sleep apnea
Post on 15-Jan-2016
38 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Sleep apnea atau mendengkur sering dialami orang banyak, dimana sering kali membuat
orang-orang yang berada disekitarnya merasa terganggu. Tetapi mereka jarang mengetahui
bahwa banyak dari mereka juga menderita sleep apnea. 1,2,3,4,5,6,7
Tidur merupakan suatu proses fisiologi kompleks yang terdiri dari stage 1-4 disebut
nonrapid eye movement sleep (NREM) dan stage 5 disebut rapid eye movement sleep (REM).
Sleep apnea merupakan gangguan atau kelainan yang ditandai dengan reduksi bahkan
penghentian nafas selama tidur. Beberapa tahun terakhir banyak penelitian yang mempelajari
fisiologi tidur dan gangguan tidur seperti obstructive sleep apnea (OSA) dan central sleep apnea
(CSA). Ternyata 95% gangguan nafas saat tidur adalah obstruktif saluran nafas atas 5% adalah
gangguan sistem saraf pusat. 1,7
Obstruksi sleep apnea memperbesar resiko terjadinya stroke pada laki-laki dan
membahayakan perempuan. Selain itu, menurut penelitian, peningkatan resiko pada laki-laki
juga diikuti dengan peningkatan keparahan. Keparahan ini juga disebabkan kecenderungan laki-
laki sudah mengalami sleep apnea sejak usia muda namun dibiarkan dalam jangka lama tanpa
ditangani. 1,7
Gejala dapat hadir selama bertahun0-tahun tanpa identifikasi selama waktu penderita
mungkin menjadi terbiasa dengan kantuk disiang hari dan kelelahan dikaitkan dengan tingkat
sifnifikan gangguan tidur. Gejala awal dari sleep apnea adalah mendengkur, sering buang air
kecil dimalam hari, mulut terasa asam karena tersedak akibat henti nafas. 1,6
Pada sleep apnea dasar diagnosis pada evaluasi conjoint gejala klinis dan hasil penelitian
tidur normal. Dapat pula didiagnosisi dengan overnight monitor, polysomnogram, sleep sedation
endoscopy, sleep sedation, sleep nasolaringoscopy. Penatalksanaan gangguan ini dapat diatasi
SLEEP APNEA Page 1
dengan konservatif dan medis. Terapi konservatif dengan penurunan berat badan, tidur miring,
berhenti merokok, hindari alcohol dan obat-obat sedative serta olahraga yang teratur. Terapi
medis dengan continuous passive airway pressure (CPAP) dan oral appliance (OA). Terapi
pembedahan dapat juga dilakukan sebagai metode efektif dalam penanganan OSA. 2,3,6
1.2 anatomi dan fisiologi organ yang berkaitan dengan Sleep Apnea
1. Mulut
Mulut terbentang dari bibir sampai ke istmus faucium yaitu peralihan dari mulut dengan
faring. Mulut dibagi dalam:
a. Vestibulum oris yaitu bagian antara bibir dan pipi disebelah luar dengan gusi dan gigi
geligi sebelah dalam
b. Vacitas oris propia yang terletak didalam arcus alveolaris, gusi dan gigi geligi, 4
Gambar 1. Cavitas oris
2. Lidah
Lidah adalah massa otot lurik yang ditutupi oleh membrane mukosa. Dua pertiga bagian
anteriornya terletak didalam mulut dan sepertiga bagian posteriornya terletak difaring. Otot-otot
SLEEP APNEA Page 2
melekatkan lidah ke prosessus styloideus dan palatum molle disebelah atas serta mandibula dan
os hyoideum disebelah bawah. Lidah dibagi menjadi belahan kanan dan kiri oleh septum
fibrosum mediana. 4
Gambar 2. Permukaan bawah lidah
3. faring
Faring terletak dibelakang cavum nasi, mulut dan laring. Bentuknya mirip corong dengan
bagian atasnya yang lebar terletak dibawah cranium dan bagian bawahnya yang sempit
dilanjutkan sebagai esophagus setinggi vertebrata cervicalis enam. 4
Faring mempunyai dinding musculo membranosa yang tidak sempurna dibagian depan.
