kivt jurnal2

6
Abstrak—Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sumber dan konsentrasi karbohidrat terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra J. J. Smith secara in vitro. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama yaitu sumber karbohidrat yang terdiri dari glukosa, sukrosa, dan amilum. Faktor kedua yaitu konsentrasi karbohidrat yang terdiri dari 0 g/l, 10 g/l, 20g/l, dan 30 g/l. Pengamatan dilakukan setelah 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber, konsentrasi karbohidrat serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra secara in vitro. Total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra berkisar antara 0 %-11,30%. Perlakuan yang mampu mencapai fase 2 (primordia daun) yaitu glukosa 10 g/l, sukrosa 10 g/l, dan sukrosa 30 g/l. Perlakuan yang memberikan respon terbaik yaitu sukrosa 30 g/l Kata KunciDendrobium capra, jenis karbohidrat, konsentrasi karbohidrat, pertumbuhan, perkembangan. I. PENDAHULUAN endrobium capra atau anggrek larat hijau merupakan jenis anggrek alam asli Indonesia yang hidup di dataran rendah. Pertumbuhannya relatif lambat dan saat ini keberadaannya di alam sangat langka dan terancam punah. Daerah persebaran D. capra meliputi hutan jati dataran rendah di Jawa Tengah dan Jawa Timur [1]. Rujukan [2] pernah melaporkan keberadaan D. capra di Jawa Timur adalah di hutan jati di kaki Gunung Penanggungan, Pandaan, Gunung Lamongan-Kraksaan, dan Probolinggo. Selain itu, anggrek D. capra ditemukan pula di Nusa Tenggara. Dendrobium capra hidup di dataran rendah dengan kisaran suhu harian 30-33ºC dan kelembaban udara 40-60%. Berdasarkan tingkat keterancamannya di alam, D. capra termasuk dalam daftar jenis anggrek langka yang terancam kepunahan dan mendapatkan prioritas konservasi [3]. Selain itu, D. capra juga masuk dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Appendiks II, yang berarti hanya boleh diperdagangkan apabila berasal dari hasil perbanyakan [1]. Atas kelangkaan D. capra, perlu dilakukan upaya konservasi untuk menyelamatkan anggrek ini dari kepunahan. Salah satu upaya konservasinya adalah dengan perbanyakan anggrek. Perbanyakan tanaman anggrek dapat diperoleh secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan vegetatif dinilai kurang efektif karena jumlah anakan yang dihasilkan sangat terbatas. Pada perbanyakan secara generatif, masalah utama yang dihadapi adalah lamanya waktu yang diperlukan biji untuk tumbuh [4]. Rujukan [5] menyatakan bahwa banyaknya jumlah biji yang diproduksi dalam satu kapsul buah anggrek, hanya sedikit biji yang mampu berkecambah di alam dan perkembangan tanaman memerlukan sedikitnya beberapa tahun. Di alam, persentase perkecambahan biji anggrek sangat rendah yaitu kurang dari 1% [4]. Hal ini dikarenakan ukuran biji anggrek yang mikroskopik dan sangat ringan dengan panjang 0,25-1,2 mm dan berat 0,3-1,4 μg [5], serta biji tidak mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan pada awal perkecambahan biji [4]. Biji-biji tersebut tidak memiliki embrio yang sepenuhnya berkembang dan juga tidak mengandung jaringan peyimpanan sebagai cadangan nutrisi. Anggrek memperoleh nutrisi yang dibutuhkan melalui fungi dari genus Rhizoctonia yang hidup bersimbiosis dengan anggrek [5]. Perbanyakan generatif lebih banyak dilakukan dengan metode in vitro yaitu dengan menyebar dan mengecambahkan biji di dalam media agar botol dalam keadaan aseptis [6]. Pada skala laboratorium, biji anggrek juga dapat tumbuh dan berkembang jika ditanam pada media agar yang mengandung nutrisi melalui teknik kultur biji secara in vitro. Kultur biji secara in vitro merupakan metode yang berguna untuk perbanyakan spesies tanaman endemik atau terancam untuk tujuan konservasi dan dapat memberikan variasi genetik lebih tinggi [7]. Perbanyakan generatif dari biji secara in vitro sebagai metode perbanyakan yang tanpa henti [8] serta telah diketahui sebagai metode yang efektif untuk menghasilkan banyak sekali plantlet anggrek. Anggrek telah diketahui memproduksi biji yang berlimpah dalam kapsul buahnya. Dalam studi sebelumnya, telah dilaporkan bahwa anggrek memproduksi 1.300 sampai 4 juta biji tiap kapsul. Banyaknya kuantitas biji anggrek akan berkecambah dalam kondisi in vitro apabila dikultur pada media tumbuh yang sesuai. Kultur biji anggrek secara in vitro pada media tumbuh yang sesuai akan menghasilkan tanaman anggrek dalam jumlah besar [9]. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Karbohidrat terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium capra J.J Smith secara In Vitro Nur Aini Fadhilah 1) , Tutik Nurhidayati 2) , dan Siti Nurfadilah 3) 1,2) Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 3) UPT BKT Kebun Raya Purwodadi-LIPI E-mail: [email protected] D

