sistem pengawasan otoritas jasa keuangan...
Post on 06-Feb-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
120
SISTEM PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP
PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DALAM PENERAPAN PRINSIP
PRUDENTIAL STANDARD
Ikhsan Fajri
Dosen Fakultas Syariah dan Dakwah Universitas Serambi Mekkah
JL. Teungku Imum Lueng Bata, Banda, Batoh, Banda Aceh, Aceh (0651) 23245
isan.jakfar@gmail.com
Abstract
Financial Services Authority becomes the only supervisor of banking institutions
and non-banking which works independently. The research problems are how the
monitoring system conducted Financial Service Authority to Prudential standard
on Syari’a Banking finance and which instruments are focused by OJK on
monitoring the implementation of prudential standard principle in Syari’a
Banking. Writer used qualitative research methods and normative juridical. As
the results, it showed that OJK’s limitation in the operation and management
system internally, affecting the distribution financing offense mudharabah,
musyarakah, dan murabahah. As for the 20 components of the OJK supervision of
prudence in 2014, it turned out that OJK tighten and focus its authority on the
instrument point 1.
Key Words : Efectivity, Prudential Standards Principal, Funding Monitoring of
Syari’a Banking.
Abstrak
Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga pengawas perbankan dan non bank di
Aceh. Dasar hukum OJK adalah UU No. 21 Tahun 2011. Rumusan masalah
penelitian ini sebagai berikut, bagaimana sistem pengawasan OJK terhadap
prudential standard pada pembiayaan bank syariah, dan instrumen mana menjadi
fokus OJK dalam mengawasi perbankan syariah. Metode penelitian kualitatif
penulis gunakan dan pendekatan yuridis normative. Hasil dari penelitian ini
bahwa keterbatasan OJK dalam sistem operasional dan manajemen secara
internal, memberi dampak pada pelanggaran penyaluran pembiayaan
mudharabah, musyarakah, dan murabahah. Adapun dari 20 komponen
pengawasan OJK tentang kehati-hatian bank tahun 2014, ternyata OJK
memperketat pengawasan pada instrumen 1.
121
Kata Kunci : Efektivitas, Prinsip prudential standards, Pengawasan
Pembiayaan Bank Syari’ah.
PENDAHULUAN
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi lembaga pengawasan perbankan
baru di Indonesia, (UU No. 21 Tahun 2011) yang berfungsi mengawasi
keseluruhan sektor perbankan dan non bank serta jasa keuangan lainnya agar
teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Dengan keberadaan OJK harus mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara prudent, kokoh dan stabil serta
dapat melindungi kepentingan masyarakat dan konsumen, sehingga akan dapat
melahirkan suasana perbankan yang sehat dan kuat. Peran independen yang
diberikan pemerintah kepada OJK tentu sangat strategis karena hampir semua
sektor keuangan diawasi OJK secara micro prudential dan komprehensif,
sehingga perbankan dan lembaga keuangan akan lebih berhati-hati dalam
menjalankan operasional institusinya dan melakukan aktivitas perbankan.
Yurisdiksi OJK melalui UU No. 21 Tahun 2011 menjadi dasar bagi OJK
untuk menjalankan semua fungsinya secara profesional dalam mengawasi seluruh
bank yang ada di Indonesia baik bank konvensional maupun bank syariah. OJK
menjadi lembaga independen dan satu-satunya institusi yang kini mengawasi
perbankan menjadi bukti bahwa pemerintah Indonesia serius dalam
memperhatikan sektor perbankan dan stabilitasnya. Hal ini disebabkan bank
secara langsung mempengaruhi stabilitas perekonomian dalam negeri.
Fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan yang selama ini
dilakukan oleh Bank Indonesia, telah dialihkan kepada OJK sehingga lembaga ini
122
memiliki fungsi dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi secara keseluruhan serta kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
yang meliputi sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non bank
yang terdiri dari perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga
jasa keuangan. Risiko penyaluran pembiayaan yang tidak pruden akan
menyebabkan manajemen bank berhadapan dengan kondisi finansial yang
destruktif, sehingga dapat berakibat fatal tentunya bagi bank.
