transfer teknologi bukan paksaan tetapi ... · web viewspd motor (supra x) 100 2. mobil (avanza)...
Post on 13-Nov-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TRANSFER TEKNOLOGI BUKAN PAKSAAN TETAPI KEHARUSAN
Yatna Yuwana Martawirya
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Kelompok Keahlian Teknik Produksi Mesin,
Institut Teknologi Bandung, Jln Ganesha 10, Bandung, Indonesia, 40132
e-mail: yatna@tekprod.ms.itb.ac.id
ABSTRAK
Tulisan ini merupakan gagasan profesional yang dapat diterapkan di Indonesia berhubungan
dengan strategi peningkatan kebisaan sumber daya manusia (SDM). Seperti yang kita lihat
dan kita alami bersama, sangat sulit untuk menumbuhkan industri manufaktur di negara ini,
padahal industri manufaktur adalah salah satu bidang industri yang dapat memberikan nilai
tambah yang tinggi pada produk yang dibuat. Di sisi lain, ada hal yang kurang diperhatikan,
yaitu pengumpulan Knowledge and Know How (KKH) yang saat ini kita kuasai, tetapi tanpa
ada strategi untuk pengembangan dan pengelolaan yang baik, dikhawatirkan akan hilang
bersama semakin menurunnya aktivitas industri tertentu ataupun adanya pindah tangan
kepemilikan ke industri prinsipal, misalnya industri otomotif, industri gas, demikian pula
dengan industri batu bara dan minyak. Metode yang diajukan adalah dengan penyusunan
“kebisaan” (keprofesian) secara strategis sehingga menuntut setiap industri untuk
meningkatkan kebisaan SDM yang dimiliki sampai setinggi mungkin, sampai yang
bersangkutan pensiun. Konsep internal training yang saling menguntungkan antara
perusahaan, senior SDM dan yunior SDM diperkenalkan. Konsep ini, bersama-sama dengan
perancangan jenjang karir bagi SDM, dapat digunakan sebagai pedang bermata dua, di satu
sisi memberikan hak dan tuntutan kepada perusahaan, dan di sisi yang lain memberikan hak
dan tuntutan kepada SDM. Contoh rancangan tentang materi pelatihan dan tuntutan performa
diberikan untuk satu jenjang tertentu di jalur tertentu. Pendekatan ini diyakini dapat
diterapkan di semua jenis bidang bisnis, seperti indutri manufaktur, industri energi, bisnis
pendidikan, bisnis layanan (misalnya, rumah sakit) dan sebagainya. Pada semua bidang
tersebut, sudah pernah diuji-cobakan/diimplementasikan. Diharapkan, dengan adanya
dukungan kebijakan nasional akan dapat dijadikan landasan bagi industri untuk menuntut
peningkatan kebisaan ke industri prinsipal, dan apa yang dicita-citakan dapat dipercepat
pencapaiannya.
PENDAHULUAN
Bagi orang yang berkecimpung di dunia manufaktur atau teknik produksi mesin, tentu
akan merasa prihatin melihat dunia manufaktur di Indonesia. Semua industri yang berinduk
pada industri prinsipal (yang biasanya terletak di negara asalnya) telah tumbuh menjadi
“dinosaurus”. Sebaliknya, industri lokal yang mulai tumbuh dari kelas “kambing” menjadi
kelas “sapi” akan segera disantap atau, paling tidak, dibunuh atau dimusnahkan oleh
dinosaurus-dinosaurus yang ada. Apa yang salah di negara ini?
Kalaupun ada yang ingin memperbaiki kondisi tersebut, dari mana harus memulai dan
oleh siapa? Ujung-ujungnya, yang terjadi adalah saling menyalahkan sehingga tidak pernah
ada satu penyelesaian yang elegan, yang saling menghargai semuanya dalam kemitraan
global tanpa ada paksaan dan misi untuk mengumpulkan ilmu pengetahuan dan
mencerdaskan bangsa, universal education, dapat tercapai.
Tulisan ini merupakan salah satu pemikiran yang mungkin terlewat untuk diamati,
mungkin juga akan ada yang melihatnya sebagai alternatif lain dari alternatif-alternatif yang
selama ini ada, baik yang sudah diimplementasikan ataupun yang belum. Yang jelas, tulisan
ini merupakan gagasan yang terkumpul dengan sendirinya berdasarkan pengalaman penulis
dalam membantu industri-industri di Indonesia.
