the exercise of mawashi geri jodan by kamae-te form
Post on 29-Dec-2016
257 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karate
Kata karate dibentuk oleh dua karakter, yang pertama adalah kara
(kosong) dan lainnya te (tangan). Kata kosong berarti teknik beladiri karate tidak
memerlukan senjata, hanya menggunakan anggota badan seperti tangan dan kaki
sebagai pengganti senjata (Wahid, 2007).
Karate merupakan sebuah metode khusus untuk mempertahankan diri
melalui penggunaan anggota tubuh yang terlatih secara baik dan alami yang
didasari dan bertujuan sesuai nilai filsafat timur. Karate-do merupakan sebuah
seni bela diri yang aslinya berasal dari daerah Okinawa, kemudian dimodifikasi
dan diubah menjadi suatu jalan kehidupan (way of life) oleh Gichin Funakoshi
(Wahid, 2007).
Karate-do menerapkan karate sebagai cara hidup yang lebih dari sekedar
mempertahankan diri serta telah menjadi suatu pedoman dan jalan hidup bagi
setiap praktisinya. Gerakan-gerakan tubuh yang sistematis serta mengikuti kaidah,
arti, makna dan sasaran yang dikandungnya merupakan suatu inti dari aksi
olahraga karate itu sendiri sehingga seluruh gerak dan jiwa ditunjukkan sebagai
satu kesatuan. Kesatuan gerak dan spirit ini menjadi inti dari olahraga karate yang
dikenal dengan nama Karate-do (Rudianto, 2010).
Karate diciptakan sebagai suatu olahraga beladiri yang memegang teguh
sifat kekesatriaan sehingga terbentuk manusia yang mampu dan berani dalam
menghadapi tantangan hidup serta secara alamiah menciptakan tatanan kehidupan
8
bermasyarakat yang berbudaya dan beradab. Oleh karenanya, hakekat olahraga
karate tidak hanya sebatas keterampilan olah gerak beladiri tetapi secara
komprehensif membentuk manusia yang mampu mengendalikan jiwa dan spirit
bagi dirinya yang ditunjukkan dalam kehidupan bermasyarakat (Rudianto, 2010).
Teknik-teknik dalam karate terdiri dari teknik pukulan (tsuki waza), teknik
sentakan (ucki waza), teknik tendangan (ken waza), teknik tangkisan (uke waza),
dan teknik bantingan (nage wasa), (Gambar 2.1). Pada pertandingan kumite,
teknik yang berperan langsung untuk mendapatkan nilai teknik pukulan, teknik
sentakan, dan teknik tendangan (Suharno, 1985).
Gambar 2.1 Pengelompokan Teknik-Teknik Karate (Morris, 1982)
Dalam cabang olahraga karate terdapat beberapa teknik dasar (kihon)
yakni:
a. Tsuki (pukulan)
Pada umunya pukulan ini digunakan untuk teknik puluhan yang lurus kedepan
(chokuzuki), bila lawan berada langsung di depan, lengan disodok lurus ke
depan dan sasaran di pukul dengan buku jari-jari dari kepalan depan. Pada
9
waktu melepaskan pukulan lengan yang memukul diputar kearah dalam.
Adapun tsuki tediri dari beberapa teknik sebagai berikut (Nakayama, 1978):
1) Seiken chokuzuki, adalah kepalan (tinju) bagian depan
2) Oi Zuki /Gyaku Zuki, Ippon adalah pukulan lurus
3) Nukite adalah pukulan dengan jari lurus kecuali ibu jari (tangan terbuka)
4) Tate zuki, adalah pukulan tinju ke atas
5) Age zuki, adalah hantaman (pukulan) naik keatas
6) Mawashi zuki adalah pukulan (tinju) memutar
7) Ura zuki, adalah pukulan (tinju) tertutup
8) Morotte zuki adalah pukulan sejajar (paralel)
9) Yama zuki adalah pukulan (tinju) melebar ”U”
10) Kagi zuki adalah pukulan berkait
b. Geri (tendangan)
Faktor-faktor teknik tendangan dalam karate adalah sebagai berikut
(Nakayama, 1978):
1) Angkat lutut dari kaki yang akan menendang setinggi mungkin dan
sedekat mungkin dengan dada. Lutut akan menekuk penuh, kemudian
pindahkan berat kaki ke pinggul.
2) Lentingkan, tekukkan dan pelurusan lutut. Terdapat 2 cara menendang:
Menggunakan daya pegas lutut yang dilentingkan sepenuhnya dan dengan
meluruskan kuat-kuat lutut kaki yang ditekuk, menyerupai gerakan
menyodok.
10
3) Daya pegas pinggul dan pergelangan kaki. Di lain pihak, kekuatan kaki itu
sendiri tidak cukup. Harus diperkuat dengan tenaga yang dihasilkan oleh
pegas dan lutut.
