skripsi hubungan faktor lingkungan dan perilaku …repository.stikes-bhm.ac.id/52/1/15.pdf ·...
Post on 25-Mar-2020
21 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
SKRIPSI
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT
Oleh :
ULIS WAHYU PURNAMA SARI
NIM : 201403091
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
-
ii
SKRIPSI
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLAGENSERUT
Diajukan untuk memenuhi
Salah satu persyaratan dalam mencapai gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM)
Oleh :
ULIS WAHYU PURNAMA SARI
NIM : 201403091
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2018
-
iii
-
iv
-
v
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ulis Wahyu Purnama Sari
NIM : 201403091
Judul : Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas
Klagenserut
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan dalam memperoleh gelar
ahli madya/sarjana di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan baik yang sudah maupun
belum/tidak dipublikasikan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar
pustaka
Madiun, 8 Agustus 2018
Ulis Wahyu Purnama Sari
NIM. 201403091
-
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu Tuhan yang Maha Agung nan
Maha Tinggi nan Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirmu telah kau
jadikan aku manusia yang senantiasa berfikir, berilmu, beriman dan bersabar
dalam menjalani kehidupan ini. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah
awal bagiku untuk meraih cita- cita besarku.
Tugas akhir ini saya persembahkan untuk:
1. Ayahanda Misranto dan Ibundaku Nurul Hidayati Ulfa tercinta, yang tiada
pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doá, dorongan, nasehat,
dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu
kuat menjalani setiap rintangan yang ada di depanku. Dan tak lupa
Keluarga SD (Alm.Supeno-Almh.Djamiatun) yang selalu menghibur,
memberikan motivasi, dan kasih sayang kepada saya agar tidak mudah
putus asa.
2. Dosen pembimbing skripsi Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM., M.Kes
dan Ibu Riska Ratnawati, S.KM., yang selama ini telah tulus dan ikhlas
meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya,
memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar
saya menjadi lebih baik.
3. Semua mahasiswa STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun Program Studi
Kesehatan Masyarakat Angkatan 2014 dan teman-teman dekat saya yang
bersama-sama bahu membahu saling membantu demi terselesaikan skripsi
ini.
-
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ulis Wahyu Purnama Sari
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 5 Februari 1996
Agama : Islam
Alamat : Ds. Klagenserut RT. 22 RW. 07 Kecamatan
Jiwan Kabupaten Madiun
Email : Uliswahyu5@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. RA Tarbiyatul Islamiyah Klagenserut 2001-2002
2. MIN Klagenserut Kab. Madiun 2002-2008
3. MTsN Bibrik Kab. Madiun 2008-2011
4. MAN 1 Kota Madiun 2011-2014
5. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun 2014-2018
mailto:Uliswahyu5@gmail.com
-
viii
Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun
2018
ABSTRAK
Ulis Wahyu Purnama Sari
HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU DENGAN
KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KLAGENSERUT
97 halaman + 15 tabel + 5 gambar + 11 lampiran
Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama di Indonseia. Angka Kejadian DBD Provinsi Jawa Timur dengan jumlah
21.092 kesakitan (Kemenkes RI, 2016). Angka kesakitan di Kabupaten Madiun
tahun 2014 yaitu 155 kasus dengan kematian 3 orang, tahun 2015 menglami
peningkatan 320 kasus dengan jumlah kematian 5 orang, dan tahun 2016 301
kasus dengan jumlah kematian sama dengan tahun sebelumnya 5 orang.
Jenis penelitian ini menggunakan desain case control study. Populasi studi
adalah seluruh penderita DBD periode 1 Januari 2017- Juni 2018 di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut, jumlah sampel adalah 60 responden dengan 30 kasus dan
30 kontrol. Teknik analisis data menggunakan uji chi-square dengan tingkat
kemaknaan (p=0,05) dan untuk mengetahui besarnya resiko menggunakan odd
ratio.
Variabel yang terbukti berhubungan dengan kejadian DBD di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut adalah keberadaan barang bekas p=0,002 (OR=6,417;
95%CI=2,084-19,755), pencahayaan p=0,002 (OR=6,571; 95%CI=2,109-20,479),
kebiasaan menggantung pakaian p=0,003 (OR=6,538; 95%CI=1,967-21,739), dan
kebiasaan pengggunaan obat/ anti nyamuk p=0,02 (OR=4,030; 95%CI=1,372-
11,839). Variabel yang tidak berhubungan adalah angka bebas jentik
p=0,7(OR=6,417; 95%CI=0,240-2,206).
Angka bebas jentik bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejadian DBD, tetapi keberadaan barang bekas, pencahayaan, kebiasaan
menggantung pakaian, dan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk yang
berhubungan dengan kejadian DBD. Peran serta masyarakat diharapkan dengan
peduli lingkungan dan perilaku untuk meminimalisir kejadian DBD.
Kata Kunci : Lingkungan, Perilaku, Demam Berdarah Dengue
Kepustakaan : 50 (2002-2017)
-
ix
Public Health Program Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun 2018
ABSTRACT
Ulis Wahyu Purnama Sari
THE RELATIONSHIP BETWEEN ENVIRONMENT AND BEHAVIOR FACTORS
WITH DENGUE HEMORRHAGIC FEVER IN PRIMARY HEALTH CENTER OF
KLAGENSERUT AREA
97 pages+ 15 tables+ 5 pictures and 11 appendix
Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one of the main public
health problems in Indonesia. The incidence of DHF East Java Province with the
number of 21.092 morbidity (Ministry of Health RI, 2016). The morbidity rate in
Madiun District in 2014 was 155 cases with 3 deaths, 2015 increased 320 cases
with 5 deaths, and in 2016 301 cases with the number of deaths equal to the
previous year 5 people.
Methods: The kind of this research was epidemiology used of case control study.
The population of all patients with DHF the period 1 January 2017- June2018 in
Primary Health centers of Klagenserut area. The numbers of samples were 30
patients with 30 cases and 30 controls. Data analysis technique used chi square
test with level significance (p = 0,05) and to know the risk of using odd ratio.
Results: Variables are associated with incidence of DHF in Primary Health
centers of Klagenserut area were the existence of used goods p= 0,002 (OR=
6,417; 95%CI= 2,084- 19,755 ), lighting p= 0,002 (OR= 6,571; 95%CI= 2,109-
20,479), hanging clothes habits p= 0,003 (OR= 6,538; 95%CI= 1,967- 21,739),
dan habits of drug use / mosquito repellent p= 0,02 (OR= 4,030; 95%CI=
1,372- 11,839).Variables are not associated with DHF free of larvae p=
0,7(OR= 6,417; 95%CI= 0,240- 2,206).
Conclusion: The free number of larvae is not a factor associated with incidence
DHF, but the existence of used goods, lighting, hanging clothes habits, and
habits of drug use / mosquito repellent. Community participation is expected
with concerns environment and behavior to minimize incidence of DHF.
Keywords : environment, behavior, DHF
Bibliography : 50 (2002-2017)
-
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Angka Kuman Udara di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Dungus Madiun”. Penelitian ini disusun
sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan jenjang Sarjana di Prodi
Kesehatan Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu proses penulisan ini :
1. Ibu drg. Anies Bektiarsi, selaku Kepala Puskesmas Klagenserut yang telah
mengizinkan saya melakukan penelitian.
2. Bapak Zaenal Abidin, S.KM.,M.Kes (Epid), selaku Ketua STIKES Bhakti
Husada Mulia Madiun.
3. Ibu Avicena Sakufa Marsanti, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Prodi S1 Kesehatan
Masyarakat STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun serta Dosen Pembimbing I
yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Riska Ratnawati, S.KM.,M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak H. Edy Bachrun, S.KM.,M.Kes, selaku Ketua Dewan Penguji dalam
skripsi ini.
6. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, peneliti ucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya.
-
xi
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan kritik yang
bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan tugas akhir
skripsi ini.
Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis serta orang-orang yang peduli dengan dunia kesehatan
masyarakat pada khususnya.
