kebijakan pariwisata kabupaten raja ampat
TRANSCRIPT
57
Bab Empat
Kebijakan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat
“Kabupaten Raja Ampat letaknya terpencil di Papua Barat.
Kawasan ini menyimpan sejuta keindahan bawah laut. Wisata
bahari Raja Ampat dikenal sebagai salah satu dari 10 wisata
menyelam terbaik di dunia. Pesona dan kekayaan alam bawah
laut, menjadi andalan Kabupaten Raja Ampat menembus
persaingan dunia pariwisata di Indonesia dan dunia. Kawasan
ini dikenal sebagai pusat sumber daya alam tropis terkaya di
dunia. Kawasan Raja Ampat kini menjadi salah satu daerah
tujuan turis mancanegara yang meminati wisata bahari. Perairan
yang jernih, terumbu karang yang menjadi tempat ikan berpijah,
dan ikan hias yang indah menjadi daya tarik utama kawasan
tersebut “1
Pengantar
Pengembangan industri pariwisata di suatu wilayah tidak
bisa berjalan tanpa adanya campur tangan pemerintah sebagai
regulator, dan pihak swasta sebagai investor (Milner & Alteljevic,
2000; Murphy 1985, dalam Wowor,2011:57).2 Peran serta kedua
pihak tersebut diperlukan dalam rangka menciptakan suatu kondisi
yang ideal untuk mensukseskan tujuan pembangunan pariwisata.
Salah satu landasan pembangunan pariwisata yang diamanatkan oleh
konstitusi negara3 adalah pengembangan pariwisata harus berbasis
pada pemberdayaan masyarakat, kesenian, dan (pesona) alam lokal
1 Wisata bawah laut di Perairan Raja Ampat (sumber :http//www.kpd-
papuabaratprov.go.id. Dikunjungi pada 29 Juni 2012. 2 Wowor, Alexander Johannes, 2011. “Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal”
;Salatiga : Disertasi Doktor Program Pascasarjana Studi Pembangunan UKSW. 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional mengamanatkan bahwa tujuan pembangunan
pariwisata adalah pertama, mengembangkan dan memperluas diversifikasi
produk dan kualitas pariwisatanasional; kedua, berbasisi pada pemberdayaan
masyarakat, kesenian, dan (pesona) alam lokal dengan memperhatikan
kelestarian seni dan budaya tradisional serta kelestarian lingkungan hidup
setempat; ketiga, mengembangkan serta memperluas pasar pariwisata terutama
pasar luar negeri (Depbudpar, 2000, dalam Anom, I Putu, 2010:2)
58
dengan memperhatikan kelestarian seni dan budaya tradisional serta
kelestarian lingkungan hidup setempat (Anom,2010:2).4
Berdasarkan hal tersebut, sudah selayaknya pengembangan
pariwisata di aras apapun – baik pada level negara, provinsi dan
kabupaten / kota – seyogyanya memanfaatkan semua potensi daerah
beserta sumberdaya lainnya untuk mendukung terciptanya tujuan
pembangunan tersebut. Untuk mencapai tataran ideal yang
dimaksud, diperlukan suatu kebijakan pemerintah (sebagai
regulator) untuk merancang dan merumuskan tujuan pembangunan
daerah dalam rangka mensinkronkan semua program kerja dari
seluruh perangkat kerja yang terlibat di dalamnya.
Sebagai salah satu kabupaten otonom yang baru di provinsi
Papua Barat5, kabupaten Raja Ampat diberikan kewenangan oleh
negara yang telah ditetapkan oleh Undang-undang6 untuk
menyelenggarakan roda pembangunan daerah dalam rangka
mensejahterakan masyarakatnya. Kondisi daerah yang hampir 80
persen dikelilingi oleh perairan, membuat potensi kelautan (bahari)
menjadi sektor unggulan yang (sudah) semestinya dimanfaatkan dan
dikelola sebagai sumber modal pembiayaan pembangunan daerah.
Dengan demikian apa yang dicita-citakan dalam visi dan misi
Kabupaten Raja Ampat, yaitu “Mewujudkan kabupaten Raja Ampat
sebagai kabupaten bahari“7 dapat terealisasi. Untuk mewujudkan
Raja Ampat sebagai kabupaten bahari, maka prioritas utama yang
diprogramkan adalah kegiatan yang berhubungan dengan kelautan
dan perikanan. Hal ini wajar mengingat kondisi daerah dan peran
4 Anom, I Putu, 2010. “Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan”; Denpasar :
Penerbit : Udayana University Press. 5 Kepulauan Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten baru yang terletak
paling barat di Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini ditetapkan sebagai
kabupaten otonom, pada tanggal 3 Mei 2002 oleh Pemerintah Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002. sebagai
kabupaten kepulauan, Kabupaten Raja Ampat dibentuk atau terdiri atas 4 pulau
besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool. Dari sisi administrasi
pemerintahan, secara definitive Kabupaten Raja Ampat resmi menjadi daerah
Otonom pada tanggal 12 April 2003, dengan pusat pemerintahan berada di
pulau Waigeo, yaitu di kota Waisai. 6 Pemerintah Kabupaten Raja Ampat diberikan kewenangan untuk menjalankan
roda pemerintahan dalam rangka menjalankan proses pembangunan
berdasarkan undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang pemeberlakuan
otonomi khusus di Tanah Papua. 7 Raja Ampat dalam angka 2011, “ Profil kabupaten Raja Ampat”
59
sektor ini dalam kontribusinya terhadap penerimaan pendapatan
daerah sangat besar dan menjadi “lahan atau lumbung” Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Dalam perkembangannya, kontribusi sektor
perikanan dan kelautan tidak bisa (hanya) dijadikan sebagai salah
satu sektor utama dalam pembiayaan pembangunan.
Dibutuhkan kontribusi sektor lain yang memiliki potensi
sumberdaya alam dalam menopang dan menunjang pembangunan di
Raja Ampat. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka kebijakan
bupati Markus Wanma8, menetapkan pariwisata sebagai salah satu
sektor unggulan bersama-sama dengan bidang kelautan, sebagai
leading sektor pembangunan di kabupaten ini.
Perkembangan pariwisata di Raja Ampat, sebelumnya tidak
terlalu dikenal seperti saat ini. Hal itu disebabkan, karena pariwisata
masih dianggap sebagai sektor pendukung dalam penerimaan kas
daerah (PAD). Situasi itu, kemudian berubah sejalan dengan
kemajuan pengembangan pariwisata di daerah-daerah lain di
Indonesia. Sebagai contoh perkembangan pariwisata di Provinsi
Sulawesi Utara. Perkembangan Pariwisata Sulawesai Utara mulai
terlihat ketika daerah ini membuka diri lewat penyelenggaraan
event-event internasional yang di prakarsai oleh pemerintah daerah
bekerja sama dengan pemerintah pusat. Misalnya,
menyelenggarakan program Word Ocean Conference di Manado,
Sail Bunaken dan beberapa event internasional lainnya.
Keberhasilan pengembangan pariwisata Sulawesi Utara,
dalam mempromosikan pariwisata melalui penyelenggaraan event
(nasional dan internasional), kemudian menjadi suatu model
pendekatan yang diterapkan dalam mengembangkan dan
menggiatkan (promosi) pariwisata di Raja Ampat. Hal itu terlihat,
dari kebijakan Bupati Wanma dalam memprioritaskan pariwisata
sebagai sektor unggulan - bersama-sama dengan bidang perikanan
dan kelautan. Kebijakan-kebijakan bupati, diimplementasikan di era
8 Bupati Kabupaten Raja Ampat saat ini adalah Bapak Drs. Marcus Wanma,
M.Si. Beliau, merupakan bupati pertama kabupaten Raja Ampat. Ketika
kabupaten ini dibentuk pada tahun 2003, beliau pula yang diangkat oleh
Gubernur Papua Barat saat itu (Brigjen Pun TNI Abraham Atururi) sebagai
pelaksana tugas bupati. Saat ini Bupati Wanma dan Wakil Bupati, Drs. Indah
Arfan, M.Si, telah dipilih kembali menjadi bupati untuk ke dua kalinya, untuk
period 2010-2014
60
periode ke dua kepemimpinannya. Beberapa contoh bisa dilihat dari
berbagai event atau festival, misalnya festival budaya Raja Ampat,
lomba foto bawa laut dan berbagai event lainnya. Kegiatan-kegiatan
tersebut, diselenggarakan dalam rangka mempromosikan
(memperkenalkan) potensi pariwisata Raja Ampat, kepada para
wisatawan dan para investor untuk datang ke kabupaten bahari ini.
Perkembangan pariwisata di Raja Ampat sampai saat ini,
bisa berjalan dan berkembang bukan (hanya) dipengaruhi oleh
kebijakan pemerintah daerah semata, akan tetapi ada faktor sejarah
yang panjang yang ikut serta dalam mempengaruhi perkembangan
dan kemajuan pembangunan kabupaten Raja Ampat. Faktor yang
peneliti maksudkan disini adalah kebijakan penerapan dan
pemberlakuan Otonomi daerah (otonomi khusus).
Sejarah Perkembangan Pariwisata Raja Ampat
Sejarah perkembangan pariwisata di Raja Ampat, sampai
saat mengalami perkembangan yang pesat, dikarenakan berbagai
faktor yang mempengaruhinya. Faktor potensi alam dan kondisi
geografis yang menunjang kabupaten ini, sebagai salah satu daerah
tujuan wisata, sudah tidak bisa dipungkiri, menjadi faktor utamanya.
Akan tetapi, keberhasilan itu, bisa terjadi, tidak terlepas dari
berbagai dukungan dan peran serta pihak-pihak lain, seperti pihak
swasta – dalam hal ini kehadiran Mr. Max Ammer – dan kehadiran
organisasi LSM lingkungan yang dengan giat melakukan penelitian
dan kegiatan konservasi lingkungan di Raja Ampat. Perkembangan
itu, kemudian menjadi penting ketika, pemberlakuan Undang-
Undang Otonomi Khusus (Otsus) diberlakukan di Raja Ampat pada
tahun 2003, sejalan dengan ditetapkan sebagai kabupaten definitif.
Oleh sebab itu dalam sub bab ini, peneliti akan membahas,
bagaimana sejarah panjang perkembangan pariwisata di Raja
Ampat. Pada bagian pertama, akan dibahas bagaimana
perkembangan pariwisata Raja Ampat, sebelum adanya Otsus ; dan
pada bagian kedua, akan dibahas, bagaimana perkembangan
pariwisata Raja Ampat, setelah adanya pemberlakuan Otsus.