Disini jaringan musculomembranosa diganti oleh aperture nasalis posterior, istmus faucium
(muara kedalam rongga mulut) dan aditus laringes. 4
SLEEP APNEA Page 3
Gambar 3. Anatomi faring
Faring dibagi menjadi 3 bagian:
a. Nasofaring
Terletak dibelakang rongga hidung diatas palatum molle. Bila palatum molle diangkat
dan dinding posterior faring ditarik kedepan seperti waktu menelan maka nasifaring
tertutup dari orofaring.
b. Orofaring
Terletak dibelakang cavum oris dan terbentang dari paltum molle sampai kepinggir atas
epiglottis.
c. Laringofaring
Terletak dibelakang aditus laryngeus dan permukaan posterior laring dan terbentang
dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir bawah kartilago krikoidea. 4
SLEEP APNEA Page 4
4. Palatum
Palatum membentuk atap mulut. Dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
a. Palatum durum
Letaknya didepan
Dibentuk oleh prosessus paltinus ossis maxilla dan lamina horizontalis ossis
palatine
Dibatasi oleh arcus alveolaris dan dibelakang berlanjut sebagai palatum molle
Palatum durum membentuk dasar cavum nasi
b. Palatum molle
Letaknya dibelakang
Merupakan lipatan yang mudah digerakkan yang melekat pada pinggir posterior
palatum durum
Pada garis tengah pinggir posteriornya terdapat penonjolan berbentuk kerucut
disebut uvula
Pinggir-pinggir paltum molle dilanjutkan sebagai dinding lateral faring. 4
SLEEP APNEA Page 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Sleep apnea adalah timbulnya episode abnormal pada frekuensi nafas yang berhubungan
dengan penyempitan saluran nafas atas pada keadaan tidur yaitu dapat berupa henti nafas atau
penurunan ventilasi (hipoventilasi). 2
2.2 Fisiologi pernafasan
Pada orang dewasa normal, selama tidur volume tidal menurun 15-25% dan lebih dangkal
pada stage REM dibandingkan stage NREM. Frekuensi nafas meningkat perlahan selama stage
NREM dan tidur teratur selama stage REM. Pernafasan tidak teratur selama stage REM ini
disebabkan perubahan aktifitas cortical saraf pusat yang berhubungan dengan gerakan bola mata
yang cepat atau terdapat mimpi dan berlanjut ke stage NREM 1-2 ke stage tidur dalam 3-4 atau
gelombang tidur lambat, ventilasi menjadi teratur dan dipengaruhi control sistem regulasi
metaolik.
Sejumlaj kecil apnea pada orang normal timbul kurang dari 20 detik dan frekuensi kurang
dari 5 kali dalam 1 jam tidur yang dapat menyebabkan sedikit penurunan saturasi O2 dan sering
timbul pada stage REM dan NREM stadium 1-2 dan jarang pada stage NREM 3-4. Keadaan
apnea ini meningkat sesuai umur, jenis kelamin, obesitas da riwayat mendengkur.
2.3 Epidemiologi
Epidemiologi penderita sleep apnea ini belum diketahui dengan pasti. Namun dari berbagai
literature menyampaikan bahwa laki-laki dengan sleep apnea sedaang hingga berat beresiko
hamper 3 kali lipat lebih besar dibandingkan laki-laki dengan sleep apnea ringan atau tanpa sleep
apnea. Disisi lain, peningkatan resiko hanya signifikan pada perempuan dengan sleep apnea
SLEEP APNEA Page 6
kronis. Umumnya terjadi pada dewasa dan jarang anak-anak. Angka prevalensi sleep apnea pada
orang yang sangat gemuk adalah 42-48 % pada laki-laki dan 8-38 % pada perempuan. 2
2.4 Etiologi
Etiologi sleep apnea adalah keadaan komplek yang sering mempengaruhi berupa neural,
hormonal, muscular dan struktur anatomi, contohnya kegemukan terutama pada tubuh bagian
atas dipertimbangkan sebagai resiko utama terjadinya sleep apnea. Penambahan berat badan akan
meningkatkan gejala-gejala sleep apnea. Pada anak biasanya disebabkan hipertrofi tonsil dan
adenoid hipertrofi. Pada orang tua cenderung terjadi karena peningkatan deposisi lemak dan
melemahnya reflek ventilasi genioglossus.