Madiun, 8 Agustus 2018
Penyusun
-
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................. i
Sampul Dalam .................................................................................................. ii
Lembar Persetujuan .......................................................................................... iii
Lembar Pengesahan ......................................................................................... iv
Halaman Pernyataan......................................................................................... v
Halaman Persembahan ..................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... vii
Abstrak ............................................................................................................. viii
Abstract ............................................................................................................ ix
Kata Pengantar ................................................................................................. x
Daftar Isi........................................................................................................... xii
Daftar Tabel ..................................................................................................... xv
Daftar Gambar .................................................................................................. xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
1.5 Keaslian Penelitian ........................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue................................................................. 11
2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue .......................................... 11
2.1.2 Etiologi Demam Berdarah Dengue ........................................... 11
2.1.3 Vektor Penular Penyakit Demam Berdarah Dengue ................ 12
2.1.4 Ciri- ciri Nyamuk Aedes aegypti............................................... 13
2.1.5 Biomonik Vektor ...................................................................... 13
-
xiii
2.1.6 Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue ......................... 15
2.1.7 Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue ............. 16
2.2 Pencegahan Demam Berdarah Dengue ............................................ 17
2.2.1 Lingkungan ............................................................................... 18
2.2.2 Biologis ..................................................................................... 18
2.2.3 Kimiawi..................................................................................... 18
2.3 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue ........................... 19
2.3.1 Agent ......................................................................................... 20
2.3.2 Vektor ....................................................................................... 20
2.3.3 Host ........................................................................................... 21
2.3.4 Environment .............................................................................. 24
2.4 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue ............................................................................................. 25
2.4.1 Agent ......................................................................................... 26
2.4.2 Host (Manusia).......................................................................... 26
2.4.2.1 Kebiasaan Menggantung Pakaian ................................... 27
2.4.2.2 Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti Nyamuk .................. 28
2.4.3 Environment (Lingkungan) ....................................................... 29
2.4.3.1 Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah ................. 29
2.4.3.2 Pencahayaan .................................................................... 30
2.4.3.4 Angka Bebas Jentik (ABJ) .............................................. 32
2.5 Kerangka Teori ................................................................................. 35
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual........................................................................ 36
3.2 Hipotesa Penelitian ........................................................................... 37
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian .............................................................................. 38
4.2 Populasi dan Sampel ......................................................................... 39
4.3 Teknik Sampling ............................................................................... 41
4.4 Kerangka Kerja Penelitian ................................................................ 42
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel .................... 44
-
xiv
4.6 Instrumen Penelitian ......................................................................... 47
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 50
4.8 Prosedur Pengumpulan Data............................................................. 51
4.9 Teknik Analisis Data ........................................................................ 52
4.10 Etika Penelitian ............................................................................... 58
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 59
5.2 Hasil Penelitian ................................................................................. 61
5.3 Pembahasan ...................................................................................... 73
5.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 87
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 89
6.2 Saran ................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 92
LAMPIRAN
-
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ..................................................................... 7
Tabel 4.1 Definisi Operasional ................................................................... 44
Tabel 4.2 Waktu Penelitian ......................................................................... 50
Tabel 4.3 Koding Faktor Lingkungan dan Perilaku DBD .......................... 53
Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ............................. 62
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................ 62
Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Responden ................................................................................... 63
Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden .... 63
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian DBD ...................... 64
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberadaan Barang
Bekas di Sekitar Rumah .............................................................. 65
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pencahayaan ......................... 65
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Angka Bebas Jentik .............. 66
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Menggantung
Pakaian ........................................................................................ 66
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Penggunaan
Obat/ Anti Nyamuk ..................................................................... 67
Tabel 5.11 Hubungan Keberadaan Barang Bekas di Sekitar Rumah
dengan Kejadian DBD ................................................................ 68
Tabel 5.12 Hubungan Pencahayaan rumah dengan Kejadian DBD ............. 69
Tabel 5.13 Hubungan Angka Bebas Jentik dengan Kejadian DBD ............. 70
Tabel 5.14 Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan
Kejadian DBD ............................................................................. 71
Tabel 5.15 Hubungan Kebiasaan Kebiasaan Penggunaan Obat/ Anti
Nyamuk dengan Kejadian DBD ................................................. 72
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penellitian .......................................................... 35
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 36
Gambar 4.1 Skema Rancangan Kerja Penelitian ............................................. 38
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian ........................................................... 42
Gambar 5.1 Peta Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut ................................ 59
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Responden
Lampiran 2 Informed Consent
Lampiran 3 Lembar Kuesioner
Lampiran 4 Hasil Output Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 5 Surat ijin Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Klagenserut
Lampiran 6 Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Wilayah
Kerja Puskesmas Klagenserut
Lampiran 7 Hasil Ouput Pengolahan data SPSS
Lampiran 8 Hasil Observasi
Lampiran 9 Lembar Bimbingan
Lampiran 10 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 11 Lembar Revisi Skripsi
-
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit berbasis lingkungan merupakan fenomena penyakit yang terjadi
pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan, berakar, atau memiliki
keterkaitan erat dengan satu atau lebih komponen lingkungan pada sebuah ruang
dimana masyarakat tersebut tinggal atau beraktivitas dalam jangka waktu tertentu.
Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemis berbagai penyakit
menular. Berdasarkan proses kejadiannya, penyakit menular dikategorikan
menjadi penyakit menular endemis dan penyakit yang berpotensi menjadi KLB
(Kejadian Luar Biasa). Beberapa penyakit menular endemis yang terjadi di
Indonesia diantaranya adalah diare, TBC, malaria, filariasis dan Demam Berdarah
Dengue. Sedangkan penyakit menular yang berpotensi menjadi KLB, misalnya
demam berdarah dengue (DBD) (Achmadi, 2012).
Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, ditandai
dengan demam 2-7 hari dengan suhu 39°C, nyeri kepala, nyeri dipunggung dan
ulu hati, selain itu pada anak biasanya ditandai dengan muntah, nyeri pada tulang/
otot, disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan jumlah trombosit
-
2
dengue terutama yang tinggal di daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis.
Saat ini juga diperkirakan ada 390 juta infeksi dengue yang terjadi di seluruh
dunia setiap tahun. Angka terjadinya kasus dengue mengalami peningkatan secara
drastis diseluruh dunia pada tahun 2015 terakhir (WHO, 2015).
Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia pada tahun 2015 terdapat
129.650 kasus kesakitan demam berdarah dengan jumlah kematian 1.071 orang,
sedangkan jumlah kasus tahun 2016 terdapat 204.171 kasus kesakitan dengan
jumlah kematian sebanyak 1.598 orang. Angka kesakitan atau Incidence Rate
DBD tahun 2015 50,75 per 100.000 penduduk menjadi 77,96 per 100.000
penduduk. (Profil Kesehatan Indonesia, Kemenkes RI 2016).
Pada tahun 2015 di Jawa Timur terdapat kasus DBD sebanyak 21.092 kasus
kesakitan dan mengalami peningkatan kasus kesakitan DBD di tahun 2016
sebesar 25.338 kasus. Insiden rate (Incidence Rate) atau angka kesakitan Demam
Berdarah Dengue pada tahun 2015 sebesar 54,18 per 100.000 penduduk dan
mengalami peningkatan pada tahun 2016 yaitu sebesar 64,8 per 100.000
penduduk. Angka ini masih di atas target nasional ≤ 49 per 100.000 penduduk.
Angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2016 sebesar 1,4%,
hal tersebut menunjukkan DBD di Jawa Timur masih diatas target < 1%. (Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2016).