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bentuk
macroprudential tentu akan berdampak pada tupoksi kerja yang dilakukan oleh
OJK juga, sehingga diharapkan akan lahir sebuah koordinasi yang baik antara
kedua lembaga ini untuk dapat memaksimalkan perannya secara penuh dan tidak
tumpang tindih terhadap pengawasan yang akan dilakukan pada sektor perbankan
dan lembaga keuangan lainnya baik bank syariah, maupun bank konvensional,
sehingga akan terciptanya suasana kinerja yang kondusif dan tepat pada sasaran.
OJK juga memiliki tugas dan wewenang melaksanakan pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal,
dan industri keuangan non bank. “OJK berkewajiban melakukan perlindungan
konsumen dan masyarakat melalui pemberian informasi dan edukasi kepada
masyarakat serta pelayanan pengaduan konsumen dan melakukan pembelaan
hukum”. (Burhanuddin Harahap, 2003: 1)
Pengawasan mengenai kesehatan bank dan unsur-unsur prudential
standards meliputi, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio
kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman
123
terhadap simpanan, dan pencadangan bank, laporan bank yang terkait dengan
kesehatan dan kinerja bank, sistem informasi debitur, pengujian kredit (credit
testing); dan standar akuntansi bank; Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek
kehati-hatian bank, meliputi manajemen risiko, tata kelola bank, prinsip mengenal
nasabah dan anti pencucian uang dan pencegahan pembiayaan terorisme dan
kejahatan perbankan. (Tim Fokus Media, 2012: 54)
Di sisi lain tentunya pengawasan yang dilakukan oleh OJK secara
microprudential meliputi pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan,
kesehatan, aspek prudential atau kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan
lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential yang menjadi tugas dan
wewenang OJK. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan macroprudential,
yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini,
merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan
pengawasan macroprudential, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan
himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan. (Adrian Sutedi, 2014: 144)
Dalam Pasal 6 huruf a, terlihat jelas bahwa OJK mempunyai wewenang
dalam pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi,
(1) perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger,
konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank dan (2) kegiatan
usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan
aktivitas di bidang jasa.
Standar pengaturan dan pengawasan yang sangat penting dilihat lagi oleh OJK
124
harus diterapkan oleh bank syariah mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi, (1)
manajemen risiko, (2) tata kelola bank, (3). prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian
uang, dan (4), pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan, di sisi lain
kondisi modal dan finansial, kinerja bank dalam pengelolaan dana pihak ketiga dan rasio
dana yang memiliki jumlah pembiayaan yang dikucurkan (loan deficit ratio) juga perlu
diperhatikan oleh OJK, serta implementasi kebijakan dan prosedur pada aktivitas
pembiayaan dan operasional. ( Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011, 2014)
Dalam hal ini, tentunya bank syari’ah harus mempersiapkan dari awal SDM yang
kompeten dan perangkat sistem informasi manajemen risiko yang baik agar terciptanya
bank yang sehat, bank syari’ah harus mengoptimalkan sistem pengendalian intern. OJK
tentu harus mengontrol dengan baik terhadap aplikasi peraturan yang telah ditetapkan
terhadap bank umum syari’ah agar bank syariah mematuhi dan menjalankan fungsinya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pada penyaluran pembiayaan bank syari’ah
potensi penyelewengan terhadap berbagai produk pembiayaan lebih besar terjadi, hal ini
disebabkan karena bank syari’ah memiliki 2 standar yang harus dilaksanakan dan
dipatuhi yaitu substansi fiqhnya dan operasional yang ditetapkan oleh pemerintah
(Muchdarsyah Sinungan, 199).
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian, Tempat, Sumber data Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan studi
dokumentasi, dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif, (qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendetesiskan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
persepsi, pemikiran orang secara individual atau kelompok dan studi kepustakaan
(library research). Pada tahapan ini peneliti menggali informasi dari OJK dengan
125
melihat dan menganalisis, peristiwa, aktivitas, sikap, kepercayaan, persepsi,
pemikiran orang secara individual, selanjutnya peneliti juga menggali informasi
dari OJK Cabang Banda Aceh, dan Bank Syariah yang beroperasi di Banda Aceh.
