tonsilitis kronis ky
Post on 05-Apr-2018
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
1/24
BAB 1
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan dari penyakit telinga hidung dan tenggorok terutama pada tonsil dan
adenoid termasuk penyakit yang paling banyak ditemukan pada masyarakat. Keluhan
seperti nyeri tenggorokan, infeksi saluran pernapasan bagian atas yang sering disertai
dengan masalah pada telinga, adalah jumlah terbesar dari pasien yang datang berkunjung
ke fasilitas pelayanan kesehatan terutama anak-anak.1
Infeksi saluran pernapasan atas pada anak-anak merupakan hal yang paling sering
dijumpai oleh dokter umum.2
Keluhan-keluhan infeksi saluran pernapasan atas, sakittenggorok dan penyakit-penyakit telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari
tonsil dan adenoid. Cincin Waldeyer yang tersusun dari jaringan limfoid berperan sebagai
daya pertahanan lokal dan surveilen imun.3 Seperti halnya jaringan limfoid lain, jaringan
limfoid pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak. Pada umur 5
tahun, anak mulai sekolah dan menjadi lebih terbuka kesempatan untuk mendapat infeksi
dari anak yang lain.2
Lokasi tonsil pada saluran pernapasan dan pencernaan menyebabkan ia sering terkena
infeksi atau menjadi fokal infeksi, serta bisa juga membesar dan mengganggu proses
menelan dan atau pernapasan4, sehingga tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan
penyakit yang paling sering dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.5
Radang kronis yang terjadi pada tonsil ini dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi
baik komplikasi ke daerah sekitar atau pun komplikasi jauh.6 Pengobatan definitif pada
tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan tonsil.5
1
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
2/24
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di
bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ.7 Pada tonsil terdapat epitel
permukaan yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta
kripte di dalamnya.7,8
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7
1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae.2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.
4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba
auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina, tonsila
pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk
saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama Cincin
Waldeyer.2,7,8 Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara
dan makanan. Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada
masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang
kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.2,9
Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan,
yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari
luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung
secara anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan jalannya material yang
melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar, sehingga terjadi turbulensi
udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut
dalam proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu
semakin besar.3
2
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
3/24
Palatum molleUvula
Arkus Anterior
Arkus PosteriorTonsil
Gambar 2.1 Penampang Kavum Oris10
2.2 Embriologi Tonsila Palatina
Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan bagian dorsalnya tetap
ada dan menjadi epitel tonsila palatina. Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua
dan ketiga. Kripte tonsiler pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan
kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.11
2.3 Anatomi Tonsila Palatina
Tonsila palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak
pada dinding lateral orofaring dalam fossa tonsilaris. Tiap tonsila ditutupi membran
mukosa dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring.
Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae
tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsila
terdapat sebuah celah intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsila ditutupi selapis
jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsila palatina, terletak berdekatan dengan
tonsila lingualis.9,11,12
1. Serabut Otot
2. Epitel Permukaan
3. Kripte
4. Limfonoduli
Gambar 2.2 Belahan Tonsil10
3
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
4/24
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :9,10,11
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm
dibelakang dan lateral tonsila.
2.4 Vaskularisasi
Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tetapi juga bisa melalui polus cranialis.
Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a. palatina ascendens dan a.
facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica ascendens dan a. palatina
minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari a. carotis eksterna.
Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v. lingualis dan di
sekitar kapsula tonsil membentuk pleksus venosus yang mempunyai hubungan
dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsil dari palatum mole menuju ke bawah
lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus
pharyngealis.
Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan
sebagian besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang
terdapat di dorsal angulus mandibular (lnn. tonsil). Nodus paling penting pada
kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang
angulus mandibulae.
