t. acara 7.docx
Post on 29-Jan-2016
277 Views
Preview:
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Biji merupakan suatu alat perkembangbiakan tumbuhan. Agar biji dapat
berkecambah menjadi tumbuhan baru maka biji tersebut memerlukan air dari
lingkungannya. Masuknya air ke dalam biji memlalui prose imbibisi. Imbibisi
merupakan peristiwa migrasi molekul-molekul air ke suatu zat lain yang
mempunyai pori-pori cukup besar sehingga mampu melewatkan molekul-molekul
air, kemudian molekul air tersebut menetap di dalam zat tersebut.
Selama aperiode waktu tertentu sesudah panen, pada umumnya biji dari
kebanyakan tanaman menghendaki beberapa syarat khusus untuk dapat memulai
perkecambahan. Biji–biji ini pada umumnya akan segera berkecambah pada
keadaan lingkungan yang hampir bersamaan, akan tetapi biji dari tanaman
tertentu, terutama biji rerumputan, menghendaki lingkungan khusus untuk dapat
berkecambah. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah air.
Air memegang peranan yang terpenting dalam proses perkecambahan biji. Air
adalah faktor yang menentukan dalam kehidupan. Masuknya air ke dalam
tumbuhan melalui proses imbibisi. Air yang masuk dalam proses imbibisi disebut
air imbibisi, sedangkan zat yang kemasukan air disebut imbiban.
Pada dasarnya proses imbibisi yang terjadi di dalam biji tumbuhan meliputi
dua proses yang berjalan bersama-sama, yaitu proses difusi dan osmosis.
Dikatakan proses difusi karena air bergerak dari larutan yang lebih rendah
konsentrasinya di luar biji, masuk ke dalam zat di dalam biji yang mempunyai
111
konsentrasi lebih tinggi. Sedang proses osmosis tidak lain terjadi karena kulit biji
bersifat permeabel terhadap molekul-molekul, sehingga air dapat masuk ke dalam
biji melalui pori-pori yang ada di dalam kulit biji.
B. Tujuan
Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mendifinisakan istilah imbibisi air dan arti penting imbibisi pada
perkecambahan benih.
2. Membahas proses-proses fisiologis yang berkaitan dengan imbibisi pada benih.
3. Membendakan komposisi dan permeabilitas benih antar spesies tanaman yang
berpengaruh terhadap tingkat imbibisi.
4. Mendemonstrasikan pemahaman tentang potensi air pada perkecambahan
benih.
5. Menjelaskan bagaimana soil water potensial, persaingan antara benih air tanah
(seed-soil contact), dan hambatan hidrolik tanah (soil hydrolic conductivy).
112
II. TINJAUAN PUSTAKA
Imbibisi merupakan suatu proses penyerapan air oleh imbiban. Salah satu
contohnya adalah penyerapan air oleh benih. Pada mulanya benih akan membesar
kemudian kulit benih pecah dan selanjutnya terjadiah proses perkecambahan
yang ditandai oleh keluarnya radikula dari dalam benih (Kuswanto, H. 1997).
Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat
(solid) atau agak padat (semi solid) karena benda-benda tersebut mempunyai zat
penyusun dari bahan yang berupa koloid. Ada banyak hal yang merupakan proses
penyerapan air yang terjadi pada makhluk hidup, misalnya penyerapan air dari
dalam tanah oleh akar tanaman. Namun, penyerapan yang dimaksudkan di sini
yaitu penyerapan air oleh biji kering. Hal ini banyak kita jumpai di kehidupan
kita sehari-hari yaitu pada proses pembibitan tanaman padi, pembuatan kecambah
tauge, biji kacang hijau terlebih dahulu direndam dengan air. Pada peristiwa
perendaman inilah terjadi proses imbibisi oleh kulit biji tanaman tersebut. Tidak
hanya itu, proses imbibisi juga memiliki kecepatan penyerapan air yang berbeda-
beda untuk setiap jenis biji tanaman. Mengingat akan banyaknya hal yang
berhubungan dengan proses imbibisi, maka diadakan praktikum ini untuk
mengetahui kecepatan imbibisi biji kering yang direndam. Hal ini dimaksudkan
guna menambah pemahaman kita tentang proses imbibisi yang terjadi pada biji
kering (Siti Sutarmi Tjitrosomo, 1985).
