sosiologi politik
Post on 22-Feb-2016
316 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Sosiologi PolitikMoh. ikmal
Informasi Akademik : Blog : Mohammadikmal.Wordpress.Com E-mail : Ikmal.uny@gmail.com
SISTEM EVALUASI
No. Komponen Evaluasi Bobot (%)1. Tugas dan makalah 20 %2. Diskusi / Seminar Kecil 20 %3. Ujian Mid Semester 20 %4. Ujian Akhir Semester 30 %5. Sikap, perilaku, kehadiran 10 %
Jumlah 100 %
Rincian materi perkuliahanPERT. KE MATERI POKOK PERKULIAHAN
1 HAKIKAT, PENDEKATAN, DAN RUANG LINGKUP SOSIOLOGI POLITIK
2-3 STUDI TENTANG RELASI MASYARAKAT DAN KEKUASAAN : PERSPEKTIF HISTORIS, ABAD TENGAH, DAN KONTEMPORER
4 INDONESIA SEBAGAI MASYARAKAT POLITIK YANG MAJEMUK
5 BUDAYA POLITIK INDONESIA
6 MEDIA MASSA DI ERA POLITIK TRANSISI
7 UJIAN TENGAH SEMESTER
8-9 KEPARTAIAN DAN DINAMIKA POLITIK INDONESIA
10 KOMUNIKASI DAN SOSIALISASI POLITIK DI INDONESIA
11 PARTISIPASI DAN REKRUTMEN POLITIK
16 UJIAN AKHIR SEMESTER
Konsep Sosiologi Politik
1. Sosiologi politik adalah “ sosiologi dan politik”2. Sosiologi menurut Agus Comte adalah merupakan
cabang ilmu mengenai masyarakat, struktur sosial, pranata sosial, perilaku masyarakat dan proses interaksi, interaksi dan konflik dalam masyarakat. sedangkan ilmu politik adalah ilmu mengenai negara dan kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan, pembagian dan alokasi.
3. Sosiolog modern memahaami sosioloig sebagai ilmu pengetahuan yang membahas kelompok-kelompok sosial (Johnson, 1961:2), interaksi-interaksi manusia dan interelasinya (ginsburg,1934:7)
4. Jadi kajian sosiologi memberikan pusat perhatian pada tingkah laku individual dan kolektifnya secara terpisah dari masyarakat
Why Does Sociology Matter?
Mengapa ilmu sosiologi penting dalam kaitan dengan proses PENCAPAIAN, PENGGUNAAN DAN MEMPERTAHANKAN KEKUASAAN?
Hal itu karena KEKUAASAAN ADALAH KEKUATAN UNTUK MEMPENGARUHI MAUPUN MEMAKSA SESEORANG YANG BERKAITAN DENGAN ORANG ORANG ATAU SEKELOMPOK ORANG.
Lembaga NEGARA, KEKUASAAN DAN DINAMIKA SOSIAL pasti memiliki konteks sosiologis, karena mereka selalu berada dalam lingkungan sosial. Demikian juga dalam hal pengGUNAAAN KEKUASAAN.
POSISI KEKUASAAN DAN NEGARA DALAM KACAMATA SOSIOLOGIS Selama ini orang sering melihat bahwa NEGARA adalah
INSTITUSI yang dekat dengan kekuasaan yang melekat. Padahal Secara Sosiologis dapat dipahami dengan mencari asal
muasal kekuasaan yang berjalan dalam koridor konteks sosial. POWER DOESN’T TAKE PLACE IN A VACUUM PENGGUNAAN KEKUASAAN ITU itu selalu konteks dengan
lingkungannya Baik lingkungan sosial, lingkungan politik dan lingkngan alamiah.
“Sosiologi politik” menurut para ahli..