4,9,12
2.5 Innervasi
Innervasi terutama dilayani oleh n. IX (glossopharyngeus) dan juga oleh n. palatina
minor (cabang ganglion sphenopalatina). Pemotongan pada n. IX menyebabkan
anestesia pada semua bagian tonsil (Dandy).4,12
4
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
5/24
2.6 Imunologi
Tonsil merupakan organ yang unik karena keterlibatannya dalam pembentukan
imunitas lokal dan pertahanan imunitas tubuh. Imunoglobulin (Ig G, A, M, D),
komponen komplemen, interferon, lisosim dan sitokin berakumulasi di jaringan
tonsillar. Infeksi bakterial kronis pada tonsil akan menyebabkan terjadinya antibodi
lokal, perubahan rasio sel B dan sel T.11,12
Efek dari adenotonsilektomi terhadap integritas imunitas seseorang masih
diperdebatkan. Pernah dilaporkan adanya penurunan produksi Imunoglobulin A
nasofaring terhadap vaksin polio setelah adenoidektomi atau adanya peningkatan
kasus Hodgkins limfoma.1 Namun bagaimanapun peran tonsil masih tetap
kontroversial dan sekarang ini belum terbukti adanya efek imunologis dari
tonsilektomi.11,12
2.7 Tonsilitis Kronis
2.7.1 Definisi
Keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang umumnya didahului
oleh suatu keradangan di bagian tubuh lain, seperti misalnya sinusitis, rhinitis,
infeksi umum seperti morbili, dan sebagainya.13,14
Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak
jarang tonsil tampak sehat. Tapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan
membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan bila
tonsil ditekan keluar detritus.14
2.7.2 Etiologi
Etiologi berdasarkan Morrison yang mengutip hasil penyelidikan dari Commission
on Acute Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General of the
Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang pada masa penyembuhan
tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer
Sreptokokus antibodi dalam serum penderita.
- Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influensa.13
Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :11
5
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
6/24
1. Streptokokus hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influensa
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)
2.7.3 Faktor Predisposisi
1. Rangsangan kronis (rokok, makanan)
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang berubah-ubah)
4. Alergi (iritasi kronis dari alergen)
5. Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan fisik)
6. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.6,13,15
2.7.4 Patologi
Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi
oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi
kripte berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa
tonsil. Pada anak, proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar
submandibula.6,13,15
2.7.5 Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan pernapasan
berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu menelan.6,13,15
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin tampak :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan
ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
6
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
7/24
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-
kadang seperti terpendam di dalam tonsillar beddengan tepi yang hiperemis,
kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.5,13
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur
jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial
kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :12
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
T1 : < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaringT4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
2.7.6 Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 % diagnosa
dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa
sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk,
malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.6,13,15
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian
kripte mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripte-
kripte tersebut. Pada beberapa kasus, kripte membesar, dan suatu bahan seperti
keju atau dempul yang terlihat pada kripte. Gambaran klinis lain yang sering
tampak adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali
dianggap sebagai kuburan dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekretpurulen yang tipis terlihat pada kripte.5,13
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil (swab).
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat
keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus
viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.13,15
7
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
8/24
2.7.7 Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah :
1.Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran yang
menutupi tonsil (tonsilitis membranosa)
a.Tonsilitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang
yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer
antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat
dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi 3
golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum
sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala
lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang
melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah.
Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh,
misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi
kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan
otot pernapasan serta pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
Gambar 2.3 Tonsilitis difteri10
b.Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi dan
kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil,
8
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
9/24
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring
hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula
membesar.
c. Mononukleosis infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang
menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas
yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel
darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).2.Penyakit kronik faring granulomatus
a. Faringitis tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien buruk
karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di tenggorok,
nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.
b. Faringitis luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau
tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh
disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan
perforasi palatum mole dan pilar tonsil.
c. Lepra
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian
menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan
timbulnya jaringan ikat.
d. Aktinomikosis faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa
mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan
ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi
yang lunak.
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri
tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan
serologi, hapusan jaringan atau kultur,X-ray dan biopsi.6,15
9
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
10/24
2.7.8 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah
sekitar atau secara hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.6,14,15,16
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus
dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi
berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus
kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
Gambar 2.4 Abses Peritonsiler10
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening ataupembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal,
adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring
10
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
11/24
Merupakan pengumpulan pus (nanah) dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring
masih berisi kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih atau berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan
tonsil membentuk bahan keras seperti kapur.
2. Komplikasi ke organ jauh
a.Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b.Glomerulonefritis
c.Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d.Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e.Artritis dan fibrositis
2.7.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau
yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis
termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha
untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi(oral). Ukuran jaringan
tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.5
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh
Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan ini juga merupakan tindakan
pembedahan yang pertama kali didokumentasikan oleh Lague dari Rheims (1757).10
11
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
12/24
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu :1
1. Obstruksi :
Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.
