanya, kasus-kasus kotor dijadwalkan setelah kasus bersih. Hal ini
menjadi hambatan dalam efisiensi sehingga dapat terjadi keterlambatan dalam
penanganan kasus emergensi. Belum ada data yang mendukung suatu prosedur
pembersihan khusus pada OR setelah kasus kotor atau kontaminasi. Peletakan
keset kaki yang diletakkan di luar OR tidak menunjukkan adanya pengurangan
jumlah organisme ataupun risiko SSI.
Manajemen Data dalam OR
Analisis data di OR adalah hal yang esensial dalam memonitor efisiensi
dan memperbaiki kekurangan yang ada. Efisiensi OR dapat dimaksimalkan
dengan memperhatikan beberapa prinsip :
Jumlah OR yang tersedia harus sesuai dengan jumlah OR yang
dibutuhkan
Perawat dan ahli anestesi, bukan ahli bedah, yang bertanggung
jawab dalam pengaturan jadwal operasi
Ahli bedah harus diberikan kebebasan untuk menyesuaikan diri
Ahli bedah harus diberikan block time (jam kerja wajib)
Sistem yang ada harus mendukung proses pertukaran antar operasi
dengan efisien
Perbedaan antara efisiensi dan efektifitas juga harus diperhatikan.
Efektifitas mengacu pada pencapaian tujuan akhir. Efisiensi mengacu pada biaya
dan cost lainnya. Sebuah OR haruslah efisien dan efektif.
Data harus bersifat dapat diakses dan dapat diakses dengan cepat.
Automatisasi dari data OR sangat penting dan harus diintegrasikan ke sistem
informasi kesehatan institusional (health information system/HIS). Data rumah
sakit mengenai alur kerja, satf, pola rujukan dan bahkan parkir dapat menjadi
informasi penting untuk kemajuan efisiensi dan efektifitas OR.
Penjadwalan OR
Penjadwalan OR harus dirancang agar dapat mencakup seluruh aspek
operasional dari OR, termasuk pasien, sumber daya, ruangan dan staf. Aspek-
aspek ini harus terintegrasi penuh dengan HIS dan dengan memperhatikan juga
unsur-unsur seperti finansial, manajemen material, rekam medis elektronik,
radiologi, patologi, perawatan, ruangan IGD, VK, bank darah dan instalasi
farmasi.
Salah satu hal yang paling penting dari sebuah sistem penjadwalan OR
yang baik adalah dapat dilakukannya penukaran kasus operasi yang bersifat
informed. Hal ini penting karena berkaitan dengan kacaunya jadwal operasi bila
ada kasus yang membatalkan operasi pada saat-saat terakhir. Apabila hal ini telah
dapat dilakukan, maka OR dapat memaksimalkan efisiensinya.
Sistem informasi yang memprediksi dan mengisi jadwal yang tidak
terduga telah dipakai pada industri transportasi dan manufacturing. Di masa yang
akan datang, teknologi terseut dapat dipakai untuk penjadwalan OR
terkomputerisasi.
Peningkatan Kualitas
Kunci dari peningkatan efisiensi OR adalah peningkatan produktivitas.
Standarisasi dari prosedur-prosedur internal akan mengurangi keterhambatan.
Komputerisasi akan mempercepat alur informasi sehingga peningkata secara
kontinyu dari sistem dapat dilakukan. Sebelum suatu peningkatan dapat
diimplementasikan, perubahan yang dilakukan sebaiknya diujicoba terlebih
dahulu dengan skala kecil. Ini membutuhkan kolaborasi di mana grup yang
diujicoba harus mempelajari cara berencana, melakukan, menilai dan bertindak
(plan, do, check and act/PDCA) yang dikenal dengan siklus PDCA. Selama siklus
PDCA, tim didorong untuk membentuk startegi dan berkomunikasi mengenai
variasi solusi dan perubahan-perubahan yang dapat dilakukan. Perubahan yang
direncanakan kemduian diujicoba, dievaluasi dan segera diterapkan bila terbukti
efekti. Keberhasilan siklus PDCA ini bergantung pada tim bedah yang harus
terintegrasi, memiliki komunikasi yang baik dan rasa saling menghormati.
Adanya tim seperti ini akan menjamin suatu OR menjadi aman, efisien dan
efektif.
top related