skripsi della kumplit pake telor pake nasi
Post on 06-Dec-2015
63 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TRISAKTI
SKRIPSI
PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENCEGAH
DAN MENDETEKSI KECURANGAN PADA
PT. COCA COLA INDONESIA
Diajukan oleh :
MERIEM DELLA SADRINA
NIM : 023070125
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT
GUNA MENCAPAI GELAR
SARJANA EKONOMI
2011
FACULTY OF ECONOMICS
TRISAKTI UNIVERSITY
THESIS
INTERNAL AUDIT ROLE IN PREVENTING AND
DETECTING FRAUD AT PT. COCA COLA INDONESIA
Submitted by :
MERIEM DELLA SADRINA
NIM : 023070125
SUBMITTED IN PARTIAL FULFILLMENT OF
THE REQUIREMENT FOR AWARD OF
ECONOMIC GRADUATE
2011
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS EKONOMI
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
1. Nama : Meriem Della Sadrina
2. N.I.M : 023070125
3. Jurusan : Akuntansi
4. Bidang/Konsentrasi Skripsi : Pemeriksaan Akutansi
5. Judul Skripsi : Peranan Audit Internal dalam Mencegah dan
Mendeteksi Kecurangan pada PT. Coca Cola
Indonesia
Jakarta, Maret 2011
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi
(Dra. Hj. Etty M. Nasser, Ak, MM)
Menyetujui,
Pembimbing Skripsi
(Prof. Dr. H. Yuswar Zainal Basri, Ak, M.B.A)
TRISAKTI UNIVERSITY
FACULTY OF ECONOMICS
THESIS APPROVAL
1. Name : Meriem Della Sadrina
2. Study ID No. : 023070125
3. Majoring : Accounting
4. Subject/Thesis Concentration : Audit
5. Thesis Title : Internal Audit Role in Preventing and Detecting
Fraud at PT. Coca Cola Indonesia
Jakarta, March 2011
Acknowledge by,
Head Major of Accounting
(Dra. Hj. Etty M. Nasser, Ak, MM)
Approved by,
Thesis Advisor
(Prof. Dr. H. Yuswar Zainal Basri, Ak, MBA)
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS EKONOMI
TANDA PENGESAHAN SKRIPSI
1. Nama : Meriem Della Sadrina
2. N.I.M : 023070125
3. Jurusan : Akuntansi
4. Bidang/Konsentrasi Skripsi : Pemeriksaan Akutansi
5. Judul Skripsi : Peranan Audit Internal dalam Mencegah dan
Mendeteksi Kecurangan pada PT. Coca Cola
Indonesia
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Tanggal : Maret 2011 KETUA : .............................................................
(Dr.Muhammad Nuryatno, Ak, MM)
Tanggal : Maret 2011 PEMBIMBING : ..........................................................
( Prof. Dr. H. Yuswar Zainal Basri, Ak, MBA)
Tanggal : Maret 2011 ANGGOTA : .........................................................
(Drs.Chairulhadi M.Anik, Ak, MBA)
Telah disetujui dan diterima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.
Jakarta, Maret 2011
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi (Dra. Hj. Etty M. Nasser, Ak, MM)
TRISAKTI UNIVERSITY
FACULTY OF ECONOMICS
THESIS LEGALIZATION FORM
1. Name : Meriem Della Sadrina
2. Study ID No. : 023070125
3. Majoring : Accounting
4. Subject/Thesis Concentration : Audit
5. Thesis Title : Internal Audit Role in Preventing and Detecting
Fraud at PT. Coca Cola Indonesia
COMMITTEE OF THESIS EXAMINER
Date : March 2011 CHAIRMAN : .............................................................
(Dr. Muhammad Nuryatno, Ak, MM)
Date : March 2011 ADVISOR : ..........................................................
( Prof. Dr. H. Yuswar Zainal Basri, Ak, MBA)
Date : March 2011 MEMBER : .........................................................
(Drs. Chairulhadi M. Anik Ak, MBA)
Have approved and received submitted in partial fulfillment of the requirement for
award of Sarjana Ekonomi.
Jakarta, March 2011
Acknowledge by,
Head Major of Accounting
(Dra. Hj. Etty M. Nasser, Ak, MM)
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Meriem Della Sadrina
N.I.M : 023070125
Jurusan : AKUNTANSI
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah murni hasil karya sendiri. Apabila saya mengutip
dari karya orang lain, maka saya akan mencantumkan sumbernya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Saya bersedia dikenakan sanksi pembatalan skripsi ini apabila
terbukti melakukan tindakan plagiat.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta, Februari 2011
Meriem Della Sadrina
NIM : 023070125
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar
sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu, meluangkan waktu dan tenaga, memberikan
dorongan dan semangat dan memberikan bimbingan atas penulisan skripsi ini, terutama
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Yuswar Zainal Basri, Ak, MBA, selaku Dosen Pembimbing
Skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta waktu selama proses
bimbingan skripsi.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Farida Jasfar, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.
3. Ibu Dra. Etty M. Nasser, Ak, MM selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Trisakti.
4. Keluarga tercinta, Papa, Mama yang telah memberikan dukungan, doa dan perhatian
yang diberikan tanpa henti kepada penulis.
5. Bang Aldi atas perhatiannya dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Yayat Usmandar, dan segenap karyawan lainnya dari PT. Coca Cola yang
telah bekerja sama dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan oleh
penulis.
7. Sahabat-sahabat terbaik (Shinta, Indy, Selly, Putra, Irwan, Anta, Icha, Saras, Ivan,
Nadia) terima kasih atas dukungan serta doa yang diberikan kepada penulis.
8. Segenap dosen Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti yang telah membekali penulis
dengan penuh dedikasi selama studi penulis di Universitas Trisakti.
9. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa saya sebutkan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan
karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis
membuka hati bagi para pembaca untuk memberikan segala kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya. Akhir
kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Febuari 2011
Penulis
Meriem Della sadrina
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
Daftar Tabel vi
Daftar Lampiran vii
Abstrak viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Perumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Manfaat Penelitian 6
1.5. Sistematika Pembahasan 7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka 9
2.1.1. Pengertian Peranan 9
2.1.2. Audit Internal 9
2.1.3. Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal 12
2.1.4.Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit Internal 17
2.1.5. Kualifikasi Audit Internal yang Memadai 19
2.1.6. Program Audit Internal 22
2.2. Pengendalian Internal 23
2.2.1. Pengertian Pengendalian Internal 24
2.2.2. Tujuan Pengendalian Internal 25
2.2.3. Komponen Pengendalian Internal 26
2.3. Kecurangan (Fraud) 28
2.3.1. Pengertian Kecurangan (Fraud) 29
2.3.2. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Fraud 30
2.3.3. Unsur-Unsur Fraud 32
2.3.4. Jenis dan Bentuk Fraud 33
2.4. Hubungan Pengendalian Internal, Audit Internal dan Fraud 36
2.5. Peran Audit Internal dalam Mencegah Kecurangan 37
2.6. Peran Audit Internal dalam Mendeteksi Kecurangan 40
2.7. Kerangka Konseptual 41
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional Variabel 43
3.2. Teknik Penelitian 44
3.3. Pembatasan Penelitian 45
3.4. Teknik Pengumpulan Data 45
3.5. Teknik Penulisan Data 46
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian 47
4.1.1. Sejarah PT Coca Cola 47
4.1.2. Organisasi Perusahaan Coca Cola 49
4.1.3. Visi Misi Perusahaan Coca Cola 51
4.1.4. Organisasi Internal Audit Perusahaan Coca Cola 51
4.2. Tugas Tugas dan Tanggung Jawab Internal Audit 53
4.2.1. Finance Director 53
4.2.2. National Examiner Manager 53
4.2.3. Examiner Manager 54
4.3. Scope Internal Audit 56
4.3.1. Tahap Perencanaan 56
4.3.1.1.Planning and Analysis Sheet 57
4.3.1.2.Pengumpulan Data (Data Gathring) 80
4.3.1.3.Ruang Lingkup Pemeriksaan 81
4.3.2. Tahap Pengerjaan Lapangan 83
4.3.2.1.Populasi Data dan Sampel Data 90
4.3.2.2.Checklist 91
4.3.2.3.ProsedurExaminasi (ExaminationProcedure) 95
4.3.2.4.Pengukuran Materialitas 96
4.3.2.5.Man Days / Man Hours 97
4.3.2.6.Independent and Joint Review 98
4.3.3. Hasil Temuan 99
4.3.3.1.Contoh Fraud yang Terjadi 99
4.3.3.2.Cara Mendeteksinya 103
4.3.3.3.Cara Mencegahnya 105
4.3.4. Tahap Pelaporan 107
4.3.4.1.Kertas Kerja (Worksheet) 108
4.3.4.2.Audit Memorandum 115
4.3.4.3.Examiner Report (Laporan Examiner) 117
4.3.4.4.Monitoring Tools 120
4.3.4.5.Laporan Lain 121
4.3.4.5.1.KPI Examiner 122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 132
5.1. Kesimpulan 132
5.2. Keterbatasan 135
5.3. Saran 136
DAFTAR PUSTAKA 137
LAMPIRAN 139
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Analisa Kelemahan Internal Cotrol 62-66
Tabel 4.2 Planning and Analysis Sheet 75-77
Tabel 4.3 Contoh Checklist 92
Tabel 4.4 Contoh Pembuatan Tickmarks 110
Tabel 4.5 Kode Standar untuk Working Paper 112
Tabel 4.6 Standar Urutan Dokumen dan Pengkodean Working Paper 113-114
Tabel 4.7 Audit Memorandum 115
Tabel 4.8 Examiner Report 118
Tabel 4.9 KPI dan Penilaian Examiner 124-125
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1.GDM Cycle PT Coca Cola 140
Lampiran 2.Production Cycle PT Coca Cola 141
Lampiran 3.Surat Keterangan Riset dari P.T. Coca Cola Distribution Indonesia 143
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian studi kasus dengan menggunakan data primer dan sekunder sebagai sumber datanya. Seiring dengan semakin kompleksnya operasional dalam perusahaan, maka manajemen puncak memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan berbagai operasi yang ada untuk menelaah keefektifan kinerja yang memuaskan, walaupun telah dibangun sistem pengawasan tertentu. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengetahui apakah prosedur -prosedur yang telah ditetapkan telah ditaati, apakah para karyawan bekerja dengan efisien, apakah pendekatan-pendekatan yang ada masih efektif pada kondisi ekonomi saat ini. Keterbatasan komunikasi antara manajemen puncak dengan lini operasional perusahaan dalam perusahaan inilah yang dapat menimbulkan kecurangan seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, pemalsuan, dan lain-lain. Namun dalam praktiknya, seringkali terdapat kekeliruan dan ketidaksesuaian dengan standar hukum yang berlaku. Penulis mengambil contoh pada PT. Coca-Cola yang kita sering anggap sebagai suatu perusahaan yang besar, ternyata di dalamnya juga terdapat bentuk-bentuk kecurangan di dalam perusahaan tersebut. Penulis memberikan kesimpulan bahwa sangat pentingnya pengendalian internal di dalam perusahaan, baik dari segi manajemen, pengawasan maupun prosedur dari perusahaan. Penulis juga memberikan saran kepada setiap perusahaan untuk memperkuat sistem pengendalian internal dan melakukan evaluasi pekerjaan yang sudah dilakukan oleh internal auditor. Kata kunci : Pengendalian Internal, Audit Internal, Audit Kecurangan
ABSTRACT
This thesis uses the research methods case study using primary and secondary data as source data. Along with the increasing complexity of operations within the company, the top management have limitations in communicating with the various operations that exist to examine the effectiveness of the performance is satisfactory, although a specific surveillance system has been built. This raises the difficulty in knowing whether the procedures established were followed, whether the employees work efficiently, with existing approaches are still effective in the current economic conditions. The limited communication between top management with the company's operations in the company's line in this company can cause to fraud such as theft, extortion, embezzlement, forgery, and others. However, in practice, usually there is confusion and incompatibility with the applicable legal standards. The author takes the example of PT. Coca-Cola that we think as a large company, it also contained other forms of fraud. The author concludes that the very importance of internal control in the company, both in terms of management, oversight and procedures of the company. The authors also give advice to each company to strengthen internal control systems and evaluate the work already done by internal auditors. Keyword : Internal Control, Internal Audit, Fraud Audit
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tujuan dari sebuah organisasi adalah mencapai tujuan sesuai dengan yang
digariskan pada awal pendiriannya. Umumnya tujuan dari suatu manajemen
organisasi adalah mengamankan kekayaannya, untuk menjamin kepastian akan
terhindarkannya dari kewajiban yang yang tidak sebagaimana mestinya, kepastian
tentang kecermatan dan kendala akuntansinya, tercapainya efisiensi operasional,
dan dipatuhinya kebijakan-kebijakan yang digariskan manajemen.
Seiring dengan semakin kompleksnya operasional dalam perusahaan, maka
manajemen puncak memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan berbagai
operasi yang ada untuk menelaah keefektifan kinerja yang memuaskan, walaupun
telah dibangun sistem pengawasan tertentu. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam
mengetahui apakah prosedur -prosedur yang telah ditetapkan telah ditaati, apakah
para karyawan bekerja dengan efisien, apakah pendekatan-pendekatan yang ada
masih efektif pada kondisi ekonomi saat ini. Keterbatasan komunikasi antara
manajemen puncak dengan lini operasional perusahaan dalam perusahaan inilah
yang dapat menimbulkan kecurangan seperti pencurian, pemerasan, penggelapan,
pemalsuan, dan lain-lain.
Semua perusahaan mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan
yang optimal dari kegiatan operasionalnya yaitu dengan mengelola dan
memanfaatkan sumber daya serta dana yang dimiliknya. Kegiatan perusahaan ini
harus terencana dengan baik. Namun dalam praktiknya, seringkali terdapat
kekeliruan dan ketidaksesuaian dengan standar hukum yang berlaku. Kekeliruan
dan ketidaksesuaian standar tersebut merupakan bentuk dari adanya kecurangan
yang meliputi kelemahan, kesalahan, dan penggelapan. Kelemahan menggambarkan
kondisi atau kegiatan yang bukan mengenai apa yang seharusnya terjadi termasuk
sistem yang tidak mencapai tujuan yang diinginkan. Kesalahan (errors)
menunjukkan adanya kekeliruan yang dilakukan secara tidak sengaja dan adanya
ketidakberesan (irregularities) yang dilakukan secara sengaja. Sedangkan
penggelapan adalah suatu usaha penyembunyian kesalahan dengan maksud menipu
pihak lain. Hal-hal ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berada di
lingkungan perusahaan itu sendiri dan biasanya dilakukan oleh individu yang
memiliki pengetahuan dan berpengalaman di bidangnya.
Praktek kecurangan merupakan satu dari berbagai macam permasalahan
yang terjadi di dalam lingkungan organisasi. Praktek kecurangan itu dapat terjadi
bahkan pada organisasi yang memiliki pengendalian internal yang baik sekalipun.
Bahwa gejala kecurangan dapat dilihat jika seseorang melihat dengan cukup lama
dan mendalam. Bahwa pelaku kecurangan dapat datang dari segala tingkat
manajemen atau masyarakat.
Kecurangan (fraud) dapat didefinisikan sebagai tindakan kriminal (crime)
yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau beberapa orang berupa
kecurangan / ketidakberesan (irregularities) atau penipuan yang melanggar hukum
(illegal act) untuk mendapatkan keuntungan atau mengakibatkan kerugian suatu
organisasi (perusahaan). Pengetahuan dan keahlian mengenai fraud auditing
menjadi kebutuhan mendesak bagi auditor internal yang mengharapkan pelaksanaan
audit atas fraud dapat berjalan dengan lancar.
Kecurangan mungkin saja terjadi di perusahaan-perusahaan besar. Menurut
Albrecht (2009:31) yang mengutip dari Greer hal ini dikarenakan tiga alasan, yaitu :
1. Incentive / Pressure, adalah ketika manajemen atau karyawan mendapat insentive atau justru mendapat tekanan (pressure) sehingga mereka commited untuk melakukan fraud.
2. Opportunity, adalah peluang terjadinya fraud akibat lemahnya atau tidak efektifnya control sehingga membuka peluang terjadinya fraud.
3. Rationalization / Attitude, menjelaskan teori yang menyatakan bahwa fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang membolehkan terjadinya fraud.
Bentuk-bentuk kemungkinan terjadinya kecurangan yang dapat timbul
diantaranya meliputi management fraud dan employee fraud. Management fraud
yang terjadi dalam bentuk penggelapan aktiva perusahaan, misalnya penggelapan
uang perusahaan yang didukung dengan pemanipulasian laporan keuangan, dimana
data dan informasi akuntansi yang akan disajikan dalam laporan keuangan diubah
dengan sengaja. Sedangkan employee fraud yang terjadi diantaranya pemalsuan
daftar gaji yaitu dengan meciptakan karyawan palsu, kemudian menguangkan gaji
tersebut. Kecurangan ini harus dapat diantisipasi agar tidak menghambat kemajuan
perusahaan itu sendiri dengan melakukan Audit Internal yang memiliki tugas
sebagai alat pengawasan atas keseluruhan jaringan kegiatan perusahaan. Situasi dan
kondisi dalam perusahaan ini akan terlihat dari analisis tim auditor. Kekeliruan dan
ketidaksesuaian prosedur di lapangan akan dapat segera diperbaiki melalui saran
auditor, sehinga kesalahan fatal dalam perusahaan dapat dihindari.
Audit internal yang digunakan sebagai suatu cara untuk mencegah
kecurangan dalam perusahaan yang kegiatannya meliputi menguji dan menilai
efektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal yang ada dalam organisasi.
Fungsi audit internal ini dalam suatu perusahaan dapat berupa divisi, departemen,
fungsi bisnis, proses bisnis, layanan informasi, sistem, atau proyek. Tanpa audit
internal, dewan direksi atau pimpinan unit tidak akan memiliki sumber informasi
internal yang bebas mengenai kinerja organisasi. Hal ini sesuai dengan definisi
audit menurut Tugiman (2001:11) adalah sebagai berikut :
“Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan”
Berbeda dengan penelitian terdahulu oleh Marka (2007) berdasarkan tahun
penelitiannya adalah tahun 2007 sedangkan penelitian sekarang adalah tahun 2010
dan objek penelitian sebelumnya adalah PT. Asuransi Beringin Sejahtera sedangkan
objek penelitian sekarang PT. Coca Cola. Dalam penelitiannya Marka (2007)
memperoleh kesimpulan bahwa pemeriksa harus selalu melaksanakan tugasnya
dengan menggunakan “due proffesional care” nya secara maksimal. Pendeteksian
fraud memerlukan pengetahuan yang cukup mendalam mengenai karakteristik dan
penyebab terjadinya fraud, dan pemeriksa juga harus menggunakan professional
judgment dalam membuat skala prioritas antara kegiatan yang fraud oriented
dengan kegiatan operational fraud. Menurut Marka, tidak ada satupun pengendalian
yang dapat mencegah collusion, juga tidak satupun pengendalian yang dapat
mengungkapkan fraud segera setelah fraud terjadi.
Menyadari pentingnya fungsi audit internal dalam tubuh organisasi
perusahaan, Penulis bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai seberapa
jauh peranan audit internal dalam mencegah dan mengungkapkan kecurangan
(fraud).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian
dalam penyusunan skripsi dengan judul :
“Peranan Audit Internal Dalam Mencegah Dan Mendeteksi
Kecurangan (Fraud)” (studi kasus pada PT. Coca Cola)”
Penulis memilih perusahaan tersebut karena perusahaan tersebut
merupakan perusahaan penghasil merk minuman bersoda yang paling dikenal dan
paling luas penjualannya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan judul diatas, maka pembahasan akan dititikberatkan pada masalah
pokok yang diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apakah peran Audit Internal di dalam perusahaan dapat mencegah terjadinya
praktek kecurangan (fraud)?
2. Apakah peran Audit Internal di dalam perusahaan dapat mendeteksi terjadinya
praktek kecurangan (fraud)?
3. Apakah peran Internal Control di dalam perusahaan bisa mengurangi terjadinya
praktek kecurangan (fraud)?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui peran Audit Internal suatu perusahaan dalam mencegah
terjadinya praktek kecurangan (fraud).
2. Untuk mengetahui peran Audit Internal suatu perusahaan dalam mendeteksi
terjadinya praktek kecurangan (fraud).
3. Untuk mengetahui peran Internal Control suatu perusahaan dalam mengurangi
terjadinya praktek kecurangan (fraud).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis :
Penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Strata 1, Sarjana
Ekonomi Universitas Trisakti. Dan juga akan menambah dan memperdalam
pengetahuan mengenai auditing.
2. Bagi Perusahaan :
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan, informasi, dan
kelengkapan data yang bermanfaat dalam pengembangan perusahaan.
3 Bagi Pihak Lain :
Sebagai sumbangan pemikiran dan informasi dalam bidang audit internal, dan
dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi dan studi perbandingan.