Sleep apnea atau gangguan tidur.
Kegagalan untuk bernafas.
Cor Pulmonale.
Gangguan menelan.
Gangguan bicara.
Kelainan orofacial atau dental yang menyebabkan jalan nafas sempit.
2. Infeksi
Tonsilitis kronis (sering berulang).
Tonsilitis dengan :
Abses peritonsiler.
Abses kelenjar limfe leher.
Obstruksi jalan nafas akut.
Gangguan klep jantung.
Tonsilitis yang persisten dengan :
Sakit tenggorok yang persisten.
Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon terhadap
terapi.
Otitis Media Kronis yang berulang.
3. Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.
Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2, yaitu :
1. Indikasi absolut
a. Tonsilitis akut/kronis yang berulang-ulang.
b. Abses peritonsiler.
c. Karier Difteri.
d. Hipertrofi tonsil yang menutup jalan nafas dan jalan makanan.
e. Biopsi untuk menentukan kemungkinan keganasan.
12
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
13/24
f. Cor Pulmonale.
13
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
14/24
2. Indikasi relatif
a. Rhinitis yang berulang-ulang.
b. Ngorok (snorring) dan bernafas melalui mulut.
c. Cervical adenopathy.
d. Adenitis TBC.
e. Penyakit-penyakit sistemik karena Streptokokus hemolitikus
seperti demam rematik. Penyakit jantung rematik, nefritis, dll.
f. Radang saluran nafas atas berulang-ulang.
g. Pertumbuhan badan kurang baik.
h. Tonsil besar.
i. Sakit tenggorokan berulang-ulang.
j. Sakit telinga berulang-ulang.
Secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah:
1.Infeksi berulang 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali
setahun selama 2 tahun, 7 kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk
kerja/sekolah lebih dari 2 minggu dalam 1 tahun karena penyakitnya itu,
2.Hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran nafas atas
(obstruksi,sleep apnea),
3.Abses peritonsiler,
4.Kemungkinan keganasan, baik pembesaran unilateral atau mencari
sumber primer yang tidak diketahui,
5.Hipertrofi yang menyebabkan masalah pencernaan,
6.Tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam,
7.Karier difteri.
Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :
1. Kontraindikasi relatif
a. Palatoschizis,
b. Radang akut, termasuk tonsilitis,
c. Poliomielitis epidemika,
d. Umur kurang dari 3 tahun.
14
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
15/24
2. Kontraindikasi absolut
a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia aplastik,
hemofilia,
b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol seperti diabetes
melitus, penyakit jantung, dan sebagainya.2,5,6,11,17
Gambar 2.5 Keadaan penderita sebelum dan setelah dilakukan Tonsilektomi18
15
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
16/24
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama : Anak Agung Putra Narayana
Umur : 53 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Pendidikan : S1
Alamat : Jln. Nusa Penida gang XXI No.8 Denpasar Pekerjaan : Guide freelance
Tanggal Pemeriksaan : 22 Februari 2010
II. Anamnesis
Keluhan utama : sulit bernafas saat tidur
Penderita datang dengan keluhan sulit bernafas saat tidur sejak 3 bulan terakhir, dan
makin sering 1 minggu ini yang akhirnya membawa pasien untuk berobat ke RS. Sejak
20 tahun yang lalu penderita dikeluhkan oleh istrinya sering ngorok saat tidur.
Penderita juga mengeluhkan pilek dan batuk sejak 3 hari yang lalu. Hidung tersumbat
(+), gangguan suara (-), nyeri sendi (-), gangguan membuka mulut (-), jantung berdebar
(-), gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), penurunan berat badan (-),
bengkak pada leher (-).
Riwayat penyakit dahulu : Penderita sering mengalami sakit tenggorokan disertai
peningkatan suhu tubuh sejak kecil yang menyebabkan penderita sering berobat ke
dokter. Penderita sejak usia 20 tahun menderita amandel dan sudah disarankan untuk
operasi namun penderita menolak dengan alasan takut jika setelah operasi suaranya
hilang. Penderita tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : tidak ada dalam keluarga penderita
mengalami keluhan serupa
Riwayat sosial pribadi dan lingkungan : Keadaan sosial ekonomi keluarga cukup.