Teknik tendangan adalah bentuk dari teknik kaki, dilakukan dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin dan sedekat mungkin dengan dada,
kemudian melentingkan atau menyodokkan kaki yang akan digunakan untuk
menendang (Nakayama, 1977).
Gambar 2.2 Teknik Tendangan, Ahmad (1994)
Ada dua cara dalam melakukan teknik tendangan, cara pertama ialah
dengan melentingkan lutut (snap), sedang cara kedua ialah dengan menyodok
(thrust). Di dalam bela diri karate, teknik- teknik tendangan sama pentingnya
dengan teknik-teknik pukulan (Nishiyama dan Brown, 1975). Teknik
tendangan bahkan memiliki keunggulan yaitu memiliki jarak jangkauan lebih
11
panjang dan mempunyai kekuatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan
teknik pukulan. Teknik tendangan yang dilakukan dengan melentingkan kaki
terdiri atas tendangan ke depan (mae geri), tendangan mengangkat ke samping
(yoko geri keage), tendangan memutar (mawashi geri), tendangan melompat
ke depan (mae tobi geri), tendangan memutar ke belakang (ushiro mawashi
geri), tendangan bulan sabit ke dalam (mika zuku geri), dan tendangan bulan
sabit ke luar (ura mika zuku geri). Teknik tendangan dengan cara
menyodokkan kaki terdiri atas tendangan menyodok ke samping (yoko geri
kekomi), tendangan melompat ke samping (tobi yoko geri), dan tendangan
menyodok ke belakang (ushiro geri). Bagian kaki yang membentur terhadap
sasaran (striking point) adalah sebagai berikut kaki macan (koshi), kaki pedang
(shuto), tumit (kakato), punggung kaki (haisoku) dan ujung jari kaki
(tsumasaki). Penggunaan bagian kaki yang membentur terhadap sasaran
(striking point) tergantung dari kebutuhan setiap karateka yang
menggunakannya, arah sasaran tendangan dan keefektifan tendangan terhadap
sasaran yang di tuju.
c. Uke (tangkisan)
Teknik tangkisan pada cabang olahraga karate dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Di samping itu dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat
anggota tubuh yang ada,misalnya tangan atau lengan dan kaki atau tungkai.
Pada dasarnya tangkisan harus dilakukan pada saat lawan mulai menyerang.
Oleh karena itu sangat perlu memperkirakan lebih dahulu adanya serangan.
Adapun uke tediri dari beberapa teknik sebagai berikut (Nakayama, 1978):
12
1) Age uke adalah tangkisan atas
2) Ude Uke adalah tangkisan depan
3) Shuto Uke adalah tangkisan samping,
4) Gedan Barai adalah tangkisan dari atas kebawah
5) Morote Uke adalah Meningkatkan tangkisan
6) Juji Uke adalah tangkisan bawah dengan posisi keduan telapak tangan
mengepal (menyilang)
7) Kawiwake Uke adalah Tangkisan langkah pertama dari kekalahan
Terdapat tiga bentuk latihan yang dilalui oleh setiap orang yang berlatih
karate. Bentuk latihan itu adalah bentuk latihan kihon (dasar), bentuk latihan kata
(jurus), dan bentuk latihan kumite (sparring).
1. Bentuk Latihan Kihon (Latihan Dasar)
Bentuk latihan kihon merupakan bentuk latihan dasar yang dilalui oleh
semua orang yang berlatih seni beladiri karate pada saat baru mulai berlatih.
Latihan dasar ini di praktekkan dalam kurun waktu yang cukup lama bahkan
dikatakan bahwa tidak ada batasan waktu dalam melatih kihon. Bentuk latihan
ini penting, karena latihan kihon menentukan kualitas seluruh teknik yang
akan dipelajari nantinya. Bentuk latihan ini yang akan membentuk karakter,
kekuatan, postur tubuh dan teknik-teknik yang dipelajari. Orang dengan
teknik dasar yang lemah akan memiliki teknik yang lemah, sama seperti
rumah yang memiliki pondasi yang tidak kuat, sebaliknya, orang yang teknik
dasarnya kuat akan memiliki teknik yang baik dengan kualitas yang jauh lebih
baik pada nantinya (Nakayama, 1978).
13
Dalam latihan kihon ini, yang dipelajari adalah teknik-teknik dasar dari
karate seperti kuda-kuda (dachi), pukulan (tsuki), tendangan (geri) dan
tangkisan (uke). Namun tidak hanya teknik-teknik itu saja yang dipelajari.
