sosiologi kebudayaan suku waigeo di kepulauan raja ampat
Post on 18-Oct-2015
626 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
1/15
KEBUDAYAAN SUKU WAIGEO
(PULAU RAJA AMPAT)Di Susun Oleh:
Firdaniati Galih Arnu Prabowo
Hana Olivia.S.Silaen
Jesica Baby Tamara
Lyta Qodrine
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
2/15
Peralatan dan Perlengkapan hidup
manusia
KOTEKA
Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalambudaya sebagian penduduk asli Pulau Papua. Koteka terbuat
dari kulit labu air, Lagenaria siceraria. Isi dan, biji labu tuadikeluarkan dan kulitnya dijemur . secara harfiah, kata inibermakna pakaian ,berasal dari bahasa salah satu suku diPaniai. Sebagian suku pegunungan Jayawijaya menyebutnyaholim atau horim. Namun demikian, setiap suku memiliki
perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukaibentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanyamemakai dua labu. Seiring waktu, koteka semakin kurangpopuler dipakai sehari-hari. Koteka dilarang dikenakandikendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, kotekahanya untuk diperjual belikan sebagai cendramata.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
3/15
PISAU BELATI
Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau Belati.
Senjata ini terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan bulunya
menghiasi hulu belati tersebut. Senjata utama penduduk asli
Papua lainnya adalah Busur dan Panah. Busur tersebut dari
bambu atau kayu, sedangkan tali busur dari rotan. Anak
panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru.
MAKANAN
Masyarakat asli kepulauan Waigeo adalah etnis Suku Biak,
Maya, Ondoloren bermukim. Sebagian besar penduduk asli
Raja Ampat adalah masyarakat subsistem yang hidup
sederhana, tradisional dengan target hanya sebatas mencukupikebutuhan sehari-harinya. Di daerah ini pula ada tradisi makan
biji buah pinang untuk mempererat persaudaraan seperti
lazimnya daerah lain di Indonesia.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
4/15
Perumahan
Rumah mereka unik dibangun diatas pohon dengan
ketinggian 10-30 meter dari permukaan tanah. Alasan
dibangun seperti itu adalah untuk menghidari daribinatang buas juga serangan-serangan dari suku lain
dahulunya. Rumah ini di bangun dengan susunan kayu-
kayu dengan ikatan rotan, dan dinding dengan bilahan
bamboo juga kulit kayu. Dan atap rumah mereka
menggunakan daun sagu. Untuk menaiki rumah
menggunakan tangga yang lurus terbuat dari batang
batang kayu.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
5/15
Mata Pencarian Hidup
Sistem mata pencaharian
Sebagai penduduk yang mendiami wilayah
kepulauan yang sebagian besar wilayahnya
adalah perairan laut, maka sumber matapencaharian utama mayoritas 80% masyarakat
Raja Ampat adalah dengan mengolah berbagai
sumber daya alam yang berasal dari laut seperti
nelayan, pembuat ikan asin, pencari rumput laut,
atau sebagai penyedia jasa transportasi laut antarpulau dll.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
6/15
Sistem Kemasyarakat
Sistem kekerabatan
Suku Matbat merupakan suku yang ada di Kepulauan Raja Ampat yang dapat
kita jumpai di Kampung Magey, Kampung Lenmalas, Kampung Salafen,Kampung Atkari, Kampung Folley, Kampung Tomolol, Kampung Kapatcool danKampung Aduwei. Selain Suku Matbat kita juga dapat menjumpai suku-sukulainnya.Di Pulau Salwati misalnya terdapat Suku Moi ( Moi-Maya), Suku Fiat , SukuTepin, Suku Waili, Suku Domu, dan Suku Butlih. Di Pulau Waigeo terdapat Suku
Laganyan, Suku Waiyai, Suku Kawe, Suku Ambel, Suku Biak, dan suku- sukulain seperti Suku Bugis dan Buton.Disinilah suku-suku yang tinggal diKepulauan Raja Ampat secara bersama membuat kesepakatan untuk menjagakelestarian lingkungan laut. Bahwasannya di dunia modern saat ini masalahlingkungan menjadi sebuah perbincangan dan masalah serius bagi dunianamun suku-suku petinggal di Raja Ampat sudah menyikapinya dari sejak