Factor resiko terjadinya:
a. Factor yang diketahui:
Umur, prevalensi dan derajat sleep apnea meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur
Jenis kelamin, resiko laki-laki untuk mnederita sleep apnea adalah 2 kali lebih
tinggi disbanding perempuan sampai menopause
Ukuran dan bentuk jalan nafas
- Struktur kraniofasial (palatum yang bercelah, retriposisi mandibular)
- Mikrognathia (rahang yang kecil)
- Makroglossia (lidah yang besar), pembesarab adenotonsilar
- Trakea yan kecil (jalan nafas yang sempit)
b. Factor resiko penyakit
Kegagalan control pernafasan yang berhubungan dengan:
Emfisema dan asma
Penyakit neuromuscular (polio, miastenia gravis)
Obstruksi nasal
Hypothyroid,akromegali, amyloidosis, paralisis pita suara, sindrom post polio,
kelainan neuromuscular, marfans dan down syndrome
c. Factor gaya hidup
SLEEP APNEA Page 7
Merokok
Obesitas
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi sleep apnea berdasarkan kejadian dan etiologi:
a. Central sleep apnea (CSA)
Kejadiannya dimulai dari pusat control pernafasan diotak. Terjadi ketika otak tidak
mengirimkan sinyal yang memadai ke otot-otot pernafasan, sehingga otot-otot
pernafasan mengalami paralisis atau kelumpuhan. Ini biasanya terjadi pada bayi atau
pada orang dewasa dengan penyakit jantung, penyakit serebrovaskular atau penyakit
herediter atau kelainan bawaan juga dapat disebabkan oleh keracunan obat.
b. Obstruktif sleep apnea (OSA)
Hambatan saluran pernafasan selama tidur diperkirakan sekitar 4% dari pria dan 2%
dari perempuan dari seluruh kasus sleep apnea ini. Dalam sebuah penelitian orang
dewasa 18 tahun yang mengalami hambatan pernafasan selama tidur diperkirakan 1,5%
dari semua angka kejadian pertahun. Yang lain mengkhawatirkan adalah lebih 10%
dari orang-orang yang mengalami serangan ini membutuhkan perawatan khusus di
Rumah Sakit.
c. Gabungan dipusat persarafan pernafasan diotak dan hambatan pernafasan atau
obstruksi pernafasan
Pada pasien dengan gangguan tidur ini memperlihatkan gejala klinis berupa gangguan
konsentrasi dan gangguan berfikir. Hal ini menyebabkan kecelakaan ditempat kerja dan saan
mengemudi.
2.6 Patofisiologi
Obstruksi sleep apnea merupakan hasil dari proses dinamik penyempitan atau lumpuhnya
(kolaps) saluran nafas atas selama tidur. Pada anak, penyebab sleep apnea obstruktif merupakan
SLEEP APNEA Page 8
hasil interaksi ketidakseimbangan antara factor-faktor yang mempersempit saluran nafas ataupun
factor-faktor pelebar. Secara umum ada 4 faktor mempersempit saluran nafas:
Penyempitan anatomis
Dapat disebabkan terjadinya sleep apnea. Penyempitan ini menyebabkan
tingginya resistensi sehingga menhambat keluar masuknya udara.
Hubungan yang abnormal antara otot-otot dilator dengan dinding saluran nafas,
meliputi malposisi dan malinsersi dari otot-otot dilator saluran nafas, yang
mengakibatkan kerja dilatasi menjadi tidak adekuat.