Berdasarkan data kasus Demam Berdarah yang diperoleh dari data profil
Kesehatan Kabupaten Madiun pada tahun 2014 yaitu 155 kasus kesakitan demam
berdarah dengan jumlah kematian 3 orang, pada tahun 2015 sebanyak 320 kasus
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan jumlah kematian 5 orang, dan
2
-
3
pada tahun 2016 sebesar 301 kasus kesakitan tetapi dengan jumlah kematian sama
pada tahun sebelumnya yaitu 5 orang (Profil Kesehatan Kabupaten Madiun 2014
dan 2016). Jumlah kasus DBD dari 26 puskesmas yang dua tahun terakhir
mengalami peningkatan dibandingkan wilayah lainnya yaitu wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut mulai dari tahun 2016 ditemukan sebanyak 6 kasus
kesakitan demam berdarah dan tahun 2017 ditemukan sebanyak 10 kasus
kesakitan demam berdarah (Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, 2017).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Demam Berdarah Dengue
yaitu peran perilaku masyarakat dan faktor lingkungan (Cecep, 2011). Salah satu
faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu faktor
lingkungan dalam rumah yang mendukung terjadinya DBD antara lain
pencahayaan, kelembaban, angka bebas jentik, tempat penampungan air, plafon,
dan kawat kasa pada ventilasi. Kurangnya pencahayaan atau sinar matahari
didalam rumah menyebabkan rumah menjadi teduh dan lembab sehingga keadaan
ini menjadi tempat istirahat yang disenangi nyamuk Aedes aegypti sp. (Lisa,
2016). Hal tersebut didukung oleh penelitian yang sudah dilakukan di wilayah
kerja puskesmas Sentosa Baru Medan menunjukkan pencahayaan di rumah salah
satu faktor terhadap kejadian demam berdarah dengue dengan nilai p= 0,001 <
0,05 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan terhadap
kejadian demam berdarah dengue (Lisa Anggriani, 2016).
Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian DBD yaitu perilaku
masyarakat dengan kebiasaan masyarakat menggantung pakaian yang sudah lama
terjadi dan sebaiknya, pakaian-pakaian yang tergantung di balik lemari atau di
3
-
4
balik pintu dilipat dan disimpan dalam almari, karena nyamuk Aedes aegypti
senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap dan kain yang tergantung
(Yatim, 2007). Seperti hasil penelitian di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan
menunjukkan bahwa kebiasaan menggantung pakaian menunjukkan dimana nilai
p = 0,001
-
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian yaitu “apakah ada hubungan faktor lingkungan
dan perilaku dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisis hubungan faktor lingkungan dan perilaku dengan
kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Untuk mengidentifikasi keberadaan barang bekas di sekitar rumah,
pencahayaan, angka bebas jentik, kebiasaan menggantung pakaian,
kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dan kejadian Demam Berdarah
Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
1.3.2.2 Untuk menganalisis hubungan keberadaan barang bekas di sekitar rumah
dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut.
1.3.2.3 Untuk menganalisis hubungan pencahayaan dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
1.3.2.4 Untuk menganalisis hubungan angka bebas jentik dengan kejadian Demam
Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
1.3.2.5 Untuk menganalisis hubungan kebiasaan menggantung pakaian dengan
kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut.
5
-
6
1.3.2.6 Untuk menganalisis hubungan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk
dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Ilmu Pengetahuan
Manfaat yang dapat diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
penerapan ilmu selama duduk di bangku kuliah serta dapat mengembangkan
khasanah ilmu pengetahuan bidang kesehatan lingkungan terutama mengenai
faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di
wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah
pada program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya masalah pencegah
penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi program
pemberantasan penyakit menular (P2M).
1.4.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya
tentang faktor lingkungan dan perilaku dengan kejadian demam berdarah
1.4.4 Bagi STIKES Bhakti Husada Mulia Madiiun
Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan
menambah referensi yang sudah ada.
6
-
7
1.5 Keaslian Penelitian
No Peneliti Judul
Penelitian
Tempat
Penelitian
Desain
Penelitian Variabel HasilPenelitian
1. Indra,dkk
(2017)
Hygiene
Sanitasi
Rumah
Dengan
Kejadian
Demam
Berdarah
Dengue
Kelurahan
Kapuas
Kanan Hulu
wilayah
kerja
Puskesmas
Sungai
Durian
Kabupaten
Sintang
Kuantitatif
Observasio
nal analitik
Cross
Sectional
Variabel bebas :
1. Sarana Air Bersih 2. Sarana pembuangan
Sampah
3. SPAL Variabel Terikat :
Kejadian Demam Berdarah
Dengue.
1. Ada hubungan Sarana Air bersih dengan kejadian DBD.
(p-value = 0,03 < 0,05), Odds Ratio (OR)= 4.812
2. Tidak ada hubungan sarana pembuangan sampah dengan
kejadian DBD. (p-value=0.480>0,05), Odds
Ratio (OR)= 1.913 3. Tidak ada hubungan Sarana
Pembuangan Air Limbah
dengan kejadian DBD. (p-value = 0.297> 0,05), Odds
Ratio (OR)= 0,522
2. Taufiq
Kurniawa
n
(2013)
Faktor-
Faktor yang
berhubungan
Dengan
Kejadian
DBD
Di Desa
Gonilan
Kecamatan
Kartasura
Kabupaten
Sukoharjo
Observasio
nal
Cross
Sectional
Variabel bebas :
1. kebiasaan membersihkan tempat
penampungan air
2. kebiasaan membersihkan halam
rumah
3. partisipasi masyarakat dalam melakukan
PSN
4. aktivitas sehari-hari di
1. Ada hubungan antara kebiasaan membersihkan
tempat penampungan air
dengan kejadian
DBD(p=0,000
-
8
dalam maupun luar
rumah
Variabel Terikat :
Kejadian Demam Berdarah
Dengue.
3. Ada hubungan antara partisipasi masyarakat dalam
melakukan PSN dengan
kejadian DBD(p = 0,001 < α = 0,05)
4. Ada hubungan antara aktivitas sehari-hari di dalam
maupun di luar rumah
dengan kejadian DBD. (p = 0,002 0,05)
4. Luluk
Masruroh,
dkk
(2016)
Hubungan
lingkungan
dan praktik
PSN dengan
kejadian
DBD
Di
Kecamatan
Ngawi
Case
control
Variabel Bebas :
1. Keberadaan vegetasi 2. Keberadaan
breeding place
3. Penggunaan kelambu
4. Praktik 3M
1. Ada hubungan antara keberadaan vegetasi dengan
DBD (p=0,002
-
9
5. Suhu di dalam rumah
6. Kelembaban rumah
Variabel Terikat :
Kejadian Demam Berdarah
Dengue.
(p=0,001
-
10
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya
adalah sebagai berikut :
1. Tahun dalam pelaksanaan penelitian yaitu tahun 2018.
2. Variabel bebas yaitu keberadaan barang bekas di sekitar rumah.
Tempat dalam penelitian yaitu wilayah kerja puskesmas Klagenserut dan
merupakan wilayah endemis Demam Berdarah Dengue.
10
-
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue
Demam Berdarah Dengue merupakan suatu penyakit yang di sebabkan
oleh virus DEN-1,DEN-2,DEN-3 atau DEN-4 yang masuk ke peredaran darah
melalui gigitan vektor nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau
Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari
penderta DBD lainnya. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat
menyerang seluruh kelompok usia. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2015).
Demam berdarah dengue ditandai dengan demam mendadak 2 sampai
dengan 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati,
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae,lebam
(echymosis) atau ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun atau renjatan (Shock) (Rita Kusriastuti, 2011).
2.1.2 Etiologi DBD
Penyakit DBD disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B
Arthopod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus
Flavivirus, famili Flaviviricae, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan,sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap
-
12
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang
memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat. Virus penyebab DHF atau DSS adalah flavi virus dan terdiri dari 4 serotipe
yaitu serotipe 1,2,3, dan 4 (dengue -1,-2,-3,-4) virus ini ditularkan ke manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus ini dapat tetap
hidup di alam melalui 2 mekanisme. Mekanisme pertama, transmisi vertikal
dalam tubuh nyamuk, dimana virus yang ditularkan oleh nyamuk betina pada
telurnya yang nantinya akan menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari
nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak seksual. Mekanisme kedua,
transmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh manusia dan sebaliknya. Nyamuk
mendapatkan virus ini pada saat itu sedang mengandung virus dengue pada
darahnya. Virus yang sampai ke lambung nyamuk akan mengalami replikasi
(berkembangbiak/memecah diri), kemudian akan migrasi yang akhirmya akan
sampai di kelenjar ludah. Virus yang berada d lokasi ini setiap saat siap untuk
dimasukkan ke dalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk (Najmah, 2016).
2.1.3 Vektor Penular Penyakit DBD
Vektor penyakit DBD adalah nyamuk jenis Aedes aegypti dan Aedes
albopictus terutama bagi Negara Asia, Philippines dan Jepang, sedangkan nyamuk
jenis Aedes polynesiensis, Aedes scutellaris dan Aedes pseudoscutellaris
merupakan vektor di negara-negara kepulauan Pasifik dan New Guinea. Vektor
DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes (Stegomya) aegypti dan albopictus
(Djunaedi, 2006).