Upload: kinad-danik

Post on 16-Sep-2015

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

mg,fds

TRANSCRIPT

  • AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sumber dan konsentrasi karbohidrat terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra J. J. Smith secara in vitro. Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor pertama yaitu sumber karbohidrat yang terdiri dari glukosa, sukrosa, dan amilum. Faktor kedua yaitu konsentrasi karbohidrat yang terdiri dari 0 g/l, 10 g/l, 20g/l, dan 30 g/l. Pengamatan dilakukan setelah 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber, konsentrasi karbohidrat serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra secara in vitro. Total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra berkisar antara 0 %-11,30%. Perlakuan yang mampu mencapai fase 2 (primordia daun) yaitu glukosa 10 g/l, sukrosa 10 g/l, dan sukrosa 30 g/l. Perlakuan yang memberikan respon terbaik yaitu sukrosa 30 g/l

    Kata Kunci Dendrobium capra, jenis karbohidrat, konsentrasi karbohidrat, pertumbuhan, perkembangan.

    I. PENDAHULUAN endrobium capra atau anggrek larat hijau merupakan jenis anggrek alam asli Indonesia yang hidup di dataran rendah. Pertumbuhannya relatif lambat dan saat ini

    keberadaannya di alam sangat langka dan terancam punah. Daerah persebaran D. capra meliputi hutan jati dataran rendah di Jawa Tengah dan Jawa Timur [1]. Rujukan [2] pernah melaporkan keberadaan D. capra di Jawa Timur adalah di hutan jati di kaki Gunung Penanggungan, Pandaan, Gunung Lamongan-Kraksaan, dan Probolinggo. Selain itu, anggrek D. capra ditemukan pula di Nusa Tenggara. Dendrobium capra hidup di dataran rendah dengan kisaran suhu harian 30-33C dan kelembaban udara 40-60%.

    Berdasarkan tingkat keterancamannya di alam, D. capra termasuk dalam daftar jenis anggrek langka yang terancam kepunahan dan mendapatkan prioritas konservasi [3]. Selain itu, D. capra juga masuk dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Appendiks II, yang berarti hanya boleh diperdagangkan apabila berasal dari hasil perbanyakan [1].

    Atas kelangkaan D. capra, perlu dilakukan upaya konservasi untuk menyelamatkan anggrek ini dari kepunahan.

    Salah satu upaya konservasinya adalah dengan perbanyakan anggrek. Perbanyakan tanaman anggrek dapat diperoleh secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan vegetatif dinilai kurang efektif karena jumlah anakan yang dihasilkan sangat terbatas. Pada perbanyakan secara generatif, masalah utama yang dihadapi adalah lamanya waktu yang diperlukan biji untuk tumbuh [4]. Rujukan [5] menyatakan bahwa banyaknya jumlah biji yang diproduksi dalam satu kapsul buah anggrek, hanya sedikit biji yang mampu berkecambah di alam dan perkembangan tanaman memerlukan sedikitnya beberapa tahun. Di alam, persentase perkecambahan biji anggrek sangat rendah yaitu kurang dari 1% [4]. Hal ini dikarenakan ukuran biji anggrek yang mikroskopik dan sangat ringan dengan panjang 0,25-1,2 mm dan berat 0,3-1,4 g [5], serta biji tidak mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan pada awal perkecambahan biji [4]. Biji-biji tersebut tidak memiliki embrio yang sepenuhnya berkembang dan juga tidak mengandung jaringan peyimpanan sebagai cadangan nutrisi. Anggrek memperoleh nutrisi yang dibutuhkan melalui fungi dari genus Rhizoctonia yang hidup bersimbiosis dengan anggrek [5].

    Perbanyakan generatif lebih banyak dilakukan dengan metode in vitro yaitu dengan menyebar dan mengecambahkan biji di dalam media agar botol dalam keadaan aseptis [6]. Pada skala laboratorium, biji anggrek juga dapat tumbuh dan berkembang jika ditanam pada media agar yang mengandung nutrisi melalui teknik kultur biji secara in vitro. Kultur biji secara in vitro merupakan metode yang berguna untuk perbanyakan spesies tanaman endemik atau terancam untuk tujuan konservasi dan dapat memberikan variasi genetik lebih tinggi [7]. Perbanyakan generatif dari biji secara in vitro sebagai metode perbanyakan yang tanpa henti [8] serta telah diketahui sebagai metode yang efektif untuk menghasilkan banyak sekali plantlet anggrek. Anggrek telah diketahui memproduksi biji yang berlimpah dalam kapsul buahnya. Dalam studi sebelumnya, telah dilaporkan bahwa anggrek memproduksi 1.300 sampai 4 juta biji tiap kapsul. Banyaknya kuantitas biji anggrek akan berkecambah dalam kondisi in vitro apabila dikultur pada media tumbuh yang sesuai. Kultur biji anggrek secara in vitro pada media tumbuh yang sesuai akan menghasilkan tanaman anggrek dalam jumlah besar [9].

    Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Karbohidrat terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium capra J.J

    Smith secara In Vitro Nur Aini Fadhilah1), Tutik Nurhidayati2), dan Siti Nurfadilah3)

    1,2)Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 3) UPT BKT Kebun Raya Purwodadi-LIPI

    E-mail: [email protected]

    D

  • Ada beberapa fase dalam pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek menjadi plantlet yang diamati pada perkecambahan biji dan perkembangan plantlet dari tanaman anggrek. Pertama, biji (fase 0) yang berubah menjadi protocorm (fase 1) menandakan biji berkecambah. Fase pekembangan selanjutnya merupakan pembentukan primordia daun pada bagian atas protocorm (fase 2). Primordia daun kemudian berkembang menjadi daun pertama (fase 3). Akhirnya, anggrek melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan beberapa daun berkembang (fase 4) menjadi tanaman kecil yang disebut sebagai plantlet (fase 5) [10].