1. Sosiologi politik (SOSPOL) memiliki dua pengertian yaitu ilmu tentang negara dan ilmu tentang kekuasaan (Duverger 1989)
2. Konsep lain yang lebih modern memandang SOSPOL sebagai ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando didalam semua masyarakat manusia (Leon Duguits)
3. SOSPOL erupakan bidang subjek yang mempelajari mata rantai politik dan masyarakat, antara struktur-struktur sosial dan struktur politik, dan antara tingkah laku sosial dan tingkah laku politik (Rush dan Althoff)
4. Sospol merupakan jembatan teoritis dan jembatan metodologis antara sosiologi dan politik “Hybrid interdicipliner”
Lanjutan...
Dari penjelasan diatasa maka SOSPOL bermakna sebagai ilmu tentang kekuasaan dalam masyarakat.
Namun.....KEKUASAAN DALAM MASYARAKAT YG BAGAIMANA YG
MENJADI CAKUPAN SOSPOL...?
“Kekuasaan” dalam konteks sosiologis Menurut duverger cakupan kekuasaan dalam
masyarakat bisa dilihat dari : 1. Ukuran dan kompleksitasnya (kel kecil dan kompleks)2. Hakikat ikatan-ikatan organisatorisnya (masy.swasta
dan universal)
SOSPOL sbg “Hybrid interdicipliner”
4 mata rantai konsep SOSPOL yang bersifat interdependent (saling ketergantungan) :
(Jembatan teoritis dan metodologis) Sosialisasi politik
Partisipasi politik
Penerimaan (rekrutmen politik)
Komunikasi politik
Pendekatan SOSPOL
Beberapa pendekatan dalam mempelajari SOSPOL :
1. Pendekatan institusionalisme2. Pendekatan behavioralisme3. Pendekatan sistem
SUMBER KEKUASAAN DALAM MASYARAKAT
1. OTORITAS KARISMATIK : yaitu suatu kepatuhan yang dibenarkan karena orang yang memberikan tatanan memiliki beberapa kesucian atau semua karakteristik yang dikenal
2. OTORITAS TRADISIONAL : Dalam otoritas yang sedemikian ini, ‘semua perintah mungkin dipatuhi karena adanya rasa hormat terhadap pola-pola tatanan lama yang telah mapan.’ Tipe otoritas ini barangkali tak sulit untuk kita temukan dalam kehidupan sehari-hari kita. Kita bisa lihat tipe otoritas ini semisal dalam bagaimana masih kuatnya tradisi pernikahan yang mengikuti adat tradisional idem
3. OTORITAS LEGAL : dimana ‘manusia mungkin percaya bahwa seseorang yang memberikan tatanan adalah berbuat sesuai dengan tugas-tugasnya sebagaimana yang di dalam suatu kitab undang-undang dan peraturan.” “Kategori ketiga ini berciri rasional, dan merupakan tipe otoritas yang menandai organisasi modern, yang berkaitan dengan membesarnya staf administrasi birokratis idem
RELASI KEKUASAAN DALAM MASYARAKAT
1. Masyarakat adalah merupakan kesatuan sosiologis yang memiliki perasaan, peraturan dan pemikiran yang sama
2. Kekuasaan dalam masyarakat dibentuk melalui relasi dan interaksi antar sumber-sumber otoritas dalam masyarakat sebagai konsekuensi adanya kesamaan perasaan, peraturan, dan pemikiran yang sama.
BUDAYA POLITIK INDONESIA
KONSEP BUDAYA POLITIK
1. Budaya politik adalah orientasi kognitif, afektif dan evaluatif terhadap sistem politik ( Almond dan Verba, 1984:16 ). G. Bingham Powell, Jr.: Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi. Lebih jauh mereka menyatakan, bahwa warga negara senantiasa mengidentifikasikan diri mereka dengan simbol-simbol dan lembaga kenegaraan berdasarkan orientasi yang mereka miliki.
2. Sidney Verba: Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
3. Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R. O'G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa.
Konsep budaya politik (lanjutan)
1. Rusadi Sumintapura: Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
2. Alan R. Ball: Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik
3. Austin Ranney: Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
Konsep budaya politik (lanjutan)
1. Komponen-komponen Budaya Politik (Almond dan Verba,1984:16) :
a. Orientasi kognitif : yaitu berupa pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya.
b. Orientasi afektif : yaitu perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor dan penampilannya.
c. Orientasi evaluatif : yaitu keputusan dan pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan.