113
Pada dasarnya imbibisi meliputi dua proses yang berjalan bersama yaitu
difusi dan osmosis. Pada umumnya air dan bahan yang larut di dalamnya, masuk
dan keluar sel, bukan sebagai aliran massa malainkan satu per satu molekul setiap
kali. Pergerakan netto dari satu tempat ke tempat lain akibat aktivitas kinetik acak
atau gerak termal dari molekul atau ion yang disebut difusi. Difusi terjadi akibat
pergerakan konsentrasi dari satu titik dengan titik lain ( Frank Salisbury, 1995 ).
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh biji
diantaranya adalah (Kamil, 1979 ) :
a. Konsentrasi air
Bertambah besar perbedaan tekanan difusi antara cairan luar dan dalam biji,
bertambah cepat penyerapan air oleh biji.
b. Tekanan hidrostatik
Masuknya air ke dalam biji menimbulkan tekanan hidrostatik karena
meningkatnya volume air pada membran biji. Tekanan hidrostatik menyebabkan
meningkatnya tekanan difusi air. Hal ini menyebabkan naiknya kecepatan difusi
ke luar dan menurunnya kecepatan penyerapan air oleh biji. Kecepatan
penyerapan air adalah berbanding terbalik dengan jumlah air yang diserap terlebih
dahulu oleh biji. Jadi kecepatan penyerapan pada permulaan tinggi dan kemudian
semakin lambat sejalan dengan naiknya tekanan hidrostatik sampai tercapai
keseimbangan.
c. Daya intermolekular
114
Daya ini merupakan tenaga listrik, apabila tenaga ini meningkat akan
menyebabkan menurunnya tekanan difusi air dan juga berarti turunnya kecepatan
penyerapan air.
d. Luas permukaan biji yang kontak dengan air
Kecepatan penyerapan air oleh biji berbanding lurus dengan luas
permukaan. Pada keadaan tertentu, bagian khusus pada biji dapat menyerap air
lebih cepat.
e. Suhu
Apabila air dipanaskan maka energi dipakai. Sebagian energi ini dipakai
untuk meningkatkan difusi air. Oleh sebab itu, apabila suhu ditingkatkan maka
kecepatan penyerapan juga naik sampai batas tertentu, di mana tiap 100C suhu
dinaikkan kecepatan penyerapan kira – kira dua kali lipat pada waktu permulaan.
f. Spesies dan varietas
Berhubungan dengan faktor genetik yang menentukan susunan kulit biji.
g. Umur
Berhubungan dengan lama penyimpanan yaitu semakin lama disimpan maka
akan semakin sulit untuk menyerap air.
h. Tingkat kemasakan
Biji yang semakin masak maka kandungan airnya akan berkurang sehingga
kecepatan penyerapan airnya meningkat.
i. Komposisi kimia
Biji yang mengandung protein tinggi menyerap air lebih cepat sampai
tingkat tertentu daripada biji dengan kadar karbohidrat tinggi. Biji dengan kadar
115
minyak tinggi tetapi kadar proteinnya rendah, kecepatan serapnya sama dengan
biji berkadar karbohidrat tinggi.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan tempat
Waktu pada saat praktikum acara ini adalah Rabu, 3 Juni 2015, pukul 14.00
WIB. Tempat yang digunakan untuk praktikum ini adalah Laboratorium
Agrohorti, dan Screen House Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.
B. Alat dan bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah oven pengering pada
temperatur 170o C, timbangan analitik, cawan petri plastik, box perkecambahan
dari plastik (10 x 10 x 3 cm), dan dark germinator pada 25o C. Bahan yang
dibutuhkan pada saat praktikum antara lain benih kedelai dan jagung, air destilasi,
vaselin, dan Polyethylene Glicol (PEG).
C. Prosedur Kerja
1. Imbibisi pada benih hidup dan mati
116
a. Dua kelompok benih ditimbang dan dicatat hasil penimbangannya.
Kelompok pertama dipanaskan pada suhu 170o C selama 24 jam. kelompok
lain dibiarkan tidak dipanasi.
b. Kedua kelompok benih direndam dalam air destilasi selama satu jam.
c. Masing-masing ditimbang kembali dan dicatat hasil penimbangannya.
d. Presentase peningkatan bobot benih, yang disebabkan oleh tambahan air
ditentukan.
