sejarah lahirnya uupa no
Post on 02-Aug-2015
399 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SEJARAH LAHIRNYA UUPA NO. 5 TAHUN 1960 & ZAMAN KOLONIAL
Sebagaimana diundangkannya UUPA no.5 tahun 1960 banyak yang harus kita
simak tentang sejarah-sejarah hukum di Indonesia maupun diluar negeri diantaranya adalah
zaman Hindia Belanda.
Sebagai negara jajahan belanda di Indonesia berlaku azas corcodanti
(penyetaraan) dengan hukum adat di Indonesia yaitu dengan suatu cara yaitu kodifikasi
dan unifikasi tahun 1848.
Diantara UU yang telah dikodifikasi adalah sbb :
1. Wet boek van Strafrecht (KUHP)
2. Bugerlijk wetboek (BW) kecuali hukum tanah menjadi UU hukum Agraria
3. wet boek van koop handel (KUHD).
Azas korkodansi, kodifikasi dan unifikasi mewarnai hukum Indonesia sekarang
paham liberalisme dan individualisme menjadi jiwa pembentukan hukum belanda.
Misal :
- negara berhak mengatur tentang hak-hak kebendaan seseorang, menggunakan hak-hak
tanpa batas dengan demikian tugas-tugas negara menjaga agar hak-hak individu tidak
dirusak orang lain.
- Toesteming atau perjanjian persetujuan yang diadakan memikat kedua pihak atau
persetujuan para pihak didalamnya adalah hak-hak para pihak tersebut (Liberal).
Dalam hukum belanda agama dan adat terletak dibelakang dan tidak
disinggung-singgung dalam pembentukan hukum artinya agama dan adat tidak
termasuk dalam koridor hukum negara sehingga hukum-hukum yang diproduk lebih
mengutamakan kepada unsur-unsur rasio pembuat UU tersebut.
SEMINAR SEJARAH HUKUM PADA TANGGAL 05 APRIL 1975
Menteri kehakiman dalam seminar sejarah hukum pada tanggal 05 April 1975
menyatakan bahwa perbincangan sejarah hukum mempunyai arti penting dalam rangka
pembinaan hukum nasional karena usaha pembinaan hukum tidak saja memerlukan bahan-
bahan tentang perkembangan hukum masa kininakan tetapi juga bahan-bahan mengenai
perkembangan hukum masa lalu.
Melalui sejarah hukum kita akan mampu menjajaki berbagai aspek hukum
Indonesia pada masa dulu, hal mana akan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk
memahami kaedah-kaedah serta institusi hukum yang ada dewasa ini dalam masyarakat
bangsa indonesia mulai penelitian sejarah hukum dapat diketahui tentang adanya
kemungkinan lembaga-lembaga hukum yang tidak diperlukan lagi atau masih perlu
dikembangkan dalam membina hukum nasional.misal dalam hukum agraria kita
mengenal domein verklaring artinya semua tanah yang tidak bisa dibuktikan haknya
adalah tanah negara.
-eigendom adalah hak milik
-eigenaar adalah si pemilik / orangnya
- HGB adalah opstal
- HGU adalah Erfpacht
Politik hukum agraria berkembang tahun 1960 sampai dengan 1998 pemerintah
dalam melaksanakannya ambifalen (mendua) karena dalam UUPA No. 3:
1. Mengakui tanah ulayat sepanjang menurut kenyataan masih ada kalau tidak
bertentangan dengan UU yang lebih tinggi.
2. UUPA disusun berdasar hukum adat namun tidak dinyatakan hukum mana yang dipakai.
Untuk mengetahui proses perkembangan pengetahuan sistem hukum di
Indonesia kiranya perlu dikenal sistem hukum yang lama dan dengan mengetahui sistem
hukum yang lama tersebut kita akan dapat menganalisa seberapa jauh sistem ini
berpengaruh pada perkembangan hukum baru.
- Ius constitutum yaitu hukum yang berlaku sekarang (hk. Positif)
- Ius constituentum yaitu hukum yang dicita-citakan
Prof. DR. Soepomo mengemukakan 13 azas penting dan tatanan hukum yang
berlaku di Hindia belanda dulu diantaranya adalah sbb :
1. azas dari BW dari Hindia Belanda
2. azas hukum acara perdata eropa
3. azas wet boek van straaf recht (HAP)
4. azas hukum acara pidana
5. azas hukum adat materil
6. azas perdata laand raad (pengadilan negeri)
7. acara schap geracht en distrik
8. acara perdata pengadilan pribumi didaerah luar jawa dan madura
9. acara perdata pengadilan daerah swapraja
10. acara pidana laand raad
11. acara pidana laand gerecht
12. acara pidana pengadilan pribumi
13. acara pidana pengadilan swapraja
BW di Indonesia berazaskan kepada azas korkodansi dan BW belanda
mencontoh kepada code civil de prancis sedangkan BW Hindia Belanda berlaku tahun
1848 pada mulanya tidak berubah namun perkembangan hukum semenjak satu abad
menuju kearah partisipasi masyarakat dan hukum melalui yurisprudensi akhirnya terjadi
perubahan.
Contoh : azas penggunaan kekuasaan sewenang-wenang (a bous of power/ misbruik van
recht) diubah menjadi emansipasi wanita di cabut.
Hukum acara perdata di Indonesia pada dasarnya sama dengan hukum acara
perdata belanda hukum acara perdata belanda meneladani code prosedur civil tetapi
kemudian hukum acara perdata mengalami beberapa kali peninjauan. Perlu kita ketahui
azas utama hukum acara perdata adalah sbb :
1. Terbuka untuk umum,semua keputusan selalu diucapkan dalam sidang terbuka atas dasar
ketentuan UU
2. Hakim harus bersifat pasif
3. semua acara hampir semuanya tertulis
4. pakai perantara atau pengacara
untuk azas 1,2,3,4 dipakai pada Hogeraaf recht (MA) dan raad van justitie
(Petinggi) sedangkan untuk pribumi resident recht.
Azas-azas beracara adalah :
1. Beracara dengan lisan
2. Hakim bersifat aktif
3. tidak perlu pengacara
KUHP Belanda disusun berdasarkan culture barat Individualisme dan liberalisme. Jiwa
KUHP kurang sesuai dengan culture budaya dan agama yang dianut di Indonesia :
Ada 5 azas penting dari KUHP :
1. Yang menjadi subjek dari tindak pidana adalah orang
2. tindak pidana yang terdiri dari kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan diatur dalam Buku II BW sedangkan oelanggaran dalm buku III. Antara
kejahatan dan pelanggaran secara kualitatif tidak ada perbedaan sedangkan secara
kuantitatif ada perbedaan.
Misal : tindak pidana ringan digolongkan pelanggaran sedangkan tindak pidana berat
digolongkan kejahatan.
3. Tidak ada suatu hukuman kalau tidak ada UU yang mengaturnya nolum delictum pune
sine lege.
4. dikenal 4 sistem hukum dalam WvS (Wet boek van Straafrecht) KUHP:
a. Hukuman mati
b. Hukuman penjara
c. Hukuman kurungan
d. Hukuman denda
5. Khusus untuk Hindia belanda dikenal 3 hukuman tambahan :
a. Pencabutan hak – hak tertentu
b. Perampasan barang – barang tertentu
c. Diumumkan putusan hakim
POLITIK HUKUM PEMERINTAHAN TERHADAP
KEBIJAKSANAAN HUKUM PERTANAHAN
1. Zaman Belanda
Pengaruh politik pertanahan terlihat dari tindakan / perbuatan yang dilakukan
pemerintah. Politik tersebut dimulai pada tahun 1830 (Perang Napoleon di Eropa)
diantara politik yang diterapkan oleh bangsa-bangsa Barat antara lain :
a. Cultuure stelsel
b. Agrarische Wet
c. Agrarische Besluit
Dalam perkembangannya antara Agrarische Wet dan Agrarische Besluit ada
yang mengatakan domein verklaring.
yang dikatakan Domein verklaring adalah dijelaskan pada pasal 1 Agrarische
wet menyebutkan tanah yang tidak bisa dibuktikan atas kepemilikan
(Eigendom/eigenaar).
Oleh karena itu UU atau Agrarische wet yang dikeluarkan oleh bangsa belanda
tersebut hukum belanda tersebut berisi ketentuan – ketentuan yang sangat berpihak
kepada kepentingan – kepentingan perusahaan swasta swasta. Namun ada juga
melindungi kepentingan orang Indonesia asli tapi melalui beberapa cara :
1. Memberi kesempatan bagi orang Indonesia asli untuk memperoleh hak eigendom agraris atas
tanahnya sehingga dapat dihipotikkan.