61
Pengembangan Pariwisata Raja Ampat, Sebelum
implementasi Otonomi Khusus (Otsus)
Kehadiran Max Ammer9. Perkembangan pariwisata Raja
Ampat dimulai dikenal publik sejak Tahun 1996. Namun, sejatinya
kehadiran Max Ammer, dimulai pada tahun 1993. Motif awalnya
kunjungannya ke Raja Ampat, pada saat itu, untuk melihat bangkai
pesawat dan kapal karam peninggalan perang dunia ke II.10
Penelusurannya ini sangat berkesan, sehingga pada tahun 1998, Max
Ammer mengajak (mendatangkan) Gerry Allen (salah seorang ahli
perikanan atau Ichthyologist dari Australia) untuk mendata
keanekaragaman dan potensi kelautan Raja Ampat. Betapa
terkejutnya Gerry Allen melihat sumber daya bawah laut yang
begitu beragam dalam jumlah yang sangat besar. Maka melalui
Gerry Allen, kemudian mengontak Conservation International (CI)
untuk mengadakan survei kekayaan bawah laut di perairan Raja
Ampat pada tahun 2001 dan 2002. Hasil survei ini membuktikan
bahwa perairan Raja Ampat merupakan kawasan terumbu karang
dengan kekayaan biota laut terbesar di dunia. Kawasan ini memiliki
setidaknya 1.300 spesies ikan, 600 jenis terumbu karang, serta 700
jenis kerang, belum lagi berbagai jenis kura-kura, ganggang, dan
ubur-ubur11
.
Lewat berbagai promosi yang dilakukan oleh Mr. Ammer
dan Mr. Gerry Allen, keunikan potensi keanekaragaman bawa laut -
terumbu karang, berbagai jenis species ikan dan sebagainya -,
berhasil didata dan dipublikasikan ke dunia internasional. Ini yang
kemudian, membuat Raja Ampat menjadi terkenal dan oleh para
9 Max Ammer merupakan warga negara Belanda, yang sosoknya tidak hanya
dikenal sebagai penyelam, dan fotografer ulung, namun ia juga dikenal oleh
beberapa anggota masyarakat di Raja Ampat sebagai “Koreri” : Pernyataan
atau istilah Koreri, peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan Bapak
Mambraku (usia 47 tahun). Bapak Mambraku, saat itu menjabat, kepala Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Raja Ampat. Salah satu fahan
(aliran) yang diajarkan oleh Max Ammer adalah Selain ajaran agama Adven,
tetapi juga, tetapi juga dalam proses pembagunan rumah sebagai tempat
tinggal, dibuat tanpa menggunakan bahan-bahan atau alat-alat dari toko. 10
Wisata bawah laut di perairan Raja Ampat (sumber :http//www.kpd-
papuabaratprov.go.id. Dikunjungi pada 29 Juni 2012. 11
Wisata bawah laut di perairan Raja Ampat (sumber :http//www.kpd-
papuabaratprov.go.id. Dikunjungi pada 29 Juni 2012.
62
penyelam-penyelam internasional, mulai menjadikan kepulauan
Raja Ampat sebagai lokasi penyelaman favorit mereka, dan berbagai
organisasi pecinta alam dan konservasi lingkungan internasional
memilih Raja Ampat sebagai pusat riset mereka.
Kehadiran LSM Internasional. Selain peran, Mr. Max
Ammer dan Mr. Gerry Allen dalam mempromosikan Raja Ampat ke
dunia internasional, ada peran sentral lainnya, yaitu organisasi
(LSM) pecinta alam, yang secara berkala melakukan aktivitas
kegiatan lingkungan di Raja Ampat. LSM-LSM internasional ini
kemudian secara tidak langsung membuat Raja Ampat dikenal
sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai suatu kabupaten otonom di
provinsi Papua Barat.
Awal berkembangnya Raja Ampat menjadi sangat
mendunia, diawali ketika pada tahun 2002, beberapa lembaga-
lembaga perlindungan lingkungan hidup melakukan penelitiannya,
dan menemukan potensi keindahan dan keanekaragaman hayati
diidentifikasi tertinggi di dunia12
. Berbekal penelitian tersebut,
kemudian menjadi pintu masuk bagi berbagai lembaga-lembaga
LSM lingkungan untuk melakukan penelitian di Raja Ampat.
Dengan demikian, berbicara perkembangan Raja Ampat, tidak bisa
dipisahkan dari peran lembaga-lembaga konservasi alam
internasional. Sebut saja organisasi pecinta alam seperti CII, TNC
dan beberapa organisasi lainnya. Organisasi (LSM) internasional ini
hadir di Raja Ampat, diawali dengan mendapatkan informasi-
informasi (publikasi) yang dilakukan oleh Max Ammer dan Gerry
Allen. Kemudian lewat berbagai macam program konservasi yang
dilakukan oleh LSM ini, semakin banyak pemerhati lingkungan
datang ke kepulauan Raja Ampat untuk melakukan penelitian-
penelitian keanekaragaman biota lautnya.
12
Pada tahun 2002, The Nature Conservancy (TNC) dan para mitra lainnya
mengadakan suatu penelitian ilmiah untuk memperoleh data dan informasi
tentang ekosistem laut, daerah bakau dan hutan Kepulauan Raja Ampat. Survei
ini menunjukkan bahwa terdapat sejumlah 537 jenis karang, yang sungguh
menakjubkan karena mewakili sekitar 75% jenis karang yang ada di dunia.
Ditemukan pula 828 jenis ikan dan diperkirakan jumlah keseluruhan jenis ikan
di daerah ini 1.074. Di darat, penelitian ini menemukan berbagai tumbuhan
hutan, tumbuhan endemik dan jarang, tumbuhan di batuan kapur serta pantai
peneluran ribuan penyu. (Laporan TNC, Raja Ampat, 2008)
63
Pengembangan Pariwisata Raja Ampat sesudah
implementasi Otonomi khusus (Otsus)
Pemberlakuan Otonomi khusus di Kabupaten Raja Ampat,
diwali ketika kabupaten ini secara resmi ditetapkan sebagai
kabupaten otonom baru. Pengembangan pariwisata dalam konteks
pemberlakuan Otsus, memang tidak secara khusus di singgung
dalam isi Undang-undang Otsus. Itu disebabkan, mengingat
implementasi Otsus lebih menitik beratkan pada tiga pilar
pembangunan yaitu, bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan
sarana dan prasarana publik lainnya. Dalam bagian ini, pembahasan
akan lebih difokuskan pada beberapa hal. Antara lain, pertama,
dampak dari kebijakan otsus dalam pengembangan pariwisata Raja
Ampat; Masih dalam bagian yang sama, juga akan disinggung,
kedua, implikasi dari beberapa dampak politik yang terjadi di
beberapa daerah tujuan wisata (kasus Bali), ketiga, pengaruh
perubahan trend pasar wisatawan. Ini akan disinggung dalam topik
pembahasan kekuatan dibalik pengembangan pariwisata di Raja
Ampat.
Otonomi khusus (Otsus)13
dalam kerangka Pengembangan
Pariwisata di Raja Ampat
Proses demokrasi yang terjadi di era akhir tahun 90 an14
, dari
era sentralistik ke desentralistik, secara tidak langsung berpengaruh
13
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus),
adalah Prodak hukum (undang-undang), yang diberikan oleh pemerintah
pusat kepada provinsi Papua untuk menyelenggarakan proses pembangunan
dengan memanfaatkan segala hasil kekayaan sumberdaya alam untuk
kemajuan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua. secara fokus
lebih kepada memberikan ruang dan waktu kepada masyarakat Papua untuk
menjadi tuan di negerinya sendiri. 14
Peristiwa dimana jatunya rezim orde baru dibawah pemerintahan presiden
Soeharto, menjadi awal proses demokrasi di Indonesia. Proses itu dimulai
dengan di rubahnya pendekatan pembangunan dari sentralistik (top down)
oleh pemerintahan saat itu, (presiden BJ Habibi, Gus Dur dan Megawati),
menjadi pendekatan pembangunan yang desentralisasi (bottom up) lewat
pemberlakuan undang-undang otonomi daerah (UU Nomor 32 tahun 1999),
dengan memberikan kewenagan terhadap setiap daerah untuk menjalankan
program pemerintahannya sendiri, kecuali hal-hal tertentu yang menjadi
kewenangan pusat (negara) seperti, hubungan politik luar negeri, kewenangan
64
terhadap proses pembangunan di Indonesia. Salah satu implikasinya,
yaitu lahirlah Undang-undang Otonomi Daerah (Otda). Implikasi
pemberlakuan Otonomi daerah di Indonesia adalah dengan
maraknya proses pemekaran kabupaten-kabupaten induk menjadi
beberapa daerah otonom baru. Raja Ampat sebagai salah satu daerah
otonom di era Otonomi Khusus (Otsus), harus dengan serius
mempersiapkan daerah beserta masyarakatnya, untuk menjalankan
amanah (kewajiban) yang diberikan negara. Konsekuensi dari
pemberlakuan otonomi khusus adalah daerah diberikan kewenangan
untuk mengatur dan mengurus daerahnya. Pemberian kewenangan
daerah - oleh pemerintah pusat -, untuk menjalankan organisasi
pemerintahan secara tidak langsung akan berdampak - positif dan
negatif - terhadap proses pembangunan daerah itu sendiri. Oleh
sebab itu, dalam bagian ini, peneliti tidak secara umum membahas
kebijakan otsus, akan tetapi (lebih) difokuskan dalam konteks akibat
pemekaran daerah dan dampak kekuasaan (kewenangan) yang
diberikan dalam koridor pengembangan pariwisata di Raja Ampat.
Dampak positif pemberlakuan Otsus dalam kaitannya dengan
pengembangan sektor pariwisata di Raja Ampat. Secara umum, ada
beberapa perubahan positif yang ditimbulkan akibat dari
pemberlakuan Otsus, teristimewa menyangkut keberadaan Raja
Ampat sebagai suatu daerah otonom baru. Pemekaran daerah yang
secara positif berperan sebagai “pintu masuk” dalam keberhasilan
pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Sebelum Raja Ampat
berkembang menjadi salah satu daerah tujuan pariwisata di kawasan
timur Indonesia, siapakah yang mengenal daerah ini? Awalnya,
kepulauan ini tidak terlalu dikenal banyak orang. Hal itu disebabkan
karena sebelum menjadi kabupaten definitif, sebagian besar pulau-
pulau Raja Ampat berada di wilayah administrasi pemerintahan
kabupaten Sorong. Dalam perkembangannya ketika masih berada di
kabupaten induk (Sorong), potensi pariwisata tidak terlalu mendapat
tempat dalam pengelolaannya. Hal ini yang menyebabkan Raja
Ampat pada saat itu tidak terlalu dikenal publik, sehingga
konsekuensi lanjutan yang diterima oleh masyarakatnya berada
dalam keterasingan di pulau-pulau yang indah tanpa dijangkau oleh
aktivitas (akses) pembangunan.
peradilan, pertahanan keamanan, kewengana moneter dan fiskal dan agama.
(UU No 32 Tahun 1999).