Kelemahan otot saluran nafas. Kejadian ini berperan dalm disfungsi saluran
nafas atas. Biasanya disebabkan gangguan neuromuscular.
Gangguan regulasi sistem saraf
Sistem saraf berperan dalam meregulasi kerja saluran nafas atas, gangguan pada
sistem saraf, baik jaras eferen maupun eferen dapat mempengaruhi kerja saluran
nafas dan menyebabkan sleep apnea obstruktif pada anak yang sering adalah
pembesaran tonsil atau adenoid. 1.7.9
2 .7 Gejala Klinis
Central Sleep Apnea (CSA) pada penderita dengan gangguan control respirasi atau fungsi
neuromuscular memberikan gambaran klinis episodic gagal nafas berulang dan gambaran
sindrom hipoventilasi alveolar kronik, retensi CO2, hipoksemia, hipertensi pulmonal, gagal
jangtung kanan dan polisitemia. Keluha yang timbul berupa restless sleep ( badan terasa tidak
bugar setelah bangun tidur), sakit kepala pagi hari, kelelahan dan rasa mengantuk siang hari.
Beberapa penderita mempunyai riwayat obstruksi hidung dan mendengkur sehingga pada awal
dianggap menderita OSA. 5 6
SLEEP APNEA Page 9
Pada penderita CSA dapat terjadi tanpa gangguan klinis (idiopatik central sleep apnue)
tetapi dapat merupakan gambaran sekunder gagal jantung kongestif. Penderita dengan gagal
jantung dan CSA terdapat insomnia, paroxysmal nocturnal dipsnue (PND), serta denyut takikardi
ventrikuler lebih tinggi dibandingan tanpa CSA dan berhubungan dengan saturasi O2.
Mekalismenya belum diketahui, namun diduga karena apnue, aktivitas saraf simpatis, tekanan
darah sistemik atau volume ventrikel kanan yang lebih besar pada penderita CSA. Faktor ini
berhubungan dengan meningkatnya mortalitas pada penderita gagal jantung kongestif dengan
apnue tidur doibandingakan dengan apnue tidur. 1,5,7
Beberapa gejala pada penderita sleep apnue, diantaranya:
Pada siang hari
Rasa ngantuk yang berlebihan
Kurang konsentrasi
Daya ingat menurun
Sakit kepala
Perubahan mood
Mudah cemas atau marah
Pada malam hari
Cegukan
Terengah-engah waktu malam
Sering buang air kecil
Mendengkur
Akibat yang paling rinagn dari sleep apnue adalah turunnya produktivitas karena kualitas
tidur yang buruk, kualitas tidur yang buruk menyebabkan tidak segarnya tubuh saat bangun,
akibatnya konsentrasi akan menurun saat bekerja karena orang akan mengantuk sepanjang hari. 1,3,5,7,9
2.8 Derajat Keparahan Sleep Apnue
Dengkuran pada setiap orang itu tidak sama dan orang yang mendengkur tanpa terhenti
nafasnya dan ada juga yang dengan henti napas. Dengan henti napas masih harus dibedakan lagi
SLEEP APNEA Page 10
untuk menentukan derajat dengan polisomnografi (PSG). Derajat keparahan OSA diketahui
dengan menghitung rata- rata jumlah berhenti napar perjam (Apnue- Hypopnue Index/ AHI).
