skripsi hubungan upaya pencegahan terhadap ...repository.stikes-bhm.ac.id/589/1/1.pdfskripsi...
Post on 18-Nov-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
HUBUNGAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP
KEJADIAN PENYAKIT DBD PADA MASYARAKAT DI DESA
GEMAHARJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GEMAHARJO KABUPATEN PACITAN
Oleh :
FITRI NUHA ROMANDANI
NIM : 201503019
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP
KEJADIAN PENYAKIT DBD PADA MASYARAKAT DI DESA
GEMAHARJO WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GEMAHARJO KABUPATEN PACITAN
Diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
FITRI NUHA ROMANDANI
NIM : 201503019
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2019
iii
iv
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
Puji Syukur Alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kepada Allah SWT
yang Maha Agung, karena atas Rahmat dan RIDho-Nya yang begitu besar penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancer. Tanpa suatu perjuangan
dan Ridho Allah SWT mungkin skripsi ini tidak dapat dapat terselesaikan dengan
tepat waktu. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah mendukung dan memberikan mitivasi dalam penulisan skripsi ini,
adapun pihak-pihak yang telah mendukung adalah:
1. Kedua orang tua, bapak dan ibu yang senantiasa memberikan semangat
dan doa-doanya yang tak pernah putus supaya cita-cita saya terkabul dan
menjadi orang sukses berhasil serta selalu mendidik saya untuk selalu
berdoa, berusaha, bersabar dan tawaduk dalam segala hal yang baik.
2. Kedua kakak kandung, kak Rahmat dan kak Hadi yang selalu
menyemangati dan mendoakan agar saya cepat menyelesaikan skripsi dan
lulus.
3. Ibu Avicena Sakufa S.KM.,M.Kes selaku Ketua Prodi dan pembimbing
satu skripsi yang selalu memberikan support serta bimbingan yang
maksimal dalam penulisan dan penyelesaian skripsi.
4. Ibu Riska Ratnawati S.KM.,M.Kes selaku pembimbing dua skripsi yang
selalu memberikan support serta bimbingan yang maksimal dalam
penulisan dan penyelesaian skripsi.
5. Ibu Hanifah Ardiani S.KM.,M.KM selaku penguji, saya mengucapkan
terimakasih banyak bu sudah menjadi penguji dan terima kasih atas semua
ilmunya.
6. Semua Dosen Kesmas yang sudah memberikan saya ilmu-ilmu yang
bermanfaat sehingga membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Kepada semua teman-teman dan sahabat yang tercinta yang tidak bisa
disebutkan satu persatu terima kasih kalian sudah selalu memberikan saya
semangat, motivasi agar segera menyelesaikan skripsi.
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama :Fitri Nuha Romandani
Jenis Kelamin :Perempuan
Tempat Tanggal Lahir :Pacitan, 13 Januari 1997
Agama : Islam
Alamat :Desa Gemaharjo RT 04/RW 07
Kec.Tegalombo Kab.Pacitan
Email :Fitrinuha317@gmail.com
Riwayat Pendidikan 1. TK Beringin Putra Gemaharjo
Tahun 2003
2. SDN Gemaharjo III Tahun 2009
3. SMP Negeri 2 Tegalombo Tahun
2012
4. SMAN Tegalombo Tahun 2015
5. Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun Tahun 2015-Sekarang
viii
ix
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2018
ABSTRAK
Fitri Nuha Romandani
HUBUNGAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN
PENYAKIT DBD PADA MASYARAKAT DI DESA GEMAHARJO
WILAYAH KERJA PUSKESMAS GEMAHARJO
117 halaman + 17 tabel + 10 gambar + 10 lampiran
Latar belakang: Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Angka Kejadian DBD Provinsi Jawa Timur
pada tahun 2017-2018 dengan jumlah kasus kesakitan sebanyak 16.941. Angka
kesakitan di Kabupaten Pacitan tahun 2017 yaitu 399 kasus, dan pada tahun 2018
276 kasus.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan upaya
pencegahan terhadap kejadian penyakit DBD.
Metode: Jenis penelitian ini menggunakan desain case control study. Populasi
studi adalah seluruh penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo.
Jumlah sampel adalah 64 responden dengan 32 kasus dan 32 kontrol. Teknik
analisis data menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (p=0,05) dan
untuk mengetahui besarhya resiko menggunakan odd ratio.
Hasil: Variabel yang terbukti berhubungan dengan kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Gemaharjo adalah penerapan 4M Plus p=0,001 (OR=6,600;
95%CI=2,208-19,728), pengelolaan sampah p=0,034 (OR=5,063; 95%CI=1,255-
20,424), peran kader kesehatan P=0,000 (OR=21,211; 95%CI=2,565-175,404).
Simpulan: Penerapan 4M Plus, pengelolaan sampah, dan peran kader kesehatan
merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD. Peran serta
masyarakat diharapkan dengan peduli lingkungan dan perilaku untuk
meminimalisir kejadian DBD.
Kata Kunci : Lingkungan, Perilaku, Demam Berdarah Dengue
Kepustakaan : 51 (2008-2018)
x
Study Program Public health
Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2018
ABSTRACT
Fitri Nuha Romandani
RELATIONSHIP OF PREVENTION EFFORTS ON THE EVENT OF DHF
IN THE GEMAHARJO VILLAGE COMMUNITY IN THE WORKING AREA
OF GEMAHARJO HEALTH CENTER
117 pages + 17 tables + 10 pictures + 10 appendixs
Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the main public health
problems in Indonesia. The incidence of DHF East Java province in 2017-2018
with the number of cases of pain as much as 16,941. The morbidity rate in
Pacitan Regency in 2017 was 399 cases, and in 2018 was 276 cases.
Purpose: the purpose of this research was to analyze the relationship of
prevention efforts against the disease occurrence DHF.
Method: The kind of this research was epidemiology used of case-control study.
The population of all patients with DHF in Primary Health centers of Gemaharjo
area. The numbers of samples were 64 patients with 32 cases and 32 controls.
Data analysis technique used chi-square test with significancel (p = 0.05) and to
know the risk of using odd ratio.
Results: Variable are were the existence of DHF in Primary Health centers
Gemaharjo area were the application of 4M Plus p = 0.001 (OR = 6,600; 95% CI
= 2,208-19,728), waste management p = 0,034 (OR = 5,063; 95% CI = 1,255-
20,424), the role of the health cadres P = 0.000 (OR = 21,211; 95% CI = 2,565-
175,404).
Summary: The application of 4M Plus, waste management, and the role of the
health cadres is a factor related to the incidence of DHF. The role of the
community as well as expected with care for the environment and behaviour to
minimize the incidence of DHF.
Keywords: Environment, Behavior, Dengue Dengue Fever
Bibliography: 51 (2008-2018)
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
SAMPUL DALAM .......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... v
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
ABSTRACT ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................. 7
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
1.5 Keaslian Penelitian ............................................................................... 10
BAB 2 TINJAUAN TEORI
2.1 Demam Berdarah Dengue ..................................................................... 12
2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue ............................................. 12
2.1.2 Etiologi DBD .............................................................................. 13
2.1.3 PemberantasanVektor DBD ........................................................ 19
2.1.4 Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue .............. 21
2.1.5 Penularan Penyakit DBD ............................................................ 22
2.1.6 Bionomik Vektor DBD ............................................................... 25
2.1.7 Epidemiologi DBD ..................................................................... 26
2.2 Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue .................................. 29
2.2.1 Penerapan 4M Plus ..................................................................... 29
2.2.2 Pengelolaan Sampah ................................................................... 31
2.2.3 Peran Kader Kesehatan ............................................................... 33
2.3 Masyarakat ............................................................................................ 35
2.3.1 Definisi Masyarakat .................................................................... 35
2.3.2 Ciri-ciri Masyarakat .................................................................... 35
2.4 Upaya Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ........... 36
2.4.1 Agent ......................................................................................... 36
xii
2.4.2 Host ............................................................................................. 36
2.4.3 Environment .............................................................................. 50
2.5 KerangkaTeori ....................................................................................... 53
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................. 54
3.2 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 55
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian ................................................................................... 56
4.2 Populasi dan Sampel ............................................................................. 57
4.2.1 Populasi ...................................................................................... 57
4.2.2 Sampel ........................................................................................ 57
4.3 Teknik Sampling ................................................................................... 59
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ..................................................................... 59
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ........................ 61
4.5.1 Variabel Penelitian ..................................................................... 61
4.5.2 Definisi Operasional ................................................................... 62
4.6 Instrumen Penelitian .............................................................................. 65
4.6.1 Uji Validitas ................................................................................ 65
4.6.2 Uji Reliabilitas ............................................................................ 66
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 66
4.7.1 Lokasi Penelitian ........................................................................ 66
4.7.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 67
4.8 Prosedur Pengumpulan Data ................................................................. 67
4.8.1 Data Primer ................................................................................. 67
4.8.2 Data Sekunder ............................................................................. 67
4.9 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data .......................................... 68
4.9.1 Pengolahan Data ......................................................................... 68
4.9.2 Analisis Data ............................................................................... 69
4.10 Etika Penelitian .................................................................................... 72
4.10.1 Informed Consent (Informasi untuk responden) ......................... 72
4.10.2 Anonymity (Tanpa Nama) ........................................................... 73
4.10.3 Confidentiality (kerahasiaan) ...................................................... 73
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Uum Lokasi Penelitian ....................................................... 75
5.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Gemaharjo .................................. 76
5.2 Analisis Univariat................................................................................. 76
5.3 Hasil Penelitian .................................................................................... 80
5.3.1 Analisis Bivariat ......................................................................... 80
5.4 Pembahasan ......................................................................................... 82
5.4.1 Penerapan 4M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo ... 82
5.4.2 Pengelolaan sampah di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo .. 84
5.4.3 Peran kader kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas
Gemaharjo ................................................................................... 85
xiii
5.4.4 Kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo ........... 85
5.4.5 Hubungan Penerapan 4M Plus dengan Kejadian DBD .............. 86
5.4.6 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Kejadian DBD ............ 89
5.4.7 Hubungan Peran Kader Kesehatan dengan Kejadian DBD ........ 91
5.5 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 95
BAB 6 94KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 98
6.2 Saran ................................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 100
LAMPIRAN .................................................................................................... 104
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................... 10
Table 4.1 Definisi Operasional ......................................................................... 63
Table 4.2 Ganchart Rencana Kegiatan ............................................................ 67
Table 4.3 Coding data Variabel ........................................................................ 68
Table 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ....... 77
Table 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Usia ...................... 78
Table 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan
Tingkat Pendidikan .......................................................................... 78
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan .............. 79
Table 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Kejadian DBD...... 79
Table 5.6 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan
Penerapan 4M Plus .......................................................................... 80
Table 5.7 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan
Pengelolaan Sampah ........................................................................ 80
Table 5.8 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Peran
Kader Kesehatan .............................................................................. 80
Table 5.9 Hubungan Penerapan 4M Plus Dengan Kejadian DBD ................... 81
Table 5.10 Hubungan Pengelolaan Sampah Dengan Kejadian DBD .............. 81
Table 5.11 Hubungan Peran Kader Kesehatan Dengan Kejadian DBD .......... 83
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Telur Nyamuk Aedes Aegypti ...................................................... 15
Gambar 2.3 Jentik Nyamuk Aedes Aegypti ..................................................... 17
Gambar 2.4 Kepompong Nyamuk Aedes Aegypti ........................................... 18
Gambar 2.5 Nyamuk Aedes Aegypti ............................................................... 19
Gambar 2.6 Pemilahan Sampah Sesuai Jenisnya ............................................. 48
Gambar 2.7 Kerangka Teori ............................................................................. 53
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 54
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Case Control ................................. 57
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ............................................................ 60
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo ................................. 75
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Persetujuan Untuk Menjadi Responden .............................. 100
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ..................................................................... 101
Lampiran 3 Lembar Observasi ......................................................................... 103
Lampiran 4 Hasil Output Validitas dan Reliabilitas ........................................ 104
Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian ...................................................................... 114
Lampiran 6 Surat Ijin Penelitian ke Kesbangpol ............................................. 115
Lampiran 7 Surat Balasan Penelitian dari Puskesmas Gemaharjo ................... 117
Lampiran 8 Form Bimbingan Penelitian .......................................................... 118
Lampiran 9 Hasil Output Karakteristik Responden ........................................ 119
Lampiran 10 Hasil Output Uji Korelasi ........................................................... 121
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian .............................................................. 124
xvii
DAFTAR SINGKATAN
3R : Reduse, Reuse, Recycle
4M : Menguras, menutup, mengubur, dan memantau
ABJ : Angka Bebas Jentik
B3 : Bahan berbahaya dan beracun
DBD : Demam Berdarah Dengue
DHF : Dengue Hemorrhagic Fever
Dinkes : Dinas Kesehatan
Jumantik : Juru Pemantau Jentik
Kemekes RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Kemen PUPR :Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik
Indonesia
PHC : Primary Health Care
PJB : Pemeriksaan Jentik Berkala
PJR : Pemantauan Jentik Rutin
PSN : Pembrantasan Sarang Nyamuk
PWS : Pemantauan Wilayah Setempat
SKPD : Satuan Kerja Perangkt Desa
TPA : Tempat Pembuangan Akhir
TPA : Tempat Pemrosesan Akhir
TPA : Tempat Penampungan Air
WHO : World Health Organization
WC : Water Closed
Bti : Bacillus thuringiensis
UU : Undang-undang
PP : Peraturan Pemerintah
SNI : Standar Nasional Indonesia
CI : Confident Interval
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
OR : Odds Ratio
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever
(DHF) merupakan penyakit demam akut disertai dengan adanya pendarahan
dalam yang memiliki kecenderungan untuk menimbulkan syok atau kejang-
kejang dan dapat menyebabkan kematian, umumnya penyakit ini menyerang
anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun namun saat ini penderitanya
dapat berasal dari orang dewasa. DBD adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dan sebagian besar penularannya berasal dari
gigitan nyamuk Aedes, baik aedes aegypti ataupun aedes albopictus.
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat. DBD pertama kali diketahui pada tahun 1950an
namun, pada tahun 1975 hingga sekarang merupakan penyebab kematian
utama pada anak-anak di negara-negara Asia. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan bahwa 2,5 milyar atau 40% populasi di dunia
berisiko terhadap penyakit DBD terutama yang tinggal di daerah perkotaan di
negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 390 juta infeksi
dengue yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun (WHO, 2015).
Di Indonesia sendiri, demam berdarah dengue pertama kali ditemukan
di Surabaya dan Jakarta tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan
2
24 orang diantaranya meninggal dunia, dengan angka kematian mencapai
41.3%. Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia pada tahun 2017 terdapat
68.407 kasus kesakitan demam berdarah dengan jumlah kematian sebanyak
493 orang, sedangkan jumlah kasus tahun 2016 terdapat 204.171 kasus
kesakitan dengan jumlah kematian sebanyak 1.598 orang. Angka kesakitan
atau Incedence Rate DBD tahun 2016 ke tahun 2017 yaitu 78,85 per 100.000
penduduk menjadi 26,10 per 100.000 penduduk (Kemenkes, 2017).
Provinsi di Indonesia dengan IR (Incidence Rate) tinggi adalah
Sulawesi Selatan (62,57%), Kalimantan Barat (52,61%), dan Bali (49,93%).
Provinsi Jawa Timur berada diurutan no-6 dengan IR (Incidance Rate)
(43,14%). Tercatat pada tahun 2017 sebanyak 7.854 kasus dengan jumlah
pasien meninggal 105 orang dan pada tahun 2018 sebanyak 9.087 kasus
dengan korban 93 orang. Di Jawa Timur wilayah yang menduduki peringkat
pertama yaitu Kabupaten Pacitan dengan jumlah kasus DBD tahun 2017 dari
24 Puskesmas yang berada di wilayah kabupaten Pacitan yaitu sebesar 399
penderita dan tahun 2018 sebanyak 276 penderita (Kemenkes, 2018).
Wilayah Desa Gemaharjo mencapai urutan ke-6 untuk kasus kejadian
penyakit DBD se Kabupaten Pacitan pada tahun 2017, sedangkan pada
tahun 2018 kasus DBD di Desa Gemaharjo berada di urutan ke-3 se
Kabupaten Pacitan (Dinkes Kab. Pacitan, 2018). Angka bebas Jentik (ABJ) di
Desa Gemaharjo masih 88% dari target >95%, kegiatan jumantik (juru
pemantau jentik) sudah tidak ada lagi, kegiatan fogging DBD masih rendah,
sedangkan target prosentase fogging daerah endemis DBD adalah 100%.
3
Pada tahun 2017 sebanyak 21 kasus kesakitan dan pada tahun 2018 naik
menjadi 32 kasus kesakitan, hal ini menunjukkan di Puskesmas Gemaharjo
mengalami kenaikan sebesar 0,87% pada tahun 2017 dan 2018. Selama 2
tahun berturut-turut Puskesmas Gemaharjo masuk ke dalam 10 besar penyakit
DBD pada tahun 2017 dan tahun 2018. Jika dibandingkan dengan puskesmas
lain di Kabupaten Pacitan. Puskesmas Gemaharjo setiap tahun mengalami
kenaikan kasus DBD (Puskesmas Gemaharjo, 2018).
Bupati Pacitan melakukan upaya pemecahan masalah guna menekan
kasus penyakit yang diakibatkan nyamuk (demam berdarah dan malaria)
adalah dengan menggalakkan kegiatan PSN (pemberantasan sarang nyamuk)
melalui Surat Edaran Bupati Pacitan ke seluruh SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Desa), Camat, Desa dan Kelurahan di Kabupaten Pacitan agar
masyarakat lebih mengutamakan gerakan PSN. Tujuannya adalah
perkembangbiakan nyamuk dapat diminimalisir agar kasus demam berdarah
dan malaria dapat diminimalkan. Selain melaksanakan fogging juga kegiatan
penyuluhan keliling dengan mobil Puskesmas Keliling tentang pentingnya
PSN. Selain itu, kader kesehatan yang menjadi contoh di masyarakat juga
dinilai masih minim dalam tindakan pencegahan demam berdarah dengue
(Dinkes Pacitan, 2018).
