stosite 4,5,8
Post on 11-Jan-2016
15 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Stopsite 4 : Schist (sekis), Gunung Konang
Daerah Bayat sering dikenal dengan sebutan daerah Perbukitan Jiwo. Secara fisiologis
Perbukitan Jiwo adalah daerah rendah yang terletak diantara kota Klaten dengan Pegunungan
Selatan dan merupakan formasi wonosari. Struktur-struktur geologi yang berkembang didaerah
Bayat adalah struktur lipatan dan sesar-sesar naik, turun, dan sesar mendatar. Perbukitan jiwo
merupakan daerah yang relatif sempit namun memiliki kondisi geologi yang kompleks. Semua
batuan dapat dijumpai pada daerah ini pada temepat-tempat singkapan. Salah satu batuan yang
tertua di Jawa, yang berupa kompleks batuan metamorf dan batuan Paleogen yang banyak
mengandung fosil juga tersingkap di daerah ini. Formasi geologi atau jenis batuan yang ada
didaerah Bayat dapat dipilahkan menjadi 8 formasi, salah satunya adalah formasi batuan malihan
yang terdiri atas Sekis, pualam (marmer), batuan gunung api malih, sedimen malih, dan batu
sabak (Agri dkk., 2010).
Gunung Pendul dan Gunung Semangu termasuk kedalam deretan Perbukitan Jiwo Timur
yang terdiri dari gunung-gunung Konang, Pendul, Semangu, Jokotuwo, dan Temas. Gunung
Semangu dan Gunung Konang merupakan tubuh batuan sekis-mika dan berfoliasi dengan cukup
baik sedangkan Gunung Pendul merupakan tubuh batuan intursi mikrodiorit. Disebelah utara
Gunung Pendul dijumpai singkapan batu gamping nummulites yang sekitarnya terdapat batu
pasir berlapis. Hubungan antara satuan batuan tersebut masih meberikan kemungkinan-
kemungkinan baru dari aspek goelogi karena kontak antar satuan masih tertutup oleh koluvial di
daerah dataran (Yulianto dkk., 2001).
Daerah Gunung Konang mempunyai kemiringan 6º. Batuan metamorf didaerah Gunung
Konang adalah sekis, filit, dan kwarsit. Morfologi Perbukitan Gunung Konang mempunyai
singkapan Batu Sekis-Filit dengan komposisi mineral mika dari kuarsa yang ada didalamnya.
Singkapan sekis dijumpai setempat-setempat, seperti di Jiwo Timur dijumpai di bagian barat
G.Jokotuo, G.Konang, G. Semangu, dan lereng tenggara Gunung Pendul, sedangkan di Jiwo
Barat lereng selatan G. Merak. Di lokasi sekis ini terdapat sebagai fragmen dalam batu lempung
Eosen Formasi Wungkal-Gamping. Hasil analisis petrografi menunjukkan, bahwa mineralogi
penyusun sekis ini antara lain mineral kuarsa (40-55%), felspar (10-15%), muskovit (10-35%),
dan sedikit mineral opak. Diantara sekis ini, sampel yang diambil di lereng selatan G.Konang
komposisinya ada yang mengandung garnet (15%) disamping kuarsa dan muskovit.
Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, dan
horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang
yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap, Sekis berasal dari metamorfisme siltstone,
shale, dan basalt, dengan ciri khas foliasi yang kadang bergelombang, dan terdapat kristal garnet.
Berdasarkan pengamatan dilapangan, bahan induk Schist (Sekis) yang terdapat di Gunung
Konang adalah batu malihan yang mempunyai ciri khas jika dikenai suhu dan tekanan menjadi
terhimpit meliuk-liuk atau melekuk-lekuk dan tidak teratur, terkadang membentuk lapisan-
lapisan atau lempeng-lempeng seperti batu sabak dan tergantung dari bahan penyusunnya.
Pelapukan dari schist (sekis) akan membentuk tanah dengan horizon C yang memiliki ciri sudah
gembur .