    Selama pertumbuhan biji anggrek ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anggrek secara in vitro adalah jenis dan konsentrasi karbohidrat. Beberapa sumber karbohidrat yang digunakan adalah glukosa, sukrosa, dan amilum. Karbohidrat merupakan sumber energi utama dalam metabolisme tanaman dan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karbohidrat digunakan sebagai penghasil energi dalam proses respirasi, pertumbuhan sel-sel baru, dan dalam konsentrasi yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan akar. Salah satu usaha memodifikasi media adalah dengan memodifikasi konsentrasi karbohidrat [11].

    Pada permulaan studi dari perkecambahan biji anggrek secara asimbiotik, beberapa peneliti menyadari bahwa beberapa jenis karbohidrat lebih baik dan sesuai untuk mendukung perkecambahan biji dan responnya spesifik pada genus atau spesies [12]. Rujukan [12] menunjukkan bahwa bermacam-macam karbohidrat, seperti glukosa, fruktosa, dan oligosakarida dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan plantlet Phalaenopsis pada kondisi in vitro. Pengujian perkecambahan biji secara in vitro pada Phalaenopsis Habsburg and Phalaenopsis Ruth Burton (Phalaenopsis Abendrot Phalaenopsis Abendrot), [12] melaporkan bahwa sejumlah karbohidrat, seperti glukosa, maltosa, maltotriose, maltotetraose, maltopentaose, maltoheksaose, dan maltoheptaose secara individual mampu mendukung perkecambahan biji.

    Berbagai studi mengenai pengaruh sumber dan konsentrasi karbohidrat dalam media juga telah dilaporkan. Rujukan [13] menyatakan bahwa 10 dan 20 g/l sukrosa, 20 g/l fruktosa, 10, 20 dan 30 g/l glukosa serta 20 g/l gula pasir memberikan hasil yang lebih baik terhadap pertumbuhan plantlet anggrek Dendrobium dibandingkan media tanpa karbohidrat sederhana, sedangkan penambahan karbohidrat dalam jumlah yang lebih banyak justru menyebabkan tanaman terhambat pertumbuhannya. Kemudian untuk amilum, [14] menyatakan bahwa 1 dan 5 g/l amilum dapat mendukung perkembangan protocorm dari biji Cattleya hibrid dalam asosiasi dengan jamur mikorhiza. Namun, penggunaan amilum dalam media untuk perkecambahan biji anggrek secara asimbiotik belum pernah dilakukan.

    Rujukan [15] mengemukakan bahwa pemberian air kelapa 150 ml/l ditambah sukrosa 20 g/l dalam media kultur memberikan hasil yang baik terhadap pertumbuhan protocorm anggrek Dendrobium. Pemberian air kelapa dinilai dapat mempercepat munculnya protocorm diduga karena air kelapa mengandung bahan makanan, seperti asam amino, asam organik, gula, dan vitamin juga sejumlah hormon tumbuh yang dapat memacu proses perkecambahan biji [4]. Meskipun

    dalam penelitian ini akan menggunakan karbohidrat (gula) sebagai variabel, namun kandungan gula dalam air kelapa dinilai tidak akan mempengaruhi yaitu hanya 9,18 mg/ml untuk sukrosa, 7,25 mg/ml untuk glukosa, dan 5,25 mg/ml untuk fruktosa [16] sehingga dengan kandungan gula yang dimiliki, pemberian air kelapa dalam media dengan perlakuan gula tidak akan mempengaruhi. Rujukan [17] menyatakan, penggunaan sukrosa dalam media Knudson C dapat berpengaruh baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anggrek Oncidium goldiana dan Aranthera beatrice, yang dibiakkan dalam media tersebut.

    Dengan demikian, untuk efisiensi pertumbuhan biji anggrek, maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh sumber dan konsentrasi karbohidrat terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra secara in vitro. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah disebutkan sebelumnya, maka pada penelitian ini digunakan sumber karbohidrat berupa glukosa, sukrosa, dan amilum dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30 g/l untuk setiap sumber karbohidrat.

    II. METODE PENELITIAN

    A. Sterilisasi Alat Alat-alat inokulasi seperti pinset, gunting, dan jarum ose

    juga disterilisasi dengan dimasukkan dalam alkohol 70% dan dibakar tepat sebelum digunakan [18]

    B. Ruang Kerja Sebelum digunakan, ruang dalam Laminar Air Flow

    Cabinet (LAFC) digosok menggunakan tissue yang telah dibasahi alkohol 70% [18]. Semua peralatan selain bahan tanam disterilisasi dengan cara disemprot menggunakan alkohol 70%, kemudian disinari dengan UV selama kurang lebih 1 jam [19]. Ketika siap digunakan, UV dimatikan dan blower dinyalakan [20].

    C. Pembuatan Media Media yang digunakan adalah media Knudson C (KC)

    modifikasi yang sering digunakan dalam kultur biji anggrek. Menurut rujukan [21], pembuatan media pada prinsipnya dilakukan dengan melarutkan semua komponen media dalam aquades, sesuai dengan konsentrasinya pada formulasi yang diinginkan.