2. Almond dan Verba (1984) menggolongkan tipe budaya politik menjadi:
a. budaya politik partisipan;
b. budaya politik subjek;
c. budaya politik parokial.
Konsep budaya politik (lanjutan)
Konsep budaya politik (lanjutan)
Almond dan Verba (1984) menyatakan bahwa kebuadayaan politik suatu bangsa dalam kenyataannya merupakan budaya politik campuran. Maksudnya tidak akan ditemukan dalam kenyataan empirik bahwa suatu bangsa hanya memiliki satu jenis kebudayaan politik saja. Budaya politik campuran yang bersifat proporsional merupakan budaya demokratis yang dikenal sebagai budaya keawraganegaraan (civic culture).
Tipe-tipe budaya politik berdasarkan :
Sikap yg di tunjukkan
•Budaya politik militan•Budaya politik Toleran (mental absolut dan akomodatif)
Orientasi politik
•Budaya parokhial•Budaya politik kaula•Budaya politik partisipan
Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
Budaya politik toleran
Budaya Politik Toleransi : Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide ora Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
1. Absolut : Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi.
2. Akomodatif : Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.ng, tetapi bukan curiga terhadap orang
Budaya politik ; orientasi politiknya 1. Budaya politik parokial (parochial political culture), yaitu tingkat
partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah).
2. Budaya politik kaula (subyek political culture), yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih bersifat pasif.
3. Budaya politik partisipan (participant political culture), yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
Budaya politik berdasarkan orientasi politik (penjelasan)
Budaya politik Keterangan / uraianParokhial • Frekuensi orientasi terhadap sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input,
obyek-obyek output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati nol.• Tidak terdapat peran-peran politik yang khusus dalam masyarakat.• Orientasi parokial menyatakan alpanya harapan-harapan akan perubahan yang
komparatif yang diinisiasikan oleh sistem politik.• Kaum parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.• Parokialisme murni berlangsung dalam sistem tradisional yang• lebih sederhana dimana spesialisasi politik berada pada jenjang sangat minim. • Parokialisme dalam sistem politik yang diferensiatif lebih bersifat afektif dan
normatif dari pada kognitif.Subjek / kaula • Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik yang
diferensiatif dan aspek output dari sistem itu, tetapi frekuensi orientasi terhadap obyek-obyek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol.
• Para subyek menyadari akan otoritas pemerintah • Hubungannya terhadap sistem plitik secara umum, dan terhadap output,
administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif.• Sering wujud di dalam masyarakat di mana tidak terdapat struktur input yang
terdiferensiansikan.• Orientasi subyek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif.
Budaya politik • Keterangan / uraian
Partisipan • Frekuensi orientasi politik sistem sebagai obyek umum, obyek-obyek input, output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati satu.
• Bentuk kultur dimana anggota-anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem politik secara komprehensif dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif (aspek input dan output sistem politik)
• Anggota masyarakat partisipatif terhadap obyek politik • Masyarakat berperan sebagai aktivis.
Penjelasan (lanjutan)
Bagaimana budaya politik di Indonesia ?1. Kuntowijoyo (199:62-64) menyatakan ada 2 pusaka budaya politik bangsa yaitu budaya
afirmatif ( pengukuh kekuasaan ) yang feodalistik yang merupakan tradisi politik BU ( Budi Utomo ) dan budaya politik critical ( pemawas terhadap kekuasaan ) yang demokratis sebagai tradisi politik SI ( Serikat Islam )".
2. Nurcholis Madjid dalam hal ini menggolongkan budaya pedalaman yang feodalistik dan budaya pesisir yang demokratis" ( Harian Republika, edisi 3 September 1996 ).