65
Fakta hadirnya otonomi daerah sebagai pintu aksesnya
pemekaran daerah, menjadi berkat tersendiri bagi masyarakat di
ujung barat provinsi Papua Barat ini. Alhasil, lewat proses
pemekaran kabupaten, maka segala macam akses pembangunan
mulai dirasakan oleh masyarakat setempat. Misalnya, masyarakat
dapat dengan mudah mengelola dan memanfaatkan potensi
daerahnya untuk dikembangkan sebagai sumber pendapatan bagi
pemenuhan kebutuhan hidup (livelihood) mereka. Dengan kata lain,
lewat pengembangan kampung (desa) wisata dan beberapa kebijakan
pemerintah daerah, masyarakat penggiat sektor pariwisata dapat
mewakili daerah (kampungnya) untuk mempromosikan – lewat
kegiatan pameran dan studi banding – pariwisata di luar Raja
Ampat. Ataupun sebaliknya, kampung-kampung yang (dulunya)
terpencil yang dibingkai keindahan panorama alam ini, sekarang
menjadi tujuan utama wisatawan yang ingin menikmati keindahan
alam tersebut. Sesuatu hal yang mungkin tidak pernah mereka
rasakan dan bayangkan sebelumnya, ketika itu kampung-kampung
mereka (masih) berada di wilayah kabupaten induk. Hal-hal ini
(dampak otsus) yang kemudian menurut peneliti menjadi salah satu
faktor kunci dibalik, kesuksesan Raja Ampat bisa mentas (keluar)
dan berhasil sebagai salah satu daerah pemekaran yang mengalami
perkembangan pembangunan di wilayah provinsi ke 33 di NKRI ini
(Sayori, 2009 dan Darmawan)15
.
Namun demikian, ada juga konsekuensi negatif yang
kemudian muncul sebagai dampak dari pemberlakuan Otsus adalah
pejabat daerah salah menginterpretasikan kewenangan, dengan
melakukan segala sesuatu dalam rangka kebijakan daerahnya tanpa
melakukan koordinasi dengan pihak lain. Contoh dampak negatif
dari pemberlakuan otonomi khusus terhadap pengembangan
pariwisata di kabupaten Raja Ampat antara lain, pemerintah
kabupaten kurang melakukan koordinasi dengan pemerintah di aras
lebih tinggi (provinsi dan pusat). Dalam menetapkan kebijakan
pariwisata secara regional, pemerintah daerah tidak berkoordinasi
dengan pemerintah provinsi ataupun pemerintah pusat. Ada
kecenderungan pemerintah daerah kabupaten beranggapan bahwa
15
Darmawan, Iksan, 2010, “Perkembangan Raja Ampat Pasca Pemekaran
Daerah dan Penerapan Otonomi Khusus”, Disampaikan dalam Seminar
Internasional ke XI: Dinamika Politik Lokal di Indonesia : tanggal 21-23 juli
2010, Yayasan Percik, Salatiga 2010; Hal : 24
66
produk dan keunggulan obyek wisata ada di wilayah mereka
sehingga tidak perlu berkoordinasi dengan kami (dinas kebudayaan
dan pariwisata) di Provinsi.16
Dampak lain yang kemudian dihadapi dari pemberlakuan
otonomi khusus antara lain, ada ego kedaerahan / kesukuan –
hubungan yang kurang harmonis antara masyarakat asli Papua dan
luar Papua17
, atau masyarakat asli Raja Ampat vs masyarakat Papua
lainnya –, ataupun ego sektoral - ego antara dinas di pemerintahan -
dan persoalan hak ulayat tanah adat. Persoalan hak ulayat tanah
menjadi momok yang dapat menghalangi pengembangan pariwisata
di Raja Ampat. Sebagai contoh persoalan pengelolaan hak ulayat
tanah adat di lokasi obyek wisata, antara pelaku usaha lokal dengan
anggota masyarakat yang terjadi di kampung Sawinggrai.
Pembahasan mengenai hal ini akan dilakukan pada bab 5.
Pergeseran Trend Pasar Wisatawan
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan
pariwisata di Raja Ampat, selain faktor pemberlakuan otonomi
khusus yang telah dibahas sebelumnya di atas, ada faktor lain, yang
dianggap juga mempengaruhi perkembangan pariwisata di Raja
Ampat, yaitu trend pasar wisatawan. Trend pasar wisatawan yang
berubah dari mass tourism – wisatawan yang berkunjung kesuatu
wilayah dalam jumlah yang banyak - ke wisatawan minat khusus
mempengaruhi perkembangan pariwisata di kabupaten Raja Ampat
sebagai salah satu daerah tujuan wisata di ujung timur Indonesia.
Raja Ampat sebagai kabupaten kepulauan memiliki potensi
pariwisata yang indah – khususnya wisata bahari dan wisata
alamnya -, secara tidak langsung menjadi daya pikat bagi wisatawan
yang ingin mencari situasi dan pengalaman tersendiri – yang
mungkin tidak ada di daerah asalnya dan bahkan, mungkin tidak
dimiliki oleh daerah-daerah lain di Indonesia.
16
Penggalan Wawancara diatas, peneliti dapatkan dari wawancara dengan
kepala Dinas Pariwisata Provinsi Papua Barat, bapak Frans Kosama, pada
tanggal 20 September 2011 di Manokwari (ibukota provinsi Papua Barat). 17
Waimbo, Danny dan Yuwono Prapto, 2012 “ Dinamika Sosial, Budaya dan
Ekonomi Masyarakat Di Era Otonomi Khusus di Papua; Jurnal Kritis
Interdisipliner; PPs Studi Pembangunan UKSW Salatiga.
67
Ini dapat dimaklumi, mengingat para wisatawan yang datang
ke suatu kawasan obyek wisata ingin menyaksikan sesuatu yang
berbeda dan menarik untuk dikunjungi di daerah tersebut.
Sebagaimana, yang terjadi, dalam pariwisata Indonesia, bisa dilihat
bahwa, wisatawan asing, biasanya lebih memilih berkunjung ke
daerah-daerah tujuan utama, seperti mengunjungi pulau dewata di
Bali dan Yogyakarta. Kedua wilayah ini menjadi destinasi
pariwisata utama di Indonesia, mengingat keunikan dan keindahan
obyek wisatanya, serta manajemen pengelolaan obyek wisata dan
kesiapan masyarakatnya dalam menerima wisatawan yang
berkunjung ke daerahnya.
Namun, keindahan dan keeksotisan mulai hilang atau
mengalami penurunan, ketika terjadi krisis politik, dan kondisi
keamanan mulai goyah di akhir tahun 1998 dan awal tahun 2000-an.
Sebagai contoh, kondisi pariwisata di Bali. Ketika aksi teroris yang
tidak bertanggung jawab dalam peristiwa bom Bali terjadi di daerah
ini pada tahun 2002 dan 2005; malapetaka besar melanda industri
pariwisata Bali (Kusuma Negara 2010:219)18
. Banyak wisatawan
asing menjadi korban kejadian tersebut. Peristiwa ini secara tidak
langsung “menampar wajah” pariwisata Bali dan Indonesia secara
umum, yang saat itu sedang giat-giatnya mempromosikan dan
mengembangkan sektor pariwisata sebagai penyumbang devisa
negara di luar sektor migas dan tekstil. Namun di lain pihak, juga
sedang menghadapi persaingan dengan beberapa negara Asia
Tenggara, yang juga dengan gencar mempromosikan pariwisata
negaranya. Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa bom Bali
tersebut jumlah wisatawan mancanegara merosot tajam. Keadaan ini
bahkan diperparah oleh travel warning, travel advisory, hingga
travel ban dari sejumlah negara pemasok wisatawana asing seperti
Amerika serikat dan Australia (Kusuma Negara, 2010:219)19
.
Perubahan trend pasar wisatawan dan dampak dari bom Bali,
secara tidak langsung berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan
yang memilih Bali sebagai tujuan wisata ke Indonesia. Selain
beberapa alasan yang telah disinggung di atas, ada faktor lain yang
18
Kusuma Negara, I Made, 2010. “Branding Destination : Upaya Mendongkrak
Citra Bali”; Denpasar : Penerbit : Udayana University Press. 19
Kusuma Negara, I Made, 2010. “Branding Destination : Upaya Mendongkrak
Citra Bali”; Denpasar : Penerbit : Udayana University Press.
68
menyebabkan wisatawan mulai melirik daerah-daerah lain di luar
Bali sebagai tujuan berwisata mereka. Dalam penelitian Arida
(2010:287)20
, menyimpulkan bahwa “konsekuensi dari
pengembangan pariwisata Bali yang cenderung massal berakibat
kepada degradasi lingkungan dalam berbagai ranah, seperti
berkurangnya ruang publik di pantai, perusakan sempadan sungai
oleh pembangunan hotel dan villa, pengambilan air tanah yang
berlebihan untuk lapangan golf dan seterusnya”. Atau dengan kata
lain sektor pariwisata berkontribusi terhadap degradasi lingkungan
alam Bali (Arida, 2010:287)21
. Faktor-faktor ini yang kemudian
menyebabkan para wisatawan mulai enggan ke Bali, dan lebih
memilih beberapa tempat di kawasan Indonesia timur lainnya. Salah
satu tempat yang akhir-akhir ini ramai dikunjungi oleh wisatawan
dan para investor adalah kepulauan Raja Ampat.
Pemilihan Raja Ampat sebagai salah satu daerah tujuan
pariwisata baru di kawasan timur Indonesia bukan tanpa alasan.
Keunikan dan keindahan bawah laut Raja Ampat menjadi faktor
pendorong bagi wisatawan berkunjung ke wilayah ini. Terlepas dari
itu, kabupaten Raja Ampat juga menawarkan berbagai atraksi
budaya dan kehidupan masyarakatnya yang masih alamiah untuk
disaksikan sebagai salah satu komoditas pariwisata yang menjadi
pilihan menarik bagi para wisatawan yang hendak menikmati
suasana baru dengan berbagai pilihan obyek wisata bahari dan obyek
wisata budayanya.
20
Arida, Nyoman Sukma, 2010. “Strategis Alternatif Untuk Keberlanjutan
Pariwisata Bali” ; dalam “Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis
Global”. Denpasar : Penerbit : Udayana University Press. 21
op.cit.
69
Gambar 4. Snorkling di perairan Sawinggrai
Keunikan obyek wisata alam dan obyek wisata bahari di Raja
Ampat sangat menarik dan mempesona. Berikut ini beberapa potensi
obyek pariwisata secara umum di Raja Ampat yang menjadikan
daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisaata di kawasan timur
Indonesia, antara lain : Waigeo Utara (kesenian suling tambur);
Waigeo Timur : (tari-tarian dan suling tambur dan obyek wisata
alam); Teluk Mayalibit : (Kehidupan budaya dan suku masyarakat
lokal yang unik, cara penangkapan ikan secara tradisional, goa
tempat menyimpan tengkorak manusia, gunung dan tempat untuk
menyelam); Waigeo Selatan dan Meosmansar: (diving (wisata
selam)) dan snorkling, Teluk Kabui dengan pulau-pulau karst, goa
tengkorak, dan situs sejarah di Kali Raja. Aktivitas menarik lainnya
yang terdapat di Meosmansar antara lain, bird watching
(Yenwaupnor dan Sawinggrai), dan kerajinan anyaman (Arborek).