Dalam bentuk latihan kihon, selain teknik-teknik dasar, yang juga dilatih
adalah pemahaman mengenai bentuk (katachi), pernapasan (kokyo), kiai, kime
(fokus), pinggang (koshi), kecepatan dan kekuatan, memperkuat otot, irama
dan ketepatan. Semua komponen ini penting untuk dilatih karena akan
menunjang teknik yang nanti akan dipelajari. Bentuk latihan kihon ini
merupakan latihan yang dilakukan sebelum masuk pada bentuk latihan kata
(Ahmad, 1994).
2. Bentuk Latihan Kata
Kata dalam bahasa Jepang secara harfiah memiliki arti gaya, bentuk,
model. Kata dalam karate adalah suatu rangkaian teknik yang dirangkai dalam
suatu urutan yang sudah ditentukan. Gerakan-gerakan di dalam kata terdiri
dari gerakan memukul, menangkis, menendang, berputar, dan melangkah.
Setiap kata memiliki karakternya masing-masing. Beberapa kata memiliki
karakter yang sangat keras, solid, dan berat. Kata merupakan satu-satunya cara
yang digunakan untuk mengajarkan karate sampai pada tahun 1930-an.
Kata, walaupun jika dilihat dari kumpulan gerakannya merupakan
kumpulan jurus-jurus karate yang merupakan suatu teknik untuk bertarung,
kata tidak pernah diperuntukkan sebagai suatu alat untuk menyerang. Seluruh
gerakan awal dari kata dalam seni beladiri karate adalah gerakan untuk
bertahan dan bukan gerakan untuk menyerang lawan terlebih dahulu. Tidak
14
hanya itu, kata juga adalah suatu bentuk latihan yang sebenarnya ditujukan
untuk melatih tubuh dan pikiran suatu ritual spiritual yang membawa orang
yang berlatih kata kepada suatu jalan akan pertumbuhan dan pengertian. Kata
dilihat sebagai suatu urutuan gerakan yang sudah ditetapkan yang telah
dirancang untuk dapat bertahan secara efektif dalam menghadapi serangan
dari lawan, tetapi kata sebenarnya memiliki arti lebih dari itu, kata adalah jiwa
dari latihan dan perkembangan karate. Esensi pokok dalam memainkan sebuah
kata berupa tenaga, irama dan keindahan (Wahid, 2007). Basis dari kata
adalah “Kata ni sente nashi” yang artinya adalah “tidak ada serangan pertama
di dalam kata seni beladiri karate”. Melalui latihan kata, seorang karateka
(orang yang berlatih karate) dapat mempelajari bahwa seorang karateka sejati
tidak pernah menyerang duluan, dan tidak pernah menyerang karena dikuasai
oleh amarah (Nakayama, 1978).
Walaupun jumlah kata sebenarnya sangat banyak, Gichin Funakoshi
mengatakan bahwa menguasai seluruh kata yang ada membutuhkan waktu
seumur hidup, menguasai enam belas kata adalah cukup. Ia juga, dalam buku
“Karate-Do Kyohan” mengatakan bahwa tidak semua orang cocok dengan
seluruh kata yang ada, sehingga seseorang cukup mencari satu kata yang
cocok dengan dirinya dan pelajarilah seumur hidup.
Kata yang merupakan kumpulan teknik yang sudah dirancang dapat
dibagi ke dalam 3 kelompok, sesuai dengan 4 aliran karate yang pertama ada
di Okinawa, yakni Shotokan, Shito-ryu, Goju-ryu dan Wado-ryu (Wahid,
2007). Ada banyak jenis kata lainnya, yang dikatakan mencapai 1000 jenis,
15
namun dari jumlah yang demikian hanya sedikit sekali yang masih tersisa,
kata tradisional yang dikembangkan di Okinawa pun sudah banyak
mengalami perubahan dan perkembangan. Kata yang tersisa dan masih
dipraktekkan oleh orang-orang yang berlatih karate hanyalah kata yang
dibawa ke luar dari Okinawa dan diperkenalkan oleh Gichin Funakoshi.
3. Bentuk Latihan Kumite
Kumite atau sparring merupakan suatu bentuk dari aplikasi teknik
pertahanan dan penyerangan yang dilatih dalam kata dan kihon dalam situasi
yang sebenarnya. Dalam karate aliran shotokan, bentuk latihan kumite yang
diajarkan untuk pertama kalinya adalah Yakusoku Kumite, secara harafiah
dapat diartikan sebagai kumite perjanjian. Dalam bentuk kumite ini, dua orang
berhadapan setelah menentukan teknik apa yang akan digunakan. Saat kumite
berlangsung, teknik yang boleh dilancarkan hanyalah teknik yang sudah
disepakati oleh kedua belah pihak. Bentuk kumite yang seperti ini disebut juga
sebagai kihon kumite. Ada enam tipe dari kihon kumite, yakni gohon kumite,
sanbon kumite, kihon ippon kumite, kaeshi ippon kumite, okuri ippon kumite,
dan jiyuu ippon kumite (Nishiyama dan Brown, 1975).