Faktor resiko yang berhubungan dengan penyakit Demam Berdarah
dari faktor lingkungan seperti perilaku penerapan 4M Plus, pengelolaan
sampah dan peran Kader Kesehatan dalam menangani masalah penyakit
Demam Berdarah. Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan cara merubah
4
perilaku mayarakat agar lebih mengutamakan pola hidup bersih untuk
menghindari dari berbagai macam penyakit.
4M Plus adalah program yang berisi kegiatan berupa; menguras
tempat penampungan air, menutup rapat tempat penampungan air, mengubur
dan menyingkirkan barang bekas, memantau keberadaan jentik dan
pengelolaan lingkungan berlanjut seperti meningkatkan kesadaran akan
kebersihan lingkungan dan sebagainya. Semakin tinggi kesadaran masyarakat
untuk melakukan gerakan 4M Plus dan kesadaran mengelola lingkungan,
kasus DBD akan menurun dengan sendirinya. Perilaku masyarakat seperti
kebiasaan menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti menampung air
hujan, air sumur, membuat bak mandi atau drum/tempayan sebagai tepat
perkembangbiakan nyamuk; kebiasaan menyimpan barang-barang bekas atau
kurang memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang tertampung di dalam
wadah-wadah (Respati, 2016).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada bulan Februari 2019 di
Desa Gemaharjo masih banyak air yang menggenang di vas bunga pada tiap
rumah dan terdapat jentik nyamuk didalamnya, serta selokan disekitar rumah
yang tersumbat yang menjadi tempat bersarangnya nyamuk Aedes Aegypti.
Selain itu adanya kebiasaan warga yang menggunakan kontainer
penampungan air bersih seperti: ember, gentong air, drum-drum maupun bak-
bak penampungan air lainnya sehingga dapat berpotensi sebagai tempat
perkembangbiakan nyamuk vektor penyakit DBD. Kebiasaan ini disebabkan
karena terkadang sulitnya mencari air bersih, sehingga masyarakat
5
menampung air bersih di tempat tersebut dalam waktu yang cukup lama
untuk keperluan sehari-hari. Upaya pencegahan yang dilakukan masyarakat
juga masih minim seperti menguras bak mandi yang tidak rutin, tidak
mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air, kurang rutinnya
membersihkan selokan. Hal tersebut dapat mempengaruhi kondisi
lingkungan. Lingkungan yang buruk dapat menimbulkan masalah seperti
dapat menjadi tempat bersarangnya nyamuk.
Selain faktor penerapan 4M Plus, faktor lingkungan yang lain yang
mempengaruhi penyakit DBD yaitu pengelolaan sampah. Tindakan
pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak benar dapat menjadi sarang
nyamuk. Cara mengolah sampah dengan dibakar, ditimbun dan dibuang
kesungai adalah cara yang kurang benar. Kebiasaan masyarakat membakar
sampah menunggu sampah terkumpul banyak dan cukup untuk dibakar.
Selang waktu menunggu tersebut dengan membiarkan sampah diletakkan di
tempat terbuka dan terkena hujan,kondisi tersebut dapat dijadikan nyamuk
untuk menetaskan telurnya, dan apabila sampai dengan 12 hari tidak diolah
maka telur nyamuk tersebut akan berubah menjadi nyamuk dewasa dan
menambah populasi nyamuk (Pratiwi, 2017).
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, di Desa Gemaharjo
pengelolaan sampahnya masih kurang mendapat perhatian dan penanganan
yang optimal dari berbagaai pihak, baik dari masyarakat maupun pemerintah,
sehingga menimbulkan masalah lingkungan seperti menurunnya kandungan
organik kebun dan pertanian, sanitasi lingkungan semakin buruk dan
6
meningkatnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh
sampah yaitu DBD. Sampah plastik, botol-botol bekas, ban bekas dan lain-
lain yang dapat menampung air dapat menjadi sarang berkembangnya jentik
nyamuk. Mayoritas masyarakat untuk menyelesaikan permasalah sampah
hanya dibakar selain itu hanya dibuang ke pekarangan sekitar rumah yang
bisa menjadi tempat bersarangnya jentik nyamuk dan bisa menyebabkan
timbulnya masalah kesehatan yang lain selain penyakit DBD.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian DBD yaitu peran
kader Kesehatan seperti peran Jumantik (Juru Pemantau Jentik). Peran
jumantik dalam sistem kewaspadaan dini DBD sangat penting dalam kagiatan
pencegahan DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan dan
menghambat perkembangan awal dari vektor penular DBD (Pangestika,
2017).
Di desa Gemaharjo kader Jumantik belum melakukan kegiatan
pemantauan jentik rutin (PJR) ke rumah-rumah penduduk untuk mencegah
DBD. Hal tersebut dapat memicu terjadinya kasus DBD, karena masyarakat
tidak memperhatikan kebersihan. Banyak penderita yang berobat keluar
Pacitan sehingga Penyelidikan Epidemiologi sedini mungkin terhambat.
Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan oleh petugas puskesmas
belum dilakukan dengan maksimal. Upaya promotif dan preventif dalam
rangka pengendalian DBD belum optimal (Puskesmas Gemaharjo, 2018).
Upaya yang telah dilakukan untuk menurunkan angka kejadian DBD
diantaranya PSN seperti pemeriksaan jentik dan upaya pencegahan DBD
7
dengan 4M Plus (menguras tempat penampunga air, menutup tempat
penampungan air, mengubur tempat penampungan air yang tidak digunakan,
memantau jentik seminggu sekali plusnya dengan menggunakan obat anti
nyamuk, menggunakan kelambu) untuk menurunkan angka kejadian Demam
Berdarah Dengue, tetapi belum bisa menurunkan angka kejadian DBD.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih
dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi upaya pencegahan DBD
di Desa Gemaharjo wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo Kabupaten Pacitan,
karena sebelumnya di wilayah tersebut belum pernah dilakukan penelitian
mengenai faktor-faktor upaya pencegahan penyakit DBD.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit
DBD pada masyarakat Desa Gemaharjo di wilayah kerja Puskesmas
Gemaharjo Kabupaten Pacitan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan upaya pencegahan terhadap kejadian
penyakit DBD pada masyarakat Desa Gemaharjo di wilayah kerja Puskesmas
Gemaharjo Kabupaten Pacitan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi penerapan 4M Plus terhadap kejadian penyakit DBD di
Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesma Gemaharjo Kabupaten
Pacitan.
8
2. Mengidentifikasi pengelolaan sampah terhadap kejadian penyakit DBD
di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesma Gemaharjo Kabupaten
Pacitan.
3. Mengidentifikasi peran kader kesehatan terhadap kejadian penyakit DBD
di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesma Gemaharjo Kabupaten
Pacitan.
4. Menganalisis hubungan antara 4M Plus terhadap kejadian penyakit DBD
di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesma Gemaharjo Kabupaten
Pacitan.
5. Menganalisis hubungan antara pengelolaan sampah terhadap kejadian
penyakit DBD di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesma Gemaharjo
Kabupaten Pacitan.
6. Menganalisis hubungan antara peran kader kesehatan terhadap kejadian
penyakit DBD di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesma Gemaharjo
Kabupaten Pacitan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangan teori
terkait dengan upaya pencegahan DBD dan menambah dan memperluas
pengetahuan mengenai hubungan upaya pencegahan terhadap kejadian
penyakit DBD di Desa Gemaharjo wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo
Kabupaten Pacitan.
9
1.4.2 Puskesmas Gemaharjo
Sebagai informasi, memberikan masukan kepada Puskesmas
Gemaharjo dan untuk menambah bahan evaluasi mengenai hubungan upaya
pencegahan terhadap kejadian penyakit DBD di Desa Gemaharjo wilayah
kerja Puskesmas Gemaharjo Kabupaten Pacitan.
1.4.3 Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Untuk memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu kesehatan
masyarakat dan diharapkan dapat membantu peneliti selanjutnya dalam
pengerjaan tugas serta untuk menambah pengetahuan tentang pencegahan
penyakit DBD.
10
1.5 Keaslian Penelitian
Berikut merupakan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan upaya pencegahan penyakit DBD.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Perbedaan Peneliti Sebelumnya Peneliti
Istiqomah, Syamsulhuda,
Besar Tirto Husodo
Nila Prastiana Dewi Iroma, Ratih, Liestiani
1 Judul
Penelitian
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan
upaya pencegahan demem
berdarah dengue (DBD)
pada ibu rumah tangga di
kelurahan kramas kota
semarang
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan
praktik pemberantasan
sarang nyamuk demam
berdarah dengue (PSN
DBD) keluarga di
kelurahan mulyoharjo
kecamatan jepara
kabupaten jepara
Analisis hubungan
karakteristik kepala
keluarga dengan perilaku
pencegahan demam
berdarah di pakijang brebes
Hubungan upaya
pencegahan terhadap
kejadian penyakit
DBD Di Wilayah
kerja Puskesmas
Gemaharjo
Kabupaten Pacitan
2 Tempat dan
Tahun
Penelitian
Kelurahan Kramas Kota
Semarang Tahun 2017
Kelurahan Mulyoharjo
Jepara Tahun 2015
Brebes Tahun 2016 Desa Gemaharjo
Kabupaten Pacitan
Tahun 2019
3 Metode Jenis penelitian ini adalah
deskriptif analitik dengan
pendekatan pendekatan
Jenis penelitian ini
adalah deskriptif
analitik dengan
Jenis penelitian ini adalah
deskriptif analitik dengan
pendekatan cross-
Jenis penelitian ini
adalah deskriptif
analitik dengan
11
Perbedaan Peneliti Sebelumnya Peneliti
Istiqomah,
Syamsulhuda, Besar
Tirto Husodo
Nila Prastiana Dewi Iroma, Ratih, Liestiani
cross-sectional pendekatan pendekatan
cross-sectional
Sectional pendekatan case
control
4 Variabel
Penelitian
Variabel Bebas: usia,
pendidikan, pekerjaan,
pengetahuan, sikap,
persepsi, kebijakan, sarana
prasarana, dukungan
gasurkes, dukungan kader.
Variabel Terikat:
pencegahan penyakit
DBD
Variabel Bebas: umur,
pendidikan, pekerjaan,
pengalaman sakit
DBD, pengetahuan,
sikap, dukungan
petugas kesehatan, dan
pengalaman mendapat
penyuluhan kesehatan.
Variabel Terikat:
pemberantasan sarang
nyamuk demam
berdarah (DBD)
Variabel Bebas:
Pendidikan, usia, pekerjaan,
jenis kelamin
Variabel Terikat:
Pencegahan penyakit DBD
Variabel Bebas:
Penerapan 4M Plus
dan pengelolaan
sampah
Variabel Terikat:
Upaya pencegahan
penyakit DBD
5 Hasil
Penelitian
Ada hubungan antara
sikap (p=0,005),
ketersediaan sarana
prasarana (p=0,003), dan
dukungan kader (p=0,002)
Ada hubungan antara
pengalaman sakit
(p=0,002),
pengetahuan
(p=0,002), sikap
(p=0,003), dukungan
petugas kesehatan
(p=0,42), pengalaman
mendapat penyuluhan
(p=0,002)
Tidak ada hubungan antara
antara karakteristik
responden (p=o,126) dengan
perilaku pencegahan DBD
(p=0,456) karena masing-
masing karakteristik
berhubungan dengan faktor
lain dalam mempengaruhi
perilaku pencegahan DBD.
12
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Definisi Demam berdarah
World Health Organization Demam berdarah dengue (DBD)
merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti
yang terinfeksi dengan salah satu dari tempat virus dengue. Virus tersebut
dapat menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa (WHO, 2015).
Sedangkan menurut (Depkes RI, 2016) DBD adalah penyakit akut yang
disebabkan oleh Virus DBD dan ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus yang terinfeksi virus DBD.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan
demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari, manifestasi pendarahan (petekie, purpura, pendarahan
konjungtiva, epistaksis, pendarahan mukosa, pendarahan gusi,
hematermesis, melena, hematuri) termasuk uji torniquet (Rumple Leede)
posistif, trombositopenia (jumlah trombosit ≤100.000) hemakonsentrasi
(peningkatan hematokrit ≥20%) disertai atau tanpa pembesaran hati
(Rerung, 2015).
Nyamuk Aedes (Stegomyia) betina biasanya akan terinfeksi virus
dengue saat mengisap darah dari penderita yang berada dalam fase demam
13
(viremik) akut pentakit. Setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8 sampai
10 hari, kelenjar air liur nyamuk menjadi terinfeksi dan virus disebarkan
ketika nyamuk yang infektif menggigit dan menginjeksikan air liur ke luka
gigitan pada orang lain. Masa inkubasi pada tubuh manusia selama 3-14 hari
(rata-rata 4-6 hari), sering kali terjadi awitan mendadak. Penyakit tersebut
ditandai dengan demam. Sakit kepala, mialgia, hilang nafsu makan, dan
berbagai tanda serta gejala nonspesifik lain termasuk mual, muntah dan
ruam kulit.
2.1.2 Etiologi DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aedes Aegypti yang mengandung virus Dengue. pada saat nyamuk Aedes
Aegypti maka virus dengue akan masuk ke dalam tubuh, setelah masa
inkubasi sekitar 3-15 hari penderita bisa mengalami demam tinggi 3 hari
berturut-turut. Banyak penderita mengalami kondisi fatal karena
menganggap ringan gejala tersebut.
2.1.2.1 Ciri-ciri nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue (Aedes
Aegypti) yaitu:
1. Badan nyamuk yang berwarna hitam dan belang-belang putih pada
seluruh tubuhnya (loreng).
2. Nyamuk ini dapat berkembangbiak pada Tempat Penampungan Air
(TPA) dan pada barang-barang yang memungkinkan untuk digenangi
air seperti bak mandi, tempayan, drum, vas bunga, barang bekas dan
lain-lain.
14
3. Nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat berkembangbiak di got atau
selokan ataupun kolam yang airnya langsung berhubungan dengan
tanah.
4. Nyamuk Aedes Aegypti biasanya menggigit manusia pada pagi dan
sore hari.
5. Nyamuk ini termasuk jenis nyamuk yang dapat terbang hingga 100
meter.
6. Hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar (Hermayudi,
2017).
2.1.2.2 Daur hidup Aedes Aegypti :
1. Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biakannya.
2. Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik, kemudian
berkembang menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk
(perkembang-biakkan dari telur - jentik - kepompong - nyamuk
membutuhkan waktu 7-10 hari).
3. Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (betina) akan
menggigit (mengisap darah) manusia dan siap untuk melakukan
perkawinan dengan nyamuk jantan.
4. Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat sambil menunggu
proses pematangan telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah
tumbuh-tumbuhan atau benda yang tergantung di tempat perkembang-
biakannya.
15
5. Bila menghisap darah seorang penderita Demam Berdarah Dengue
(DBD) atau carrier, maka nyamuk ini seumur hidupnya dapat
menularkan virus itu.
6. Siklus mengisap darah dan bertelur ini berulang setiap 3-4 hari.
7. Umur nyamuk betina rata-rata 2-3 bulan.
2.1.2.3 Tahapan siklus nyamuk Aedes Aegypti yaitu:
1. Telur
Telur nyamuk Aedes Aegypti memliki dinsing bergaris-garis
dan membentuk bangunan seperti kasa. Telur berwarna hitam dan
diletakkan satu per satu pada dinding perindukan. Panjang telur 1 mm
dengan bentuk bulat oval atau memanjang, apabila dilihat dengan
mikroskop bentuk seperti cerutu. Telur dapat bertahan berbulan-bulan
pada suhu -2°C sampai 42°C dalam keadaan kering. Telur ini akan
menetas jika kelembaban terlalu rendah dalam waktu 4 atau 5 hari.
Gambar 2.1 Telur Nyamuk Aedes Aegypti (Sumber: Kemenkes
RI, 2012).
16
2 Larva
Perkembangan larva tergantung pada suhu, kepadatan
populasi, dan ketersediaan makanan. Larva berkembang pada suhu
28°C sekitar 10 hari, pada suhu air antara 30-40°C larva akan
berkembang menjadi pupa dalam waktu 5-7 hari. Larva lebih
menyukai air bersih, akan tetapi tetap dapat hidup dalam air yang
keruh baik bersifat asam atau basa.
Larva beristirahat di air kemudian membentuk sudut dengan
permukaan dan menggantung hampir tegak lurus. Larva akan
berenang menuju dasr tempat atau wadah apabila tersentuh dengan
gerakan gerakan jungkir balik. Larva mengambil oksigen diudara
dengan berennag menuju permukaan dan menemlkan siphonnya diatas
permukaan air. Larva Aedes Aegypti memiliki empat tahapan
perkembangan yang disebut instar meliputi: instar I, II, III, dan IV, di
mana setiap pergantian instar ditandai dengan pergantian kulit yang
disebut ekdisi. Larva instar IV mempunyai ciri siphon pendek, sangat
gelap dan kontras dengan warna tubuhnya. Gerakan larva instar IV
lebih lincah dan sensitif terhadap rangsangan cahay. Dalam keadaan
normal (cukup makan dan suhu sir 25-27°C) perkembangan larva
instar ini sekitar 6-8 hari.
17
Gambar 2.2 Jentik Nyamuk Aedes Aegypti (Sumber: Kemenkes
RI, 2012).