AHI 0-5/ jam : Normal ( hanya mendengkur tanpaOSA)
AHI 5- 15/ jam : OSA Ringan
AHI 15-30/ jam : OSA Sedang
AHI >30/ jam : OSA Berat
Selain AHI, penurunan kadar oksigen dalam darahpun harus diamati, sebab penurunan oksigen
dihubungkan dengan meningkatnya angka kesakitan atau morbiditas akibat penyakit- penyakit
kardiovaskuler dengan OSA. 5,6,7
2.9 Diagnosa Sleep Apnue
Pada anamnesisdapat digali riwayatt obesitas, sering etrbangun pada malam hari dan
riwayat keluarga ( seperti alergi riwayat alergi terhadap pajanan tertentu), riwayat mendengkur,
dll. Ada riwayat mendengkur 3 kali/ lebih perminggu menunjukkan kemungkinan adanya
obstruksi sleep apnue. Selain itu, dapat juga digali riwayat seperti posisi tidur yang tidak benar,
sakit kepala dipagi hari, kelelahan , kepribadian yang irritable, gangguan tumbuh kembang serta
gangguan perilaku atau kepribadian. 7,9
Tampilan klinis orang dengan sleep apnue terkadang tidak begitu spesifik sehingga
menuntut kecermatana dalam mendiagnosanya. Dalam mendiagnosanya slalu diawali dengan
anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan jika perlu pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan seperti:
Pembesaran atau malformasi dari tonsil palatine, adenoid dan uvula
Adanya celah, penyempitam atau kompresi palatum dan faring
Gangguan tumbuh kembang, hal ini dapat diketahui dengan chart berat badan, tinggi
badan, umur serta index masa tubuh
SLEEP APNEA Page 11
Kelas Deskripsi
1 Palatum mole, istmus faucium, uvula dan pilar-pilar terlihat jelas
2 Palatum mole, istmus faucium, dan sebagian uvula terlihat
3 Palatum mole dan basis uvula terlihat
4 Hanya palatum durum yang terlihat
Dapat juga dilakukan pemeriksaan polisomnografi, polisomnografi merupakan alat uji
diagnostic mengevaluasi gangguan tidur, dialkukan pada saat malam hari dilaboratorium tidur.
Laboratorium tidur biasanya terdapat diklinik atau rumah sakit namun ruangan ini didisain
sedemikian rupa sehingga tidak memberikan kesan sebagai sarana kesehatan. Pemeriksaan terdiri
dari electroencephalogram (EEG), electromyogram (EMG), parameter respirasi,
electrocardiogram (ECG), saturasi oksigen dan mikrofon untuk merekam dengkuran. Penderita
dimonitor selam 6 jam 10 menit/.
Seorang dikatakan menderita OSA jika terdapat:
Dua/ lebih keadaan seperti tersedak sewaktu tidur, bangun beberapa kali ketika tidur,
tidur yang tidak menghasilkan rasa segar, perasaan lelah sepanjang hari dan gangguan
konsentrasi.
Keadaan mengantuk berat sepanjang hari yang tidak dapat dijelaskan dengan sebab lain
Hasil PSG negative untuk gangguan tidur lainnya
Hasil PSG menunjukkan AHI=5 ( jumlah total apnue ditambah terjadi hipapnue perjam
selama tidur). 1,2,3,7
2.10 Komplikasi Sleep Apnue
Konsentrasi dan obstruksi sleep apnue dapat ringan hingga berat bahkan menyebabkan
kematian.
SLEEP APNEA Page 12
Secara garis besar, komplikasi tersebut dibagi menjadi:
Hipoksia Intermiten
Hipoksia yang intermiten akan menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, yang dapat
berkembang menjadi hipertensi pulmonal dan corpulmonal. Konsekuensi lainnya adalah
efek terhadap neuron dan kemampuan intelektual.
Inflamasi
Pada anak dengan sleep apnue terhadap peningkatan penanda inflamasi serta IL-6 dan
CRP. Namun mekanisme yang mendasari ini belum diketahui pasti.
Gangguan kualitas tidur
Adanya sleep apnue terkadang menyebabkan gangguan tidur dimana pasien akan sering
terbangun , terutama apabila sesak. Gangguan ini akan menurunkan kualitas tidur dan
akan berdampak pada banyak hal. Hal yang paling sering adalah merasa kelelahan ketika
bangun , mengantuk pada siang hari, penurunan konsentrasi bekerja, perubahan perilaku,
dll. Gangguan tidur juga dapat menyebabkan ganguan neuropsikologis pada anak.