2. Laju Imbibisi Dua Tipe Benih
a. Kadar air benih diteralah dan dicatat hasilnya.
b. Lima benih kacang tanah dan lima benih jagung dipilih/diambil, kemudian
dibelah menjadi dua bagian sama besar.
c. Kedua kelompok benih tersebut ditimbang secara terpisah dan dicatat
hasilnya.
d. Kedua kelompok benih tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri yang
telah diisi air destilasi hingga benih benar-benar terendam.
e. Setelah 15 menit, benih tersebut diambil dan dikeringkan air yang
menempel pada biji, kemudian ditimbang. Hasil penimbangannya dicatat.
Setelah dicatat, kedua kelompok benih dikembalikan ke dalam cawan petri.
f. Langkah e diulangi sampai perendaman berlangsung selama 60 menit.
g. Semua hasil pengamatan dicatat dalam tabel.
3. Pengaruh Kadar Air Media Terhadap Imbibisi Air
117
a. Larutan PEG dengan potensial osmotik (ψw): 0, dan -20 disiapkan, dengan
cara larutan PEG masing-masing sebanyak 0 g, dan 32,5 g per 100 ml air
destilasi dilarutkan.
b. Tiga kelompok benih yaitu kedelai yang hilumnya diolesi vaselin, kedelai,
dan jagung disiapkan.
c. Sebanyak 2 cawan petri (satu cawan petri untuk potensial osmotik 0, dan
satu lagi untuk potensial osmotik -20) untuk masing-masing kategori benih
disiapkan.
d. Sebanyak 100 ml larutan PEG cawan petri (sesuai perlakuan), dengan hati-
hati dimasukkan kedalam cawan petri. (perlakuan A 100 ml PEG -20 terdiri
dari 20 benih kedelai yang hilumnya diolesi vaselin, 20 benih kedelai, 20
benih jagung dan perlakuan B 100 ml 0 terdiri dari 20 benih kedelai yang
hilumnya diolesi vaselin, 20 benih kedelai, dan 20 benih jagung).
e. Sebanyak 20 benih diletakan pada cawan petri (sesuai perlakuan dan
kategori).
f. Permukaan atas cawan petri ditutup agar laju evaporasi ditekan serendah
mungkin.
g. Semua cawan petri disimpan ke dalam dark germinator pada suhu 25o C
selama 7 hari.
h. Pada hari kedelapan, semua cawan petri diambil dan tutupnya dibuka,
kemudian benih yang berkecambah pada masing-masing kelompok benih
dihitung.
i. Hasil pengamatan dicatat, kemudian dimasukkan ke dalam tabel.
118
4. Luas Persinggungan Antara Benih dan Air Tanah
a. Seed boxes disiapkan, kemudian diisi pasir steril hingga ¾ bagian dan diberi
air destilasi hingga penuh.
b. Sebanyak empat set styrofom kotak disiapkan. Masing-masing cawan petri
dilubangi dengan ukuran lubang yang berbeda, yaitu 6, 3.5, 2, dan 1.
c. Benih kedelai ditempatkan pada setiap lubang dan styrofom kotak tersebut
ditutup.
d. Styrofom kotak tersebut ditempatkan diatas pasir pada seed box yang sudah
disiapkan.
e. Setelah 7 hari, jumlah benih yang berkecambah secara sempurna dihitung.