2. memperbolehkan rakyat meyewakan tanah kepada orang asing untuk rakyat yang
berekonomi lemah mendapat perlindungan terhadap orang yang berekonomi kuat.
Secara global agrarische wet bertujuan memberikan kemungkinan kepada
modal asing untuk berkembang di Indonesia dengan hak erfracht (HGU) selama 75
tahun, tanah dengan hak opstal (HGB). Hak sewa, hak pinjam pakai.
Jadi jelas disini pemerintah belanda berwenang memberikan hak tersebut
adalah pemilik/eigenaar dan karenanya negara dinyatakan sebagai pemilik tanah.
Overspel = anak diluar nikah
Pasal 21,22,96 --- UUPA ttg orang asing tidak boleh mempunyai hak milik.
Domein verklaring, dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak perlu
membuktikan haknya dalam proses perkara sebaliknya pihak lainlah yang selalu
membuktikan haknya itu. Jadi nyata ketentuan yang selalu membebankan kewajiban
pembuktian kepada rakyat itu, artinya tidak mempunyai keadilan. Oleh karena itu pernyataan
domein verklaring tahun 1870 tidak dapat dipertahankan lagi dalm NKRI. Sesungguhnya
dalam pembelian hak atas tanah negara, negara tidak perlu bertindak sebagai eigenaar
(kepemilikan) cukup bila UU memberi wewenang kepadanya untuk berbuat sesuatu kepada
penguasa atau overheid, UUPA berpendapat sama dengan ini terlihat dalam pendirian bahwa
untuk mencapai apa yang ditentukan didalam pasal 33 UUD 1945 tidak ada tempatnya negara
bertindak sebagai pemilik tanah dan adalah lebih tepat jika negara bertindak sebagao badan
penguasa begitu juga dalam larangan pengasingan hak atas tanah ditegaskan dalam Stb. 1875
Jo no. 179 menegaskan segala perjanjian yang bertujuan penyerahan atas tanah maka
dilakukan atas kesepakatan para pihak tapi dalam kenyataannya Belanda melakukan
pelanggaran (wanprestasi) dengan demikian sangat jelas sekali politik hukum agraria yang
pernah diterapkan di indonesia jelas tidak memihak kepada rakyat tetapi sangat
menguntungkan kepada perusahaan – perusahaan swasta belanda yang ada di Indonesia pada
saat itu. Oleh karena itu setelah 17 Agustus 1945 pemerintah di indonesia berusaha merobah
sestem hukum agraria belanda dengan menyesuaikan dari hukum negeri sendiri. Usaha ini
baru berhasil dengan keluarnya UU no. 5 tahun 1960 artinya setelah 15 tahun indonesia
merdeka dalam pasal 2 dijelaskan bahwa atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD
1945 sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara
sebagai organisasi seluruh rakyat indonesia.
Dengan demikian kesimpulan tentang hukum pertanahan :
1. Tanah-tanah ulayat (rakyat) menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan
tanah yang telah di HGU kan.
2. Maksud yang terkandung dalam pasal 33 ayat 3 banyak yang telah disalah
gunakan artinya oleh pemerintah.
3. Politik pertanahan belanda sampai sekarang ± ¼ abad tidak menjamin hak-hak
rakyat atas tanah malah menghilang lenyapkan hak atas tanah.
4. Kiranya perlu ada suatu politikal will (kebijakan) dari pemerintah terhadap
eksistensi tanah adat yang dituangkan dalam peraturan per UU an dan
dihilangkan apa yang disebut security approach.
5. UUPA no.5 tahun 1960 dibandingkan dengan UU kehutanan No. 5 tahun 1967
pada UUPA mengakui adanya hak rakyat sedangkan UU kehutanan tidak megakui
yang hanya diakui adalah 2 hutan :
1. Hutan milik
2. Hutan negara
Penjabaran UUPA yaitu pada PP no. 10 tahun 1961, PP 24 1997 mengenal adanya
pendaftaran tanah sementara UU kehutanan tidak mengakuinya.
6. Pemerintah daerah sudah saatnya membuat PERDA untuk mempertahankan hak-
hak rakyat (Permenag) UU no. 5 tahun 1999 untuk menyelesaikan tanah – tanah
ulayat baik ditingkat propinsi maupun ditingkat kota. Oleh karena itu melakukan
pendaftaran tanah perlu pedoman umum untuk penggunaan tanah :
1. PMDN No. 15 tahun 1975 didalamnya termasuk pembebasan hak atas
tanah.
2. Keppres No. 5 tahun 1993 tentang pembebasan tanah dan penyerahan
hak atas tanah.
PERKEMBANGAN PASCA KOLONIAL
Pada tahun 1950 arah kebijakan kolonial belanda sudah dikatakan berobah dari
tahun sebelumnya karena para ahli hukum kita mulai belajar di negara belanda itu sendiri,
itupun berbagai cara dilakukan oleh bangsa belanda untuk menarik ahli-ahli hukum indonesia
agar mau menambah ilmu pengetahuan di negara belanda walaupun dengan secara halus dan
lain sebagainya, karena politik belanda sebelumnya datang ke Indonesia bukan untuk
menjajah namun belanda datang ke Indonesia adalah untuk berdagang, namun pada tahun
1602 terjadi persaingan dagang antara Inggris, perancis dan jepang tapi karena belanda
duluan yang menjajah di indonesia maka belandalah menerobos ke dalaam sistem tatanan
hidup bermasyarakat. Sehingga VOC yang pada mulanya sebagai serikat dagang akhirnya
bermaksud untuk yang lainnya, diantara tugas VOC itu ialah :
1. Mengurus anak – anak negeri
Untuk itu belanda membuat KUHD yang kita kenal dengan WvK (Wet boek van
Kopenhandle). WvK dibentuk tidak lain adalah untuk kepentingan dagang di indonesia, maka
politik dagang yang muncul berobah menjadi politik etik, karena:
a. Balas jasa bertujuan agar dapat mengeruk keuntungan belanda membuat bangunan
untuk bumiputra sebagai uang pelicin.
b. Karena dilihat dari segi politik hukum. Dengan demikian pula dapat kita lihat untuk
melancarkan program – program kolonial maka tahun 1929 dibuatlah adat recht oleh Van
vollen Hoven. Sedangkan pada tahun 1931 dibuat KUHP berlaku untuk orang eropa daratan,
tahun 1938 dibuat KUHP untuk orang belanda sedangkan tahun 1948 dibuat KUHP untuk
orang indonesia.
Kalau kita hubungkan Domein verklaring dengan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 dan peraturan
menteri agraria no. 5 tahun 1999 menjelaskan :
1. Pelepasan hak atas tanah, UU no. 20 /1961
2. Penyerahan hak atas tanah, Keppres no. 55 / 1963
3. Pencabutan hak atas tanah, pasal 18 UUPA sedangkan untuk tanah – tanah rakyat yang
dikuasai oleh pemerintah harus di HGU- kan dan tanah – tanah tersebut bisa dikembalikan
kepada rakyat berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
A. SISTEMATIKA UU NO. 5 TAHUN 1960
Sistematika UU no. 5 tahun 1960 adalah :
1. Dasar – dasar dan ketentuan pokok terdiri dari 4 bab, yaitu pasal 1 s/d 58 terdiri
dari bagian 1 s/d 12.
2. Ketentuan – ketentuan konversi pasal I s/d IX.
3. Tentang perubahan susunan pemerintahan desa yang akan diatur sendiri.
4. Tentang hak dan wewenang ata bumi dan air dari swa praja dan bekas swa praja.
Beralih kepada negara dan diatur dengan peraturan pemerintah.
5. Nama UUPA, dengan berlakunya UUPA maka hukum tanah secara tertulis
sedangkan hukum adat akan menjadi hukum yang melengkapi.
B. MASA SEJAK PROKLAMASI S/D UU NO. 5 / 1960 DI UNDANGKAN
Terdapat sejumlah UU antara lain :
1. UU no. 13/1946 yaitu penghapusan hak istimewa dari desa Verdikan di Banyumas.
2. UU. Bo. 13/1948 yang mencabut VGM yang berlaku di Surakarta dan yogyakarta.
3. UU. No. 5/1950 yang merupakan pelengkap UU no. 13/1948 menjelaskan hak
konversi dihapus secara tuntas :
a. Tanah untuk perkebunan dataran rendah dikembalikan kepada desa
b. Tanah untuk perkebunan pegunungan menjadi tanah negara.
4. UU. No. 1/1958 tentang penghapusan tanah partikulir kepada pemiliknya
dikenakan ganti rugi.
Yang dimaksud tanah partikulir adalah tanah eigendom dengan hak istimewa yang bersifat
kenegaraan (land heerlijke rechten).