1.5 Sistematika Pembahasan
Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini tersusun atas :
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tehnik
penelitian dan sistematika pembahasan yang merupakan uraian singkat
mengenai bab-bab dalam skripsi.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisi tinjauan pustaka atas teori-teori yang dianggap relevan
dengan penelitian ini. Selain itu, teori-teori yang ada juga digunakan
sebagai bahan perbandingan dalam menganalisa hasil penelitian.
BAB III : Metodologi Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan secara lengkap tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam penelitian ini.
BAB IV : Analisis dan Pembahasan
Bab ini berisikan tentang deskripsi obyek penelitian yang meliputi
sejarah perusahaan, struktur organisasi, kegiatan usaha serta visi dan
misi perusahaan. Dalam bab ini, penulis juga akan membahas dan
menganalisa peran audit internal dalam mencegah dan mendeteksi
kecurangan (fraud) pada PT. Coca Cola.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan kesimpulan berdasarkan analisa serta penyidikan
yang dilakukan dan mengemukakan saran-saran untuk pengembangan
dan perbaikan yang menjadi objek penelitian.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian Peranan
Pengertian peranan menurut Soerjono (1999:268) adalah sebagai berikut :
“Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah menjalankan suatu peranan.”
Definisi diatas dapat memberikan petunjuk bahwa usaha audit internal
dalam mencegah kecurangan yang kemungkinan terjadi dapat berguna
untuk kelangsungan dan kemajuan organisasi itu sendiri.
2.1.2 Audit Internal
Audit Internal muncul pertama kali dalam dunia usaha sesudah adanya
audit akuntan publik. Faktor utama diperlukannya audit internal adalah
meluasnya rentang kendali yang dihadapi pimpinan perusahaan yang
mempekerjakan ribuan karyawan dan mengelola kegiatan di berbagai
tempat yang terpencar. Berbagai penyimpangan dan ketidakwajaran
dalam menyelenggarakan buku perusahaan merupakan masalah nyata
yang harus dihadapi.
Untuk mendeteksi dan mencegah berbagai masalah yang ada di dalam
perusahaan diperlukan audit internal untuk melakukan pengawasan
dengan cara menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan perusahaan
tersebut.
Secara umum audit internal adalah fungsi penilaian yang dalam suatu
organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang
dilaksanakan. Penilaian tersebut meliputi seluruh aktivitas perusahaan
termasuk penilaian terhadap struktur organisasi, rencana-rencana,
kebijakan, prestasi pegawai, dan ketaatan terhadap prosedur.
Pengertian audit internal menurut Tugiman (2001:11) adalah sebagai
berikut:
“Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan.”
Dan menurut institute of internal auditors mengenai pengertian audit
internal (IIA, 2004:370) adalah :
“Internal auditing is an independent appraisal function established within an organization.”
Menurut pernyataan IIA tersebut, audit internal adalah suatu fungsi
penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk
memeriksa dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa
yang diberikan bagi organisasi.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa pengertian audit
internal mencakup :
1. Audit internal merupakan suatu aktivitas penilaian independen dalam
suatu organisasi. Ini berarti bahwa orang yang melakukan penilaian
tersebut adalah pegawai perusahaan;
2. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal,
independensi dan objektivitas harus dipegang;
3. Dalam pengukuran yang dilakukan oleh auditor internal bertangung
jawab langsung pada pimpinan;
4. Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik
finansial maupun non finansial;
5. Menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan
dijalankan sesuai dengan target dalam mencapai tujuan organisasi.
Pengertian audit internal menurut Agoes (2004:221)adalah sebagai
berikut :
“Audit internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi berlaku.”
Peraturan pemerintah yang dimaksud sebelumnya misalnya peraturan
bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan,
perindustrian, dan lain-lain.
Sedangkan pengertian audit internal menurut Mulyadi (2002:211) adalah
sebagai berikut:
“Audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang terdapat dalam organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi dan kegiatan lain untuk memberikan jasa kepada manajemen.”
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa audit
internal adalah:
1. Suatu aktifitas yang independen dan objektif
2. Aktivitas pemberi jaminan, kekayaan, dan konsultasi
3. Dirancang untuk memberikan nilai tambah serta meningkatkan
kegiatan operasi organisasi
4. Membantu organisasi dalam mencapai tujuannya
5. Memberikan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengevaluasi
dan meningkatkan manajemen risiko, pengendalian, serta proses
pengaturan dan pengelolaan organisasi.
2.1.3 Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Internal
Adapun tujuan audit internal menurut Sawyer (2003:65) yang
dikemukakan adalah sebagai berikut :
“The objective of internal auditing is to assist member of the organizatiton in the effective discharge of their responsibilities. To this end, internal auditing furnishes them with analyses, appraisal, recommendations, counsels, and information concerning the activities
reviewed. The audit objective includes promoting effective control at a reasonable cost.”
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa tujuan dari audit internal
adalah untuk mengetahui efektivitas anggota dalam organisasi terhadap
tanggung jawab mereka. Audit internal melakukan analisis, penilaian,
memberikan rekomendasi, mencari informasi yang berhubungan dengan
aktivitas yang sedang diperiksa. Tujuan dari audit ini juga mencakup
peningkatan pengendalian yang efektif terhadap suatu biaya yang
dianggap pantas atau diterima.
Dari pernyataan yang dikemukakan tentang tujuan audit internal yang
dialih bahasakan oleh Tugiman (2006:99) dapat diartikan sebagai berikut:
“Tujuan pelaksanaan audit internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, auditor internal akan memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, petunjuk, dan informasi sehubungan dengan kegiatan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan intern mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan wajar.”
Dengan kata lain tujuan audit internal adalah memberikan pelayanan
kepada organisasi untuk membantu semua anggota organisasi tersebut.
Bantuan yang diberikan sebagai tujuan akhir agar semua organisasi dapat
melakukan semua tanggung jawab yang diberikan dan dibebankan
kepadanya secara efektif. Audit internal membantu manajemen dalam hal
mencari kemungkinan yang paling baik dalam penggunaan sumber modal
secara efisien dan efektif, termasuk efektivitas pengendalian dalam biaya
wajar. Semua bantuan audit internal tersebut diberikan melalui analisis-
analisis, penilaian, saran-saran, bimbingan, dan informasi tentang
aktivitas yang diperiksa.
Kegiatan audit internal yang dijalankan pada dasarnya haruslah
mencakup kegiatan:
1. Verification ( Pembuktian )
Merupakan pemeriksaan dokumen, catatan dan laporan untuk
menentukan tingkat penyesuainnya dengan keadaan yang
sebenarnya. Pada umumnya, kegiatan diverifikasi ini meliputi catatan,
laporan aktiva dan keuangan.
2. Compliance ( Kepatuhan )
Kegiatan ini berkaitan dengan tingkat ditaatinya kebijakan, peraturan,
prosedur dan praktik-praktik usaha yang baik.
3. Evaluation ( Penilaian )
Evaluasi terdiri dari dua fungsi penilaian, pertama adalah fungsi
penilaian berbagai tingkat manajemen yang memberikan umpan balik
bagi manajemen puncak mengenai efektivitas manajer bawahan.
Kedua, adalah fungsi untuk me-review dan menetapkan struktur
pengendalian pencegahan di dalam suatu organisasi yang memberikan
umpan balik bagi eksekutif akuntansi mengenai keefektifan struktur
tersebut.
Ruang lingkup kegiatan audit internal mencakup bidang yang sangat luas
dan kompleks meliputi seluruh tingkatan manajemen baik yang sifatnya
administratif maupun operasional. Hal tersebut sesuai dengan komitmen
bahwa fungsi audit internal adalah membantu manajemen dalam
mengawasi jalannya roda organisasi. Namun demikian, audit internal
bukan bertindak sebagai mata-mata tetapi merupakan mitra yang siap
membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
Ruang lingkup audit internal menurut Russell (2003:13) adalah sebagai
berikut :
“The scope of internal audit should encompass the examination and evaluation of the adequacy and effectiveness of the organizatitons system of internal control and the quality of performance in carrying out asigned responsibilites.”
Russell mengemukakan bahwa ruang lingkup dari audit internal harus
meliputi pemeriksaan dan evaluasi yang cukup serta efektivitas sistem
pengendalian intern perusahaan dan kualitas kerja sesuai dengan
tanggung jawabnya.
Sedangkan ruang lingkup dari audit internal menurut IIA (2004:157)
adalah sebagai berikut:
“Internal auditors should consider the following suggestions when evaluating an organization’s governance activities related to information security.”
Auditor internal harus memperhatikan saran atau usul ketika
mengevaluasi kinerja perusahaan berkaitan dengan keamanan informasi.
Ruang lingkup audit internal menurut Tugiman (2006:99-100) sebagai
berikut :
“Ruang lingkup pemeriksaan intern menilai keefektifan sistem pengendalian intern serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian intern yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Pemeriksaan internal harus :
- Me-review keandalan ( reabilitas dan integritas ) informasi finansial dan operasional serta cara yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengklasifikasikan dan melaporkan informasi tersebut.
- Me-review berbagai sistem yang telah ditetapkan untuk memastikan kesesuaian dengan berbagai kebijakan, prosedur, hukum dan peraturan yang dapat berakibat penting terhadap kegiatan kegiatan organisasi serta harus menentukan apakah organisasi telah mencapai kesesuaian dengan hal-hal tersebut.
- Me-review berbagai cara yang dipergunakan untuk melindungi harta dan bila dipandang perlu, memverifikasi keberadaan harta-harta tersebut.
- Menilai keekonomisan dan keefisienan penggunaan berbagai sumber daya.
- Me-review berbagai operasi atau program untuk menilai apakah hasilnya konsisten dengan tujuan dan sarana yang telah ditetapkan dan apakah kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan.”
Jadi secara terperinci, ruang lingkup audit internal adalah melakukan
penilaian atas pengendalian intern, penilaian atas pencatatan laporan
perusahaan, serta penilaian atas hasil seluruh kegiatan perusahaan. Audit
internal juga harus memberikan keyakinan bahwa catatan laporan dan
pelaksanaan kegiatan bagi perusahaan telah dilaksanakan dengan baik.
Tujuan dan ruang lingkup audit internal sangat luas tergantung pada besar
kecilnya organisasi dan permintaan dari manajemen organisasi yang
bersangkutan.
2.1.4 Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit Internal
Audit internal mempunyai tanggung jawab dan kewenangan audit atas
penyediaan informasi untuk menilai keefektifan sistem pengendalian
internal dan mutu pekerjaan organisasi perusahaan.
Oleh karena itu, kepala bagian audit internal harus menyiapkan uraian
tugas yang lengkap mengenai tujuan, kewenangan dan tanggung jawab
bagian audit internal. Hal ini sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal
yang dikutip oleh Konsersium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:8)
tentang tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab audit internal :
“Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter audit internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.”
Dari kutipan diatas, dapat diketahui bahwa tujuan, kewenangan dan
tanggung jawab audit internal di dalam organisasi perusahaan harus
dinyatakan secara jelas dalam dokumen tertulis yang formal dan disetujui
oleh dewan komisaris. Dokumen tersebut harus menjelaskan tujuan dari
bagian audit internal khususnya ruang lingkup audit. Namun demikian,
bagian audit internal tidak memiliki tanggung jawab atau kewenangan
terhadap aktivitas yang diauditnya.
Dalam menjalankan fungsinya, seorang audit internal dituntun untuk
mempunyai kecakapan teknis dan teoritis yang memadai, yang disertai
dukungan yang tegas dari manajemen, sehingga dengan adanya dukungan
tersebut diharapkan dapat diperoleh suatu umpan balik dari manajemen.
Dengan kata lain, dengan adanya dukungan dan otorisasi dari
manajemen, saran dan temuan-temuan akan diperhatikan dan diadakan
tindak lanjut, karena audit yang dilakukan adalah untuk dan atas nama
manajemen.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2003,322:1) tanggung jawab
auditor internal adalah sebagai berikut :
“Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lain kepada manajemen entitas dan dewan komisaris, atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung jawabnya tersebut, auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan akktivitas yang diauditnya.”
Jadi jelas bahwa tanggung jawa auditor internal adalah memberikan
informasi dan saran-saran kepada manajemen dan mengkoordinasikan
aktivitasnya dengan bagian lainnya agar tujuan audit tercapai dan tujuan
perusahaan tercapai.
Menurut Arens et al (2005:136) tanggung jawab auditor internal adalah
sebagai berikut :
“The auditor has a responsibility to plan and perform the audit to obtain reasonable assurance about whether the financial statements are free of material misstatement, whether cause by error or fraud.”
Arens mengemukakan bahwa auditor memiliki tanggung jawab untuk
merencanakan dan menunjukan hasil pemeriksaannya untuk memperoleh
keyakinan yang memadai mengenai apakah laporan keuangan tersebut
bebas dari kesalahan material dan apakah disebabkan oleh kesalahan atau
kecurangan.
2.1.5 Kualifikasi Audit Internal yang Memadai
Kualifikasi audit internal meliputi independensi serta kompetensi.
Pelaksanaan audit internal dikatakan memadai jika kedua hal tersebut
telah tercapai.
a) Independensi audit internal
Audit Internal adalah aktivitas penilaian di dalam suatu organisasi
untuk meneliti operasi akuntansi, keuangan serta operasi lainnya
secara tidak memihak (independent). Independensi adalah suatu hal
pokok untuk mencapai keefektifan tim audit internal.
Arens, Elder, and Belsey (2006:83) mengemukakan bahwa :
“Independence in fact exist when the auditor is actually able to maintain an unbiased attitude throughout the audit, whereas independence in appearance is the result of other interpretations of this independence.”
Dari kutipan diatas, dapat diketahui bahwa dalam melakukan berbagai
kegiatan audit, dibutuhkan independensi karena adanya harapan untuk
mendapatkan suatu pertimbangan yang tidak memihak.
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15)
menyatakan bahwa:
“Fungsi audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi tersebut memenuhi tanggung jawabnya. Independensi akan meningkatkan jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap pimpinan dan dewan organisasi.”
b) Kompetensi Audit Internal
Dengan audit internal memiliki kompetensi yang baik, maka tujuan
perusahaan dapat tercapai seperti yang telah direncanakan.
Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:57),
menyatakan bahwa:
“Penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan profesional.”
Keahlian dan kecermatan profesional dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Keahlian
Audit internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab
perorangan. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki
atau memperoleh pengetahuan, keterampilan dan kompetensi
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
a. Penanggung jawab fungsi audit internal harus memperoleh
saran dan asistensi dari pihak yang kompeten jika pengetahuan,
keterampilan dan kompetensi dari staf auditor internal tidak
memadai untuk pelaksanaan atau seluruh penugasannya.
b. Auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai
untuk dapat mengetahui adanya indikasi kecurangan.
c. Fungsi audit internal secara kolektif harus memiliki
pengetahuan tentang risiko dan pengendalian yang penting
dalam bidang teknologi informasi dan teknik-teknik audit
berbasis teknologi informasi yang tersedia.
2. Kecermatan Profesional
Audit internal merupakan kecermatan dan keterampilan yang
layak dilakukan oleh seorang audit internal yang independen dan
kompeten dengan mempertimbangkan ruang lingkup penugasan,
kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan,
kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian dan
proses governance. Penggunaan biaya dan manfaat penggunaan
sumber daya dalam penugasan, penggunaan teknik-teknik dengan
bantuan komputer dan teknik-teknik analisisnya.
3. Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan
Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan
dan kompetensinya melalui Pengembangan Profesional yang
Berkelanjutan.
Dari kutipan diatas maka dapat disimpulkan bahwa keahlian dan
kecermatan profesional harus dilaksanakan dengan
memperhatikan ketiga unsur diatas.
2.1.6 Program Audit Internal
Program audit menurut Standar for Professional Practice Internal
Auditing tahun 2000 yang dikutip oleh Boynton et al (2001:983) adalah
sebagai berikut :
“1. Planning the audit, auditor internal harus merencanakan setiap pelaksanaan audit.
2. Examining and avaluating information, auditor internal harus
mengumpulkan, menganalisa, menafsirkan dan mendokumentasikan informasi untuk mendukung hasil audit.
3. Communicating result, auditor internal harus melaporkan hasil pekerjaan audit mereka.
4. Following up, auditor internal harus melakukan tindak lanjut untuk meyakinkan bahwa tindakan tepat telah diambil dalam melaporkan temuan audit.”
Adapun menurut Konsorsium Organisasi Profesional Audit Internal
(2004:15) mendefinisikan program audit bahwa :
“Dalam melaksanakan penugasan, audit internal mempertimbangkan sasaran penugasan, alokasi sumber daya penugasan, serta program kerja penugasan.”
Program audit yang baik mencakup :
1. Tujuan audit dinyatakan dengan jelas dan harus tercapai atas
pekerjaan yang direncanakan.
2. Disusunkan sesuai dengan penugasan yang bersangkutan.
3. Langkah kerja yang terperinci atas pekerjaan yang harus dilakukan.
4. Menggambarkan urutan prioritas langkah kerja yang dilaksanakan
dan bersifat fleksibel, tetapi setiap perubahan yang ada harus
diketahui oleh atasan auditor.
Tujuan yang ingin dicapai dengan program audit adalah :
1. Memberikan bimbingan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan.
2. Memberikan daftar simak-checklist sementara pemeriksaan
berlangsung tahap demi tahap sehingga tidak satupun yang
ketinggalan.
3. Merevisi program audit sebelumnya akibat adanya perubahan-
perubahan standar, prosedur yang digunakan oleh perusahaan.
2.2 Pengendalian Internal
Pengendalian internal yang digunakan dalam suatu organisasi merupakan faktor
yang menentukan keandalan laporan keuangan yang dihasilkan oleh organisasi
tersebut. Karena itu, sebelum auditor melaksanakan audit secara mendalam atas
informasi yang tercantum dalam laporan keuangan, maka auditor tersebut harus
memahami terlebih dahulu pengendalian internal yang berlaku dalam organisasi
yang bersangkutan.
2.2.1 Pengertian Pengendalian Internal
Suatu pengendalian internal terdiri dari kebijakan-kebijakan manajemen
tentang suatu kepastian yang wajar bahwa tujuan organisasi dapat
tercapai.
Menurut Boynton (2006:391), yang mengutip dari COSO pengendalian
internal didefinisikan sebagai berikut :
“Internal control is a process, affected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achivement of objectives in the following categories : Reliability of financial reporting
Effectiveness and efficiency or operations
Compliance with applicable laws and regulations.”
Sedangkan menurut Meisser (2006:250), yang dialih bahasakan oleh
Hinduan, pengendalian internal adalah sebagai berikut :
“Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain entitas, yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : - Keandalan laporan keuangan - Efektivitas dan efisiensi operasi, dan - Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.”
Dari beberapa definisi diatas, nampak bahwa pengendalian internal
merupakan pengendalian kegiatan (operasional) perusahaan yang
dilakukan pimpinan perusahaan untuk mencapai tujuan secara efisien,
yang terdiri dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang
ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu dari operasi perusahaan.
Suatu perusahaan yang mempunyai pengendalian internal yang baik, akan
menghasilkan informasi yang dapat dipercaya, sehingga memudahkan
manajemen dalam proses pengambilan keputusan.
2.2.2 Tujuan Pengendalian Internal
Berdasarkan dari definisi pengendalian internal yang dikemukakan oleh
Meisser, disebutkan bahwa tujuan pengendalian internal adalah untuk
memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan
tujuan sebagai berikut :
1. Keandalan laporan keuangan
Artinya pengendalian internal memberikan keyakinan yang memadai
bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum.
2. Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengendalian internal dimaksudkan untuk mendorong sumber daya
secara efektif dan efisien untuk pencapaian tujuan perusahaan. Hal ini
berkaitan dengan pengalokasian sumber-sumber milik perusahaan,
sehingga dapat dicegah kegiatan yang tidak perlu dan pemborosan
dari semua aspek organisasi.
3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Pengendalian internal adalah alat untuk memberikan jaminan bahwa
prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan dalam pencapaian
tujuan diikuti oleh seluruh karyawan perusahaan.
2.2.3 Komponen Pengendalian Internal
Setiap perusahaan memilki karakteristik atau sifat-sifat khusus yang
berbeda karena perbedaan karakteristik tersebut maka pengendalian
internal yang baik pada suatu perusahaan belum tentu baik bagi
perusahaan lainnya. Oleh sebab itu, untuk mendesain suatu sistem
pengendalian internal yang baik perlu diperhatikan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi tujuan perusahaan secara komprehensif.
Pengendalian internal yang baik harus memenuhi beberapa kriteria atau
unsur-unsur. Pengendalian internal terdiri dari lima komponen yang
saling terkait berikut ini :
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian terdiri dari kebijakan, tindakan dan
prosedur yang mencerminkan keseluruhan tingkah laku dari
manajemen puncak, direktur dan pemilik entitas mengenai
pemgendalian internal dan kepentingan entitas.
Lingkungan pengendalian menurut Mulyadi (2002:183) :
“Lingkungan pengendalian merupakan suatu lingkungan menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian.”
2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)
Penaksiran risiko oleh manajemen untuk tujuan pelaporan keuangan
serupa dengan perhatian auditor eksternal terhadap risiko bawaan,
akan tetapi tujuan manajemen lebih ditekankan pada bagaimana
mengelola risiko yang telah ditetapkan.