Secara umum, produksi mempunyai bermacam arti, misalnya produksi benda-benda
industri, produksi perangkat lunak (software), produksi energi, dan sebagainya. Pada tulisan
ini, contoh-contoh ilustrasi agak meluas mencakup industri/bisnis pendidikan, energi dan
lainnya, sekadar untuk memperlihatkan bahwa konsep yang digunakan sebenarnya dapat
diterapkan di jenis industri manapun.
Produksi dapat diartikan sebagai kegiatan untuk meningkatkan atau menciptakan nilai
suatu benda/produk dengan masukan berupa faktor-faktor produksi, sehingga menjadi suatu
produk sebagai keluarannya. Produksi sebagai suatu sistem dapat diperlihatkan pada Gambar
1.
§
Gambar 1. Pengertian Umum Produksi
Untuk dapat memiliki suatu produk, konsumen harus membayar harganya. Harga tersebut
ditentukan oleh 4 aspek :
- fungsi dan kualitas produk,
- ongkos produksi + ongkos purna produksi,
- jumlah pesanan dan waktu penyerahan yang diminta, serta
- keuntungan yang diminta perusahaan.
Jika ditinjau dari harga, maka dapat dikemukakan suatu parameter yang disebut nilai
tambah (added value), yang dapat digunakan untuk mengukur kenaikan nilai suatu produk
dibandingkan dengan ongkos/biaya produksinya, yaitu:
NILAI TAMBAH = HARGA JUAL - ONGKOS PRODUKSI
Nilai tambah ini sebagian berupa keuntungan perusahaan, sedangkan sebagian lainnya berupa
keuntungan yang dinikmati masyarakat, yang dapat menunjang kesejahteraan sosial.
Pada Tabel 1, dapat dilihat perbandingan harga beberapa jenis produk untuk setiap
gram berat. Harga-harga tersebut merupakan hasil survei terkini, 9 Juni 2010, yang dilakukan
untuk mempersiapkan tulisan ini, dan dapat digunakan sebagai gambaran mengenai seberapa
besar peningkatan nilai tambah dapat terjadi pada berbagai jenis produksi. Sebenarnya,
harga-harga pada tabel tersebut lebih sesuai untuk disebut sebagai hasil bertanya kanan - kiri,
dibandingkan dengan hasil survei yang sebenarnya.
BIDANG INDUSTRI PRODUK HARGA(Rp)*
Pertanian dan Peternakan 1. Beras 6
2. Telor 10
3. Susu 8
4. Daging 7
Industri Logam 1. Besi Cor 25
2. Baja 50
3. Aluminium 60
4. Tembaga 80
Industri Otomotif 1. Spd Motor (Supra X)
100
2. Mobil (Avanza)
150
Industri Elektronika 2. Camcorder DVD
14,000
3. Blackberry Bold
36,000
Industri Energi 1 Gas 7* Harga di tahun 2010
Tabel 1. Harga Setiap Gram Produk
Industri otomotif, seperti sepeda motor dan mobil, seperti diketahui, komponen-
komponennya terbuat dari logam, karet, dan plastik. Namun, setelah menjadi produk
otomotif, per satuan beratnya (per gram), harganya akan meningkat antara 3 sampai 12 kali
lipat dari harga material logam. Jelas terlihat adanya peningkatan nilai atau nilai tambah, dari
material logam ke produk-produk otomotif. Peningkatan nilai tambah yang besar terlihat dari
harga per gram produk-produk elektronika. Sama halnya dengan produk manufaktur
otomotif, produk elektronika juga terbuat dari logam, plastik (sebagian besar), karet, dan
gelas, walaupun di dalamnya memang ada logam-logam mulia yang relatif mahal harganya.
Peningkatan nilainya bisa lebih dari 1000 kali, luar biasa!
Untuk meningkatkan nilai (memberikan nilai tambah) pada produk, faktor dominan
yang berperan adalah tingkat “kebisaan” manusianya dan tingkat teknologi (peralatan
produksi dan metode/proses produksi) yang digunakan. Secara tidak langsung, sebenarnya
teknologi juga dipengaruhi oleh kebisaan manusianya dalam mengembangkan peralatan dan
metode berproduksi, walaupun uang/modal lebih berperan secara langsung.