3 Pupa
Pupa Aedes Aegypti berbentuk bengkok dengan kepala besar
sehingga menyerupai tanda koma, memiliki siphon pada thoraks untuk
bernafas. Pupa nyamuk Aedes Aegypti bersifat aquatik dan tidak
seperti kebanyakan pupa serangga lain yaitu sangat aktif dan
seringkali disebut akrobat (tumbler). Pupa Aedes Aegypti tidak makan
tetapi masih memerlukan oksigen untuk bernafas melalui sepasang
struktur seperti terompet yang kecil pada thoraks. Pupa pada tahap
akhir akan membungkus tubuh larva dan mengalami metamorfosis
menjadi Aedes Aegypti dewasa.
18
Gambar 2.3 Kepompong Nyamuk Aedes Aegypti (Sumber:
Kemenkes RI, 2012)
4 Imago (nyamuk dewasa)
Pupa membutuhkan waktu 1-3 hari sampai beberapa minggu
untuk menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk jantan menetas terlebih
dahulu dari pada nyamuk betina. Nyamuk betina setelah dewasa
membutuhkan darah untuk dapat mengalami kopulasi.
Klasifikasi dari Aedes Aegypti adalah sebagai berikut:
Fillum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Ordo : Nematocera
Infra Ordo : culicom Orfa
Super Famili : Culicoides
Sub Famil : Culicoidea
Genus : Aedes
Species : Aedes Aegypti
19
Gambar 2.4 Nyamuk Aedes Aegypti (Sumber: Kemenkes RI, 2012).
Dalam meneruskan keturunnya, nyamuk Aedes Aegypti betina
hanya kawin satu kali seumur hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi 24-
28 hari dari saat nyamuk dewasa (Hermayudi, 2017).
2.1.3 Pemberantasan Vektor DBD
2.1.3.1 Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan dengan insektisida. Mengingat kebiasaan nyamuk senang
hinggap pada benda-benda bergantungan, maka penyemprotan tidak
dilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk menular
malaria.
Alat yang digunakan adalah mesin fog (pengasapan) dan
penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek risedu.untuk
membeasmi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan dua siklus
dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua
nyamuk yang mengandung virus dengue dan nyamuk-nyamuk lainnya
akan amti. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang
20
diantaranya akan menghisap darah pada penderita viremia (pasien yang
positif terinfeksi DBD) yang masih ada yang dapat menimbulkan
terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan
penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan
terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.
Tindakan penyemprotan dapar membasmi penularan, akan tetapi
tindakan ini harus diikuti dengan pemberantasan terhadap jentiknya agar
populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah-rendahnya.
2.1.3.2 Pemberantasan Jentik
Menurut (Depkes RI, 2016) dalam pemberantasan jentik nyamuk
Aedes Aegypti yang dikenal dengan PSN DBD dilakukan dengan cara:
1. Fisik
Pemberantasan dengan cara ini dikenal sebagai kegiatan 3M yaitu
menguras dan menyikat bak mandi, bak WC, menutup tempat
penampungan air, mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-
barang bekas. Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu
dilakukan secara eratur sekurang-kurangnya satu mingggu sekali agar
nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat itu. Bila PSN-DBD
dilaksanakan oleh seluruh masyarakat, maka populasi nyamuk Aedes
Aegypti dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga DBD tidak menular
lagi. Untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambunga, oleh kaena
keberadaan jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.
21
2. Kimia
Pemberantasan jentik nyamuk Aedes Aegypti dengan
menggunakan insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah
larvasida.
3. Biologi
Pemberantasan cara ini menggunakan ikan pemakan jentik (ikan
kepala timah, ikan gupi, ikan cupang). Dapat juga menggunakan Bacillus
thuringiensis (Bti).
2.1.4 Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue
Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa
klinis dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat
dilihat dari penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :
2.1.4.1 Diagnosa Klinis
1. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).
2. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif , Petekie
(bintik merah pada kulit), Purpura (pendarahan kecil di dalam kulit),
Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata), Epistaksis
(pendarahan hidung), perdarahan gusi, Hematemesis (muntah darah),
Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah dalam urin).
3. Perdarahan pada hidung dan jusi.
4. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada
kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
5. Pembesaran hati (hepatomegali).
22
6. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang,
tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
7. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya
selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala
(Monica, 2012).
2.1.4.2 Gejala lainnya adalah:
1. Tidak ada nafsu makan
2. Berubahnya indra perasa
3. Konstipasi
4. Nyeri perut
5. Nyeri pada lipatan paha
6. Radang tenggorokan
7. Depresi (Misnadiarly, 2009).
2.1.4.3 Diagnosa Laboratoris
1. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan
trombosit hingga 100.000 /mmHg.
2. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih
(Monica, 2012).
2.1.5 Penularan Penyakit DBD
Damam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue, anggota dari genus Flavivirus dalam famili
Flaviviridae. Terdapat 3 faktor yang memegang peranan pada penularan
infeksi virus ini, yaitu manusia, virus, dan faktor perantara (Yekti, 2015).
23
2.1.5.1 Mekanisme Penularan DBD
Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia
melalui gigitan. Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada
organ targetnya seperti makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian
menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik.
Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia
virus memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum
menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan mengisap virus yang ada di
daerah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usu dan organ lain yang
selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk.
Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya
siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut
masa tunas ekstrinsik, yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan
berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif) (Kuswiyanto, 2016).
Virus hanya dapat hidup di dalam sel yang hidup sehingga harus
sama dalam kebutuhan protein. Persaingn pada daya tahan tubuh manusia.
Sebagai sering timbul infeksi yang akan menyebabkan:
1) Aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan peningkatan permebilitas kapiler sehingga terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskuler ke ekstravaskuler.
24
2) Agregasi trombosit menurun. Apabila kelainan ini berlanjut akan
menyebabkan kelainan fungsi trombosit dan erjadi mobilitas sel
trombosit muda dari sum-sum tulang.
3) Kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga hal tersebut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia, dan kuagulopati (Yekti, 2015).
2.1.5.2 Tempat potensial bagi penularan nyamuk
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes Aegypti yang
pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air sehingga dapat
digunakan sebagai tempat berkembangbiak nyamuk Aedes Aegypti. Telur-
telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Oleh karena itu
pada musim hujan populasi nyamuk Aedes Aegypti terus meningkat
(Shafrin, 2016).
Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat terjadi di semua
tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Oleh karena itu, tempat potensail
untuk terjadi penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah:
1. Wilayah yang banyak kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
2. Tempat-tempat umum yang menjadi temapt berkumpulnya orang-oramg
yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya
pertukaran beberpa tipe virus dengue yang cukup besar seperti: sekolah,
25
Rumah Sakit atau Puskesmas, tempat umum lainnya (hotel, pertokoan,
pasar, restoran, tempat ibadah).
3. Pemukiman baru dipinggir kota, penduduk pada lokasi ini umumnya
berasal dari berbagai wilayah maka diantaranya terdapat penderita yang
membawa tipe virus Dengue yang berbeda dari masing-masing lokasi
(Hermayudi, 2017).
2.1.6 Bionomik vektor DBD
2.1.6.1 Tempat perindukan nyamuk
Tempat perindukan nyamuk biasanya berupa genangan air yang
tertampung di suatu tempat.
1. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari seperti,
drum, bak mandi/WC, tempat ember dan lain-lain.
2. Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari seperti, tempat
minum burung, vas bunga, bak bekas, kaleng bekas, botol-botol bekas
dan lain-lain.
3. Tempat penampungan air alamiah seperti, lubang pohon, lubang batu,
pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan bambu dan
lain-lain.
2.1.6.2 Kesenangan nyamuk menggigit
Nyamuk betina biasa mencari mangsanya pada siang hari.
Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan
puncak aktivitasnya antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-1700 berbeda
26
dengan nyamuk yang lainnya, Aedes Aegypti mempunyai kebiasaan
menghisap darah berulang kali.
2.1.6.3 Kesenangan nyamuk istirahat
Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar
berdekat dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang
agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu
proses pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur
selesai, nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat-tempat
perkembangbiakannya, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu lebih kurang 2 hari setelah telur
terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur
sebanyak 100 butir telur tersebut dapat bertahan sampai berbulan-bulan
bila berada di tempat kering dengan suhu 2°C dan bila menetas lebih cepat
(Hermayudi, 2017).
2.1.7 Epidemiologi DBD
Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga
epidemiologi, yaitu adanya agent host dan lingkungan.
2.1.7.1 Agent (Virus Dengue)
Agent penyebab penyakit Demama Berdarah Dengue (DBD)
berupa virus atau suatu substansi elemen tertentu yang kurang
kehadirannya atau tidak hadirnya dapat menimbulkan atau
mempengaruhi perjalanan suatu penyakit atau di kenal ada empat virus
Dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4.
27
Virus Dengue Ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama
yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam
masa tersebut penderita merupakan sumber penularan penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD).
2.1.7.2 Host (Pejamu)
Faktor utama adalah semua faktor yang tedapat pada diri manusia
yang terdapat mempengaruhi timbulnya setta pelayanan suaru penyakit.
Faktor-faktor yang mempengruhi manusia dalam penyakit Demama
Berdarah Dengue (DBD).
1. Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan
terhadap infeksi virus Dengue. Semua golongan umur dapat terserang
virus Dengue, meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir.
2. Jenis kelamin
Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap
serangan Demam Berdarah Dengue (DBD) dikaitkan dengan
perbedaan jenis kelamin (gender).
3. Nutrisi
Teori nutrisi mempenharuhi derajat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik yang
mempengaruhi peningkatan antibodi yang cukup biak, maka terjadi
infeksi virus Dengue yang berat.
28
4. Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah
terjadinya infeksi virus Dengue, karena daerah yang berpenduduk
padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus Demam Berdarah
Dengue (DBD) tersebut.
5. Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus Dengue.
2.1.7.3 Lingkungan (Environment)
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit Dengue atau
di renal dengan kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan sesuatu organisasi.
1. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus Dengue ditemukan tersebar luas
di berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang
terletak antara 30°C Lintang Utara dan 40°C Lintang Selatan seperti
Asia Tenggara, Pasifik Barat dengan tingkat kejadian sekitar 50-100
juta setiap tahunnya.
2. Musim
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim
hujan dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal
tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit
29
karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi
(Hermayudi, 2017).
3. Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun
sampai di bawah 10°C. Pada suhu yang lebih tinggi 35°C, nyamuk
juga akan mengalami perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-
proses fisiologi. Rata-rata ideal untuk pertumbuhan nyamuk adalah
25°C-27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu
kurang 10°C atau lebih dari 40°C.
2.2 Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pencegahan penyakit adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah,
menunda, mengurangi, membasmi, mengeliminasi penyakit dan kecacatan
(Untari, 2017). Ada beberapa cara untuk mencegah penyakit DBD, antara
lain:
2.2.1 Penerapan 4M Plus
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan
kasus DBD sangat diperlukan. Oleh karenanya program Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 4M Plus perlu dilakukan secara
berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan. Program
PSN, yaitu:
30
2.2.1.1 Menguras Tempat Penampungan Air
Membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan
air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum,
penampungan air lemari es dan lain-lain.
2.2.1.2 Menutup Temapat Penampungan Air
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum, kendi,
toren air, dan lain sebagainya.
2.2.1.3 Mengubur barang bekas
Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak layak dipakai dan
mendaur ulang barang-barang yang masih bisa digunakan kembali yang
memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular
Demam Berdarah Dengue (DBD).
2.2.1.4 Memantau Temapat Penampungan Air
Memantau wadah penampungan air dan bak sampah yang
berpotensi menjadi sarang berkembangbiaknya nyamuk Aedes Aegypti.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti:
1. Menaburkan bubuk larvasida (abatisasi)
2. Menggunakan obat anti nyamuk atau obat naymuk
3. Menggunakan kelambu saat tidur
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
31
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bias menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain (Dinkes Aceh,
2019)
2.2.2 Pengelolaan Sampah
2.2.2.1 Pengertian Sampah
Sampah (wastes) diartikan sebagai benda yang tidak dipakai, tidak
diinginkan, dan dibuang yang berasal dari aktifitas dan bersifat padat.
Dengan kata lain sampah adalah barang-barang atau sesuatu benda yang
tidak dipakai lagi yang tidak diinginkan dan dibuang (Suprapto, 2012).
Sementara didalam UU No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah,
disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses
alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau
anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap
sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan (Muchlisin, 2015).
2.2.2.2 Jenis-jenis Sampah
Berdasarka asalnya, sampah padat digolongkan menjadi 2 (dua)
yaitu sebagai berikut:
1. Sampah organik
Merupakan sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang
dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini
dengan mudah dapat diuraikan melalui prose salami. Sampah rumah
tangga sebagian besar merupakan bahan organic. Termasuk sampah
organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus
32
(selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun dan
ranting. Selain itu, pasar tradisional juga banyak menyumbangkan sampah
organic seperti sampah sayuran, buah-buahan dan lain-lain.
2. Sampah Anorganik
Merupakan sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non hayati,
baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan
bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi: sampah logam dan
produk-produk olahannya,sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan
keramik, sampah setergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai
oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable).
Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang
lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik,
botol gelas, tas plastik, dan kaleng (Muchlisin, 2015).
2.2.2.3 Dampak Terhadap Kesehatan
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar cepat karena virus yang
berasal dari smpah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air
minum. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
2.2.2.4 Dampak terhadap lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase akan
mencemari air. Berbagai organism termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya
ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang di buang ke dalam
33
air akan menghasilkan asam anorganik dan gas cair anirganik, seperti
metana. Selian berbau kurag sedap, gas ini pada konsentrasi tinggi dapat
meledak (Muchlisin, 2015).
2.2.2.5 Pengelolaan sampah dengan konsep 3R
Pengelolaan sampah 3R adalah upaya pengurangan pembuangan
sampah, melalui program menggunakan kembali (reuse), mengurangi
(reduse), dan mendaur ulang (recycle).
1. Reuse (menggunakan kembali) yaitu penggunaan kembali sampah
secara leangsung, baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain.
2. Reduse (mengurangi) yaitu mengurangi segala sesuatu yang
menybabkan timbulnya sampah.
3. Recycle (mendaur ulang) yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah
mengalami proses pengolahan.
Mengurangi sampah dari sumber timbulan, diperlukan upaya untuk
mengurangi sampah mulai dari hulu sampai hilir. Upaya-upaya yang dapat
dilakukan dalam mengurangi sampah dari sumber sampah (darihulu)
adalah menerapkan prinsip 3R (Muchlisin, 2015).
2.2.3 Peran Kader Kesehatan
Pelayanan kesehatan dalam hal ini dilihat upaya pencegahan DBD
yang dilakukan oleh jumantik. Jumantik berperan penting dalam upaya
pencegahan DBD. Peran jumantik dalam pencegahan DBD adalah sebagai
anggota PJB di rumah-rumah dan tempat umum, memberikan penyuluhan
kepada keluarga dan masyarakat, ,melakukan PSN bersama warga
34
(Kemenkes, 2012). Tugas Jumantik dalam upaya pencegahan DBD
dijelaskan sebagai berikut:
2.2.3.1 Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
PJB adalah pemantauan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk
Aedes Aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau
jumantik di rumah warga dan tempat-tempat umum. PJB dilakukan
minimal 1 minggu sekali untuk melihat keberhasilan PSN DBD baik itu di
rumah warga maupun tempat-tempat umum (Kemenkes, 2011).
2.2.3.2 Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan
kemampuan sesorang melakui teknik praktik belajar atau instruksi dengan
tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara
individu, kelompok maupun masyarakat untuk meningkatkan kesadaran
akan nilai kesehatan sehingga dengan sadar mau mengubah perilakunya
menjadi perilaku sehat (Muninjaya, 2012).
2.2.3.3 Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD
Salah satu tugas jumantik dalam upaya pencegahan DBD adalah
menggerakkan masyarakat dalam PSN DBD secara terus menerus dan
berkesinambungan. PSN DBD merupakan kegiatan memberantas telur,
jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes Aegypti) di tempat
perkembangbiaknya untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes
Aegypti, sehingga penularan DBD bias dicegah atau dikurangi (Kemenkes,
2011).
35
2.3 Masyarakat
2.3.1 Definisi Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau
dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang
berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu
dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Masyarakat adalah suatu kesatuan yang selalu berubah yang hidup
karena proses masyarakat. Masyarakat terbentuk melalui hasil interkasi
yang kontinyu antar individu, dalam kehidupan bermasyarakat selalu
dijumpai saling pengaruh mempengaruhi antar kehidupan individu dengan
kehidupan bermasyarakat.
2.3.2 Ciri-ciri masyarakat
Suatu masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan berama manusia, yang
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang.
2. Bergaul dalam waktu cukup lama, sebagai akibat hidup bersama itu,
timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antar manusia.
3. Adanya kesadaran bahwa setiap manusia merupakan bagian dari suatu
kesatuan.
4. Menghasilkan kebudayaan yang mengembangkan kebudayaan (Ayu,
2014).
36
2.4 Upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Dalam pandangan Epidemiologi Klasik dikenal segitiga Epidemiologi
yang digunakan untuk menganalisis terjadinya penyakit. Segitiga ini terdiri atas
penjamu (host), agen (agent), dan lingkungan (environment)). Konsep yang
bermula dari upaya untuk menjelaskan proses timbulnya penyakit menular
dengan unsur-unsur mikrobiologi yang infeksius sebagai agen, namun
selanjutnya dapat pula digunakan untuk menjelaskan proses timbulnya
penyakit tidak menular dengan memperluas pengertian agen (Notoatmodjo,
2018).