Susunan schist (sekis) yang melekuk-lekuk dan meliuk-liuk menyebabkan pelapukannya
tidak mesti dari atas tetapi bisa dari arah mana saja. Jika schist melapuk maka unsur-unsur akan
melarut dan kehilangan kation-kation basa, tetapi bentuk schist (sekis) masih tetap sama. Mineral
primer di dalam schist (sekis) memiliki ciri khas adanya kenampakan mengkilap dibagian
luarnya. Unsur dominan dari schist (sekis) adalah Si, Al, dan Fe dan akan membentuk mineral
primer yang bermacam-macam. Semua batuan didominasi dengan Si (50-80%). Selain
ditemukan schist (sekis) di Gunung Konang juga ditemukan kwarsit. Kwarsit merupakan kwarsa
yang terbentuk melalui proses malihan. Kwarsit terbentuk karena intrusi batuan diorite dengan
suhu tinggi yang melelehkan Batuan-batuan yang ada disekelilingnya, ketika meleleh unsur akan
mengumpul sesuai dengan berat jenis masing-masing bahan, Si mengumpul bersama Si dan Al
mengumpul bersama Al. Unsur-unsur yang mengumpul akan membeku bersama-sama dengan
batuan diorite. Kwarsit biasanya terbentuk disekeliling batuan diorite. Diorite yang membeku
dikanan kirinya akan terbentuk kwarsit, yang berbentuk seperti kapur disebut kalsit. Kwarsit
didominasi oleh unsur Si, sedangkan kalsit didominasi oleh CaCO3.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kwarsit yang ditetesi dengan HCl tidak
mengeluarkan buih, sedangkan schist (sekis) berbuih dibagian luarnya tetapi tidak berbuih
dibagian dalamnya. Pada schist (sekis) yang berbuih adalah kapur yang menyelimuti schist
(sekis), karena disekitar schist (sekis) terdapat kapur yang mengotori schist (sekis). Jika kapur
yang melapisi schist (sekis) sudah habis maka tidak akan berbuih lagi. Kapur tersebut berasal
dari dasar laut, disekitar Gunung Konang terdapat kapur nummulites, namun unsur yang dominan
pada schist (sekis) adalah Si dan Al.
Tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan schist (sekis) adalah tanah Alfisol yang
dicirikan oleh horizon eluviasi dan iluviasi yang jelas, yang mana horizon permukaan umumnya
berwarna terang karena dipengaruhi oleh beberapa jenis mineral seperti kwarsa yang dapat
mempengaruhi warna tanah Alfisol menjadi lebih terang. Pada pengamatan di lapangan, tanah
yang terbentuk tidak tererosi cukup dalam, tanahnya berwarna merah dan sering digunakan
sebagai bahan baku pembuatan gerabah. Pada horizon B tanah Alfisol terdapat cley skin atau
selaput lempung yang mengkilap (selaput lempung yang menyelimuti bongkahan tanah) yang
menyebabkan tanah menjadi argilik (endopedo). Cley skin terbentuk dari tanah yang memiliki
pori-pori ketika lempung turun ke bawah akan mengisi pori-pori tanah tersebut sehingga akan
mengendap sepanjang pori-pori dan menyebabkan tanah mempunyai selaput lempung yang
mengkilap. Cley skin pada Alfisol lama-lama akan hilang, berbeda dengan slickenside pada tanah
Vertisol. Tanah Alfisol sudah berkembang cukup dalam sehingga banyak mengandung mineral
lempung kaolinit tipe 1:1, sehingga sangat bagus untuk dijadikan bahan baku pembuatan
gerabah.
Pelindian atau pencucian kation-kation basa karena hujan akan melindi kebawah
sehingga hilang dari tubuh tanah disebut dengan tanah Ultisol atau tanah podzolik merah kuning,
biasanya curah hujan tinggi antara 2500-3000 mm. Pada tanah Alfisol terjadi pelindian atau
pencucian kation-kation basa tetapi belum banyak, biasanya curah hujan tidak tinggi (2000mm).
Tanah Alfisol mengalami pencucian atau pelindian belum lanjut, sehingga masih banyak
kandungan unsur Na, K, Ca, dan Mg, jika ditetesi dengan larutan HCl maka akan berbuih karena
kandungan unsur Ca tinggi. Jumlah kejenuhan basa pada tanah Alfisol tinggi. Pada tanah Alfisol
kandungan Cad an Mg tinggi maka akan berikatan dengan OH, jika pH pada tanah alfisol diukur
akan menunjukkan hasil pH yang tinggi.
Stopsite 5 : Sedimen organik
Secara geografis kawasan yang digunakan untuk pengamatan pada stop site 5 berada
pada koordinat S 07°46’01.3” E 110°40’13.6” dengan ketinggian tempat 154,6 mdpl. Batuan
induk yang ditemukan pada kawasan ini berupa sedimen organik. Watuprau pada awalnya
merupakan wilayah laut dangkal, organisme laut banyak yang tinggal di daerah ini kemudian
organisme yang didominasi oleh kerang atau numulites ini mati dan terendapkan disini. Setelah
itu, daerah ini mengalami subduksi sehingga laut dangkal yang ada tadinya menjadi terangkat
atau (uplifting). Dalam proses pengangkatan endapan terjadi proses metamorfisme pada batu
sedimen yang berupa batugamping numulites, namun tak seluruhnya termetamorfisme. Sehingga
batuan sedimen mengalami metamorfisme sebagian atau dikatakan batu metasedimen. Karena
tidak termetamorfisme seutuhnya maka termasuk dalam metamorfisme derajat rendah.