    Larutan stok yang telah dibuat untuk kebutuhan media dimasukkan dalam botol laboratorium, kemudian ditambahkan pula air kelapa 150 ml/L dan berbagai sumber gula dengan konsentrasi berbeda (0, 10, 20, dan 30 g/l) yang telah dilarutkan dengan aquades masing-masing untuk per 100 ml media. Selanjutnya ditambahkan aquades hingga batas 100 ml dan diaduk agar larutan tercampur. Larutan dituang ke dalam panci dan ditambahkan agar sebanyak 12 g/l. Larutan diaduk dan diukur pH-nya antara 5,7-5,8 kemudian diatur kelebihan dan kekurangannya dengan penambahan NaOH atau HCl. Selanjutnya media diaduk dan dididihkan hingga agar mencair seluruhnya. Dalam keadaan panas, media dituang kembali pada botol laboratorium dan langsung ditutup. Botol berisi media disterilisasi dalam autoklaf selama 30 menit [19]. Selanjutnya, media dituangkan ke dalam cawan Petri 25 ml

  • yang dilakukan dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), kemudian ditunggu hingga media memadat dan inokulasi siap dilakukan.

    D. Sterilisasi dan Inokulasi Biji Buah Dendrobium capra yang telah matang, bijinya

    dibungkus dalam kertas saring yang dilipat dalam 9 bagian kemudian lipatan kertas saring distapler. Kertas saring berisi biji kemudian disterilisasi menggunakan larutan clorox 10% selama 30 menit dan dibilas 3 kali menggunakan aquades steril [22]. Kertas saring dibuka dengan menggunakan gunting steril dan biji diinokulasikan pada permukaan media tumbuh steril dalam cawan Petri berdiameter 9 cm menggunakan jarum ose steril. Selanjutnya cawan Petri disegel menggunakan parafilm [23].

    E. Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Pengamatan dilakukan pada 4 minggu setelah

    kutur/inokulasi terhadap persentase tiap fase pertumbuhan dan perkembangan biji pada awal perkecambahan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo perbesaran 20 kali. Persentase fase pertumbuhan biji dihitung dengan rumus: Jumlah biji pada suatu fase dibagi jumlah biji pada cawan petri, dikali 100% [23].

    III. HASIL DAN DISKUSI Respon pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek

    D.capra pada media KC dengan adanya perlakuan variasi sumber dan konsentrasi karbohidrat pada penelitian ini dapat diketahui melalui persentase fase pertumbuhan dan perkembangan biji (Tabel 1). Pada penelitian ini dilakukan kultur biji D.capra pada media KC dengan perlakuan sumber karbohidrat berupa glukosa, sukrosa, dan amilum dengan konsentrasi 0, 10, 20, dan 30 g/l untuk setiap sumber karbohidrat. Hasil pengamatan terhadap respon pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek D.capra pada awal perkecambahan yaitu 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi), menunjukkan rata-rata persentase fase pertumbuhan dan perkembangan biji pada fase 1 dan fase 2. Rata-rata persentase pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek D.capra mulai dari fase 1 hingga fase 2 yang telah diperoleh akibat perlakuan sumber dan konsentrasi karbohidrat ditunjukkan pada Tabel 1.

    Gambar 1. Fase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra pada 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi), meliputi a) biji (fase 0) menjadi b) protocorm (fase 1) yang akan berkembang menjadi c) protocorm dengan primordia daun (fase 2)

    Berdasarkan hasil pengamatan terhadap respon pertumbuhan dan perkembangan biji anggrek D.capra pada awal perkecambahan yaitu 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi), menunjukkan rata-rata persentase fase pertumbuhan dan perkembangan biji yang diperoleh hingga fase 2, dimana biji (fase 0) yang berubah menjadi protocorm (fase 1) menandakan biji berkecambah kemudian fase pekembangan selanjutnya merupakan pembentukan primordia daun pada bagian atas protocorm (fase 2) (Gambar 1) [10]. Berdasarkan uji ANOVA (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan sumber dan konsentrasi karbohidrat, serta interaksi keduanya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra, dimana hampir semua perlakuan mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan biji pada awal perkecambahan dengan total persentase berkisar antara 0.00%-11.30%. Total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, dimana dihasilkan total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji berkisar antara 7.04%-57.78%. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan viabilitas biji yang terkait dengan lama penyimpanan biji yang dipakai. Pada penelitian ini digunakan biji yang disimpan selama 8 bulan dalam desiccator pada suhu ruangan, sedangkan pada studi pendahuluan digunakan biji yang disimpan selama 5 bulan dalam desiccator pada suhu ruangan. Jika semakin lama biji disimpan, maka viabilitasnya semakin menurun. Biji yang digunakan pada penelitian ini dimungkinkan mempunyai tingkat viabilitas yang lebih rendah dibandingkan dengan biji yang digunakan pada studi pendahuluan.