119
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 10. Imbibisi Benih Hidup dan Mati
Perlakuan Bobot Awal Bobot Setelah
Perendaman
% Peningkatan
Benih Mati 3,21 g 3,67 g 13,75 g
Benih Hidup 3,22 g 3,77 g 17,08 g
Tabel 11. Laju Imbibisi
Spesies Bobot
Awal
KA Bobot
Kering
Bobot Pengamatan
I II III IV
Kacang
Tanah
1,43 12,5 % 1,25 1,25 1,56 1,85 2,04
Jagung 1,15 12,1 % 1,01 1,01 1,29 1,30 1,36
Perhitungan:
Berat Kering Awal (Kacang Tanah) = Bobot Awal – (% KA x Bobot Awal)
120
= 1,43 – (1,25100
x 1,15 )
= 1,25 g
Berat Kering Awal (Kacang Tanah) = 1,15 – (12,1100
x 1,15 )
= 1,01 g
Rata-rata Absorbsi Kacang Tanah:
1 = 1,66−1,43
1,25 = 0,18
2 = 1,85−1,66
1,25 = 0,15
3 = 1,98−1,85
1,25 = 0,10
4 = 2,04−1,98
1,25 = 0,05
Rata-rata Absorbsi Jagung:
1 = 1,29−1,15
1,01 = 0,14
2 = 1,30−1,29
1,01 = 0,01
3 = 1,34−1,30
1,01 = 0,34
4 = 1,36−1,34
1,01 = 0,02
Tabel 12. Pengaruh Kadar Air Media Terhadap Imbibisi Air
Kelompok Benih
Tekanan Osmotik (Baris)
0 -20
% Perkecambahan
Kedelai (Vaseline) 0 0
Kedelai 0 0
Jagung 0 0
Perhitungan:
Kontrol
% Perkecambahan Kedelai (Vaseline) = 0
20 x 100% = 0%
121
% Perkecambahan Kedelai = 0
20 x 100% = 0%
% Perkecambahan Jagung = 0
20 x 100% = 0%
PEG
% Perkecambahan Kedelai (Vaseline) = 0
20 x 100% = 0%
% Perkecambahan Kedelai = 0
20 x 100% = 0%
% Perkecambahan Jagung = 0
20 x 100% = 0%
Kesimpulan:
Menurut hasil pengamatan pada hari ke-7 pada cawan petri dengan komposisi
PEG 0 g (potensial osmotik 0) maupun pada cawan petri dengan komposisi PEG
3,25 g (potensial osmotik -20), jadi kadar air media tidak berpengaruh terhadap
imbibisi air.
Tabel 13. Luas Persinggungan Antara Benih dan Air Tanah
No Perlakuan KN KA % Perkecambahan
1 6 mm 0 0 0%
2 3,5 mm 0 0 0%
3 2 mm 0 0 0%
4 1 mm 0 0 0%
Keterangan:
KN : Jumlah Kecambah Normal
KA : Jumlah Benih yang dikecambahkan
Perhitungan:
122
% Perkecambahan 6 mm = ∑ Kecambah Normal
∑ BenihYang dikecambahkan x 100%
= 0
20 x 100%
= 0%
% Perkecambahan 3,5 mm = ∑ Kecambah Normal
∑ BenihYang dikecambahkan x 100%
= 0
20 x 100%
= 0%
% Perkecambahan 2 mm = ∑ Kecambah Normal
∑ BenihYang dikecambahkan x 100%
= 0
20 x 100%
= 0%
% Perkecambahan 1 mm = ∑ Kecambah Normal
∑ BenihYang dikecambahkan x 100%
= 0
20 x 100%
= 0%
Kesimpulan:
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, perkecambahan tidak ada yang
tumbuh, sehingga % perkecambahan = 0%.
123
B. Pembahasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi imbibisi benih antara lain:
1. Permeabilitas kulit benih.
Sebagai contoh benih yang berkulit keras yang banyak dijumpai pada family
leguminosae mempunyai kulit impermeable terhadap air. Kulit yang impermeable
ini dapat dihilangkan dengan melukai benih, direndam dengan air panas/alkohol
dan lain-lain. Tujuan direndam dalam air panas/alkohol adalah untuk
menghilangkan zat-zat dan senyawa-senyawa penghambat yang menghambat
masuknya air ke dalam benih.
2. Komposisi kimia benih.
Umumnya benih yang mengandung protein tinggi menyerap air lebih cepat
sampai tingkat tertentu dibandingkan dengan benih yang kandungan
karbohidratnya tinggi, sebagai contoh kedelai dan jagung. Benih dengan kadar
124
minyak tinggi tetapi kandungan protein rendah mempunyai tingkat penyerapan air
yang sama dengan benih yang kandungan karbohidratnya tinggi, sebagai contoh
kacang tanah dan jagung.
3. Ketersediaan air
Ketersediaan air untuk proses perkecambahan bisa dalam bentuk cair atau
uap yang di sekitar benih. Semakin banyak ketersediaan air, makin cepat proses
imbibisi.
4. Luas permukaan benih yang berhubungan dengan air
Pada keadaan factor lain yang sama, kecepatan penyerapan air oleh benih
berbanding lurus dengan luas permukaan benih yang berhubungan dengan selaput
air.
5. Suhu
Semakin meningkat suhu (sampai batas tertentu) maka kecepatan
peenyerapana air semakin tinggi. Setiap kenaikan suhu 10oC, maka penyerapan
air meningkat 2 kali dari kecepatan semula.