Penelitian ini dilakukan di OJK Aceh Provinsi Aceh, serta ingin melihat
bagaimana otoritas OJK dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
pengawasan. Objek penelitian ini adalah sumber-sumber yang memungkinkan
untuk memperoleh keterangan penelitian atau data. Adapun yang menjadi objek
penelitian dalam penelitian ini adalah pihak OJK yang membidangi bagian
pengawasan Bank Syariah, sedangkan objek penelitian ini adalah dampak adanya
OJK apakah mampu mengoptimalkan peran perbankan syariah demi
terlaksananya bank yang sehat dan bersih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Regulasi Prudential standards pada Perbankan Syari’ah di Indonesia
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada Pasal
29 ayat (2), menentukan bahwa “bank wajib memelihara tingkat kesehatan sesuai
dengan ketentuan dan kecukupan modal, kualitas manajemen, likuiditas,
rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan bank, dan
wajib melakukan kegiatan usaha dengan prinsip kehati-hatian”.( Zubairi Hasan,
2009: 151).
Apabila bank melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah dan tidak
mematuhi rambu-rambu kesehatan bank tentu akan memberikan dampak kerugian
yang jauh lebih besar daripada hal itu dilakukan oleh bank konvensional. Ada dua
alasan mengapa dampak tersebut lebih besar, alasan pertama ialah karena risiko
126
yang dihadapi oleh bank syariah, dalam hal pembiayaan diberikan berdasarkan
akad mudharabah (investasi tidak terikat) kepada nasabahnya, jauh lebih besar
daripada risiko yang dihadapi oleh bank konvensional yang pemberian kreditnya
dengan jaminan.”( M. Bahsan, 2007: 96).
Alasan kedua, apabila terjadi kegagalan pada pembiayaan yang diberikan
oleh bank syariah, antara lain dalam bentuk mudharabah dan musyarakah (akad
kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu), nasabah tidak
berkewajiban untuk mengembalikan dana bank tersebut. Sebagaimana telah
diuraikan di atas tadi, misalnya pada transaksi mudharabah, bank syariah yang
harus memikul risiko kehilangan dana yang telah diberikan oleh bank syariah
kepada nasabah atau mudharib (pengelola) untuk diputarkan dalam kegiatan usaha
nasabah, sedangkan risiko yang dipikul mudharib hanya berupa tidak memperoleh
keuntungan dan remunerasi (imbalan) dari jerih payahnya dalam menjalankan dan
mengelola usaha itu.
2. Prinsip Prudential Standards yang Diimplementasikan pada
Perbankan Syariah di Indonesia
Salah satu jenis bank yang ada di kalangan masyarakat Indonesia yang
mempunyai sistem atau tata cara operasionalnya berlandaskan pada nilai-nilai
syariat Islam adalah bank syariah. Bank syariah sebagai bank yang menerapkan
nilai-nilai syariah juga mempunyai prinsip yang sama dengan bank konvensional
127
dalam melakukan aktivitas perbankan, adapun prinsip-prinsip tersebut di
antaranya :
a. Kecukupan modal
Lembaga keuangan yang sehat dan kuat tidak dapat dikembangkan tanpa
disertai dengan terciptanya iklim saling percaya antara penyedia dan pengguna
dana, sementara itu di sisi lain, return atas ekuitas semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya proporsi dana dari para deposan yang mereka pergunakan.(
Muhammad Syafi’i Antonio, 2002: 45).
Rekening giro, yang merupakan bagian penting dari total dana bank
syariah, adalah utang yang harus dibayar meskipun rekening investasi secara
kontraktual tidak diperlakukan demikian, pada umumnya bank tidak dapat
mencegah adanya penarikan dana sebelum jatuh tempo. Ketika rekening investasi
bisa menjadi objek penarikan pada saat para deposan sudah tidak percaya lagi
terhadap bank, atau dimungkinkan adanya kondisi di mana nasabah akan
meninggalkan bank (bank-run), maka bank harus memperkuat permodalan dan
membuat pencadangan atas kerugian. Bank selaku lembaga keuangan harus
mampu memulihkan kepercayaan nasabah dan mencegah terjadinya penarikan
masal, kebutuhan modal minimum yang berfungsi sebagai dana jaminan internal
(internal insurance fund).