    Tabel 1. Total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra

    Perlakuan Fase 0 Fase 1 Fase 2 Total (Fase 1-Fase 2)

    Glukosa 0 g/l 94.58ab 5.42ab 0.00b 5.42ab Glukosa 10 g/l 95.63a 3.81ab 0.56b 4.37b Glukosa 20 g/l 98.96a 1.04b 0.00b 1.04b Glukosa 30 g/l 99.77a 0.23b 0.00b 0.23b Sukrosa 0 g/l 94.58ab 5.42ab 0.00b 5.42ab Sukrosa 10 g/l 95.34a 4.35ab 0.31b 4.66b Sukrosa 20 g/l 100.00a 0.00b 0.00b 0.00b Sukrosa 30 g/l 88.70b 9.02a 2.28a 11.30a Amilum 0 g/l 94.58ab 5.42ab 0.00b 5.42ab Amilum 10 g/l 97.34a 2.66b 0.00b 2.66b Amilum 20 g/l 95.89a 4.11ab 0.00b 4.11b Amilum 30 g/l 95.78a 4.22ab 0.00b 4.22b

    Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama, menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh secara signifikan dengan uji ANOVA ( = 0.05) dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Fase 0: fase dimana biji tidak tumbuh, Total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji merupakan total dari persentase fase 1 (biji tumbuh menjadi protocorm) dan fase 2 (terbentuk protocorm dengan primordia daun).

  • Gambar 2. Persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra pada 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi) dimana G1K0-glukosa 0 g/l, G1K1-glukosa 10 g/l, G1K2-glukosa 20 g/l, G1K3-glukosa 30 g/l, G2K0-sukrosa 0 g/l, G2K1-sukrosa 10 g/l, G2K2-sukrosa 20 g/l, G2K3-sukrosa 30 g/l, G3K0-amilum 0 g/l, G3K1-amilum 10 g/l, G3K2-amilum 20 g/l, G3K3-amilum 30 g/l.

    Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase pertumbuhan dan

    perkembangan biji D. capra pada media dengan sumber dan konsentrasi karbohidrat yang berbeda hampir sama (berkisar antara 0.00%-11.30%), walaupun ada kecenderungan sukrosa 30 g/l dapat sedikit meningkatkan persentase pertumbuhan dan perkembangan biji. Hal ini menunjukkan bahwa sumber karbohidrat berbeda yang digunakan pada penelitian ini (glukosa, sukrosa, dan amilum) dapat digunakan oleh biji D. capra untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Nilai total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra pada media yang mengandung glukosa berkisar antara 0.23%-5.42%. Media yang mengandung sukrosa memiliki nilai total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji berkisar antara 0.00%-11.30%. Sedangkan nilai total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji pada media yang mengandung amilum berkisar antara 2.66 %-5.42%. Tingginya nilai total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra pada media yang mengandung sukrosa dapat menginduksi perkecambahan dengan baik pada beberapa spesies [24].

    Penelitian ini menunjukan bahwa glukosa, sukrosa, dan amilum berpotensi untuk dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat bagi biji D. capra. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa glukosa dalam media dapat menginduksi laju pertumbuhan [25]. Sama halnya rujukan [12]yang melaporkan bahwa biji dari Phalaenopsis hybrid berkecambah dengan cepat pada media Knudson C yang mengandung glukosa, maltosa, dan maltotriosa, dimana ketiganya merupakan karbohidrat sederhana. Selain itu, pada studi yang dilakukan oleh rujukan [12] menjelaskan bahwa karbohidrat sederhana seperti, fruktosa, sukrosa, dan dekstrosa, ketiganya mampu mendukung perkecambahan dan perkembangan biji H. macroceratitis.

    Berbeda dengan glukosa, meskipun sama-sama karbohidrat sederhana, sukrosa merupakan sumber karbon yang tidak dapat segera dimanfaatkan baik untuk jaringan yang tidak terdiferensiasi maupun jaringan yang terdiferensiasi [26]. Sukrosa pertama-tama dihidrolisis menjadi glukosa dan

    fruktosa sebelum digunakan oleh jaringan pada anggrek Dendrobium [26]. Rujukan [26] melaporkan bahwa hidrolisis karbohidrat oleh enzim hidrolitik ekstraselular merupakan hal yang mungkin pada protocorm Dendrobium. Enzim hidrolotik yang menguraikan sukrosa menjadi molekul yang lebih sederhana berupa glukosa dan fruktosa (invertase) pada jaringan anggrek terdiri dari dua bentuk yaitu asam invertase dan basa invertase. Asam invertase secara umum berhubungan dengan sel yang memiliki kebutuhan tinggi terhadap sukrosa. Aktivitas invertase telah dilaporkan ada dalam fraksi sel terlarut dan tidak terlarut.

    Namun, berdasarkan total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji, perlakuan media yang mengandung sukrosa memiliki nilai yang hampir sama besarnya dengan perlakuan media yang mengandung glukosa, juga mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra hingga fase 2 pada 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Hal tersebut dapat disebabkan sukrosa memiliki solubilitas yang tinggi dalam larutan, dimana pada konsentrasi 55 M telah dilaporkan terdapat dalam sitoplasma pada sel tumbuhan [27]. Apabila dibandingkan dengan konsentrasi tersebut, konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini lebih rendah, yaitu 0, 10, 20, dan 30 g/l secara berurutan setara dengan 0 M, 0.029 M, 0.058 M, sehingga sukrosa juga dapat dengan mudah diserap oleh sel tumbuhan. Peelitian ini juga menunjukkan total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra pada media yang mengandung sukrosa 30 g/l lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa sukrosa dengan konsentrasi relatuf tinggi dapat menginduksi perkecambahan biji beberapa spesies dengan baik [24].