5. PP no. 18/1958 sebagai pelaksana UU no. 1/1958.
6. UU no. 6/1952 yang mengganti UU no. 6/1951, tentang sewa tanah untuk
menanam tebu.
7. UU no. 24/1954 tentang perbuatan pemindahan hak atas tanah yang timbul pada
hukum eropa harus seizin menteri kehakiman dan UU no. 76/1957 wewenang
menteri kehakiman dialihkan ke menteri agraria.
8. UU no. 28/1956 tentang pengawasan terhadap pemindahan hak atas perkebunan.
9. UU no. 29/1956 tentang peraturan tindakan atas perkebunan.
10. UU no. 78/1957 tentang perubahan CANON, CIJSN, yang dimaksud dengan CANON
adalah uang yang wajib dibayarkan oleh pemegang Erfprach (HGB) setiap tahun
kepada negara., sedangkan CIJSN adalah uang wajib dibayarkan oleh hak
pemegang konsensi perkebunan besar.
11. UU no. 51 PrP 1960 tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak
atau kuasanya ada ancaman tanah yang tidak selalu dibenarkan.
C. UUPA NO.5/1960 TERTANGGAL 24 SEPTEMBER 1960
1. Hukum tanah nasional berdasarkan kepada hukum adat
2. Hukum adat adalah sumber hukum tanah nasional
3. Hukum adat adalah sumber dari asas – asas konsep serta lembaga hukum tanah
nasional
4. Hukum adat yang dimaksud adalah hukum adat indonesia.
ASAS – ASAS HUKUM ADAT
1. Asas religius
2. Asas kebangsaan
3. Asas demokrasi
4. Asas kemasyarakatan, pemerataan dan keadilan sosial
5. Asas pengguna dan pemilihan secara berencana
6. Asas pemindahan horizontal, antara tanah dengan tanaman serta bangunan
diatasnya.
KONSEPSI HUKUM ADAT
a. Komuna listik religius dengan memungkinkan penguasa tanah secara individual dengan
hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur-unsur
kebersamaan.
b. Komunalistik hak ulayat dari masyarakat hukum adat
c. Masyarakat hukum adat bersifat :
- teritorial
- geneologis
d. Individual terhadap penguasaan atas tanah oleh perorangan untuk memenuhi pribadi
dan keluarga.
HAK ULAYAT
a. Bersifat hukum perdata
Artinya hak kepercayaan bersama atas tanah
b. Beraspek hukum publik artinya mengandung kewajiban mengelola, mengatur
dengan memperhatikan penguasaan, pemeliharaan dan peruntukkannya
HAK ULAYAT DALAM UUPA
a. Eksistensi atau keberadaan hak ulayat diakui sepanjang kenyataan masih ada
b. Didaerah yang ulayatnya sudah lengkap tidak akan dihidupkan lagi.
c. Didaerah yang tidak mengenal adanya hak ulayat maka tidak akan diarahkan
kepada masyarakat tersebut.
PELAKSANAAN HAK ULAYAT PASAL 3 MENJELASKAN
a. Harus sesuai dengan kepentingan nasional dan negara
b. Berdasarkan atas persatuan bangsa
c. Pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih tinggi.
SISTIM HUKUM ADAT DALAM HUKUM TANAH
Ketentuan hukum tanah tertulis disusun atau sistemnya adalah sistem hukum adat. Sistem
hak-hak atas penjualan atas tanah :
1. Hak-hak bangsa indonesia sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan
beraspek perdata dan publik.
2. Hak penguasaan dari negara yang beraspek hukum publik, pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain dalam bentuk hak pengelolaan.
3. Hak pengelolaam individual :
a. Hak-hak atas tanah
b. Wakaf, artinya hak individual menjadi hak milik.
c. Hak jaminan atas tanah yang disebut dengan hak tanggungan.
LEMBAGA-LEMBAGA YANG TIDAK DIKENAL DALAM HUKUM ADAT
1. Pendaftaran tanah, dibuat buku tanah tempat didaftarkannya hak-hak atas tanah.
Adanya setifikat sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah.
2. Prosedur pembuatan sertifikat dari awal sampai akhir.
Alas hak :
- Surat jual beli
- Batas sepadan
- PBB
- Wakaf
- Hibah
Alas hak adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang keberadaan tanah yang merupakan
surat – surat untuk pendaftaran tanah.
Untuk menjamin kepastian hukum dari hak – hak atas tanah UUPA mengharuskan
pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh indonesia. Menurut peraturan
pemerintah no. 24 tahun 1997 pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana,
aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka (lihat pasal 2 PP no. 24 tahun 1997).
Azas – azas yang dimaksud dari PP no. 24 tahun 1997 adalah sebagai berikut :
1. Azas sederhana
Dimaksudkan agar ketentuan – ketentuan pokok dan prosedurnya dengan mudah dapat
dipahami oleh pihak – pihak yang berkepentingan terutama pemegang hak atas tanah.
2. Azas aman
Bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya
dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan.
3. Azas terjangkau
Dimaksudkan agar pihak – pihak yang memerlukan khususnya dapat memperhatikan
kebutuhan da keamanan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam
rangka pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak – pihak yang
memerlukannya.
4. Azas Mutakhir
Kelengkapan yang memadai dalam melaksanakan dan kesinambungan dalam pemeliharaan
datanya yang harus menunjukkan keadaan data – data yang mutakhir sehingga data – data
tersebut dapat sebagai bukti apabila terjadi permasalahan – permasalahn dikemudian hari.
5. Azas terbuka
TUJUAN PENDAFTARAN TANAH
Pasal 19 ayat 1 UUPA sebagaimana dijelaskan diatas tadi bahwa setiap tanah
yang ada diseluruh wilayah indonesia diperintahkan untuk didatarkan ke BPN hal ini
dipertegas pada pasal 3 PP no. 24 tahun 1997 bahwa pendaftaran tanah bertujuan sbb :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang
hak atas suatu bidang tanah, disamping itu agar dapat membuktikannya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak – pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan,
dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai tanah – tanah yang ada.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
SISTEM PENDAFTARAN TANAH
Untuk mewujudkan tujuan pendaftaran tanah yaitu untuk menjamin kepastian
hukum maka didalam penyelenggaraan pendaftaran tanah dikenal 2 sistem pendaftaran
tanah :
1. Sistem Positif
2. Sistem Negatif
Menurut WANTJIK SALEH K, mengemukakan :
1. Yang dimaksud dengan sistem positif
Adalah pada sistem ini apa yang tercantum didalam buku pendaftaran tanah dan surat – surat
tanda bukti yang dikeluarkan pada pendaftaran tanah merupakan alat pembuktian yang
mutlak. Surat – surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sehingga
keterangan – keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan yang harus
diterima oleh hakim sebagai keterangan yang benar sepenjang tidak ada alat pembuktian lain
yang membuktikan sebaliknya.
2. Sistem Negatif
Pada saat ini apa yang tercantum dalam buku pendaftaran tanah dan surat – surat bukti tanah
tindakan merupakan alat pembuktian yang mutlak apabila keterangan dari pendaftaran tanah
ada yang tidak benar maka dapat diadakan perubahan pembetulan seperlunya oleh karena itu
jaminan perlindungan yang diberikan oleh sistem negatif tidaklah bersifat mutlak.
Seperti pada sistem positif, UUPA tidaklah menganut sistem positif karena sistem
ini dalam pelaksanaannya memerlukan ketelitian yang sangat tinggi tenaga dan biaya yang
banyak. Oleh karena itu memerintahkan agar pendaftaran tanah tidak menggunakan sistem
publikasi positif yang kebenaran datanya dijamin ole negara melainkan menggunakan sistem
publikasi negatif sedangkan kelemahan sistem publikasi negatif adalah pihak yang namanya
tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi
kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu.
Menurut keterangan pemerintah no. 24 tahun 1997 terutama pasal 32 ayat 2
sistem publikasi negatif negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Namun
apabila dihubungkan dengan pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA bahwa surat tanda bukti yang
diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat hal ini diperkuat lagi oleh pasal 23,32 &
38 UUPA, yang menjelaskan bahwa pendaftaran sebagai peristiwa hukum merupakan
alat pembuktian yang kuat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendaftaran tanah di indonesia
tidak menganut sistem negatif karena hak ini diungkapkan dengan jelas oleh pasal 32
ayat 2 PP no. 24 tahun 1997. menurut pasal 1 angka 20 PP. No. 24 tahun 1997.,
menjelaskan bahwa sertifikat itu adalah surat tanah bukti hak sebagai alat pembuktian
yang kuat untuk hak atas tanah. Hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun dan hak tanggungan yang masing – masing sudah dibukukan dalam buku
tanah yang ersangkutan.