Gohon kumite, yakni kumite lima langkah. Dalam latihan gohon kumite
ini, lawan yang bertindak sebagai orang yang bertahan melangkah mundur
setiap kali penyerang bergerak maju, lalu pada gerakan terakhir, yang bertahan
melakukan serangan balasan setelah gerakan tangkisan terakhir. Serangan
balasan yang dilancarkan biasanya berupa satu pukulan kearah perut. Sanbon
kumite, prinsipnya sama seperti gohon kumite namun dalam sanbon kumite
hanya terdapat tiga langkah saja. Sanbon kumite ini berfungsi untuk melatih
16
kecepatan, tenaga dan teknik. Kihon ippon kumite, adalah bentuk sparring
dimana seluruh gerakan menyerang dan bertahan diselesaikan dalam satu
langkah. Fungsinya adalah untuk melatih kemampuan bertahan. Kaeshi ippon
kumite merupakan inovasi dari kihon ippon kumite. Dalam bentuk kumite ini,
pihak yang bertahan maju selangkah penuh melancarkan serangan balasan dan
memaksa pihak penyerang untuk bertahan. Dalam Okuri ippon kumite,
penyerang melancarkan dua serangan, namun hanya serangan pertama yang
sudah disepakati dengan pihak yang bertahan. Serangan ke dua merupakan
serangan yang secara bebas ditentukan oleh pihak yang menyerang. Jiyuu
ippon kumite merupakan kumite dengan gaya semi bebas. Pihak penyerang
bebas menentukan serangan dan pihak bertahan bebas memilih teknik
pertahanan (Nishiyama dan Brown, 1975).
Keenam bentuk kumite diatas merupakan bentuk kumite dasar yang
dilatih oleh karateka mulai dari kyu 10 hingga kyu 4 (tingkatan dalam karate,
kyu 10 adalah yang paling dasar). Jiyuu Kumite merupakan bentuk latihan
kumite bebas. Bentuk ini dilatih oleh orang-orang yang sudah lebih senior
dalam karate seperti yang sudah menyandang kyu 4 atau dan 1. Bentuk kumite
ini tidak diajarkan sebagai latihan dasar. Dalam jiyuu kumite ini, terjadi
pertarungan satu lawan satu dimana kedua pihak mengadakan simulasi
pertarungan seperti dalam situasi yang nyata, dimana mereka melancarkan
teknik serangan seperti tendangan dan pukulan secara bebas dengan kekuatan
penuh dan harus dapat mempertahankan diri mereka. Dalam latihan kumite,
biasanya tidak diperbolehkan untuk mengenakan pukulan pada lawan dengan
kekuatan penuh. Pukulan harus dikurangi dan ditahan tenaganya sebelum
mengenai tubuh lawan (Morris, 1982).
17
2.2 Mawashi Geri Jodan
Mawashi geri, atau tendangan berputar, adalah teknik tendangan dalam
karate yang dapat digunakan untuk menyerang hampir seluruh bagian dari tubuh.
Mulai dari menyerang lutut/bagian bawah (gedan), punggung/bagian tengah
(chudan) hingga menyerang kepala/bagian atas (jodan). Jika di eksekusi dengan
tepat, tendangan ini dapat menjadi suatu tendangan yang cepat dan efektif untuk
melumpuhkan lawan. Prinsip dari tendangan ini sama dengan mae geri, yang
membedakan adalah posisi tubuh. Dalam mae geri, posisi tubuh tegak dan lurus,
sedangkan dalam mawashi geri, posisi tubuh tegak namun agak sedikit
menyamping (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Posisi Mawashi geri
Ushiro mawashi geri atau tendangan belakang berputar ini merupkan
variasi dari mawashi geri. Prinsipnya sama dengan mawashi geri, namun bagian
yang di gunakan untuk menyerang adalah tumit. Daerah yang diincar pada saat
menyerang adalah daerah kepala dari lawan (Gambar 2.4).
18
Gambar 2.4 Posisi Ushiro Mawashi geri
Tendangan mawashi adalah tendangan samping, sehingga lontaran yang
menendang membentuk jalur melengkung seperti busur dari luar ke dalam,
dengan sasaran yang ada di depan atau samping. Tendangan mawashi geri
menggunakan punggung kaki untuk mengenai sasaran seperti muka, leher dan
punggung (Putra, 2005), (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Tendangan Mawashi Geri
19
Berdasarkan Gambar 2.5 terlihat bahwa mawashi geri adalah tendangan
lurus mengarah ke pipi/kepala (jodan), dan ke arah punggung (chudan). Mawashi
geri dapat dieksekusi dari berbagai sikap, dan ada beberapa metode pelaksanaan
yang tepat. Porsi pelaksanaannya yang selalu konsisten adalah bahwa tendangan
yang dieksekusi ke dalam dan pada sudut yang mana saja yang sejajar dengan
lantai ke arah 45 derajat ke atas. Secara umum, itu adalah tendangan lateral yang
menyerang dengan kaki. Jika Mawashi geri sedang dilakukan dengan kaki depan,
kaki datang langsung dari tanah, pindah ke posisi dengan lutut ditekuk ke
belakang dan menunju pada area target yang diinginkan pada lawan. Tanpa
berhenti, kaki bagian atas berputar ke dalam apa pun sudut tendangan akan
dilakukan, dan akhirnya, tungkai bawah keluar untuk menyerang lawan, dan
kemudian segera kembali masuk (Putra, 2005).