    Sedangkan untuk perlakuan media yang mengandung amilum, didapatkan nilai total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra yang tidak lebih baik dibandingkan dengan sukrosa yaitu hanya berkisar antara 2.66%-5.42%. Hal ini didukung oleh rujukan [12], pada media yang mengandung maltooligosakarida, persentase pertumbuhan dan perkembangan biji mengalami penurunan, dikarenakan ketidakmampuan embrio anggrek untuk mensintesis enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisis karbohidrat kompleks, terlebih lagi untuk amilum. Amilum merupakan kompleks karbon yang memiliki substrat heterogen dimana terdiri atas komponen berbeda membuat proses pemecahan amilum menjadi molekul yang lebih sederhana menjadi lebih sulit, mengingat pada proses metabolisme tanaman, siklus karbon dalam bentuk amilum lebih jarang terjadi dibandingkan melalui sukrosa [28].

    Pengamatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D.capra pada tabel 3 menunjukkan bahwa hampir semua perlakuan mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan biji pada awal perkecambahan dengan persentase pertumbuhan dan perkembangan biji tertinggi pada perlakuan sukrosa 30 g/l dimana pada perlakuan tersebut diperoleh fase 1 sebesar 9,02%, fase 2 sebesar 2,28%, dan memiliki fase 0 terendah sebesar 88,70%, dengan total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya sebesar 11,30%. Hasil

    G1K0 G1K1 G1K2 G1K3 G2K0 G2K1 G2K2 G2K3 G3K0 G3K1 G3K2 G3K3

    fase 1 5.42 3.81 1.04 0.23 5.42 4.35 0.00 9.02 5.42 2.66 4.11 4.22

    fase 2 0.00 0.56 0.00 0.00 0.00 0.31 0.00 2.28 0.00 0.00 0.00 0.00

    0.00

    1.00

    2.00

    3.00

    4.00

    5.00

    6.00

    7.00

    8.00

    9.00

    10.00

    Pers

    enta

    se (%

    )Persentase Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Dendrobium

    capra

  • tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan pada Cymbidium elegans dan Coelogyne punctulata, rujukan [29], mengemukakan bahwa konsentrasi 30 g/l sukrosa dapat mendukung perkecambahan biji secara optimal. Hasil tersebut juga didukung oleh rujukan [30] yang menyebutkan bahwa kandungan 30 g/l sukrosa dalam media KC mendukung perkecambahan secara optimum pada Cleisostoma racemiferum dimana persentase perkecambahan yang dihasilkan sebesar 60% bila dibandingkan dengan konsentrasi 10 g/l dan 20 g/l yang masing-masing hanya dihasilkan persentase perkecambahan sebesar 40% dalam penelitiannya. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh rujukan [31], mengindikasikan bahwa semakin tinggi konsentrasi sukrosa dalam media, maka semakin tinggi pula pertumbuhan dan perkembangan tanaman anggrek Cattleya granulosa. Hal tersebut sesuai dengan penelitian pada Oncidium baueri [31] dan Cattleya walkeriana [31] yang memiliki hasil terbaik pada media dengan 30 g/l sukrosa.

    Rata-rata persentase fase 0 tertinggi terdapat pada salah satu jenis perlakuan yaitu sukrosa 20 g/l, dimana didapatkan nilai sebesar 100% dengan total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 0,00%. Hasil tersebut tidak sesuai dengan penelitian pada Vanda hibrid dan pada Cypripedium reginae yang menguji jenis sumber karbon (karbohidrat) berbeda dan menjelaskan bahwa sukrosa 20 g/l merupakan sumber karbon terbaik [24]. Selain itu, menurut rujukan [29], sukrosa mendukung perkecambahan lebih baik, dimana perkecambahan optimal pada media yang mengandung 20 g/l sukrosa. Nilai 100% untuk rata-rata persentase pada fase 0 dan 0,00% untuk total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji dapat diartikan bahwa pada perlakuan sukrosa 20 g/l belum menunjukkan adanya respon pertumbuhan dan perkembangan biji. Dalam hal ini biji memang belum mengalami pembengkakan testa, namun menunjukkan respon akan tumbuh ditandai dengan adanya warna hijau pada sebagian besar biji pada perlakuan sukrosa 20 g/l. Rendahnya total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra pada perlakuan sukrosa 20 g/l ini tidak sama dengan studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya dihasilkan total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji berkisar antara 39%-57% dimana biji yang digunakan telah disimpan selama 5 bulan. Hal ini dapat terjadi diduga karena lamanya penyimpanan biji yang digunakan kultur yang menyebabkan viabilitas biji menurun, dimana biji telah disimpan selama 8 bulan.