-
13
2.1.4 Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Nadesul (2007) dalam Dermala Sari (2012) nyamuk Aedes
aegypti telah lama diketahui sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit
DBD, adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1. Badan kecil berwarna hitam dengan bintik-bintik putih.
2. Jarak terbang nyamuk sekitar 100 meter.
3. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
4. Menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan sore
hari pukul 16.00-17.00.
5. Nyamuk betina menghisap darah untuk pematangan sel telur,
sedangkan nyamuk jantan memakan sari-sari tumbuhan.
6. Hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan.
7. Di dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga,
dan tempat air minum burung.
8. Di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada di dalam
drum, dan ban bekas.
2.1.5 Bionomik Vektor
Bionomik vektor meliputi kesenangan tempat perindukan nyamuk,
kesenangan nyamuk menggigit dan kesenangan nyamuk istirahat.
2.1.5.1 Kesenangan tempat perindukan nyamuk
Habitat perkembangbiakan Aedes sp ialah tempat-tempat yang dapat
menampung air di dalam, diluar atau di sekitar rumah serta tempat tempat umum.
-
14
Habitat perkembangbiakan Aedes sp dapat dikelompokkan sebagai berikut ( Rita
Kusriastuti, 2011).
a. Tempat penampungan air (TPA), untuk keperluan sehari-hari
seperti: drum, bak mandi/WC, tempayan, ember dan tangki.
b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
seperti: tempat minuman burung, vas bunga, perangkap semut, bak
control, pembuangan air, tempat pembuangan air kulkas/dispenser,
barang-barang bekas (contoh: ban bekas, kaleng bekas, botol bekas,
plastik dan lain-lain)
c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang
batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang, potongan
bambu dan lain-lain.
2.1.5.2 Kesenangan nyamuk menggigit
Aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan
puncak aktivitasnya antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Aedes aegypti
mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik
untuk memenuhi lambungnya dengan darah ( Rita Kusriastuti, 2011).
2.1.5.3 Kesenangan nyamuk istirahat
Nyamuk Aedes hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang di luar rumah
berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya, biasanya di tempat yang agak
gelap dan lembab. Di tempat-tempat tersebut nyamuk menunggu proses
pematangan telur. Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai,
nyamuk betina akan meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya,
-
15
sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik
dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk
betina dapat menghasilkan telur sebanyak ±100 butir. Telur tersebut dapat
bertahan sampai berbulanbulan bila berada di tempat kering dengan suhu -2ºC
sampai 42ºC, dan bila di tempat tersebut tergenang air atau kelembabannya tinggi
maka telur dapat menetas lebih cepat ( Rita Kusriastuti, 2011).
2.1.6 Penularan Penyakit DBD
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia)
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi
Infektif 8-12 hari sesudah menghisap darah penderita yang sedang viremia
(periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selam hidupnya. Setelah melalui
periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan
terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan
mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah
masa inkubasi di tubuh manusia selama 3-4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul
gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia
(nyeeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya (Rita
Kusriastuti, 2011).
-
16
2.1.7 Tanda dan Gejala Penyakit DBD
Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa klinis
dan laboratoris. Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD yang dapat dilihat dari
penderita kasus DBD dengan diagnosa klinis dan laboratoris :
2.1.1.1 Diagnosa Klinis
a. Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38 – 40 º C).
b. Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji Tourniquet positif , Petekie
(bintik merah pada kulit), Purpura (pendarahan kecil di dalam
kulit), Ekimosis, Perdarahan konjungtiva (pendarahan pada mata),
Epistaksis (pendarahan hidung), Perdarahan gusi, Hematemesis
(muntah darah), Melena (BAB darah) dan Hematuri (adanya darah
dalam urin).
c. Perdarahan pada hidung dan gusi.
d. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada
kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
e. Pembesaran hati (hepatomegali).
f. Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau
kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
g. Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia
(hilangnya selera makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare
dan sakit kepala.
-
17
2.1.1.2 Diagnosa Laboratoris
a. Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan
trombosit hingga 100.000 /mmHg.
b. Hemokonsentrasi, meningkatnya hematrokit sebanyak 20% atau lebih
(Monica, 2012)
2.2 Pencegahan DBD
Hingga kini, belum ada vaksin atau obat anti virus bagi penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Tindakan paling efektif untuk menekan epidemi demam
berdarah adalah dengan mengontrol keberadaan vektor nyamuk pembawa virus
dengue. Pencegahan yang efektif dan efisien untuk terhadap nyamuk Aedes
adalah dengan cara 3M, yaitu menguras, menyikat dan menutup tempat-tempat
penampungan air bersih, bak mandi, vas bunga dan sebagainya, paling tidak
seminggu sekali, karena nyamuk tersebut berkembang biak dari telur sampai
menjadi dewasa dalam kurun waktu 7-10 hari. Halaman atau kebun di sekitar
rumah harus bersih dari benda-benda yang dapat menampung air bersih, terutama
pada musim hujan. Pintu dan jendela rumah sebaiknya dibuka setiap hari, mulai
pagi hari sampai sore, agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, sehingga
terjadi pertukaran udara dan masuknya cahaya. Dengan demikian, tercipta
lingkungan yang tidak kondusif bagi nyamuk tersebut. Pengendalian nyamuk
Aedes dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan, biologi dan
kimiawi. Ketiga aspek ini dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.
-
18
2.2.1 Lingkungan
Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk,
antara lain dengan menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya
sekali seminggu; mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung
seminggu sekali; menutup dengan rapat tempat penampungan air; mengubur
kaleng-kaleng bekas; aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah; dan perbaikan
desain rumah (A. Arsunan Arsin, 2013).
2.2.2 Biologis
Secara khusus, rumah yang memiliki kolam dan terdapat genangan air yang
tetap, disarankan memelihara ikan kepala timah (panchx). Hal ini dimaksudkan
agar ikan tersebut dapat memakan jentik nyamuk Aedes yang terdapat dalam
genangan air. Secara umum pencegahan dapat pula dilakukan dengan menanam
tumbuhan bunga lavender (lavendula agustifolia). Hal ini dimaksudkan untuk
mengusir nyamuk, nyamuk tidak menyukai aroma bunga tersebut, karena
mengandung zat linalool (A. Arsunan Arsin, 2013).
2.2.3 Kimiawi
Pengasapan (fogging) dapat membunuh vektor DBD sedangkan pemberian
bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air dapat membunuh jentik
nyamuk. Selain itu, dapat juga digunakan larvaside. senyawa anti nyamuk yang
mengandung DEET, pikaridin, atau minyak lemon eucalyptus. Pada umumnya
penyakit DBD meningkat pada musim penghujan, maka beberapa cara yang dapat
dilakukan dalam pencegahan penyakit DBD. Yang paling penting dalam
-
19
pencegahan demam berdarah ini adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan
sekitar. Terdapat pula cara mencegah penyakit DBD dengan metode pengontrolan
atau pengendalian vektor, dengan cara sebagai berikut.
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang digalakkan pemerintah.
Hal lainnya adalah dengan pengelolaan sampah padat dengan baik,
dan perbaikan desain rumah.
2. Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk misalnya ikan adu/ikan
cupang pada tempat air kolam.
3. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat hidup dan
berkembang biaknya jentik nyamuk misalnya pada penampungan air
seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan sebagainya.
4. Melakukan pengasapan / fogging. Dan biasanya dilaksanakan dengan
petugas kesehatan dari dinas kesehatan atau puskesmas terdekat.
5. Melakukan 3 M yaitu menguras, mengubur, menutup. Selanjutnya
pencegahan demam berdarah yaitu dengan melakukan pengobatan
demam berdarah (A. Arsunan Arsin, 2013)
2.3 Epidemiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue
Timbulnya suatu penyakit dapat diterangkan melalui konsep segitiga
epidemiologi, yaitu adanya agen (agent), host, dan environment (lingkungan).
Perubahan dari sektor lingkungan akan mempengaruhi host, sehingga akan timbul
penyakit secara individu maupun keseluruhan populasi yang mengalami
-
20
perubahan tersebut. Demikian pula dengan kejadian DBD yang berhubungan
dengan lingkungan (Dermala, 2012).