Di Arborek para wisatawan dapat menyelam, untuk melihat
gerombolan ikan manta (ikan pari); Kepulauan Ayau : (Pantai-pantai
disini berpasir putih); Waigeo Barat : Di kawasan ini, para turis
dapat (penyelaman (di Selpele dan Wayag). Pulau-pulau karst di
Wayag merupakan panorama alam yang sangat menarik untuk
dinikmati; Batanta : (Wisata di Pulau Wai. Keunikannya, wisatawan
dapat menikmati keindahan bawa laut, sambil melihat bangkai
pesawat peninggalan PD II. Di Kofiau, sering didatangi oleh
liveboat, dan wisatawan biasanya menikmati keindahan bawa laut,
serta kindahan alam daratannya; Di Misool terdapat obyek wisata
70
khas di daerah ini yaitu, keunikan pemandangan goa-goa, selain itu,
terdapat lukisan telapak tangan manusia berukuran besar dan pulau-
pulau karst, serta aktivitas menyelam dan snorkeling; Di Salawati,
para wisatawan dapat menyaksikan bunker-bunker peninggalan
perang Dunia ke II buatan Belanda dan Jepang (Jeffman), serta
menyaksikan Tarian Wor, dan air terjun. Daerah ini juga merupakan
tempat yang menarik untuk snorkeling, diving, dan bird watching.
Strategi Pengembangan Pariwisata oleh Pemerintah
Daerah Raja Ampat pasca implementasi otonomi
khusus (otsus)
Untuk mendukung pariwisata sebagai sektor unggulan di
Raja Ampat, maka diperlukan berbagai kebijakan strategis dalam
rangka pengembangan pariwisata itu sendiri. Berbagai kebijakan
program dilakukan untuk mendukung hal tersebut. Memang disadari
bahwa penetapan pariwisata sebagai sektor unggulan di kabupaten
Raja Ampat, baru dilakukan pada periode kedua pemerintahan
Bapak Marcus Wanma dan Bapak Indah Arfan. Namun, ada
berbagai macam strategis yang dibuat dalam rangka mendukung
pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan selain sektor
kebaharian. Sebagi contoh misalnya, dengan ditetapkannya beberapa
kampung di Raja Ampat sebagai desa wisata. Ataupun kebijakan
bupati dengan membangun Bandar udara di kota Waisai sebagai
upaya mewujudkan tujuan tersebut. Untuk pembahasan ini, akan
dijelaskan dalam bab ini.
Berikut ini, akan disajikan beberapa kebijakan strategis yang
dilakukan oleh pemerintah kabupaten Raja Ampat, dalam upayanya,
menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan, dalam kerangka
mensejahterakan masyarakat Raja Ampat, serta mendukung proses
pembangunan, dalam kaitannya dengan implementasi pasca
pemberlakuan otsus.
Kebijakan Sarana dan Prasarana Penunjang
Secara umum, penyediaan sarana dan prasarana publik oleh
pemerintah daerah Raja Ampat, bisa dikatakan sudah sangat
71
memadai. Itu terlihat dari berbagai sarana publik yang dibangun
dalam rangka mendukung proses pembangunan di kabupaten baru
ini. Dalam penelitiannya Darmawan (2010), juga menunjukkan
bahwa pemerintah Raja Ampat bisa dikatakan berhasil dibandingkan
dengan beberapa kabupaten pemekaran lainnya di provinsi Papua
dan Papua Barat. Ini menunjukkan bahwa komitmen yang kuat oleh
pemerintah daerah, dalam mensejahterakan masyarakatnya serta
mensukseskan pembangunan di kabupaten bahari ini.
Gambar 5. Dermaga di Sawinggrai
Dalam kaitannya dengan proses pengembangan pariwisata,
khususnya di era otonomi khusus, sebelumnya telah disinggung
bahwa, esensi dari Otsus tidak terlalu banyak bersinggungan dengan
bidang pariwisata. Namun, kalau mau dicermati lewat berbagai
program pembangunan khususnya pembangunan sarana dan
prasarana publik, bermuara kepada pembangunan-pembangunan
sarana dan prasarana penunjang pariwisata. Misalnya sarana dan
prasarana perhubungan (jembatan, alat transportasi dan sebagainya).
Pemenuhan kebutuhan akan aksesibilitas transportasi menjadi
penting dan sangat mendesak untuk dijadikan sebagai prioritas
dalam penyediaannya.
72
Gambar 6. Kapal Perintis sarana transportasi laut.
Menyadari bahwa, pengembangan pariwisata di Raja Ampat
tidak akan berjalan tanpa adanya daya dukung sarana dan prasarana
publik, dalam hal ini sektor perhubungan, maka bupati kabupaten
Raja Ampat membangun berbagai sarana dan prasarana penunjang
dalam rangka menunjang pembangunan pariwisata di kabupaten ini.
Itu semua dilakukan, mengingat kondisi geografis dan topografis
Raja Ampat yang berbentuk kepulauan, (dan) hanya dimungkinkan
dilalui oleh transportasi laut. Kondisi transportasi laut di Raja Ampat
juga sangat terbatas. Itupun tergantung kondisi cuaca yang ekstrim
dan tidak menentu yang selalu menghantui perjalanan di kepulauan
ini.
Gambar 7. Pembangunan landas pacu bandara Waisai.
73
Kebijakan bupati dalam rangka mendukung sektor pariwisata
sebagai sektor unggulan, tidak tanggung-tanggung. Saat ini telah
dibangun sebuah pelabuhan udara (bandara), – direncanakan selesai
tahun 2012 – dalam rangka mendukung percepatan pembangunan
khususnya pengembangan sektor pariwisata di Raja Ampat.
Sehingga diharapkan ketika pembangunan bandara selesai kendala
daya jangkauan (aksesibilitas) wilayah sudah tidak menjadi alasan
lagi bagi para wisatawan yang berkunjung ke kabupaten bahari ini.
Rencana pemerintah daerah ketika bandara ini selesai, maka jalur
penerbangan dari dan ke Raja Ampat, sudah tidak harus transit di
Sorong lagi, melainkan jika seorang wisatawan dari Singapura
hendak ke Raja Ampat, maka wisatawan tersebut bisa langung
terbang dari Singapura – tidak harus melalui Jakarta –, langsung ke
Makasar atau melalui Manado dan dari Manado langsung tiba di
Bandar udara (Bandara) Marinda di Waisai. Demikian diungkapkan
kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Raja Ampat dalam suatu
kesempatan diskusi dengan peneliti di Waisai22
.
Hal ini dimaksudkan, agar wisatawan tidak terlalu
membuang waktunya dengan harus transit lagi di kota Sorong.
Ketika waktu wisatawan harus disita oleh lamanya perjalanan dan
menyinggahi beberapa tempat di luar Raja Ampat, secara tidak
langsung akan mengurangi minat berkunjung ke Raja Ampat. Atau
dengan kata lain, ketika seorang wisatawan berlama-lama di suatu
kota / daerah maka disanalah mereka melakukan transaksi ekonomi
(belanja konsumsi, tinggal di hotel dan sebagainya). Dan ketika itu
terjadi, maka harapan dari pengembangan pariwisata untuk
meningkatkan pendapatan ekonomi daerah akan berkurang, karena
wisatawan tersebut mengeluarkan uangnya bukan di Raja Ampat
melainkan di kota Sorong atau kota-kota lainnya.
Aktivitas pariwisata membutuhkan kepastian dan berbagai
kemudahan ketika harus berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata.
Salah satu hal yang menjadi perhatian mereka adalah faktor
aksesibilitas transportasi. Banyak wisatawan mengeluh mengenai
pelayanan dalam bidang transportasi ketika berkunjung ke Raja
22
Petikan wawancara peneliti dengan kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Raja
Ampat, Bapak Sem Belseram (54 tahun) pada tanggal 7 September 2011.
74
Ampat. Itu terlihat ketika, peneliti menjumpai beberapa wisatawan
lokal yang berkunjung ke kampung Sawinggrai. Mereka mengatakan
bahwa, untuk sampai ke Raja Ampat, membutuhkan extra uang
tambahan, karena banyak pengeluaran yang harus mereka keluarkan
untuk menyewa alat transportasi laut untuk menjangkau atau
mengunjungi obyek-obyek wisata yang ingin mereka kunjungi di
luar paket wisata yang mereka ikuti ketika mereka datang dari
Jakarta. Informasi yang dikeluhkan wisatawan lokal tersebut,
seharusnya dijadikan sebagai informasi dasar, dalam rangka
membuat suatu kebijakan dalam hal penyediaan sarana dan
prasarana wisata, sehingga pemerintah Raja Ampat beserta semua
stakeholder harus menunjukkan bahwa untuk sampai berkunjung ke
Raja Ampat tidak harus memerlukan biaya yang banyak. Ataupun
kalau dibutuhkan biaya yang mahal untuk sampai ke Raja Ampat,
harus disertai juga dengan dukungan ketersediaan sarana dan
pelayanan yang maksimal dan baik. Sehingga menumbuhkan kesan
yang baik bagi para wisatawan.
Secara khusus, penyediaan fasilitas di lokasi kampung
wisata, masih didominasi oleh asset pemerintah. Misalnya dermaga
umum yang terbuat dari kayu23
, beberapa homestay milik Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang
dibiayai dari dana APBD, maupun dana otsus. Kebijakan investasi
oleh pihak ketiga (di luar pihak pemerintah), secara umum,
dilakukan dalam hal penyediaan sarana transportasi. Misalnya
beberapa perusahaan swasta yang bergerak dalam penyediaan
armada pelayaran yang menghubungkan kota Waisai ke kota
Sorong. Contoh KM. Marina Express, KM. Fajar Mulia, dan
sebagainya.
Untuk secara langsung terlibat di dalam penyediaan sarana
pariwisata di kampung-kampung wisata, peneliti tidak melihat hal
tersebut. Misalnya pengalaman penelitian di kampung Sawinggrai,
23
Hampir disetiap kampung di Raja Ampat, pemerintah daerah menyediakan
dermaga laut yang terbuat dari kayu. Ini menunjukan komitmen dan tanggung
jawab pemerintah daerah dalam memperhatikan kondisi masyarakatnya yang
hampir mendominasi perairan dan pantai sebagai lokasi tempat tinggal
mereka. Sebagai contoh pengalaman penelitian di distrik Meosmansar.
Peneliti menjumpai bahwa dari delapan kampung yang ada di distrik ini,
hamper semua kampung dibangun pelabuhan (dermaga) di kampungnya
masing-masing.