Penderita bekerja sebagai guide freelance yang waktu kerjanya tidak tentu, namun sejak
16
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
17/24
3 bulan terakhir penderita banyak mendapat job, dan sering pulang larut. Penderita
merokok 5 batang/hari dan kadang minum alkohol.
III. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
Nadi : 88 kali permenit
Respirasi : 20 kali permenit
Temperatur : 36,8C
Status General
Kepala : normocephali
Muka : simetris
Mata : An -/-, Ict -/-, Rp +/+ isokor
THT : ~ status lokalis
Leher : pembesaran kelenjar -/-
Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur Po : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : distensi -, BU + N, H/L ttb
Ekstremitas : akral hangat
Status Lokalis THT
Telinga kanan/kiri Hidung kanan/kiri
Daun telinga : N/N Hidung luar : N/N
Liang telinga : lapang/lapang Kavum nasi : lapang/lapang
Discharge : -/- Septum : deviasi -
Membran Timpani : intak/intak Discharge : + serous/+ serous
Tumor : -/- Mukosa : hiperemi/hiperemi
Mastoid : N/N Tumor : -/-
Tes pendengaran Konka : kongesti/kongesti
Suara bisik : tidak dilakukan Sinus : nyeri tekan -/-
Weber : Lateralisasi - Koana : N/N
17
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
18/24
Rinne : +/+
Schwabach : N/N
Tes alat keseimbangan: tidak dilakukan
Tenggorok
Dispneu : - Stridor : -
Sianosis : - Suara : normal
Mukosa : merah muda Tonsil : T3/T3
Dinding belakang : postnasal drip Hiperemis +/+
Permukaan tidak rata/tidak rataKripte melebar +/+
Detritus -/-
Fiksasi -/-
IV. Resume
Penderita laki-laki, 53 tahun, Hindu, Bali, datang dengan keluhan sulit bernafas saat
tidur sejak 3 bulan terakhir, dan makin seirng 1 minggu ini yang akhirnya membawapasien untuk berobat ke RS. Sejak 20 tahun yang lalu penderita dikeluhkan oleh
istrinya sering ngorok saat tidur. Penderita juga mengeluhkan pilek dan batuk sejak 3
hari yang lalu. Hidung tersumbat (+). Penderita sering mengalami sakit tenggorokan
disertai peningkatan suhu tubuh sejak kecil yang menyebabkan penderita sering berobat
ke dokter. Penderita sejak usia 20 tahun menderita amandel dan sudah disarankan
untuk operasi namun penderita menolak. Penderita bekerja sebagai guide freelance yang
waktu kerjanya tidak tentu, namun sejak 3 bulan terakhir penderita banyak mendapat
job, dan sering pulang larut. Penderita merokok dan kadang minum alkohol.
V. Diagnosis Diferensial
1. Tonsilitis Kronis
2. Tonsilitis Difteri
3. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulceromembranosa)
4. Mononukleosis Infeksiosa
5. Tonsilitis Akut
18
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
19/24
VI. Diagnosis Kerja
Tonsilitis Kronis
VII. Usulan Pemeriksaan
Biakan swab tenggorok dan tes kepekaan kuman (sensitivity test)
VIII. Rencana Terapi
Pro Tonsilektomi (Cek Laboratorium DL, BT/CT, PTT/APTT)
IX. Prognosis
Bonam
19
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
20/24
BAB 4
PEMBAHASAN
Penderita laki-laki, 53 tahun, Bali, datang dengan keluhan sulit bernafas saat tidur sejak
3 bulan terakhir yang memberat sejak 1 minggu. Sejak 20 tahun yang lalu penderita
dikeluhkan oleh istriya sering ngorok saat tidur. Penderita sering mengalami penyakit
tenggorokan disertai peningkatan suhu tubuh sejak kecil yang menyebabkan penderita
sering berobat ke dokter. Penderita juga telah dianjurkan untuk operasi amandel, namun
penderita menolak.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam batas
normal. Status THT : teling tenang, hidung didapatkan pada kedua hidung discharge
serous, mukosa hiperemi, konka kongesti. Pada tenggorok didapatkan adanya postnasal
drip pada dinding belakang dan ditemukan pembesaran tonsil (T3/T3), hiperemis,
permukaan tidak rata dan pelebaran kripte pada kedua sisi.Diagnosa dapat ditegakkan
dari anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut. Bila memang perlu dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen soft tissue skull lateral.