Menurut pasal 32 ayat 1 PP. No. 24 tahun 1997 menjelaskan sertifikat
merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang luas
mengenai data – data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data
fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah
yang bersangkutan.
MACAM – MACAM SERTIFIKAT
Ada 3 macam yaitu :
1. Seritifikat hak atas tanah
Yaitu surat tanda bukti sebagai alat pembuktian yang kuat yang diterbitkan atau
dikeluarkan oleh kantor pertanahan kabupaten / kota tempat dimana letak tanah
tersebut.
2. Sertifikat hak tanggungan
Yaitu suatu surat tanda bukti adanya hak tanggungan yang diterbitkan oleh kantor
pertanahan nasional sesuai dengan peraturan per UU an.
Sertifikat hak tanggungan ini diatur dalam UU no. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan
atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah. Sertifikat hak
tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan
serta telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai GROSSE ACTE.
Hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah.
3. Serifikat hak milik atas satuan rumah susun
Yaitu surat tanda bukti hak pemilikan individual atas satuan rumah susun yang meliputi dan
merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hak bersama atas apa disebut bagian
bersama benda bersama dan tanah bersama, tempat bangunan itu didirikan yang diterbitkan
oleh kantor pertanahan nasional
TANAH YANG DISERTIFIKATKAN
Terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Tanah negara
Yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh negara yaitu tanah – tanah yang bukan tanah
menurut UUPA bukan tanah ulayat, bukan tanah kaum, bukan tanah hak pengelolaan dan
bukan tanah kawasan hutan.
2. Tanah milik adat
Yaitu tanah milik yang diatur menurut hukum adat atau hak atas tanah yang lahir
berdasarkan proses adat setempat.
TANAH NEGARA
Tanah negara yang diatas permohonannya kepada pemohon (Orang atau badan
hukum) telah diberikan sesuatu hak berdasarkan SK yang berwenang untuk mendapatkan
sertifikat tersebut SK harus didaftarkan ke kantor pertanahan Kabupaten / kota.
PROSES / TATA CARA UNTUK MEMPEROLEH SERTIFIKAT
a. Penerimaan hak, membawa SK tersebut ke kantor pertanahan dn disana akan dilakukan
tahap – tahap :
1. Pembayaran biaya tercantum dalam SK kebendaharawan khusus penerima.
2. Pembayaran biaya pendaftaran tanah untuk pertama kali.
3. Pendaftaran surat pendaftaran tersebut lengkap dengan bukti – bukti pembayaran dan
diserahkan diloket yang ditentukan.
b. Berdasarkan SK dan bukti pembayaran itu kantor pertanahan membuat sertifikat tanah,
kemudian menyerahkan e si pemilik atau pemegang haknya.
TANAH MILIK ADAT
Tanah bekas hak milik adat yang lahir berdasarkan proses adat setempat. Misal
hak ganggam bauntuak, hak yayasan, andar beni, grand sultan yang sejak tanggal 24
september 1960 di konversikan menjadi hak milik namun belum terdaftar.
Syarat pendaftarannya mengajukan permohonan keapda kepala BPN dengan
melampirkan :
1. Bukti kepemilikan tanah/penguasaan tanah secara tertulis.
2. Bukti lain yang dilengkapi persyaratan yang bersangkutan berupa pernyataan dan
keterangan 2 orang saksi.
3. Bukti penguasaan secara fisik atas sebidang tanah yang bersangkutan selam 20
tahun yang dituangkan dalam surat pernyataan penguasaan itu yang dilakukan
dengan itikad baik dan tidak perah diganggu gugat atau tidak dalam keadaan
sengketa.
4. Kesaksian dari kepala desa / lurah
5. Bukti pelunasan surat pemberitahuan pajak bumi dan bangunan terakhir
Berdasarkan permohonan tersebut kepala BPN :
a. Melakukan pemeriksaan data fisik (Penetapan dan pemasangan tanda batasn,
pengukuran, pemetaan) oleh petugas yang ditunjuk.
b. Melakukan pemeriksaan data yuridis (Riwayat kepemilikan tanah) oleh panitia
pemeriksaan tanah yang ditunjuk.
c. Mengadakan pengumuman data fisik dan yuridis selama 60 hari dikantor
pertanahan, kantor wali nagari, kantor lurah dan tempat – tempat umum.
d. Melaksanakan penegasan konversi atau pengakuan hak
e. Pembukuan hak
f. Menerbitkan sertifikat sebagai bukti hak.
Azas dan sistem pendaftaran tanah sebagaimana diterangkan dalam pasal 19
UUPA mengenal beberapa ciri – ciri khusus diantaranya adalah :
a. TORREN SISTEM
Sistem pendaftaran tanah di indonesia setelah berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960ndan PP
no. 10 tahun 1961, mempergunakan sistem TORREN. Sistem torren ini juga dipergunakan
diluar indonesia khususnya asia tenggara seperti malaysia, singapura, philipana dan juga
termasuk australia serta bagian barat USA. Sebelum kita mempergunakan yang
dikembangkan oleh Belanda dalam pengeluaran dari bukti – bukti atas tanah. (Sebelum
berlakunya UUPA sangat tidak efisien karena disamping adanya kepala kantor juga adanya
pejabat balik nama).
Sistem Torren ini selain sederhana, efisien dan murah dan selalu dapat diteliti pada akta
pejabatnya dan siapa – siapasaja yang bertanda tangan pada sertifikat haka tas tanahnya
apabila terjadi mutasi maka nama yang sebelumnya dicoret dengan tinta halus sehingga
masih terbaca dan pada bagian bawahnya tertulis nama pemilik yang baru dan disertai dasar
hukumnya.
b. AZAS NEGATIVE
Pendaftaran menurut PP No. 10 tahun 1961 menganut azas negatif, artinya belum tentu
seorang yang tertulis namanya di sertifikat adalah mutlak milik dia sendiri oleh karena itu
pasal 23 ayat 2 dan pasal 32 ayat 2 serta pasal 38 ayat 2 bahwa pendaftaran itu merupakan
alat pembuktian yang kuat dan tidak tertulis sebagai bukti satu – satunya alat pembuktian.
c. AZAS PUBLISITAS
Pendaftaran ini bersifat umum dan terbuka dan berbeda dengan perbankan yang terdapat
kerahasiaan oleh karena itu setiap orang berhak untuk meminta informasi dari kantor
pendaftaran tanah demikian juga berhak untuk meminta, suatu surat keterangan pendaftaran
tanah yang berisikan jenis – jenis hak, luas, lokasi dalam keadaan sita dan dalam perkara atau
lebih tepat dinamakan surat keterangan informasi tanah.
d. AZAS SPESIALITAS
Bahwa pendaftaran tanah jelas dan diketahui lokasinya sehingga peranan dari surat ukur
adalah memperjelas lokasi dari tanah tersebut.
e. AZAS RECHTKADESTER
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa pendaftaran tanah hanya bertujuan demi untuk
pendaftaran saja, bukan sebagai tagihan pajak ataupun untuk keperluan lain – lainnya dengan
digalakannya PBB ada tendensi bahwa pendaftaran tanah akanterkait pada PBB.
f. AZAS KEPASTIAN HUKUM
Maksudnya adalah sebagaimana tersebut ayat 1 pasal 19 UUPA adalah demi kepastian
hukum dari hak – hak atas tanah tersebut.
g. AZAS PEMASTIAN LEMBAGA
Bahwa sesuai dengan PP no. 10 tahun 1961 maka timbullah lembaga pejabat pembuat akte
tanah (PPAT), sebagai satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta – akta
peralihan, pendirian, hak – hak baru dan pengikatan tanah sebagai jaminan, dan kemudian
ada pejabat satu – satunya secara khusus untuk melakukan pendaftaran tanah yaitu BPN.
Pasal 19 ayat 3 UUPA pendaftaran itu mahal sekali anggarannya sehingga tergantung
anggaran yang tersedia, pendaftaran kepegawaian dan sarana maupun prasarana yang
diperlukan sehingga diprioritaskan didaerah tertentu terutama yang mempunyai lalu lintas
perdagangan yang tinggi menurut pertimbangan menteri yang bersangkutan dan organisasi
yang ada sungguhpun pada waktu itu diseluruh wilayah indonesia ditiap – tiap daerah,
kabupaten / kota sudah ada kantor – kantor agraria dan pertanahan. Ayat 4 dari pasal 19
UUPA memberikan kejelasan tentang kemungkinan rakyat yang tidak mampu dibebaskan
dari pembayaran biaya – biaya tersebut dan kemungkinan dengan pendaftaran yang disubsidi
seperti PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria).