Tendangan mawashi ini melibatkan Otot-otot yang dominan, antara lain
quadriceps, glutes maximus, hamstring, calf muscle (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Otot yang Dominan
20
2.3 Kecepatan Tendangan
Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seorang
olahragawan dapat melakukan gerakan sesingkat-singkatnya bila dirangsang.
Seperti yang dikatakan oleh Sukadiyanto (2002) kemampuan menjawab rangsang
dengan bentuk gerak atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin.
Kecepatan juga diartikan sebagai kemampuan untuk berjalan, berlari atau
bergerak dengan cepat (Rusli, 2000). Sedangkan menurut Brown (2001) yang
dimaksud dengan kecepatan adalah kemampuan bergerak dari satu titik ke titik
lain setelah mendapat rangsang.
Kecepatan termasuk komponen biomotor yang sangat berpengaruh pada
penampilan atlet karate. Kecepatan juga potensi tubuh yang digunakan sebagai
modal atau sangat menunjang dalam melakukan gerakan. Dalam pertandingan
karate kecepatan dapat dilihat dalam melakukan serangan baik tendangan,
pukulan, serta reaksi saat mendapat serangan dari lawan seperti menghindar,
menangkis atau membalas serangan lawan. Tendangan merupakan serangan yang
dominan dilakukan. Dengan itu kecepatan tendangan sangat dibutuhkan dalam
pertandingan karate untuk memperoleh nilai (Brown, 2001).
Teknik tendangan sama pentingnya dengan teknik pukulan, akan tetapi
tendangan mempunyai kekuatan yang lebih besar dibanding dengan kekuatan
pukulan. Pada saat menendang keseimbangan yang baik sangat diutamakan,
bukan hanya berat badan yang bertumpu pada satu kaki saja tetapi juga
disebabkan akibat guncangan tenaga balik pada saat benturan. Kaki memiliki
jangkauan panjang yang tidak terjangkau oleh tangan. Penggunaan teknik
21
tendangan harus disertai dengan koordinasi yang baik antara sikap kaki, sikap
tangan, dan sikap badan (Rusli, 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan tendangan diantaranya :
proses mobilitas syaraf, perangsangan-penghentian, kontraksi-relaksasi,
peregangan otot-otot, kontraksi kapasitas otot-otot, koordinasi otot-otot sinergis
dan antagonis, elastisitas otot, kekuatan kecepatan, ketahanan kecepatan, teknik
olahraga, dan daya kehendak. Seorang karateka harus mempunyai kualitas
kecepatan tendangan yang baik, agar dalam setiap tendangan yang dilakukan
tidak mudah ditangkap/ditepis oleh lawan kemudian dijatuhkan (Wahid, 2007).
Kecepatan ada dua macam yaitu kecepatan gerak dan kecepatan reaksi.
Kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan dalam
waktu sesingkat mungkin. Kecepatan gerak dibedakan menjadi kecepatan gerak
siklus dan kecepatan gerak non-siklus. Gerak siklus adalah kemampuan sistem
neuromuskuler untuk melakukan serangkaian gerakan dalam waktu sesingkat
mungkin sebagai contoh sprint. Sedangkan kecepatan gerak non-siklus
merupakan kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan gerak tunggal
dalam waktu sesingkat mungkin (Sukadiyanto, 2002).
Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang dalam menjawab rangsang
dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan reaksi dibedakan lagi menjadi
kecepatan reaksi tunggal dan kecepatan reaksi majemuk. Reaksi tunggal yaitu
kemampuan sesorang untuk menjawab rangsang yang telah diketahui arah dan
tujuannya, sedangkan reaksi majemuk adalah kemampuan seseorang untuk
menjawab rangsang sesingkat mungkin dimana arah dan sasaran dari rangsang
tersebut belum diketahui (Sukadiyanto, 2002).