Penaksiran risiko menurut Simamora (2002:153) :
“Penaksiran risiko adalah proses organisasi untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang relevan bagi pencapaian tujuannya.”
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Sebagai tambahan terhadap lingkungan pengendalian dan informasi
dan komunikasi, suatu entitas memerlukan kebijakan dan prosedur
untuk memeberikan keyakinan bahwa tujuan perusahaan akan
tercapai, kebijakan prosedur tersebut tertuang dalam aktivitas
pengendalian.
Aktivitas pengendalian menurut Sunarto (2003:148) :
“Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa perintah manajemen telah dijalankan.”
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Fokus utama dari sistem akuntansi adalah transaksi. Transaksi terdiri
dari pertukaran aktiva dan jasa antara suatu entitas dan pihak luar, dan
juga pemindahan atau penggunaan aktiva dan jasa antara ke dalam
entitas. Transaksi tersebut sebaiknya ditangani dengan suatu cara
yang dapat mencegah terjadinya salah saji, oleh karena itu diperlukan
sistem informasi dan komunikasi dalam suatu pengendalian internal.
Pengertian informasi dan komunikasi menurut IAI (2001:319,2) :
“Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.
5. Pemantauan (Monitoring)
Suatu tanggung jawab manajemen yang penting adalah membangun
dan memelihara pengendalian internal. Manajemen memantau
pengendalian untuk mempertimbangkan apakah pengendalian
tersebut beroperasi sebagaimana yang diharapkan.
Pemantauan menurut Mulyadi (2005:195) :
“Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian internal sepanjang waktu.”
2.3 Kecurangan (Fraud)
Pada umumnya dikenal dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan (errors) dan
ketidakberesan (irregularities). Errors merupakan kesalahan yang timbul sebagai
akibat tindakan yang tidak disengaja yang dilakukan manajemen atau karyawan
perusahaan yang mengakibatkan kesalahan teknis perhitungan, pemindah
bukuan, dan lain-lain. Sedangkan irregularities merupakan kesalahan yang
sengaja dilakukan oleh manajemen atau karyawan perusahaan yang
mengakibatkan kesalahan material terhadap penyajian laporan keuangan,
misalnya kecurangan (fraud).
2.3.1 Pengertian Kecurangan (Fraud)
Fraud merupakan salah satu bentuk irregularities. Secara singkat fraud
dinyatakan sebagai suatu penyajian yang palsu atau penyembunyian fakta
yang material yang menyebabkan seseorang memiliki sesuatu. Untuk
lebih jelasnya, pengertian kecurangan menurut Bologna, Lindquist dan
Weels yang dikutip oleh Widjaja (2000: 1) :
“Fraud is criminal deception intenden to financially benefit the deceiver”
Definisi lain mengenai fraud dikemukakan oleh The Institute of Internal
Auditor yang dikutip oleh Karni (2003:34) :
“Kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi oleh orang diluar atau didalam organisasi.”
Dalam penelitiannya, Iqbal (2006) mengungkapkan bahwa :
“Kecurangan merupakan penyajian fakta yang bersifat material secara salah yang dilakukan oleh satu pihak ke pihak lain dengan tujuan untuk membohongi dan mempengaruhi pihak lain atas fakta. Menurut hukum yang berlaku. suatu tindakan yang curang harus memenuhi lima kondisi berikut :
a. Penyajian yang salah. Hal ini meliputi kesalahan pelaporan atau adanya data yang tidak diungkapkan.
b. Fakta yang sifatnya material, suatu fakta harus merupakan faktor yang substansial yang mendorong seseorang untuk bertindak.
c. Tujuan, harus terdapat tujuan untuk menipu atau pengetahuan bahwa laporan tersebut salah.
d. Ketergantungan yang dapat di justifikasi, penyajian yang salah harus merupakan faktor yang substansial yang menyebabkan pihak lain merugi karena tergantungnya.
e. Perbuatan tidak adil atau kerugian, kebohongan tersebut telah menyebabkan ketidakadilan atau kerugian bagi korban kecurangan.”
Sedangkan kecurangan manajemen dikemukakan oleh Sunarto (2003:57)
sebagai berikut:
“Kecurangan dalam pelaporan keuangan yang dilakukan untuk menyajikan laporan keuangan yang menyesatkan, seringkali disebut kecurangan manjajemen.”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraud merupakan suatu
perbuatan yang bertentangan dengan kebenaran dan dilakukan dengan
sengaja untuk memperoleh sesuatu yang bukan hak pelakunya sehingga
dapat mengakibatkan kerugian pada organisasi.
2.3.2 Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Fraud
Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan
penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada
dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan
tersebut.
Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya kecurangan sebagai
akibat antara tekanan kebutuhan seseorang dengan lingkungannya yang
memungkinkan untuk bertindak.
Karni (2000:38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong
terjadinya kecurangan adalah sebagai berikut :
1. Lemahnya pengendalian internal a. Manajemen tidak menekankan perlunya peranan pengendalian
internal b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict
interest d. Auditor internal tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para
eksekutif, terutama menyangkut pengeluaran yang besar 2. Tekanan keuangan terhadap seseorang
a. Banyaknya hutang b. Pendapatan rendah c. Gaya hidup mewah
3. Tekanan non finansial a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa
dikonsultasikan dengan bawahannya c. Penurunan penjualan
4. Indikasi lain a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai negeri b. Meremehkan integritas pribadi c. Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal
Ciri-ciri atau kondisi adanya kecurangan menurut Karni (2000:43)
adalah:
a. Terdapat angka laporan keuangan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya
b. Adanya perbedaan antara buku besar dengan buku pembantu c. Perbedaan yang dikemukakan melalui konfirmasi d. Transaksi yang tidak dicatat sesuai dengan otorisasi manajemen
baik yang umum maupun yang khusus e. Terdapat perbedaan kepentingan (Conflict of Interest)
Untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan, manajemen akan mengatur
pegawainya dengan tindakan yang tidak benar. Hal ini disebabkan karena
manajemen yang selalu melakukan tindakan korupsi, tidak efisien dan
tidak cakap dalam me-manage perusahaan. Apabila pendapatan rendah
atau banyak hutang, pegawai akan melakukan fraud karena masalah
pribadi yang tidak dapat terpecahkan. Karena banyaknya fraud yang
terjadi, perusahaan akan mengalami kerugian yang sangat besar sehingga
perusahaan dapat jatuh pada saat yang tidak tepat, misalnya kehilangan
uang atau saham.
2.3.3 Unsur-unsur Fraud
Suatu fraud terdiri dari unsur-unsur penting yang digunakan untuk
menguji tanda-tanda fraud atau tidak. Dalam artikelnya Recognizing The
Element of Fraud, Simmons (2003) menyatakan bahwa :
“Fraud occurs when all of the following element exist :
1. An individual or an organizatiton intentionally makes an untrue representation about an important fact or event
2. The untrue representation is believed by the victim (the person or organization to whom the representation has been mad
3. The victim relies upon and acts upon the untrue representation 4. The victim suffers loss of money and / or property as a result of
relying upon and acting upon the untrue representation
Dari pernyataan terdahulu, dapat disimpulkan bahwa fraud terjadi apabila
terdiri dari unsur-unsur berikut ini :
1. Adanya unsur kesengajaan dari individu atau organisasi untuk
membuat penyajian yang keliru mengenai peristiwa atau fakta yang
penting.
2. Adanya kepercayaan dari korban fraud terhadap penyajian yang
keliru.
3. Adanya kepercayaan dari korban fraud untuk melaksanakan
penyajian yang keliru tersebut.
4. Korban fraud menderita kehilangan hak milik atau uang karena telah
mempercayai dan bertindak sesuai dengan penyajian yang keliru
tersebut.
2.3.4 Jenis dan Bentuk Fraud
Dalam artikel yang berjudul Komputer vs Fraud Audit oleh Wahyuni
disebutkan bahwa klasifikasi terjadinya fraud tergantung pada kreativitas
pelaku fraud. Jenis fraud menurut Schulze dan Black yang dikutip oleh
Wahyuni (2000:17-18) adalah sebagai berikut :
1. Kecurangan Manajemen (Management Fraud) 2. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud)
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa fraud dapat dilakukan oleh
manajemen dan karyawan perusaahan. Berikut ini akan dijelaskan
kecurangan manajemen (management fraud) dan kecurangan karyawan
(employee fraud).
1. Kecurangan Manajemen (Management Fraud)
Manajemen mungkin akan terlibat dengan setiap macam fraud.
Management fraud adalah suatu tindakan sengaja membuat laporan
keuangan dengan memasukkan jumlah angka yang palsu atau
mengubah catatan akuntansi yang merupakan sumber penyajian
laporan keuangan. Misalnya manipulasi, mengubah catatan akuntansi
atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan
keuangan.
Albrecht dalam bukunya fraud examination (2003:9) menyatakan
bahwa:
“In its most common from, management fraud involves top management’s deceptive manipulation of financial statements.”
Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa kecurangan manajemen
(management fraud) yang biasa dilakukan adalah memanipulasi
laporan keuangan.
2. Kecurangan Karyawan (Employee Fraud)
Employee fraud yang paling umum adalah pemalsuan daftar gaji
(false payroll), penjualan palsu (false vendor) dan transfer cek palsu
(check kitting). Dalam hal ini, pemalsuan daftar gaji dilakukan dengan
menciptakan karyawan palsu dan kemudian menguangkan gaji
karyawan palsu tersebut. Pemalsuan penjualan dilakukan dengan
membentuk penjual palsu, faktur palsu yang digunakan untuk
menerima pembayaran. Sedangkan cek palsu melibatkan pemindahan
dana dari bank yang satu ke bank yang lain dan mencatat secara tidak
benar transfer tersebut.
Sehubungan dengan employee fraud, Alison (2004:2) menyatakan
bahwa :
“Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut.”
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa fraud yang
dilakukan oleh karyawan perusahaan adalah melakukan kesalahan
dengan sengaja, yaitu penyalahgunaan aktiva disebabkan karena
adanya kesempatan dan lemahnya pengendalian internal pada
perusahaan.
Adapun bentuk-bentuk fraud menurut Tunggal (1992:30), farud dapat
diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu :
1. Fraud yang merugikan perusahaan Perusahaan merupakan korban fraud yang biasanya dilakukan oleh karyawan jenjang menengah kebawah. Bentuk fraud dalam kategori ini misalnya pencurian harta kekayaan perusahaan.
2. Fraud yang menguntungkan perusahaan Fraud ini biasanya dilakukan oleh karyawan jenjang atas atau
manajemen puncak. Bentuk fraud dalam kategori ini misalnya pencatatan laba dan aktiva yang lebih besar, mencatat biaya-biaya lebih kecil, tidak mencatat retur penjualan, dan lain-lain.
2.4 Hubungan Pengendalian Internal, Audit Internal dan Fraud
Audit internal sangat erat berkaitan dengan masalah pencegahan fraud di dalam
perusahaan. Adanya audit internal dalam suatu perusahaan diyakini bermanfaat
dalam membantu mencegah terjadinya fraud. Namun demikian, audit internal
tidak bertanggung jawab atas terjadinya fraud, meskipun audit internal
merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling besar dalam masalah
pencegahan fraud. Albert dalam bukunya Fraud Examination (2003:96)
menyatakan bahwa :
“Fraud is reduce and often prevented (1) by creating a culture honesty, opennes, and assistance and (2) by eliminating opportunities to commit fraud”
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa fraud dapat dikurangi bahkan dicegah
dengan menciptakan iklim budaya jujur, keterbukaan, dan saling membantu satu
sama lain. Selain itu pencegahan fraud dapat dihilangkan dengan menghilangkan
peluang untuk melakukan fraud, misalnya dengan menanamkan kesan bahwa
setiap tindakan fraud akan mendapat sanksi setimpal.
Audit internal harus dapat memastikan apakah fraud itu memang ada atau tidak.
Untuk memastikannya, audit internal akan melakukan evaluasi terhadap sistem
pengendalian internal yang dibuat manajemen dan aktivitas karyawan
perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan suatu
rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, audit internal harus
mempunyai alat pengendalian yang efektif sehinga setiap fraud dapat dicegah
sedini mungkin.
Dengan demikian, jelas bahwa audit internal membantu manajemen dalam
memberikan saran dan nasehatnya sehubungan dengan sistem pengendalian
internal yang dibuat oleh manajemen. Bukan menindaknya tapi sekedar menilai
dan mengevaluasinya, karena tindakan lebih lanjut sepenuhnya ada di tangan
manajemen.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukannya, Arif dan Satyo (2000:42) menyatakan
bahwa :
“Pengendalian internal yang baik dan keberanian serta keinginan seluruh anggota organisasi / perusahaan untuk melaporkan fraud kepada pihak berwenang merupakan kiat jitu mengatasi fraud.”
Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa dengan pengendalian internal
yang baik dan adanya suatu tindakan dari perusahaan melaporkan kasus
terjadinya fraud kepada aparat hukum merupakan salah satu kegiatan untuk
mencegah terjadinya fraud didalam perusahaan.
2.5 Peran Audit Internal Dalam Mencegah Kecurangan
Peran utama dari audit internal sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan
kecurangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeliminir sebab-
sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan
terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila
telah terjadi kecurangan tersebut.
Pemeriksa internal bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan
serta efektifitas tindakan manajemen untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Dengan demikian, audit internal harus melakukan audit sesuai dengan prosedur,
memonitor gejala-gejala fraud, melakukan penelusuran untuk mencegah fraud,
dan mengidentifikasi semua fraud yang mungkin terjadi.
Dalam penelitiannya, Iqbal (2006) mengungkapkan bahwa :
“Mencegah kecurangan disebabkan oleh 2 K, yaitu kesempatan dan kemauan. Orang tidak mempunyai kemauan namun tersedia kesempatan, tidak jarang akan cenderung melakukan kecurangan. Hal-hal dibawah ini perlu diperhatikan untuk mencegah kecurangan.
a. Informasi sensitif Perusahaan yang tahu akan lingkup dan besarnya kecurangan, segera mencanangkan peraturan untuk menghambat dan mencegah kegiatan itu. Sifat sensitif dari kegiatan kecurangan atau rasa curiga pada kegiatan semacam itu menunjukan kebutuhan akan pedoman formal untuk pelaporan dan praktik penyelidikan dalam perusahaan.
b. Usaha peningkatan integritas Auditor internal sering diminta untuk melakukan program peningkatan integritas, dimana prioritas manajemen tingkat atas ditinjau bersama dengan seluruh karyawan. Etika, keinginan untuk menghindari perbedaan pendapat, keinginan untuk menghindari pengambil alih manajemen, dan saran “agar karyawan selalu bersiul” ( selalu senang ) adalah topik yang mungkin perlu ditekankan pada program peningkatan integritas.
c. Kemampuan sistem kendali untuk mencegah kecurangan Dilain pihak, sikap korektif yang dilaksanakan untuk memperbaiki kendali agar kegiatan yang bersifat curang dapat dicegah atau diketahui secara berkala, adalah suatu indikator positif bahwa manajemen memiliki perhatian dan mampu untuk berjalan terus.
d. Keterbatasan sistem kendali Walaupun tidak ada kelemahan meterial pada kendali yang telah dirancang, tetap tidak ada suatu sistem yang sempurna. Kendali dapat diambil alih atau
dimanipulasi, oleh seseorang yang pintar. Selain itu kelemahan dan kecerobohan akan mengakibatkan kelalaian, kesalahan dalam pelaksanaan tugas, yang dapat mengakibatkan kendali menjadi tidak efektif.
e. Program audit
Suatu program audit harus berubah dari survei pendahuluan ( dalam arah yang mengikuti kebijaksanaan perusahaan ), kearah pencarian daerah beresiko tinggi, sampai menguji metode yang paling mungkin digunakan untuk melaksanakan audit kecurangan.”
Perusahaan yang tahu akan lingkup dan besarnya pengaruh kecurangan, segera
mencanangkan peraturan untuk menghambat dan mencegah kegiatan itu. Sifat
sensitif dari kegiatan kecurangan atau rasa curiga pada kegiatan semacam itu
menunjukan kebutuhan akan pedoman formal untuk pelaporan dan praktik
penyelidikan dalam perusahaan.
Karena fraud merupakan suatu masalah didalam perusahaan dan harus dicegah
sedini mungkin, Pickett (2001:614-618) mengemukakan beberapa tehnik
pencegahan yang harus dilakukan adalah :
1. Good recruitment procedures
2. Independent checks over work
3. Regular staff meetings
4. An employee code of conduct
5. Good communication
Dari kutipan diatas, dapat diketahui bahwa beberapa tehnik pencegahan fraud
dapat dilakukan dengan membuat prosedur yang tepat dalam perusahaan karena
hal ini merupakan langkah awal untuk mencegah fraud. Prosedur yang tepat
tidak berarti tanpa dukungan karyawan yang bekerja dalam perusahaan. Oleh
karena itu, dibutuhkan audit yang independen terhadap karyawan. Untuk
menciptakan hubungan yang baik antara manajemen dengan karyawannya,
manajemen harus selalu mengadakan pertemuan atau rapat yang dimanfaatkan
untuk menyampaikan pendapat atau keluhan-keluhan yang dihadapi. Dari
pertemuan yang telah dilakukan, tingkah laku masing-masing karyawan dapat
diketahui sehingga terjalin komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.
2.6 Peran Audit Internal dalam Mendeteksi Kecurangan
Sebagaimana diuraikan sebelumnya resiko yang dihadapi perusahaan diantaranya
adalah integrity risk yaitu resiko adanya kecurangan oleh manajemen atau
pegawai perusahaan, tindakan illegal atau tindak penyimpangan lainnya yang
dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat
mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk
menyusun tindakan pencegahan untuk menangkal terjadinya kecurangan
sebagaimana diuraikan sebelumnya. Namun, pencegahan saja tidaklah memadai,
internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini
terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tidak
dapat digeneralisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan
memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan
perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang
mungkin timbul dalam perusahaan. Petunjuk adanya kecurangan biasanya
ditunjukan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan
gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan
dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja.
2.7 Kerangka Konseptual
Audit Internal Perusahaan
Staffing Pelaporan
Sesuai SOP
Adanya Penyimpangan
Standar Operasional Prosedur
Audit internal perusahaan dilaksanakan berdasarkan Standar Operasional Prosedur,
Standar Operasional Prosedur mengatur mengenai Staffing dan Pelaporan, Pelaporan
dan Staffing harus sesuai dengan Standar Operasional Prosedur. Apakah dalam
Pelaporan dan Staffing terdapat penyimpangan ?
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Variabel
1. Audit Internal Perusahaan
Audit internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian
perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi
perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak
yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan
ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi berlaku.
2. Standar Operasional Prosedur
Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk
melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian
kinerja instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis,
administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan
sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah
menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit
kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good governance.
48
3.2 Tehnik Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini, tehnik penelitian yang dilakukan bersifat study
survey, sedangkan metodologi penelitian yang digunakan adalah metode
kualitatif, yaitu metode yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan
perusahaan berdasarkan fakta nyata pada situasi yang diselidiki, adapun data
pendukung yang diperoleh sebagai berikut :
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang berasal dari sumber asli atau pertama.
Data ini tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi ataupun dalam bentuk file-
file. Data ini harus dicari melalui narasumber atau dalam istilah teknisnya
responden, yaitu orang yang kita jadikan obyek penelitian atau orang yang
kita jadikan sebagai sarana mendapatkan informasi ataupun data. Di dalam
penelitian ini saya menggunakan wawancara dan observasi langsung yang
saya gunakan sebagai sumber data primer.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak
langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain, baik secara lisan
maupun tertulis. Di dalam penelitian ini saya menggunakan sumber tertulis
49
yang terbagi atas sumber ilmiah, sumber dari arsip dan dokumen resmi dari
PT. Coca Cola sebagai data sekunder saya.
Untuk melengkapi penelitian ini, gambar-gambar berupa struktur organisasi
dan kerangka pemikiran dicantumkan.
3.3 Pembatasan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis hanya membataskan penelitian pada peran audit
internal dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan (fraud) di PT. Coca Cola.
Dalam perusahaan tersebut, pihak yang berhubungan dengan masalah penelitian
adalah badan Audit Internal yang bertanggung jawab atas seluruh audit di dalam
perusahaan.
3.4 Tehnik Pengumpulan Data
Dalam riset yang dilakukan, data yang akan diolah merupakan data primer dan
data sekunder yang dikumpulkan melaluin survey lapangan, antara lain dengan
cara :
1. Data Primer
a) Observasi langsung
Kegiatan ini dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap aktivitas
lapangan perusahaan. Perusahaan yang menjadi tempat pengumpulan data
50
adalah PT. Coca Cola. Data yang dikumpulkan antara lain mengenai
gambaran umum perusahaan dan sistem pengendalian internal perusahaan
tentang bagaimana Peran Audit Internal di perusahaan tersebut. Apakah
sudah cukup baik untuk dapat mencegah dan mendeteksi kecurangan yang
telah terjadi, dan akan terjadi.
b) Wawancara
Data yang didapat dengan cara mengajukan pertanyaan pada pihak PT.