dahulu. Sebab alam yang memberi berkah bagi mereka maka mereka patutpula menjaganya.Kesepakatan berupa adat istiadat setempat itu di kenaldengan istilah Sasi atau Samsom. Secara harfiah Samsom dalam bahasa SukuMatbat yang berarti larangan. Tradisi Samsom merupakan sebuah aturanbersama bahwa masyarakatnya dilarang mengganggu satu wilayah dalamkurun waku tertentu. Ritual Samsom dilaksanakan setahun sekali selama kurunwaktu enam hingga tujuh bulan lamanya. Ritual Samsom ini di pimpin olehtokoh masyarakat yang disebut Mirinyo.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
7/15
Mantra-mantra dibacakan saat matahari terbit, Mirinyo berdiri di
depan kampung dan menghadap laut lalu menancapkan tanda
larangan yang disebut Gasamsom. Tanda larangannya berupa
batang pohon salam yang daunnya di pangkas. Cabang danrantingnya dibiarkan utuh untuk menggantungkan sesajen seperti
Sababete berupa rokok, pinang, tembakau, dan carik-carik kain
bewarna merah. Mirinyo juga menancapkan dua buah Gasamsom
pada ujung-ujung kampung dan semuanya menghadap ke
laut. Disaat itulah larangan berlaku dan setiap penduduk asliataupun pendatang dilarang untuk mengambil hasil laut hingga Sasi
atau Samsom selesai. Untuk yang melanggar aturan, jika dahulu
diberikan hukuman berupa cambuk dan pasung, namun saat ini
diganti dengan pekerjaan-pekerjan yang bermanfaat untuk
kepentingan sosial.Dalam tradisi Samsom tidak adanyapengawasan oleh pemerintahan adat hanya saja ini merupakan
menjadi tanggung jawab seluruh warga. Dengan maksud bagi
warga yang melihat pelanggaran wajib melaporkan kepada
pemimpin adat.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
8/15
BahasaPenyebaran Bahasa-Bahasa di Raja Ampat
1. Bahasa Maya; yaitu bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku
Wawiyai (Teluk Kabui), suku Laganyan (Kampung Araway, Beo dan
Lopintol) dan suku Kawe (Kampung Selpele, Salio, Bianci dan Waisilip).
Mereka menggunakan satu bahasa yang terdiri dari beberapa dialek,
yaitu dialek Wawiyai, Laganyan, dan Kawe.
2. Bahasa Ambel (-Waren); yaitu bahasa yang digunakan oleh penduduk
yang mendiami beberapa kampung di timur Teluk Mayalibit, seperti
Warsamdin, Kalitoko, Wairemak, Waifoi, Go, dan Kabilol, serta Kabare
dan Kapadiri di Waigeo Utara.
3. Bahasa Batanta. Bahasa ini digunakan oleh masyarakat yang mendiami
sebelah selatan Pulau Batanta, yaitu penduduk Kampung Wailebet dan
Kampung Yenanas.
4. Bahasa Tepin. Bahasa ini digunakan oleh penduduk di sebelah utara ke
arah timur Pulau Salawati, yaitu penduduk di Kampung Kalyam, Solol,
Kapatlap, dan Samate, dengan beberapa dialek yaitu, dialek Kalyam
Solol, Kapatlap dan Samate.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
9/15
5. Bahasa Moi. Bahasa ini adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk
di Kampung Kalobo, Sakabu, dan sebagian Kampung Samate. Bahasa
Moi yang dipakai di Salawati merupakan satu dialek bahasa Moi yang
berasal dari daratan besar sebelah barat wilayah Kepala Burung, yangberbatasan langsung dengan Selat Sele.
6. Bahasa Matbat. Istilah Matbat merupakan nama yang diberikan untuk
mengidentifikasikan penduduk dan bahasa asli Pulau Misool. Orang asli
Misool disebut orang Matbat dan bahasa mereka disebut bahasa Matbat.
Penduduk yang merupakan penutur asli bahasa Matbat ini tersebar diKampung Salafen, Lenmalas, Atkari, Folley, Tomolol, Kapatcool, Aduwei,
dan Magey.
7. Bahasa Misool. Sebutan ini diberikan oleh penduduk Misool yang
berbahasa Misool sendiri. Bahasa Misool ini berbeda sekali dengan
bahasa Matbat. Orang yang menggunakan bahasa Misool ini dipanggil
dengan sebutan Matlou oleh orang Matbat, yang berarti orang pantai.
Orang Misool yang menggunakan bahasa Misool pada umumnya
beragama Islam, yang tersebar di Kampung Waigama, Fafanlap,
Gamta,Lilinta, Yelu, Usaha Jaya, dan Harapan Jaya. Bahasa ini juga
digunakan oleh beberapa kampung Islam di Salawati seperti Sailolof
kampung Islam, dan Samate.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
10/15
8. Bahasa Biga. Bahasa ini adalah salah satu bahasa migrasi yang berada
di sebelah tenggara Pulau Misool, yang digunakan oleh penduduk yang
mendiami Kampung Biga di tepi Sungai Biga (Distrik Misool Timur
Selatan). Penduduk dan bahasa ini diperkirakan bermigrasi dari Pulau
Waigeo, yaitu dari Kampung Kabilol, yang berbahasa Ambel. Peneliti perlumengadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah bahasa Biga
memiliki kemiripan dengan bahasa Ambel.