2.4.1 Agent (faktor penyebab)
Agent adalah penyebab penyakit, bisa bakteri, virus, parasit, jamur, atau
kapang yang merupakan agen yang ditemukan sebagai penyebab penyakit
infeksius. Untuk penyebab terjadinya DBD yaitu virus dengue. Virus
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang
terinfeksi. Virus yang banyaj berkembang di masyarakat adalah virus dengue
tipe satu dan tipe tiga (Soegijanti, 2006). Virus ini memiliki masa inkubasi
yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh
manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber penular penyakit
DBD.
2.4.2 Host (Pejamu)
Host (Pejamu) yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan
terpapar terhadap penyakit DBD dan pejamu pertama yang dokenal virus.
Virus bersikulasi dalam darah manusia terinfeksi pada kurang lebih saat
37
manusia mengalami demam. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat
menularkan virus dengue dan menyebabkan adanya gejala demam berdarah.
Faktor yang terkait penularan DBD dari vector nyamuk pada manusia
diantaranya faktor perilaku. Perilaku sehat salah satunya yaitu tindakan
proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit,
melindungi diri dari ancaman penyakit (Luluk, 2016).
2.4.2.1 Penerapan 4M Plus
Dalam penanganan kasus DBD, peran serta masyarakat untuk
menekan kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya program
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 4M Plus perlu terus
dilakukan secara berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim
penghujan.Program PSN , yaitu:
1. Menguras Tempat Penampungan Air
Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan
tempat penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan
air minum, penampung air lemari es dan lain-lain. Hal ini karena dengan
pertimbangan nyamuk harus dibunuh sebelum menjadi nyamuk dewasa,
karena periode pertumbuhan telur, jentik, dan kepompong selama 8-12 hari,
sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya mati sebelum menjadi
nyamuk dewasa (Dinkes Aceh, 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Budiman, 2016) di
Kelurahan Kawua Kabupaten Poso menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kegiatan menguras tempat penampungan air dengan upaya
38
pencegahan penyakit DBD. Berdasarkan observasi peneliti, sebagian
masyarakat di Kelurahan Kawua belum melakukan kegiatan pelaksanaan
menguras tempat penampungan air dengan rutin setiap sekali seminggu,
disebabkan karena tempat penampungan air yang ada berada di luar rumah,
berbentuk bak luas dan dalam, hal ini membuat responden kesulitan dalam
menyikat sampai dasar bak.
2. Menutup Tempat Penampungan Air
yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya. Namun apabila tetap ditemukan
jentik, maka air harus dikuras dan dapat diisi kembali ditutup rapat (Dinkes
Aceh, 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Winarsih, 2013) di
Kelurahan Gajah Mungkur Kota Semarang di peroleh p-velue sebesar 0,070
karena p-velue > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara
menutup tempat penampungan air dengan kejadian Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Gajahmungkur Kota Semarang.
Tempat penampungan air yang tertutup dapat mencegah nyamuk
untuk bersarang dan bertelur dibandingkan dengan tempat penampungan air
yang kondisinya terbuka. Sistem penyediaan air dimasyarakat baik yang
melalui perpipaan maupun sumber lain seperti sungai, sumur gali, sumur
pompa, masih memerlukan tempat penampungan air baik besar maupun
kecil berupa ember, drum, maupun bak permanen. Tempat penampungan air
ini juga merupakan media yang cukup di sukai oleh nyamuk Aaedes Aegypti
39
untuk berkembang biak. Dengan cara menutup berarti kita tidak
menyediakan tempat hidup bagi perkembangan nyamuk aedes aegypti
(Winarsih, 2013).
3. Mengubur barang bekas
Mengubur barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi dan
memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki
potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam
Berdarah. Banyak barang bekas yang dapat digunakan kembali dan bernilai
ekonomis, dengan cara mengolah kembali bahan-bahan media
penampungan air menjad produk atau barang-barang yang telah
diperbaharui bernilai ekonomis (Dinkes Aceh, 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Winarsih, 2013), di
Kelurahan Gajahmungkur Kota Semarang diperoleh p-alue sebesar 0,004
karena p-value<0,05 maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara
mengubur barang bekas dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Gajahmungkur Kota Semarang. Didapatkan responden yang
tidak mengubur barang bekas mempunyai risiko 4,747 kali lebih besar
menderita DBD daripada responden yang mengubur barang bekas
(Winarsih, 2013).
Menurut Depkes RI (2010), tempat perkembangbiakan nyamuk
selain di tempat penampungan air juga pada kontainer (barang bekas) yang
memungkinkan air hujan tergenang yang tidak beralaskan tanah, seperti
40
kaleng bekas, ban bekas, botol, tempurung kelapa, plastik, dan lain-lain
yang dibuang di sembarang tempat.
4. Memantau jentik nyamuk
Memantau wadah penampungan air dan bak sampah. Memantau
jentik nyamuk di tempat penampungan air dapat dilakukan secara mandiri di
rumah masing-masing.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti:
1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan;
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk;
3. Menggunakan kelambu saat tidur;
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk;
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah;
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. Setiap rumah juga
dihimbau untuk punya satu orang pemantau jentik (jumantik) (Dinkes
Aceh, 2019).
2.4.2.2 Pengelolaan Sampah
Pencemaran lingkungan yang semakin meningkat disebabkan
oleh berbagai hal, seperti bertambahnya populasi manusia yang
41
mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah yang dibuang (Ayu,
2016).
a. Pengertian Sampah
Menurut American Public Health Association, sampah (waste)
diartikan sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Sumantri, 2013). Sampah
merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Bentuk sampah bisa berada dalam setiap fase materi, yaitu padat, cair,
dan gas (Ayu, 2016).
Perilaku masyarakat dalam penggunaan barang barang non
biodegradable seperti plastik yang sangat tinggi menyebabkan plastik
menjadi penampungan air hujan, dan dapat menjadi tempat
perkembangbiakan vektor. Adanya tempat perindukan nyamuk
(breeding place) dapat dipengaruhi oleh praktik individu dalam
membuang sampah yang dapat menampung air di sekitar halam rumah
(Shafrin, 2016).
b. Timbulan Sampah
Menurut SNI 19-2452-2008 definisi timbulan sampah adalah
banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume
maupun per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang
jalan. Timbulan sampah sendiri juga memiliki definisi lain menurut
42
(Departemen PU, 2009), yaitu volume sampah atau berat sampah yang
dihasilkan dari jenis sumber sampah di wilayah tertentu persatuan
waktu. Timbulan sampah sangat diperlukan untuk menentukan dan
mendesain peralatan yang digunakan dalam transportasi sampah,
fasilitas recovery material, dan fasilitas Temapat Pembuangan Akhir
(TPA).
Menurut Fidiawati (2009), Operasional Pengelolaan Sampah
dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Pemilahan
Pemilahan sampah sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan penanganan sampah sejak
dari sumbernya dengan memanfaatkan penggunaan sumber daya secara
efektif yang diawali dari pewadahan, pengumpulan, pengangkutan,
pengolahan yang berwawasan lingkungan.
Pemilahan sanpah berdasarkan PP No. 81 Tahun 2012, dilakukan
melalui kegiatan pengelompokan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima)
jenis sampah yang terdiri dari :
a) Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun serta limbah
bahan berbahaya dan beracun,
b) Sampah yang mudah terurai,
c) Sampah yang dapat digunakan kembali,
d) Sampah yang dapat didaur ulang, dan
e) Sampah lainnya.
43
Gambar 2.5 Pemilihan sampah sesuai jenisnya
Sumber 2.6 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Sedangkan sampah sendiri adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang
dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai
ekonomis. Bentuk sampah bisa berasa dalam setiap fase materi, yaitu padat, cair,
dan gas. Secara sederhana, jenis sampah dapat dibagi berdasarkan sifatnya sesuai
Undang-undang nomor 18 tahun 2008 pasal 22. Sampah dipilah menjadi sampah
organic dan anorganik. Sampah organic atau sampah dapur. Sampah jenis ini
sangat mudah terurai secara alami (degradable). Sementara itu, sampah anorganik
atau sampah kering adalah sampah yang tidak dapat terurai (undegradable).
Karet, plastic, kaleng, dan logam merupakan bagian dari sampah kering.
Sampah-sampah yang telah dipilah kemudian dapat didaur ulang menjadi
barang-barang yang berguna. Jika setiap tempat aktivitas melakukan pemilahan,
maka pengangkutan sampah menjadi lebih teratur. Dinas kebersihan tinggal
mengangkutnya setiap hari dan tidak lagi kesulitan untuk memilahnya.
Pemerintah Daerah bekerjasama dengan swasta dapat memproses sampah-sampah
44
tersebut menajdi barang yang berguna. Dengan cara ini, maka volume sampah
yang sampai ke TPA dapat dikurangi sebanyak mungkin.
1) Pengumpulan
Kegiatan pengumpulan sampah dilakukan oleh pengelola
kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, fasilitas
umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya serta pemerintah
kabupaten/kota. Pada saat pengumpulan, sampah yang sudah terpilah
tidak diperkenankan dicampur kembali.
a) Pengumpulan sampah dari sumbernya dapat dilakukan secara
langsung dengan alat ukur (untuk sumber sampah besar atau daerah
yang memiliki kemiringan lahan cukup tinggi) atau tidak langsung
dengan menggunakan gerobak (untuk daerah yang tidak teratur).
b) Penyapuan jalan diperlakukan pada daerah pusat kota seperti ruas
jalan protokol, pusat perdagangan, taman kota dan lain-lain.
2. Pemindahan
a) Pemindahan sampah dari alat pengumpul (gerobak) ke alat angkut
(truk) dilakukan di transfer depo atau container untuk meningkatkan
efisiensi pengangkutan.
b) Lokasi pemindahan harus dekat dengan daerah pelayanan atau radius
± 500 m.
3. Pengangkutan
45
Pengangkutan adalah kegiatan membawa sampah dari sumber
atau tempat penampungan sementara menuju tempat pengolahan sampah
terpadu atau tempat pemrosesan akhir (TPA) dengan menggunakan
kendaraan bermotor yang didesain untuk mengangkut sampah.
Pengangkutan sampah dapat dilakukan dengan :
a) Pengangkutan secara langsung setiap sumber harus dibatasi pada
daerah pelayanan yang tidak memungkinkan, cara operasi lainya
ataupada daerah pelayanan tertentu berdasarkan pertimbangan
keamanan maupun estetika dengan memperhitungkan besarnya biaya
operasional yang harus dibayar oleh pengguna jasa
b) Penetapan rute pengangkutan sampah harus didasarkan pada hasil
survey time motion study untuk mendapatkan hasil yang efisien.
Pemindahan dan pengangkutan sampah dimaksudkan sebagai
kegiatan operasi yang dimulai dari titik pengumpulan terakhir dari suatu
siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST pada pengumpulan
dengan pola individual langsung atau dari tempat
pemindahan/penampungan sementara (TPS) atau tempat penampungan
komunal sampai ke tempat pengolahan/pemrosesan akhir (TPA/TPST).
Metode pengangkutan serta peralatan yang akan dipakai tergantung dari
pola pengumpulan yang dipergunakan.
Berdarsarkan atas operasional pengelolaan sampah, maka
penmindahan dan pengangkutan sampah merupakan tanggung jawab dari
Pemerintah Kota atau Kabupaten. Sedangkan pelaksanaan adalah
46
pengelola kebersihan dalam suatu kawasan atau wilayah, badan usaha
dan kemitraan. Pelaksanaan pengelola kebersihan sangat tergantung dari
struktur organisasi di wilayah yang bersangkutan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Hadrtiyanti dkk,
2018), terdapat 43 responden yang tidak memiliki penyediaan tempat
pembuangan sampah dan terdapat 52 responden yang memiliki tempat
pembuangan sampah. Hasil statistik Chi Square diperoleh nilai p-
velue=0,002 (p≤0,05), artinya bahwa ada hubungan bermakna antara
penyediaan tempat sampah dengan kejadian demam berdarah dengue di
wilayah kerja Puskesmas Kenali Besar Kota Jambi tahun 2016.
Menurut WHO (2010) upaya pengendalian vektor harus
mendorong penanganan sampah yang efektif dan memperhatikan
lingkungan dengan meningkatkan aturan dasar “mengurangi,
menggunakan ulang, dan daur ulang.” Ban bekas adalah bentuk lain dari
sampah padat yang sangat penting untuk pengendalian Aedes Aegypti
perkotaan; ban bekas ini harus didaur ulang atau dibuang dengan
pembakaran yang tepat dalam fasilitas transformasi sampah (misalnya
alat pembakar, tumbuhan penghisap energi).
4. Pengolahan sampah
Pengolahan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume
sampah atau merubah menjadi lebih bermanfaat, antara lian dengan cara
pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengnkutan, pengolahan, dan
47
pemrosesan akhir sesuai Peraturan. Adapun teknik pengolahan sampah
adalah sebagai berikut:
a) Pengomposan (composting), pengomposan adalah suatu cara
pengolahan sampah organic dengan memanfaatkan aktifitas bakteri
untuk mengubah sampah menjadi kompos (proses pematangan).
Pengomposan dilakukan terhadap sampah organik.
b) Pembakaran sampah, pembakaran sampah dapat dilakukan pada suatu
tempat, msialnya lapangan yang jauh dari segala kegiatan agar tidak
mengganggu. Namun, demikian pembakaran ini sulit dikendalikan
bila terdapat angin kencang. Sampah, arang sampah, abu, debu, dan
asap akan terbawa ke tempat-tempat sekitarnya yang akhirnya akan
menimbulkan gangguan.
c) Mendaur ulang kembali menjadi barang baru (recycle). Merupakan
salah satu teknik pengolahan sampah, dimana dilakukan pemisahan
atas benda-benda bernilai ekonomis seperti: kertas, plastic, karet, dan
lain-lain dari sampah atau berbeda dari bentuk semula.
d) Memanfaatkan kembali barang yang sudah tidak terpakai (reuse),
merupakan teknik pengolahan dengan lamgsung digunakan tanpa ada
pengolahan terlebih dahulu.
e) Mengurangi pemakaian barang yang tidak terlalu dibutuhkan (reduse),
adalah usaha untuk mengurangi potensi timbulan sampah, misalnya
tidak menggunakan bungkus kantong plastic yang berlebih.
48
5. Pembuangan akhir
Pembuangan akhir dilakukan di TPA terhadap sampah yang
benar-benar sudak tidak dapat dimanfaatkan lagi. Tujuan pembuangan
akhir adalah untuk memusnahkan sampah di suatu tempat pembuangan
akhir dengan cara sedemikian rupa sehingga seminimal mungkin
gangguan terhadap lingkungan. Pembuanagn di TPA dianjurkan
menggunakan metode controlled landfill atau sanitary landfill dan tidak
menggunakan lagi metode open dumping. Hal ini merupakan upaya
mengurangi dampak negative TPA terhadap lingkungan, khususnya
terhadap air dan tanah.
2.4.2.3 Peran kader kesehatan
a. Kader Kesehatan
Kader kesehatan merupakan warga yang terpilih dan diberi bekal
keterampilan kesehatan melalui pelatihan oleh sarana pelayanan
kesehatan/Puskesmas setempat. Menjadi kader kesehatan merupakan
salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam Primary Health
Care (PHC). Kader kesehatan ini selanjutnya akan menjadi motor
penggerak atau pengelola dari upaya kesehatan primer (Notoatmodjo,
2018).
1. Pengertian Kader Jumantik (Juru Pemantau Jentik)
Kader juru pemantau jentik (jumantik) adalah kelompok kerja
kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue di tingkat
Desa dalam wadah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. Menurut
49
pandangan masyarakat, jumantik adalah petugas khusus yang berasal dari
lingkungan sekitar yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk
melakukan pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes Aegypti di
wilayahnya serta melakukan pelaporan ke kelurahan secara rutin dan
berkesinambungan (Pratamawati, 2012).
2. Tujuan Kader Jumantik
Jumantik mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
a) Membuat rencana atau jadwal kunjungan seluruh rumah yang ada
di wilayah kerjanya.
b) Memberikan penyuluhan (perorangan atau kelompok) dan
melaksanakan pemberantasan jentik di rumah-rumah atau
bengunan.
c) Berperan sebagai penggerak dan pengawas masyarakat dalam
PSN DBD.
d) Membuat catatan atau rekapitulasi hasil pemantauan jentik.
e) Melaporkan hasil pemantauan jentik ke puskesmas sebulan
sekali.
f) Bersama supervisor, melakukan pemantauan wilayah setempat
(PWS) dan pemetaan per rw hasil pemantauan jentik sebulan
sekali (Kemenkes, 2012).
3. Peran kader Jumantik
Peran Jumantik sangat penting dalam sistem kewaspadaan dini
mewabahnya DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan dan
50
menghambat perkembangan awal vektor penular DBD. Keaktifan kader
jumantik dalam memantau lingkungannya diharapkan dapat menurunkan
angka kasus DBD. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan
keaktifan jumantik melalui motivasi yang dilakukan oleh dinas
kesehatan.
2.4.3 Environment (Lingkungan)
Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar
manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyebaran DBD antara lain (Widodo,
2012).
a. Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus Dengue ditemukan tersebar luas di
berbagai negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak
antara 30°C Lintang Utara dan 40°C Lintang Selatan seperti Asia
Tenggara, Pasifik Barat dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta
setiap tahunnya.
b. Musim
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan
dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena
didukung oleh lingkungan yang baik untuk masa inkubasi (Hermayudi,
2017).
51
c. Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi
metabolismenya menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai
di bawah 10°C. Pada suhu yang lebih tinggi 35°C, nyamuk juga akan
mengalami perubahan, dalam arti lebih lambatnya proses-proses
fisiologi. Rata-rata ideal untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C.
Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang 10°C
atau lebih dari 40°C.