Coca Cola mengenai masalah yang diteliti. Isi dari wawancara ini antara
lain mengenai cara kerja dari Internal Audit perusahaan. Mulai dari
pencegahan fraud sampai pada pendeteksian fraud.
2. Data Sekunder
Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Metode penelitian yang yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder
yang digunakan sebagai landasan teoritis mengenai masalah atau variabel-
variabel yang diteliti melalui literatur-literatur yang relevan dengan masalah
yang diteliti.
3.5 Teknik Penulisan Data
51
Data yang didapat oleh penulis dari hasil pengumpulan data diatas akan langsung
ditulis tanpa merubah data yang telah ada. Hasil wawancara yang diterima oleh
penulis dari pihak yang terkait dari penelitian ini langsung ditulis tanpa merubah
data yang telah didapat. Sehingga akan mendapat data yang akurat sesuai dengan
apa yang telah terjadi di lapangan.
52
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah PT. Coca Cola
Di Indonesia, minuman ringan mudah sekali diperoleh di berbagai
tempat, mulai dari warung sampai toko-toko kecil. Minuman ringan
dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang
pendidikan dan pekerjaan. Survei yang dilakukan oleh sebuah lembaga
independen (LPEM Universitas Indonesia) dan sebuah perusahaan riset
pemasaran DEKA menunjukkan bahwa :
Pada tahun 1999, 85% dari konsumen bulanan minuman ringan
mempunyai pendapatan rumah tangga rata-rata di bawah Rp 1 juta (US$
100) per bulan. 46% diantara mereka berpenghasilan kurang dari Rp
500.000 (US$50).
72% konsumen mingguan mempunyai penghasilan rata-rata kurang dari
Rp 1 juta perbulan lebih dari 40 % diantara mereka adalah pelajar
karyawan paruh waktu dan para pensiunan.
Diantara konsumen mingguan, minuman ringan dikonsumsi sama
seringnya dengan minuman sirup dan makanan ringan, dan jauh lebih
sering dikonsumsi dibandingkan dengan es krim.
Dengan konsumsi minuman ringan yang sedemikian luasnya, produk
53
minuman ringan bukanlah barang mewah melainkan barang biasa.
Industri minuman ringan memiliki potensi yang amat besar untuk
dikembangkan dengan jumlah konsumsi per kapita yang masih rendah
dan penduduk berusia muda yang sangat besar.
Saat ini, Indonesia mencatat tingkat konsumsi produk-produk Coca-Cola
terendah (hanya 13 porsi saji seukuran 236 ml per orang per tahun),
dibandingkan dengan Malaysia (33), Filipina (122) dan Singapura (141).
Karena minuman ringan merupakan barang yang permintaannya elastis
terhadap harga, berbagai upaya dilakukan agar harga produk-produk
minuman ringan tetap terjangkau.
Dibandingkan dengan Indonesia, konsumsi minuman ringan di negara
tetangga jauh lebih tinggi (Indonesia:13; Malaysia:33; Filipina:122).
Untuk ilustrasi, pada tahun 1977, konsumen bisa membeli 11 botol kecil
minuman ringan mengandung soda atau teh siap minum dengan upah
minimum harian di Jakarta dan 13 botol pada tahun 2001. Namun,
sebagai perbandingan terhadap produk permen yang menaikkan harga,
konsumen bisa membeli 205 permen dengan upah yang sama pada tahun
1997 dan hanya 136 pada tahun 2001.
Elastisitas harga minuman ringan terhadap permintaan adalah -1.19 yang
berarti bahwa saat terjadi kenaikan harga, volume penjualan akan
berkurang dengan prosentase yang lebih besar daripada prosentase
kenaikan harga tersebut.
54
Ditinjau dari segi penciptaan kesempatan kerja, industri minuman ringan
memiliki efek multiplier yang besar pada tenaga kerja. Dengan rasio
sebesar 4,025, industri minuman ringan menduduki pringkat ke - 14 dari
66 sektor industri lainya di seluruh Indonesia. Ini berarti bahwa untuk
setiap peluang pekerjaan yang tercipta, atau hilang, di industri minuman
ringan, empat kesempatan kerja akan tercipta, atau hilang, di tingkat
nasional.
Delapan puluh persen penjualan minuman ringan dilakukan oleh
pengecer dan pedagang grosir dimana 90% diantaranya termasuk dalam
kategori pengusaha kecil. Bagi para pengusaha kecil tersebut, produk
minuman ringan merupakan barang dagangan terpenting mereka dengan
kontribusi sebesar 35% dari total penjualan dan nilai keuntungan sebesar
34%.
Industri-industri penunjang lainnya yang terkena dampak kegiatan
industri minuman ringan meliputi gelas, tutup botol, transportasi dan
media.
4.1.2 Organisasi Perusahaan Coca-Cola
PT. Coca-Cola Bottling Indonesia merupakan salah satu produsen dan
distributor minuman ringan terkemuka di Indonesia. Perusahaan ini
memproduksi dan mendistribusikan produk-produk berlisensi dari The
Coca Cola Company. Perusahaan ini memproduksi dan mendistribusikan
55
produk Coca-Cola ke lebih dari 400.000 outlet melalui lebih dari 120
pusat penjualan.
Coca-Cola Bottling Indonesia merupakan nama dagang yang terdiri dari
perusahaan-perusahaan patungan (joint venture) antara perusahaan-
perusahaan lokal yang dimiliki oleh pengusaha-pengusaha independen
dan Coca-Cola Amatil Limited, yang merupakan salah satu produsen dan
distributor terbesar produk-produk Coca-Cola di dunia.
Coca-Cola Amatil pertama kali berinvestasi di Indonesia pada tahun
1932. Mitra usaha Coca-Cola saat ini merupakan pengusaha Indonesia
yang juga adalah mitra usaha saat perusahaan ini memulai kegiatan
usahanya di Indonesia. Produksi pertama Coca-Cola di Indonesia dimulai
pada tahun 1932 di satu pabrik yang berlokasi di Jakarta. Produksi
tahunan pada saat tersebut hanya sekitar 10.000 krat. Saat itu perusahaan
baru memperkerjakan 25 karyawan dan mengoperasikan tiga buah
kendaraan truk distribusi. Sejak saat itu hingga tahun 1980-an, berdiri 11
perusahaan independen di seluruh Indonesia guna memproduksi dan
mendistribusikan produk-produk The Coca-Cola Company. Pada awal
tahun 1990-an, beberapa diantara perusahaan-perusahaan tersebut mulai
bergabung menjadi satu. Tepat pada tanggal 1 Januari 2000, sepuluh dari
perusahaan-perusahaan tersebut bergabung dalam perusahaan-perusahaan
yang kini dikenal sebagai Coca-Cola Bottling Indonesia.
Saat ini, dengan jumlah karyawan sekitar 10.000 orang, jutaan krat
56
Finance Director
National Examiner Manager
EXAMINER MANAGER
EXAMINER EXAMINER EXAMINER
produk kami didistribusikan dan dijual melalui lebih dari 400.000 gerai
eceran yang tersebar di seluruh Indonesia.
4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan Coca Cola
Visi : Menjadi perusahaan produsen minuman terbaik di Asia
Tenggara.
Misi : Memberikan kesegaran kepada pelanggan dan konsumen kita
dengan rasa bangga dan semangat sepanjang hari, setiap hari.
4.1.4 Organisasi Internal Audit Perusahaan Coca Cola
Pemimpin Unit Pengawasan Intern telah menetapkan jumlah dan struktur
personil yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi audit intern secara
efektif dan efisien. .
gambar 4.1
57
Sekitar sebelum tahun 80an peran internal auditor dalam organisasi belum
dapat didefinisikan dengan jelas, belum terdapat keseragaman dalam hal
bagaimana meletakkan satuan pengawasan intern ini dalam struktur
organisasi. Oleh karena itu, satuan pengawas intern ini ada yang
didudukkan setingkat dengan direksi, langsung dibawah direktur utama,
langsung dibawah direktur keuangan, tetapi ada juga yang diletakkan
dibawah Kepala Divisi Akutansi. Pendefinisian posisi internal auditor
mulai mendapatkan perhatian penting dengan dengan dibentuknya
Professional Standards and Responsibilities Comitte pada tahun 1974.
Komite ini menghasilkan standar internal auditing yang kemudian
disahkan dalam Komperensi Internasional IIA di San Fransisco tahun
1978.
Dari struktur organisasi Pengendalian Intern pada PT Coca Cola, bahwa
pengawas intern didudukkan langsung dibawah Direktur Keuangan.
Memang tidak ada aturan khusus yang mengatur bahwa Satuan Pengawas
Intern harus terlepas dari manejemen, hanya saja yang menjadi sorotan
utama adalah independensi dan objektifitas auditor bisa diragukan apabila
tidak bekerja secara profesional. Peran Internal Auditor di PT Coca Cola
sebagai katalis yang membantu proses manajemen.
58
4.2 Tugas-Tugas dan Tanggung Jawab Internal Audit
4.2.1 Finance Director
Direktur Keuangan (Finance Director) sebagai pengendali keuangan
dalam organisasi memiliki tugas dan tanggung jawab :
Melaksanakan secara konsisten tujuan dan tanggung jawab
organisasi.
Menjaga kinerja secara profesional.
4.2.2 National Examiner Manager
Dapat dikategorikan sebagai Manajer puncak dalam pengendalian
internal bertanggung jawab mengelola audit internal, antara lain :
Menjamin kegiatan audit telah memenuhi tujuan dan tanggung
jawab yang disetujui oleh manajemen dan diterima oleh
pimpinan tertinggi organisasi PT Coca Cola.
Menggunakan seluruh sumber daya yang ada (dana, manusia dan
peralatan) secara efektif dan efisien.
Menjamin kegiatan audit telah sesuai dengan Standar Audit yang
berlaku.
Kedua tanggung jawab tersebut diterapkan secara profesional dan
konsisten, sehingga kemungkinan timbulnya konflik sangat kecil, karena
59
apabila terjadi sebaliknya konflik akan muncul dan sudah barang tentu
akan berhadapan dengan pimpinan tertinggi di PT Coca Cola.
4.2.3 Examiner Manager
Kewenangan Audit bertumpu kepada Manajer Audit dengan
kewenangan:
Menetapkan tujuan audit
Tujuan ini dalam rangka memberikan jasa kepada manajemen,
membantu auditor untuk mengembangkan wawasan kerangka
berpikir, meningkatkan tingkat kompetensi profesionalismenya,
dan memperbaiki pendekatan-pendekatan audit.
Menyiapkan jadwal kerja/Program Kerja Audit
Program Kerja Audit dituangkan dalam Rencana Induk Audit,
rencana ini dipakai sebagai pedoman untuk melaksanakan audit
sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaan.
Rencana ini memuat antara lain Anggaran biaya, sasaran audit,
periode audit, jumlah auditor, waktu mulai audit, dan waktu
penerbitan laporan.
Menyiapkan Perencanaan Staf dan Anggaran Biaya
60
Keberhasilan audit sangat ditentukan oleh ketepatan dalam
memilih auditor, sehingga tim audit yang terbentuk akan lebih
profesional dan dapat memenuhi standar audit.
Pemilihan auditor memperhatikan jenis dan luas pengujian
terkait dengan tujuan dan cakupan audit, tingkat luas/besarnya
auditan, tingkat kompleksitas audit, dan jenis pegolahan data
yang digunakan oleh auditan. Selain itu juga memperhatikan
keahlian, pengalaman, pendidikan.
Perencanaan kebutuhan dana meliputi penentuan jenis, jumlah
dan waktu penggunaan dana. Jumlah kebutuhan dana untuk suatu
penugasan dipengaruhi oleh kondisi auditan, contoh biaya alat
tulis kantor, biaya jasa pengujian, biaya lainnya yang menunjang
kegiatan audit.
Menyiapkan pelaporan aktivitas
Setiap aktivitas perencanaan mulai dari pencanangan kebijakan
audit, penentuan tujuan, penetapan sasaran, proses penyusunan
program audit sampai dengan terbitnya laporan dibuat jadwal
rencana waktu, dan kegiatan yang harus dilaporkan.
61
4.3 Scope Internal Audit
Standard business procedure ini akan berisi mengenai perencanaan examinasi
(planning stage on examination process), pengerjaan lapangan (field work), hasil
temuan dan pelaporan (reporting).
4.3.1 Tahap Perencanaan
Tahap Perencanaan; Head of Examiner harus menyiapkan/membuat
planning and analysis sheet dengan memperoleh/mengumpulkan
informasi dan data dari Financial Accounting Manager, Management
Accounting Manager, dan Finance Manager di masing-masing unit
operasi. Planning and Analysis Sheet ini dilakukan untuk menentukan
sales center yang akan dikunjungi oleh Examiner dalam periode waktu 6
(enam) bulan. Dalam pembuatan planning and analysis sheet ini
didasarkan pada komponen yang ada di dalam laporan keuangan (laporan
rugi laba dan neraca). Dalam menyiapkan planning and analysis sheet
ini diharapkan Head of Examiner akan mempunyai gambaran global (Big
Picture) mengenai kondisi yang ada di sales center. Pertemuan dengan
Finance Team harus dilakukan satu kali dalam satu bulan dan dilakukan
pada saat periode tutup buku. Setelah pembuatan planning and analysis
sheet. Head of Examiner dapat memulai untuk melakukan pengumpulan
data. Planning and Analysis Sheet tidak ditujukan untuk melakukan
evaluasi terhdap siklus-siklus pemeriksaan yang lainnya (misalnya; siklus
62
produksi, siklus pembelian, dan siklus advance and settlement). Hal ini
karena siklus-siklus ini akan dievaluasi sesuai dengan jangka waktu yang
sudah ditentukan dalam prosedur ini (dalam bagian Ruang Lingkup
Examinasi), misalnya saja produksi – setiap 6 (enam) bulan sekali
dan/atau sesuai dengan persetujuan dari Finance Manager.
4.3.1.1 Planning and Analysis Sheet
Planning and analysis sheet adalah sebuah alat yang digunakan
oleh Head of Examiner untuk mengetahui kondisi yang ada di
setiap sales center dengan mempertimbangkan aspek-aspek
financial sales center yang terkait (Rugi dan Laba dan Neraca).
Selain itu juga Planning and analysis sheet ini digunakan untuk
membuat rencana kunjungan ke sales center selama 6 bulan
berikutnya. Planning and analysis sheet tidak digunakan untuk
melakukan evaluasi terhadap siklus-siklus yang lainnya
(misalnya, siklus produksi, advance and settlement, dan
CDE/GDM). Periode untuk melakukan review terhadap siklus-
siklus yang lainnya dapat dilihat pada bagian Ruang Lingkup
pemeriksaan yang ada di dalam prosedue examiner ini. Dengan
melengkapi Planning and Analysis Sheet diharapkan Head of
Examiner akan mempunyai gambaran secara menyeluruh (Big
Picture) kondisi setiap sales center.
63
Pembuatan Planning and Analysis Sheet secara detail harus
dilakukan oleh Head of Examiner setiap enam bulan sekali. Tidak
dilakukan evaluasi secara mendetail setiap bulan karena (1)
penilaian ini akan memakan banyak waktu dan (2) diharapkan
Examiner dapat konsisten dengan rencana yang sudah dibuat.
Namun demikian pertemuan rutin bulanan tetap harus dilakukan
dengan tujuan untuk melengkapi/menambah data yang sudah
diperoleh pada saat melakukan review detail.
Penilaian ini dapat dilakukan dengan memberikan skor
(berdasarkan tingkat resiko yang ada) pada beberapa hal
(komponen) yang ada di dalam spread sheet penilaian resiko.
Skor yang diberikan bervariasi dari satu sampai dengan tiga.
Satu menunjukan bahwa komponen yang dinilai mempunyai
resiko rendah (dimana kemungkinan terjadinya kerugian akibat
kelemahan internal control sangat kecil terjadi) dan tiga
menunjukan resiko untuk aspek yang di review lebih tinggi
(dimana kemungkinan terjadinya kerugian akibat kelemahan
internal control sangat mungkin terjadi). Untuk melakukan
evaluasi terhadap keadaan internal control yang ada di sales
center dapat menggunakan bagan berikut ini:
64
Low Risk –Pemeriksaan Tertentu
Dampak penyimpanganMemberikan dampak
Yang tidak material danKemungkinan terjadinya kecil
High Risk –Prioritas Tinggi
Dampak penyimpanganMemberikan dampak yangMaterial dan kemungkinan
Terjadinya sangat tinggi
Medium Risk –Monitoring yang Kuat
Dampak penyimpanganMemberikan dampak yang
Tidak material namunKemungkinan terjadinya
Sangat tinggi
Medium Risk –Monitoring yang KuatDampak dari penyimpangan
memberikan dampak materialDan kemungkinan terjadinya
Cukup kecil
KemungkinanTerjadi
Material> 30 Mio
DampakFinansial
Immaterial< 30 Mio
Unlikely< 50 %
Likely> 60 %
Low Risk –Pemeriksaan Tertentu
Dampak penyimpanganMemberikan dampak
Yang tidak material danKemungkinan terjadinya kecil
High Risk –Prioritas Tinggi
Dampak penyimpanganMemberikan dampak yangMaterial dan kemungkinan
Terjadinya sangat tinggi
Medium Risk –Monitoring yang Kuat
Dampak penyimpanganMemberikan dampak yang
Tidak material namunKemungkinan terjadinya
Sangat tinggi
Medium Risk –Monitoring yang KuatDampak dari penyimpangan
memberikan dampak materialDan kemungkinan terjadinya
Cukup kecil
KemungkinanTerjadi
Material> 30 Mio
DampakFinansial
Immaterial< 30 Mio
Unlikely< 50 %
Low Risk –Pemeriksaan Tertentu
Dampak penyimpanganMemberikan dampak
Yang tidak material danKemungkinan terjadinya kecil
High Risk –Prioritas Tinggi
Dampak penyimpanganMemberikan dampak yangMaterial dan kemungkinan
Terjadinya sangat tinggi
Medium Risk –Monitoring yang Kuat
Dampak penyimpanganMemberikan dampak yang
Tidak material namunKemungkinan terjadinya
Sangat tinggi
Medium Risk –Monitoring yang KuatDampak dari penyimpangan
memberikan dampak materialDan kemungkinan terjadinya
Cukup kecil
KemungkinanTerjadi
Material> 30 Mio
DampakFinansial
Immaterial< 30 Mio
Unlikely< 50 %
Likely> 60 %
gambar 4.2
Low Risk (score 1); mengindikasikan bahwa kelemahan pada
internal control untuk subjek (item) yang akan dilakukan
evaluasi di sales center akan memberikan dampak yang tidak
material/signifikan (dibawah IDR 30 Juta) apabila kelemahan
internal control tersebut menimbulkan kerugian. Kemungkinan
terjadinya kerugian atas adanya kelemahan internal control ini
juga kecil (lebih kecil dari 50%).
Medium Risk (score 2); mengindikasikan bahwa kelemahan
internal control untuk subjek yang dievaluasi untuk sales center
tertentu memberikan dampak yang tidak signifikan (dibawah
IDR 30 juta) apabila kelemahan internal control tersebut
menimbulkan kerugian. Kemungkinan terjadinya kerugian
akibat kelemahan internal control ini adalah cukup besar (di
atas 60%). Kondisi lain yang dapat memunculkan terjadinya
medium risk ini adalah apabila kelemahan internal control yang
terjadi memberikan kerugian yang cukup material (lebih dari
65
IDR 10 juta) pada saat terjadi dan kemungkinan terjadinya hal
ini adalah cukup kecil (dibawah 50%).
High Risk (score 3); mengindikasikan bahwa kelemahan pada
internal control untuk subyek (item) yang akan dilakukan
evaluasi di sales center akan memberikan dampak yang
material/signifikan (diatas IDR 30 Juta) apabila kelemahan
internal control tersebut menimbulkan kerugian. Kemungkinan
terjadinya kerugian atas adanya kelemahan internal control ini
juga besar (lebih besar dari 60%).
Dalam melakukan penilaian (scoring) Head of Examiner
diharapkan untuk melakukan analisa dengan detail dan disertai
dengan data actual. Hal ini dilakukan untuk menghindari
adanya kecenderungan (tendensi) untuk menilai sales center
yang lebih besar mempunyai resiko yang lebih besar apabila
dibandingkan dengan sales center kecil. Dalam melakukan
evaluasi, Head of Examiner dapat menggunakan mekanisme
perbandingan data (data comparison) atau benchmarking.
Sebagai contoh, jumlah overdue sales center besar bisa jadi
lebih kecil jika dibandingkan dengan sales center yang lebih
kecil. Kondisi yang demikian akan membuat sales center besar
66
mempunyai resiko yang lebih kecil apabila dibandingkan
dengan sales center yang lebih kecil.