6. Konsentrasi air (difusi air)
Imbibisi air oleh benih akan lebih cepat pada benih yang ditempatkan pada
air murni daripada di dalam suatu larutan.
Komposisi kimiawi benih yang yang berbeda dapat mempengaruhi proses
imbibisi benih karena Biji yang mengandung protein tinggi menyerap air lebih
cepat sampai tingkat tertentu daripada biji dengan kadar karbohidrat tinggi. Biji
dengan kadar minyak tinggi tetapi kadar proteinnya rendah, kecepatan serapnya
sama dengan biji berkadar karbohidrat tinggi (Kamil, 1979).
125
Proses fisiologi yang terjadi pada saat imbibisi yaitu biji yang akan
dikecambahkan, mula-mula secara imbibisi menyerap air dan udara hingga
menyebabkan terjadinya pembengkakan pada biji. Perpaduan antara air bersama
aerasi (udara) yang bagus pada temperatur optimum untuk perkecambahan yaitu
18O C sampai dengan 21O C mengakibatkan terjadi proses perubahan yang disebut
proses biokhemis yaitu cadangan makanan larut. Demikian pula pernapasan
semakin meningkat yang menghasilkan tenaga (Aak, 1993).
Tenaga ini digunakan untuk mengangkut zat-zat yang larut ke jaringan-
jaringan titik tumbuh calon akar dan calon batang, sehingga terjadi pembelahan
sel-sel pada jaringan titik tumbuh. Pada dasarnya perkecambahan ditentukan oleh
faktor-faktor yang ada di dalam biji, antara lain embrio dan endosperm sebagai
cadangan makanan. Dengan adanya embrio yang hidup menyebabkan pembelahan
sel-sel pada jaringan titik tumbuh semakin meningkat. Akhirnya terjadi
pemanjangan bagian (organ) dari biji yang pertama yaitu calon akar, biasanya 2-3
hari setelah tanam. Kemudian diikuti oleh calon batang koleoptil keluar dari biji
1-2 hari berikutnya dan memanjang yang akhirnya menembus permukaan tanah
(Aak, 1993).
Potensial imbibisi merupakan kemampuan atau besarnya energi benih
tanaman untuk menyerap air ke dalam ruang antar dinding sel, sehingga dinding
sel akan mengembang. Potensial air dalam proses imbibisi berhubungan dalam
peristiwa osmosis karena osmosis merupakan peristiwa difusi dipisahkan oleh
membran atau selaput. Apabila potensial air di dalam benih lebih tinggi dari
sekitarnya, maka tidak akan terjadi perpindahan osmosis, sedangkan apabila
126
potensial air benih lebih rendah dari lingkungan sekitar benih, maka proses
imbibisi akan terjadi. Hal tersebut dikarenakan air bergerak dari potensial air yang
tinggi ke potensial yang rendah.
Difusi adalah gerakan partikel dari tempat dengan potensial kimia lebih
tinggi ke tempat dengan potensial kimia lebih rendah karena energi kinetiknya
sendiri sampai terjadi keseimbangan dinamis (Indradewa, 2009). Senada dengan
itu, Agrica (2009) menjelaskan bahwa difusi adalah peristiwa mengalirnya atau
berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian
yang berkonsentrasi rendah. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada
cairan teh tawar. Lambat laun cairan menjadi manis. Contoh lain adalah uap air
dari cerek yang berdifusi dalam udara.
Prinsip dasar yang dapat kita pegang mengenai peristiwa difusi ini adalah
difusi terjadi sebagai suatu respon terhadap perbedaan konsentrasi. Suatu
perbedaan terjadi apabila terjadi perubahan konsentrasi dari suatu keadaan ke
keadaan lain. Selain perbedaan konsentrasi, perbedaan dalam sifat dapat juga
menyebabkan difusi. Proses pertukaran gas pada tumbuhan yang terjadi di daun
adalah suatu contoh proses difusi. Dalam proses ini gas CO2 dari atmosfir masuk
ke dalam rongga antar sel pada mesofil daun yang selanjutnya digunakan untuk
proses fotosintesis (Indradewa, 2009).