2.3.1 Agent (Virus Dengue)
Agent (penyebab penyakit) yaitu semua unsur atau elemen hidup dan mati
yang kehadiran atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang
efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi
stimulus untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam
ini menjadi agent dalam penyebaran DBD virus Dengue. Demam Berdarah
Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4 (A. Arsunan Arsin, 2013). Menurut Soegijanto (2006) Virus ditularkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus yang
banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue tipe satu dan tipe tiga
(Rima, 2017). Virus ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu
antara 3-7 hari, virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut
penderita merupakan sumber penular penyakit DBD.
2.3.2 Vektor
Nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai vektor. Vektor Demam Berdarah
Dengue adalah hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air bersih
yang tidak langsung berhubungan dengan tanah (Ferdiansyah (2016). Di
Indonesia, nyamuk Aedes aegypti tersebar di seluruh kota maupun desa, kecuali
-
21
wilayah yang ketinggian ±1000 meter di atas permukaan laut. Adapun siklus
nyamuk Aedes aegypti adalah telur menetas menjadi larva atau jentik biasanya
melakukan pergantian kulit sebanyak empat kali dan berpupasi sesudah 7 hari
menjadi kepompong (pupa) nyamuk. Perkembangan dari telur sampai menjadi
nyamuk kurang lebih 9-10 hari. Menurut Soegijanto (2006) tempat hinggap yang
paling disenangi adalah benda-benda yang tergantung seperti pakaian, kelambu,
atau tumbuh- tumbuhan di dekat tempat berkembangbiaknya, biasanya di tempat
yang agak gelap dan lembab (Rima, 2017).
2.3.3 Host
Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar terhadap penyakit DBD
dan pejamu pertama yang dikenal virus. Menurut Dermala (2012) Beberapa faktor
yang mempengaruhi manusia adalah :
2.3.3.1 Umur
Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap
infeksi virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus
dengue,meskipun baru berumur beberapa hari setelah lahir. Sebagian besar kasus
DBD menyerang anak-anak di bawah umur 15 tahun.
2.3.3.2 Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada
hubungannya dengan teori imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi
peningkatan antibodi dan karena ada reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik,
maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
-
22
2.3.3.3 Populasi
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi
virus dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah
insiden kasus DBD tersebut.
2.3.3.4 Mobilitas penduduk
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi
penularan infeksi virus dengue. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran
epidemi dari Queensland ke New South Wales pada tahun 1942 adalah
perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur transportasi yang
dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue (Sutaryo, 2005).
2.3.3.5 Pendidikan
Tingkat pendidikan dengan penyebaran penyakit dan kematian.
Kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mengetahui
cara-cara pencegahan penyakit.
2.3.3.6 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap
stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Pemeliharaan kesehatan
mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan
lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau
terkena masalah kesehatan. Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, dan
tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah resiko terjadinya penyakit,
-
23
melindungi diri dari ancaman penyakit. Seorang ahli kesehatan Becker (Soekidjo
Notoatmodjo, 2011) mengklasifikasikan perilaku kesehatan yaitu :
1. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah hal-hal yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah
penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan
sebagainya.
2. Perilaku Sakit
Perilaku sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan
oleh individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan
kesehatannya atau rasa sakit. Juga kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta
usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku Peran Sakit
Perilaku peran sakit yakni segala tindakan atau kegiatan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh
kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan/
kesakitannya sendiri juga berpengaruh terhadap orang lain. Perilaku ini
meliputi tindakan untuk memperoleh kesembuhan, mengenal /
mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang
layak.
-
24
2.3.4 Environment (Lingkungan)
Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue adalah yang
bukan bagian dari agent maupun penjamu, tetapi mampu menginteraksikan agent
penjamu. Lingkungan yang banyak terdapat tempat pembuangan menjadi medium
breeding place bagi nyamuk Aedes aegypti seperti bak mandi / WC, gentong,
kaleng-kaleng bekas, botol aqua, ember bekas, dan lain-lain. Kondisi rumah yang
lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan saluran air yang tidak
lancar mengalir disenangi nyamuk untuk beristirahat (Soegijanto, 2006).
2.3.4.1 Letak Geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai
negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang
Utara dan 40º Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean
dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya (Djunaedi,
2006).
Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat
itu virus dengue menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari
(vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut
demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai nyeri
otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga sampai saat ini penyakit tersebut
masih merupakan problem kesehatan masyarakat dan dapat muncul secara
endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain atau
dari suatu negara ke negara lain (Hadinegoro dan Satari, 2002).
-
25
2.3.4.2 Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas,
meskipun ditemukan kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara
epidemi DBD terjadi pada musim hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia
dan Philippines epidemi DBD terjadi beberapa minggu setelah musim hujan.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat
kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan
yang baik untuk masa inkubasi.
2.3.4.3 Suhu udara
Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya
menurun atau bahkan terhenti bila suhunya turun sampai di bawah 10°C. Pada
suhu yang lebih tinggi dari 35°C, nyamuk juga akan mengalami perubahan, dalam
arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis. Rata-rata ideal untuk pertumbuhan
nyamuk adalah 25°C-27°C. Pertumbuuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila
suhu kurang 10°C atau lebih dari 40°C.
2.4 Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
Suatu penyakit timbul akibat dari interaksi berbagai faktor baik dari agent,
host, dan environment. Dengan demikian, ketigafaktor tersebut mempengaruhi
persebaran kasus DBD dalam suatu wilayah tertentu.
-
26
2.4.1 Agent
Agent (penyebab penyakit) yaitu semua unsur atau elemen hidup dan mati
yang kehadiran atau ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang
efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi
stimulus untuk mengisi dan memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Dalam
ini menjadi agent dalam penyebaran DBD virus Dengue. Demam Berdarah
Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4 (A. Arsunan Arsin, 2013). Virus ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti betina yang terinfeksi. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue tipe satu dan tipe tiga (Soegijanto,2006). Virus
ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari, virus
akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan
sumber penular penyakit DBD.
2.4.2 Host (manusia)
Host (penjamu) yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan terpapar
terhadap penyakit DBD dan pejamu pertama yang dikenal virus. Virus bersikulasi
dalam darah manusia terinfeksi pada kurang lebih saat dimana manusia
mengalami demam. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan
virus dengue dan menyebabkan adanya gejala demam berdarah. Faktor yang
terkait penularan DBD dari vektor nyamuk pada manusia diantaranya faktor
-
27
perilaku. Perilaku sehat salah satunya yaitu tindakan proaktif untuk memelihara
dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit
(Luluk, 2016 ).
2.4.2.1 Kebiasaan menggantung pakaian
Menurut Luluk (2016) faktor resiko yang dapat tertular penyakit demam
berdarah adalah rumah atau lingkungan dengan baju yang bergantungan. Menurut
Suroso dan Umar nyamuk lebih menyukai benda-benda yang tergantung di dalam
rumah seperti gorden, kelambu dan baju/pakaian. Maka dari itu pakaian yang
tergantung di balik pintu sebaiknya dilipat dan disimpan dalam almari, karena
nyamuk Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat gelap
dan kain yang tergantung untuk berkembangbiak, sehingga nyamuk berpotensi
untuk bisa mengigit manusia (Yatim 2007).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Luluk Lidya Ayun dkk,
2017) yang meneliti faktor lingkungan fisik dan perilaku dengan DBD, salah satu
faktor perilaku yaitu kebiasaan menggantung pakaian mempunyai nilai p-value
0,002 < 0,05, dengan demikian mempunyai hubungan bermakna antara kebiasaan
menggantung pakaian dengan DBD yang bertempat di wilayah kerja Puskesmas
Sekaran Kecamatan Gunungpati kota Semarang. Hal ini menunjukkan bahwa
kurangnya kesadaran masyarakat dengan kebiasaan menggantung pakaian
dibelakang pintu kamar dan pintu lemari pakaian serta pakaian yang dibiarkan
berserakan ditempat tidur. Karena nyamuk Aedes aegypti senang hinggap pada
pakaian yang bergantungan dalam kamar untuk beristirahat setelah menghisap
darah manusia (Luluk dkk, 2017).