3. Pendapat lain menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki akar budaya politik demokratis. Karena akar budaya politik Indonesia adalah feodalistik (pengaruh kultur Jawa); kapitalistik – birokratik (pengaruh kolonial Belanda) dan militeristik (pengaruh fasisme Jepang). Indonesia yang menganut sistem politik demokrasi, sudah barang tentu yang hendak disosialisasikan adalah budaya politik kewarganegaraan (civic culture) atau budaya politik demokrasi. Seperti dinyatakan Alexis de Tocqueville “ Democracy in America is successful because of a participatory culture and a belief in equality”. Lipset, dalam hal ini membandingkan budaya Kanada dengan AS. Canadian culture is more statist, deferential to leaders, collectivist and conservative. US is more independent, distrusful of government, individualistic, liberal and progressive.
Media massa di era politik transisi
Pengertian dan fungsi media massa Jenis-jenis media massa sejarah perkembangan media massa media massa dan konstruksi sosial ;
pers di era transisi politik demokrasi
Pengertian dan fungsi Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk
mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media.
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia (UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers)
Pers merupakan pilar keempat bagi demokrasi (the fourth estate of democracy) dan mempunyai peranan yang penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah (R Eep Saefulloh Fatah)
Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis (Oemar Seno Adji)
Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.
alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar, alat untuk menjepit atau memadatkan surat kabar dan majalah yang berisi berita, orang yang bekerja di bidang persurat kabaran (Kamus Umum Bahasa Indonesia )
Pers adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya (Kustadi Suhandang)
Dalam bukunya Four Theories of the Press yang ditulis oleh Wilbur Schramm dkk mengemukakan 4 teori terbesar pers, yaitu the authotarian, the libertarian, the social responsibility dan the soviet communist theory. Keempat teori tersebut mengacu pada satu pengertian pers sebagai pengamat, guru, dan forum yang menyampaikan pandangannya tentang banyak hal yang mengemuka ditengah tengah mesyarakat (Wilbur Schramm)
Pers sebagai the extended man, yaitu yang menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dan peristiwa satu dengan peristiwa lain pada moment yang bersamaan (McLuhan)
Pers adalah yang membentuk pendapat umum melalui tulisan dalam surat kabar. Pendapatnya ini yang mampu membakar semangat para pejuang dalam memperjuangkan hak hak Bangsa Indonesia masa penjajahan Belanda Raden (Mas Djokomono)
Fungsi pers
Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya
Fungsi pers menurut Kusumaningrat :1. Fungsi Informatif2. Fungsi Kontrol ( fungsi watchdog )3. Fungsi Interpretatif dan Direktif4. Fungsi Menghibur5. Fungsi Regeneratif6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara7. Fungsi Ekonomi
Jenis-jenis media massa
Sejarah perkembangan pers di indonesia Masa Penjajahan Belanda (VOC) : Pada tahun 1615 atas perintah Jan
Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles
Masa Pendudukan Jepang : Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, pada zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
Masa Revolusi Fisik (perjuangan rakyat indonesia) : Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
Masa Demokrasi Liberal Masa Demokrasi Terpimpin Masa Orde Baru Masa Reformasi
Perkembangan Pers Di Indonesia
Perkembangan pers di Indonesia berawal pada penerbitan surat kabar pertama, yaitu Bataviasche Novelles en Politique Raisonemnetan yang terbit 7 Agustus 1774. Kemudian muncul beberapa surat kabar berbahasa Melayu, antara lain Slompet Melajoe, Bintang Soerabaja (1861), dan Medan Prijaji (1907). Majalah tertua ialah Panji Islam (1912-an) Surat kabar terbitan peranakan Tionghoa pertama kali muncul adalah Li Po (1901), kemudian Sin Po (1910). Surat kabar pertama di Indonesia yang menyiarkan teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 adalah surat kabar Soeara Asia. Sesudah itu, surat kabar nasional yang memuat teks proklamasi adalah surat kabar Tjahaja (Bandung), Asia Raja (Jakarta), dan Asia Baroe (Semarang). Corak kehidupan politik, ideologi, kebudayaan, tingkat kemajuan suatu bangsa sangat mempengaruhi sistem pers di suatu negara. Secara umum, di seluruh dunia terdapat pola kebijakan pemerintah terhadap pers yang otoriter dan demokratis. Diantara keduanya terdapat variasi dan kombinasi, bergantung tingkat perkembangan masing-masing negara. Ada yang quasi otoriter, ada yang quasi demokratis, dan sebagainya.