75
tidak dijumpai asset (sarana publik) investor swasta di kampung ini.
Jika asset itu ada, kepemilikannya pun adalah asset bersama yang
diinvestasikan kepada individu-individu pelaku usaha. Keterlibatan
para investor masih sebatas pada mendatangkan para wisatawan ke
kampung wisata, serta membantu mempromosikan kampung-
kampung wisata lewat program paket wisata yang ditawarkan
perusahaan mereka.
Kebijakan Pemerintah dalam Hal Promosi Pariwisata
Dalam rangka mempromosikan obyek-obyek wisata yang
telah dipaparkan di atas, maka di perlukan kebijakan program
promosi dan pamasaran pariwisata tepat dan akurat untuk
memperkenalkan potensi pariwisata Raja Ampat. Kebijakan ini,
diperlukan dalam rangka mempublikasikan (mempromosikan)
potensi daerah, khususnya potensi pariwisata ke berbagai institusi
(pemerintah, swasta, LSM) baik nasional bahkan internasional,
untuk menghadirkan mereka ke Raja Ampat. Sudah bukan menjadi
rahasia umum lagi bahwa perkembangan pariwisata di suatu daerah
dapat berkembang dengan baik apabila didukung oleh kebijakan
pemerintah. Sebagai bentuk dukungan pemerintah daerah dalam
mengiatkan pengembangan pariwisata di Raja Ampat adalah dengan
mempromosikan dan memasarkan sektor pariwisata melalui
berbagai macam event, diantaranya, mengikuti pameran wisata dan
budaya di dalam negeri dan luar negeri, menyelenggarakan lomba
foto bawah laut; program promosi pariwisata dan kebudayaan di
media – lewat iklan, film dokumenter, dan sebagainya.
Dengan demikian, diharapkan melalui berbagai program
promosi dan pemasaran yang digencarkan oleh pemerintah daerah,
dapat meningkatkan iklim usaha sektor pariwisata dalam rangka
meningkatkan pendapatan daerah.
Kebijakan Pendanaan dan Permodalan
Sumber pendanaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah
dalam rangka mengembangkan pariwisata di Raja Ampat bersumber
dari beberapa pos anggaran pemerintah. Sumber-sumber anggaran
76
itu antara lain : Pertama, pembiayaan daerah dari sumber anggaran
pemerintah pusat (APBN). Sumber pembiayaan dari dana APBN
diperoleh dari program PNPM Pariwisata. Program ini, merupakan
bagian dari program nasional penanggulangan kemiskinan di
Indonesia. Program ini dikelolah oleh Kementerian Pariwisata dan
Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (kesra). Di Raja
Ampat, program PNPM Pariwisata dikoordinasi oleh Kantor Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata.
Dalam menjalankan program ini, yang berhak untuk
memperoleh bantuan dana program PNPM Pariwisata adalah
kelompok-kelompok masyarakat yang berada di kampung-kampung
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai kampung
wisata. Setiap kelompok masyarakat yang menjalankan usaha jasa
wisata di kampungnya, berhak memperoleh bantuan dana sebesar
100 juta rupiah per kelompok / kampung. Dalam pengelolaan dana
PNPM Pariwisata, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, beserta
kelompok-kelompok masyarakat penggiat pariwisata, merencanakan
program kerja dan kemudian pemerintah daerah memberikan dana
bantuan programnya. Mekanisme pembayaran bantuan program
PNPM Pariwisara, dibayar dua kali dalam setahun. Proses kucuran
dananya juga disesuaikan dengan kebutuhan dana yang telah
diprogramkan bersama oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.
Proses ini dilakukan semata-mata, untuk memberikan pembelajaran
kepada para pelaku usaha dan kelompok masyarakat, untuk
bagaimana secara bersama-sama merencanakan program,
menjalankan kegiatan, serta mempertanggung jawabkan dana yang
diberikan, sehingga sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan
bersama.
Kedua, sumber pembiayaan bersumber dari anggaran daerah
yaitu APBD kabupaten. Sumber pembiayaan dari dana APBD
kabupaten, merupakan sumber pendanaan rutin yang direncanakan
dan dikeluarkan setiap tahun anggaran dalam rangka membiayai
program pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Berikut ini,
beberapa alokasi anggaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja
Ampat. Tahun 2006 anggaran belanja Rp. 2.374.260.000,- tahun
2007 alokasi anggaran belanja : Rp. 8.135.000.000,-; tahun 2008
alokasi anggaran belanja : 3.763.140.000,- ; tahun 2009 alokasi
anggaran belanja : Rp. 15.972.640.000,- dan tahun 2010 alokasi
anggaran belanja : Rp. 16.630.610.000,-.
77
Dari data anggaran pembiayaan program Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Raja Ampat selama 2006-2010, menunjukkan bahwa
ada terjadi kenaikan anggaran belanja daerah. Namun hal tersebut
masih dianggap kurang dan tidak sepadan dengan tugas dan prioritas
yang diemban atau menjadi tanggung jawab Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata24
. Dari alokasi dana tersebut, paling banyak pos
anggarannya diserap untuk keperluan operasional pegawai, kegiatan
promosi, serta pemasaran dan penyediaan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan pariwisata. Alokasi dana yang secara khusus
diperuntukkan untuk pembinaan dan pengembangan masyarakat
lokal di lokasi obyek masih sangat dibutuhkan dan diberikan alokasi
dan yang lebih untuk pengembangan pariwisata Raja Ampat ke
depan.
Ketiga, selain dana dari alokasi APBD kabupaten,
pemerintah kabupaten Raja Ampat, juga memperoleh subsidi dana
Otonomi khusus (otsus) dari alokasi APBD Provinsi Papua Barat.
Alokasi dana ini bersumber dari anggaran negara dari dana alokasi
khusus (DAK) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat bagi
Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, sebagai konsekuensi dari
implementasi undang-undang otonomi khusus. Biasanya, alokasi
dana Otsus diperuntukkan atau diprioritaskan dalam pembangunan
sektor pendidikan, kesehatan dan pengembangan sarana dan
parsarana di kampung-kampung. Alokasi bantuan pembangunan
sarana dan parasarana di kampung-kampung dialokasikan dana
sebesar minimal 100 juta rupiah per kampung. Dalam
pengelolaannya, dana ini difasilitasi oleh fasilitator bekerjasama
dengan masyarakat kampung untuk merencanakan dan
menggunakan dana tersebut untuk pembangunan sarana dan
prasarana publik di kampung. Ada banyak manfaat dari pemanfaatan
dana otsus di kampung-kampung dalam kapasitasnya dalam
mendukung pariwisata di Raja Ampat. Misalnya, di beberapa
kampung wisata, seperti di kampung Sawinggrai, lewat dana otsus
ada beberapa fasilitas publik yang dibangun dalam rangka
mendukung kampung ini sebagai kampung wisata. Contohnya,
24
Penggalan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, Bapak Yusdi Lamatenggo, S.Si. M.Si. (50 tahun) pada tanggal 08
September 2011 di Ruang kerjanya.
78
pembangunan jembatan umum, pembangunan bak-bak penampung
air, dan sebagainya.
Selanjutnya yang menjadi pertanyaan dimana peran swasta
dalam mendukung pariwisata di Raja Ampat dalam hal permodalan?
Dalam konteks ini, peneliti tidak banyak memperoleh informasi
mengenai peran serta swasta dalam hal pemberian modal bagi
pengembangan pariwisata di Raja Ampat. Sebagai contoh
pengembangan pariwisata di kampung wisata Sawinggrai. Peneliti
tidak banyak mendapat informasi mengenai peran serta swasta
dalam memberikan dana dalam rangka memberikan penyediaan
sarana dan parsarana penunjang di kampung. Yang lebih banyak
berperan sebenarnya adalah LSM-LSM (CII dan Coremap) yang
memberikan bantuan permodalan kepada kelompok-kelompok
masyarakat dalam menjalankan usaha kerajinan tangan mereka.
Kebijakan Perijinan Usaha (Investasi) dan Peran Investor
Dalam Sektor Pariwisata
Berbicara pengembangan pariwisata tidak bisa terlepas dari
peran serta investor dalam mendukung ini. Untuk sampai pada
tataran itu, diperlukan proses perijinan dan iklim investasi yang
ramah kepada para pengusaha. Para pengusaha jasa wisata sering
kali harus berhadapan dengan proses perijinan yang berbelit-belit
yang terkadang diciptakan oleh pemerintah daerah sendiri ataupun
konflik dengan masyarakat lokal. Kondisi berbelit-belit atau terlalu
birokrasinya pengurusan ijin usaha, menjadi salah satu faktor
penghambat dalam pengembangan pariwisata di Raja Ampat.
Seperti contoh, dalam pengurusan ijin berusaha di Raja Ampat,
maka pengusaha tersebut harus mengurusnya di beberapa dinas
tertentu. Hal ini menjadi persoalan tersendiri yang harus
diselesaikan. Diharapkan ke depan pemerintah Raja Ampat
secepatnya sudah menetapkan model yang tepat dalam rangka
menemukan pelayanan satu pintu dalam rangka memudahkan
pelayanan perijinan kepada para pelaku usaha. Memang disadari
bahwa, kebijakan perijinan diterapkan sebagai bagian dari penerapan
tertib administrasi, guna memperoleh data base perusahan-
perusahan mana saja yang sedang menjalankan investasinya di
daerah tersebut. Akan tetapi perlu juga diingat bahwa proses
pemberian ijin kepada para pelaku usaha (investor) tidak serta merta
79
diberikan begitu saja, demi kepentingan bisnis semata, melainkan
perlu ditekankan sedini mungkin kepada para investor agar dalam
menjalankan usaha wisatanya harus tetap menjaga dan memelihara
kondisi lingkungan hidup, dengan cara ketika membagun hotel atau
resort untuk tetap menjaga kelestariannya, dan menghormati adat
istiadat masyarakat setempat, seperti ketika mendatangkan
wisatawan ke suatu perkampungan, agar memperhatikan perilaku
dan gaya wisatawan yang berkunjung. Ketika kondisi ini dijaga
maka konsep pembangunan pariwisata akan dengan sendirinya dapat
terlaksana.
Strategis Kebijakan Pengembangan Pariwisata Melalui
Program Kampung Wisata
Strategis kebijakan pengembangan pariwisata di Raja Ampat,
dilakukan melalui pengembangan beberapa kampung-kampung
sebagai kampung wisata. Program ini dikembangkan (diadopsi)
berdasarkan program nasional pengembangan desa wisata oleh
kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Dalam program ini, diberi nama program PNPM Pariwisata, yang
mengadopsi model PNPM Mandiri yang dipelopori oleh
Kementerian Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia
(Kemenkesra RI). Program ini dirancang dalam rangka pengentasan
kemiskinan di wilayah-wilayah yang secara teknis memiliki potensi
alam yang baik, namun masih dijumpai anggota masyarakatnya yang
terjebak dalam kondisi miskin.