    Studi yang dilakukan oleh rujukan [32] menunjukkan bahwa pecahnya testa pada biji dapat memacu perkecambahan tanaman anggrek. Selain itu, testa biji anggrek diketahui memiliki tingkat resisten yang tinggi terhadap air sedangkan imbibisi air penting untuk memacu perkecambahan. Proses sterilisasi biji dengan menggunakan larutan clorox atau sodium hypoclorit (NaOCl) mempunyai sedikitnya dua pengaruh terhadap biji anggrek, yang pertama adalah fungsi sterilisasi dan yang kedua untuk menghilangkan suberin, yang merupakan zat lilin yang berfungsi sebagai pelindung biji dari pematahan dormansi, pada integumen yang dapat

    meningkatkan difusi dan permeabilitas terhadap air. Keadaan hilangnya suberin akan membuat testa terdegradasi dan biji mengalami imbibisi. Perkecambahan biji bergantung pada imbibisi, yaitu penyerapan air akibat potensial air yang rendah pada biji. Air yang berimbibisi menyebabkan biji membengkak dan memecahkan kulit biji atau testa [33]. Awal mula perkecambahan dapat terlihat ketika sel pertama kali mengalami perubahan ultrastruktural yaitu pembengkakan testa dimana bagian posterior sel lebih besar dibandingkan bagian anterior [34], diikuti oleh pecahnya testa dan pada bagian anterior terkandung sel meristematik, kemudian sel meristematik meluas yang akan membentuk protocorm. Perkecambahan biji pada umumnya, metabolisme karbohidrat terjadi pada saat amilum (pati) dihidrolisis oleh dan amilase menjadi gula maltosa dan glukosa. Amilum tidak dapat langsung diserap oleh sel, tetapi harus dipecah terlebih dahulu oleh enzim amilase menjadi molekul yang sederhana (glukosa) untuk dapat diserap oleh sel. Kemampuan biji D. capra pada penelitian ini, yang dapat tumbuh pada media yang mengandung amilum, menunjukkan biji D. capra mungkin dapat mensekresikan enzim amilase. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menunjukkan kemungkinan biji D. capra mensekresi enzim amilase. Beberapa sukrosa diubah oleh enzim invertase menjadi glukosa.

    IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber karbohidrat,

    konsentrasi karbohidrat, dan interaksi keduanya memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra secara in vitro pada 4 MSI (Minggu Setelah Inokulasi). Total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra berkisar antara 0,00%-11,30%. Hampir semua perlakuan mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra dan hanya perlakuan sukrosa 30 g/l yang memiliki kecenderungan mendukung pertumbuhan dan perkembangan biji D.capra paling tinggi dengan total persentase pertumbuhan dan perkembangan biji sebesar 11,30%. Saran untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan adanya penambahan waktu pengamatan pertumbuhan dan perkembangan biji D. capra sampai terbentuk planlet.

    UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih mengucapkan terima

    kasih kepada UPT BKT Kebun Raya Purwodadi-LIPI yang telah memberikan dukungan dalam penelitian ini.

    DAFTAR PUSTAKA [1] N. D. Yulia dan N. S. Ruseani, Studi Habitat dan Inventarisasi

    Dendrobium capra J.J. Smith di Kabupaten Madiun dan Bojonegoro, Biodiv. Vol. 9 (2008) 190-193

    [2] J. B. Comber, Orchid of Java, Royal Botanic Garden, New York (1990).

    [3] R. A. Risna, W. C. K Yayan., R. Hendrian, D. O. Pribadi..Spesies Prioritas untuk Konservasi Tumbuhan Indonesia, LIPI Press, Bogor (2010)

  • [4] Y. Bey, W. Syafii, dan Sutrisna, Pengaruh Pemberian Giberelin (GA3) dan Air Kelapa terhadap Perkecambahan Bahan Biji Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis BL) secara In Vitro, Jurnal Biogenesis, Vol. 2, No. 2 (2006) 41-46

    [5] A. P. Bieniek, M. Dyuch-Sieminska, dan M. Rudas. Influence of Activated Carchoal on Seed Germination and Seedling Development by The Asymbiotic Method in Zygostates grandiflora (Lindl.) Mansf. (Orchidaceae), Folia Horticulture, Vol. 22, No. 2 (2010) 45-50

    [6] D. P. S. Hendaryono dan A. Wijayani. 1994, Teknik Kultur Jaringan, Kanisius, Yogyakarta (1994)

    [7] I. A. Diaz, K. Aoyama, C. Gomez-Alonso, dan R. Salgado-Garciglia, In Vitro Propagation of The Endangered Orchid Laelia speciosa, Plant Cell Tissue Organ Culture. Vol. 99, (2009) 335-343

    [8] K. W. Dixon, S. P. Kell, R. L. Barret, dan P. J. Cribb, Orchid Conservation, Natural History Publication (Borneo), Kinabalu (2003)

    [9] B. Abbas, F. H. Listyorini, dan B. Amriati, In Vitro Seed Germination and Plantlets Development of Grammatophyllum scriptum Lindl. (Orchidaceae), International Research Journal of Plant Science, Vol. 2, No. 5 (2011) 154-159

    [10] S. Nurfadilah, The Effect of Light on The Germination and The Growth of The Seeds of Dendrobium spectabile Bl. (Orchidaceae) In Vitro, Prosiding Makalah Seminar Kebun Raya Cibodas. LIPI, Bogor (2010).