22
2.4 Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama pelatihan dalam olahraga
prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke standar yang
paling tinggi, atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan
sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan
olahraganya. Berkaitan dengan pelatihan, Suharno menyatakan bahwa dalam seri
bahan penataran pelatih tingkat muda/madya dikatakan, “Berlatih atau latihan
ialah suatu proses penyempurnaan kualitas atlit secara sadar untuk mencapai
prestasi maksimal dengan diberi beban latihan fisik dan mental secara teratur,
terarah, bertahap, meningkat, berkesinambungan dan berulang-ulang waktunya”
(Arifqi, 2011). Sudjarwo menyatakan bahwa, “pelatihan adalah suatu proses yang
sistematis secara berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan
peningkatan beban latihan” (Arifqi, 2011). Hal senada dikemukakan Andi
Suhendro yang berpendapat “pelatihan (training) merupakan proses kerja yang
sistematis dan dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang makin
meningkat” (Arifqi, 2011).
Pengertian pelatihan yang dikemukakan tiga ahli tersebut pada prinsipnya
mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa,
pelatihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan
kontinyu, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin
meningkat. Pelatihan yang sistematis adalah program pelatihan direncanakan
secara matang, dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan,
dan evaluasi sesuai dengan alat yang benar.
23
Penyajian materi harus dilakukan dari materi yang paling mudah ke arah
materi yang paling sukar, dari materi yang sederhana mengarah kepada materi
yang paling kompleks. Pelatihan harus dilakukan secara berulang-ulang,
maksudnya pelatihan harus dilakukan menimal tiga kali dalam seminggu. Dengan
pengulangan ini diharapkan gerakan yang pada saat awal pelatihan dirasakan
sukar dilakukan, pada tahap-tahap berikutnya akan menjadi lebih mudah
dilakukan. Beban pelatihan harus meningkat maksudnya, penambahan jumlah
beban latihan harus dilakukan secara periodik, sesuai dengan prinsip-prinsip
pelatihan, dan tidak harus dilakukan pada setiap kali pelatihan, namun tambahan
beban harus segara dilakukan ketika atlit merasakan pelatihan yang dilaksanakan
terasa ringan.
Pelatihan adalah suatu aktifitas olahraga yang dilakukan secara sistematis
dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah
kepada ciri- ciri fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai sasaran yang
telah ditentukan (Bompa, 1994). Masih menurut Bompa latihan fisik yang
dilakukan dengan sistematis, berulang-ulang dan terprogram akan memberi
dampak positif bagi tubuh, sebagai berikut:
1. Jantung akan membesar, lebih kuat, penambahan volume dan curah jantung.
2. Bertambahnya jumlah pembuluh kapiler di sekitar otot.
3. Bertambahnya kemampuan darah membawa oksigen.
4. Bertambahnya kemampuan sel otot menghasilkan energi dengan penambahan
konsentrasi enzim penghasil energi.
5. Bertambahnya kemampuan sel otot untuk menetralisir dan menghancurkan
sisa-sisa pembakaran.
24
6. Bertambahnya kemampuan sel otot dan hati untuk bahan bakar terutama
glikogen.
7. Bertambah besarnya ukuran otot.
Pelatihan atau training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau
bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah
beban pelatihannya. Proses sistematis pelatihan adalah pelatihan berencana
menurut jadwal yang telah ditentukan (Harsono, 2007), juga menurut pola dan
sistem tertentu, metodis dari mudah ke susah, teratur dari sederhana ke kompleks.
Berulang-ulang maksudnya agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan
menjadi semakin mudah karena terbiasa.
Tujuan utamanya adalah membantu atlet untuk meningkatkan
keterampilan prestasinya semaksimal mungkin, untuk mencapai tujuan utama
pelatihan, yakni peningkatan keterampilan dan penampilan seseorang, maka atlet
yang dituntut oleh pelatih harus memenuhi tujuan umum pelatihan (Arifqi, 2011).
Selanjutnya tujuan-tujuan itu dijelaskan sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan kemampuan fisik secara umum
2. Meningkatkan kemampuan khusus, sesuai dengan cabang olahraga yang
ditekuni
3. Menyempurnakan koordinasi gerakan dan teknik cabang olahraga yang
ditekuni
4. Mengembangkan keperibadian serta kemampuan yang keras, kepercayaan diri,
ketekunan, semangat serta disiplin.
5. Untuk menjamin dan mengamankan secara kesiapan tim secara optimal
25
6. Mencegah terjadinya cedera
7. Untuk memelihara kesehatan
8. Untuk meningkatkan pengetahuan secara teori dengan memparhatikan dasar-
dasar fisiologis, psikologis dan gizi.
Tujuan pelatihan untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan dan
prestasi agar semakin maksimal. Untuk mencapai hal tersebut ada beberapa aspek
latihan yang perlu diperhatikan, yaitu (Harsono, 2007) :
1. Latihan fisik (Physical training)
Latihan ditujukan untuk perkembangan fisik secara meenyeluruh, karena
olahraga sangat membutuhkan kondisi fisik yang prima.