Penetapan Kampung Wisata
Program PNPM Pariwisata di Raja Ampat mulai diterapkan
pada tahun 2009. Program ini talah dijalankan kurang lebih dua
tahun25
, diawali dengan menetapkan beberapa kampung wisata di
distrik Meosmansar sebagai kampung percontohan (pilot project)
desa wisata (kampung wisata). Pemilihan kampung-kampung wisata
di Raja Ampat, ditetapkan dengan beberapa kriteria, – tentunya
disesuaikan dengan syarat penetapan desa wisata oleh pemerintah
25
Demikian ungkapan bapak Yusdi Lamatenggo (Kepala Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Raja Ampat), pada tanggal 08 September 2011 di ruang kerjanya.
80
pusat –, khususnya di Raja Ampat. Menutur bapak Lamatenggo,
syarat-syarat penetapannya antara lain : pertama, kampung tersebut
harus ada obyek wisatanya, kedua, kampung (desa) tersebut,
minimal berdekatan dengan perusahaan pariwisata26
; ketiga,
kampung-kampung yang ditetapkan berada dekat dengan ibu kota
kabupaten, mengingat daya jangkau dan luas wilayah Raja Ampat
yang terlalu luas ; keempat, ada pelaku usaha lokal dan kelompok-
kelompok usaha jasa wisata.
Gambar 8. Potret Kampung di Kepulauan Raja Ampat.
Secara teknis, penetapan 5 kampung wisata di Raja Ampat
dipusatkan di distrik Meosmansar. Penetapan kampung wisata
diresmikan di kampung Sawandarek. Dari 8 kampung yang ada di
distrik Meosmansar telah ditetapkan tiga kampung oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Raja Ampat melalui SK Bupati No.104 tanggal
26 November 2008 sebagai kampung wisata. Ketiga kampung itu
antara lain kampung Sawandarek, kampung Yenwapnour dan
kampung Arborek. Selanjutnya, dalam perkembagannya, pada
tahun 2009 Pemerintah Kabupaten Raja Ampat telah menetapkan
lagi 2 kampung sebagai kampung wisata yaitu kampung Sawinggrai
dan kampung Yenbuba.
26
Untuk alasan penetapannya di distrik Meosmansar dimungkinkan demikian
karena secara teknis terdapat beberapa resort yang dimiliki oleh perusahaan
besar yaitu, PT. Papua Diving, berlokasi di kampung Yenbuba dan PT. Raja
Ampat Develop berlokasi di kampung Kurkapa.
81
Untuk menjalankan program kampung wisata di Raja Ampat,
dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dinas inilah yang
kemudian, melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha wisata
dan masyarakat di kampung wisata. Konsekuensi dari program
pemberdayaan masyarakat lewat program PNPM Pariwisata, adalah
pemerintah daerah melakukan pembinaan terhadap masyarakat
dimana kampung wisata ini berada, dengan memberikan subsidi
dana sebesar 100.000 juta rupiah per kampung. Pembahasan lebih
lanjut mengenai pemanfaatan dana program ini, telah sedikitnya
disinggung pada sub bab sebelumnya.
Implikasi Pengembangan Pariwisata Terhadap
Pertumbuhan Jumlah Investasi (investor) dan Wisatawan
Dari berbagai macam strategis kebijakan program yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam rangka mendukung
pengembangan pariwisata di Raja Ampat, secara tidak langsung
akan berdampak atau berimplikasi pada berbagai segi kemajuan
pariwisata itu sendiri. Pada bagian ini, akan dibahas berbagai
implikasi yang ditimbulkan dari pengembangan pariwisata oleh
pemerintah daerah. Adapun implikasi-implikasi itu antara lain :
pertama, pengembangan pariwisata akan menyebabkan
bertambahnya investasi oleh berbagai investor (asing, nasional,
maupun lokal). Pada bagian ini, akan menjelaskan hal tersebut ;
Pada bagian kedua, akan menggambarkan, bagimana sektor
pariwisata dalam kontribusinya menyumbang terhadap PAD. Ketiga,
juga akan dibahas, kontribusi dari pengembangan pariwisata
terhadap lapangan pekerjaan, walaupun nantinya tidak terlalu khusus
pembahasannya. Dan pada akhir dari pembahasan sub bab ini, akan
menggambarkan karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Raja
Ampat.
Model Investasi Usaha Pariwisata yang Berkembang di
Raja Ampat
Investasi oleh investor Asing dan Investor Lokal di luar Raja
Ampat
82
Perkembangan sektor pariwisata di Raja Ampat, secara tidak
langsung, menjadi daya tarik tersendiri bukan hanya pada wisatawan
yang datang untuk menyaksikan dan menikmati keindahan surga
bawah laut dan keindahan alamnya. Akan tetapi menjadi daya pikat
tersendiri bagi para investor dan operator wisata (tour operator)
yang hendak menginvestasikan modalnya di kepulauan ini. Dari
beberapa informasi data yang dihimpun ada berbagai jenis dan
bentuk aktivitas investasi usaha yang dilakukan para investor ini.
Data dibawah ini menunjukkan beberapa usaha wisata yang
dilakukan di Raja Ampat.
Usaha-usaha itu antara lain : pertama, hotel dan penginapan
berjumlah sembilan buah; kedua, Cottage ada dua buah (Acropora
Cottege and Restaurant dan Cottage King Dolphin) kedua Cottage
ini berada di Waisai dan operasional serta kepemilikannya di
dikelola oleh pihak pemerintah daerah dan pihak ketiga (swasta).
Ketiga, Resort (Dive Operator). Di Raja Ampat terdapat enam
resort, antara lain : Resort yang dikelola oleh PT. Papua Diving
(terdapat dua resort yaitu : Kri Eco Resort dan Sorindo Bay Resort
yang berada di Pulau Manswar Distrik Miosmansar) yang
kepemilikannya oleh Maximillian J. Ammer (Max Ammer) warga
Negara Belanda. Usahanya dikategorikan sebagai Penanaman Modal
Asing (PMA); PT. Missol Eco Resort berlokasi di Pulau Batbitem
Missol. Kepemilikannya merupakan penanaman modal asing (PMA)
pemiliknya adalah Mr. Andrew Miner; PT. Sea Horsea Paradise
(Papua Paradise Eco Resort) berlokasi di Birie Pulau Batanta.
Pemiliknya adalah Mr. Robert Horvath, dan usahanya merupakan
PMA ; Pariwisata Develodge Resort, berlokasi di kampung Kurkapa
Pulau Manswar Distrik Miosmansar. Pemiliknya adalah Retno,
warga Negara Indonesia yang menetap di Bali. (5). Waiwo Dive
Resort berlokasi di Waiwo distrik Waigeo Selatan. Pemiliknya
adalah B. Rahawarin (WNI) dan Raja Dive Island pemiliknya adalah
Maya Hadorn warga Negara Jerman. Dari berbagai investor usaha
yang disebutkan diatas hanya beberapa perusahaan operator wisata
(tour operator), yaitu PT Papua Diving (dua Resort ) PT Pariwisata
Develop (satu Resort) yang berada di Pulau Manswar Distrik
Miosmansar, yang secara geografis beroperasi di kampung-kampung
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai kampung /
desa wisata. Di Kampung Sawinggrai tidak terdapat hotel dan
restaurant, ataupun resort. Biasanya para wisatawan yang datang ke
kampung Sawinggrai, setelah berkunjung mereka kemudian kembali
83
ke resort atau kembali ke liveboat tempat dimana mereka
(wisatawan) mengikuti paket wisatanya yang telah ditawarkan oleh
jasa operator wisata (tour operator) .
Keempat, Liveaboat. Selain hotel / penginapan dan
pengelolaan resort, ada jenis usaha pariwisata lain yang sebenarnya
sudah sejak lama mendatangkan serta menawarkan jasa usaha wisata
ke para wisatawan untuk hadir di parairan kepulauan Raja Ampat.
Usaha itu adalah dengan mendatangkan wisatawan dengan
menggunakan Liveaboat. Untuk jenis usaha ini para investor
mendatangkan para wisatawan sampai ke Raja Ampat, dikoordinir
dan dilayani dengan menggunakan kapal-kapal berukuran kecil.
Dalam menggunakan jasa ini, wisatawan tinggal menikmati
perjalanan wisata dengan menggunakan kapal, layaknya fasilitas
hotel. Biasanya daya tampung kapal yang berukuran kecil sehingga,
wisatawan yang ikut menikmati paket wisata ini, tidak dalam
jumlah yang banyak (jumlahnya disesuaikan dengan ukuran kapal,
yang rata-rata bisa menampung 10 sampai 15 penumpang plus awak
kapal).
Data berikut ini, menampilkan beberapa perusahaan
liveaboat yang melakukan usahanya di Raja Ampat. Dari data yang
diperoleh jumlah operator liveaboat dari tahun 2009 berjumlah 32
jenis kapal meningkat di tahun 2011 menjadi 38 jenis kapal
(liveaboat).27
Sehingga sampai sampai tahun 2011 terdapat 38 jenis
kapal wisata yang dikelola oleh 32 perusahaan operator wisata (tour
operator) (20 Perusahaan asing dan 12 perusahaan domestik atau
lokal) yang perusahahaan itu antara lain : Pertama, yaitu :
Perusahaan yang dikelola oleh pihak asing dengan bentuk badan
hukum Penanaman Modal Asing (PMA), sebanyak 20 Perusahaan28
,
27
Data laporan “ Kapal Wisata “ 2011, Dinas Parwisata Kabupaten Raja Ampat. 28
20 nama perusahaan penanaman modal asing (PMA) itu antara lain : 1). PT.
Tribal Diving Mataram, memiliki dua kapal wisata / lifeboat, Alamat
perusaahaan di Mataram, NTB; 2). PT. Tambora Semesta Nusantara, (1 kapal),
alamat perusahaa di Jakarta; 3). PT. South Seal Indonesia (1 kapal), alamat
perusahaan di Kuta Bali ; 4). PT. Raja Adventure, (1 kapal), alamat perusahaan
di Denpasar Bali; 5). PT. East Monsoon Cruising (1 kapal), alamat perusahaan
Denpasar Bali; 6). PT. Sevent Seas Cahaya Utama (1 kapal), alamat
perusahaan Badung Bali; 7). PT. Exotic Yacht Charter Bali (1 kapal), alamat
perusahaan di Denpasar Bali ; 8). PT. Indo Cruises (1 kapal), alamat
perusahaan di Makassar ; 9). PT. Wordwide Dive and Sail Indonesia (2 kapal),
alamat perusahaan di Makassar; 10). PT. Dewi Nusantara (1 kapal) alamat
84
yang kesemuanya berdomisili di luar Raja Ampat. Kedua,
Perusahaan operator pariwisata yang dikelola oleh warga Negara
Indonesia, sebanyak 12 perusahaan29
. Dari data-data ini,
menunjukkan bahwa masih dijumpai hampir semua kepemilikian
liveaboat berdomisili di luar Raja Ampat. Dari sisi kepemilikan
perusahaan juga masih didominasi atau dikuasai oleh investor asing.