-
28
2.4.2.2 Kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk
Penggunaan insektisida ditujukan untuk mengendalikan populasi vektor
sehingga diharapkan penularan penyakit dapat ditekan seminimal mungkin.
Pengendalian vektor nyamuk penyakit DBD di Indonesia setelah adanya KLB
dengan aplikasi lavasida temeos (Abate) yang ditaburkan dalam tempat- tempat
penampungan air. Selain dengan penggunaan insektisida oleh program
pemerintah, perlindungan individu juga perlu dilakukan oleh masyarakat (Rima,
2017). Nyamuk menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00-10.00 dan
sore hari pukul 16.00-17.00 maka dari itu, penggunaan obat/ anti nyamuk
sebaiknya dilakukan pada waktu tersebut.
Menurut Elvin (2016) penolak serangga merupakan sarana perlindungan
diri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan. Penggunaan obat/ anti
nyamuk merupakan salah satu cara untuk menghindari kontak antara host dan
vektor DBD. Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori,
penolak alami dan penolak kimiawi. Minyak esensial dan ekstrak tanaman
merupakan bahan pokok penolak alami. Penolak serangga kimiawi dapat
memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti, Aedes Albopictus, dan
spesies Anopheles selama beberapa jam. Produk insektisida rumah tangga seperti
obat nyamuk semprot aerosol, obat nyamuk bakar, dan repellent (obat oles anti
nyamuk) saat ini banyak digunakan oleh individu sebagai pelindung diri terhadap
gigitan nyamuk.
Hasil penelitian mengenai penggunaan obat/anti nyamuk dengan
kejadian DBD di Kelurahan 19 November Kecamatan Wundulako Kabupaten
-
29
Kolaka Tahun 2016 menunjukkan bahwa nilai p=0,008
-
30
bekas yang dapat menampung air, semakin banyak tempat bagi nyamuk untuk
bertelur dan berkembang biak, sehingga semakin meningkat pula risiko kejadian
DBD (Ferdiansyah,2016). Kondisi lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap
penyebaran dan penularan penyakit DBD. Hasil penelitian Lia Fentia (2017)
mengenai faktor lingkungan fisik dengan kejadian DBD menyatakan hasil p-
value 0,003 < 0,05 yang artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
lingkungan fisik dengan kejadian penyakit DBD di Kelurahan Labuh Baru Timur
Kota Pekanbaru. Kondisi lingkungan yang buruk dengan keberadaan barang bekas
di luar rumah akan menjadi faktor penyebaran DBD (Lia, 2017).
2.4.3.2 Pencahayaan
Menurut Soekidjo (2011) rumah yang sehat memerlukan cahaya yang
cukup. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya
matahari di samping kurang nyaman juga merupakan media (tempat) yang baik
untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Nyamuk Aedes aegypti
menyukai tempat hinggap dan beristirahat di tempat-tempat yang gelap.
Sebaliknya, terlalu banyak cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau, dan
akhirmya dapat merusak mata. Menurut Soegijanto (2003) Kurangnya
pencahayaan atau sinar matahari didalam rumah menyebabkan rumah menjadi
teduh dan lembab sehingga keadaan ini menjadi tempat istirahat yang disenangi
nyamuk Aedes aegypti sp. ( Lisa, 2016 ). Cahaya dapat dibedakan menjadi dua,
yakni :
1. Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting karena
dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya
-
31
baksil TBC. Rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya
(jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas
lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Jalan masuknya cahaya
alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca.
2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan
alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, dan sebagainya.
Pengukuran pencahayaan menggunakan alat Lux meter. Secara teknis,
jumlah titik pengukuran pencahayaan tergantung pada luas ruangan.
Pencahayaan yang diukur adalah pencahayaan alamiah, berasal dari
sinar matahari secara langsung yang masuk melalui ventilasi,
jendela, pintu dan lubang angin. Berdasarkan Permenkes No. 1077
Tahun 2011 menyatakan bahwa persyaratan pencahayan di dalam
rumah minimal 60 Lux dengan syarat tidak menyilaukan. (Permenkes,
2011).
Dari penelitian tentang lingkungan fisik rumah dengan kejadian demam
berdarah dengue, hasil uji statistik menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pencahayaan dengan kejadian demam berdarah dengue di
Semarang dengan nilai p-value 0,001 < 0,05. Berdasarkan hasil penelitian dapat
dikatakan bahwa dimana orang yang tinggal dalam rumah dengan intensitas
cahaya dibawah 60 lux beresiko 16,714 kali terkena DBD dibandingkan orang
yang tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya di atas 60 lux. Intensitas
cahaya merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi aktifitas terbang nyamuk
karena cahaya yang rendah dan kelembaban tinggi merupakan kondisi yang baik
-
32
bagi nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti sangat senang beristirahat di tempat-tempat
yang agak gelap dalam ruang relatif lembab dengan intensitas cahaya yang rendah
(agak gelap) (Erna Sari, 2017).
2.4.3.3 Angka Bebas Jentik
Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh
petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik) (Depkes
RI,2010:2). PJB adalah kegiatan pemantauan di pemukiman atau tempat- tempat
umum/industri di desa/ kelurahan endemis dan sporadis pada tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes di 100 rumah/ bangunan yang dipilih secara
acak dilaksanakan 4 kali setahun (3 bulan sekali).
Program ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk
penular DBD dan memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melakukan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD. PSN DBD adalah kegiatan
memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat
perkembang biakannya.Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik, atau
tenaga pemeriksa jentik lainnya. Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk
memotivasi masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang
berulang-ulang disertai dengan penyuluhan masyarakat tentang penyakit DBD
diharapkan masyarakat dapat melaksanakakn PSN DBD secara teratur dan terus
menerus.
-
33
Tata cara pelaksanaan PJB yaitu :
1. Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah dan tempat-
tempat umum untuk memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA),
non-TPA dan tempat penampungan air alamiah di dalam maupun
di luar rumah atau bangunan serta memberikan penyuluhan tentang
PSN DBD kepada keluarga dan masyarakat.
2. Jika ditemukan jentik, anggota kelurga atau pengelola tempat-
tempat umum diminta untuk ikut melihat atau menyaksikan
kemudian lanjutkan dengan PSN DBD (3M atau 3M plus).
3. Memberikan penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga
dan petugas kebersihan tempat-tempat umum.
4. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik
Rumah/bangunan yang ditinggalkan di rumah yang diperiksa serta
Formulir Juru Pemantau Jentik (JPJ-1) untuk pelaporan ke
puskesmas dan dinas yang terkait lainnya (Depkes RI, 2010:4)
5. Berdasarkan hasil pemantauan yang tertulis di formulir JPJ-1 maka
dapat dicari ABJ dan dicatat di formulir JPJ-2.
6. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk
Aedes aegypti adalah :
a. Angka Bebas Jentik (ABJ)
ABJ =
b. House Index (HI)
HI =
-
34
c. Container Index (CI)
CI =
d. Breteau Index (BI)
Breteau Index (BI) adalah jumlah container dengan jentik
dalam 100 rumah atau bangunan.
-
35
2.5 Kerangka Teori
Kejadian Demam
Berdarah Dengue
Host (Manusia)
Umur
Nutrisi
Populasi
Mobilitas
Penduduk
Pendidikan Perilaku
Kesehatan
Kebiasaan
menggantung pakaian
Kebiasaan penggunaan
obat/ anti nyamuk
Agent
Virus Dengue Vektor Nyamuk Aedes
aegypti
Environment
Letak Geografis
Musim
Suhu
Udara
Letak Geografis
Keberadaan
barang bekas
Pencahayaan
ABJ
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Segitiga Epidemiologi, Notoatmodjo
2011, Wahyu Mahardika 2009
-
36
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan
atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Konsep
adalah suatu abstraksi yang dibentuk dengan menggeneralisasikan suatu
pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat diamati dan dapat diukur, maka
konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variabel-variabel. Dari variabel itulah
konsep dapat diamati dan diukur. Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau
kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur)
melalui penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2012).