Selain menggunakan perbandingan data atau benchmarking,
untuk menghindari adanya kenderungan ini Head of Examiner
bisa juga melakukan perbandingan relatif (relative
comparison). Contoh perbandingan relatif ini adalah mengukur
prosentase discount terharap gross sales revenue. Contoh lain
adalah analisa umur truck pada saat melakukan evaluasi jumlah
truck yang ada di sales center. Apabila menggunakan absolut
maka sales center yang mempunyai jumlah yang lebih besar
akan dikunjungi, namun dengan melakukan analisa relatif ini
akan menghindari tendensi seperti ini.
Head of Examiner harus melakukan penilaian terhadap setiap
komponen yang terdapat di dalam planning and sheet.
Terdapat 15 komponen yang harus dievaluasi. Berikut ini
adalah 15 komponen yang harus dievaluasi dengan berbagai
macam kemungkinan kelemahan dalam internal control untuk
setiap kategorinya;
Penjelasan berikut ini akan disertai contoh/kemungkinan dalam
melakukan analisa.
67
Komponen Kelemahan Internal Control Jumlah Truk 1. Biaya motor vehicle yang tidak dievaluasi dengan benar oleh
pihak yang berwenang
2. Mekanisme aktivitas perbaikan kendaraan bernotor yang tidak
mengikuti prosedur
3. Perjanjian kerjasama yang belum ditandatangani oleh kedua
belah pihak
4. Tidak dilakukan evaluasi terhadap kinerja supplier secara rutin
oleh pihak yang berwenang
Jumlah Electric
Cooler
1. Pergerakan equipment yang tidak dilengkapi dengan dokumen
yang benar movement form
2. Preventive maintenance yang tidak dilakukan sesuai dengan
kesepakatan yang sudah disetujui
3. Data di dalam BASIS EC tidak diupdate dengan benar
4. Jumlah pending document cukup tinggi
5. Pengecekan fisik untuk in store tidak dilakukan secara harian
6. Jumlah outlet yang tidak produktif di sales center cukup tinggi
Pendapatan
Penjualan Kotor
(Gross Sales)
1. Transaksi penjualan yang tidak dicatat pada periode yang
benar (sales titipan atau penundaan sales)
2. Penumpukan stok di outlet yang tidak sesuai dengan prosedur
yang ada
3. Penjualan package tertentu yang tidak sesuai dengan
segmennya
Diskon 1. Diskon yang tidak diberikan kepada segment atau outlet yang
tepat
68
2. Diskon yang tidak disetujui oleh pejabat yang berwenang
3. Diskon yang sudah melampui tanggal efektifnya (melakukan
back dated transaksi)
Biaya Transport
(Bulk Transport)
1. Perencanaan pengiriman yang tidak tepat yang akan
mengakibatkan peningkatan biaya pengiriman
2. Transporter tidak mengikuti kesepakatan yang sudah ada di
dalam perjanjian untuk mengantarkan produk ke sales center
3. Perjanjian yang tidak ditandatangani oleh pihak yang
berwenang
Isentif 1. Insentif dihitung dengan tidak benar (tidak mengikuti
mekanisme yang benar)
2. Insentif tidak dibayarkan kepada karyawan yang tidak layak
untuk menerima insentif
3. Dokumen pendukung insentif yang tidak dievaluasi oleh pihak
yang berwenang
Kerugian atas
Persediaan
(Inventory Losses)
1. Inventory losses tidak disetujui oleh pihak yang berwenang
2. Inventory losses tidak diinput ke dalam system (BASIS IM)
dengan benar
Tenaga Harian
Lepas (Third Party
Labor)
1. Permohonan untuk penggunaan karyawan pihak ketiga tidak
disetujui oleh pihak yang berwenang
2. Pembayaran kepada karyawan pihak ketiga tidak seusai
dengan kebijakan perusahaan
3. Tidak terdapat penilaian dengan benar berkaitan dengan
kinerja karyawan pihak ketiga
Biaya Pengiriaman 1. Transaksi penjualan yang tidak dilakukan sesuai dengan
69
(Delivery Cost) urutan kunjungan
2. Tambahan sewa truk telah disetujui dan traif yang digunakan
adalah tarif yang terbaik
3. Dokument pendukung untuk biaya perbaikan sudah disetujui
oleh pihak yang berwenang
Cash Bank/Sales 1. Kasir tidak menyetorkan setoran hasil penjualan ke bank
secara harian (lapping)
2. Rekonsiliasi kas tidak dibuat secara benar oleh sales center
administrator (SCA)
3. Pemotongan setoran hasil penjualan untuk biaya non rution
tidak mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang
4. Selisih yang terdapat dalam rekonsiliasi bank tidak dilakukan
tindak lanjut dengan segera
Kas Kecil (Petty
Cash)
1. Petty cash voucher tidak disetujui oleh pihak yang berwenang
2. Form pengisian kembali Petty cash tidak disetujui oleh pihak
yang berwenang
3. Nomor Akun (account number) yang digunakan tidak tepat
4. Klaim petty cash tidak dilengkapi dengan dokumen pendukung
yang tepat
Piutang Dagang
(Account
Receivable)
1. Credit limit untuk setiap outletnya tidak diupdate
2. Saldo Overdue tidak ditindak lanjuti dengan tepat
3. Outlet, salesman, dan supervisor tidak menandatangani
invoice kredit
4. Prosedur account receivable tidak dijalankan dengan benar
Persediaan 1. Shipper tidak melakukan penghitungan fisik secara harian
70
Tabel 4
.1: Analisa Kelemahan Internal Control Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa komponen yang
digunakan untuk melakukan penilaian resiko adalah:
Jumlah Truck (Number of Truck), merupakan jumlah
route truck yang ada di dalam sales center.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin banyak
jumlah truk yang ada di sales center maka akan
menambah kompleksitas administrasi di dalam sales
center. Kondisi ini akan mengakibatkan resiko dari sales
center tersebut akan menjadi lebih tinggi. Namun
demikian hasil yang diperoleh akan bisa lain apabila
(Inventory) 2. Shipper tidak melakukan input atas hasil penghitungan fisik ke
dalam system
3. Shipper tidak melakukan penghitungan jumlah yang di loading
dan diturunkan dari truk dengan benar
4. Dokumen pengiriman dan penerimaan tidak disetujui oleh
pihak yang berwenang
Persediaan Dalam
Perjalanan
(Inventory in Transit)
1. Jumlah persediaan dalam perjalanan masih cukup tinggi
2. Transporter tidak mengikuti kesepakatan yang ada di dalam
perjanjian
Selisih Salesman
(Salesman
Differences)
1. Tindak lanjut untuk selisih salesman tidak dilakukan secara
harian (terdapat selisih salesman yang cukup lama)
2. Bookkeeper melakukan perubahan data untuk menghindari
selisih salesman
71
berdasarkan hasil evaluasi detail diperoleh data bahwa
biaya kendaraan di sales center yang kecil lebih besar
apabila dibandingkan dengan sales center yang besar.
Jumlah Electric Cooler (Number of Elecric Cooler);
jumlah electric cooler yang menjadi tanggung jawab sales
center.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin banyak
jumlah cooler yang menjadi tanggung jawab sales center
maka semakin besar jumlah investasi yang sudah
dilakukan dan juga jumlah biaya depresiasi yang menjadi
tanggung jawab sales center. Hal ini akan membuat sales
center harus men generate pendapatan yang lebih besar
dan kondisi ini akan membuat sales center tersebut akan
menjadi lebih beresiko. Sales center yang lebih kecil akan
menjadi beresiko seandainya jumlah in audit di sales
center tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan sales
center besar.
Pendapatan Penjualan Penjualan Kotor (Gross Sales);
menunjukan jumlah penjualan dari sales center tersebut.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin tinggi
jumlah penjualan menunjukan semakin kompleks transaksi
72
penjualan yang terjadi (baik dari package, mekanisme
penjualan kas dan kredit, segmentasi, dan administrasi).
Kondisi ini membuat semakin tinggi angka gross sales
maka semakin besar resiko sales center yang
bersangkutan. Sales center dengan jumlah gross sales
yang lebih kecil dapat lebih beresiko apabila transaksi
penjualan tidak dicatat dalam periode yang benar.
Diskon (Discount); adalah potongan harga yang diberikan
kepada para pelanggan.
Contoh dalam melakukan analisa; Semakin tinggi
jumlah potongan harga yang diberikan kepada para
pelanggan maka akan semakin tinggi jumlah kemungkinan
angka penyimpangan yang mungkin ditimbulkan. Oleh
karena itu sales center yang mempunyai jumlah diskon
yang lebih besar akan mempunyai resiko yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lain. Sales center dengan
jumlah diskon yang lebih kecil akan mempunyai resiko
yang lebih besar apabila banyak diskon yang diberikan
pada segmen yang tidak tepat.
73
Biaya Transport (Bulk Transport); adalah biaya yang
timbul untuk melakukan pengangkutan barang dari pabrik
ke masing-masing sales center.
Contoh dalam melakukan analisa; Semakin besar biaya
yang timbul maka semakin besar juga jumlah pengiriman
ke sales center yang bersangkutan (dalam hal ini harus
dipertimbangkan juga tarif yang digunakan untuk
melakukan pengiriman). Oleh karena itu semakin besar
biaya pengiriman untuk sebuah sales center semakin besar
resiko sales center tersebut. Sales center dengan jumlah
biaya transport yang lebih kecil akan lebih beresiko
apabila sales center tersebut tidak pernah memenuhi kuota
pada saat menggunakan tarif round trip.
Insentif (Incentive), adalah biaya insentif yang dibayarkan
kepada salesman dan helper untuk satu periode tertentu.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin besar
jumlah insentif yang dibayarkan kepada salesman dan
helper untuk sales center yang bersangkutan, akan
semakin tinggi resiko untuk sales center tersebut. Sales
center dengan jumlah insentif yang lebih kecil akan
menjadi lebih beresiko seandainya penghitungan insentif
74
tidak didukung dengan dokumen pendukung yang tepat
Kerugian atas Persediaan (Inventory Losses), adalah
jumlah product losses yang terjadi di sales center.
Inventory losses ini dapat terjadi karena (1) produk return,
(2) pecah, (3) hilang, dan (4) bocor. Semakin tinggi
inventory losses yang ada pada sebuah sales center
menunjukan resiko yang ada di sales center tersebut lebih
tinggi dibandingkan dengan sales center yang lain. Sales
center dengan kerugian yang lebih kecil akan menjadi
lebih beresiko seandainya di sales center tersebut kerugian
atas persediaan tidak pernah disetujui oleh pihak yang
berwenang.
Tenaga Harian Lepas (Third Party Labor), adalah
jumlah tenaga harian lepas yang digunakan oleh sales
center. Biasanya tenaga harian lepas ini digunakan untuk
pengganti helper atau untuk helper tambahan.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin besar
jumlah tenaga harian lepas yang digunakan oleh sebuah
sales center maka akan semakin tinggi resiko sales center
yang bersangkutan. Sales center dengan jumlah tenaga
harian lepas yang lebih kecil akan menjadi lebih beresiko
75
apabila berdasarkan pengalaman pada priode sebelumnya
terdapat pembayaran kepada pihak ketiga dengan rate
yang salah.
Biaya Pengiriman (Delivery Cost), adalah biaya yang
digunakan untuk melakukan pengiriman dari sales center
ke outlet. Di dalam komponen biaya pengiriman juga
terdapat komponen biaya pengiriman yang berasal dari
DSD.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin besar biaya
yang digunakan untuk melakukan pengiriman produk dari
sales center ke outlet/konsumen maka akan semakin tinggi
resiko sales center yang bersangkutan.
Cash Bank/Sales; adalah jumlah uang kas yang diterima
dari transaksi penjulan.
Contoh dalam melakukan analisa: Di dalam pembukuan
(neraca), saldo cash bank menunjukan jumlah uang yang
belum disetorkan ke bank. Kondisi ini dapat terjadi karena
belum ada penggantian dana yang digunakan untuk
pengantian uang kas kecil (petty cash replenishment) atau
memang belum bisa disetorkan ke bank karena hari libur.
Oleh karena itu semakin tinggi jumlah cash bank/sales
76
yang ada di sales center menunjukan sales center tersebut
mempunyai resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang lain. Sales center dengan jumlah cash sales yang
lebih kecil akan menjadi lebih beresiko apabila
berdasarkan pengalaman sebelumnya rekonsiliasi kas tidak
dilakukan dengan benar.
Kas Kecil (Petty Cash), adalah saldo kas yang boleh
dikelola oleh sales center untuk dapat melakukan klaim
biaya yang terjadi di sales center.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin besar saldo
petty cash yang ada di sales center menunjukan semakin
besar jumlah biaya yang terjadi di sales center yang
bersangkutan. Oleh karena itu semakin tinggi saldo petty
cash pada sebuah sale center maka akan semakin tinggi
resiko pada sales center yang bersangkutan.
Piutang Dagang (Account Receivable), adalah transaksi
piutang perusahaan pada pelanggannya.
Contoh dalam melakukan analisa: Dalam melakukan
analisa resiko untuk piutang, Examiner harus
memperhitungkan (1) jumlah overdue, (2) jumlah saldo
piutang, (3) jumlah outlet yang diberi kredit, (4)jumlah
77
overlimit, dan (5) jumlah exception yang terjadi. Semakin
besar/tinggi komponen-komponen yang disebutkan
sebelumnya maka akan semakin tinggi resiko sales center
apabila dibandingkan dengan sales center yang lain.
Dalam melakukan perbandingan dan melihat prosentase
dari total balance akan menunjukan besarnya resiko dari
sales center.
Persediaan (Inventory), adalah jumlah persediaan produk
yang siap untuk dijual di dalam sales center.
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin tinggi
jumlah persediaan yang ada di sales center maka resiko
sales center tersebut akan semakin tinggi. Kondisi ini
diakibatkan oleh (1) resiko atas terjadinya product losses
akan semakin tinggi dan (2) space management akan
menjadi lebih sulit.
Persediaan Dalam Perjalanan (Inventory in Transit),
adalah jumlah persediaan yang belum diterima oleh sales
center penerima (pengirim bisa pabrik atau sales center
lain – Transfer Inter Warehouse – TIW).
Contoh dalam melakukan analisa: Semakin tinggi
jumlah inventory in transit menunjukan bahwa jumlah
78
persediaan yang belum diterima oleh sales center penerima
cukup besar. Oleh karena itu semakin tinggi jumlah
inventory in transit yang ada dalam sebuah sales center
menunjukan bahwa resiko sale center tersebut jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan yang lain.
Selisih Salesman (Salesman Differences), adalah selisih
salesman yang terjadi karena (1) kas, (2) barang, dan (3)
salah perhitungan. Semakin tinggi selisih salesman dalam
pembukuan (neraca) menunjukan bahwa (1) selisih
salesman tidak di tindak lanjuti (2) tingginya tingkat
kesalahan yang terjadi di sales center, dan atau (3)
ketidaktahuan bookkeeper/salesman dalam melakukan
penyesuaian/penyelesaian terhadap selisih salesman
tersebut. Semakin tinggi selisih salesman ini menunjukan
resiko untuk sales center tersebut semakin tinggi.
Dalam melakukan pengukuran resiko, Head of Examiner harus
menggunakan data-data aktual yang diperoleh pada saat
dilakukan pertemuan rutin dengan Financial Accounting
Manager, Management Accounting Manager, dan Finance
Manager. Untuk melakukan pengukuran resiko dapat
menggunakan kertas kerja (spreadsheet) sebagai berikut:
79
ITEM S A L E S C E N T E R
A B C D E F G H
No of Truck
No of
Cooler
Gross Sales 2 3
Discount
Bulk
Transport
Incentive
Inventory
Losses
Temporary
Staff
Delivery
Expense
Cash
Bank/Sales
Petty Cash
Account
Receivable
Inventory
Inventory in
80
ITEM S A L E S C E N T E R
A B C D E F G H
Transit
Salesman
Difference
TOTAL
RISK
RANK FOR
VISIT
1 = Low 2 = Moderate 3 = High
tabel 4.2 : Planning and Analysis Sheet
Mekanisme penggunaan tabel di atas adalah:
Pembuatan Planning and Analysis Sheet ini berdasarkan
data yang diperoleh Head of Examiner pada saat melakukan
pertemuan rutin dengan (1) Fincanial Accounting Manager,
(2) Management Accounting Manager, dan (3) Finance
Manager.
Dalam pembuatan Planning and Analysis Sheet, Head of
Examiner dapat mengkalisifikasikan kondisi sales center
berdasarkan resiko yang kemungkinan terjadi berdasarkan
evaluasi dari aspek financial (Rugi Laba dan Neraca).
Klasifikasi dalam menentukan resiko adalah (1) rendah, (2)
81
sedang, dan (3) tinggi. Semakin tinggi kemungkinan
terjadinya resiko sebagai akibat kelemahan internal control
maka akan semakin tinggi skor yang harus diberikan pada
aspek yang akan dilakukan evaluasi.
Head of Examiner hanya perlu mencantumkan angka sesuai
dengan resiko di atas (1, 2, atau 3) dalam Planning and
Analysis Sheet. Penentuan ini tentunya berdasarkan
judgemental analysis dari Head of Examiner dan harus
didukung oleh bukti – bukti yang ada.
Head of examiner akan memasukan angka pada parameter
pengukuran pada sales center yang akan dianalisa. Misalnya
saja; berdasarkan analisa gross sales di sales center C
berjumlah Rp. 200 juta dan didominasi penjulan PET ke
Toko Eceran. Sedangkan sales center A berjumlah Rp. 220
juta dengan penjualan merata ke semua produk dan
penjualannya pun ke seluruh segmen. Dalam kondisi ini
pada saat sales center C lebih beresiko dibandingkan dengan
sales center A maka untuk gross sales sales center A
diberikan angka 2 dan sales center C diberi angka 3 (lihat
blok merah pada tabel di atas).
82
Sales center yang mempunyai skor tertinggi menunjukan
bahwa kelemahan internal control di sales center cukup
besar dan terjadinya resiko atas kelemahan ini menjadi
paling tinggi (blok hijau dalam tabel di atas).
Setelah diketahui total resiko dari masing-masing sales
center maka ditentukan ranking sales center mana yang akan
dikunjungi oleh Examiner.
Head of Examiner harus dapat memberikan justifikasi/alasan
untuk menentukan ranking sales center yang akan
dikunjungi.
Head of Examiner bertanggung jawab untuk
mengalokasikan Examiner sesuai dengan resiko yang sudah
ditentukan.
Planning and Analysis Sheet ini harus dikirimkan ke
National Office sebelum dilakukan kunjungan ke sales
center.
Setelah melakukan kunjungan, Head of Examiner harus
dapat memberikan justifikasi/alasan apabila tidak bisa
melakukan kunjungan sesuai yang telah direncanakan.
Seluruh dokumen pendukung untuk pembuatan Planning and
Analysis Sheet ini harus di file beserta dengan Planning and
83
Analysis Sheet. Head of Examiner juga berkewajiban untuk
membuatkan uraian singkat yang berisi mengenai penjelasan
komponen yang ada di dalam Planning and Analysis Sheet
sehingga pada akhirnya mendapatkan skor yang dicantumkan
dalam Planning and Analysis Sheet. Planning and Analysis
Sheet serta uraian singkat tersebut akan di review oleh tim OFS
pada saat melakukan review ke unit operation.
4.3.1.2 Pengumpulan Data (Data Gathering)
Berdasarkan jadwal kunjungan yang sudah ditentukan setelah
diselesaikannya Planning and Analysis Sheet, Head of Examiner
dapat meminta Examiner untuk melakukan pengumpulan data
dengan menggunakan sumber data yang dimiliki oleh perusahaan
(misalnya BASIS, BASIS IM, dan BASIS EC). Dengan mulai
melakukan pengumpulan data pada tahap perencanaan ini
diharapkan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan
dalam tahap pengerjaan lapangan dapat dikurangi. Sebagian
sample yang digunakan untuk pemeriksaan juga mulai dapat
diputuskan dalam tahap ini. Sampel yang dipilih tentunya
didasarkan resiko yang diperoleh pada saat pembuatan Planning
and Analysis Sheet.
84
4.3.1.3 Ruang Lingkup Pemeriksaan (Examination Scope)
Ruang lingkup pemeriksaan yang menjadi fokus pemeriksaan
yang harus dilakukan oleh examiner setiap bulannya adalah:
Pabrik (plant)
Sales Center (yang ditentukan melalui penilaian resiko)
Siklus lainnya yang terdiri dari; CDE, Payroll, Bulk and
Delivery, AMC, MAA, Purchasing and Account Payable,
Advance and Settlement, Employee Expense, Fleet, Fixed
Assets, 3rd party labor, dan Financial Review
Kedua siklus pertama menjadi prioritas utama bagi Examiner
dalam melakukan examinasi karena bisnis utama perusahaan
(main business) adalah pada kedua area di atas. Dalam melakukan
pemeriksaan terhadap siklus produksi (pabrik), Examiner
mempunyai pilihan untuk melakukan pemeriksaan terhadap siklus
secara keseluruhan atau sebagian (partial). Apabila melakukan
pemeriksaan terhadap siklus secara keseluruhan maka periode
reviewnya adalah setiap tiga bulan. Sedangkan apabila akan
dilakukan review untuk sebagian siklus yang ada, bisa dilakukan
pemeriksaan setiap bulannya. Namun demikian disarankan,
apabila ingin melakukan review untuk sebagian siklus yang
diharuskan melakukan review untuk seluruh siklus yang ada.