Peningkatan kerja system saluran pernapasan , hipoventilasi alveolar, hipoksia intermiten
dan inflamasi
Sleep apnue akan menyebabkan peningkatan usaha atau kerjadari system saluran
pernapasan. Monsekuensinya adalah hipertensi arteri, hipoksemia, peningkatan afterlood
jantung dan perangsangan tonus simpatis. Suatu penelitian menunjukkan anak-anak
berusia 5-12 tahun dengan sleep apnue memiliki tekanan sistol yang tinggi. Selian itu
anak mengalami gangguan tumbuh kembang. Hal ini disebabkan sleep apnue akan
menyebabkan pengeluaran energy serta menghambat jalur hormone pertumbuhan.
Anak dengan sleep apnue akan menunjukkan hipoventilasi alveolar, hipoventilasi
alveolar dapat menimbulkan efek antara lain hiperkapnea.1,2,3,4,5,7
2.11 Penatalaksanaan Sleep Apnue
Penatalaksanaan sleep apnue terbagi 3 yaitu:
1. Terapi konservatif
Olahraga teratur
SLEEP APNEA Page 13
Tidur miring
Berhenti merokok
Hindari alcohol dan obat-obatan sedative
Penurunan berat badan
2. Teari medik
Continuitas positive airway pressure (CPAP)
Prinsip terapi ini adalah mengendalikan udara positif secara kontinue pada jalan
nafas melalui masker. masker ini dikenakan secara terus menerus selama tidur.
CPAP merupakan terapi yang efektif untuk menanggulangi obstruksi sleep apnue
Oral appliance (OA)
Penggunaan OA bertujuan untuk mencapai jalan nafas agar tidak kolaps dengan
cara memposisikan lidah dan rahang kedepan.
3. Pembedahan
Terapi pembedahan adalah salah satu metode efektif dalam penanganan obstruktifsleep
apnue. Pembedahan dapat menggunakan radiofrekuensi untuk mwngurangi jaringan palatum,
pemasangan implant pada palatum dan minimal invasive bedah lidah. 1,2,3,6,7
SLEEP APNEA Page 14
BAB III
KESIMPULAN
Obstruksi sleep apnue merupakan gangguan tidur yang sudah lama dikenal. Namun
manifestasi klinis yang sering dianggap normal menyebabkan diagnosis obstruksi sleep apnue
sering kali luput dari perhatian. Hubungan yang abnormal antara otot- otot dilator dengan
dinding saluran nafas, kelemahan otot saluran nafas, gangguan regulasi sistem araf. Sleep apnue
juga dapat menimbulkan beberapa komplikasi seperti gangguan tidur, peningkatan kerja sistem
pernapasan, hipoventilasi alveolar, hipoksia intermitten dan inflamasi. Penatalaksanaan darisleep
apnue ini adalah terbagi menjadi terapi konservatif, terapi medic dan terapi pembedahan.
SLEEP APNEA Page 15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta:
Binarupa Aksara. 1994
2. Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta: FKUI. 2006
Hal: 1069- 1071
3. Adam, L George,dkk. Boice Buku Ajar Penyakit THT, Edisi IV. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC. 1997. Hal: 349-n354
4. Snell, Richard. Anatomi Dasar untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi IV. Jakarta: EGC.
2006. Hal: 792- 802
5. Febriani, Debi,dkk. Relationship Between Obstuctive Sleep Apnue and Cardiovasculer.
Dalam: Juenal Kardiologi Indonesia. Volume 32 no 1. 2011. Hal 45-52
6. Unknow. Sleep Apnue. Available from: http;//Wikipedia.org/wiki/sleep apnue
7. Downey, Ralph Obstructive Sleep Apnue. Available from:
http;//www.medscape.org/sleepapnue
8. Sleep Apnue Available.from:http://jurnalrespirologi.
9. Sleep Apnue Information and Risource. Available
from:http;//www.standford.edu/dement/apnue
10. Medistra Hospital. Sleep Apnue. Available from: http;//www.medistra.com
SLEEP APNEA Page 16
SLEEP APNEA Page 17
top related