52
2.5 Kerangka Teori
Gambar 2.6 Kerangka Teori
Sumber: Segitiga Epidemiologi
Agent
Host
Environment
Peran kader
kesehatan
Penerapan 4M Plus
Virus Dengue
Letak Geografis
Musim
Pengelolaan
sampah
Suhu Udara
Kejadian penyakit
Demam Berdarah
Dengue
Kader Jumantik
Nyamuk Aedes
Aegypti
Timbulan Sampah
53
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau
antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin
diteliti. Konsep adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan
menggeneralisasi suatu pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat
diamati dan dapat diukur, maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam
variable-variabel. Dari variable itulah konsep dapat diamati dan diukur. Jadi,
dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kerangka
konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep
atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang
dimaksud (Notoatmodjo, 2018).
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Independent
1. Penerapan 4M Plus
2. Pengelolaan Sampah
3. Peran Kader Kesehatan
(Jumantik)
Variabel Dependent
Kejadian Penyakit
Demam Berdarah
Dengue (DBD)
54
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang akan
diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah
dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat penelitian yang menyusun dan
mengujinya (Sugiyono, 2014).
Ditinjau dari operasi rumusnya, ada dua jenis hipotesis yaitu:
1. Hipotesis nol atau hipotesis nihil, hipotesis ini ditulis dengan “Ho” adalah
hipotesis yang meniadakan perbedaan antar kelompok atau meniadakan
hubungan sebab akibat antar variable.
2. Hipotesis Ha, hipotesis ini ditulis dengan “Ha”. Hipotesis ini digunakan
untuk menolak atau menerima hipotesis nihil (nol). Hipotesis ini
menyatakan adanya hubungan antar variable.
Dari penjelasannya diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Ha = Ada hubungan antara penerapan 4M Plus terhadap kejadian penyakit
DBD di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo Kabupaten
Pacitan.
2. Ha = Ada hubungan antara pengelolaan sampah terhadap kejadian
penyakit DBD di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
Kabupaten Pacitan.
3. Ha = Ada hubungan antara peran kader kesehatan terhadap kejadian
penyakit DBD di Desa Gemaharjo wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
Kabupaten Pacitan.
55
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian pada hakekatnya merupakan suatu strategi untuk
mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai
pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. Pemilihan
desain harus disesuaikan dengan topik penelitian, dengan menilih yang paling
efisien dan dengan hasil yang memuaskan (Rosjidi, 2017).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey
yang dilakukan dengan menyebar kuesioner dan wawancara kepada
responden secara langsung dengan pendekatan case control. Penelitian case
control merupakan rancangan penelitian yang membandingkan antara
kelompok kasus dan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian
berdasarkan ada tidaknya paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan
sifat retrospektif yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu
kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat,
2012). Rancangan penelitian case control dapat digambarkan sebagai berikut:
56
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Case Control
Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi variable-variabel penelitian (faktor resiko dan efek)
b. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel)
c. Identifikasi kasus
d. Pemilihan subjek sebagai kontrol
e. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat kebelakang) untuk melihat
faktor resiko
f. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variable objek
penelitian dengan variable-variabel control.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni,
2014). Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita penyakit DBD
Faktor Resiko +
Faktor Resiko -
Faktor Resiko +
Faktor Resiko -
Retrospektif
(kasus)
Retrospektif
(kontrol)
Populasi
(Sampel)
Efek+
Efek-
57
yang tercatat dalam catatan medik di wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo
Kabupaten Pacitan sebanyak 32 kasus dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri
dari populasi kasus sebanyak 32 responden dan populasi kontrol 32
responden. Jadi, populasi dalam penelitian ini adalah 64 responden.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian. Populasi yang terlalu besar peneliti
tidak mungkin mengambil semuanya untuk dijadikan responden, karena
keterbatasan data, waktu, dan tenaga, maka peneliti menggunakan sampel
yang diambil dari populasi. Sampel yang diambil harus mewakili populasi
dan valid (Sujarweni, 2014).
Sampel dalam penelitian ini adalah total pupolasi yang diambil 32
responden untuk kasus dan 32 responden kelompok pembanding atau kontrol
adalah keluarga yang anggotanya tidak/ belum pernah ada yang menderita
DBD dengan perbandingan 1 : 1. Sehingga jumlah sampel yang
memungkinkan pada penelitian ini adalah 64 sampel. Ada beberapa kriteria
sampel sebagai berikut:
1. Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria inklusi
sebagai berikut:
a. Untuk Kasus
1) Warga yang telah terdiagnosa penyakit DBD dan terdaftar di
Puskesmas Gemaharjo Kabupaten Pacitan.
2) Dapat berkomunikasi dengan baik.
58
b. Untuk Kontrol
1) Orang yang tidak menderita DBD.
2) Dapat berkomunikasi dengan baik.
2. Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018).
a. Untuk Kasus
a. Pindah tempat tinggal saat dilakukan penelitian
b. Untuk Kontrol
a.Subyek tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian
4.3 Teknik Sampling
Sampling adalah suatu bagian dari proses penelitian yang
mengumpulkan data dari target penelitian yang terbatas (Nursalam, 2013).
Teknik sampling adalah cara atau teknik-teknik tertentu dalam mengambil
sampel penelitian sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili
populasinya. Teknik sampel diambil dengan menggunkaan teknik total
sampling. Total sampling yaitu semua anggota populasi dijadikan sebagai
sampel penelitian (Notoatmodjo, 2018). Karena jumlah populasi yang kurang
dari 100, maka seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja atau operasional adalah kegiatan penelitian yang akan
dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan diteliti untuk mencapai
tujuan penelitian (Nursalam, 2013). Berikut adalah kerangka kerja pada
penelitian ini:
59
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian
Populasi
Seluruh penderita DBD di Desa Gemaharjo Kabupaten Pacitan
berjumlah 64 responden
Sampel
Penderita DBD dan tidak menderita DBD di wilayah kerja Puskesmas
Gemaharjo Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan sebanyak 32
orang sebagai kasus dan 32 orang sebagai kontrol dengan
perbandingan 1 : 1
Teknik Sampling
Total Sampling
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Kuesioner
Pengumpulan Data
Wawancara, observasi dan kuesioner
Pengolahan Data
Editing, coding, entry, cleaning, tabulating
Analisis Data
Chi-square
Hasil Penelitian dan Kesimpulan
60
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel Penelitian
Variable penelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri
yang diambil oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan
yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2018). Variable ini
dibedakan menjadi dua yaitu variable independen (variable bebas) dan
variable dependen (variable terikat).
4.5.1.1. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variable independen adalah variable yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (Sugiyono,
2014). Variable independent dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD), antara lain:
1. Penerapan 4M Plus
2. Pengelolaan sampah
3. Peran kader kesehatan
4.5.1.2. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variable dependen adalah variable yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat karena adanya veriabel bebas (Sugiyono, 2014). Dalam
penelitian ini variable terikatnya adalah upaya pencegahan penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) Di wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
Kabupaten Pacitan.
61
4.5.2 Definisi Operasional
Definisi opasional adalah menjelaskan semua variable dan semua
istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara optimal, sehingga
mempermudah pembaca, penguji dalam mengartikan makna penelitian
(Nursalam, 2013). Adapun definisi operasional ini akan diuraikan dalam
table berikut:
62
Table 4.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Data
Skor Kategori
Variable Dependen
1 Kejadian
penyakit DBD
Mayarakat desa
Gemaharjo yang sudah
menderita penyakit DBD
yang tercatat di
Puskesmas Gemaharjo
1. Kasus, warga yang
tercatat sebagai
penderita DBD di
wilayah Puskesmas
Gemaharjo
2. Kontrol, warga yang
tidak menderita
DBD yang menjadi
keluarga/tetangga
dari penderita
Data sekunder
dari Puskesmas
(kasus) dan
ceklist (kontrol)
Nominal 1 = Kasus
2 = Kontrol
1= Kasus, warga
yang tercatat
sebagai penderita
DBD di wilayah
puskesmas
Gemaharjo
2= Kontrol, warga
yang tidak tercatat
sebagai penderita
DBD di wilayah
puskesmas
Gemaharjo
Variable Independen
2 Penerapan 4M
Plus
Kebiasaan memberantas
sarang nyamuk dengan
kegiatan 4M Plus
1. Menguras
2. Menutup
3. Mengubur
4. Memantau
5. Menggunakan bubuk
abate
Tindakan responden
memberantas sarang
nyamuk dengan kegiatan
4M Plus dilakukan
minimal sekali dalam
seminggu
(Kemenkes RI, 2012)
Kuesioner dan
observasi
Nominal 1 = Tidak
2 = Ya
1 = kurang baik jika
total skor ≤50%
2 = baik jika total
skor >50%
(Sunyoto, Danang,
2013))
63
No Variable Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Data
Skor Kategori
3 Pengelolaan
Sampah
Pengelolaan sampah
meliputi pengumpulan,
pengangkutan, sampai
dengan pemusnahan atau
pengelolaan sampah
sedemikian rupa
sehingga sampah tidak
mengganggu kesehatan
masyarakat dan
lingkungan hidup
1. Pengelolaan sampah
dikatakan kurang baik
jika, tidak melakukan
pemilahan sampah
sampai pengolahan
sampah
2. Pengelolaan sampah
dikatakan baik jika,
melakukan pemilahan
sampah sampai
pengolahan sampah
(Kemenkes RI, 2012)
Kuesioner dan
observasi
Nominal 1 = Tidak
2 = Ya
1 = kurang baik jika
total skor ≤50%
2 = baik jika total
skor >50%
(Sunyoto, Danang,
2013)
4 Peran Kader
Jumantik
Peran jumantik sebagai
kelompok kerja kegiatan
pemberantasan penyakit
demam berdarah dengue
di tingkat Desa dalam
wadah Lembaga
Ketahanan Masyarakat
Desa
1.Peran kader jumantik
tidak aktif jika, tidak
melakukan pemeriksaan
jentik minimal sekali
dalam 1 bulan
2.Peran kader jumantik
aktif jika, melakukan
pemeriksaan jentik
minimal sekali dalam 1
bulan
(Kemenkes RI, 2012)
Kuesioner Nominal 1 = Tidak
2 = Ya
1 = tidak aktif jika
< 1 kali dalam 1
bulan
2 = aktif ≥ 1 kali
dalam 1 bulan
(Kemenkes RI,
2012)
64
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk
pengumpulan data instrumen penelitian tersebut dapat berupa kuesioner (data
pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan
pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2018).
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan sumber data primer, yaitu dari pengisian lembar kuesioner dan
lembar observasi. Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang tersusun
dengan baik, sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban.
Kuesioner berisi daftar pertanyaan terkait identitas responden dan variable
dalam penelitian yang diajukan peneliti terhadap responden. Pertanyaan yang
digunakan adalah angket tertutup atau terstruktur dimana angket tersebut
dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih jawaban
yang sudah tersedia.
Sebelum melakukan penelitian, kuesioner yang akan diajukan
dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu.
4.6.1 Uji Validitas
Untuk menguji validitas instrument digunakan rumus korelasi
Product Moment. Penentuan kevalidan suatu instrument diukur dengan
membandingkan r-hitung dengan r-tabel. Adapun penentuan disajikan
sebagai berikut:
1. r-hitung > r-tabel atau nilai sig r < 0,05 : valid
2. r-hitung < r-tabel atau nilai sig r > 0,05 : tidak valid
65
Jika ada butir yang tidak valid, maka butir yang tidak valid tersebut
dikeluarkan dan proses analisis diulang untuk butiran yang valid saja.
Hasil r hitung dibandingkan r-tabel dimana df=n-2 dengan sig 5%.
Jika r-tabel < r-hitung maka valid, dan jika r-tabel > r-hitung maka tidak
valid (Sujarweni, 2014).
Dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 20 uji kuesioner
dilakukan di Puskesmas Tegalombo Kabupaten Pacitan dengan jumlah
responden 20 (10 untuk responden kasus dan 10 untuk responden kontrol)
maka nilai r-tabel dapat diperoleh melalui table r product moment pearson
dengan df (degree of freedom) = n-2, sehingga df = 20-2=18, maka r
table= 0,378. Butir pertanyaan dikatakan valid jika r hitung > r tabel.
Dapat dilihat dari Corrected Item Total Correlation. Analisis output bisa
dilihat dibawah ini:
Tabel 4.2 Data Validitas Instrumen Penelitian
No Butir R hitung R tabel Keterangan
Pertanyaan 1 0,970 0,378 Valid
Pertanyaan 2 0,789 0,378 Valid
Pertanyaan 3 0,915 0,378 Valid
Pertanyaan 4 0,853 0,378 Valid
Pertanyaan 5 0,970 0,378 Valid
Pertanyaan 6 0,287 0,378 Tidak valid
Pertanyaan 7 0,970 0,378 Valid
Pertanyaan 8 0,481 0,378 Valid
Pertanyaan 9 0,072 0,378 Tidak valid
Pertanyaan 10 0,692 0,378 Valid
Pertanyaan 11 0,970 0,378 Valid
Sumber: data primer Validitas Instrumen Penelitian
Disimpulkan dari tabel di atas bahwa 9 butir pertanyaan dinyatakan
valid karena melebihi r tabel ≥0,378 dan 2 butir pertanyaan dinyatakan
tidak valid karena < r tabel 0,378.
66
4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reabilitas menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran alat ukur tersebut tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2018).
Uji reabilitas dilakukan dengan cara membandingkan angka
cronbach alpha dengan ketentuan nilai cronbach alpha minimal adalah
0,6. Artinya jika nilai cronbach alpha yang didapatkan dari hasil
perhitungan SPSS lebih besar dari 0,6 maka disimpulkan kuesioner reabel,
sebaliknya jika conbach alpha lebih kecil dari 0,6 maka disimpulkan tidak
reabel.
Tabel 4.3 Data Reliabilitas Instrumen Penelitian
Cronbach’s Alpha Keterangan
0,771 Reliable
Sumber: Sumber data Reliabilitas Instrumen Penelitian
Diperoleh r hitung > r tabel maka dinyatakan valid. Berdasarkan
uji reliabilitas didapatkan hasil Cronbach’s Alpha sebesar 0,771 yang
artinya reliable. Sehingga kuesioner penelitian ini dapat digunakan sebagai
alat pengumpulan data pada sumber penelitian.
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo
Kabupaten Pacitan.
67
4.7.2 Waktu Penelitian
Table 4.4 Waktu Kegiatan
No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan
1 Pengajuan judul 2 Februari 2019
2 Penyusunan dan bimbingan
proposal
22 Februari 2019
3 Ujian proposal 18 Mei 2019
4 Revisi proposal 19-31 Mei 2019
5 Pengambilan data 19 Juli 2019
6 Penyusunan dan konsul
skripsi
19-31 Juli 2019
7 Ujian skripsi 10 Agustus 2019
8 Revisi skripsi
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
4.8.1 Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari survey ke lokasi di Desa
Gemaharjo, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan dan wawancara
langsung kepada responden dengan menggunakan lembar kuesioner dan
lembar observasi.
4.8.2 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Gemaharjo maupun data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan serta data Profil
Puskesmas Gemaharjo Kabupaten Pacitan.
4.9 Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data
4.9.1 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah dan
dianalisa menggunakan SPSS for windows. Teknik pengolahan data yang
dilakukan pada penelitian ini yaitu meliputi:
68
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa atau pengecekan
kembali data maupn kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan.
Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data, pengisian
kuesioner, dan setelah data terkumpul (Notoatmodjo, 2018).
2. Coding
Coding adalah kegiatan memberikan kode numeric (angka)
terhadap data bertujuan untk membedakan berdasarkan karakter
(Notoatmodjo, 2018). Coding pada penelitian ini dilakukan dengan
cara memberikan kode angka pada setiap jawaban untuk
mempermudah dalam pengolahan dan analisis data.
Table 4.5 Tabel Coding
No Variable Coding
1 Kejadian penyakit DBD 1 = kasus
2 = control
2 Penerapan 4M Plus 1 = kurang baik
2 = baik
3 Pengelolaan sampah 1 = kurang baik
2 = baik
4 Peran kader kesehatan
(jumantik)
1 = tidak aktif
2 = aktif
3. Entry
Entry adalah mengisi masing-masing jawaban dari responden
dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam
program atau “software” computer (Notoatmodjo, 2018).
69
4. Cleaning
Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden
selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan
adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
5. Tabulating
Tabulating adalah mengelompokkan data setelah melalui
editing dan coding ke dalam suatu table tertentu menurut sifat-siat
yang dimilikinya, sesuai dengan tujuan penelitian. Table ini terdiri atas
kolom dan baris. Kolom pertama yang terletak paling kiri digunakan
untuk nomor urut atau kode responden. Kolom yang kedua dan
selanjutnya digunakan untuk variable yang terdapat dalam
dokumentasi. Baris digunakan setiap responden.
4.9.2 Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan setiap variable penelitian. Pada umumnya pada
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dan
setiap variable (Notoatmodjo, 2018).
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi
frekuensi masing-masing variable, baik variable bebas (Penerapan 4M
Plus, Pengelolaan sampah, dan Peran Kader Kesehatan) dan variable
terikat (upaya pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue).
70
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui
interaksi dua variable baik berupa komparatif, asosiatif maupun
korelatif (Sugiyono, 2013). Analisis bivariat untuk mengetahui
kemaknaan hubungan antara variable dependen dan independen,
analisis bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan upaya pencegahan penyakit DBD di Desa
Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
Penelitian ini menggunakan Uji Chi-Square, uji ini digunakan
untuk mengetahui hubungan variable yang mempunyai data kategorik.