HAK MILIK
Pasal 20 UU no. 5 Tahun 1960nmenjelaskan :
Yang dimaksud dengan hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang
dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 UU No. 5
Tahun 1960. Selanjutnya hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sesuai
dengan memori penjelasan UU no. 5 tahun 1960 bahwa pemberian sifat terkuat dan
terpenuh tidak berarti, bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak tidak terbatas dan
tidak diganggu gugat sebagai hak eigendom menurut pengertian yang asli. Sifat yang
demikian akan bertentangan dengan sifat-sifat hukum adat dan fungsi sosial dari tiap –
tiap hak.
Kata – kata terkuat dan terpenuh gunanya untuk membedakan hak guna usaha dan hak
guna bangunan dan hak – hak pakai ainnya. Dalam pembicaraan land reform sudah
dijelaskan, bahwa GBHN tahun 1983 dan 1988 mengakui bahwa perorangan berhak
mempunyai hak milik asalkan tidak bertentangan dengan fungsi sosial. Demikian pula
yang dimaksud dengan hak milik yaitu hak turun temurun berarti hak itu dapat
diwariskan kepada orang lain.
Bahwa hak milik dalam UUPA tidak sama dengan hak eigendom yang kita kenal dalam
UU hukum perdata disini tidak ada kemutlakan dari hak-hak tersebut sebagaimana
terlukis pada pasal 570 BW sehingga sangat kelirulah jika kita melihat hak milik itu dari
kacamata BW tersebut. Luas hak milik juga meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa
yang ada diatasnya.
Sebagai suatu penjelmaan dari suatu ciri-ciri hukum adat yang menjadi dasar dari hukum
agraria nasional. Mengenai pertambangan ditubuh bumi diperlukan surat izin khusus
yang dinamakan kuasa pertambangan pasal 15 UU no. 11 tahun 1967 jadi dengn
demikian sungguhpun hak milik meliputi tubuh bumi, maupun ruang angkasa, hak milik
itu dibatasi tidak meliputi wewenang untuk mengambil dari hasil tubuh bumi tersebut.
Yang tidak ada kaitannya dengan penggunaan tanah. Demikian pula penggunaan ruang
angkasa harus terkait dengan penggunaan tanahnya. Dari ketentuan dari pasal 20 ini
tentang hak milik dapat kita bagi menjadi 4 bagian :
a. Turun temurun
b. Terkuat dan terpenuh
c. Fungsi sosial
d. Dapat beralih dan dialihkan
Bahwa pembatasan mengenai hak ini, turun temurun, terkuat dan terpenuh dan
berfungsi sosial sudah dijelaskan dalam poin tersebut diatas sedangkan masalah
keputusan pemerintah untuk pemberian hak ddan luas diatur dalam PMDN (Peraturan
menteri dalam negeri) no. 6 tahun 1972 yang mengatur tentang wewenang untuk
pemberian hak milik tanah pada umumnya yaitu pada sampai 200 mtr2 adalah
kewenangan dari kepala kanwil BPN propinsi. Demikian pula tanah-tanah pertanian yang
meliputi luasnya 20.000 m2 merupakan wewnang BPN propinsi dan begitu juga
pemberian hak milik kepada transmigrasi sebesar 20.000 m2 juga diberikan kanwil BPN
propinsi.
LAND REFORM INDONESIA
A. dalam arti luas keseluruhan program agraria reform.
B. Dalam arti sempit meliputi perombakan mengenai pemilikan serta penguasaan
tanah serta hubungan – hubungan hukum yang bersangkutan dengan
penguasaan tanah sedangkan tujuan land reform adalah mempertinggi taraf
hidup dan penghasilan terutama bafi petani kecil dan petani penggarap tanah
menuju masyarakat adil dan makmur dalam pemilikan ini juga diatur penguasaan
tanah tanpa batas.
1. Pasal 7 melarang pemilikan/penguasaan tanpa batas menguasai termasuk hak gadai,
sewa, usaha bagi hasil dsb.
2. Pasal 17 ayat 1 dan 2 perlu diatur luas masyarakat dan minimal tanah dimiliki dengan
suatu hak oleh suatu keluarga atau badan hukum
3. pasal 17 ayat 3 tanah kelebihan batas masyarakat akan dialihkan pemerintah dengan
ganti rugi kepada rakyat yang membutuhkan dalam hal ini ada 3 hal yang diatur :
luas maksimal pemilikan tanah dan penguasaan tanah pertanian.
Luas minimal pemilikan tanah pertanian dan larangan pemecah pemilikan tanah menjadi
bagian yang kecil.
Soal gadai tanah pertanian.
UU no. 6 PRT thn 1960 dijabarkan lebih lanjut dalam :
a. Kep. Menteri agraria no. SK/978/KA/tahun 1960 tentang penegosan luas tanah maksimal
pertanian.
b. Instruktur bersama menteri dalam negeri dan otonodo dan menteri agraria tahun 1961
No. SEKRA 9/1/12 tanah pertanian itu adalah :
1. Tanah perkebunan
2. tanah perikanan
3. tanah pengembalaan ternak
4. tanah belukar bekas ladang dan hutan
5. tanah semua tanah selain tanah pemukiman dan perusahaan.
SEJARAH HUKUM AGRARIA DI INDONESIA
SEJARAH HUKUM AGRARIA SEBELUM UUPA
Menurut Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria, menyebutkan ada dua
tongggak sejarah, yaitu perundangan Agrarische Wet tahun 1870.
Berlandaskan tonggak sejarah tersebut sejarah hukum agraria Indonesia dapat
dibagi dalam periodesisasi sebagai berikut :
1. Masa sebelum kemerdekan tahun 1945
a. Masa sebelum Agrarische (1870)
b. Masa setelah Agrarische Wet , tahun 1870 sampai Proklamasi
kemerdekaan).
2. Masa kemerdekaan :
a. Masa sebelum UUPA (Tahun 1945 sampai tahun 1960)
b. Masa UUPA (Setelah terbitnya UU No. 5/1960) tentang ketentuan
dasar pokok – pokok agraria tanggal 24 September 1960.
POLITIK AGRARIA KOLONIAL
Penjelasan umum UUPA, merumuskan bahwa hukum agraria lama yang berlaku
sebelum tahun 1960 dalam banyak hal, tidak merupakan alat penting untuk membangun
masyarakat yang adil dan makmur, bahkan merupakan penghambat pencapaiannya, yang
disebutkan karena :
1. Hukum agraria lama sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi –
sendi dari pemerintah jajahan, dan sebagian lainnya dipengaruhi olehnya,
hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat didalam melaksanakan
pembangunan nasional
2. sebagai akibat dari politik pemerintah jajahan itu, hukum agraria lama
bersifat dualisme, yaitu berlakunya peraturan – peraturan hukum adat
disamping peraturan – peraturan dari dan yang didasarkan atas hukum
barat, yang akan menimbulkan pelbagai masalah antar golongan yang
seba sulit juga tidak sesuai dengan cita – cita persatuan bangsa.
3. Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan tidak menjamin kepastian
hukum seluruh rakyat Indonesia.
Hukum Agraria yang pernah berlaku di Indonesia adalah :
1. Agrarische Wet (Stb. 1870 : 55) yang termuat dalam pasal 51 Wet op de
Staatsinrichting voor Nederlands Indie (Stb. 1925 : 479) dan ditentukan
dari ayat – ayat pasal itu.
2.a. Algemeene Domein Verklaring tersebut dalam pasal 1 Agrarische
Besluit(Stb.1870 :118)
b. Speciale Domein Verklaring untuk Keresidenan Sumatra, Manado, Zuider en
Ooster afdeling van Borneo.
3. Koninklijke Besluit tanggal 16 April 1872 No. 29 (Stb. 1872:177) dan peraturan
pelaksanannya.
4. Buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang yang
mengenai bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali
ketentuan – ketentuan mengenai hipotik yang masih berlaku pada mulia berlaku
undang – undang ini.
Sejarah hukum belanda perlu diingat bahwa setelah kerajaan belanda menjadi
Negara monarki konstitusional. Pemerintah di Hindia Belanda dalam menjalankan tugas-
tugasnya terkuat dalam bentuk Undang-Undang (Wet) yang dikenal dengan RR (Regeling
Reglement) tahun 1855 (Stb. 1855:2).
Politik agraria tercantum daam pasal 62 RR yang terdiri dari 3 ayat
yang antara lain menggariskan bahwa gubernur jenderal tidak boleh menjual
tanah dan bahwa gubernur jenderal dapat menyewakan tanah berdsarkan
ketentuan ordonansi.