85
Review bulanan diarahkan untuk melakukan tindak lanjut atas
temuan sebelumnya.
Khususnya untuk sales center, mengacu bahwa penilaian resiko
dilakukan setiap enam bulan sekali, maka evaluasi terhadap sales
center yang akan dikunjungi akan dilakukan setiap enam bulan
sekali. Kunjungan ke sales center didasarkan pada resiko yang ada
di sales center. Sales center yang dievaluasi mempunyai resiko
yang lebih tinggi akan dikunjungi lebih sering jika dibandingkan
dengan sales center yang mempunyai resiko lebih rendah. Jumlah
kunjungan sales center akan diklasifikasikan menjadi:
High dan Medium risk sales center – 2 kali dalam setahun
Low risk sales center – 1 kali dalam setahun
Untuk meyakinkan agar resiko yang ada di sales center tetap
terjadi, dalam melakukan review, Examiner harus melakukan:
Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh untuk siklus
penjualan (full cyce of revenue cycle)
Tindak lanjut atas temuan-temuan sebelumnya harus
dilakukan secara bulanan (hal ini bisa dilakukan dengan
menggunakan telepon ataupun e-mail)
Semua temuan harus dilengkapi dengan dokumen pendukung
dan bukti yang valid (audit evidence)
86
Sedangkan area/siklus lainnya review yang harus dilakukan:
Examiner diharuskan untuk melakukan review terhadap satu
siklus di atas setiap bulannya. Justifikasi untuk menentukan siklus
yang harus direview harus didiskusikan dengan Finance Manager.
Sikus-siklus di atas dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dan evaluasi dari OFS Group. Tujuan dilakukan
review secara regular adalah untuk mencegah terjadinya resiko
kebocoran yang tidak diketahui.
Ruang lingkup pemeriksaan (examination scope) harus
dikirimkan ke National Office sebelum Examiner melakukan
examinasi pada bulan berjalan. Pada saat dikirimkan ke National
Office, Head of Examiner harus menentukan justifikasi untuk
melakukan examinasi. Apabila pada akhir bulan pelaksanaan
examinasi tidak sesuai dengan yang direncanakan, Head of
Examiner bertanggung jawab untuk memberikan justifikasi/alasan
tidak bisa diselesaikannya rencana tersebut.
4.3.2 Tahap Pengerjaan Lapangan
Dalam tahap pengerjaan lapangan (proses dilakukannya examinasi), Head
of Examiner/Examiner harus meyakinkan bahwa kelemahan internal
control dari sebuah penyimpangan/temuan harus dapat diidentifikasikan.
Tabel berikut ini menunjukan tahap-tahap yang harus diikuti pada saat
87
melakukan tahap pengerjaan lapangan:
gambar 4.3: Tahap Pengerjaan Lapangan
Dalam melakukan examinasi Head of Examiner/Examiner harus
melakukan evaluasi terhadap (1) input, (2) proses, dan (3) output
dari sebuah proses bisnis yang dievaluasi. Proses ini harus dilakukan
untuk mengetahui secara pasti dimana letak penyimpangan yang
terjadi. Input; merupakan dokumen sumber (source document) dari
suatu proses bisnis yang akan direview. Proses; merupakan alat atau
cara yang digunakan untuk melakukan proses terhadap dokumen
sumber dan output; merupakan hasil/ laporan yang dihasilkan dari
proses sebuah obyek yang akan di review/evaluasi.
Sebagai contoh adalah proses evaluasi terhadap obyek selisih
salesman (salesman differences);
1. Input; examiner harus melakukan review terhadap dokumen asli
(invoice atau Los/Lis) yang digunakan bookkeeper sebagai dasar
untuk melakukan data entry ke dalam system (BASIS – Route
Settlement). Dengan melakukan evaluasi terhadap dokumen-
Input:Dokumen YangAkan Diproses
Process:Cara YangDigunakan
UntukMemprosesDokumen
Output:Laporan/HasilDari Sebuah
Proses
Tahap Pengerjaan Lapangan Tindak Lanjut
DEVIASI
Action Plan:Bagaimana untuk
Mengurangi Resiko/Temuan yang
Berulang
Harus Mengidentifikasi• what can go wrong• what could go better
Input:Dokumen YangAkan Diproses
Process:Cara YangDigunakan
UntukMemprosesDokumen
Output:Laporan/HasilDari Sebuah
Proses
Tahap Pengerjaan Lapangan Tindak Lanjut
DEVIASI
Action Plan:Bagaimana untuk
Mengurangi Resiko/Temuan yang
Berulang
Harus Mengidentifikasi• what can go wrong• what could go better
88
dokumen sumber tersebut Head of Examiner/Examiner akan
dapat mengetahui apakah dokumen tersebut sudah dibuat dengan
benar.
2. Proses; Head of Examiner dan Examiner harus juga melakukan
evaluasi terhadap data yang dientri oleh Bookkeeper ke dalam
system. Apakah bookkeeper melakukan perubahan data atau
tidak. Evaluasi juga harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa
system sudah bekerja dengan benar.
3. Output; dengan melakukan evaluasi terhadap laporan yang
dihasilkan kita akan dapat mengetahui apakah hasil dari suatu
proses sesuai dengan input yang digunakan. Dalam hal ini kita
akan dapat mengetahui apakah terjadi kesalahan dalam proses
atau adakah perubahan data yang dilakukan dalam proses
Dengan melakukan evaluasi seperti sudah dijelaskan di atas maka akan
dapat diketahui penyebab terjadinya suatu temuan/deviasi:
1. Input; Salesman tidak membuat invoice dengan benar dan shipper
membuat kesalahan pada saat membuat Los/Lis.
2. Proses; bookkeeper melakukan perubahan data pada invoice yang
dientri ke dalam system.
3. Output; laporan yang dihasilkan oleh BFPC dan BASIS AS 400
tidak konsisten antara satu dengan yang lainnya.
89
Suatu temuan dapat terjadi apabila terdapat deviasi/ketidak sesuaian
antara apa yang terjadi dengan kebijakan/prosedur yang dimiliki oleh
perusahaan. Penyimpangan ini dapat terjadi pada (1) input, (2) proses,
melaporkan dan (3)output. Dalam melaporkan temuan Head of
Examiner/Examiner harus melaporkan kelemahan internal control
dari objek yang direview.
Tindak Lanjut yang disetujui (action plan); tindak lanjut yang
disepakati harus berasal dari pihak yang diperiksa (auditee atau pihak
yang bertanggung jawab). Head of Examiner/Examiner harus
meyakinkan bahwa tindak lanjut yang disetujui harus mencakup (1)
apa yang akan terjadi apabila tindak lanjut yang disepakati tidak
dijalankan (what can go wrong) dan (2) apa yang akan menjadi lebih
baik apabila tindak lanjut yang disetujui dijalankan (what can go
better). Tindak lanjut yang disetujui ini diharapkan untuk mengurangi
resiko atas objek yang akan dievaluasi.
Selain menggunakan pendekatan yang sudah dijelaskan di atas Input –
Process – Output, dalam melakukan pengerjaan lapangan Examiner dapat
juga menggunakan pendekatan yang sudah berlaku umum seperti
pendekatan berikut ini. Dengan menggunakan pendekatan ini Examiner
diharapkan akan mampu melakukan evaluasi dengan lebih dalam dan
menemukan letak sumber masalah yang akan dievaluasi, apakah sumber
90
Review & Checking
Transaction processing / Events
Procedures Systems People
Control Activities
Monitoring
Control Environment
masalah tersebut terletak pada (1) aktivitas pemantauan (monitoring), (2)
aktivitas control (control activities), dan (3) linkungan control (control
environment). Dengan mengetahui letak sumber permasalahan
diharapkan Examiner dalam mengusulkan rekomendasi yang tepat dan
menyiapkan tindak lanjut yang disetujui yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan isu yang ada. Berikut ini adalah bagan yang
menggambarkan pendekatan untuk melakukan evaluasi:
gambar 4.4: Pendekatan dalam Melakukan Evaluasi Temuan
Definisi dari kategori di atas adalah sebagai berikut:
Aktivitas control yang spesifik (Specific Control Activities) adalah
aktivitas bisnis harian yang berhubungan dengan pencatatan
(recording), pemberian otorisasi/pelimpahan wewenang
(authorizing), pemberian persetujuan (approving) dan melakukan
pemeriksaan (checking) terhadap transaksi-transaksi pada waktu
yang tepat serta menyeluruh.
91
Contoh temuan yang berkaitan dengan aktivitas control yang
spesifik: (1)stock keeper tidak menandatangani MID dan MRD untuk
pengambilan bahan baku (raw material) dan (2) shipper tidak
melakukan entri transaksi pecah sesuai dengan prosedur yang ada.
Kontrol dengan melakukan pemantauan (Monitoring Controls)
adalah pengecekan dan evaluasi yang secara periodik/berkala
dilakukan oleh Manajemen untuk mengetahui proses bisnis yang
wajar telah berjalan dengan baik.
Contoh temuan yang berkaitan dengan control dengan melakukan
pemantauan: Sales Center Manager tidak melakukan review terhadap
Stock Movement Report secara harian dan Route Supervisor tidak
melakukan konfirmasi kredit secara berkala untuk meyakinkan
keberadaan kredit.
Lingkungan Pengendalian (Control Environment) adalah cara yang
digunakan – yang terdiri dari manusia (people), prosedur
(procedures) dan sistem (systems) menyediakan kerangka untuk
menciptakan lingkungan yang terkendali.
Manusia (People) – pertanggung jawaban (accountability), kualitas,
keahlian, dan motivasi dari manusia yang dapat memberikan dampak
secara langsung pada control.
Controh temuan yang berkaitan dengan manusia dalam lingkungan
92
control; shipper tidak melakukan penghitungan fisik secara harian
dan mengakibatkan selisih inventory.
Prosedur (Procedures) dokumen yang digunakan untuk memberikan
arahan/pedoman kepada pekerja dan manajemen pada suatu tugas dan
kewajiban yang sudah ditentukan dalam rangka mengurangi dan
mengelola resiko yang ada. Prosedur yang ada diharapkan dapat
memberikan pembagian wewenang sehingga seseorang dapat
melakukan aktivitasnya dengan tidak berbenturan dengan tugas
hariannya.
Contoh temuan yang berkaitan dengan prosedur dalam lingkungan
control: tidak terdapat prosedur yang mensyaratkan melakukan
review terhadap krat yang datang dari pemasok.
Sistem (Systems), termasuk di dalamnya adalah cara yang dilakukan
sehingga system dapat mendukung bisnis dengan efisien dan efektif.
Sama halnya adalah menciptakan suatu cara untuk menengah
seseorang dalam akses terhadap system tersebut, serta juga
pembuatan aplikasi yang dapat melindungi data dan transaksi.
Contoh temuan yang berkaitan dengan system dalam lingkungan
pengendalian; selisih ending balance untuk account receivable di
BASISfPC dan BASIS AS 400.
Kedua pendekatan yang sudah dijelaskan ini tidak saling menggantikan
93
satu dengan yang lain (substitusi). Pendekatan yang satu akan melengkapi
pendekatan yang lain (komplementer). Dengan mengkombinasikan kedua
pendekatan yang sudah dijelaskan di atas diharapkan Examiner dapat
melakukan evaluasi terhadap finding dengan lebih sempurna dengan
mengetahui dimana letak kelemahan internal control. Kualitas dan
validitas dari temuan Examiner pun juga akan dapat ditingkatkan.
4.3.2.1 Populasi Data dan Sampel Data
Populasi data adalah seluruh data yang ada selama periode
examinasi. Misalnya saja; periode examinasi adalah setiap bulan,
maka populasi data yang akan direview adalah data untuk satu
bulan terakhir. Sedangkan sample data adalah data yang kita
ambil untuk kita review. Misalnya; untuk melakukan review
diambil sampel 25 transaksi (Los/Lis, RHF, Invoice) dari
transaksi pada bulan berjalan.
Berdasarkan definisi di atas dan juga ketentuan mengenai ruang
lingkup pemeriksaan maka populasi untuk pemeriksaan yang
dilakukan oleh Examiner adalah:
Max 6 bulan transaksi untuk sales center
Max 4 bulan transaksi untuk plant
Max 6 bulan transaksi untuk siklus lainnya
94
Jumlah sampel yang diambil dengan mempertimbangkan periode
pemeriksaan;
20 sampel untuk area yang dikunjungi setiap 4 bulan
25 sampel untuk area yang dikunjungi setiap 6 bulan
30 sampel untuk area yang dikunjungi 1 tahun sekali
4.3.2.2 Checklist
Examiner Cheklist adalah sebuah dokumen yang berfungsi
sebagai Internal Control Questionnaire (ICQ) yang harus diisi
oleh Examiner pada saat melakukan examinasi/evaluasi/review.
Alat ini diharapkan dapat membantu Examiner untuk mengetahui
kelemahan internal control pada objek yang akan direview. Fokus
dari objek (area) yang akan direview dan juga besaran testing
yang akan dilakukan baru dapat ditentukan setelah Examiner
mengisi checklist ini dan mengetahui kelemahan internal
controlnya. Untuk itulah dalam melakukan pengisian Examiner
Checklist ini, Examiner harus melakukan walk through. Proses
walk through adalah proses untuk mengikuti bisnis proses yang
ada (semacam plant/sales center tour) dan mencoba melakukan
analisa apakah bisnis proses yang ada sesuai dengan
checklist/SOP/Policy yang digunakan. Dalam kesempatan ini juga
95
diharapkan Examiner mengambil/melakukan evaluasi pada
dokumen yang digunakan. Penyimpangan terhadap
checklist/SOP/Policy bisa dituangkan dalam kolom keterangan
pada checklist. Berikut ini adalah contoh checklist (untuk CDE)
dan penggunaannya:
Tabel 4.3: Contoh Checklist
Checklist ini harus diisi pada saat melakukan examinasi.
Dalam checklist sudah di didesain tujuan dari examinasi yang
dilakukan oleh examiner.
Dengan mengetahui tujuan pemeriksaan diharapkan examiner
dapat mengetahui focus dari pemeriksaan.
Checklist Untuk Distribution Company Coca-Cola Bottling Indonesia Cold Drink Equipment (CDE)
Operation: Periode Pemeriksaan:
Pertanyaan Ref Ya/Tidak Keterangan
PERGERAKAN CDE:
Tujuan: Untuk mengetahui apakah pergerakan CDE
sudah dilengkapi dengan dokumen dan disetujui oleh pihak yang berwenang sesuai dengan SOP
Untuk mengetahui pakah akurasi data yang ada di dalam system yang dimiliki oleh perusahaan dapat diandalkan.
Untuk mengetahui keberadaan assets (assets
existence) yang dimiliki oleh perusahaan
Checklist:
PROPOSAL Apakah sales center menyiapkan proposal
penempatan CDE/GDM? (yang kemudian di fax/kirim ke CDES)
Apakah proposal penempatan yang disiapkan oleh sales center sudah diisi dengan informasi yang dibutuhkan? (Notes: ambil sampel Proposal Form untuk dicek apakah kelengakapan yang dibutuhkan sudah disetujui)
Apakah sebelum menyetujui proposal penempatan dilakukan survey oleh route supervisor untuk menentukan kelayakan outlet?
96
Jawaban yang ada di checklist harus mencerminkan kondisi
yang sebenarnya dari objek pemeriksaan.
Apabila jawaban “Ya” menunjukan internal control yang
cukup baik. Jawaban ”Ya” akan diberikan apabila selama
proses ”walkthrough” sama sekali tidak ditemukan
pengecualian (temuan). Sebagai contoh, apabila Examiner
melakukan persetujuan dalam Los/Lis – untuk dokumen yang
direview seluruhnya telah ditandatangani baik oleh Salesman
maupun oleh Shipper. Untuk kondisi semacam ini, Examiner
tidak perlu melakukan testing. Namun demikan Examiner
harus memberikan penjelasan dalam kolom “remarks” yang
ada di dalam cheklist. Examiner cukup memberikan
penjelasan bahwa pada saat dilakukan ”walkthrough” semua
dokumen telah direview sesuai dengan prosedur yang ada. Hal
ini bisa dilakukan untuk melakukan penyederhanaan dalam
proses review. Namun demikian, Examiner masih diijinkan
untuk melakukan pengujian (testing) apabila masih ragu dan
menggali lebih dalam atas hasil ”walkthrough” Pada saat
dilakukan pengujian hasilnya pun masih tidak signifikan maka
examiner masih dimungkinkan untuk menambah sampel
sampai dengan 30%.
97
Apabila jawaban “Tidak” maka menunjukan internal control
yang ada adalah lemah. Meskipun kondisi ini bisa langsung
dijadikan temuan, untuk meyakinkan bahwa memang analisis
yang dilakukan benar, Examiner tetap harus melakukan uji
sample. Jumlah sampel yang harus diuji dapat dilihat pada
bagian “Populasi dan Sampel”. Untuk dapat dimasukkan ke
dalam temuan yang dilaporkan ke National Office, Head of
Examiner harus melihat materialitas dari temuan tersebut.
Pada saat temuan yang ada tidak cukup signifikan maka cukup
dibuatkan ”audit memorandum” dan didukung dengan
dokumen pendukung yang lengkap. Pada saat temuan yang
ada cukup signifikan, maka harus dilaporkan ke National
Office.
Kolom “Ref” dalam checklist bertujuan untuk memberikan
normor referensi pada kertas kerja yang sudah dibuat oleh
Examiner. Tujuan dibuatnya nomor referensi ini adalah untuk
memudahkan pada saat dilakukan review atas working paper
Kolom “Keterangan” dapat digunakan oleh examiner untuk
menjelaskan ha-hal lain. Misalnya saja berdasarkan review
yang dilakukan oleh Examiner menunjukan bahwa terdapat
internal control weakness. Namun pada saat dilakukan review
98
lanjutan Examiner dapat menemukan offsetting control
(control yang dapat menutupi kelemahan yang ada). Examiner
bisa mencatumkan offsetting control tersebut pada kolom
keterangan.
4.3.2.3 Prosedur Examinasi (Examination Procedure)
Prosedur Examinasi berisi langkah-langkah (tahap-tahap) yang
harus diikuti oleh Examiner pada saat melakukan examinasi
(review/evaluasi). Dengan mengikuti langkah – langkah yang ada
di dalam prosedur ini diharapkan (1) tahapan yang dilakukan oleh
seluruh Examiner pada saat melakukan examinasi menjadi
terstandarisasi, (2) mengurangi resiko atas tidak direviewnya
sebuah objek yang dievaluasi, dan (3) meningkatkan kualitas dan
validitas dari proses examinasi dan Pelaporan Examiner.
Beberapa istilah yang digunakan dalam prosedur ini antara lain
interview, evaluasi (review), observasi (observe), pengujian
(testing), dan melakukan penghitungan ulang
(reperform/recalculate) dan. Istilah-istilah ini adalah istilah umum
yang digunakan di dalam Prosedur Audit. Prosedur Examinasi ini
dibuat untuk setiap siklus examinasi (misal; produksi, advance
and settlement, CDE, MAA, dll)
99
4.3.2.4 Pengukuran Materialitas
Adalah alat yang dapat digunakan oleh Examiner untuk (1)
melakukan evaluasi materialitas atas temuan examiner, (2)
klasifikasi atas Laporan Examiner berdasarkan materialitas dari
Laporan Examiner, (3) membantu Examiner untuk melakukan
review apakah dalam laporan tersebut masih ada control lain yang
bisa mengurangi resiko (offsetting control), dan (4) meningkatkan
kualitas temuan dari Examiner dan juga Laporan Examiner.
Examiner diharapkan tidak hanya melakukan review atas dasar
contoh-contoh temuan yang disajikan didalam Form Pengukuran
Materialitas. Examiner diharapkan dapat menemukan suatu
temuan di luar contoh - contoh tersebut. Form ini juga akan
diupdate secara rutin dengan temuan - temuan lain yang
ditemukan pada masa yang akan datang.
4.3.2.5 Man Days / Man Hours
Operational and Financial Support (OFS) group sudah membuat
suatu standar ManDays/Man Hours untuk setiap siklusnya. Waktu
yang digunakan tersebut adalah waktu minimal yang digunakan
untuk melakukan suatu examinasi dalam sebuah siklus.
Pembuatan standar ini didasarkan pada (1) pengalaman pada saat
100
melakukan examinasi sebuah siklus, (2) waktu minimum yang
digunakan untuk mereview jumlah sample yang sudah ditentukan,
dan (3) beberapa data/sample yang akan diuji sudah
dipilih/disiapkan di kantor pusat pada saat tahap perencanaan
(pengumpulan data). Examiner diperbolehkan untuk menambah
jumlah waktu yang digunakan untuk melakukan sebuah examinasi
pada saat Examiner melakukan evaluasi temuan yang bersifat
signifikan atau untuk memperjelas penyebab terjadinya suatu
temuan. Detail jumlah waktu yang diperlukan untuk setiap
siklusnya dapat dilihat pada lampiran.