2. Latihan Teknik (Technical Training)
Latihan untuk mempermahir teknik-teknik gerakan yang diperlukan pada saat
bertanding, baik teknik yang telah ada atau mempelajari teknik-teknik baru.
3. Latihan taktik (Tactical Training)
Latihan untuk menumbuh kembangkan daya tafsir siswa. Teknik-teknik
gerakan dengan baik haruslah dituangkan dan diorganisir dalam pola-pola
permainan, bentuk-bentuk dan formasi-formasi permainan serta strategi dan
taktik pertahanan dan penyerangan sehingga berkembang menjadi satu
kesatuan gerak yang sempurna.
4. Latihan Mental (Physcological Training)
Latihan untuk mempertinggi efisiensi mental siswa, terutama bila siswa
berada dalam posisi dan situasi stress yang kompleks. Tanpa memiliki mental
yang bagus dapat dipastikan akan sulit mengatasi kondisi tersebut.
26
Tujuan pelatihan dapat dibagi dalam dua bagian yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum pelatihan adalah untuk menjuarai suatu kompetisi
sebagai sasaran terakhir berdasarkan kalender kompetisi yang ditetapkan. Tujuan
khusus pelatihan adalah untuk membentuk, meningkatkan dan mempertahankan
kondisi biomotor ability, fisiologis, psikologis dan keterampilan motorik dalam
teknik dan taktik berdasarkan fase-fase yang telah ditetapkan, tentunya sesuai
dengan prinsip-prinsip pelatihan (Arifqi, 2011).
Pelatihan akan memberikan hasil yang optimal apabila didasarkan pada
prinsip-prinsip pelatihan. Prinsip dasar pelatihan merupakan upaya untuk
meningkatkan suatu tingkat keterampilan dan prestasi, sedangkan penggunaan
prinsip pelatihan yang tepat bagi pelatih adalah dapat menghasilkan organisasi
latihan yang baik. Berikut ini beberapa prinsip pelatihan secara umum yang perlu
diperhatikan oleh pelatih diantaranya (Arifqi, 2011):
1. Prinsip Beban Lebih
Prinsip overload ini merupakan prinsip yang paling mendasar dan individual,
oleh karena itu tanpa prinsip ini sulit rasanya prestasi atlet dapat ditingkatkan.
Prinsip overload merupakan prinsip latihan yang paling mendasar, prinsip ini
mengatakan bahwa beban latihan yang di berikan kepada siswa haruslah
cukup berat, serta harus dilakukan berulang kali dengan intensitas yang cukup
tinggi dalam olahraga. Agar prestasi dapat ditingkatkan siswa harus selalu
berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang ada di atas ambang rangsang
kepekaannya. Kalau beban latihan terlalu ringan dan tidak ditambah maka
berapa lamapun kita berlatih, seringpun kita berlatih atau sampai
27
bagaimanapun capeknya kita mengulang-ulang latihan tersebut tidak akan
mungkin meningkatkan prestasi. Jadi faktor beban atau overload dalam hal ini
merupakan faktor yang sangat menentukan (Harsono, 2007).
2. Prinsip Spesifikasi atau Kekhususan
Aktivitas motorik yang khusus mempunyai pengaruh yang baik terhadap
latihan, maka harus didasarkan pada dua hal yaitu : (1). Melakukan latihan
yang khas bagi cabang olahraga spesialisasi tersebut, (2). Melakukan latihan
untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan biomotorik yang dibutuhkan
oleh cabang olahraga tersebut. Spesialisasi berarti merupakan segala
kemampuan, baik fisik maupun psikis pada cabang olahraga tertentu.
Kekhususan adalah latihan untuk satu cabang olahraga, mengarah pada
perubahan harus ada kaitannya dengan keterampilan khusus (Harsono, 2007).
3. Prinsip Individual
Pemberian latihan yang akan diberikan hendaknya memperhatikan kekhususan
individu, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai ciri yang berbeda,
baik secara fisik maupun mental. Adanya perbedaan anatomis dan fisiologis,
maka latihan yang diberikan juga secara perorangan sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Setiap orang mempunyai perbedaan individu
masing-masing, demikian pula setiap siswa berbeda kemampuan, potensi dan
karakteristik belajarnya, oleh karena itu prinsip individualisasi yang
merupakan salah satu syarat yang penting dalam latihan kontemporer, harus
diterapkan kepada siswa, sekalipun mereka mempunyai tingkat prestasi yang
sama. Seluruh konsep latihan harus disusun sesuai dengan kekhasan setiap
individu agar tujuan latihan dapat sejauh mungkin tercapai (Harsono, 2007).
28
4. Prinsip Beragam (Variety principle)
Latihan merupakan proses panjang yang dilakukan berulang kali, hal ini sering
menimbulkan kebosanan. Untuk mengatasinya perlu ciptakan suasana yang
menyenangkan serta membuat aneka bentuk latihan.