Tujuan dari Agrarische Wet adalah untuk memberi kemungkinan dan jaminan
kepada modal besar asing agar dapat berkembang di Indonesia, dengan pertama – tama
membuka kemungkinan untuk memperoleh tanah dengan hak erfpacht yang berjangka waktu
lama.
Agrarische Wet lahir atas desakan masyarakat pemilik modal besar
swasta, yang pada masa kultur stelsel (tanam paksa) sebelumnya terbatas sekali
kemungkinannya untuk berusaha dalam lapangan perkebunan besar.
Kesempatan yang ada sebelumnya hanyalah melalui sewa tanah, yang pada
masa tanam paksa, kemungkinan itu sesuai dengan politik monopoli pemerintah
justru ditutup.
DUALISME HUKUM AGRARIA
Sejak Hindia Belanda resmi menjadi jajahan Belanda tahun 1815,
praktis kondisi hukum khususnya hukum perdata sudah bersifat dualisme.
Disamping hukum adat yang merupakan hukum perdata bagi golongan
penduduk pribumi, maka bagi golongan penduduk penjajah Belanda, mereka
perlakukan hukum perdata yang mereka bawa dari negara asalnya.
Peraturan perundang – undangan di bidang perdata kemudian
diperluas berlakunya bagi golongan penduduk Timur Asing untuk sebagian
kemudian seluruhnya khusus bagi golongan penduduk Tionghoa dan selanjutnya
sampai pula diperuntukkkan untuk golongan penduduk pribumi baik melalui
lembaga pernyataan berlaku atas beberapa bagian hukum perdata tertentu
ataupun melalui lembaga pernyataan tunduk secara sukarela.
Karena peraturan – peraturan mengenai pertanahan, merupakan
peraturan yang terdapat pada Buku II KUH Perdata, disamping peraturan
perundang – undangan yang lain, maka kondisi dualistis itu terjadi juga pada
bidang hukum agraria. Berlakunya peraturan – peraturan hukum tanah bagi
golongan penduduk eropa, disamping hukum adat mengenai tanah bagi
golongan penduduk pribumi.
LANDASAN FILSAFAT YANG BERLAINAN
Hukum perdata Barat demikian juga hukum tanahnya bertitik tolak dari
pengutamaan kepentingan pribadi (individualistis), sehingga pangkal dan pusat
pengaturan terletak pada eigendom – recht (hak eigendom) yaitu pemilikan
perorangan yang penuh dan mutlak, disamping domein verklaring atas pemilikan
tanah oleh negara.
Hukum adat demikian juga hukum adat tanahnya sebagai bagian terpenting dari
hukum adat, bertitik tolak dari pemungutan kepentingan masyarakat (komunalistis) yang
berakibat senantiasa mempertimbangkan antara kepentingan umum dan kepentingan
perorangan. Dalam hukum tanah adat, hak ulayat, yang merupakan hak persekutuan hukum
atas tanah merupakan pusat pengaturannya. Hak perseorangan warga masyarakat adat,
memperoleh izin dari penguasa adat. Apabila warga tersebut terus menggarap bidang tanah
termaksud secara efektif, maka hubungan hak miliknya menjadi lebih intensif dan dapat turun
temurun.
Tetapi apabila warga tersebut menghentikan kegiatan menggarapnya maka tanah
itu kembali ke dalam cakupan hak ulayat persekutuan hukumnya dan hak miliknya melebur.
ANEKA RAGAM JENIS HAK ATAS TANAH
BW atau KUHP Perdata mengenal pelbagai jenis hak atas tanah
sebagai barang tidak bergerak, yaitu :
1. Bezit (kedudukan berkuasa)
2. Eigendom ( hak milik )
3. Burenrecht (hak bertetangga = hak jiran )
4. Herendiest (hak kerja rodi)
5. Erfaienst baarheid (hak pengabdian tanah)
6. Het regt van opstaal (hak numpang karang)
7. Het erfpachtsregt (hak usaha)
8. Grondrenten en tienden (bunga tanah dan hasil sepersepuluh)
9. Het vrucht gebruik (hak pakai hasil)
10. Het recht van gebruik en de bewoning (hak pakai dan hak mendiami).
Sedang hukum adat mengenal peristilahan yang lain sekali.
1. Hak Persekutuan atas tanah ;
a. Hak Ulayat
b. Hak dari kelompok kekerabatan atau keluarga luas
2. Hak perorangan atas tanah;
a. Hak milik, hak yasan (inland bezitrecht)
b. Hak wewenang pilih, hak kima cek, hak mendahulu (voorkeursrecht)
c. Hak menikmati hasil (genotsrecht)
d. Hak pakai (gebruiksrecht) dan hak menggarap/mengolah
(ontginningsrecht)
e. Hak imbalan jabatan (amblelijk profift recht)
f. Hak wenang beli (naastingsrecht)
Tampaknya ada beberapa hak yang dilihat dari terjemahannya mirip satu sama
lain, tapi karena kita ketahui bahwa asas yang dianut masing – masing sistem hukum itu
berlainan, maka arti sebenarnya dari masing – masing hak itu berlainan pula.
USAHA PENYESUAIAN HUKUM AGRARIA KOLONIAL DENGAN
KEADAAN DAN KEPERLUAN SESUDAH KEMERDEKAAN.
Dalam alam kemerdekaan, masalah – masalah keagrariaan yang timbul telah
mendorong pihak – pihak yang berwenang untuk melakukan perubahan hukum agraria.
Tetapi usaha untuk melakukan perombakan hukum agraria, ternyata tidak mudah dan
memerlukan waktu.
Menurut pengamatan Boedi Harsono pertama-tama adalah menerapkan
kebijaksaan baru terhadap undang – undang keagrarian yang lama, melalui penafsiran baru
yang sesuai dengan situasi kemerdekaan, UUD 1945 dan dasar negara Pancasila. Seperti
halnya dalam menghadapi pemberian hak atas dasar pernyataan domein yang nyatanya
bertentangan dengan kepentingan hak ulayat yang nyatanya bertentangan dengan kepentingan
hak ulayat sebagai hak-hak rakyat atas tanah.
Langkah kedua menurut Boedi Harsono sambil menunggu terbentuknya hukum
agraria yang baru, adalah dikeluarkannya pelbagai peraturan yang dimaksudkan untuk
meniadakan beberapa lembaga feodal dan kolonial, misalnya :
a. Dengan UUPA No. 13/194/8 jo UU No. 5/1950 meniadakan lembaga
apanage suatu lembaga yang mewajibkan para penggarap tanah
raja untuk menyerahkan seperdua atau sepertiga dari hasil tanah
pertanian atau untuk kerja paksa bagi para penggarap tanah
pekarangan didaerah Surakarta dan Yogyakarta.
b. Dengan UU no. 1/1958 menghapuskan “tanah partikelir” yaitu
tanah-tanah eigendom yang diberi sifat dan corak istimewa (kepada
pemiliknya diberi hak – hak pertuanan/landheerlijk rechten), yang
bersifat ketatanegaraan, seperti mengesahkan hasil pemilihan /
menghentikan kepala – kepala desa/kampung, hak untuk menuntut
kerja paksa atau memungut uang pengganti kerja paksa, dan lain –
lain.
c. Dengan UU no. 6 tahun 1951, mengubah peraturan persewaan
tanha rakyat. Pembatasan masa sewa dan besarnya sewa, dan
kemudian UU No. 38 Prp 1960.
d. Melakukan pengawasan atas pemindahan hak atas tanah dengan
UU. No. 1 (dar) 1952.
e. Melarang dan menyelesaikan soal pemakaian tanah tanpa izin
dengan UU No.8 (dar) tahun 1954 jo UU no. 1 (dar) 1956.
f. Dengan UU No. 2 tahun 1960, melakukan pembaruan pengaturan
perjanjian bagi hasil.
SEJARAH PEMBENTUKAN UUPA
1. PANITIA AGRARIA YOGYAKARTA
Pada tahun 1948 sudah dimulai usaha kongkret untuk menyusun dasar
– dasar hukum agraria yang baru, yang akan menggantikan hukum agraria
warisan pemerintah jajahan, dengan pembentukan Panitia Agraria yang
berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia, Yogyakarta. Panitia dibentuk
dengan penetapan Presiden Republik Indonesia tanggal 21 Mei 1948 Nomor 16,
diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo (Kepala Bagian Agraria Kementerian Dalam
Negeri) dan beranggotakn pejabat-pejabat dari berbagai kementerian dan
jawatan, anggota-anggota badan pekerja KNIP yang mewakili organisasi-
organisasi tani dan daerah, ahli-ahli hukum adat dan wakil dari serikat buruh
perkebunan. Panitia ini dikenal dengan panitia Agraria Yogyakarta.