Laju difusi antara lain tergantung pada suhu dan densitas (kepadatan)
medium. Gas berdifusi lebih cepat dibandingkan dengan zat cair, sedangkan zat
padat berdifusi lebih lambat dibandingkan dengan zat cair. Molekul berukuran
besar lebih lambat pergerakannya dibanding dengan molekul yang lebih kecil.
127
Pertukaran udara melalui stomata merupakan contoh dari proses difusi. Pada siang
hari terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan O2 sehingga konsentrasi
O2 meningkat. Peningkatan konsentrasi O2 ini akan menyebabkan difusi O2 dari
daun ke udara luar melalui stomata. Sebaliknya konsentrasi CO2 di dalam
jaringan menurun (karena digunakan untuk fotosintesis) sehingga CO2 dari udara
luar masuk melalui stomata. Penguapan air melalui stomata (transpirasi) juga
merupakan contoh proses difusi. Di alam, angin, dan aliran air menyebarkan
molekul lebih cepat dibanding dengan proses difusi (Agrica, 2009).
Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara
buatan dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat
menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas
yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran
permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat
sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif,
yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan
pada sifat zat terlarut itu sendiri (Agrica, 2009).
Tekanan yang diberikan pada air atau larutan, akan meningkatkan
kemampuan osmosis dalam larutan tersebut. Tekanan yang diberikan atau yang
timbul dalam system ini disebut potensial tekanan, yang dalam tumbuhan
potensial ini dapat timbul dalam bentuk tekanan turgor. Nilai potensial tekanan
dapat positif, nol, maupun negatif (Loveless, 1991).
Larutan yang digunakan untuk osmoconditioning pada praktikum poin d
adalah senyawa PEG ( Polyethylene glycol) karena sifatnya yang tidak meracuni
128
benih karena berat molekul yang besar sehingga tidak meresap ke dalam jaringan
benih. Larutan ini juga dapat membentuk lapisan yang membatasi jumlah air
yang diabsorbsi oleh benih (innert water layer) sehingga tidak memungkinkan
benih berkecambah selama osmoconditioning (Kuswanto, 1996).
Benih yang digunakan benih mati dan benih hidup karena untuk
membandingkan proses imbibisi yang terjadi pada benih mati dan benih hidup.
Dalam proses imbibisi sangat memerlukan energi. Sehingga pada proses imbibisi
pada benih yang hidup akan membutuhkan energi yang lebih banyak
dibandingkan dengan benih yang mati. Alasan menggunakan benih jagung dan
kacang. Karena imbibisi air ke dalam biji tergantung komposisi kimia dalam biji
dan permeabilitas kulit biji oleh karena itu laju imbibisi juga ditentukan oleh jenis
benih atau tanaman. Biji yang mengandung protein tinggi menyerap air lebih
cepat sampai tingkat tertentu daripada biji dengan kadar karbohidrat tinggi. Biji
dengan kadar minyak tinggi tetapi kadar proteinnya rendah, kecepatan serapnya
sama dengan biji berkadar karbohidrat tinggi. Tujuan dilakukan perendaman
secara periodik yaitu untuk mengetahui adanya peristiwa difusi yang mana air
bergerak dari konksentrasi tinggi ke konsentrasi yang rendah (ke dalam biji).
Selain itu juga dapat mengetahui peristiwa imbibisi yang mana, apabila dilakukan
perendaman semakin lama maka air yang masuk kedalam biji juga semakin
banyak sehingga bobot biji semakin meningkat.
Pengaruh kadar air media terhadap imbibisi, pengaruhnya yaitu air media
menjadi berkurang karena diserap oleh larutan PEG (Polyethylene glycol).
Penambahan PEG menyebabkan kadar air media menjadi rendah, karena larutan
129
PEG bersifat meresap air, sehingga benih tidak dapat menyerap air. Hubungan
antara luas persinggungan antara benih dengan air yaitu apabila luas
persinggungannya lebar maka benih dapat menyerap air, sedangkan bila luas
persinggungannnya sempit maka benih tidak dapat menyerap air.
Perendaman benih dalam larutan PEG dimaksudkan untuk memasukkan
materi PEG ke dalam benih. PEG memiliki sifat dapat mengikat air sehingga bila
terserap dalam benih dapat membantu proses imbibisi. Semakin lama perendaman
benih dalam larutan PEG maka semakin banyak materi PEG yang dapat masuk
kedalam benih, dan semakin banyaknya materi PEG yang masuk kedalam benih,
maka semakin banyak air yang dapat diimbibisi oleh benih sehingga dapat
digunakan untuk memulai proses perkecambahan.