b. Kualitas Aset bank
Dalam mengukur kualitas aset, bank harus menilai jenis-jenis aset yang
dimiliki oleh bank. Pengukuran kualitas aset dan liabilitas adalah bagaimana bank
mampu mengkoordinasikan portofolio aset/liabilitas guna memaksimalkan profit
128
bagi bank dan hasil yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kebutuhan likuiditas dan prinsip kehati-
hatian. Pengukuran aset meliputi koordinasi karakteristik keuntungan (return) dan
risiko atas portofolio aset dan liabilitas bank. ( Sumitro, Warkum, 2002: 98)
c. Kualitas manajemen bank
Penilaian kualitas manajemen bank dapat dilihat dari kapasitas
manusianya dalam mengelola bank, di samping itu Kualitas manajemen bank juga
dapat dilihat dari segi pendidikannya serta pengalaman para karyawannya dalam
menangani berbagai kasus yang terjadi. Aspek yang dinilai di antaranya
manajemen permodalan, manajemen aktiva umum, manajemen rentabilitas dan
manajemen likuiditas. Pemerintah dan Bank Indonesia telah mengatur dalam
ketentuannya sebagai mana tertuang dalam surat keputusan bersama antara
menteri keuangan dan Gubernur Otoritas Jasa Keuangan No. 52/KMK.017/ 1999
dan No. 31//11/KEP/ GBI tanggal 8 Februari 1999, di antaranya isinya adalah
sebagai berikut. Ketentuan tentang penilaian pemenuhan fit and proper test dari
pemegang saham, komisaris dan dewan direksi BU. Kedua penilaian terhadap
pemegang saham yang memiliki saham lebih dari 25% atau dapat dibuktikan
menjadi pemegang saham pengendali berkaitan dengan pemenuhan komitmen
tertulis kepada BI. ( Gerald O. Hatler, 1991: 30)
Adapun penyebab sering terjadinya pembiayaan bermasalah dikarenakan
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh nasabah. Penyebab kesulitan keuangan
perusahaan nasabah dapat dibagi dalam dua faktor di antaranya faktor internal dan
faktor eksternal.
129
a. Faktor internal merupakan faktor yang ada di dalam perusahaan sendiri dan
faktor utama yang paling dominan merupakan faktor manajerial.
b. Faktor Eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kekuasaan
manajemen perusahaan, seperti bencana alam, peperangan, perubahan kondisi
perekonomian dan perdagangan, perubahan teknologi, dan lain-lain.
d. Likuiditas
Likuiditas pada umumnya merupakan posisi uang kas suatu perusahaan
dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban (membayar utang) yang jatuh
tempo tepat pada waktunya. Dalam pengelolaan dana, bank akan mengalami salah
satu dari tiga hal berikut ini:
a. Posisi seimbang (square) di mana persediaan dana sama dengan kebutuhan
dana yang tersedia.
b. Posisi lebih (long), di mana persediaan dana lebih dari kebutuhan dana yang
tersedia
Posisi kurang (short), di mana persediaan dana kurang dari kebutuhan dana .
(Wirdyaningsih, 2005: 140)
e. Rentabilitas
Rentabilitas merupakan salah satu sistem yang paling penting dalam bank,
rentabilitas merupakan alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat efisiensi
usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio
rentabilitas terdiri atas :
a. Return on asset (ROA)
130
b. Return on equity (ROE)
c. Rasio beban operasional (BOPO).( Zainul Arifin,, 2000: 48)
f. Solvabilitas
Analisis solvabilitas sering digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam memenuhi kewajiban jangka panjang atau kemampuan bank untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuiditas bank. Di samping itu
rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana
yang diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek dan jangka panjang) serta
sumber-sumber lain di luar modal bank sendiri dengan volume penanaman dana
tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Rasio solvabilitas ini
terdiri atas:
a. Capital adequacy ratio (CAR)
b. Debt to equity ratio (DER). (Mulhadi, 2005: 9)
3. Regulasi dan Wewenang OJK dalam Pengawasan Prudential
standards pada Perbankan Syariah di Indonesia
Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga pengawasan bank memiliki
regulasi dalam menjalankan aktivitasnya, salah satu regulasi yang terapkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan adalah tentang ketentuan kesehatan bank baik bank
konvensional maupun bank syariah yang terdiri dari BUS dan BPRS, dimaksud
untuk dipergunakan sebagai tolak ukuran bagi manajemen bank dalam menilai
apakah pengelolaan bank telah dilakukan sesuai dengan asas-asas perbankan yang
sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan (2) sebagai tolak
ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, secara sendiri
131
atau keseluruhan. Khusus untuk perbankan syariah, ketentuan tentang kesehatan
bank dipergunakan sebagai tolak ukur bagi manajemen, Dewan Pengawas syariah,
Otoritas Jasa Keuangan, dan bahkan nasabah dalam menilai apakah pengelolaan
bank telah dilakukan sesuai dengan Prinsip syariah.