Untuk meyakinkan bahwa Examiner melakukan examinasi
berdasarkan standar waktu yang sudah ditentukan, maka
Examiner harus membuat time sheet setiap bulannya. Tujuan dari
time sheet ini adalah untuk (1) mengurangi jumlah resiko dari
objek yang tidak direview oleh Examiner – dibawah waktu rata –
rata dan (2) meyakinkan bahwa Examiner tidak menggunakan
waktu secara berlebihan.
4.3.2.6 Independent and Joint Review
Independent review adalah pemeriksaan yang dilakukan secara
independent oleh Examiner Coordinator dari National Office.
101
Tujuan dilakukannya pemeriksaan independen adalah untuk
memberikan perbandingan dan perspektif yang independen atas
suatu ruang lingkup pemeriksaan. Dengan melakukan pendekatan
ini Examiner Coordinator akan mampu memberikan umpan balik
(feed back) pada Examiner mengenai pendekatan yang digunakan
pada saat melakukan pemeriksaan dan juga dokumentasi yang
diharus disiapkan oleh Examiner. Pemilihan ruang lingkup
pemeriksaan yang akan dilakukan review akan ditentukan oleh
Examiner Coordinator di National Office.
Joint review adalah review yang dilakukan secara bersama –
sama oleh Examiner Coordinator dengan Examiner dari unit
operasi. Dengan melakukan pemeriksaan ini akan terjadi transfer
knowledge dari Examiner Coordinator kepada Examiner di unit
operasi atas pendekatan yang digunakan untuk melakukan review.
Dengan pendekatan ini Examiner Coordinator akan memberikan
umpan balik secara langsung mengenai pendekatan yang
digunakan oleh Examiner pada saat melakukan pemeriksaan.
4.3.3 Hasil Temuan
Sebuah temuan dapat juga dilaporkan oleh pihak-pihak yang terkait.
Dalam hal temuan yang dilaporkan oleh pihak terkait dan atau sudah
102
terjadi maka Head Examiner berkewajiban untuk mendindak lanjuti
temuan ini dan meyakinkan bahwa bukti-bukti pendukung untuk temuan
yang dilaporkan tersebut sudah valid. Hal ini bertujuan untuk
menghindari adanya tuntutan hukum dari pihak tertuduh. Selain untuk
meyakinkan apakah bukti-bukti yang ada sudah cukup, pemeriksaan
dilakukan untuk meyakinkan agar kelemahan internal control yang ada
sudah dapat dibenahi.
4.3.3.1 Contoh Fraud yang Terjadi
Dari Pihak Salesman
Melakukan manipulasi fisik ataupun dokumen Load in Load
out
Menitipkan atau meminjam produk/empties ke/dari Ware
House
Melakukan sales return/pengembalian ataupun tukar guling
dari Outlet tanpa persetujuan Pimpinan yang berwenang
Mengambil botol kompetitor dari pasar dan dibukukan
sebagai botol perusahaan
Memecah/split invoice (barang dikirim ke Outlet A, tetapi
Invoice dibuatkan atas nama A, B, C dst)
103
Menggabungkan invoice (barang dikirim ke Outlet A, B, C
dst tetapi Invoice dibuatkan atas nama Outlet E)
Melakukan transaksi ke Outlet yang bukan berada di
wilayahnya
Memberikan kredit kepada Outlet tunai
Memberikan tambahan kredit kepada Outlet sehingga
melebihi limit
Memberikan kredit kepada Outlet yang bermasalah
Melakukan manipulasi diskon/program
Memberikan dengan sengaja diskon/program kepada Outlet
yang tidak berhak mendapatkannya
Menunda uang setoran penjualan ataupun koleksi penagihan
(apabila terjadi selisih harus diselesaikan paling lambat 1 x
24 jam)
Melakukan penjualan/ pembuatan invoice, dimana produk
belum diserah-terimakan ke Outlet (belum terkirim) – pre
booking
Menunda penjualan/ pembuatan invoice, dimana produk
telah diserahkan/dikirim ke Outlet – deffered sales
104
Dari Pihak Logistik
Menerima return ataupun tukar guling tanpa persetujuan
Pimpinan yang berwenang
Mengeluarkan ataupun menerima produk/empties dan GDM
tanpa dokumen yang sah (titipan)
Mengeluarkan produk/ empties tidak sesuai dengan
dokumennya
Menerima botol kompetitor masuk ke Ware House dan
membukukannya sebagai asset perusahaan
Melakukan write off tanpa persetujuan Pimpinan yang
berwenang.
Dari Pihak Book Keeper
• Melakukan manipulasi data di sistem (tidak sesuai dengan
transaksi/dokumen)
• Melakukan data entri terhadap transaksi yang tidak sesuai
prosedur:
1. Prebooking
2. Penundaan sales dengan sengaja
3. Reversal invoice tanpa justifikasi
4. Penetrasi fiktif
105
5. Diskon/program tidak sesuai aturan
6. Discount back dated tanpa persetujuan
Melakukan manipulasi pembayaran kredit
Dari pihak Cashier
Menerima kuitansi/klaim yang dimanipulasi (kuitansi palsu,
pembelian fiktif dan split kuitansi)
Menerima/membayar klaim yang belum disetujui WHM
Memberikan pinjaman kepada karyawan atau pihak luar
tanpa prosedur advance
Menerima titipan uang dari pihak karyawan ataupun pihak
luar
Memotong setoran penjualan tanpa persetujuan Finance
Manager
Memotong pembayaran klaim dan pembayaran lainnya
untuk kepentingan pribadi
4.3.3.2 Cara Mendeteksinya
Dari Pihak Logistik
Melakukan pemeriksaan fisik atas barang masuk dan keluar
yang dibawa oleh Salesman
106
Memeriksa kelengkapan dokumen Load in Load out, dan
menanda-tanganinya
Memeriksa jumlah produk yang diterima dari pabrik atau SC
lain
Memeriksa jumlah empties yang akan dikirim ke pabrik
Mencatat pergerakan produk/ empties sesuai dengan; aktual
fisik, aktual periode dan dokumennya
Melakukan stock opname setiap hari dan hasilnya
dimasukkan ke dalam Basis
Meminta approval Spv dan WHM untuk proses klaim
(dengan bukti asli)
Dari pihak Book Keeper
• Melakukan data entri sesuai dengan dokumen sah yang ada
• Meminta konfirmasi ke Salesman apabila terjadi selisih
yang tidak teridentifikasi, dan mengkomunikasikan
penyelesaian atas selisih
• Mengkomunikasikan kepada atasan apabila terjadi
penyimpangan prosedur pada transaksi penjualan ataupun
program
• Melakukan file atas dokumen-dokumen dengan baik
107
• Melakukan administrasi serah terima invoice kredit (putih)
dengan Salesman/Supervisor
• Melakukan administrasi serah terima invoice kosong dengan
Supervisor
• Meminta approval Spv dan WHM untuk proses klaim
(dengan bukti asli)
Dari pihak cashier
• Melakukan perhitungan uang setoran Salesman dan
verifikasi dokumen RHF
• Menanda tangani RHF sebagai tanda serah terima uang
setoran
• Melakukan data entri Petty Cash setiap hari sesuai dengan
dokumen
• Melakukan Cash Opname Petty Cash setiap hari
• Melakukan setoran ke Pick Up service sesuai dengan aktual
fisik uang
108
4.3.3.3 Cara Mencegahnya
Di Area Logistik
• Memeriksa secara rutin kondisi kendaraan sesuai dengan
check list
• Mengisi form Loading dengan benar dan lengkap (termasuk
tanda tangan)
• Memuat produk sesuai dengan dokumen Loading
• Membuat dokumen pergerakan asset atas perpindahan fisik
yang ada
Di Outlet
• Membuat invoice dengan lengkap dan menyerahkan invoice
yang telah ditanda-tangani oleh Salesman dan Outlet kepada
Outlet (sebagai bukti tanda terima barang)
• Membuat dan menyerahkan tanda terima atas pembayaran
kredit (collection) kepada Outlet
• Menyerahkan Invoice Kredit (Putih) kepada Outlet apabila
terjadi pelunasan
• Membuat invoice sesuai dengan urutannya (Route
Konvensional)
• Menyerahkan produk sesuai dengan invoice
Di Area Book Keeper
109
• Menyerahkan Invoice dan Lo Li kepada Book-keeper sesuai
dengan urutannya
• Mengambil invoice kredit (Putih) apabila akan melakukan
penagihan, dan mengembalikan ke Book-Keeper apabila
belum ada pembayaran
Di Area Cashier
• Menyerahkan setoran uang berikut RHF yang telah ditanda-
tangani Salesman dan Spv ke Cashier
• Meminta approval Spv dan WHM untuk proses klaim
(dengan bukti asli)
4.3.4 Tahap Pelaporan
Laporan Examiner harus dibuat oleh Head of Examiner dan Examiner
setelah menyelesaikan tahap pengerjaan lapangan. Laporan ini harus
berisi mengenai kelemahan internal control pada obyek yang dievaluasi.
Selain berisi mengenai kelemahan internal control, laporan ini juga harus
berisi mengenai perbaikan yang harus dilakukan untuk mengurangi resiko
yang muncul sebagai akibat adanya kelemahan internal control ini.
Semua temuan yang terdapat di Laporan Examiner harus didukung
dengan kertas kerja (working paper). Tanpa adanya bukti-bukti
pendukung atas temuan tersebut maka Laporan Examiner akan
110
dikategorikan tidak valid. Monitoring Tools digunakan oleh Head of
Examiner untuk memantau kemajuan penyelesaian atas temuan yang
sebelumnya ditemukan. Head of Examiner berkewajiban untuk
menyampaikan temuan yang masih belum ditindak lanjuti pada pihak-
pihak terkait. Head of Examiner juga berkewajiban untuk meyakinkan
agar tindak lanjut atas penyelesaian temuan sesuai dengan rencana yang
sudah disepakati sebelumnya.
4.3.4.1 Kertas Kerja (Work Sheet)
Examiner harus memperoleh bukti-bukti pendukung (evidence)
yang valid untuk sebuah temuan examiner. Bukti ini akan
digunakan untuk mendukung validitas dari sebuah temuan.
Seluruh dokumen pendukung yang dihasilkan harus diarsipkan
(file) oleh Head of Examiner sebagai kertas kerja (working
paper). Berikut adalah proses dalam pembuatan kertas kerja:
gambar 4.5: Proses Pembuatan Kertas Kerja
ExaminerChecklist;
Harus Mengisi Ref#
Tahap PengerjaanLapangan
Working Paper:Dokumen Pendukung/
Bukti UntukMendukung Temuan
Dokumen Yang Benar/Berhubungan;
• Menunjukan Penyimpangan;Jumlah, Proses, atau flow
• Dokumen yang Valid• Copy atau sampel dokumen
• Index base on the Ref.#In the Examiner Checklist
Tahap PelaporanDEVIASI
Cross Reference
Cocok/Sesuai
LaporanExaminer
Tersaji diLaporanExaminer
ExaminerChecklist;
Harus Mengisi Ref#
Tahap PengerjaanLapangan
Working Paper:Dokumen Pendukung/
Bukti UntukMendukung Temuan
Dokumen Yang Benar/Berhubungan;
• Menunjukan Penyimpangan;Jumlah, Proses, atau flow
• Dokumen yang Valid• Copy atau sampel dokumen
• Index base on the Ref.#In the Examiner Checklist
Tahap PelaporanDEVIASI
Cross Reference
Cocok/Sesuai
LaporanExaminer
Tersaji diLaporanExaminer
111
Tahap Pengerjaan Lapangan; seperti sudah disebutkan
sebelumnya bahwa dalam proses pengerjaan lapangan,
Examiner diharuskan untuk menggunakan dan mengisi
Examiner Checklist. Salah satu kolom yang harus diisi oleh
Examiner pada saat mengisi Examiner Checklist adalah
Kolom Ref. Kolom ini diharapkan diisi dengan referensi
(cross reference) yang ada di dalam kertas kerja (indexing)
Tahap pelaporan; kertas kerja selalu berisi dokumen/bukti –
bukti dari sebuah temuan examiner. Kertas kerja harus
merupakan dokumen yang berhubungan dengan temuan
examiner. Didalam kertas kerja tersebut harus dapat
ditunjukan jumlah yang menjadi temuan examiner. Misalnya
pada saat terjadi temuan yang berkaitan dengan rekonsiliasi
kas, kertas kerja yang disiapkan dapat berupa (1) lembar
rekonsiliasi kas yang digunakan oleh Sales Center, (2)
penghitungan ulang yang dilakukan oleh Examiner yang
dapat menunjukan selisih dalam rekonsiliasi, (3) form setoran
kas, (4) sample RHF yang direview, (5) laporan cash
summary, dan (6) buku bank/rekening koran (bank
statement). Dokumen yang digunakan seharusnya tidak
112
merupakan (1) list of credit transactions atau (2) net load
summary report.
Kertas kerja dapat juga disiapkan hanya dengan memberikan
tickmark di dalam listing dokumen yang direview. Tickmark
yang digunakan harus mempunyai arti tertentu dan dengan
memberikan tickmark ini menunjukan bahwa dokumen yang
terkait sudah direview oleh Examiner. Misalnya saja
Examiner akan melakukan review terhadap tanda tangan
pada invoice yang menggunakan diskon. Examiner cukup
memberikan tanda tertentu pada listing sample yang
direview. Tanda “x” dapat digunakan untuk menunjukan
bahwa invoice tersebut tidak ditandatangani dan “o”
menunjukan bahwa invoice tersebut ditandatangani oleh
outlet. Contoh dari tickmark ini adalah sebagai berikut:
Tanggal Invoice Tanda Tangan
Transaksi Number Ya Tidak
26-Jan-05 JEI00555069 O
24-Dec-04 JEI00538789 O
24-Dec-04 JEI00537549 x
16-Dec-04 JEI00531942 x
28-Jan-05 JEI00556672 O
113
Tabel 4.4: Contoh Pembuatan Tickmarks
Dengan memberikan tickmark seperti contoh di atas berarti
Examiner menjelaskan bahwa dokumen yang ada di dalam
list tersebut sudah direview oleh Examiner. Penyimpangan
yang ada di dalam evaluasi ini adalah 2 dari 5 dokumen (atau
40%) tidak ditandatangani oleh outlet. Bentuk dari tickmark
tidak ditentukan dan bisa sesuai dengan keinginan dari
Examiner sepanjang tanda yang digunakan dijelaskan oleh
Examiner. Hal ini akan memudahkan pada saat dilakukan
evaluasi.
Number Referensi (adalah Ref: F-4-1) yang ada di dalam
supporting dokumen harus sesuai dengan referensi yang
dicantumkan di dalam kolom Ref di Examiner Checklist
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya (Cross
Refference). Tujuan dari dilakukannya cross referencing ini
adalah untuk memudahkan pada saat dilakukan evaluasi
(menghubungkan antara satu dokumen dengan dokumen
lainnya). Setiap temuan examiner harus didukung dengan
dokumen pendukung/bukti.
114
Standar pemberian kode dalam kertas kerja adalah sebagai
berikut;
EXAMINATION SCOPE KODE
Revenue Cycle A
Production Cycle B
Payroll Cycle C
CDE Cycle D
Purchasing Cycle E
Fleet Cycle F
Advance and Settlement Cycle G
Temporary Employee Cycle H
ADP/AMC Cycle I
MAA Cycle J
Fixed Assets Cycle K
Other Cycle (Akan digunakan untuk
siklus lainnya yang belum masuk ke
dalam standard dan nomor yang
digunakan adalah berurutan)
L
tabel 4.5: Kode Standar Untuk Working Paper
Urutan dokumen dalam pembuatan kertas kerja adalah
sebagai berikut:
115
Urutan Dokumen
Dalam
Working Paper
Pengkodean Contoh Documen
Examiner
Checklist (Misal.
Siklus Penjualan)
A
Checklist
Audit
Memorandum
A – 1 Audit Memorandum
Rangkuman hasil
testing (yang
berisi berapa
jumlah sample
yang diuji dan
berapa
temuannya)
A – 1 – 1 Menunjukan bahwa testing sudah
dilakukan untuk sampel yang ada
Dokumen Sampel
(1)
A – 1 – 1 – 1 Rekonsiliasi Kas
Sub dari dokumen
sample (1)
A – 1 – 1 – 1 - 1 Summary of Cash
Sub dari dokumen
sample (2)
A – 1 – 1 – 1 - 2 RHF
Sub dari dokumen
sample (3)
A – 1 – 1 – 1 - 3 Bank Statement
tabel 4.6: Standar Urutan Dokumen dalam Pengkodean
116
Working Paper
Finance Manager harus melakukan evaluasi terhadap kualitas
kertas kerja yang dihasilkan oleh Examiner. Finance Manger
akan bertanggung jawab terhadap validitas, keakuratan, dan
reliabilitas dari kertas kerja yang dihasilkan. National Head
of Examiner akan melakukan kunjungan regular ke unit
operasi untuk meyakinkan kualitas kertas kerja.
4.3.4.2 Audit Memorandum
Audit memorandum digunakan untuk membuat temuan di level
sales center. Format audit memorandum yang ada adalah sebagai
berikut:
tabel 4.7: Audit Memorandum
COCA-COLA DISTRIBUTION INDONESIA
SALES CENTER EXAMINER – MEMORANDUM
Location:
Scope: Memo No:
Condition :
Action Plan:
PIC :
Effective Date :
Prepared by:
Approved by:
Approved by:
Approved by:
117
Audit Memorandum dibuat pada saat ditemukan
penyimpangan (ketidak sesuaian dengan prosedur).
“Condition” menunjukan penyimpangan yang terjadi pada
saat dilakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh Examiner.
Selain menunjukan kondisi yang terjadi, didalam kolom ini
juga harus mencantumkan penyebab (akar permasalahan) dan
juga implikasi yang akan muncul dari adanya temuan ini.
Contoh, terjadi selisih pada rekonsiliasi kas sebesar Rp. 200
ribu. Selisih ini terjadi karena kasir tidak melakukan
rekonsiliasi kas secara harian. Penyimpangan ini harus
merupakan kelemahan internal control (internal control
weaknesses). Selain itu penyimpangan ini harus bisa
didukung dengan bukti yang valid.
“Action Plan” adalah tindak lanjut yang akan dilakukan oleh
pihak sales center untuk mengatasi kelemahan internal
control ini. Apabila dalam kondisi dilakukan pemeriksaan
pihak sales center sudah menjalani tindak lanjut yang akan
diusulkan, maka perlu dicantumkan bahwa “sudah
dilakukan”.
118
“PIC” adalah pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk
melakukan tindak lanjut atas temuan yang ditemukan oleh
Examiner.
“Effective Date” adalah tanggal perkiraan temuan yang
diketemukan oleh sales center tersebut dapat diselesaikan
oleh sales center. Tanggal ini harus merupakan best estimate.
Hal ini harus disetujui oleh pihak - pihak yang
berkepentingan (di sales center harus SCA dan SCM dan
untuk pabrik serta fungsi lainnya harus disetujui oleh section
head).
Monitoring tools akan digunakan oleh Head of Examiner
untuk melakukan tindak lanjut atas temuan examiner.
4.3.4.3 Examiner Report (Laporan Examiner)
Setiap bulannya (tiga hari sebelum closing date) Head of
Examiner harus mengirimkan ringkasan temuan yang ada di unit
operasinya ke National Office. Bentuk Laporan dari bulanan
adalah sebagai berikut:
119
tabel 4.8: Examiner Report
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam laporan tersebut:
Temuan Signifikan
Berisi mengenai temuan signifikan yang ditemukan oleh
examiner pada saat melakukan review di sales center.
o Signifikansi suatu finding berdasarkan:
Jumlah kerugian perusahaan
Resiko yang ditimbulkan
Jumlah uang yang terlibat (amount involved)
o Cukup mencantumkan check point atas finding yang
dianggap signifikan
Tindak Lanjut atas Temuan Sebelumnya
Laporan mengenai status temuan pada bulan sebelumnya
EXAMINER REPORT Periode XXXX
Operation XXXX
Temuan Signifikan;
Tindak Lanjut atas Temuan Sebelumnya
Sales Center
Jenis Temuan; Repetitive/Baru
Temuan;
Tindak Lanjut Yang Disetujui;
Deadline;
Siklus Yang
Direview
Sales Center yang
Dikunjungi
120
Hanya perlu mencantumkan apakah temuan sebelumnya
sudah dapat diselesaikan atau belum
Harus mencantumkan tanggal/periode terjadinya temuan
sebelumnya
Temuan
Apa yang menjadi temuan di Sales Center
Harus merupakan kelemahan internal control yang ada di
sales center
Harus merupakan tidak berjalannya business cycle yang ada
di sales center
Alasan mengapa kelemahan internal control tersebut dapat
terjadi
Harus mencamtumkan period of review-nya
Harus mencantumkan sample yang direview
Harus menyebutkan dampak yang terjadi sebagai akibat
adanya temuan di atas
Apabila kerugian/dampak secara financial dapat dihitung
maka harus dicantumkan
Tindak Lanjut Yang Disetujui
121
Harus merupakan cara yang dapat digunakan untuk
memecahkan kelemahan internal control yang ada di dalam
finding (spesifik pada pemecahannya)
Harus yang dapat dijalankan oleh sales center
(memperhitungkan cost and benefit analysis dan juga tidak
terlalu sulit untuk dilaksakan) dan merupakan komitmen.