Investasi oleh Masyarakat Lokal Raja Ampat
Dari beberapa data yang dihimpun dari dinas kebudayaan
dan pariwisata, jumlah usaha homestay yang dikembangkan oleh
masyarakat lokal di Raja Ampat dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Peningkatan itu terlihat dari banyaknya jumlah
homestay yang dibangun bersumber dari dana pemerintah daerah,
serta dana bantuan pihak ketiga (LSM) maupun dari dana pribadi
masyarakat lokal sendiri.
perusahaan di Kuta Bali ; 11). PT. Indo Laut (2 kapal), alamat perusahaan di
Sanur Bali; 12). PT. Inner Seal Adventures (1 kapal) alamat perusahaan di
Denpasar Bali; 13). PT. Sartika Cruiser (1 kapal) alamat perusahaan di Sorong
Papua Barat; 14). PT. Ocean Rover Cruises (1 kapal) alamat perusahaan di
Bunaken Manado; 15). PT. Biodiversity Explorations (1 kapal) alamat
perusahaan di Sanur Bali; 16). PT. BPW Euro Services Holiday (1 kapal)
alamat perusahaan di Sanur Bali; 17). PT. Pinisi Diving and Tourism (1 kapal)
alamat perusahaan di Ambon. 29
12 perusahaan domestik itu antara lain : 1). PT. Adi Putra Narasi (2 kapal)
alamat perusahaan di Denpasar Bali; 2). CV. Matahari (1 kapal) alamat di
Luwuk Banggai; 3). PT. Kasprianti Kaslimin (1 kapal) alamat perusahaan di
Sorong Papua barat; 4). PT. Aolani (1 kapal) alamat perusahaan di Manado ;
5). PT. Black Manta Indonesia (1 kapal) alamat perusahaan di Jakarta ; 6).
PT. Tiger Blue (1 kapal), alamat perusahaan di Makassar; 7). PT. Pinisi Duta
Bahari (3 kapal) alamat perusahaan di Sorong Papua Barat ; 8). PT. Silolona
Pinisi Explorer (2 kapal) alamat perusahaan di Denpasar Bali; 9). PT. Citra
Karsa Inti Samudera (1 kapal) alamat perusahaan di Denpasar Bali; 10). PT.
Grand Komodo (3 kapal) ; 11). PT. Pearl Of Papua (1 kapal) berdomisili di
Sorong Papua Barat; 12). PT. Sea Safari 8 (1 kapal) berdomisili di Papua.
85
Gambar 9. Ruang tamu home stay di Kampung Sawinggrai.
Data berikut ini memperlihatkan jumlah dan model
kepemilikan homestay yang ada di Raja Ampat. Homestay-homestay
itu antara lain : (1). Homestay Mangkorkodom, pemilik saudara
Raimon Sauyai, berlokasi di Pulau Mansuar kampung Yenbuba
distrik Meosmansar. (2). Homestay Yayasan Kobe Oser pemilik Ibu
Maria R. Wanma, berlokasi di kampung Yenwaoupnor distrik
Meosmansar. (3). Homestay Inbefor, pemiliknya Bapak Yesaya
Mayor, berlokasi di kampung Sawinggrai, (4). Homestay Waigeo
Barat, pemilik bapak Daan Daat, berlokasi di distrik Waigeo Barat.
(5). Homestay Yenwaoupnor pemilik Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, berlokasi di kampung
Yenwaoupnor, distrik Meosmansar. (6). Homestay Arborek pemilik
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, dikelola
oleh bapak Nomensen Mambraku berlokasi di kampung Arborek
distrik Meosmansar; (7). Homestay Ransiwor pemiliknya Beni
Sauyai berlokasi di Ransiwor. (8). Homestay Sawandarek pemilik
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, dikelolah
oleh masyarakat setempat, berlokasi di kampung Sawandarek distrik
Meosmansar; (9) Homestay Misool Selatan (Harapan Jaya) pemilik
Bapak Harun, berlokasi di distrik Misool Selatan. (10) Homestay
Sawinggrai, pemilik Bapak Paulus Sauyai berlokasi di Kampung
Sawinggrai distrik Meosmansar, serta masih ada beberapa homestay
yang sedang dalam proses pembangunannya di Kabupaten Raja
86
Ampat. Dari semua homestay yang disebut di atas kebanyakan
berlokasi di distrik Meosmansar. Selanjutnya Untuk pembahasan
pengembangan dan pengelolaan homestay akan dibahas di bab 5.
Kontribusi Sektor Pariwisata Terhadap Neraca Keuangan
Daerah
Dari berbagai informasi tadi, menunjukkan bahwa lewat
kehadiran para investor secara tidak langsung membuat
perekonomian daerah di Kabupaten Raja Ampat mengalami
kenaikan yang cukup signifikan. Berikut ini dapat ditunjukan
bagaimana sektor pariwisata Raja Ampat dalam kontribusinya
menyumbang terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Data total
pendapatan bidang pariwisata yang diperoleh dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, menunjukkan
bahwa dari tahun 2007 sampai dengan bulan Juni 2011, total
sumbangan atau kontribusi terhadap PAD kabupaten dari sektor
pariwisata berjumlah Rp. 1.321.372.171,- (Satu miliar tiga ratus dua
puluh satu juta tiga ratus tujuh puluh dua ribu seratus tujuh puluh
satu rupiah). Total anggaran tersebut bersumber dari : pertama,
Pemasukan dari Pin Wisata30
: Rp. 1.114.499.500,- (Satu miliar
seratus empat belas juta empat ratus sembilan puluh sembilan ribu
lima ratus rupiah) ; kedua, Setoran dari Cottage : Rp. 153.972.421,-
(Seratus lima puluh tiga juta Sembilan ratus tujuh puluh dua ribu
empat ratus dua puluh satu rupiah) ; ketiga, Setoran dari wisma :
Rp. 7.900.250,- (Tujuh juta sembilan ratus ribu dua ratus lima pulu
rupiah) ; keempat, Setoran dari penyewaan speedboat :
30
Pin merupakan salah satu bentu tiket atau bukti masuk para wisatawan
(domestic dan mancanegara) ke Kabupaten Raja Ampat. Setiap wisatawan
yang datang ke Raja Ampat diwajibkan untuk membeli atau memperoleh Pin
Wisata. Pin ini dapat diperoleh di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kab. Raja Ampat. Harga untuk sebuah pin disesuaikan dengan status
wisatawan. Kalau wisatawan domestic dikenalan harga Rp. 500.000,- dan Rp.
1.000.000 untuk wisatawan mancanegara. Masa berlaku kepemilikan Pin
Wisata adalah satu tahun. Sehingga apabila para wisatawan yang sudah
memiliki Pin ini, berkeingan untuk kembali ke Raja Ampat dalam tahun
tersebut, tidak perlu lagi untuk mengurus pin wisatanya.
87
Rp.45.000.000,- (Empat puluh lima juta rupiah).31
Dari data ini,
menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun ada mengalami kenaikan
dana dari sektor pariwisata terhadap PAD Raja Ampat. Angka
kenaikan sektor penerimaan keauangan dari pariwisata, sebenarnya,
belum menunjukkan kondisi rill dari kontribusi masyarakat dalam
pengembangan pariwisata. Angka-angka di atas masih menunjukkan
peranan penerimaan pajak dan retribusi dari kehadiran wisatawan
serta kontribusi pihak swasta.
Kontribusi Investor Asing dan Swasta Nasional terhadap
Lapangan Pekerjaan
Selain menyumbang terhadap pendapatan asli daerah (PAD)
dan kontribusinya terhadap perekonomian daerah, sektor pariwisata
dalam hal ini kontribusi pihak investor swasta dalam penyerapan
tenaga kerja di Kabupaten Raja Ampat, juga dapat ditunjukan
melalui data di bawah ini. Sebagai contoh, kehadiran PT. Papua
Diving di Distrik Meosmansar yang mendatangkan para wisatawan
untuk berkunjung ke Raja Ampat saja, melainkan lewat perusahaan
ini, banyak tenaga kerja yang diserap sebagai tenaga kerja. Dari
laporan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat,
PT. Papua Diving telah menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 90
orang dan mempekerjakan tenaga kerja asing sebanyak 3 orang.
Bukan hanya itu saja, lewat perusahaan milik Mr. Max Ammer ini,
banyak mantan-mantan pegawai (eks karyawan) yang sekarang telah
membuka usaha jasa wisata berupa homestay. Sebut saja Bapak
Paulus Sauyai di kampung Sawinggrai, yang sampai saat ini bisa
eksis berkat pengalamannya bekerja bersama Mr. Max Ammer.
Data ini menggambarkan bahwa ada kontibusi positif yang
diberikan oleh pihak investor dalam hal penyerapan tenaga kerja.
Namun dari data di atas juga menunjukkan bahwa secara kuantitas
perusahaan – perusahaan tersebut hanya menyerap atau hanya
mempekerjakan tenaga kerja dari luar Raja Ampat - baik itu pekerja
asing, maupun pekerja domestik di luar pekerja lokal Raja Ampat.
31
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Raja Ampat, 2011. “Data
Penerimaan Sektor Pariwisata terhadap PAD Kabupaten Raja Ampat”;
Waisai.
88
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya pengembangan
sektor pariwisata yang diarahkan untuk melibatkan masyarakat
secara langsung, namun usaha itu tidak berjalan denga semestinya.
Kalaupun masyarakat lokal dilibatkan, itupun hanya pada pekerjaan-
pekerjaan yang tidak membutuhkan skill atau kekhususan tertentu.
Misalnya kebanyakan para pekerja dari masyarakat lokal dikerjakan
sebagai, tenaga security, tenaga pembersih alat-alat selam maupun
sebagai petugas pengisi tabung gas botol selam. Masyarakat lokal
jarang diberikan kesempatan bahkan diberikan tanggung jawab lebih
untuk menjalankan tugas dan kemampuannya dalam hal tertentu
seperti sebagai guide diving. Hal yang sering kali menjadi kendala
adalah masyarakat lokal sering dipersoalkan tentang tidak
dimilikinya sertifikat diving yang merupakan salah satu syarat utama
dalam menjalankan tugas sebagai guide tour diving.
Gambaran Karakteristik Wisatawan
Keistimewaan dan keindahan Kabupaten Raja Ampat secara
tidak langsung telah menjadi magnet dan daya tarik tersendiri untuk
menarik para wisatawan (mancanegara dan domestik) untuk
berkunjung ke kabupaten bahari ini. Data menunjukkan bahwa
sampai tahun 2010, kunjungan wisatawan asing yang berkunjung ke
Kabupaten Raja Ampat sudah mencapai 3.855 orang. Angka ini
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan
dengan tahun 2009, dimana kunjungan wisatawan asing berjumlah
2.850 orang32
. Angka ini menunjukkan secara kuantitas peningkatan
jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Raja Ampat. Pada
bagian ini peneliti akan menggambarkan beberapa karakteristik
wisatawan dan manajemen perjalanan mereka. Gambaran ini
diperlukan guna menunjukkan fakta-fakta otentik dalam rangka
menentukan arah dan kebijakan pembangunan sektor pariwisata di
Kabupaten Raja Ampat.