Penggunaan styrofoam dengan ukuran lubang (diameter) yang berbeda-beda
yaitu untuk mengetahui apakah luas persinggungan antara biji dan air berpengaruh
terhadap perkecambahan. Selain itu juga untuk membuktikan apakah benar
kecepatan penyerapan air oleh benih berbanding lurus dengan luas persinggungan
benih dengan air, yang dampakanya dapat dilihat pada benih berkecambah atau
tidak.
Media tanam yang digunakan untuk mengetahui pengaruh luas
persinggungan antara biji dengan air yaitu pasir. Pasir lapisan bawah disiram
menggunakan air, sedangkan pasir lapisan atas tidak. Hal ini karena Pasir
memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) maka pasir menjadi mudah
terisi air dan cepat kering oleh proses penguapan (Aurum, 2005). Apabila pasir
lapisan atas diberi air maka air akan mudah hilang merembes ke pori-pori yang
130
berukuran besar tersebut, sedangkan pasir pada lapisan bawah yang diberi air
berguna untuk menyediakan air yang dibutuhkan benih untuk berkecambah, pada
pasir bagian bawah tidak mudah hilang karena tertahan oleh seedbox. Fungsi
pemberian penutupan berupa plastik seal pada seed box yaitu untuk mengurangi
penguapan pada air dalam pasir, selain itu untuk menciptakan semua faktor yang
mempengaruhi kecambah benih sama, kecuali faktor ukuran luas persinggungan
benih dengan air dan media tanam.
Hasil praktikum yang telah dilakukan pada imbibisi benih mati dan hidup,
bobot awal benih mati sebanyak 3,21 g sedangkan benih hidup 3,22 g, setelah
dilakukan perendaman selama satu jam bobot benih mati menjadi 3,67 g
sedangkan bobot benih hidup menjadi 3,77 g. Prosentase peningkatan benih mati
sebesar 13,75 dan prosentase benih hidup sebesar 17,08. Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa proses penyerapan air pada benih hidup lebih
besar dibandingkan dengan benih mati. Hal tersebut dikarenakan imbibisi pada
benih hidup lebih banyak membutuhkan energi dibanding pada benih mati.
Hasil praktikum yang telah dilakukan pada laju imbibisi dua tipe benih,
bobot awal benih kacang tanah sebanyak 1,43 g, kadar airnya 12,5%, bobot kering
sebesar 1,25 g. Bobot pengamatan pada 15 menit pertama sebanyak 1,66 g, 15
menit kedua sebanyak 1,85 g, 15 menit ketiga sebanyak 1,98 g dan 15 menit
keempat sebanyak 2,04 g. Nilai rata-rata absorbsi kacang tanah sebanyak 0,18 g
pada 15 menit pertama, 0,15 g pada menit kedua, 0,10 g pada 15 menit ketiga dan
0,05 g pada 15 menit keempat. Dari hasil tersebut dapat simpulkan bahwa proses
penyerapan air pada benih kacang tanah paling banyak terjadi pada saat 15 menit
131
pertama. Hasil praktikum yang telah dilakukan pada laju imbibisi dua tipe benih,
bobot awal benih jagung sebanyak 1,15 g, kadar airnya 12,1%, bobot kering
sebesar 1,01 g. Bobot pengamatan pada 15 menit pertama sebanyak 1,29 g, 15
menit kedua sebanyak 1,30 g, 15 menit ketiga sebanyak 1,34 g dan 15 menit
keempat sebanyak 1,36 g. Nilai rata-rata absorbsi jagung sebanyak 0,14 g pada 15
menit pertama, 0,01 g pada menit kedua, 0,34 g pada 15 menit ketiga dan 0,02 g
pada 15 menit keempat. Dari hasil tersebut dapat simpulkan bahwa proses
penyerapan air pada benih jagung paling banyak terjadi pada saat 15 menit
pertama. Proses penyerapan air pada benih jagung dan kacang tanah dapat
disimpulkan bahwa proses penyerapan air yang paling banyak terjadi pada benih
kacang tanah.