Sampai di sini, mulai agak jelas bahwa pengembangan “kebisaan” manusia
merupakan faktor yang memegang peranan besar dalam kemampuan suatu negara untuk
memberikan nilai tambah pada produk. Apakah pengembangan kebisaan hanya dapat
dilakukan melalui jalur pendidikan formal? Bagaimana merancang pendidikan sepanjang
hayat? Marilah pembahasan kita berpindah dahulu ke strategi pengembangan kebisaan, yang
dapat dimulai dengan membahas cara pandang terhadap kebisaan, kemudian konsep P3JJ
(Profesi dengan 3 Jalur Berjenjang), teknik penjenjangan, dan terakhir, pelatihan dan
peningkatan kemampuan sumber daya manusia (SDM).
PEMBAHASAN
Cara Pandang Terhadap Kebisaan (Profesi)
Gambar 2 memperlihatkan hubungan antara 3 (tiga) buah sumbu, yang masing-masing
menyatakan suatu lahan. Sumbu tegak menyatakan lahan bisnis, tempat tumbuhnya pohon-
pohon bisnis seperti pendidikan, engineering, konstruksi, transportasi dan sebagainya. Sumbu
horizontal memperlihatkan lahan pekerjaan, proses, fungsi, atau aktivitas.
Gambar 2. Hubungan antara Lahan Bisnis-Pekerjaan-Profesi (Kebisaan)
Pada bisnis pendidikan, hanya sebagai contoh, terdapat pohon pekerjaan yang
berhubungan dengan pengelolaan sumber daya, yaitu kepegawaian, keuangan dan
sebagainya; Design/engineering/planning yang berhubungan dengan perencanaan kurikulum
dan perencanaan strategis; serta pohon pekerjaan akademik yang berhubungan dengan
penjadwalan kuliah, pembuatan Satuan Acuan Pembelajaran (SAP), perkuliahan dan
sebagainya.
Satu sumbu yang lain, yang sebenarnya digambarkan dengan orientasi tegak lurus
pada kedua sumbu sebelumnya (arah transversal), menyatakan lahan Profesi (Kebisaan).
Misalnya, pada bisnis pendidikan di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD), terdapat
pohon kebisaan pendukung seperti pohon administratif, akuntansi, teknisi dan sebagainya dan
pohon keahlian teknik seperti mesin propulsi, perancangan mesin, teknik produksi dan
sebagainya. Lahan yang terakhir inilah yang menuntut untuk dikembangkan secara sistematis
agar tenaga kerja Indonesia mampu memberikan nilai tambah yang setinggi-tingginya pada
produk.
Tahapan dalam pembuatan produk secara sederhana dapat dinyatakan sebagai berikut,
tahap perancangan produk, perancangan komponen, perancangan metoda produksi,
perancangan peralatan produksi, dan proses manufakturing. Masalah utama di industri
otomotif yang sudah dikuasai oleh industri-industri prinsipal, biasanya industri di Indonesia
hanya dilibatkan di tahap yang terakhir, yaitu proses manufakturing. Tahapan lainnya
dilakukan di industri prinsipal, di negara tempat industri prinsipal tersebut berada.
Dari segi kebutuhan tenaga kerja, pada tahap proses manufakturing lebih banyak
membutuhkan tenaga operator dan teknisi daripada tenaga insinyur. Kesalahan yang fatal
adalah adanya cara/sudut pandang yang meletakkan tingkatan tenaga operator dan teknisi di
bawah insinyur, dan insinyur di bawah tenaga manajerial, seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 3.
Gambar 3 Letak Kebisaan Operator/Teknisi-Insinyur-Manajerial
Peletakan atau penjenjangan ini tentunya berhubungan pula dengan penjenjangan dalam
remunerasi. Yang lebih penting dari anggapan ini, adalah bahwa (1) seakan-akan tenaga
operator/teknisi adalah tenaga level bawah yang pengembangan karirnya tidak terlalu perlu
untuk diperhatikan, (2) jika tenaga operator/teknisi ingin naik ke jenjang yang lebih tinggi,
mereka harus menjadi insinyur, (3) demikian pula dengan insinyur yang ingin naik ke jenjang
lebih tinggi, mereka harus pindah ke profesi manajerial.