5. Prinsip perkembangan menyeluruh (Multilateral principle)
Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada
interpendensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh
manusia dan proses-proses lahiriah dengan psikologis (Harsono, 2007).
6. Prinsip latihan beraturan (The principle of progresissive resistance)
Latihan hendaknya dimulai dari kelompok otot yang besar, kemudian
dilanjutkan dengan otot yang kecil.
Pelatihan olahraga merupakan suatu pelatihan dalam upaya untuk
peningkatan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan secara
optimal ketika berolahraga. Agar pelatihan olahraga mencapai hasil yang
maksimal, harus memiliki prinsip pelatihan. Tanpa adanya prinsip atau patokan
yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, terutama pelatih dan atlet
pemula dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit
untuk mencapai hasil yang maksimal.
Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis
dengan memberikan beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati
dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2011).
Adapun prinsip-prinsip pelatihan itu menurut Bompa (1994) adalah:
1. Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelatihan.
2. Prinsip pengembangan multilateral.
29
3. Prinsip spesialisasi.
4. Prinsip individu.
5. Prinsip variasi dan keserbaragaman.
6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan.
7. Prinsip peningkatan beban progresif dalam pelatihan.
Jadi ketujuh prinsip tersebut merupakan satu kesatuan yang harus diikuti
serta ditaati oleh setiap pemain yang ingin mencapai prestasi optimal pada cabang
olahraga yang ditekuninya.
2.5 Pelatihan Pliometrik
Istilah Pliometrik adalah sebuah kombinasi kata yang berasal bahasa latin,
yaitu plyo dan metrics yang memiliki arti peningkatan yang dapat di ukur.
Menurut Radcliffe dan Farentinos (2002), dalam buku pliometrik untuk
meningkatkan power, dari sudut pandang praktis pliometrik relatif mudah
diajarkan dan dipelajari.
Power otot tungkai dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan mengarah
pada hasil kecepatan. Latihan pliometrik memiliki ciri khusus yaitu kontraksi otot
yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan. Intensitas latihan pada
metode pliometrik adalah pengontrolan dari tipe latihan yang ditampilkan, gerak
pliometriknya dari yang sederhana ke gerakan yang komplek. Latihan pliometrik
adalah salah satu latihan yang dilakukan terutama pada cabang olahraga yang
membutuhkan daya ledak otot tungkai atau otot lengan (Radcliffe dan Farentinos,
2002).
30
Pliometrik adalah latihan-latihan atau ulangan yang bertujuan
menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakan-
gerakan eksplosif. Istilah ini sering digunakan dalam menghubungkan gerakan
yang berulang-ulang atau latihan reflek regang untuk menghasilkan reaksi yang
eksplosif.
Latihan pliometrik adalah metode latihan untuk meningkatkan daya ledak
otot dengan bentuk kombinasi latihan isometrik dan isotonik (eksentrik-kosentrik)
yang mempergunakan pembebanan dinamik. Regangan yang terjadi secara
mendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau suatu latihan yang
memungkinkan otot-otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Konsep latihan pliometrik menggunakan regangan awal pada
otot secara cepat sebelum kontraksi eksentrik pada otot yang sama (Johansyah
Lubis, 2005). Dalam latihan pliometrik terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pemanasan dan Pendinginan
Latihan pliometrik ini fokus untuk menentukan satu gerak kerja yang aktif,
fleksibel dan fit maka gerakan ini dimulai dengan pemanasan yang sempurna
dan konsklusif. Kemudain di akhiri dengan pendinginan.
2. Intensitas Tinggi
Intensitas adalah faktor yang penting di dalam latihan pliometrik. Kebugaran
dengan kekuatan daya yang maksimal sangat perlu untuk mendapatkan efek
yang optimal dari latihan yang dilakukan. Penilaian ulangan regangan otot
adalah lebih penting dari latihan itu.
3. Beban Lebih Progresif
Setiap latihan pliometrik harus meliputi latihan ketahanan, temporal dan
kelebihan beban. Penambahan beban memaksa otot untuk bekerja dengan
31
intensitas yang lebih. Kelebihan beban yang tidak sempurna akan berpengaruh
yang negatif pada atlet.
4. Memaksimalkan Gaya atau Meminimalkan Waktu
Pergerakan dan daya keduanya penting dalam latihan pliometrik. Dalam
banyak kondisi, kelajuan gerakan badan dititik beratkan.
5. Konstruksi Dasar yang Benar
Kekuatan merupakan dasar latihan pliometrik maka suatu program latihan
harus direncanakan dan diatur agar produksi energi terintegrasi secara
maksimal.
6. Program Latihan Individualitas
Setiap pelatih harus mengetahui jenis dan periode program latihan yang
mampu dan berguna untuk dilakukan oleh setiap individu atlet supaya
menghasilkan yang terbaik.
top related