Panitia bertugas memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang soal-soal yang
mengenai hukum tanah seumumnya, merancang dasar-dasar hukum tanah yang memuat
politik agraria negara Republik Indonesia, merancang perubahan, penggantian, pencabutan
peraturan – peraturan lama, baik dari sudut legislatif maupun dari sudut praktek dan
menyelidiki soal-soal lain yang berhubungan dengan hukum tanah.
Panitia mengusulkan asas-asas yang akan merupakan dasar dari hukum agraria
baru:
a. Dilepaskannya asas domein dan pengakuan hak ulayat.
b. Diadakannya peraturan yang memungkinkan adanya hak
perseorangan yang kuat, yaitu hak milik yang dapat dibebabi hak
tanggungan.
c. Suapaya diadakan penyelidikan dahulu dalam peraturan-peraturan
negara-negara lain, terutama negara-negara tetangga, sebelum
menetukan apakah apakah orang-orang asing dapat pula
mempunyai hak milik atas tanah.
d. Perlunya diadakan penepan luas minimum tanah untuk
menghindarkan pauparisme diantara petani kecil dan memberi
tanah yang cukup untuk hidup yang patut sekalipun sederhana.
e. Perlunya ada penetapan luas maksimum.
f. Menganjurkan untuk menerima skema hak-hak tanah.
g. Perlunya diadakan registrasi tanah milik dan hak-hak menumpang
yang penting (annex kadaster).
2. PANITIA AGRARIA JAKARTA
Sesudah terbentuknya kembali Negara Kesatuan maka dengan
keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 19 Maret 1951 Nomor 36/1951
panitia terdahulu dibubarkan dan dibentuk Panitia Agraria Baru, yaitu
berkedudukan di Jakarta.
Tugas panitia hampir sama dengan panitia terdahulu diYogyakarta. Beberapa
kesimpulan panitia mengenai soal tanah untuk pertanian kecil (rakyat), yaitu:
a. Mengadakan batas minimum sebagai ide. Luas minimum ditentukan 2
hektar.
b. Ditentukan pembatasan maksimum 15 hektar untuk satu keluarga.
c. Yang dapat memiliki tanah untuk pertanian kecil hanya penduduk warga
negara Indonesia. Tidak diadakan perbedaan antara warga negara “asli”
dan “bukan asli”.
d. Untuk pertanian kecil diterima bangunan-bangunan hukum: hak milik,hak
usaha, hak sewa dan hak pakai.
e. Hak ulayat disetujui untuk diatur oleh atau atas kuasa undang-undang
sesuai dengan pokok-pokok dasar negara.
3. PANITIA SOEWAHJO
Dalam masa jabatan Menteri Agraria, Goenawan, dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 1/1956 tanggal 14 Januari 1956, panitian lama dibubarkan dan
dibentuk suatu panitia baru Panitia Negara Urusan Agraria, berkedudukan di Jakarta.
Panitia yang baru diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo, Sekretaris Jenderal
Kementerian Agraria dan beranggotakan pejabat-pejabat pelbagai Kementerian dan jawatan,
ahli-ahli hukum adat dan wakil-wakil beberapa organisasi tani.
Adapun pokok-pokok yang penting daripada Rancangan Undang-Undang Pokok
Agraria hasil karya panitia tersebut ialah :
a. Dihapuskannya asas domein dan diakuinya hak ulayat, yang harus
ditundukkan pada kepentinan umum (negara).
b. Asas domein diganti dengan hak kekuasaan negara atas dasar ketentuan
pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Dasar sementara.
c. Dualisme hukum agraria dihapuskannya.
d. Hak-hak atas tanah, hak milik sebagai hak terkuat, yang berfungsi sosial.
e. Hak milik boleh dipunyai oleh orang-orang warga negara Indonesia.
f. Perlu diadakan penetapan batas maksimum dan minimum luas tanah yang
boleh menjadi milikmseseorang atau badan hukum.
g. Tanah pertanian pada asanya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri
oleh pemiliknya.
h. Perlu diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah.
4. RANCANGAN SOENARJO
Dengan adanya perubahan sistematik dan perumusan beberapa pasalnya, maka
rancangan “Panitia Soewahjo” tersebut diajukan oleh Menteri Agraria Soenarjo kepada
Dewan Menteri pada tanggal 14 Maret 1958. Rancangan undang-undang ini dikenal
kemudiab sebagai “Rancangan Soenarjo”, disetujui oleh Dewan Menteri dalam sidangnya ke
94 pada tanggal 1 April 1958 dan kemudian diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
dengan amanat Presiden tanggal 24 April 1958 Nomor 1307/HK.
Rancangan Soenarjo menggunakan lembaga-lembaga dan unsur-unsur yang baik
untuk hukum agraria yang baru, baik yang terdapat dalam hukum adat maupun hukum Barat,
yang disesuaikan dengan kesadaran hukum rakyat dan kebutuhan dalam hubungan
perekonomian. Sifat ketentuan dari hak-hak tertentu, dalam rancangan Soenarjo, dianggap
telah merupakan suatu pengertian yang erat hubungannya dengan soal kepastian hukum,
karenanya sangat diperhatikan.
Disebutkan dalam penjelasan umum bahwa rumusan mengenai hak
miliknya mempersatukan ketentuan hak eigendom atas tanah (menurut hukum
Barat) dan hak milik menurut hukum adat.
5. RANCANGAN SADJARWO
Setelah disesuaikan dengan UUD 1945 dan Pidato Presiden Soekarno pada
tanggal 17 Agustus 1959, dalam bentuk lebih sempurna dan lengkap diajukanlah Rancangan
undang-Undang Pokok Agraria yang baru oleh Menteri Agraria Sadjarwo sehingga dikenal
sebagai “Rancangan Sadjarwo”.
Rancangan Soejarwo berbeda prinsipiil dari rancangan Soenarjo. Ia hanya
menggunakan hukum adat sebagai dasar hukum agraria baru dan ia tidak mengoper
pengertian-pengertian “hak kebendaan” dan “hak perorangan” yang tidak dikenal daam
hukum adat,
Rumusan bahwa hak milik, hak usaha dan hak bangunan dapat dipertahankan
terhadap siapapun juga “dari rancangan Soenarjo, diubah dengan sengaja dalam
rancangan Sadjarwo menjadi hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan,
dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, karena tidak berkehendak untuk
memasukkannya pengertian-pengertian “hak kebendaan” dan “hak perorangan”
ke dalam hukum agraria yang baru.
DASAR – DASAR PENGATURAN UUPA
Pada tanggal 24 september 1960 RUU yang telah disetujui oleh DPR – GR itu
disyahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang menurut diktumnya yang kelima dapat disebut dan
selanjutnya memang lebih terkenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
UUPA diundangkan di dalam Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 104, sedang
penjelasannya dimuat didalam tambahan Lembaran Negara Nomor 2043. UUPA mulai
berlaku pada tanggal diundangkannya, yaitu pada tanggal 24 september 1960
Dalam penjelasan UUPA dirumuskan tujuan yang hendak dicapai oleh
PA, yaitu meletakkan dasar-dasar :
1. Bagi penyusunan hukum agraria nasional
2. untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
3. untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya.
Ad.a. Dasar Kenasionalan
Secara formal UUPA memang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang
(yaitu, Presiden dengan persetujuan DPR) di Indonesia, dalam bahasa Indonesia dan
dinyatakan berlaku untuk seluruh negara Republik Indonesia. Secara materil yaitu tujuan dan
asas dari isi UUPA juga mencerminkan dasal kenasionalan tersebut.
a. ayat 1,2,dan 3 dari pasal 1 UUPA merupakan perwujudan dari dasar
falsafah Pancasila terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila
Persatuan Indonesia.
b. Negara merupakan badan penguasa. Ditegaskan oleh pasal 2 ayat 1
bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung di
dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
organisasi kekuasaan dari rakyat Indonesia.
c. Hanya warga negara Indonesia yang mempunyai hubungan sepenuhnya.
Pasal 9 ayat 1 UUPA menegaskan kedudukan warga negara Indonesia
dalam hubungandengan penguasaan bumi, air, ruang angkasa dan
kekayaan yang terkandung didalamnya.
d. Pengutamaan kepentingan nasional. Pernyataan pasal 5, bahwa hukum
agraria yang baru berlaku ialah hukum adat sebagai hukum asli, disatu
pihak menunjukkan bahwa UUPA telah memilih hukum yang lebih sesuai
dengan kepribadian bangsa daripada hukum agraria berdasarkan hukum
perdata Barat (BW) dan politik agraria kolonial.