Kondisi ini menyebabkan industri tidak akan pernah mempunyai tenaga terampil,
operator atau teknisi, dan juga insinyur pada jenjang yang tinggi. Seakan-akan jalur
manajerial adalah segala-galanya dan ke sanalah orang harus menuju.
Gambar 4. Dengan Sudut Pandang Baru, Operator/ Teknisi-Keinsinyuran-Manajerial, masing-masing
merupakan jalur kebisaan yang berbeda.
Seandainya penjenjangan tersebut kita lihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dengan
orientasi diputar 90 derajat, maka akan terlihat hamparan kebisaan yang sangat luas, seperti
diperlihatkan pada Gambar 4.
Pada cara pandang baru, Operator/Teknisi-Keinsinyuran-Manajerial, masing-masing
merupakan jalur atau pohon besar yang berbeda yang ketiga-tiganya dapat dikembangkan
sampai setinggi mungkin di sepanjang hayat para pengembannya atau para “pemanjatnya”.
Cara pandang inilah yang mendasari pengembangan Konsep P3JJ.
Konsep P3JJ (Profesi dengan 3 Jalur Berjenjang)1
Dalam pola pengembangan sumber daya manusia P3JJ, pengembangan dibedakan
dalam tiga jalur berbeda. Pembagian ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengembangan 1 Jika ingin mempelajari konsep ini secara lebih mendalam, silahkan membaca buku: Taufiq Rochim, Pola Dasar Pengembangan SDM P3JJ, Profesi Dengan 3 Jalur Berjenjang, Penerbit ITB, 2005
kebisaan pada masing-masing jalur memerlukan penekanan yang berbeda. Pengembangan
kebisaan pada jalur operating, lebih menekankan pada pengembangan keterampilan
(motorik) dengan pengembangan pengetahuan yang sifatnya implementasi. Pengembangan
kebisaan pada jalur utilizing, lebih menekankan pada kemampuan analisis, daya nalar,
pemanfaatan, dengan keterampilan motorik secukupnya. Sedangkan pengembangan kebisaan
pada jalur managing, lebih menekankan pada kemampuan pengelolaan sumber daya. Ketiga
jalur tersebut masing-masing mempunyai jenjang, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.
Pada jenjang yang setara, untuk ketiga jalur, masing-masing diberi penamaan yang
setara juga. Misalnya, Chief Manager setara dengan Chief Engineer, dan setara dengan Chief
Technician. Dengan penamaan yang setara, disarankan penghargaannya (baca: gajinya) juga
setara. Jenjang terendah dari jalur operating, bisa dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), memang lebih rendah dibandingkan dengan jenjang terendah pada jalur utilizing,
yang biasanya lulusan S1. Jenjang terendah pada jalur managing lebih tinggi daripada jenjang
terendah dua jalur lainnya.
Jenjang pada ketiga jalur tersebut adalah penjenjangan kebisaan yang ada di industri.
Jenjang pendidikan formal, D1, D2, D3, D4, S1, S2, S3 di dalam konsep ini digunakan
sebagai entry level untuk memasuki jenjang yang ada di industri. Kebisaan di setiap jenjang
di industri harus disusun secara baik dan, yang lebih penting, secara “manusiawi” artinya
dapat dicapai oleh manusia normal. Jadi, bukan disusun secara “setani”. Pendidikan S3 yang
merupakan jenjang tertinggi di pendidikan formal, adalah bukan segala-galanya. Kalau boleh
menamakan sendiri, di industri masih ada yang setara jenjang S4, S5, S6 dan seterusnya.
Kebisaan-kebisaan di setiap pohon profesi dan di setiap jenjangnya inilah yang harus
dirancang untuk pendidikan sepanjang hayat
Gambar 5. P3JJ (Profesi dengan 3 Jalur Berjenjang)
Teknik Penjenjangan
Untuk membahas teknik penjenjangan, perlu dipilih satu jalur di antara ketiga jalur yang ada
sebagai fokus bahasan. Di sini, dipilih jalur Pemanfaat. Performa Pemanfaat (engineers,
researchers, trainers, teachers, etc.) dapat diukur berdasarkan kriteria seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 6. Sebagai catatan, yang dijenjangkan di sini adalah hard
competency bukan membahas soft competency.