    [11] Dj. F. Parera, Pengaruh Tingkat Konsentrasi Air Kelapa terhadap Pertumbuhan dan Perbanyakan Tanaman Anggrek Dendrobium sp. melalui Teknik Kultur Jaringan, GOTI-Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Universitas Pattimura, Vol. 2 (1997) 57-64

    [12] S. L. Stewart dan M. E. Kane, Effect of Carbohydrate Source on The In Vitro Asymbiotic Seed Germination of The Terrestrial Orchid Harbenaria macroceratitis, Journal of Plant Nutrition, Vol. 33 (2010) 1155-1165

    [13] D. Widiastoety dan F. A. Bahar, Pengaruh Berbagai Sumber dan Kadar Karbohidrat terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium J. Hort. Vol. 5, No. 3 (1995) 76-80

    [14] H. F. Beyrle dan S. E. Smith. The Effect of Carbohydrate on The Development of A Cattleya Hybrid in Association with Its Mycorrizal Fungus, Mycorrhiza, Vol. 3 (1993) 57-62

    [15] S. K. Widiastoety dan Purbadi, Pengaruh pH Media terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium, J.Hort. Vol. 15, No. 1 (2005) 18-21

    [16] J. Arditti, Micropropagation of Orchid, Blackwell Publishing, UK (2008)

    [17] Harijadi dan H. Pamenang, Pengaruh Sukrose dan Air Kelapa pada Kultur Jaringan Anggrek Dendrobium pompadour, Bul. Agr., Vol. XIV No. 1 (1981) 1-12

    [18] S. Dutta, A. Chowdurry, B. Bhattacharjee, P. K. Nath, dan B. K. Dutta, In vitro Multiplication and Protocorm Development of Dendrobium aphyllum (Roxb.) CEC Fisher, Biological and Environmental Science Vol. 7, No. 1 (2011) 57-62

    [19] I. N. Lugrayasa dan I. G Tirta, Studi Awal Penggunaan Beberapa Macam Media untuk Semai Biji Anggrek Alam Koleksi Kebun Raya Bali, Laporan Teknik Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kebun Raya Eka Karya Bali, (2005) 95-100

    [20] A. Fitrianti,Efektivitas Asam 2,4- Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan Kinetin pada Medium MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan Eksplan Potongan Daun, Skripsi. Jurusan Biologi, FMIPA UNS, Semarang (2006)

    [21] Yusnita, Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien, Agromedia Pustaka, Jakarta (2003)

    [22] P. Seaton dan M. Ramsay, Growing Orchid from Seed, Royal Botanic Gardens, New England (2005)

    [23] D. Dutra, T. R. Jhonson, P. J. Kauth, S. L. Stewart, M. E. Kane, dan L. Richardson,Asymbiotic Seed Germination, In Vitro Seedling Development, and Greenhouse Acclimatization of The Threatened Terrestrial Orchid Bletia purpurea, Plant Cell Tissue Organ Culture Vol. 94 (2008) 11-21

    [24] R. S. Piria, K. Rajmohan, dan S. Suresh, In Vitro Production of Protocorms and Protocorm Like Bodies in Orchids-A Review, Ageic Rev., Vol. 29, No. 1 (2008) 40-47

    [25] K. W. Novotna, H. Vejsadova, dan P. Kindlmann, Effects of Sugars and Growth Regulators on In Vitro Growth of Dactylorhiza Species, Biologia Plantarum, Vol. 51, No. 1 (2007) 198-200

    [26] C. S. Hew dan T. C. Mah, Sugar Uptake and Invertase Activity in Dendrobium Tissues, New Phytologist, Vol. 111 (1989) 167-171

    [27] P. J. Lea dan R. C. Leegood, Plant Biochemistry and Molecular Biology Second Edition, John Wiley and Sons Ltd., England (1999)

    [28] D. T. Dennis, D. H. Turpin, D. D. Lefebvre, dan D. B. Layzell, Plant Metabolism 2nd Edition, Addison Wesley Longman Limited, London (1997)

    [29] A. Ponenger dan C. R. Deb, Asymbiotic Culture of Immature Embryos, Mass Multiplication of Cymbidium iridioides D. Don and The Role of Different Factors, International Journal of Pharma and Bio Sciences, Vol. VI, No. 1 (2009) 1-14

    [30] Tamjensangba dan C. R. Deb, Effect of Different Factors on Non-Symbiotic Seed Germination, Formation of Protocorm-Like Bodies and Plantlet Morphology of Cleisostoma racemiferum (Lindl.) Garay, Indian Journal of Biotechnology, Vol. 5 (2006) 223-228

    [31] J. R. S. Pinto, R. M. O. Freitas, dan S. C. Praxedes, Stimulation of In Vitro Development of Cattleya granulosa by Sucrose, General and Applied Plant Physiology, Vol. 36, (2010) 183-188

    [32] D. Lauzer, S. Renaut, M. St-Arnaud, dan D. Barabe, In Vitro Asymbiotic Germination, Protocorm Development, and Plantlet Acclimatization of Aplectrum hyemale (Muhl. Ex Willd.) Torr. (Orchidaceae), Journal of The Botanical Society, Vol. 134, No. 3 (2007) 344-348

    [33] N. A. Campbell, J. B. Reece, dan L. G. Mitchell,Biologi, Erlangga, Jakarta (2003)

    [34] J. Arditti dan Krikorian A. D, Orchid Micropropagation: The Path from Laboratory to Commercialization and An Account of Several Unappreciated Investigations, Bot J Linn Soc, Vol. 122 (1996) 183241

    I. PENDAHULUANII. METODE PENELITIANA. Sterilisasi AlatB. Ruang KerjaC. Pembuatan MediaD. Sterilisasi dan Inokulasi BijiE. Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Biji

    III. HASIL DAN DISKUSIIV. KESIMPULAN/RINGKASAN