Ad.b. Dasar Kesatuan dan Kesederhaan
Dihapuskannya dualisme hukum, dengan pencabutan hukum agraria
kolonial dan K.B. tentang Besluit, pencabutan BW (KUHPerdata) sepanjang
mengenai tanah (Diktum pertama UUPA) serta penetapan hukum adat sebagai
dasar hukum agraria (Pasal 5 UUPA), mencerminkan dsar kesatuan termaksud.
Dalam hal ini, hukum adat sebagai hukum asli bangsa Indonesia sesuai dengan sifat
dan tingkat pengetahunan bangsa Indonesia yang masih sederhana.
Ad.c. Dasar Kepastian Hukum
1. Dikembangkannya peraturan –peraturan hukum tertulis sebagai pelaksanaan
UUPA, akan memungkinkan pihak-pihak yang berkepentinan untuk dengan
mudah mengetahui hukum yang berlaku dan wewenang serta kewajiban apa
yang ada padanya atas tanah yang dipunyainya.
2. diselenggarakannya pendaftaran tanah yang efektif, akan memungkinkan pihak
– pihak yang berkepentingan dengan mudah membuktikan haknya atas tanah
yang dipunyainya dan mengetahui sesuatu atas tanah kepunyaan pihak lain.
PERATURAN PERALIHAN
Dalam UUPA terdapat 6 pasal kententuan peralihan, yaitu :
1. Pasal-pasal yang mengatur sendiri (kaidah berdiri sendiri):
a. Hak-hak yang sifatnya sementara (pasal 53)
b. Menanggalkan kewarganegaraan rangkap (Pasal 54)
c. Hak-hak asing (Pasal 55)
2. Pasal-pasal yang menunjuk (Kaidah penunjuk):
a. Peraturan mengenai hak milik, sebelum terbitnya UU hak milik
termaksud dalam pasal 50 UUPA
b. Peraturan mengenai hipotek dan creditverband, selama belum
terbitnya UU mengenai hak tanggungan termaksud dalam pasal 51
UUPA (Pasal 57)
c. Peraturan peralihan umumnya (Pasal 58)
TENTANG PELAKSANAAN UUPA
Catatan tentang berlakunya UUPA di beberapa propinsi :
1. Dengan telah selesainya Penentuan Pendapatan Rakyat pada tahun 1969
dan dibentuknya Irian Barat sebagai salah satu Propinsi di Indonesia (UU
No. 12/1969), maka dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8
tahun 1971 (tanggal 26 September 1971)UUPA dan peraturan-peraturan
perundangan agraria lainnya untuk keseragaman dinyatakan berlaku
diwilayah Propinsi Irian Jaya mulai tanggal 26 September 1971.
2. berdasarkan undang-undang tentang pembentukan Daerah Istimewa
Yogyakarta (UU No. 3/1950), beberapa urusan diserahkan kepada Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai kewenangan otonom. Salah atu
akibat dari penyerahan kewenangan ini adalah belum diberlakukannya
UUPA No. 5 tahun 1960 di Propinsi tersebut secara penuh.
Kemudian setelah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
menyampaikan persyaratan untuk memberlakukan UUPA secara penuh, agar
dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna, diterbitkanlah Keputusan Presiden
Republik Indonesia nomor 30 tahun 1984 bertanggal 1 April 1984.
Diposkan oleh SUMBER ILMU di 03:42 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
saran, kritik, ide dan uneg-uneg
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Mesin Pencari Informasi
Arsip Blog
Maret (57) April (2)
serba serbi site/blog
Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
P2KK Angkatan I
1 minggu yang lalu
WINZA' LUCKY
Pedagang Kreatif Lapangan Jam Gadang Bukittinggi
7 bulan yang lalu
Cari
http://umsb.ac.id/
winzalucky
CERITA
8 bulan yang lalu
Skripsi | Proposal | Surat | Makalah
Judul-Judul Skripsi Manajemen Keuangan
1 tahun yang lalu
BERLAYAR DI ATAS PELANGI
New Music 6
1 tahun yang lalu
MAKALAH ILMU HUKUM
PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DITINJAU DALAM PESPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM
1 tahun yang lalu
www.kompas-news.com
VIVAnews
http://pusat-maka
http://www .komp
http://rss.vivanew
Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
Berita Hari Ini
Apple Google MicrosoftApple Pesan Komponen untuk 10 Juta iPad Mini KOMPAS.com- 09 Okt 2012- 10 jam laluUntuk iPad mini, Apple dikabarkan telah memesan ke beberapa pemasok komponen elektronik di Asia. Menurut laporan Wall Street Journal, beberapa pemasok komponen di Taiwan mendapatkan pesanan untuk menyuplai komponen bagi 10 juta unit iPad ...Artikel Terkait » dicuplik dari Google - 10/2012Taiwan Minta " Apple " Mengaburkan Gambar Satelit KOMPAS.com- 09 Okt 2012- 13 menit laluTAIPEI, KOMPAS.com - Taiwan meminta Apple Inc untuk mengaburkan tampilan gambar peta Taiwan, terutama berkaitan dengan tampilan stasiun radar peringatan dini Taiwan bernilai 1,4 miliar dollar AS. Stasiun radar itu bisa mendeteksi kedatangan ...dicuplik dari Google - 10/2012Apple Menjawab Soal Sinar di Hasil Bidikan iPhone 5 Metro TV News- 09 Okt 2012- 11 jam laluPihak Apple akhirnya menanggapi dan mengatakan masalah itu tidak akan sampai pada permasalahan dalam teknologi perangkat canggih berharga fantastis itu. Menurut mereka, cahaya ungu itu muncul pada semua generasi iPhone dan dapat diatasi ...Artikel Terkait » dicuplik dari Google - 10/2012Mengapa Apple Gemar Menuntut Perusahaan Lain? Chip Online Portal- 09 Okt 2012- 7 jam laluCHIP.co.id - Anda yang mengikuti berita mengenai sengketa hukum pelanggaran hak paten antara Apple dan Samsung di sejumlah pengadilan di Amerika Serikat dan Eropa mungkin bertanya-tanya, "Kenapa sih Apple seneng banget nuntut perusahaan ...dicuplik dari Google - 10/2012didukung oleh
Entri Populer
http://siaa.umsb.a
HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (HPI)
PENGERTIAN HP I 1. VAN BTAKEL Hukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau dia...
KRIMINOLOGI
Pengertian Kriminologi Menurut Bahasa Menurut bahasa kriminologi terdiri dari 2 kata : - ...
PANCASILA
Bab I LANDASAN MEMPELAJARI PANCASILA Landasan mempelajari pancasila di dasari atau bertitik tolak p...
HUKUM AGRARIA
HUKUM AGRARIA Pembahasan – pembahasan /skedul – skedul mata kuliah hokum agraria. Pokok pembahasan : Pe...
HUKUM SURAT – SURAT BERHARGA
ISTILAH o Berharga Sesuatu yang memiliki nilai,atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang o Su...
HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
WACANA Kalau bicara perlindungan atau hubungan antara produsen dan konsumen maka masuk dalam kelompok huk...
HUKUM PENITENSIER
Aturan – aturan tentang pidana dan pemidanaan (Ruang lingkup). Seseorang itu dapat dipidanan (unsur) pe...
HUKUM ANTAR TATA HUKUM
HUKUM ANTAR TATA HUKUM A. ISTILAH DAN PENGERTIAN Istilah dari hokum perselisihan (concriten recht)...
Hukum Jaminan
Latar belakang timbulnya apa yang dinamakan jaminan Ketika terjadi hubungan pinjam meminjam maka timbul ...
Hukum Acara PTUN
SILABUS BAB I PENDAHULUAN Kedudukan PTUN di Negara hukum fungsi dan...
Mengenai Saya
SUMBER ILMU Lihat profil lengkapku
WINZA' LUCKY
Pedagang Kreatif Lapangan Jam Gadang Bukittinggi - zamzami tanjung Penanggulangan Premanisme - zamzami tanjung Pembelaan Hukum dalam Sidang Disiplin anggota Polri - zamzami tanjung DPD dalam sistem ideal ketatanegaraan RI - zamzami tanjung Pelaksanaan Fungsi Legislasi Badan Perwakilan Rakyat - zamzami tanjung
BERLAYAR DI ATAS PELANGI
New Music 6 - New Music 5 - New Music 4 - New Music 3 - Quo Vadis Generasi Muda Minang -
winzalucky
CERITA - winzalucky INGIN - winzalucky TARI RASA (jawaban untuk Laila) - winzalucky APA ITU CINTA… - winzalucky RAYUAN - winzalucky
Total Tayangan Laman
66,272
top related