Gambar 6. Matriks Dasar SDM untuk Jalur Pemanfaat
Bagi setiap jenjang, digunakan kombinasi dari tiga kriteria untuk menyederhanakan
teknik penjenjangan dan juga sebagai ukuran bagi evaluasi performa. Ketiga kriteria tersebut
adalah Knowledge & Skill, Transfer of Knowledge, dan Assignment & Authority. Dari gambar
tersebut, terlihat bahwa berdasarkan Knowledge & Skill, kebisaan SDM dapat dijenjangkan
mulai dari jenjang terendah ke tertinggi sesuai urutan basic-specific-system-optimization-
advance-integration. Sedangkan berdasarkan Transfer of Knowledge, jenjangnya adalah
learning-assisting-tutoring-advising. Yang terakhir, berdasarkan Assignment & Authority
jenjangnya adalah operating-supervising-managing-directing.
Selanjutnya, untuk setiap pohon profesi, kebisaan ini harus diterjemahkan dalam
bentuk kemampuan atau kompetensi yang harus dikuasai oleh SDM. Untuk itu, di setiap
jenjang dari setiap pohon profesi, perusahaan juga harus memberikan fasilitas dengan
pelatihan/pembelajaran yang diperlukan oleh SDM. Yang harus diingat, hak dan kewajiban
antara SDM dan perusahaan harus seimbang. Jenjang karir tersebut juga harus dirancang
mulai dari usia termuda yang masuk kerja sampai dengan batas usia pensiun.
Pelatihan & Peningkatan Kemampuan SDM
Sebagai contoh, pada perusahaan minyak dan gas, peralatan dengan teknologi tinggi
dan rumit memerlukan kualifikasi tingkat tertentu dari operator yang mengoperasikannya.
Proses-proses berbahaya yang disebabkan oleh adanya tekanan tinggi serta material proses
yang mudah terbakar tidak memberikan ruang bagi operator untuk melakukan kesalahan
dalam pengoperasian agar tidak terjadi kecelakaan yang fatal. Semua aspek tersebut menuntut
usaha yang memadai bagi usaha untuk mempersiapkan operator yang memenuhi kualifikasi.
Gambar 7. Program Benefit CircleJelas terlihat bahwa penyiapan dan pengembangan operator yang memenuhi
kualifikasi adalah titik kritis dalam menjalankan train produksi. Pelatihan dan peningkatan
secara berkesinambungan bagi operator akan memberikan keuntungan langsung pada
perusahaan. Dengan perencanaan yang cerdas, biaya untuk aktivitas tersebut dapat
diminimalkan dengan melaksanakan program pelatihan yang berbasis pada hubungan yang
saling menguntungkan antara ketiga pihak, yaitu perusahaan, operator berpengalaman tinggi,
dan operator baru atau yunior. Program yang saling menguntungkan ini diperlihatkan pada
Gambar 7.
Perusahaan akan memperoleh keuntungan langsung dari senior operator dalam dua
bentuk, pertama, jaminan akan kelangsungan operasi dan jaminan untuk mengatasi masalah
yang ada, serta keberlangsungan pelatihan internal dari operator berpengalaman lebih tinggi
kepada operator yang berpengalaman lebih rendah dan pembuatan manual teknis. Operator
berpengalaman juga akan memperoleh keuntungan dari perusahaan melalui pemberian status
yang lebih tinggi dan penghargaan/remunerasi yang lebih tinggi juga, serta sikap hormat dari
operator yang lebih muda. Sedangkan operator muda akan memperoleh keuntungan karena
keterampilannya akan terus ditingkatkan dengan bimbingan operator senior dan jaminan akan
kepastian jenjang karir dari perusahaan.