Apabila tidak dapat dilaksanakan harus dapat diusulkan
alternatif lain yang dapat untuk menutupi kelemahan internal
control
Deadline
Periode bagi sales center untuk dapat menyelesaikan temuan
yang dihasilkan oleh examiner
4.3.4.4 Monitoring Tools
Laporan monitoring tools merupakan laporan yang berisi
mengenai status terkini dari sebah temuan. Laporan ini akan
menunjukan apakah sebuah finding masih harus ditindak lanjuti
(open) atau sudah ditindak lanjuti oleh pihak – pihak yang
bertanggung jawab (close). Laporan ini berisi mengenai temuan
yang sudah dimasukan ke dalam Rangkungman Laporan
Examiner. Laporan ini akan dikirimkan kembali ke National
122
Office pada saat periode tutup buku akuntansi dan bersamaan
dengan pengiriman Laporan Examiner ke National Office. Berikut
ini adalah contoh laporan monitoring tools :
Operation hanya diminta untuk mengisi kolom action plan dan
status yang ada di dalam laporan ini. Yang dicantumkan di dalam
kolom action plan adalah tindak lanjut yang sudah dijalankan oleh
unit operasi ataupun kemajuan (progress report) atas penyelesaian
temuan yang terdahulu.
4.3.4.5 Laporan Lain
Pihak lain yang ada di unit operasi (Sales Center Manager, Sales
Center Administrator, dan Router Supervisor) mungkin
menemukan suatu temuan yang belum dilaporkan oleh Examiner
namun sudah dilaporkan secara langsung kepada HRD (Manajer
HRD atau Industrial Relation). Head of Examiner harus
berkoordinasi dengan HR dan pihak-pihak terkait di sales center
untuk meyakinkan bahwa bukti pendukung dari laporan yang
dilaporkan adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal
ini ditujukan untuk menghindari tuntutan hukum dari pihak yang
terkait. Laporan ini harus dilaporkan dalam Laporan Examiner
pada bulan berjalan. Untuk membuktikan kebenaran dokumen
123
pendukung dan kelemahan internal control, Examiner harus
mengikuti langkah – langkah yang ada di dalam Prosedur
Examinasi
gambar 4.6– Hubungan Dengan Departemen/Fungsi Lain
4.3.4.5.1 KPI Examiner
Penilaian terhadap KPI ini akan dilakukan oleh Regional
Examiner Coordinator dan National Examiner and
Account Receivable Manager secara nasional terhadap
kinerja Examiner di setiap operation. Penilaiaan terhadap
KPI ini dilakukan setiap bulannya. Penilaian akan
dilakukan terhadap setiap komponen KPI (Key
Performance Indicator) yang telah disetujui. Penilaian ini
124
menggunakan pendekatan rata – rata tertimbang dan untuk
itu setiap komponen yang terdapat pada KPI tersebut akan
dilakukan dengan prosentase (%) penimbang yang
dietujui. Contoh tabel Examiner Review dapat dilihat
dibawah ini:
125
tabel 4.9: Kpi dan Penilaian Examiner
EXAMINER REVIEW
Unit Operasi Kelengkapan Kertas Kerja
Pemeriksaan Secara Full
Cycle
Kualitas dan
Keakuratan Pelaporan
Ruang Lingkup Pemeriksaan
Tindak Lanjut atas Temuan
Sebelumnya
Ketaatan Pada Batas Waktu
Pelaporan
Rencana Kunjungan
Nilai)
National Others
Prosentase Penimbang
(Bobot)
25% 20% 15% 15% 10% 10% 2.5% 2.5%
Jakarta 2 3 2 3 2 3 2 3 82,3
Central Java
3 2 2 2 1 1 3 2 69
East Java 1 2 1 1 1 2 2 3 40,6
West Java 2 1 1 2 2 2 2 2 54,6
Southern Sumatra
2 1 1 2 3 3 1 2 60,63
Central Sumatra
3 2 2 2 3 3 2 3 82,4
Northern Sumatra
3 2 2 1 3 2 2 2 73,1
Balinusa 2 1 2 2 2 3 1 2 62,23
Southern Sulawesi
1 3 1 2 1 2 2 2 56,4
Kalimantan
1 3 1 1 2 1 2 3 52,3
Rata – Rata
Tertimbang 2 2 1,5 2 2 2 2 2 64,5%
POINT (NILAI) : 1 = Kurang, 2 = Cukup 3 = Baik
SCORE
(RANGKING): 1.00 - 1.99 = Kurang
2.00 - 2.49 = Cukup
2.50 - 3.00 = Baik
126
Komponen KPI Examiner yang akan dievaluasi terdiri dari
5 komponen, yaitu:
Kelengkapan Kertas Kerja
Tujuan dari KPI ini adalah untuk meyakinkan agar
semua temuan yang ditemukan oleh Examiner
didukung oleh kertas kerja yang benar. Pencapaian
atas KPI ini diukur dengan (1) kertas kerja yang
dikirim ke NO bersamaan dengan checklist ke NO
pada saat tanggal closing (closing date), (2)
kelengkapan data atas pengujian (testing) yang
dilakukan oleh Examiner, dan (3) jumlah sampel yang
diuji oleh Examiner pada saat dilakukan pengujian.
Pemeriksaan Secara Full Cycle
Prosedur examinasi ini mensyaratkan bahwa dalam
melakukan examinasi, Examiner diharuskan
melakukan pengujian secara menyeluruh (Full Cycle
Review) dan melakukan pemeriksaan dengan
menggunakan pendekatan proses bisnis (Business
Cylcle Approach). Dengan melakukan kedua
pendekatan ini Examiner akan lebih mengetahui secara
mendalam mengenai akar permasalahan dari sebuah
127
temuan atau kelemahan pada intenal control. Pada saat
melakukan examinasi Examiner diharuskan untuk
melakukan walkthrough. Pencapaian atas KPI ini
diukur dengan (1) kelengkapan dalam melakukan
pengisian checklist – termasuk dengan memberikan
keterangan yang harus diisi pada saat pembuatan
checklist, and (2) melakukan pengujian (testing)
seperti yang disyaratkan dalam kertas kerja standar
yang melekat pada checklist untuk setiap siklusnya.
Kualitas dan Keakuratan Pelaporan
Dalam prosedur eksaminasi ini disyaratkan bahwa
semua temuan yang dilaporkan adalah temuan yang
akurat. Sebuah temuan akan dikategorikan sebagai
temuan yang akurat apabila didukung dengan bukti –
bukti dan Examiner sudah membuktikan keakuratan
bukti – bukti pendukung tersebut. Selain akurat, dalam
melaporkan sebuah temuan, Examiner harus mampu
menjelaskan akar permasalahan dari sebuah temuan
dan juga kelemahan dalam internal controlnya.
Apabila kedua hal tersebut di atas tidak bisa dipenuhi
oleh seorang Examiner, maka akan berpengaruh
128
kepada kualitas temuan yang akan disajikan. KPI ini
akan dapat dicapai oleh seorang Examiner apabila (1)
pengujian atas dokumen pendukung sudah dilakukan
dan dilaporkan dalam kertas kerja, (2) pengecualian
(exception) yang ada di dalam kertas kerja sudah
dilaporkan dalam laporan Examiner, dan (3) Laporan
Examiner mampu menjelaskan kelemahan internal atas
objek yang direview dan juga menjelaskan akar
permasalahan atas temuan yang disampaikan oleh
Examiner.
Ruang Lingkup Pemeriksaan
Dalam prosedur ini disyaratkan bahwa Examiner
diharuskan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh
untuk semua siklus pemeriksaan yang sudah
ditentukan selama 1 tahun. Dalam prosedur ini
disyaratkan bahwa setiap bulannya Examiner harus
melakukan pemeriksaan atas siklus (1) Revenue Cycle
– melakukan pemeriksaan atas sales center yang sudah
direncanakan untuk dikunjungi, (2) ruang lingkup
lainnya – ruang lingkup pemeriksaan lainnya diluar
dari revenue cycle, and (3) penugasan – penugasan
129
khusus yang sudah ditentukan di awal tahun (biasanya
dikenal dengan NO – assignment). Berkenaan dengan
review untuk siklus lainnya yang dilakukan setiap
bulannya – bukan yang merupakan NO assignment –
Examiner tidak perlu melakukan secara menyeluruh –
cukup dengan melakukan pemeriksaan pada aspek
control tertentu (atau partial review). Misalnya saja
untuk siklus CDE – pada saat dilakukan setiap
bulannya – cukup dilakukan review untuk pergerakan
assets di outlet atau pengecekan stock in store di sales
center. Namun demikian untuk pemeriksaan yang
masuk ke dalam kategori NO assignment –
pemeriksaan yang dilakukan harus secara menyeluruh
(full cycle). Misalnya untuk siklus CDE – selain
melakukan pemeriksaan untuk pergerakan assets dan
juga stock di sales center, Examiner diharuskan untuk
melakukan pemeriksaan tehadap spare parts inventory
dan juga aktivitas repair and maintenance. Selain itu
juga pemeriksaan terhadap penghapusan assets (assets
disposal) juga harus dilakukan. Pencapaian terhadap
KPI ini apabila diukur dengan (1) perbandingan antara
rencana kunjungan dan actual kunjungan yang sudah
130
dilakukan oleh Examiner, (2) melakukan pemeriksaan
atas ruang lingkup lainnya seperti yang disyaratkan
dalam prosedur ini dan, (3) melakukan review atas NO
assignment yang sudah ditentukan di awal.
Tindak Lanjut Atas Temuan Sebelumnya
Examiner harus melakukan tidak lanjut kepada pihak –
pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan
tindak lanjut yang sudah disepakati sebelumnya.
Examiner harus meyakinkan agar tindak lanjut yang
disetujui sudah dilaksanakan. Status terakhir dari
laporan harus dimasukkan ke dalam monitoring tools
yang dikirimkan ke National Office on monthly basis.
Pencapaian atas KPI ini apabila dilakukan pengiriman
monitoring tools ke National Office pada saat closing
date dan pengiriman Laporan Examiner.
Ketaatan Pada Batas Waktu Pelaporan
Penyampaian Laporan Examiner ke National Office
adalah 3 hari sebelum tanggal tutup buku akuntansi.
Semua temuan yang masuk ke dalam Laporan
Examiner harus sudah didiskusi dengan pihak – pihak
yang bertanggung jawab pada area dilakukan
131
pemeriksaan. National Office akan mengirimkan
rangkuman Laporan Examiner 3 hari setelah tanggal
tanggal tutup buku akuntansi (closing date). Toleransi
masih diberikan kepada unit operasi untuk
menyampaikan Laporan Examiner ke National Office
1 hari setelah tanggal tutup buku akuntansi. Apabila
Laporan Examiner tidak dikirimkan sampai dengan
batas waktu terakhir maka Laporan Examiner tidak
akan dimasukkan ke dalam Rangkuman Laporan
Examiner (Summary of Examiner Report) yang akan
dikirimkan ke operation setiap bulannya dan akan
dimasukkan ke dalam laporan Examiner pada periode
berikutnya.
Jumlah Kunjungan
Jumlah kunjungan sesuai dengan tabel perencanaan
dan analisa (planning and analysis sheet) yang
dikirimkan ke National Office setiap 6 bulan sekali.
Pencapaian atas KPI ini apabila pelaksanaan
eksaminasi sesuai dengan rencana yang sudah dibuat
sebelumnya.
Setiap KPI akan diberi skor/penilaian dengan 1 – yang
132
menunjukan kinerja yang kurang , 2 – menunjukan
kinerja yang cukup, dan 3 – menunjukan kinerja yang
baik. Penilaian secara keseluruhan merupakan rata –
rata tertimbang dari keseluruhan komponen dan tabel
berikut ini menunjukan penilaian akhir berdasarkan
rata – rata tertimbang yang sudah dihitung.
133
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Audit Internal di dalam perusahaan dapat mencegah terjadinya praktek
kecurangan (fraud), Perusahaan Coca cola dalam mencegah terjadinya fraud,
telah menciptakan sarana kendali untuk mencegah berbagai penyimpangan dan
kecurangan yang terjadi. Auditor melakukan evaluasi pengujian dan penilaian
apakah pengendalian yang diciptakan tersebut cukup handal dan berfungsi
dengan baik.
a. Salah satu indikator kemungkinan terjadinya fraud adalah hasil konfirmasi
piutang yang tidak diakui oleh pelanggan (outlet).
b. Fraud juga terjadi berdasarkan keluhan para karyawan yang ditampung dari
“jalur karyawan” melalui telepon, sms, surat, atau e-mail dimana karyawan
(whistle blower) akan dijamin kerahasiaannya.
c. Dalam memperoleh bukti yang kompeten harus didukung dengan bukti-
bukti yang valid, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan
adanya naik banding secara hukum dari pelaku.
d. Biaya tinggi merupakan resiko bagi perusahaan dalam mengungkap fraud.
e. Eksistensi Fraud menunjukkan adanya suatu kelemahan atau kekurangan
dalam pengendalian, namun tidak selamanya ada kelemahan atau
134
kekurangan dalam pengendalian karena fraud dapat terjadi karena adanya
kolusi. Fraud juga dapat terjadi karena adanya kesempatan karyawawan
untuk mencoba melakukan kecurangan walaupun ada pengendalian yang
cukup.
f. Upaya pencegahan dilakukan oleh manajemen setiap saat melalui pertemuan
ataupun pemberitahuan resmi melalui e-mail kepada seluruh karyawan.
g. Dalam melakukan audit terhadap fraud tidak dibuat ketentuan khusus tetapi
bagian fraud melakukan analisis atas fraud yang sudah terjadi dan
melakukan antisipasi untuk pencegahan sebelum ada fraud.
2. Peran Audit Internal di dalam perusahaan dapat mendeteksi terjadinya praktek
kecurangan (fraud).
Mendeteksi fraud adalah kegiatan untuk menemukan fraud. Dalam mendeteksi
fraud auditor menerapkan model strategi pendekatan fraud sebagaimana dalam
pernyataan-pernyataan dibawah ini :
a. Rencana audit dan tugas yang akan dilakukan dibuat berdasarkan data
kuantitatif yang ada dalam database. Examiner selalu melakukan testing atas
dokumen-dokumen yang ada dan “exception” atas hasil testing akan
menjadi temuan audit yang akan disampaikan kepada lokal manajemen
beserta rekomendasinya pada saat exit meeting.
135
b. Survey pendahuluan dilakukan apabila informasi dan data/dokumen yang
ada tidak mencukupi untuk melakukan audit atas fraud yang terjadi.
c. Audit program dibuat tidak hanya dari survey pendahuluan tetapi juga
berdasarkan hasil analisa sebelumnya.
d. Dalam melakukan audit tim fraud sudah memiliki ketrampilan, pengetahuan
serta pengalaman yang diperoleh saat mempelajari business process dan
SOP dari auditee, referensi dari hasil audit yang dilakukan sebelumnya,
disamping juga dari hasil mengikuti training audit baik internal maupun
eksternal.
3. Peran Internal control pada perusahaan Coca Cola dapat mengurangi terjadinya
praktik kecurangan, indikatornya adalah :
a. Kemampuan Auditor di perusahaan coca cola dinilai cukup kompeten dalam
melakukan pemeriksaan karena disiplin ilmu yang dimiliki minimal D3
Akuntansi, pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki dipelajari dari
business process di setiap fungsi yang ada diperusahaan, serta selalu
dilakukan evaluasi atas pekerjaan yang sudah dilakukan oleh internal
auditor.
b. Audit internal melakukan evaluasi terhadap keefektifan sistem pengendalian
intern, hal ini dapat dilihat dari hasil pengisian cheklist sebagai internal
control Questionnaire (ICQ) yang harus diisi oleh Examiner pada saat
136
melakukan Examiner/evaluasi/review. Alat ini diharapkan dapat membantu
Examiner untuk mengetahui kelemahan internal control pada obyek yang
akan direview.
c. Examiner saat akan memulai audit selalu memberitahukan ke Auditee by E-
mail dan melakukan diskusi dengan local manajemen untuk mengetahui
issue yang ada, sekaligus juga menanyakan follow up atas temuan-temuan
dari hasil audit yang dilakukan sebelumnya.
d. Sebelum pelaksanaan audit dilakukan peninjauan lokasi khususnya
dilakukan apabila auditee pertama kali dilakukan audit dan informasi yang
dibutuhkan dapat diperoleh melalui profile auditee atau hasil diskusi saat
opening meeting.
e. Sebelum audit dilaksanakan kegiatan auditee dipelajari terlebih dahulu
melalui business process sehingga akan memudahkan dalam mengevaluasi
sistem pengendalian intern. Disamping itu juga referensi dari hasil audit
yang dilakukan sebelumnya. Data kuantitatif dan laporan lainnya diperoleh
dengan menarik data yang ada didalam sistem database atau dapat diminta
pada saat opening meeting.
5.2 Keterbatasan
Keterbatasan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :
137
1. Keterbatasan waktu untuk penulis melakukan observasi langsung ke
lapangan.
2. Keterbatasan internal penulis kepada pihak manajemen PT. Coca Cola
untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam masalah ini.
3. Keterbatasan komunikasi langsung antara penulis dengan pihak auditor
dan pihak manajerial PT. Coca Cola untuk melakukan penelitian.
5.3 Saran
Dari kesimpulan hasil penelitian diatas, maka penulis mengajukan saran
sebagai berikut :
1. Auditor internal PT. COCA COLA hendaknya memahami dan mengerti
kegiatan auditee, dalam hal mengevaluasi sistem pengendalian intern,
sehingga kegiatan audit dapat dimaksimalkan, dan kecurangan (fraud)
dapat dihindarkan.
2. Auditor internal di PT. COCA COLA hendaknya terus menerus meninjau
dan melakukan tindak lanjut audit untuk memastikan apakah tindakan-
tindakan perbaikan yang memadai untuk mengatasi kelemahan yang
ditemukan dalam audit telah dilaksanakan secara maksimal atau belum
oleh manajemen.
138
3. Kinerja auditor internal PT. COCA COLA hendaknya harus terus
ditingkatkan agar dapat mengetahui serta menghindari terjadinya
kecurangan.
i
DAFTAR PUSTAKA
Amrizal. 2004. Perncegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Internal Auditor. (www document) www.bpkp.go.id/unit/investigasi/cegah_deteksi.pdf diakses 10 November 2010)
Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing Pemeriksaan Akuntansi, Jakarta : Universitas Indonesia.
Arens, Alvin A ; Elder, Randal J. and Beasley, Mark S. 2006. Auditing and Assurance Service an Integrated Approach, 11th Edition. New Jersey : Pearson Education Inc Upper Saddle River.
Boynton, William C., Raymond N. Johnson, dan Walter G. Kell. 2003. Modern Auditing, Edisi 7, PenerjemahPaul A. Rajoe, Gina Gania, Ichsan Setiyo Budi, Erlangga, Jilid II. Jakarta.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2003. Standar Profesional Akuntan Publik, Jakarta : Salemba Empat
Iqbal, H. Mohamad. 2003. Peran dan Tanggung Jawab Internal Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan, Jurnal Akuntansi, 43 : 57.
Karni. Soerjono. 2000. Audit Khusus dan Audit Forensik dalam Praktik, Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. 2004. Standar Profesional Audit Internal. Jakarta.
Lily. 2010. Peran Audit Internal dalam Pencegahan dan Deteksi Penipuan. (www document) www.ahia.org/audit_library/.../new.../2010/.../FromtheIIAbyLilyBi.pdf diakses 11 November 2010)
Mulyadi. 2002. Auditing, Buku Satu, Edisi Keempat, Jakarta : Salemba Empat.
Messier. 2006. Auditing and Assurance Service A Systematic Approach, 2nd Edition, United State of America : Mc Graw Hill.
The Institute Internal Auditors. 2004. The Standards For The Professional Practice of Internal Auditing (SPPIA).
Tugiman, Hiro. 2001. Standar Profesi Audit Internal, Cetakan Kelima, Jakarta: Salemba Empat.
Tugiman, Hiro. 2006. Pandangan Baru Internal Auditing. Yogyakarta : Kanisius.
Tunggal, Amin Widjaja. 1992. Auditing Suatu Pengantar, Jakarta : Renaka Cipta.
ii
Sawyer, Lawrence B. 2003. The Practice of Modern Internal Auditing. The Institute of Internal Auditors.
Simmons, Mark R. 2003. Recognizing The Element of Fraud.
iii
LAMPIRAN
Lampiran 1 : GDM Cycle PT Coca Cola
D - 1 - 1
iv
D - 1 – 2
D - 1 – 3
v
Lampiran 2 : Production Cycle PT Coca Cola
B - 1 – 1
B - 1 –2
vi
Lampiran 3
top related