Media massa dan konstruksi sosial ; pers di era transisi politik demokrasi Demokrasi adalah praktik politik. Sedangkan politik, seperti dikatakan
Lasswell adalah “siapa mendapatkan apa, kapan, dengan cara bagaimana (who gets what, when,how)
Dalam pandangan komunikasi, juga dalam asas demokrasi, salah satu cara (how) aktor politik (who) untuk memperoleh sesuatu (gets what) itu adalah dengan cara berkomunikasi. Ini sejalan dengan salah satu definisi politik yang dikemukakan oleh Mark Roelofs yang mengatakan, “Politics is talks... the activity of of politics (‘politicking”) is talking”2: berpolitik adalah berbicara; yang berarti berpolitik tiada lain adalah berkomunikasi baik melalui media massa (koran, majalah, tabloid, radio, tv, film) maupun non-media massa (surat, leaflet, booklet, spanduk, baligo, internet, saluran komunikasi interpersonal, saluran komunikasi kelompok dan organisasi serta jaringan komunikasi).
Ada dua penyebab mengapa komunikasi politik yang melibatkan media massa di dalamnya, memiliki ciri khas membentuk opini publik.
1. Dari segi pesan komunikasi politik itu sendiri yang berisi pembicaraan-pembicaraan politik dengan fungsinya sendiri-sendiri. Sarana utama pembicaraan politik itu sendiri adalah kata-kata (simbol-simbol politik). Pemilihan sebuah simbol mampu memberikan hasil politik tertentu bagi penggunanya, mulai dari usaha untuk mencapai (1) keuntungan material, (2) peningkatan status, (3) pemberian indentitas, sampai sebatas (4) penyebaran informasi.
2. campur tangan” media dalam menyajikan berita politik melalui proses yang disebut kontruksi realitas (construction of reality). Liputan politik –sebetulnya liputan setiap peristiwa-- di media massa secara tertulis ataupun rekaman adalah kontruksi realitas: suatu upaya menyusun realitas dari satu atau sejumlah peristiwa yang semula terpenggal-penggal (acak) menjadi tersistematis hingga membentuk cerita atau wacana yang bermakna
Bagaimana media massa mengkonstruksikan realitas politik ? Proses konstruksi realitas (politik) dilakukan melalui upaya
“menceritakan” (koseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, oramg atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik melalui bahasa (symbol politik) sementara itu media juga melakukan strategi pembingkaian (framing strategy).
Kepartaian dan dinamika politik indonesia Sejarah perkembangan partai politik Definisi partai politik Fungsi partai politik
Sejarah perkembangan partai politik Partai politik pertama kali lahir di eropa barat dg meluasnya gagasan bahwa
rakyat merupakan faktor yg perlu dipertimbangkan dan di ikutsertakan dalam proses politik( sejalan dengan perkembangan demokrasi), maka secara otomatis partai politik berkembang menjadi penghubung antara rakyat dan pihak pemerintah.
Pada awal perkembangannya, sekitar abad 18-an di negara-negara barat (inggris dan prancis) kegiatan-kegiatan politik dipusatkan di parlemen yg lebih bersifat elitis dan aristokratis yaitu mempertahankan kepentingan kaum bangsawan thd tuntutan raja.
Konsekuensi perkembangan demokrasi di dunia dengan ditandai perluasan hak pilih dari rakyat dan hak-hak parlemen, kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen. Partai yang berkembang di luar parlemen tersebut umumnya bersandar pada asas/ideologi tertentu seperti sosialismem fasisme, komunisme, dsb.