Pengetahuan dan keterampilan operator yang harus mengoperasikan anjungan minyak
lepas pantai, seperti yang dibahas pada contoh ini, merupakan persyaratan utama untuk
meyakinkan agar anjungan dapat dioperasikan dengan aman. Oleh sebab itu penjenjangan
performa dan kebutuhan akan pelatihan menjadi sangat penting. Contoh untuk tingkatan
Knowledge & Skill bagi semua level operator anjungan lepas pantai, dalam hal ini dirancang
ada 8 (delapan) jenjang, diperlihatkan pada Tabel 2.
Pengetahuan dan keterampilan operator dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu umum,
teknis, dan penunjang. Kode keilmuan yang berhubungan dengan Tabel 2 dijelaskan di dalam
Tabel 3. Sebagai contoh, kode 223, pada Tabel 2 termasuk dalam kelompok kemampuan
teknis tentang process, dan pada Tabel 3, dijelaskan tingkat pengetahuan dan
keterampilannya adalah spesifik, dan target kemampuan yang diharapkan juga spesifik.
Tabel 2 Pengetahuan dan Keterampilan untuk Setiap Jenjang Operator
Tabel 3. Arti dari Kode Pengetahuan dan Keterampilan (sebagian)
Bagi operator dengan jenjang tertinggi di perusahaan tertentu, mungkin tidak ada
operator lain yang dapat memberikan pelatihan kepadanya, dalam hal ini perusahaan
berkewajiban untuk memberikan pelatihan dengan memanggil instruktur dari luar atau
instruktur dari industri prinsipal. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang
sebelumnya sudah dirancang tetapi belum ada di perusahaan tertentu, akan dapat diisi dari
luar, baik dari sumber nasional di luar perusahaan ataupun sumber internasional, dan bisa dari
industri prinsipalnya. Dengan demikian, diharapkan transfer teknologi atau pengetahuan akan
dapat berjalan sesuai rancangan, bukan karena paksaan tetapi karena keharusan.
Rancangan untuk setiap jenjang kebisaan bagi operator memang harus dibuat rinci.
Contoh kasus adalah pada industri minyak dan gas lepas pantai. Pada suatu anjungan
mungkin terdapat peralatan seperti berikut:
- Air Compressor (ACS), Electric Water Heater (EWH),
- Skim Oil Sump (SOS), Diesel Fuel Tanks & Pumps (DFP)
- Electric Generator (EGE), RO Water Maker (RWM),
- Portable Water Tank Pump (PWP), Sump Tank Pump (STP),
- Service Water & Jockey Pumps (SWP), Nitrogen Gen (NGE),
- Well Head (WHD), Gas Compressor (GCP), Hydraulic (HPU),
- Separator (STR), Hypochlorite Generator (HGE)
- Hydrocyclone (HCN), Flare Scrubber (FSR),
- Gas Scrubber (GSR), Pipe Line System (PLS),
- Chemical (CHM), Cooler (CLR), Sewage Treatment (SWT)
- Nitrogen Generator (NGE), Control Room (CTR)
Sebagai contoh, untuk jenjang Operator 2, pada pohon profesi Offshore Platform
Production Operators, rancangan tentang pelatihan, pengalaman, tambahan pengetahuan
serta performa yang harus dicapai diperlihatkan pada Tabel 4.
Grade Training, Experience, Additional Knowledge on:(Specify the main activities which are useful inincreasing the skill)
Performance that should be achieved:(Specify the main performance that can be achieved by the personnel withthe grade concerned)
Operator 2(AssistanceTechnician)
- Operating equipment/machineries with mediocre/average complexity.- Job Assignment; Grade 1 (specific assignmentrelated to technology/process/equipment beingused in the ascending order ofcomplexity/difficulty).- Using Technical Database (volume: mediocre).