Dalam pengawasan bank dan lembaga keuangan lainnya OJK tentunya
dapat merujuk pada teori pengawasan yang dikemukakan oleh Henry Fayol dalam
menjalankan sistem pengawasan terhadap bank, di mana dalam konsep Henry Fayol
menjelaskan bahwa fungsi Controlling atau pengendalian atau pengawasan adalah suatu
kegiatan untuk memantau, membuktikan, dan memastikan seluruh kegiatan yang telah
direncanakan, diorganisasikan, diperintahkan, dan dikondisikan sebelumnya dapat
berjalan sesuai target atau tujuan tertentu, dalam teori ini Henry Fayol mengklasifikasikan
instrumen penting yang harus diperhatikan di antaranya:
1. Prinsip-prinsip controlling: Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dapat
dimengerti oleh pekerja dan hasilnya mudah diukur.
2. Pimpinan harus memahami bahwa fungsi pengawasan sebagai kegiatan yang sangat
penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
3. Standar kerja harus dijelaskan kepada seluruh pekerja karena kinerja pekerja terus
dinilai oleh pimpinan sebagai pertimbangan untuk memberikan penghargaan kepada
yang dianggap mampu memenuhi target.
4. Proses controlling, mengukur hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh para pekerja
atau perusahaan, dan kemudian membandingkan hasil yang telah dicapai dengan
tolak ukur yang sudah ditetapkan, serta memperbaiki penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi sesuai dengan penyebabnya, kemudian
132
menggunakan faktor penyebab tersebut untuk menetapkan langkah-langkah ke
depannya. ( Terry, George, 2004: 55)
Selanjutnya dalam teori yang dikemukakan oleh George R. Terry, dia
menjelaskan bahwa Controlling atau pengendalian atau pengawasan adalah suatu
kegiatan untuk memantau, membuktikan, dan memastikan seluruh kegiatan yang
telah direncanakan, diorganisasikan, diperintahkan, dan dikondisikan sebelumnya
dapat berjalan sesuai target atau tujuan tertentu. Prinsip dan proses controlling
menurut George R. Terry sama dengan prinsip dan proses controlling menurut
Henry Fayol. (Henry Fayol, 2000: 89)
Dalam pengawasannya OJK juga masih menggunakan standar yang
diterapkan oleh Bank Indonesia penilaian tingkat kesehatan bank mencakup
penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut:
a. Permodalan (capital);
b. Kualitas aset (asset quality);
c. Manajemen (manajemen);
d. Rentabilitas (earning);
e. Likuiditas (liquidity); dan
f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk), Pasal 3 PBI No.
9/1/PBI/2007).
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap
komponen-komponen sebagai berikut: a. Kecukupan, proyeksi (trend ke depan)
permodalan dan kemampuan permodalan dalam mengcover risiko; b. Kemampuan
memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana
133
permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber
permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham (Pasal 4 ayat 1 No.
9/1/PBI/2007). ( Zubairi Hasan, 2009: 151)
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/24/DPbS kepada semua
bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Bab
II angka 1, penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal
bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur
risiko yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor permodalan bank dalam
menjalankan usaha sesuai dengan prinsip manajemen umum, kecukupan
manajemen risiko dan kepatuhan bank terhadap ketentuan baik yang terkait
dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah dan
komitmen bank kepada Otoritas Jasa Keuangan. Penilaian kualitatif faktor
manajemen dilakukan dengan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut: a. Kualitas manajemen umum terkait dengan penerapan good corporate
governance (tata kelola perusahaan); b. Kualitas penerapan manajemen risiko; c.
Kepatuhan terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian
maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah serta komitmen kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
4. Prudential standards untuk mewujudkan Stabilitas Operasional
Perbankan Syariah
Berdasarkan dengan standar kehati-hatian, dalam Pasal 35 UU perbankan
syariah, menentukan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan
usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian. Oleh karena itu perbankan
134
syariah wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan keuangan
berupa neraca tahunan dan perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya
yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum, serta
laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang diatur dengan peraturan
Otoritas Jasa Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan sebagai pengontrol kebijakan seluruh perbankan
yang ada di Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum
penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penetapan
investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank
syariah. Penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah dan UUS
mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya sehingga dapat
berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah dan UUS.
Untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank syariah
diwajibkan membayar risiko dengan mengatur penyaluran atau pemberian
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
a. Sistem Pengawasan OJK Terhadap Implementasi Prudential
standards oleh bank-bank Umum Syari’ah
Pada tahun 2013 sektor keuangan Indonesia mengalami pembaharuan
yang sangat signifikan, hal ini ditandai dengan hadirnya lembaga baru yaitu
Otoritas Jasa Keuangan yang mengambil alih sebahagian fungsi strategis Bank
Indonesia sebagai lembaga pengawas perbankan dan lembaga keuangan lainnya
yang beroperasi di Indonesia.(Data Pengawasan,2015)
Kondisi ini menunjukkan bahwa lembaga perbankan memiliki perputaran
135
aktivitas kegiatan yang sangat tajam, serta membuktikan bahwa lembaga
perbankan tidak berjalan lambat, maka oleh itu dibutuhkan pengawasan yang
ekstra dalam aktivitas pembiayaan serta pemerintah mengharapkan peran yang
sangat maksimal dari OJK, untuk menjawab segala permasalahan yang selama ini
menjadi keterbatasan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan di dunia
perbankan. (Rika Baitina, 2007: 1)
5. Mekanisme Kerja OJK dalam Pengawasan 5 Instrumen Prudential
Standards Serta Bagaimana Tingkat Fokusnya Terhadap Masing-
masing Instrumen
Dalam Aplikasi pengawasan terhadap bank yang dilakukan oleh OJK,
pihak OJK mengakui bahwa sampai saat ini mereka masih menggunakan sistem
operasional Bank Indonesia, namun dalam melakukan pemeriksaan OJK
menjelaskan bahwa OJK memiliki standar operasional dalam melakukan
pengawasan dengan menggunakan sistem standar operasional pengawasan yang
pernah digunakan oleh Bank Indonesia terhadap pengawasan untuk Bank
konvensional maupun Bank syariah.(Wawancara dengan Muhammad Iqbal, 2014)
Untuk melakukan pemeriksaan terhadap bank syariah, mekanisme
pemeriksaan yang dilakukan OJK sebelum masuk ke BUS terlebih dahulu OJK
memberikan surat pemberitahuan akan memeriksa terhadap BUS paling cepat
selama 5 hari dan paling lambat selama 7 hari sebelum pemeriksaan dilakukan,
OJK memberikan tenggang waktu paling kurang selama 5 hari kepada BUS untuk
mempersiapkan segala dokumen yang dibutuhkan oleh OJK dalam pemeriksaan.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan pengawasan tentang standar
136
operasional yang harus diterapkan oleh setiap bank yang beroperasi di seluruh
Indonesia. ( Wawancara dengan Lia Sari Oktara, 2012)
Dalam pelaksanaan penerapan prinsip prudential standards terhadap
kesehatan bank, OJK berpedoman pada ketentuan perundang-undangan
pengawasan pasal 7 huruf b, di mana OJK harus memperhatikan beberapa faktor
di antaranya, 1. Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio
kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio penjamin
terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. Laporan bank yang terkait dengan
kesehatan dan kinerja bank; 3. Sistem informasi debitur; 4. Pengujian kredit
(credit testing); dan 5. Standar akuntansi bank. Ketentuan ini merupakan
ketentuan yang selama ini digunakan oleh Bank Indonesia dalam mengawasi
seluruh bank yang ada di Indonesia.
Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening
AP yang digunakan untuk membiayai 1 nasabah, dalam 1 satu bank yang sama,
penetapan kualitas ini juga berlaku sama terhadap AP berupa penyediaan dana
atau tagihan yang diberikan oleh lebih dari 1 bank yang dilaksanakan berdasarkan
perjanjian pembiayaan bersama atau sindikasi. Selanjutnya poin 9 (Sembilan),
Giro Wajib Minimum di mana bank wajib memelihara GWM dalam rupiah dan
sedangkan bank devisa selain wajib memenuhi GWM dalam rupiah juga wajib
memenuhi GWM dalam valuta asing. GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar 5%
dari DPK dalam rupiah dan GWM dalam valas diterapkan sebesar 1% dari DPK
valas. Selain memenuhi ketentuan tersebut, bank yang memiliki rasio pembiayaan
dalam Rupiah terhadap DPK dalam Rupiah Kurang dari 80% dan memiliki DPK
137
rupiah Rp 1 Trilyun s/d Rp 10 trilyun wajib memelihara tambahan GWM Rupiah
sebesar 1% dari DPK dalam rupiah. Pada poin 12, OJK menjelaskan dalam
implementasi bahwa bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
penyertaan modal bank, dalam hal ini pihak bank wajib memperoleh persetujuan
OJK untuk setiap penyertaan modal selanjutnya poin 13, merupakan prinsip
kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum pada poin ini
OJK mewajibkan kepada bank agar memperhatikan Aset keuangan yang dialihkan
dalam rangka sekuritisasi aset wajib berupa aset keuangan yang terdiri dari,
tagihan yang timbul dari surat berharga, tagihan yang timbul di kemudian hari
(future receivables ) dan aset keuangan lain yang setara. (Wawancara dengan
Akhyar Sulhan, 2014)
Maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang menjadi fokus penilaian
utama OJK dalam melakukan pengawasan terhadap BUS yang berdasarkan
prinsip kehati-hatian agar terwujudnya bank yang sehat Adalah instrument 1, yaitu
tentang aspek Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan
modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio penjamin terhadap
simpanan dan pencadangan bank, hal ini juga dipertegas kembali oleh Pemimpin
Cabang PT. Bank BRI syariah Akhyar Sulhan yang menjelaskan bahwa hampir
semua aktivitas yang dinilai dari bank masuk ke dalam Instrumen 1, sedangkan
instrument yang lain tidak begitu fokus. Pada instrument 1, beliau menekan
bahwa 90% pekerjaan bank sudah masuk ke dalam instrument 1 dan ini
merupakan fokus utama OJK dalam melaksanakan fungsi pengawasannya.
6. Tindakan OJK terhadap Penurunan Kualitas Prudential Standards
138
yang diterapkan oleh Bank Umum Syari’ah
Di sisi lain OJK juga harus melihat pada penilaian tingkat komponen
pembentukan manajemen, penilaian ini dilakukan oleh OJK dengan berdasarkan
analisis dengan mempertimbangkan indikator pendukung dan unsure judgment,
hal ini dilakukan oleh OJK untuk memastikan bahwa sumber daya manusia yang
ada dalam suatu bank umum syariah benar-benar memahami dan mengerti akan
mekanisme sistem operasional yang ada dalam suatu perbankan serta patuh dan
taat akan regulasi yang telah ditetapkan oleh bank sehingga perbankan akan dapat
beroperasi dengan baik dan sehat. OJK mengakui bahwa banyak terjadi
pelanggaran di produk pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan murabahah,
Musyarakah Hal ini disebabkan karena lemahnya manajemen bank dalam
menjaga kesehatan bank serta mengelola dana bank dan mengabaikan prinsip
kehati-hatian prudential standards.
Dalam pelaksanaannya apabila bank syariah tidak melaporkan kualitas
aktiva secara bulanan maka BI akan memberikan sanksi berupa teguran maupun
denda membayar bagi bank syariah yang mengabaikan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh OJK, di sisi lain OJK juga memiliki ketentuan yang lebih di mana
OJK memiliki fungsi sebagai penyidik yang fungsi ini tidak ada selama ini pada
BI, dalam ketentuan perundang-undangan lembaga ini dapat mengeksekusi secara
langsung apabila bank melakukan tindak pidana dalam aktivitas perbankannya,
fungsi ini tentu sangat strategis bagi OJK dalam menjalankan tugasnya ke depan,
namun dalam aplikasinya OJK mengakui sedang memaksimalkan ke arah yang
lebih baik sehingga terwujudnya cita-cita yang diharapkan oleh rakyat dan
139
pemerintah supaya lembaga OJK dapat berdiri secara Independen serta kokoh
dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga Negara. ( Wawancara dengan
Nidia Riska Suari, 2014).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sebagai akhir dari pembahasan penulisan karya ilmiah ini, maka akan
dikemukakan beberapa kesimpulan dan saran-saran demi lengkapnya penulisan
karya ilmiah ini:
1. Dalam pelaksanaan sistem pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap
penerapan prudential standards pada pembiayaan perbankan syariah, saat ini
OJK sedang mengalami masa transisi baik secara sistem operasional, dan
sistem internal. OJK sedang memaksimalkan fungsi pengawasannya pada
penyiapan infrastruktur operasional micro prudential secara terpisah dengan
Bank Indonesia, hal ini mengingat bahwa sampai saat ini OJK masih
menggunakan sistem operasional Bank Indonesia dalam melakukan
pengawasan secara umum dan masih terbatasnya manajemen internal pada
lembaga ini, keterbatasan secara sistem operasional dan manajemen internal
berdampak pada ketidakjelasan pelaporan yang akan dilaporkan oleh bank
terhadap OJK ke depan.