Hasil praktikum yang telah dilakukan pada praktikum pengaruh kadar air
media terhadap imbibisi air, setelah dilakukan pengamatan setelah 7 hari
kelompok benih kedelai yang hilumnya diolesi vaseline, benih kedelai dan benih
jagung pada tekanan osmotik 0 dan -20 benih tidak ada yang tumbuh, sehingga
prosentase perkecambahan baik pada kedelai yang hilumnya diolesi vaseline,
kedelai maupun jagung prosentase perkecambahan yang didapat yaitu 0%.
Menurut Utomo (2006), air mutlak diperlukan untuk perkecambahan, meskipun
demikian perendaman yang terlalu lama dapat menyebabkan anoksia (kehilangan
oksigen), sehingga membatasi proses respirasi. Respirasi merupakan suatu
tahapan proses perkecambahan yang terjadi setelah proses penyerapan air.
Apabila proses respirasi terbatas maka proses perkecambahan akan berjalan
lambat.
132
Hasil praktikum yang telah dilakukan pada praktikum luas persinggungan
antara benih dan kadar air tanah yaitu menggunakan benih kedelai yang ditanam
di media pasir yang berada dalam seed boxes, kemudian diatasnya diberi
styrofomyang diberi lubang berbeda-beda, yaitu 1, 2, 3.5, dan 6 mm, kemudian
diatasnya ditutup plastik. Setelah dilakukan pengamatan selama 7 hari prosentase
perkecambahan pada diameter 1, 2, 3.5, dan 6 mm benih kedelai tidak ada yang
tumbuh sehingga prosentase perkecambahannya 0%. Faktor-yang mempengaruhi
perkecambahan benih antara lain faktor internal: tingkat kemasakan benih dan
ukuran benih, faktor eksternal: temperatur, cahaya, oksigen dan air (Sutopo,
2002).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat (solid)
atau agak padat (semi solid) karena benda-benda tersebut mempunyai zat
penyusun dari bahan yang berupa koloid.
2. Proses-proses fisiologis yang berkaitan dengan imbibisi benih yaitu aktivasi
enzim, inisiasi pertumbuhan embrio, munculnya radikula, dan kemudian
perkecambahan sempurna.
3. Komposisi biji yang mengandung protein tinggi menyerap air lebih cepat
sampai tingkat tertentu daripada biji dengan kadar karbohidrat tinggi. Biji
dengan kadar minyak tinggi tetapi kadar proteinnya rendah, kecepatan
serapnya sama dengan biji berkadar karbohidrat tinggi.
133
4. Potensial air pada perkecambahan benih digambarkan seperti mekanisme
difusi, yaitu bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang rendah
(kedalam biji).
5. Pengaruh kadar air media terhadap imbibisi, pengaruhnya yaitu air media
menjadi berkurang karena diserap oleh larutan PEG (Polyethylene glycol). luas
persinggungan antara benih dengan air yaitu apabila luas persinggungannya
lebar maka benih dapat menyerap air, sedangkan bila luas persinggungannnya
sempit maka benih tidak dapat menyerap air. Semakin banyak hambatan
hidrolik tanah maka proses imbibisi menjadi lambat.
B. Saran
Praktikum acara 7 hendaknya setiap acara pada point a, b, c, dan d
itu dipisah-pisah, supaya praktikum lebih efesien waktunya dan semua
praktikan mengetahui jalannya praktikum dari point a, b, c, dan d.
134
DAFTAR PUSTAKA
Aak . 1993. Jagung. Kanisius. Yogyakarta.
Agrica, Houlerr. 2009. Biologi. PT Erlangga. Jakarta.
Aurum, M. 2005. Pengaruh Jenis Media Tanam dan Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan Setek Sambang Colok. Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Indradewa. 2009. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid 1. ITB Press. Bandung.
Kuswanto, H. 1997. Dasar-dasar Teknologi, Produksi, dan Sertifikasi Benih. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Loveless. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. PT Gramedia. Jakarta.
Putih, R. Aswaldi, A dan Yona, M. 2009. Pengaruh Osmoconditioning dengan PEG (Polyethylene Glycol) Terhadap Viabilitas Dan Vigor Benih Padi Lokal
135
Ladang Merah. Jerami Vol 2 (2).
Salisbury F.B dan C.W.Ross,1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB. Bandung.
Sutopo, L 2002. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Tjitrosomo, S.S. 1985. Botani Umum Jilid 2. Angkasa. Bandung.
Utomo, B. 2006. Ekologi Benih. Karya Ilmiah Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara Medan
LAMPIRAN
136
top related