Performance aspects: Specific-Learning-Operating- Performing average complexity processes.- Preparing average complexity work- Understanding working procedure (partly specified in detail).- Helping higher technician/operator.- Check liquid from sump pump (STP)- Start/Stop the Unit (ACS)(SOS)(RWM)(PWP)(SWP)(cooler motor, GCP)(pump unit; CHM)- Switch Over the unit (ACS) (EWH)- Preparation for Maintenance- Adjust Pressure Setting of Pump Gas Driven (SOS)- Replace Filters/Membranes (RWM)- Cleaning Tank (PWP),- Adjust (pressure, voltage, current)(flow rate of water pump) (HGE)- Refill Chemical (CHM), Fixing Leakage (CLR),- Check Sample Liquid Oil Content (SOS)- Circulate Diesel Fuel, Coordinate, (DFP)- Log & Record Usage/Gauges/Unusual Condition (DFP) (EGE) (GCP)(RWM) (WHD)- Maintain Chlorine Content or TDS Meter (RWM)- Prepare Unit for Start Up (GCP), Wells Start Up (HPU)- Swab Over Process Cooler and GG Enclosure Vent- Fan- Regulate Drain Condensate (GCP)- Line Up Unit (PWP)- Check Chemical Injection Rate & Pump (CHM)- Check & Monitor All Process Parameters (CTR)- Create Report (CTR), Manage File System (CTR)- Operate DCS (CTR)- Assist Operator 3 in Maintenance of Cell (HGE), Start Up from ControlRoom (FSF), Fixing Leakage (CLR)
Tabel 4. Performa untuk Jalur Operator/Teknisi, jenjang Operator 2, pada Pohon Prefesi Offshore Oil and Gas
Production Industries2
Materi training atau tambahan pengetahuan dan keterampilan ini dapat disusun
berdasarkan modul-modul pembelajaran. Dengan sistematika yang baik, penyusunan
Knowledge & Know How (KKH) akan dapat dilakukan secara sistematis dan ini akan
menjadi intangible asset bagi perusahaan dan akan bermanfaat pula secara nasional. Sebagai
contoh, negara kita pernah menjadi produsen gas terbesar di dunia. Sekarang, tahun ini, mulai
terjadi penurunan. Apakah KKH di bidang ini sudah terkumpul dengan baik? Jika dapat
dikumpulkan dengan baik, kita tidak hanya mampu menjual gas tapi juga mampu
memberikan atau menjual jasa service tentang gas, misalnya O&M (Operation &
Maintenance), TA (Turn Around) dan sebagainya, untuk perusahaan lain di manca negara.2Diambil dari: Yatna Yuwana M dan tim, Final Report: Manpower Assessment of Offshore Gas/Oil Production Operation, Dept. Teknik Mesin - Conoco, 2002
Banyak sekali KKH di Indonesia yang harus dikumpulkan dan dikelola secara
sistematis. Bagaimana caranya? Tugas siapa?
PENUTUP
Agar dapat meningkatkan kesejahteraan sosial, kita harus mempunyai SDM yang bisa
memberikan nilai tambah pada produk. Namun, agar dapat meningkatkan kebisaan SDM,
perlu dirancang jalur kebisaan/profesi yang sistematis dan manusiawi. Selanjutnya, untuk
mengisi peningkatan kebisaan pada setiap jenjang di setiap pohon profesi, perlu disusun
KKH secara sistematis pula.
Secara nasional, kita harus strategis dalam memilih industri atau produk apa yang
akan kita pilih. Strategis, artinya produk tersebut dapat memberikan nilai tambah yang
signifikan bagi peningkatan kesejahteraan sosial, dan secara nasional mampu menyiapkan
SDM sesuai kualifikasi yang diperlukan.
Tidak hanya pendidikan formal yang mempunyai tanggung jawab untuk peningkatan
kemampuan SDM sepanjang hayat, peran perusahaan untuk menyelenggarakan internal
training, dan peran keprofesian untuk menyediakan kebisaan yang tidak dimiliki oleh industri
juga menjadi sangat penting.
Terakhir, sebaiknya KKH secara nasional dikelola oleh badan ataupun institusi yang
mampu menyusun jenjang pada setiap Pohon Profesi secara sistematis, mampu mengisi
modul-modul pembelajarannya, dan mampu mengajarkan maupun menguji kompetensi di
setiap jenjang dan di setiap pohon profesi yang ada. Institusi dengan kemampuan seperti ini,
bolehlah menyebut dirinya sebagai Center of Excellent!
DAFTAR PUSTAKA
Rochim, Taufiq, Pola Dasar Pengembangan SDM P3JJ Profesi Dengan 3 Jalur Berjenjang,
Penerbit ITB, Bandung, 2005
Yuwana M, Yatna dan tim, Final Report: Manpower Assessment of Offshore Gas/Oil
Production Operation, Dept. Teknik Mesin-Conoco, 2002
top related