2. Dari 20 implementasi pengawasan kehati-hatian yang baru saja dikeluarkan
oleh OJK pada tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa OJK lebih banyak
memfokuskan pengawasannya pada Instrumen 1, yaitu tentang aspek
Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas asset, rasio kecukupan modal
140
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio penjamin terhadap
simpanan dan pencadangan bank. Hal ini dapat dilihat dengan masuknya 9
poin implementasi ke dalam instrument ini, dan jumlah poin ini sangat
mendominasi pada implementasi dan aplikasi kerja OJK.
Saran
1. Penulis tidak menemukan adanya mekanisme yang membendung risiko
syariah yang terapkan oleh OJK kepada bank syariah, hal ini mengingat
banyak komplain Risiko syariah yang muncul di tengah masyarakat
Indonesia. Maka dalam hal ini penulis menyarankan kepada OJK agar
memasukkan Instrumen Risiko Syariah ke dalam mekanisme operasional
pengawasan syariah terhadap Bank Syariah yang ada di Indonesia. disisi lain
OJK perlu memperbaiki sistem dan mekanisme pelayanan terhadap lembaga
keuangan syariah, Serta perlu menambah SDM .
2. Diharapkan kepada OJK agar dapat menerapkan prinsip prudential standards
secara maksimal terhadap Bank Umum Syariah, hal ini mengingat bahwa
lembaga keuangan memiliki tingkat risiko tinggi sehingga apabila peran ini
tidak dimaksimalkan maka pelanggaran-pelanggaran akan menjadi masalah
serius bagi lembaga bank syariah yang ada di Indonesia ke depan, dan OJK
harus mampu mewujudkan fungsinya sebagai lembaga Independen yang
mampu berdiri sendiri dan memiliki sistem operasional terpisah dengan Bank
Indonesia.
3. Diharapkan kepada OJK agar segera melaksanakan fungsi sebagai penyidik,
hal ini mengingat bahwa kasus pelanggaran dalam dunia perbankan sangat
141
rentan terjadi di Indonesia, hal ini disebabkan karena kondisi perekonomian
di Indonesia yang berubah- berubah, dan sektor perekonomian yang
menghasilkan sangat kurang, di mana pemerintah hanya memfokuskan pada
sektor pembangunan dan infrastruktur
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah Abdul Husain at-Tariqi, Ekonomi Islam (Prinsip, Dasar dan Tujuan),
Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004.
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta Timur: Ras,
2014).hlm. 144.
Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Jaminan Fidusia, Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2007.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2007.
Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia, Bank Indonesia, Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta: DSN-MUI BI, 2001.
Gunawan Widjaja, Kartini Muljadi, Penanggungan Utang dan Perikatan
Tanggung Menanggung, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
J Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Jakarta: Citra Aditya Bakti,
2002.
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, Kebendaan Pada Umumnya, Jakarta:
Kencana, 2003..
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah),
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
Mufti Muhammad Taqi Usmani, An Introduction To Islamic Finance, Pakistan:
Maktaba Ma’ariful Qur’an 2002,
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2002.
Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi (Teori dan aplikasi), Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Muhammad, Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, Jakarta: PT.
Salemba Emban Patria, 2002.
142
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Mudharabah di Bank Syariah, Jakarta:
Rajawali, 2008.
Munir Fuady, Hukum Tentang Pembiayaan, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2006.
Otoritas Jasa Keuangan, Booklet Perbankan Indonesia 2014, (Jakarta Menara
Radius Prawiro; 2014)
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008.
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Islam Dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Grafiti, 2005.
Undang-undang-nomor-21-tahun-2011-tentang-otoritas-jasa-keuangan,diakses
tanggal 25-Januari-2014
Warkum Samitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga terkait
(BAMUI, Tafakul, dan Pasar Modal Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo,
20.
top related