Terapi yang direncanakan untuk penderita ini adalah tonsilectomy. Hal ini sesuaidengan indikasinya, yaitu infeksi berulang (riwayat batuk pilek kumat-kumatan), ngorok
saat tidur, ada kesulitan bernafas saat tidur. Untuk tindakan operatif ini perlu diberikan
KIE yang jelas ke keluarga penderita, dan bila setuju untuk dilakukan tindakan, maka
perlu dilakukan pemeriksaan lab dan dikonsulkan ke anestesi.
20
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
21/24
DAFTAR PUSTAKA
1. Brodsky, L & Poje, C (2001). Tonsillitis, Tonsillectomy, andAdenoidectomy. Dalam : Bailey, BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1,
third ed. Lippincott Milliams & Wilkins.
2. Pracy, R. et al (1974) Pelajaran Ringkas THT, penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
3. Sudana, W., Indikasi Tonsiloadenoidektomi, Lab/UPF THT FK UNUD
RSUP, Denpasar.
4. Karmaya, N.M.; Sana, I.G.N.P. & Sukardi, E. (1979), Tonsilla Palatina,
Anatomi, Pertumbuhan dan Perkembangannya, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla
Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar
5. Adams, G.L. (1997), Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam
Harjanto, E. dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke6, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
6. Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2001), Penyakit Serta Kelainan Faring dan
Tonsil, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher,
FKUI, Jakarta.
7. Wirawan, S. & Puthra, I.G.A.G. (1979), Arti Fungsionil dari Elemen-
elemen Histologis Tonsil, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan
Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar..
8. Rusmarjono & Kartosoediro, S. (2001), Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta
9. Snell, R.S. (1991) Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, bagian
3, edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
10. Rukmini S. & Herawati S.(1999), Teknik Pemeriksaan Telinga Hidung &
Tenggorok, edisi 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
11. Anonim (2003) The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Lee, K.J.
(eds) Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery, McGraw Hill Medical
Publishing Division, USA.
12. Masna, P.W., Tonsilitis, Tonsilektomi dan Adenoidektomi, Lab/UPF THT
FK UNUD RSUP, Denpasar
13. Oka, I.B. (1979), Tonsillitis, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina
dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.
14. Masna, P.W. (1992) Tonsilitis Kronis, dalam Pedoman Diagnosa dan
terapi Ilmu Penyakit THT RSUP Denpasar, Lab/UPF THT FK UNUD RSUP,
Denpasar.
15. Mansjoer, A. dkk (2001) Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke3, Jilid
pertama, penerbit Media Aesculapius, FKUI, Jakarta.
16. Suardana, W. (1979), Komplikasi Peradangan Menahun Tonsil, dalam :
Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.
21
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
22/24
17. Masna, P.W. (1979), Tonsillectomy & Adenoidectomy, dalam : Masna,
P.W. (ed) Tonsilla Palatina dan Permasalahannya, FK UNUD, Denpasar.
18. Maryland Medical Center Programs (2004), Aftercare-Tonsillectomy,
Akses 12 Mei 2006, Available at
www.umm.edu/surgeries/graphics/tonsillectomy_4.jpg
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
23/24
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Tonsilitis Kronis ini
tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini dibuat sebagai prasyarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Madya pada Bagian/SMF Telinga Hidung Tenggorok FK UNUD/RS Sanglah Denpasar.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis memperoleh banyak bimbingan,
petunjuk dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. A A Sagung Puteri, Sp.THT-KL selaku Kepala Bagian/SMF Ilmu Penyakit
THT FK UNUD/RS Sanglah Denpasar,
2. dr. I D G Arta Eka Putra, Sp.THT-KL selaku pembimbing dalam menyusun
laporan kasus pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit THT FK UNUD/RS Sanglah
Denpasar,
3. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan kasus ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikankepada penulis dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan
laporan kasus ini.
Denpasar, Februari 2010
Penulis
i
-
8/2/2019 Tonsilitis Kronis KY
24/24
top related