Data atau variable kategorik pada umumnya berisi skala data nominal
dan ordinal (Notoatmodjo, 2018). Prinsip Uji Chi-Square adalah
membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi
harapan (ekspektasi), apabila nilai frekuensi observasi dengan nilai
frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang
bermakna, sebaliknya bila berbeda maka dikatakan ada perbedaan
yang signifikan. Syarat dari Uji Chi-Square yaitu sebagai berikut
(Sopiyudin Dahlan, 2014).
a. Sampel dipilih acak
b. Untuk table lebih 2x2 Pearson chi-square dan continuity
correction untuk table 2x2 dengan expected count < 5.
c. Sedangkan Fisher’s Exact digunakan untuk tabel silang
(kontingensi) 2x2 dengan expected count < 5.
71
d. Bila tabel lebih dari 2x2 maka uji yang digunakan adalah person
chi-square. Bila p-value<0,05 artinya Ho ditolak, Ha diterima
yang berarti ada hubungan antara variable dependen dengan
variable independen. Bila p-value>0,05, artinya Ho diterima, Ha
ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara variable independen
dan dependen.
Keterbatasan penggunaan Uji Chi-Square adalah tehnik Uji
Chi-Square memakai data yang diskrit dengan pendekatan distribusi
kontinu. Dekatnya pendekatan yang dihasilkan tergantung ukuran pada
berbagai sel dari table kontingensi, untuk menjamin pendekatan yang
memadai digunakan aturan dasar frekuensi harapan tidak boleh terlalu
kecil.
Keputusan dari hasil pengujian Chi-Square adalah sebagai berikut:
1. Jika ρ value ≤ 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya
ada hubungan antara variable independent dengan variable
dependent.
2. Jika ρ value > 0,05, maka Ho diterima dan Ho ditolak yang artinya
tidak ada hubungan antara variable independent dengan variable
dependent.
Syarat OR (Odds Ratio), sebagai berikut (Suryono, 2013):
1. OR (Odds Ratio) < 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor
protektif resiko untuk terjadi efek.
72
2. OR (Odds Ratio) > 1, artinya faktor yang diteliti merupakan faktor
resiko.
3. OR (Odds Ratio) = 1, artinya faktor yang diteliti bukan faktor
risiko.
4. Derajat Kepercayaan (Confident Interval 95%), batas kemaknaan α
= 0,05 (5%).
a. Jika CI melewati angka 1 artinya faktor yang diteliti
merupakan bukan faktor risiko
b. Jika CI tidak melewati angka 1 artinya faktor yang diteliti
faktor risiko.
4.10 Etika Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian khususnya jika yang menjadi subyek
penelitian adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar
manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan dirinya, sehingga
penelitian yang akan dilaksanakan benar-benar menjunjung tinggi kebebasan
manuisa. Etika yang harus diperharikan antara lain:
4.10.1 Informed Consent (Informasi untuk responden)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan
informan dengan memeberikan lembar persetujuan melalui informed
consent, kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan. Setelah calon
responden memahami penjelasan peneliti terkait penelitian ini, selanjutnya
peneliti memberikan lembar informed consent untuk ditandatangani oleh
sampel penelitian.
73
4.10.2 Anonymity (Tanpa Nama)
Anonymity merupakan yang telah dikumoulkan dari responden
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Pada aspek ini data yang sudah
terkumpul dari responden bersifat rahasia dan penyimpanan dilakukan di file
khusus milik pribadi sehingga hanya peneliti dan responden yang
mengetahui.
4.10.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Segala informasi yang didapat oleh peneliti baik dari responden
langsung maupun dari hasil pengamatan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti.
Pada kuesioner penelitian responden hanya mengisi pertanyaan dan peneliti
memberikan kode pada kuesioner sehingga identitas responden tidak
diketahui.
74
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo merupakan Puskesmas yang
terletak disebelah utara Kabupaten Pacitan berbatasan dengan Kabupaten
Ponorogo. Desa Gemaharjo mencakup 4 desa dari wilayah Kecamatan
Tegalombo, yaitu: Desa Gemaharjo, Desa Tahunan, Desa Tahunan Baru, dan
desa Ploso. Luas wilayah Puskesmas Gemaharjo adalah 52,78 Km². Secara
fisik Puskesmas Gemaharjo Kecamatan Tegalombo memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara : Desa Wates Kecamatan Slahung Ponorogo
b. Sebelah Timur : Desa Tugurejo Kecamatan Slahung
c. Sebelah Selatan : Desa Pucangombo Kecamatan Tegalombo
d. Sebelah Barat : Desa Watu Pathok Kecamatan Bandar
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
Sumber: Profil Puskesmas Gemaharjo
75
Menurut data profil desa, penduduk wilayah kerja Puskesmas
Gemaharjo tahun 2018 yaitu sebanyak 17.467 jiwa. Jumlah kepala keluarga
di wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo adalah sebanyak 5.516 KK.
5.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Gemaharjo
Puskesmas Gemaharjo yang melayani UGD 24 jam adalah satu-
satunya lembaga kesehatan terdekat yang dituju masyarakat gemaharjo
untuk melakukan pengobatan atau konsultasi masalah kesehatan selain
akses yang mudah djangkau tempat keberadaannya juga sangat strategis
berada di seberang jalan raya pacitan-ponorogo atau jalur provinsi.
Puskesmas Gemaharjo berada di Desa Gemaharjo Kabupaten Pacitan
namun orang yang berobat tidak hanya dari kabupaten Pacitan saja,
bahkan orang yang berasal dari Kabupaten Ponorogo ada yang berobat ke
Puskesmas tersebut. Dapat dikatakan bahwa Puskesmas Gemaharjo
merupakan puskesmas terbesar dibandingkan puskesmas lainnya.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Table 5.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas
Gemaharjo.
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 27 42,2
2 Perempuan 37 57,8
Total 64 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2019
76
Berdasarkan Tabel 5.1 diatas terlihat bahwa jenis kelamin reponden
terbanyak dalam kategori perempuan yaitu sebanyak 37 orang (57,8%).
5.2.2 Karakteristtik Responden Berdasarkan Usia
Table 5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 <35 28 43,8
2 ≥35 36 56,2
Total 64 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2019
Berdasarkan Tabel 5.2 diatas terlihat bahwa presentase terbesar responden
yang berumur ≥ 35 tahun sebanyak 36 orang (56,2%).
5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Table 5.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja
Puskesmas Gemaharjo.
No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
2 Dasar 22 34,4
3 Menengah 27 42,2
4 Tinggi 15 23,4
Total 64 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2019
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat pendidikan Menengah yaitu sebanyak 35 orang (54,7%).
5.2.4 Karakteristtik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan di
Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
77
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1 Wirausaha 7 10,9
2 IRT 20 31,2
3 Petani 34 53,1
4 Swasta 3 4,7
Total 64 100,0
Sumber : Data Primer Penelitian 2019
Berdasarkan table 5.4 diatas, bahwa sebagian besar responden memiliki
pekerjaan sebagai Petani yaitu sebanyak 34 orang (53,1%). Sedangkan
sebagian kecil responden memiliki pekerjaan sebagai Swasta sebanyak 3
orang (4,7%).
5.2.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penerapan 4M Plus
Table 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penerapan 4M Plus di Desa
Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
No Penerapan 4M Plus Jumlah (N) Prosentase (%)
1 Kurang baik 30 46,9
2 Baik 34 53,1
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer Penelitia, 2019
Berdasarkan Tabel 5.6 diatas frekuensi penerapan 4M Plus sebagian besar
responden yang kurang baik penerapannya sebanyak 30 orang (46,9%).
5.2.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengelolaan Sampah
Table 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengelolaan Sampah di Desa
Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
No. Frekuensi Pengelolaan
Sampah
Jumlah (N) Prosentase (%)
1 Kurang baik 15 23,4
2 Baik 49 76,6
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer Penelitian 2019
78
Berdasarkan Tabel 5.7 diatas frekuensi pengelolaan sampah diketahui
sebagian besar responden dengan pengelolaan sampah kurang baik
sebanyak 15 orang (23,4%).
5.2.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Peran Kader Kesehatan
Table 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Peran Kader Kesehatan di
Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
No Peran kader
kesehatan
Jumlah (N) Prosentase (%)
1 Tidak aktif 14 21,9
2 Aktif 50 78,9
Total 64 100,0
Sumber: Data Primer Penelitian 2019
Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui peran kader kesehatan sebagian
besar tidak aktif sebanyak 14 orang (21,9%).
5.3 Hasil Penelitian
5.3.1 Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan dan
besarnya nilai odd ratio faktor resiko, dan digunakan untuk mencari
hubungan antara variable bebas dan variable terikat dengan uji statistic
yang disesuaikan dengan skala data yang ada. Uji statistic yang digunakan
Chi-Square dan penentuan Odds Ratio (OR) dengan taraf kepercayaan (CI)
95% dan tingkat kemaknaan 0,05. Berikut adalah hasil analisis bivariat:
5.3.1.1 Hasil Analisis Hubungan Penerapan 4M Plus dengan kejadian DBD
di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
Table 5.9 Hubungan Penerapan 4M Plus dengan kejadian DBD di Desa
Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
79
Penerapan
4M Plus
Kejadian DBD P-value
OR
(95%CI) Kasus Kontrol
N % N %
0,001
6,600
(2,208-
19,728)
Kurang baik 22 73,3 8 26,7
Baik 10 29,4 24 70,6
Total 32 100,0 32 100,0
Sumber: Data Primer Penelitian 2019
Berdasarkan tabel 5.9 diatas dapat diketahui bahwa responden yang
kurang baik penerapan 4M Plus pada kelompok kasus sebanyak 22
(73,3%), lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya 8 (26,7%).
Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat koreksi
(Continuity Correction) dengan P-Value Sig. 0,001 artinya ada hubungan
antara penerapan 4M Plus dengan kejadian DBD di Wilayah Kerja
Puskesmas Gemaharjo dengan nilai OR sebesar 6,600 atau > 1 yang
artinya bahwa responden yang tidak menerapkan 4M Plus pada
kelompok kasus 6,600 kali lebih besar berisiko terkena DBD
dibandingkan dengan responden yang menerapkan 4M Plus pada
kelompok kontrol.
5.3.1.2 Hasil Analisa Hubungan Pengelolaan Sampah dengan kejadian DBD
di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
Table 5.10 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan kejadian DBD di
Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
Pengelolaan
Sampah
Kejadian DBD P-value
OR
(95%CI) Kasus Kontrol
N % N %
0,034
5,063
(1,255-
20,424)
Kurang baik 12 80,0 3 20,0
Baik 20 40,8 29 59,2
Total 32,0 100,0 32,0 100.0
Sumber: Data Primer Penelitian 2019
80
Berdasarkan table 5.10 diatas dapat diketahui bahwa responden
yang pengelolaan sampahnya kurang baik pada kelompok kasus
sebanyak 12 (80,0%), lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya 3
(20,0%). Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat
Fisher’s Exact Test dengan P-value Sig. 0,032 sehingga, dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan
kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo. Dengan nilai OR
sebesar 5,063 atau > 1 yang artinya bahwa responden yang pengelolaan
sampahnya kurang baik pada kelompok kasus sebanyak 5,063 kali lebih
besar beresiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang
pengelolaan sampahnya baik pada kelompok kontrol.
5.3.1.3 Hasil Analisa Hubungan Peran Kader Kesehatan dengan kejadian
DBD di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
Table 5.11 Hubungan Peran Kader Kesehatan dengan kejadian DBD di
Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo.
Peran Kader
Kesehatan
Kejadian DBD P-value
OR
(95%CI) Kasus Kontrol
N % N %
0,000
21,211
(2,565-
175,404)
Tidak aktif 13 92,9 1 7,1
Aktif 19 38,0 31 62,0
Total 32,0 100,0 32,0 100.0
Sumber: Data Primer Penelitian 2019
Berdasarkan tabel 5.11 diatas dapat diketahui bahwa responden
menjawab peran kader tidak aktif pada kelompok kasus sebanyak 13
(92,9%), lebih besar dari kelompok kontrol yang hanya 1 (7,1%).
Berdasarkan uji Chi-Square yang sudah dilakukan dilihat Fisher’s Exact
81
Test dengan P-value Sig. 0,000 sehingga, dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara peran kader kesehatan dengan kejadian DBD di wilayah
kerja Puskesmas Gemaharjo. Dengan nilai OR sebesar 21,211 atau > 1
yang artinya bahwa kader kesehatan yang tidak aktif pada kelompok
kasus sebanyak 21,211 kali lebih besar beresiko terkena DBD
dibandingkan dengan kader kesehatan yang aktif pada kelompok control.
5.4 Pembahasan
5.4.1 Penerapan 4M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
Penerapan 4M Plus di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
berdasarkan analisis Univariat diperoleh frekuensi penerapan 4M Plus
sebagian besar responden yang kurang baik sebanyak 30 orang (46,9%)
dan frekuensi responden yang baik sebanyak 34 orang (53,1%).
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan
kasus DBD sangat diperlukan. Oleh karenanya program Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 4M Plus perlu dilakukan secara
berkelanjutan sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan.
Kegiatan tersebut dilakukan agar populasi nyamuk Aedes aegypti dapat
ditekan semaksimal mungkin sehingga penularan DBD tidak terjadi
(Depkes RI, 2016).
Hal tersebut didukung ketika melakukan wawancara dengan
responden mengenai penerapan 4M Plus serta observasi langsung terdapat
jentik apa tidak ditempat penampungan air, tertutup apa tidak tempat
penampungan air, dan terdapat genangan air apa tidak disekitar rumah.
82
Hasil dari pertanyaan di kuesioner dan observasi, sebagian responden tidak
tidak menerapkan 4M Plus dengan baik. Dalam penelitian ini masyarakat
dalam pelaksanaan penerapan 4M Plus masih kurang berjalan secara
optimal, dari segi pengetahuan tentang cara menerapkan 4M Plus sebagian
responden sudah mengetahui dengan baik. Kemauan dan tingkat
kedisiplinan untuk menguras tempat penampungan air minimal seminggu
1 kali pada masyarakat memang perlu ditingkatkan, mengingat bahwa
kebersihan air selain untuk keselamatan manusia juga menciptakan kondisi
lingkungan yang bersih. Dengan kebersihan lingkungan diharapkan dapat
menekan terjadinya berbagai penyakit yang timbul akibat dari lingkungan
yang tidak bersih.
5.4.2 Pengelolaan Sampah di wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
Pengelolaan sampah di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
berdasarkan analisis Univariat diperoleh frekuensi pengelolaan sampah
sebagian besar responden yang kurang baik sebanyak 15 orang (23,4%)
dan frekuensi responden yang baik sebanyak 49 orang (76,6%).
Pencemaran lingkungan yang semakin meningkat disebabkan oleh
berbagai hal, seperti bertambahnya populasi manusia yang mengakibatkan
meningkatnya jumlah sampah yang dibuang (Ayu, 2016). Pengelolaan
sampah rumah tangga yang tidak benar dapat menjadi sarang nyamuk.
Upaya pengendalian vector harus mendorong penanganan sampah yang
efektif dan memperhatikan lingkungan dengan meningkatkan aturan dasar
“mengurangi, menggunakan ulang, dan daur ulang”
83
Hal tersebut didukung ketika melakukan wawancara dengan
responden mengenai pengelolaan sampah serta observasi langsung dengan
melihat terdapat tempat pembuangan sampah dan peralatan yang
digunakan. Hasil dari pertanyaan di kuesioner dan observasi, sebagian
responden tidak mengelola sampah dengan baik sebanyak 15 orang
(23,4%). Responden tidak mengelola sampah dengan baik karena
masyarakat sibuk dengan pekerjaannya seperti ke sawah, ke kebun dan
pekerjaan lainnya, sehingga mereka tidak sempat mengelola sampah
dengan baik. Hal tersebut yang menimbulkan nyamuk dapat berkembang
biak dan penularan DBD semakin meningkat.
5.4.3 Peran Kader Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
Peran kader kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Gemaharjo
berdasarkan analisis Univariat diperoleh frekuensi peran kader kesehatan
sebagian besar responden yang menjawab tidak aktif sebanyak 14 orang
(21,9%) dan frekuensi responden yang menjawab aktif sebanyak 50 orang
(78,9%).
Peran kader kesehatan sangat penting dalam system kewaspadaan
dini mewabahnya DBD karena berfungsi untuk memantau keberadaan dan
menghambat perkembangan awal vektor penular DBD. Keaktifan kader
kesehatan dalam memantau lingkungannya diharapkan dapat menurunkan
angka kasus DBD. Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan
keaktifan kader melalui motivasi yang dilakukan oleh dinas kesehatan.
84
Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara
dengan responden mengenai peran kader kesehatan . Hasil dari pertanyaan
di kuesioner sebagian responden menjawab bahwa kader kurang aktif,
dikarenakan bahwa kader kesehatan tidak rutin melakukan survey
kesehatan.
5.4.4 Hubungan Penerapan 4M Plus dengan Kejadian DBD di Wilayah
Kerja Puskesmas Gemaharjo
Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk
mengetahui hubungan penerapan 4M Plus dengan kejadian DBD diperoleh
nilai P-Value Sig. 0,001 berati ada hubungan yang signifikan antara
penerapan 4M Plus dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas
Gemaharjo. Dan diketahui nilai OR sebesar 6,600 berati bahwa responden
yang tidak menerapkan 4M Plus pada kelompok kasus 6,600 kali lebih
berisiko terkena DBD dibandingkan dengan responden yang menerapkan
4m plus pada kelompok kontrol.
Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara
teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat
berkembangbiak. Selain itu PSN DBD perlu dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat, agar populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekan
semaksimal mungkin sehingga penularan DBD tidak terjadi (Depkes RI,
2016), untuk itu upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus
dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan, karena keberadaan
jentik nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.
85
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nila Pratiwi (2015) yang
diperoleh hasil ada hubungan praktik PSN dengan kejadian DBD di
Kelurahan Mulyoharjo Jepara dan tidak sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hardayati (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada
hubungan antara sikap dengan praktik PSN DBD di Kecamatan Pekanbaru
Kota Riau.