Kemudian dalam waktu yang sangat lama, batuan ini menjadi sangat kompak karena pengaruh
suhu dan tekanan. Bukti batu ini adalah batu metasedimen dapat terlihat dari dalam batu
gamping numulites ini terdapat batu marmer yang sedang tumbuh namun belum sempurna.
Batuan ini mempunyai struktur kimia organik karena terdapat organisme mati yaitu
numulites yang melekat di batuan. Termasuk jenis batuan sedimen non klastik. Batuan gamping
numulites tersebut sebagian telah berubah menjadi marmer yang menandakan batuan tersebut
terbentuk pada kala Eiosen. Apabila mengalami pelapukan batuan akan membentuk tanah entisol
(USDA)/regosol (FAO).
Berdasarkan uji khemikalia pada lapisan top soil tanah diketahui bahwa pH tanah adalah
5 dan pH potensialnya 6. Pada tanah ini tidak terjadi reaksi reduksi oksidasi. Kandungan bahan
organik tanah sedang (+++) dan kandungan kapurnya juga sedang (+++). Pada tanah ini terdapat
konkresi Mn dengan jumlah yang sedikit (++). Warna dari tanah yang terbentuk setelah diukur
dengan soil munsell colour chart menunjukkan nilai matriks 4/4 10 YR yang berwarna coklat
kehitaman. Tekstur tanah di kawasan ini geluh debuan. Penggunaan lahan di kawasan ini banyak
digunakan sebagai tegalan maupun hutan sekunder. Vegetasi utama yang terdapat adalah
tanaman jati dan rumput-rumputan liar.
Stop site 8 : Cawas (batuan sedimen)
Secara administrasi lokasi pengamatan yang digunakan untuk stop site 8 berada di daerah
Jenthir, Cawas. Secara geografis terletak pada S 07°47’37.8” E 110°42’53.0” dengan ketinggian
mencapai 139,3. Kondisi topografi di kecamatan Cawas ini adalah wilayah berbukit/gunung
kapur. Daerah ini didominasi oleh landform karst yang berarti dahulunya daerah ini merupakan
endapan/sedimen laut.
Batuan sedimen terbentuk di arus turbid (arus dalam) sehingga lapisan menjadi kacau.
Adanya banyak lapisan menunjukan lamanya periode pengendapan. Apabila pada lapisan banyak
terdapat kapur maka banyak terdapat kapur napalan/ napal kapuran. Sedangkan jika terdapat
banyak lempung maka akan terbentuk batu napal. Jika batuan diuji dengan ditetesi HCl 10%
tidak mengeluarkan buih maka batuan tersebut termasuk jenis batuan lempung. Napal adalah
kalsium karbonat atau kapur kaya lumpur atau batu lumpur yang mengandung sejumlah variabel
tanah lempung dan aragonit. Napal awalnya merupakan istilah lama secara bebas diterapkan
untuk berbagai bahan, yang sebagian besar terjadi secara bebas, deposito membumi yang terdiri
terutama dari campuran tanah liat dan inti kalsium karbonat, yang terbentuk dibawah kondisi air
tawar, khusus zat yang mengandung tanah liat membumi 35-65% karbonat. Batu napal berwarna
abu-abu muda berbutir sangat halus hingga menegah lunak bersifat karbonan dan karbonatan.
Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel batuan yang terdiri dari lapisan.
Setelah dilakukan uji khemikalia, dapat diketahui bahwa lapisan pertama hanya mengandung
sedikit bahan organik sedangkan untuk kandungan Mn, dan Cl tidak terdapat pada lapisan ini.
Pada lapisan kedua tidak terdapat kandungan bahan organik, Mn, maupun Cl. Berbeda dengan
lapisan kedua, pada lapisan ketiga mengandung banyak bahan organik.
Batuan karst pada kawasan ini banyak ditambang oleh masyarakat sekitar. Tingkat
kesesuaian lahan pada kawasan ini termasuk dalam kelas kesesuaian lahan S3 yang berarti lahan
masih dapat untuk dikelola namun banyak faktor penghambat yang harus diperhatikan. Vegetasi
yang banyak ditemui adalah pohon jati dan bambu.
DAFTAR PUSTAKA
Agri, A. Purwati, A.F. Asngari, dan A. Dylian. 2010. Geologi Rekayasa Dan Property Tanah Di
Daerah Bayat Dan Waduk Wonogiri.
http://www.academia.edu/8147613/LAPORAN_KULIAH_LAPANGAN_GEOLOGI_
REKAYASA. Diakses pada 21 Mei 2015.
Yulianto, G., E. Hartantyo, Sudarmaji, A. Ismulhadi. 2001. Penentuan batas kontak batuan
gunung Pendul dan gunung Semangu, Bayat, Klaten menggunakan metode magnetik.
Berkala Fisika 4 : 63-68.
top related