Variabel Independen Variabel Dependent
Kejadian Demam
Berdarah Dengue
(DBD)
Kebiasaan Menggantung
Pakaian
Kebiasaan Penggunaan
obat/ anti nyamuk
Pencahayaan
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Keberadaan Barang Bekas
di sekitar rumah
-
37
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Berhubungan
3.2 Hipotesa Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang akan
diteliti. Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah
dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan
mengujinya (Sugiyono, 2013). Berikut adalah hipotesis penelitian :
Ha = Ada hubungan antara keberadaan barang bekas di sekitar rumah
dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
Ha = Ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian DBD di wilayah
kerja Puskesmas Klagenserut.
Ha = Ada hubungan antara angka bebas jentik dengan kejadian DBD di
wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
Ha = Ada hubungan antara kebiasaan menggantung pakaian dengan kejadian
DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
Ha = Ada hubungan antara kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk dengan
kejadian DBD di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
-
38
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam
melakukan prosedur penelitian. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah penelitian analitik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survei yang dilakukan dengan melakukan penyebaran kuesioner dan
wawancara kepada responden secara langsung dengan pendekatan case control.
Penelitian case control merupakan rancangan penelitian yang membandingkan
antara kelompok kasus dan kelompok kontrol untuk mengetahui proporsi kejadian
berdasarkan ada tidaknya paparan. Rancangan penelitian ini dikenal dengan sifat
retrospektif yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu kejadian
yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat Alimul,
2012). Rancangan penelitian case control dapat digambarkan sebagai berikut:
Faktor Resiko +
Retrospektif (kasus) Efek +
Faktor Resiko -
Faktor Resiko +
Retrospektif (kontrol) Efek -
Faktor Resiko –
Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Case Control
Populasi
(Sampel)
-
39
Tahap- tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi variabel- variabel penelitian (faktor resiko dan efek)
b. Menetapkan subjek penelitian (populasi dan sampel)
c. Identifikasi kasus
d. Pemilihan subjek sebagai kontrol
e. Melakukan pengukuran retrospektif (melihat kebelakang) untuk
melihat faktor resiko
f. Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel
objek penelitian dengan variabel- variabel control.
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penelitian
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua penderita Demam Berdarah Dengue dan bukan
DBD yang tercatat dalam catatan medik di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut
Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun dengan periode 1 Januari 2017- Juni 2018
(1 tahun terakhir) sebanyak 30 kasus dengan perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari
populasi kasus sebanyak 30 responden dan populasi kontrol 30 responden. Jadi,
populasi dalam penelitian ini adalah 60 responden.
-
40
4.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian atau sejumlah cuplikan tertentu yang dapat diambil
dari suatu populasi dan diteliti secara rinci (Sujarweni, 2015). Kriteria sampel
yang diambil sebagai responden adalah kriteria inklusi yaitu karakteristik umum
subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti
sedangkan kriteria eksklusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena sebab (Nursalam, 2012). Sampel
dalam penelitian ini adalah total populasi yang diambil 30 responden untuk
kelompok kasus dan 30 responden kelompok pembanding atau kontrol adalah
keluarga yang anggotanya tidak/ belum pernah ada yang menderita kasus DBD
dengan perbandingan 1:1. Sehingga jumlah sampel yang memungkinkan pada
penelitian ini adalah 60 sampel. Sebenarnya, sampel yang lebih besar akan
memberikan hasil yang lebih akurat, tetapi memerlukan lebih banyak waktu,
tenaga, biaya, dan fasilitas-fasilitas lain (Notoatmodjo, 2012). Ada beberapa
kriteria sampel sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi sebagai sampel penelitian ini adalah:
1) Untuk Kasus
a) Bertempat tinggal dan menetap di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten
Madiun.
b) Pernah menderita penyakit Demam Berdarah Dengue dan
benar- benar terdiagnosa menderita DBD.
-
41
c) Dapat berkomunikasi dengan baik
2) Untuk Kontrol
a) Bertempat tinggal dan menetap di wilayah kerja
Puskesmas Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten
Madiun
b) Orang menderita penyakit dengan gejala yang sama DBD
tapi tidak terdiagnosa DBD.
c) Dapat berkomunikasi dengan baik
2. Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012).
1) Untuk Kasus
a) Pindah tempat tinggal saat dilakukan penelitian.
2) Untuk kontrol
a) Subyek tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian.
4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling cara atau teknik-teknik tertentu dalam mengambil sampel
penelitian sehingga sampel tersebut sedapat mungkin menwakili populasinya.
Teknik sampling sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling.
Total sampling yaitu semua anggota populasi dijadikan sebagai sampel penelitian
(Notoatmodjo, 2012). Karena jumlah populasi yang kurang dari 100, maka
seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya.
-
42
4.4 Kerangka Kerja Penelitian
Kerangka kerja atau operasional adalah kegiatan penelitian yang akan
dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan diteliti untuk mencapai tujuan
penelitian (Nursalam, 2013). Adapun kerangka kerja pada penelitian ini sebagai
berikut :
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian
Populasi
Semua Penderita DBD dan Tidak Penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun berjumlah 60 orang.
Sampel
Penderita DBD dan Tidak Penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun sebanyak 30 orang sebagai
kasus dan 30 orang sebagai kontrol dengan perbandingan 1 : 1
Teknik Sampling
Total Sampling
Uji Validitas, Uji Reabilitas Kuesioner, dan Pengukuran
Pengumpulan Data
Wawancara, Observasi, dan Pengukuran
Pengolahan Data
Editing, Coding, Entry, Cleaning, Tabulating
Analisis data
Chi-square
Hasil Penelitian dan
Kesimpulan
-
43
4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
4.5.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri yang
dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki
oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2012). Variabel ini dibedakan menjadi dua
yaitu variabel independent (variabel bebas) dan variabel dependent (variabel
terikat).
4.5.1.1 Variabel Independen / Variabel Bebas
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2013).
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah lingkungan ( keberadaan barang
bekas di sekitar rumah, pencahayaan, angka bebas jentik) dan perilaku ( kebiasaan
menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk ).
4.5.1.2 Variabel Dependen / Variabel Terikat
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas ( Sugiyono, 2013 ). Dalam penelitian ini
variabel dependen adalah kejadian Demam Berdarah Dengue.
4.5.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan semua istilah
yang akan digunakan dalam penelitian secara optimal, sehingga mempermudah
pembaca, penguji dalam mengartikan makna penelitian (Nursalam, 2008).
Adapun definisi operasional penelitian ini akan diuraikan dalam tabel berikut :
-
44
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Data Skor Kriteria
1 Keberadaan
barang bekas di
sekitar rumah
Keberadaan barang
bekas yang dapat
menampung air di luar
rumah (Nur Purwoko,
2012).
Tindakan responden
dengan keberadaan
barang bekas di luar
rumah seperti kaleng
bekas, batok kelapa,
ban bekas, drum dan
yang dapat
menampung air
lainnya.
(Nur Purwoko,
2012)
Kuesioner,
observasi
Nominal 0= Tidak
1= Ya
0 = Kurang Baik
-
45
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Data Skor Kriteria
3. Angka Bebas
Jentik
Ada tidaknya jentik
dalam tempat
penampung air di setiap
rumah (Rima, 2017)
Presentase jumlah
rumah yang tidak
ditemukan jentik
dengan jumlah
rumah yang
diperiksa (Kemenkes
RI, 2011)
Observasi Nominal 0= ada
jentik
1= tidak ada
jentik
0 = Kurang baik
-
46
No Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala
Data Skor Kriteria
(Nur Purwoko,
2012)
6. Kejadian
Demam
Berdarah
Dengue
Penyakit menular yang
disebabkan oleh virus
dengue melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti
(Yeni, 2009)
Dalam satu keluarga
pernah mengalami
penyakit dan
terdignosa Demam
Berdarah Positif
(Yeni, 2009)
Kuesioner Nominal 0=Kasus
1=Kontrol
0=Kasus, Warga yang
tercatat sebagai penderita
DBD di wilayah
puskesmas Klagenserut
1= Kontrol, Warga yang
tidak pernah tercatat
sebagai penderita DBD
di wilayah puskesmas
Klagenserut
-
47
4.6 Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena
alam maupun sosial yang diamati secara spesifik semua fenomena disebut
variabel penelitian (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini pengumpulan data
menggunakan sumber data primer, lembar kuesioner dan lembar observasi
dilakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap responden, lingkungan
serta dilakukan pengukuran pencahayaan dalam rumah dengan menggunakan lux
meter.