9. Bahasa Biak. Bahasa Biak di Raja Ampat merupakan bahasa yang
bermigrasi dari Pulau Biak dan Numfor bersamaan dengan penyebaranorang Biak ke Raja Ampat. Bahasa Biak ini dibagi menjadi beberapa
dialek, yaitu Biak Beteu (Beser), Biak Wardo, Biak Usba, Biak Kafdaron,
dan Biak Numfor.
10. Bahasa-bahasa lain. Dengan arus migrasi penduduk dari Kepulauan
Maluku dan wilayah bagian barat lainnya, maka terdapat juga beberapa
bahasa yang dipakai oleh penduduk pendatang di Raja Ampat seperti
bahasa Ternate, Seram, Tobelo, Bugis, Buton, dan Jawa. Bahasa-bahasa
ini merupakan bahasa-bahasa minoritas karena penuturnya tidak terlalu
banyak.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
11/15
11. Sejarah Raja Ampat menunjukan bahwa bahasa Biak danMelayu telah lama digunakan sebagai bahasa komunikasisehari-hari antar suku di Raja Ampat, terutama di bagian utara
wilayah Raja Ampat. Penggunaan bahasa Biak sebagai bahasakomunikasi sehari-hari (lingua franca) di kawasan ini ditunjangdengan penyebaran suku dan bahasa Biak yang dominan diwilayah pesisir dan pulau-pulau dari Pulau Waigeo di utarasampai ke Pulau Salawati dan Kofiau di selatan. Sedangkanbahasa Melayu Papua merupakan bahasa komunikasi yang
paling umum dipakai dalam aktifitas setiap hari di wilayah RajaAmpat.
12. Dalam sejarah peradaban di Raja Ampat, bahasa MelayuPapua memainkan peran bukan saja sebagai bahasa pengantar
yang digunakan setiap saat, tetapi juga untuk mempererathubungan antar semua kelompok suku dan juga sebagaibahasa komunikasi dengan kelompok suku di wilayah lain di luarRaja Ampat. Sampai sekarang kedua bahasa ini masihdigunakan sebagai lingua franca, meskipun bahasa MelayuPapua sangat dominan dibandingkan dengan bahasa Biak.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
12/15
Kesenian
Raja Ampat memiliki kebudayaan dan kesenianyang berbeda
dengan masyarakat yang hidup di wilayah tengah dan timurPapua. Kebudayaan maupun kesenian yang hidup di wilayah
ini adalah hasil paduan antara kebudayaan Papua dan Islam
dari Maluku utara. Semua itu terrepresentasikan dalam
sejumlah tarian seperti, tari Mapia, Mambefor, Wor, prosesi
pengangkatan raja, Wor Yeknan, dan atraksi budaya lainnya.
Tari Mapia TariMambefor Tari Wor
http://keindahanwisatarajaampat.blogspot.com/2013/01/kesenian-warga-raja-ampat.htmlhttp://keindahanwisatarajaampat.blogspot.com/2013/01/kesenian-warga-raja-ampat.html -
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
13/15
Sistem Pengetahuan
Ini merupakan Kepulauan yang ajaib di mana sukusuku
petinggalnya mampu menyerap sistem pengetahuan modern secaracepat juga mampu dalam mempertahankan adat istiadat setempat.
Di situlah perubahan demi perubahan terjadi tanpa harus
meninggalkan identitas diri.
Sebuah sistem konservasi alam yang di kenal dengan Sasi atau
Samsom memiliki andil besar terhadap pelestarian alam di segitiga
koral yang menjadi jantung kekayaan terumbu karang dunia yaitu
Raja Ampat, dengan tradisi ini sehingga keberadaan populasi biota
laut dapat terjaga dan tetap lestari. Budaya yang dibangun darikearifan lokal kampung-kampung kecil di Kepulauan Raja Ampat
patut di lestarikan!
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
14/15
Sistem Kepercayaan
Mayoritas penduduk di Raja Ampat memelukagama islam dan juga kristen. Seringkali
pada satu keluarga ataupun satu marga
terdapat anggota keluarga yang memeluk
salah satu agama dari dua agama tersebut.Hal tersebut tetap membuat penduduk
Kepulauan Raja Ampat tetap saling
menghormati satu sama lain sehingga tetap
rukun walaupun berbeda keyakinan.
-
5/28/2018 Sosiologi Kebudayaan Suku Waigeo Di kepulauan Raja Ampat
15/15
top related