Timbulnya kemauan atau kehendak adalah sebagai bentuk lanjutan
dari kesadaran dan pemahaman terhadap objek dalam hal ini adalah
praktik PSN DBD. Kemauan atau kehendak merupakan kecenderungan
untuk melakukan suatu tindakan. Teori ini menyebutkan bahwa sikap
sebagai indikasi akan timbulnya suatu tindakan (Notoatmodjo, 2018).
Hal tersebut didukung ketika melakukan wawancara dengan
responden mengenai penerapan 4M Plus serta observasi langsung terdapat
jentik apa tidak ditempat penampungan air, tertutup apa tidak tempat
penampungan air, dan terdapat genangan air apa tidak disekitar rumah.
Hasil dari pertanyaan di kuesioner dan observasi, sebagian responden tidak
tidak menerapkan 4M Plus dengan baik dan mengalami DBD. Hal ini juga
dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus yaitu sebanyak 10 (29,4%)
responden dengan penerapan 4M Plus dalam kategori baik dan pada
kelompok kontrol sebanyak 8 (26,7%) responden dengan penerapan 4M
Plus dalam kategori kurang baik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan kategori
baik dalam penerapan 4M Plus karena masyarakat dapat menerapkan 4M
86
Plus dengan cara menguras, menutup, mengubur dan memantau jentik
serta menggunakan bubuk abate di tempat penampungan air. Namun,
sebanyak 10 (29,4%) responden kategori baik kemungkinan dapat tertular
DBD karena masyarakat yang berada disekitar rumahnya tidak
menerapkan 4M Plus dengan baik. Serta mobilitas penduduk,
memudahkan penularan dari suatu wilayah ke wilayah lain dibawa oleh
orang-orang yang terinfeksi virus dengue yang berpindah dari suatu tempat
ke tempat lain (Kemenkes RI, 2010).
Dalam penelitian ini, penerapan 4M Plus dengan kategori kurang
baik sebanyak 8 (26,7%) responden namun tidak pernah mengalami DBD
hal tersebut dikarenakan bahwa responden meletakkan tempat
penampungan air dengan tengkurap, meskipun tidak menguras tempat
penampungan air, setelah digunakan ditengkurapkan dan barang-barang
bekas yang dapat menampung air jika sudah menumpuk langsung dijual.
Sehingga dapat mengurangi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Hal tersebut diharapkan, masyarakat yang sudah melakukan kegiatan PSN
di rumah dan lingkungan, dapat memberi motivasi kepada masyarakat lain
untuk menyisihkan waktu melakukan PSN yang berada di dalam maupun
dilingkungan.
5.4.5 Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Kejadian DBD di Wilayah
Kerja Puskesmas Gemaharjo
Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk
mengetahui hubungan pengelolaan sampah dengan kejadian DBD
87
didapatkan nilai P-Value Sig. 0,034 berati ada hubungan yang signifikan
antara pengelolaan sampah dengan kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Gemaharjo. Dan diketahui nilai OR sebesar 5,063 berati bahwa
responden yang pengelolaan sampahnya kurang baik pada kelompok kasus
5,063 kali lebih besar berisiko terkena DBD dibandingkan dengan
responden yang pengelolaan sampahnya baik pada kelompok kontrol.
Menurut Pratiwi (2017) pengelolaan sampah rumah tangga yang
tidak benar dapat menjadi sarang nyamuk. Tindakan membakar sampah
yang dilakukan oleh sebagain warga Desa Payaman tidak secara langsung,
tetapi menunggu sampah yang terkumpul banyak dan cukup untuk dibakar.
Selang waktu menunggu tersebut dengan membiarkan sampah diletakkan
di tempat terbuka dan terkena hujan, kondisi tersebut dapat dijadikan
nyamuk untuk menetaskan telurnya, dan apabila sampai 12 hari tidak
diolah maka telur nyamuk tersebut akan berubah menjadi nyamuk dewasa
dan menambah populasi nyamuk di Desa Payaman.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Lia Fentia (2017)
mengenai faktor lingkungan fisik dengan kejadian DBD menyatakan hasil
p-value 0,003 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan
fisik dengan penyakit DBD. Penelitian lain yang mendukung adalah
penelitian Luluk (2017) yang meneliti hubungan faktor lingkungan fisik
dan perilaku dengan kejadian DBD hasil penelitian tersebut menunjukkan
ada hubungan yang bermakna antara pengelolaan sampah yang kurang
88
baik akan menjadi faktor penyebaran DBD karena dapat memicu
bersarangnya nyamuk Aedes aegypti.
Hal tersebut didukung ketika melakukan wawancara dengan
responden mengenai pengelolaan sampah serta observasi langsung dengan
melihat terdapat tempat pembuangan sampah dan peralatan yang
digunakan. Kebiasaan masyarakat Desa Gemaharjo membuang sampah
dengan cara langsung dibuang ke pekarangan rumah dapat menjadi tempat
bersarangnya nyamuk, adapun sebagian masyarakat membuat tempat
pembuangan sampah seperti lubang besar dibelakang rumah untuk
membuang sampah. Hasil dari pertanyaan di kuesioner dan observasi,
sebagian responden tidak mengelola sampah dengan baik dan mengalami
DBD. Hal ini juga dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus yaitu
sebanyak 20 (40,8%) responden dengan pengelolaan sampah dalam
kategori baik dan pada kelompok kontrol sebanyak 3 (20,0%) responden
dengan pengeloaan sampah dalam kategori kurang baik.
Hasil penelitian menunjukkan responden kategori baik dengan
pengelolaan sampahnya karena masyarakat dapat mengelola sampah
dengan baik dengan cara mengumpulkan, pengangkutan, sampai dengan
pemusnahan atau pengelolaan sampah sedemikian rupa sehingga sampah
tidak mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Namun,
sebanyak 20 (40,8%) responden kategori baik kemungkinan dapat tertular
DBD karena keberadaan barang-barang bekas disekitarnya yang tidak
terawat.
89
Dalam penelitian ini, pengelolaan sampah dengan kategori kurang
baik sebanyak 3 (20,0%) responden namun tidak pernah mengalami DBD
hal tersebut dikarenakan bahwa responden tidak menumpuk sampah terlalu
lama jika sudah menumpuk langsung dibuang. Sehingga dapat mengurangi
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Hal tersebut diharapkan,
masyarakat yang sudah melakukan kegiatan PSN di rumah dan
lingkungan, dapat memberi motivasi kepada masyarakat lain untuk
menyisihkan waktu melakukan PSN yang berada di dalam maupun
dilingkungan.
5.4.6 Hubungan Peran Kader Kesehatan dengan Kejadian DBD di Wilayah
Kerja Puskesmas Gemaharjo
Berdasarkan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square untuk
mengetahui hubungan peran kader kesehatan dengan kejadian DBD
didapatkan nilai P-Value Sig. 0,000 berati ada hubungan yang signifikan
antara peran kader kesehatan dengan kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Gemaharjo. Dan diketahui nilai OR sebesar 21,211 berati
bahwa kader kesehatan yang tidak aktif pada kelompok kasus 21,211 kali
lebih besar berisiko terkena DBD dibandingkan dengan kader kesehatan
yang aktif pada kelompok kontrol.
Menurut Pangestika (2017) dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada kelompok responden yang memiliki sarana prasarana
pelaksanaan dan pelaporan pemantauan jentik yang kurang (56,6%)
90
dibandingkan dengan responden yang memiliki sarana prasarana
pelaksanaan dan pelaporan pemantauan jentik yang baik (39,6%).
Kader kesehatan terdiri dari Kader Posyandu Balita, Kader
Posyandu Lansia, Kader Masalah Gizi, Kader Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Kader Keluarga Berencana (KB), Kader Upaya Kesehatan kerja
(UKK), Kader Promosi Kesehatan (Promkes), Kader Upaya Kesehatan
Sekolah (UKS) dan salah satunya adalah Kader Juru Pemantau Jentik
(Jumantik). Tugas Kader Jumantik tidak hanya memantau jentik saja
melainkan mensosialisasikan PSN kepada seluruh anggota
keluarga/penghuni rumah, serta hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan
PSN dicatat pada kartu jentik.
Berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu kader kesehatan
sekitar ada 10 kader kesehatan yang ada di Puskesmas Gemaharjo dan
diperoleh bahwa 6 di antaranya masih belum sepenuhnya menjalankan
kewajibannya sebagai kader. Hal ini disebabkan karena mereka
mempunyai pekerjaan yang lainnya. Terkadang sikap mereka menjadi tak
acuh terhadap kejadian penyakit DBD di daerahnya.
Tenaga kader kesehatan program DBD Puskesmas Gemaharjo
sudah menjalankan upaya pengendalian DBD. Akan tetapi perilaku
pengendalian DBD oleh kader di wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo
kurang maksimal, karena masih ada kader yang tidak mengikuti evaluasi
pengendalian setiap bulannya. Sehingga mengakibatkan pelaporan
terlambat.
91
Hal tersebut didukung ketika peneliti melakukan wawancara
dengan responden mengenai peran kader kesehatan. Hasil dari pertanyaan
di kuesioner sebagian responden menjawab bahwa kader kurang aktif. Hal
ini juga dapat dilihat hasil analisis dari kelompok kasus sebanyak 19
(38,0%) responden dengan menjawab bahwa kader kesehatan aktif dan
pada kelompok kontrol sebanyak 1 (7,1%) responden dengan menjawab
bahwa kader kesehatan tidak aktif.
Hasil penelitian menunjukkan responden dengan menjawab bahwa
kader kesehatan aktif sebanyak 19 (38,0%) responden namun pernah
mengalami DBD dikarenakan menganggap peran kader kesehatan tidak
begitu penting dan tidak menghiraukan pesan kader kesehatan. Sehingga
penularan DBD semakin cepat terjadi.
Peran kader kesehatan sebanyak 1 (7,1%) responden menjawab
bahwa kader kesehatan tidak aktif. Hal tersebut dikarenakan masyarakat
menganggap bahwa kader kesehatan tidak rutin melakukan survey
kesehatan.
Peran kader kesehatan bertujuan untuk melakukan pemeriksaan
jentik nyamuk penular DBD dan memotivasi keluarga atau masyarakat
dalam melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. PSN DBD
adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular
DBD di tempat perkembangbiakannya. Program PJB dilakukan oleh kader,
PKK, jumantik atau tenaga pemeriksa jentik lainnya.
92
Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk memotivasi
masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang
berulang-ulang disertai dengan penyuluhan masyarakat tentang penyakit
DBD diharapkan masyarakat dapat melaksanakan PSN DBD secata teratur
dan terus-menerus. Setiap warga masyarakat mempunyai kewajiban
berperilaku hidup bersih dan sehat, serta menjaga dan memelihara
lingkungan sekitarnya dengan cara berperan aktif melakukan
pemberantasan sarang nyamuk, sehingga tidak ada jentik nyamuk Aedes
aegypti di rumah dan pekarangannya. Tata cara pelaksanaan PJB yaitu:
1. Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah dan tempat-tempat
umum untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA), non-TPA
dan tempat penampungan air alamiah di dalam dan diluar rumah atau
bangunan serta memberikan penyuluhan tentang PSN DBD kepada
keluarga dan masyarakat.
2. Jika ditemukan jentik, anggota keluarga atau pengelola tempat-tempat
umum diminta untuk ikut melihat atau menyaksikan kemudian
lanjutkan dengan PSN DBD (3m atau 3m plus).
3. Memberikan penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga dan
petugas kebersihantempat-tempat umum.
4. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik Rumah/Bangunan
yang ditinggalkan di rumah yang diperiksa serta pada Formulir Juru
Pemantau Jentik (JPJ-1) untuk pelaporan ke puskesmas dan dinas yang
terkait lainnya (Depkes 2016).
93
5. Berdasarkan hasil pemantauan yang tertulis di formulir JPJ-1 maka
dapat dicari ABJ dan dicatat di formulir JPJ-2.
5.5 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang mungkin dapat
mempengaruhi hasil penelitian, yaitu sebagai berikut:
1. Ketersediaan waktu responden saat penelitian berlangsung.
Keterbatasan waktu wawancara antara peneliti dan responden,
dikarenakan responden memeiliki aktivitas lain sehingga waktu yang
diperlukan dalam mengorek jawaban kurang, terutama terkait perilaku
responden. Selain itu, saat wawancara peneliti mengandalkan metode
recall, sehingga kemungkinan yang terjadi adalah recall bias yang
dapat dilihat saat responden terkadang cenderung berfikir dan sulit
megingat kebiasaan kesehariannya terutama pada kelompok kasus
sebelum sakit sehingga belum menggambarkan perilaku yang
sebenarnya. Namun, untuk meminimalisir hal tersebut peneliti
melakukan pengamatan menggunakan penglihatan dan untuk
memeriksa jentik menggunakan alat bantu senter.
2. Kuesioner dalam penelitain ini disusun sendiri oleh peneliti
berdasarkan teori tentang penyakit DBD, dikarenakan belum ada
kuesioner yang baku. Maka penelitian ini melakukan uji validitas dan
reliabilitas kuesioner untuk membuktikan ketepatan dan kelayakan
kuesioner untuk membuktikan ketepatan dan kelayakan kuesioner
untuk mengukur variabel yang diteliti.
95
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan dalam penelitian tentang
hubungan upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit DBD pada
masyarakat di desa gemaharjo wilayah kerja puskesmas gemaharjo dapat
diambil kesimpulan sebagai berkut:
1. Penerapan 4M Plus oleh responden dalam kategori kurang baik sebanyak
30(46,9%) dan dalam kategori baik sebanyak 34(53,1%).
2. Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh responden dalam kategori
kurang baik sebanyak 15(23,4%) dan dalam kategori baik sebanyak
49(76,6%).
3. Peran kader kesehatan dalam kategori tidak aktif sebanyak 14(21,9%)
dan dalam kategori aktif sebanyak 50(78,9%).
4. Ada hubungan antara perenapan 4M Plus dengan kejadian DBD di
wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo karena nilai p-value Sig. 0,001<
0,05, OR = 6,600 (95% CI = 2,208-19,728).
5. Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian DBD di
wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo karena nilai p-value Sig. 0,034<
0,05, OR = 5,063 (95% CI = 1,255-20,424).
6. Ada hubungan antara peran kader kesehatan dengan kejadian DBD di
wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo karena nilai p-value Sig. 0,000<
0,05, OR = 21,211 (95% CI = 2,565-175,404).
96
6.2 Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
dijadikan sebagai sumber referensi penelitian dan disarankan untuk
meneliti upaya pencegahan yang lain yang berhubungan dengan kejadian
DBD, seperti kebiasaan menggantung pakaian. Karena setelah
melakukan penelitian di Desa Gemaharjo tersebut ditemukan bahwa
kebiasaan menggantung pakaian juga sangat penting untuk diteliti,
karena merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kejadian DBD.
2. Bagi Puskesmas
Dari hasil penelitian ini diharapkan puskesmas dapat meningkatkan
program pencegahan penyakit DBD dengan cara mengadakan pelatihan
kader dan dukungan dari berbagai sektor agar kader dapat meningkatkan
ketrampilannya dalam menggerakkan masyarakat untuk melakukan
upaya pencegehan terhadap penyakit DBD dan lebih rutin melakukan
survey kesehatan minimal 1 kali dalam sebulan.
3. Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
referensi bagi pembaca untuk lebih mengetahui tentang hubungan upaya
pencegahan terhadap kejadian penyakit DBD.
.
97
DAFTAR PUSTAKA
Amrul, H. 2012. Hubungan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan
Pencegahan gigitan Nyamuk Aedes aegypti dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue di Kota Bandar Lampung. Tesis. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Ayu, Putri. 2016. Demam Berdarah Dengue (DBD). Nuha Medika: Yogyakarta.
Budiman. 2016. Hubungan Pelaksanaan Kegiatan 3M Dengan Kepadatan Jentik
Aedes aegypti Di Kelurahan Kawua Kabupaten Poso. Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadyah Palu.
Dahlan, Sopiyudin. 2014. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS.
Jatinagor: Alqaprint.
Departemen Kesehatan RI. 2016. Pemberantasan Demam Berdraah Dengue.
Jakarta.
Dewi, Nila Prastiana. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN
DBD) Di Kelurahan Mulyoharjo Kecamatan Jepara Kabupaten
Jepara. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan. 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Pacitan
2018. Pacitan: Dinkes Kab. Pacitan.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur 2018. Surabaya: Dinkes Jatim.
Dinkes Aceh. 2019. Giatkan PSN dan 4M Plus untuk Berantas Demam Berdarah.
Aceh: Dinkes Aceh.
Fitria, N., N.E, Wahyuningsih., R, Muwarni. 2016. Hubungan Praktik Buang
Sampah, Praktik Penggunaan Insektisida, Container Index, dan
Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian DBD (Sudi Di Empat
Rumah Sakit Di Kota Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.
4, No. 5. Oktober 2016.
Hardayati, W., Mulyadi, A., Daryono. 2011. Analisis Perilaku Masyarakat
terhadap Angka Bebas Jentik dan Demam Berdarah Dengua di
Kecamatan Pekanbaru KotaRiau. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Hartiyanti, Tri dkk. 2018. Pengembangan Model Jumantik Bergilir Berbasis Dasa
Wisma Dan Pengaruhnya Terhadap Angka Bebas Jentik. Jurnal
98
Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang. ISSN 2527-
9252.
Hermayudi, Ariani, A.P. 2017. PENYAKIT DAERAH TROPIS. Yoyakarta: Nuha
Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Salemba.