4.6.1 Kuesioner
Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik,
sudah matang, dimana responden tinggal memberikan jawaban. Kuesioner berisi
daftar pertanyaan terkait identitas responden dan variabel dalam penelitian yang
diajukan peneliti terhadap responden. Pertanyaan yang digunakan adalah angket
tertutup atau berstruktur dimana angket tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga
responden hanya tinggal memilih atau menjawab yang sudah ada (responden
hanya memberikan tanda (√) pada jawaban yang telah disediakan).
4.6.2 Uji Validitas
Pada pengamatan dan pengukuran observasi, harus diperhatikan beberapa
hal yang secara prinsip sangat penting yaitu uji validitas, reabilitas dan ketepatan
fakta dan kenyataan hidup (data) yang dikumpulkan dari alat dan cara
pengumpulan data maupun kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada
pengamatan atau pengukuran oleh pengumpul data (Nursalam, 2013).
-
48
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Untuk mengukur validitas soal
menggunakan rumus korelasi product moment pearson. Hasil r hitung
dibandingkan r tabel dimana df = n-2 dengan sig 5%. Jika r tabel < r hitung maka
valid (Sujarweni, 2015).
Hasil uji validitas kuesioner dengan perbandingan r hitung dan r tabel
menunjukkan 15 pertanyaan yang valid dengan mengeluarkan soal yang tidak
valid terdiri dari variabel independen (keberadaan barang bekas, kebiasaan
menggantung pakaian, dan kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk) dari total
item 18 pertanyaan dengan menggunakan jumlah responden sebanyak 20 dimana
diperoleh dengan menggunakan rumus korelasi product moment pearson yang
hasil r hitung dibandingkan r tabel dimana df (degree of freedom) = n-2, jadi df =
20-2=18, maka r tabel 0,378. Hasil uji validitas diperoleh nilai r hitung antara
0,431 sampai 0,923 (Terlampir pada lampiran).
4.6.3 Uji Reabilitas
Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2012). Realibilitas
(keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam
menjaab hal yang berkaitan dengan kontruk kontruk pertanyaan yang merupakan
dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner. Uji reabilitas
dapat dilihat pada nilai cronbach alpha, jika nilai Alpha > 0,60 maka kontruk
pernyataan yang merupakan dimensi variabel adalah reliabel (Sujarweni, 2014).
-
49
Hasil uji reliabilitas dapat dilihat dari nilai Cronbach’s Alpha, dimana nilai
Cronbach’s Alpha > 0,60 maka kontruk pertanyaan adalah reliabel. Hasil uji
reliabilitas kuesioner menunjukkan kontruk dari masing-masing variabel
dinyatakan reliabel. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel independen
(keberadaan barang bekas, kebiasaan menggantung pakaian, dan kebiasaan
penggunaan obat/ anti nyamuk) mempunyai konsistensi internal yang tinggi
dibuktikan dengan nilai koefisiensi Cronbach’s Alpha yang lebih besar dari r tabel
yaitu 0,774 > 0,60. (Selanjutnya, hasil uji reabilitas menggunakan spss 16,
terlampir).
4.6.5 Pengukuran
Pengukuran ini digunakan untuk mengukur suatu benda yang tidak dapat
dibaca melainkan untuk mengetahui hasilnya harus diukur. Satuan dalam
pengukuran ini macam-macam. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini
untuk mengetahui pencahayaan yang di dalam rumah yang dilakukan pada siang
hari (09.00-15.00) dengan menggunakan lux meter. Dengan prosedur kerja:
1) Siapkan alat Lux Meter
2) Tentukan titik pengukuran penerangan umum dengan titik potong
garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu
setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu dibedakan berdasarkan
luas ruangan sebagai berikut:
a. Luas ruangan
-
50
b. Luas ruangan 10m2- 100 m2: titik potong garis horizontal panjang
dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.
c. Luas ruangan > 100 m2: titik potong garis horizontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak setiap 6 (enam) meter.
3) Hidupkan alat lux meter dengan menekan tombol ON
4) Angka akan menunjukkan 000 (sebelum sensor cahaya dibuka) bukan
sensor cahaya
5) Perhatikan angka yang muncul pada layer lux meter
6) Angka yang berhenti paling lama menunjukkan besarnya intensitas
cahaya yang diukur
7) Kemudian catat angka yang muncul tersebut
8) Setelah selesai tekan tombol OFF
4.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut,
Kecamatan Jiwan Kabupaten Madiun.
4.7.2 Waktu Penelitian
Tabel 4.2 Waktu Penelitian
No Kegiatan Tanggal Pelaksanaan
1. Pengajuan Judul dan konsul 8 - 24 Februari 2018
2. Penyusunan dan bimbingan
proposal 10 Maret 2018 - 11 Mei 2018
3. Ujian Proposal 19 Mei 2018
4. Revisi Proposal 22 Mei 2018 - 25 Mei 2018
5. Pengambilan Data 6 Juli 2018 - 10 Juli 2018
6. Penyusunan dan Bimbingan Skripsi 20 Juli 2018 - 1 Agustus 2018
-
51
7. Ujian Skripsi 8 Agustus 2018
8. Revisi Skripsi 10 Agustus 2018
4.8 Prosedur Pengumpulan Data
4.8.1 Cara Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan
melakukan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian
untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Pengumpulan
data dengan cara observasi ini dapat digunakan apabila objek
penelitian adalah benda atau proses kerja. Observasi di lapangan
secara langsung mengenai kebiasaan menggantung pakaian,
keberadaan barang bekas di sekitar rumah, angka bebas jentik.
2. Wawancara
Adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data,
dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan
dari responden, berhadapan atau tatap muka dengan orang tersebut
(face to face). Wawancara untuk memperoleh data tentang kejadian
Demam Berdarah Dengue, mengenai kebiasaan menggantung pakaian,
kebiasaan penggunaan obat/ anti nyamuk, keberadaan barang bekas di
sekitar rumah.
3. Pengukuran
Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan nilai besaran yang
dikur dengan alat ukur yang telah ditetapkan sebagai satuan.
Pengukuran ini digunakan untuk mengukur suatu benda yang tidak
-
52
dapat dibaca melainkan untuk mengetahui hasilnya harus diukur.
Satuan dalam pengukuran ini macam-macam. Pengukuran yang
dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui pencahayaan yang di
dalam rumah dengan menggunakan lux meter.
4.8.2 Jenis Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari survei ke wilayah kerja Puskesmas
Klagenserut dan wawancara langsung kepada responden dengan
menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi, serta hasil
pengukuran pencahayaan di dalam rumah.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang diperoleh melalui instansi kesehatan berupa
jumlah penderita DBD, profil kesehatan berupa data kesakitan DBD,
dan instansi pemerintah yaitu desa berupa data alamat penderita DBD
yang berada di wilayah kerja Puskesmas Klagenserut.
4.9 Teknik Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian diolah dan dianalisa
menggunakan SPSS for windows. Teknik pengolahan data yang dilakukan pada
penelitian yaitu meliputi : (Notoatmodjo, 2012)
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa atau pengecekan kembali data
maupun kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat
-
53
dilakukan pada tahap pengumpulan data, pengisian kuesioner, dan
setelah data terkumpul (Notoatmodjo, 2012).
2. Coding
Coding adalah kegiatan memberikan kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri dari beberapa kategori, coding atau mengkode data
bertujuan untuk membedakan berdasarkan karakter ( Notoatmodjo,
2012 ). Coding pada penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan
kode angka pada setiap jawaban untuk mempermudah dalam
pengolahan dan analisis data. Data yang masuk dalam pengkodingan
adalah kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan obat/
anti nyamuk, keberadaan barang bekas di sekitar rumah, pencahayaan,
dan ABJ.
Tabel 4.3 Koding Variabel Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan
kejadian DBD
NO Variabel Koding Kategori Kriteria
1. Keberadaan barang
bekas di sekitar rumah
0 Kurang baik
-
54
3. Entry
Mengisi masing-masing jawaban dari responden dalam bentuk “kode�
top related