32
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Raja Ampat, 2011. “Data Kunjungan
Wisatawan ke Raja Ampat”. Waisai.
89
Gambar 10. Aktivitas wisatawan asing di dermaga Pak Yesaya.
Untuk membahas karakteristik wisatawan maka dalam
bagian ini, peneliti akan membaginya dalam tiga pembahasan antara
lain : pertama, jenis kunjungan wisatawan, kedua, sumber asal
wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat ; dan ketiga, jenis atau
macam aktivitas wisatawan selama berkunjung ke Raja Ampat.
Berikut ini, pembahasan ketiga karakteristik tersebut.
Pertama, jenis / motif kunjungan wisatawan, dari data yang
dihimpun terlihat bahwa wisatawan yang berkunjung ke Raja
Ampat, lebih condong atau lebih banyak melakukan kegiatan
menyelam atau lebih banyak didominasi oleh kegiatan wisata bahari
atau kelautan; Data lapangan yang peneliti peroleh dengan beberapa
sumber informan di kampung Arborek dan Sawinggrai,
memperlihatkan bahwa hampir kunjungan wisatawan ke Kabupaten
Raja Ampat didominasi oleh kegiatan wisata minat khusus yaitu,
wisata menyelam (diving) dan snourkling.
Kedua, asal negara wisatawan. Dari data yang diperoleh dari
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat tercatat
kunjungan wisatawan mancanegara / asing dari tahun 2007 sampai
dengan triwulan pertama (sampai bulan Maret) tahun 2011, jumlah
wisatawan asing yang berkunjung ke Kabupaten Raja Ampat
berjumlah: 11.498 orang33
. Sementara itu, wisatawan domestik yang
33
Dinas Pariwisata Raja Ampat, 2011 “Data dari Pusat Informasi Pariwisata
Raja Ampat”, menunjukan bahwa, Jumlah kunjungan wisatawan asing ke
90
berkunjung ke Raja Ampat dari tahun 2008 sampai triwulan pertama
(bulan Maret) tahun 2011 berjumlah 1.557 orang34
. Selain itu, data
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Raja Ampat juga
menunjukkan bahwa berdasarkan asal negara para wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Raja Ampat, didominasi oleh warga
negara Amerika Serikat (USA), Jerman, Perancis, Australia, dan
Inggris35
. Informasi di atas, sebenarnya belum menunjukkan secara
tepat dan pasti motif kunjungan wisatawan-wisatawan ke Raja
Ampat.
Dari diskusi-diskusi yang peneliti peroleh, misalnya para
sumber informan menceritakan bahwa pada pada tahun 2010 di
kampung-kampung mereka banyak sekali dikunjungi orang-orang
asing. Rupanya pada saat itu ada dilakukan pembuatan film yang
dilakukan oleh perusahaan film dari Eropa, yaitu perusahaan dari
Negara Perancis. Berikut penuturan Bapak Yesaya Mayor36
.
“Pada waktu itu, kalau tidak salah tahun 2010, ada
perusahaan film dari Perancis datang dan dorang (mereka)
tinggal di Resort Raja Ampat Develop di kampung Kurkapa.
Perusahaan film itu dorang (mereka) ambil gambar (syuting
film) sampe (sampai) ke perairan ketorang (kami) punya
kampung “.
Informasi di atas jelas menunjukkan bahwa kunjungan
wisatawan asing tidak hanya melakukan aktivitas wisata bahari
semata melainkan ada juga aktivitas lain diluar kegiatan pariwisata.
Raja Ampat sebagai berikut: Tahun 2007 berjumlah : 932 orang ; Tahun 2008
berjumlah 2.367 orang ; Tahun 2009 berjumlah 2.850 orang ; Tahun 2010
berjumlah 3.855 orang ; Tahun 2011 sampai dengan bulan Maret, berjumlah
1.494 orang. Sehingga total kunjungan wisatawan berjumlah 11.498 orang. 34
Data dari “Pusat Informasi Pariwisata Raja Ampat’, menunjukan bahwa
kunjungan wisatawan domestik ke Raja Ampat dari Tahun 2008 sampai bulan
Maret 2011 berjumlah 1.557 orang. Dengan perincian : Tahun 2008
berjumlah 280 orang ; Tahun 2009 berjumlah 336 orang ; Tahun 2010
berjumlah 658 orang dan sampai bulan Maret 2011 berjumlah 283 orang. 35
Data dari “Pusat Informasi Pariwisata Raja Ampat”, menunjukan 5 besar
Negara asal wisatawan yang berkunjung ke Raja Ampat. Kelima Negara itu
antara lain : (1). Amerika Serikat dengan jumlah wisatawan ; 886 orang ; (2).
Negara Jerman dengan jumlah wisatawan : 284 orang ; (3). Negara Perancis
dengan jumlah wisatawan : 198 orang ; (4). Negara Australia dengan jumlah
wisatawan : 171 0rang ; (5). Negara Inggris dengan jumlah wisatawan : 161
orang. 36
Wawancara tanggal 29 Agustus 2011.
91
Sehingga wajar, jika negara Perancis dan beberapa negara Eropa
mendominasi lima besar negara penghasil wisatawan ke Raja
Ampat, kerena ketika itu warga negara tersebut sedang melakukan
aktivitas bisnis di Raja Ampat. Dari data-data di atas
menggambarkan bahwa untuk melakukan kegiatan pariwisata di
Raja Ampat, masih didominasi oleh wisatawan asing, dibandingkan
dengan wisatawan domestik atau lokal. Hal ini memperlihatkan
bahwa, untuk sampai ke kepulauan Raja Ampat, dibutuhkan
persiapan yang matang. Teristimewa menyangkut pembiayaan
selama melakukan aktivitas pariwisata. Besarnya biaya transportasi
dan akomodasi selama di Raja Ampat, menjadi salah satu faktor
kenapa wisatawan domestik atau lokal sedikit sekali berkunjung
dibandingkan dengan wisatawan asing.
Berdasarkan pengalaman peneliti berjumpa dengan beberapa
wisatawan domestik yang memilih pariwisata sebagai tempat
liburan, mereka mengatakan bahwa untuk sampai ke Raja Ampat
mereka mengeluarkan dana perorangan sebesar Rp. 15.000.000
sampai 20.000.000 per paket perjalanan dari Jakarta – Raja Ampat.
Fakta atau informasi (data) yang sudah di tampilkan di atas,
menunjukkan bahwa untuk melakukan aktivitas pariwisata ke Raja
Ampat di butuhkan persiapan yang matang dalam hal ini pendanaan,
serta perencanaan yang baik mengenai lokasi dan jenis kegiatan
(aktivitas) wisata selama berada di kabupaten seribu pulau ini.
Kesimpulan
Akhir-akhir ini, perkembangan pariwisata Raja Ampat
mengalami kemajuan yang cukup pesat dan menajubkan.
Perkembangan itu selain dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya
alam berupa keindahan alam dan keanekaragaman hayati – baik di
pesisir pantai, laut dan (bahkan) di daratan -, yang ikut melengkapi
(menghiasi) keindahan panorama kepulauan Raja Ampat. Terlepas
dari faktor ketersediaan potensi wisata alam, keunikan budaya adat
istiadat – wisata budaya - juga ikut mempengaruhi perkembangan
pariwisata di kabupaten bahari ini.
Selain ketersediaan sumber daya alam dan keanekaragaman
adat istiadat, perkembangan pariwisata di Raja Ampat (juga)
dipengaruhi oleh beberapa faktor kebijakan pemerintah – aras pusat
92
dan daerah – yang secara pro aktif turut serta (andil) dalam
memajukan perkembangan pariwisata di Raja Ampat. Salah satunya
adalah kebijakan terbentuknya kabupaten Raja Ampat sebagai
kabupaten otonomi baru. Hadirnya daerah otonom baru menjadi
pintu masuk bagi perkembangan pariwisata Raja Ampat. Salah satu
kebijakan yang dibuat kabupaten baru ini adalah penetapan sektor
pariwisata sebagai sektor unggulan daerah. Konsekuensi dari
penetapannya yaitu, berbagai kebijakan program dibuat dalam
rangka mendatangkan investor dan wisatawan ke daerah ini.
Dampak dari penetapan pariwisata sebagai sektor unggulan adalah
dengan dibangunnya sarana dan prasarana fisik penunjang
pembangunan. Salah satu kebijakan pemerintah di aras lokal yang
ikut serta dalam mendukung perkembangan pariwisata yaitu,
menetapkan beberapa kampung di wilayah kepulauan ini sebagai
kampung wisata. Salah satu kampung yang ditetapkan adalah
kampung Sawinggrai di distrik Meosmansar.
Perkembangan pariwisata Raja Ampat, juga ikut berkembang
sejalan dengan penetapan pemberlakuan Otonomi khusus (Otsus) di
Tanah Papua. Pemberlakuan UU Nomor 21 Tahun 2001 ini,
memperkuat (menegaskan) legitimasi pemerintah daerah Raja
Ampat untuk mengelola potensi daerah dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan. Pemberlakuan Otsus di kabupaten Raja Ampat
diharapkan dapat memberikan peluang dan kesempatan seluas-
luasnya bukan hanya kepada pemerintah daerah dalam pengeloaan
sumberdaya untuk kepentingan pembiayaan pembangunan semata,
melainkan juga diharapkan lewat program Otsus, masyarakat lokal
dapat diberdayakan dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
menjadi tuan di daerahnya sendiri.
Faktor terakhir yang menurut peneliti ikut berpengaruh
terhadap perkembangan pariwisata di Raja Ampat yaitu, pengaruh
trend pasar wisatawan yang akhir-akhir ini mengalami pergeseran
dari mass tourism ke wisata minat khusus. Keindahan bawah laut
dan keindahan obyek-obyek wisata alam yang beranekaragam secara
tidak langsung telah membuat para perusahaan-perusahaan jasa
wisata berbondong-bondong ke Raja Ampat. Melalui berbagai
program paket perjalanan para investor ini mendatangkan wisatawan
ke kabupaten bahari ini. Diharapkan para investor tidak hanya
memanfaatkan keindahan Raja Ampat untuk meraih keuntungan
semata, melainkan bagaimana dengan kehadiran para investor,
93
perkembangan pariwisata dapat memberikan kemanfaatan bagi
masyarakat lokal di Raja Ampat. Untuk inilah peran investor
dituntut mengambil peran lebih untuk memberdayakan masyarakat
lokal di sekitar obyek wisata berada.