Hingga sampai pada PD I, partai berkembang berdasarkan klasifikasi dua kutub ideologi “(kiri dan kanan)”. Mainstrem ideologi “kiri” dan “kanan” secara sederhana dapat digambarkan :Kiri KananPerubahan, kemajuan Status quo, konservatifKesetaraan (equality) untuk semua lapisan bawah
Privilege (untuk lapisan atas)
Campur tangan negara (dalam kehidupan sosial/ekonomi)
Pasar bebas
Hak kewajiban
Konstelasi partai menjelang PD II tidak lagi mempertahankan tradisi membedakan antara berbagai jenis partai (patronage vs ideologi, massa vs kader, dan kiri vs kanan). Justru keberadaan partai memperluas dukungan dari pemilih (electoral base) dengan merangkul pemilih tengah (median voter/ floating vote)
Definis partai politik
Adalah sekelompok terorgansir yg anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yg sama (miriam budiardjo)
Sigmund neuman : partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yg berusaha untuk mnguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dg suatu golongan/golongan lain yg mempunyai pandangan yg berbeda.
Parpol adalah suatu kelompok yg mengajukan calon-calon bagi jabatan-jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat shgga dapat mengontrol/mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah.
Dari beberapa definis diatas tampak jelas bahwa basis sosiologis dari parpol adalah ideologi dan kepentingan yg diarahkan pada usaha-usaha utk memperoleh kekuasaan.
Fungsi dan tipologi partai politik
Fungsi partai politik di negara demokrasi :1. Komunikasi politik2. Sosialisasi politik3. Rekruitmen politik4. Manajemen konflik
Fungsi parpol di negara otoriter :1. Sosialisasi politik2. Rekruitmen politik3. Komunikasi politik
Klasifikasi sistem kepartai
Sistem Partai tunggal Sistem Partai dwi partai Sistem multipartai
Tipologi partai politik
Partai proto : partai yg dibentuk berdasarkan pembedaan antara kelompok anggota (ins) dengan non anggota (outs). Partai ini lebih merupakan faksi yg dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologis masyarakat
Partai kader : merupakan perkembangan dari partai proto akibat meluasnya sistem hak pilih bagi, sehingga bergantung pada masyarakat kelas menengah.
Partai massa : Partai diktatorial :
Komunikasi dan sosialisasi politik
Proses komunikasi
Proses Komunikasi Politik
Conformist
Sense/sign giving
Feedback
Sender Symbolic Message
NOISE
Receiver
Idiosyneratic
Sense making
Kampanye pemilu dan kampanye politikKampanye Pemilu Kampanye Politik
Jangka dan batas waktu Periodik dan tertentu Jangka panjang dan terus-menerus
Tujuan Menggiring pemilih ke bilik suara Image politik
Strategi Mobilisasi dan berburu pendukungPush-Marketing
Membangun dan membentuk reputasi politikPull-Marketing
Komunikasi Politik Satu arah dan penekanan kepada janji dan harapan politik kalau memang pemilu
Interaksi dan mencari pemahaman beserta solusi yang dihadapi masyarakat
Sifat hubungan antara kandidat dan pemilih
Pragnatis/transaksi Hubungan relasional
Produk politik Janji dan harapan politikFigur kandidat dan program kerja
Pengungkapan masalah dan solusiIdeologi dan sistem nilai yang melandasi tujuan partai
Sifat program kerja Market-Oriented dan berubah-ubah dari pemilu satu ke pemilu lainnya
Konsisten dengan sistem nilai partai
Retensi Memori kolektif
Cenderung mudah hilang Tidak mudah hilang dalam ingatan kolektif
Sifat kampanye Jelas, terukur, dan dapat dirasakan langsung aktivitas fisiknya
Bersifat laten, bersikap kritis, dan bersifat menarik simpati masyarakat
Tujuan kampanye dan keterbatasan sumber daya
Positioning
Research
Seleksi target masyarakat yang disasar dan tujuan aksi
Pengembangan program
Strategi Kreatif
Strategi Media
Monitoring kampanye dan evaluasi
Sistematika dalam menetapkan strategi kampanye
Dimodifikasi dari Dowling (2001, hlm. 135)
top related