Istiqomah, Syamsulhuda BM, Besar Tirti Husodo. 2017. Fakto-faktor yang
berhubungan dengan upaya pencegahan Demam Berdarah Dengue
(DBD) pada ibu rumah tangga di Kelurahan Kramas Kota Semarang.
Vol 5. No 1.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes. 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kuswiyanto. 2016. Buku Ajar Virologi Untuk Analisis Kesehatan. Jakarta: EGC.
Luluk Lidya. 2017. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD)di Wilayah Kerja
Puskesmas Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Skripsi.
Unuversitas Negeri Semarang.
Mayangsari, Ayu Senja. 2017. Mengetahui tingkat Kesejahteraan Masyarakat
Pembuat Gula Merah Desa Rejodadi Kecamatan Cimangu Kabupaten
Cilacap. Kajian Kesehatan Masyarakat
Misnadiarly. 2009. Demam Berdarah Dengue (Dengue) Ekstrak Daun Jambu Biji
Bisa untuk Mengatasi DBD. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Monica Ester. 2012. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan, dan Pengendalian. Jakarta: EGC.
Mumpuni, Yekti dan Widayati Lestari. 2015. Cekal (cegah & tangkal) Sampai
Tuntas Demam Berdarah. Yogyakarta: ANDI
Muninjaya, A.A.G. 2012. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 3.Jakarta:
Salemba Medika.
Pangestika, T.L dkk. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Jumantik
Dalam Sistem Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue Di
99
Kelurahan Sendangmulyo. Jurnal Kesehatam Masyarakat. Vol..5 No.
5. Oktober 2017.
Pangestika, T.L., dkk. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Jumantik Dalam Sistem Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue
Di Kelurahan Sendangmulyo.Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 5
No. 5. ISSN: 2356-3346.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI. 2013.Penyelenggaraan Prasarana dan
Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta: Menteri
Pekerjaan Umum RI.
Pratamawati, D.A. 2012. Peran Juru Pemantau Jentik dalam Sistem
Kewaspadaan Dini Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 6, No. 6.
Pratiwi, D.I., dan Hargono, R. 2017. Analisis Tindakan Warga Desa Payaman
Dalam Mencegah Penyakit DBD. Jurnal Promkes. Vol. 5 No.2.
Desember 2017
Pratiwi, I.P., Hargono, R. 2017. Analisis Tindakan Warga Desa Payaman Dalam
Mencegah Penyakit DBD. Jurnal Promkes. Vol. 5 No. 2 Desember:
181-192.
Puskesmas Gemaharjo. 2018. Profil Puskesmas Gemaharjo. Gemaharjo:
Puskesmas Gemaharjo.
Rerung AK. 2015. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue Pada
Dewasa Di Rumah Sakit Universitas Hasanudin Periode 1 Januari-31
Desember 2014. Skripsi. Makasar: Universitas Hasanudin.
Respati, T., dkk. 2016. Pemanfaatan Kalender 4M Sebagai Alat Bantu
Meningkatkan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan dan
Pencegahan Demam Berdarah. Vol. 4 No. 2 Tahun 2016.
Riadi, Muchlisin. 2015. Pengertian, Jenis dan Dampak Sampah. Kajian Pustaka.
07 Maret.
Rosjidi, Cholik Harun., Laily Isro’in dan Nurul Sri Wahyuni. 2017. Penyusunan
Proposal dan Laporan Penelitian Step By Step. Ponorogo: Unmuh
Ponorogo Press.
Shafrin, K.A. N.E. Wahyuningsih., dan Suhartono. 2016. Hubungan Keberadaab
Breeding Places Dan Praktik Buang Sampah Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakt. Vol. 4, No.4.
SNI 19-2452-2008. Tentang Pengelolaan Sampah di Permukiman.
100
Soegijanti, Soegeng. 2016. Buletin Patogenesa dan Perubahan Patifisiologi
Infeksi Virus Dengue. Surabaya: Airlangga Uneversity Press.
Sugiyono. 2014. Statistika Untuk Penelitian, Cetakan ke 25. Bandung: Alfabeta.
Sujarweni, W. 2014. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit
Gava Media.
Sumantri, Arif. 2013. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Analisis Data Sumber Daya
Manusia (Praktik Penelitian). Yogyakarta : Center of Academic
Publishing Service.
Suprapto. 2012. Artikel Dampak Masalah Sampah Terhadap Kesehatan
Masyarakat. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia. 10 Desember. Vol.
1 No. 2.
Suryono, Mekar Dwi Anggraeni. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Suwerda, Bmbang. 2012. BANK SAMPAH (Kajian Teori dan Penerapan).
Yogyakarta: Pustaka Rihana.
Untari Ida. 2017. 7 Pilar Utama Ilmu Kesehatan Masyarakt. Yogyakarta: Thema
Plublishing.
Winarsih, Sri. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku PSN
Dengan Kejadian DBD. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. ISSN
2252 6781.
World Health Organization (WHO). 2015. Penyakit Demam Berdarah Dengue
dab Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
101
LAMPIRAN
102
LAMPIRAN 1
SURAT PERSETUJUAN UNTUK MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :…………………………
Alamat :…………………………
Setelah mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan serta hak dan
kewajiban sebagai responden. Dengan ini menyatakan dengan sungguh-
sungguh bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang
berjudul “Hubungan upaya pencegahan terhadap kejadian penyakit DBD
pada masyarakat Desa Gemaharjo di wilayah kerja Puskesmas Gemaharjo
Kabupaten Pacitan”.
Surat persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya dan penuh kesadaran
tanpa ada paksaan dari pihak lain. Data informasi tidak akan disebarluaskan
dan hanya akan dipergunakan untuk pembelajaran/penelitian saja.
Peneliti Pacitan, …………….2019
Responden
(Fitri Nuha Romandani) ( ……………………… )
103
LAMPIRAN 2
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT
DBD PADA MASYARAKAT DI DESA GEMAHARJO WILAYAH KERJA
PUSKESMAS GEMAHARJO KABUPATEN PACITAN
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Tanggal Pengisian :
No responden :
Kelompok : (kasus / kontrol ) coret salah satu
Nama :
Tanggal lahir :
Alamat :
Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
Pendidikan : Tidak sekolah Tidak tamat SD
SD SLTP
SLTA Perguruan Tinggi
Pekerjaan : Buruh tani Petani
Wirausaha Pensiunan
IRT Swasta
Lainnya…
104
B. Penerapan 4M Plus
Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai menurut anda.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Berapa kali anda menguras tempat
penampungan air dalam 1
minggu?
2 Apakah anda menutup tempat
penampungan air di didalam dan
diluar rumah?
3 Apakah anda mengubur barang-
barang bekas yang sudah tidak
terpakai?
4 Berapa kali anda memantau jentik
di tempat penampungan air
dalam?
5 Apakah anda menggunakan bubuk
abate di tempat penampungan air
selain air yang dikonsumsi?
C. Pengelolaan Sampah
Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai menurut anda.
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda mengumpulkan
sampah terlebih dahulu sebelum
dibuang?
2 Apakah ada pemindahan sampah
dari alat pengumpul kealat
angkut?
3 Apakah dilingkungan anda ada
pengolahan sampah ?
D. Peran Kader Kesehatan (Jumantik)
Berilah tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai menurut anda.
No Pertanyaan Aktif Tidak aktif
1 Berapa kali kader jumantik
melakukan survey pemeriksaan
jentik ?
105
LAMPIRAN 3
LEMBAR OBSERVASI
HUBUNGAN UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT
DBD PADA MASYARAKAT DI DESA GEMAHARJO WILAYAH KERJA
PUSKESMAS GEMAHARJO KABUPATEN PACITAN
Kelompok : (kasus / kontrol ) coret salah satu
Nama :
Tanggal lahir :
Alamat :
Berilah tanda centang (√) pada kolom dibawah ini
No Penerapan 4M Plus Ceklist (√)
1 Menutup tempat penampungan
air di dalam maupun diluar
rumah
2 Terdapat jentik di tempat
penampungan air
3 Terdapat genangan air disekitar
rumah
No Pengelolaan Sampah Ceklist (√)
1 Ada tempat sampah di dalam
disetiap rumah warga
2 Terdapat tempat pembuangan
akhir sampah disekitar rumah
106
LAMPIRAN 4
HASIL OUTPUT VALIDITAS DAN RELIABILITAS
1. Uji Validitas
No No Butir Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 21
2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 21
3 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 20
4 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 2 18
5 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 19
6 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 18
7 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 20
8 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 20
9 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 20
10 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 13
11 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 21
12 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 12
13 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 20
14 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 20
15 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 21
16 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 20
17 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 20
18 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 12
19 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 12
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11
107
Lampiran uji kuesioner dengan 11 butir pertanyaan yang diberikan kepada 20 responden
Correlations
VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012
VAR00001 Pearson Correlation
1 .787** .882
** .882
** 1.000
** .192 1.000
** .467
* -.058 .577
** 1.000
** .970
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .416 .000 .038 .808 .008 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00002 Pearson Correlation
.787** 1 .663
** .663
** .787
** -.105 .787
** .303 -.032 .524
* .787
** .789
**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .001 .000 .660 .000 .195 .895 .018 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00003 Pearson Correlation
.882** .663
** 1 .762
** .882
** .218 .882
** .378 .066 .655
** .882
** .915
**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .355 .000 .100 .783 .002 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00004 Pearson Correlation
.882** .663
** .762
** 1 .882
** .218 .882
** .378 -.154 .436 .882
** .853
**
Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .355 .000 .100 .518 .054 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00005 Pearson Correlation
1.000** .787
** .882
** .882
** 1 .192 1.000
** .467
* -.058 .577
** 1.000
** .970
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .416 .000 .038 .808 .008 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00006 Pearson Correlation
.192 -.105 .218 .218 .192 1 .192 -.192 .302 .333 .192 .287
Sig. (2-tailed) .416 .660 .355 .355 .416 .416 .416 .196 .151 .416 .220
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00007 Pearson Correlation
1.000** .787
** .882
** .882
** 1.000
** .192 1 .467
* -.058 .577
** 1.000
** .970
**
108
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .416 .038 .808 .008 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00008 Pearson Correlation
.467* .303 .378 .378 .467
* -.192 .467
* 1 -.290 .346 .467
* .481
*
Sig. (2-tailed) .038 .195 .100 .100 .038 .416 .038 .215 .135 .038 .032
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00009 Pearson Correlation
-.058 -.032 .066 -.154 -.058 .302 -.058 -.290 1 -.101 -.058 .072
Sig. (2-tailed) .808 .895 .783 .518 .808 .196 .808 .215 .673 .808 .762
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00010 Pearson Correlation
.577** .524
* .655
** .436 .577
** .333 .577
** .346 -.101 1 .577
** .692
**
Sig. (2-tailed) .008 .018 .002 .054 .008 .151 .008 .135 .673 .008 .001
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00011 Pearson Correlation
1.000** .787
** .882
** .882
** 1.000
** .192 1.000
** .467
* -.058 .577
** 1 .970
**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .416 .000 .038 .808 .008 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
VAR00012 Pearson Correlation
.970** .789
** .915
** .853
** .970
** .287 .970
** .481
* .072 .692
** .970
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .000 .220 .000 .032 .762 .001 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
109
Rangkuman hasil uji validitas
No Butir R hitung R tabel Keterangan
Pertanyaan 1 0,970 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 2 0,789 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 3 0,915 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 4 0,853 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 5 0,970 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 6 0,287 <0,378 Tidak valid
Pertanyaan 7 0,970 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 8 0,481 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 9 0,072 <0,378 Tidak valid
Pertanyaan 10 0,692 ≥0,378 Valid
Pertanyaan 11 0,970 ≥0,378 Valid
110
2. UJI RELIABILITAS
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 20 95.2
Excludeda 1 4.8
Total 21 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.771 12
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted Scale Variance if
Item Deleted Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
VAR00001 34.1500 46.766 .966 .740
VAR00002 34.2500 47.461 .761 .746
VAR00003 34.2000 46.800 .903 .741
VAR00004 34.2000 47.221 .834 .744
VAR00005 34.1500 46.766 .966 .740
VAR00006 34.8000 51.642 .247 .772
VAR00007 34.1500 46.766 .966 .740
VAR00008 34.1500 49.924 .432 .763
VAR00009 34.3500 52.555 .002 .781
VAR00010 34.4000 47.937 .652 .750
VAR00011 34.1500 46.766 .966 .740
VAR00012 17.9500 13.208 1.000 .910
Dari hasil analisis di dapat nilai Alpha sebesar 0,771 > 0,60 maka dapat
disimpulkan bahwa butir-butir instrument penelitian tersebut reliabel.
111
LAMPIRAN 5
112
LAMPIRAN 6
113
114
LAMPIRAN 7
115
LAMPIRAN 8
116
LAMPIRAN 9
Hasil Output Hubungan Upaya Pencegahan Terhadap Kejadian Penyakit
DBD Pada Masyarakat Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas
Gemaharjo Kabupaten Pacitan
1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
JENIS_KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid LAKI-LAKI 27 42.2 42.2 42.2
PEREMPUAN 37 57.8 57.8 100.0
Total 64 100.0 100.0
2. Distribusi Frekuensi Umur
UMUR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <35 28 43.8 43.8 43.8
<35 36 56.2 56.2 100.0
Total 64 100.0 100.0
3. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan
PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Dasar 22 34.4 34.4 34.4
Menengah 27 42.2 42.2 76.6
Tinggi 15 23.4 23.4 100.0
Total 64 100.0 100.0
117
4. Distribusi Frekuensi Tingkat Pekerjaan
PEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid wirausaha 7 10.9 10.9 10.9
IRT 20 31.2 31.2 42.2
Petani 34 53.1 53.1 95.3
Swasta 3 4.7 4.7 100.0
Total 64 100.0 100.0
5. Distribusi Frekuensi Penerapan 4M Plus
Penerapan_4M_Plus
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang baik 30 46.9 46.9 46.9
Baik 34 53.1 53.1 100.0
Total 64 100.0 100.0
6. Distribusi Frekuensi Pengelolaan Sampah
Pengelolaan_Sampah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang baik 14 21.9 21.9 21.9
Baik 50 78.1 78.1 100.0
Total 64 100.0 100.0
7. Distribusi Frekuensi Peran Kader Kesehatan
Peran_Kader_Kesehatan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak aktif 14 21.9 21.9 21.9
Aktif 50 78.1 78.1 100.0
Total 64 100.0 100.0
118
LAMPIRAN 10
HASIL OUTPUT UJI KORELASI (CHI-SQUARE)
1. Hubungan Penerapan 4M Plus dengan Kejadian DBD
Crosstab
Penyakit_DBD Total
kasus kontrol
Penerapan_4M_Plus
kurang baik Count 22 8 30
Expected Count 15.0 15.0 30.0
% within Penerapan_4M_Plus
73.3% 26.7% 100.0%
Baik Count 10 24 34
Expected Count 17.0 17.0 34.0
% within Penerapan_4M_Plus
29.4% 70.6% 100.0%
Total Count 32 32 64
Expected Count 32.0 32.0 64.0
% within Penerapan_4M_Plus
50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 12.298a 1 .000
Continuity Correctionb 10.604 1 .001
Likelihood Ratio 12.734 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear Association 12.106 1 .001
N of Valid Casesb 64
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Penerapan_4M_Plus (kurang baik / baik)
6.600 2.208 19.728
For cohort Penyakit_DBD = kasus 2.493 1.419 4.381
For cohort Penyakit_DBD = kontrol .378 .201 .711
N of Valid Cases 64
119
2. Hubungan Pengelolaan Sampah dengan Kejadian DBD
Crosstab
Penyakit_DBD Total
kasus kontrol
Pengelolaan_Sampah
kurang baik Count 11 3 14
Expected Count 7.0 7.0 14.0
% within Pengelolaan_Sampah
78.6% 21.4% 100.0%
Baik Count 21 29 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Pengelolaan_Sampah
42.0% 58.0% 100.0%
Total Count 32 32 64
Expected Count 32.0 32.0 64.0
% within Pengelolaan_Sampah
50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.851a 1 .016
Continuity Correctionb 4.480 1 .034
Likelihood Ratio 6.145 1 .013
Fisher's Exact Test .032 .016
Linear-by-Linear Association
5.760 1 .016
N of Valid Casesb 64
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Pengelolaan_Sampah (kurang baik / baik)
5.063 1.255 20.424
For cohort Penyakit_DBD = kasus 1.871 1.223 2.863
For cohort Penyakit_DBD = kontrol .369 .132 1.035
N of Valid Cases 64
120
3. Hubungan Peran Kader Kesehatan dengan Kejadian DBD
Crosstab
Penyakit_DBD Total
kasus kontrol
Peran_Kader_Kesehatan
tidak aktif Count 13 1 14
Expected Count 7.0 7.0 14.0
% within Peran_Kader_Kesehatan
92.9% 7.1% 100.0%
Aktif Count 19 31 50
Expected Count 25.0 25.0 50.0
% within Peran_Kader_Kesehatan
38.0% 62.0% 100.0%
Total Count 32 32 64
Expected Count 32.0 32.0 64.0
% within Peran_Kader_Kesehatan
50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 13.166a 1 .000
Continuity Correctionb 11.063 1 .001
Likelihood Ratio 15.112 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association
12.960 1 .000
N of Valid Casesb 64
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Peran_Kader_Kesehatan (tidak aktif / aktif)
21.211 2.565 175.404
For cohort Penyakit_DBD = kasus 2.444 1.667 3.583
For cohort Penyakit_DBD = kontrol .115 .017 .771
N of Valid Cases 64
121
LAMPIRAN 11
Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Wawancara dengan responden Kasus
Gambar 2. Wawancara dengan responden kontrol
Gambar 3. Tempat pembuangan sampah
122
Gambar 4. Melakukan observasi jentik nyamuk
Gambar 5. Barang-barang bekas
123
124
top related