sastra angkatan 66

Post on 31-Oct-2015

991 Views

Category:

Documents

46 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

perkembangan sastra indonesia

TRANSCRIPT

Periodisasi Sastra Periodisasi Sastra Indonesia Indonesia

Angkatan ‘66Angkatan ‘66

Periodisasi Sastra Periodisasi Sastra Indonesia Indonesia

Angkatan ‘66Angkatan ‘66

Oleh :Oleh :

Agatha Derta D. (03)Agatha Derta D. (03)

Lathifah Hanif (22)Lathifah Hanif (22)

Mulya Dwi W. (28)Mulya Dwi W. (28)

Nike Cahyati (29)Nike Cahyati (29)

XII IPA 3XII IPA 3

Latar Belakang Angkatan ’66 lahir karena kemelut dalam segala

bidang pada saat itu sebagai akibat dari :1. Tindakan PKI dan ormasnya yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 19452. Pemerintahan Presiden Soekarno yang otoriter3. LEKRA telah menjadi organ politik PKI4. Kebijaksanaan politik luar negeri yang tidak realistis

Hal tersebut menyebabkan kehidupan rakyat terombang-ambing dan martabat manusia tidak dihargai. Ditengah-tengah sajak para pengarang LEKRA yang menyanyikan kemenangan perjuangan saat itu, timbul perlawanan dari para pengarang yang ingin membela martabat manusia dan tergabung dalam Manifes Kebudayaan. Mereka bangkit dengan sajak-sajak yang berisi protes sosial dan protes politik kepada para penginjak martabat manusia.

Nama Angkatan ’66 dikemukakan oleh H.B. Jassin dalam artikelnya yang berjudul Angkatan ‘66, Bangkitnya Satu Generasi, dalam majalah Horison 1966. Nama ini dipakai sebagai kelanjutan dari Angkatan ’45 yang dipelopori oleh Chairil Anwar.

Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) merupakan organisasi kebudayaan di bawah naungan PKI yang memiliki devisa sastra, seni rupa, seni suara, seni drama, seni film, filsafat dan olah raga. Tokoh sastrawan Lekra diantaranya A.S Dharta, S. Regar dan Pramoedya Ananta Toer. Setelah kegagalan G 30 S/PKI, Lekra dan PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Karya sastra Lekrapun dilarang di Indonesia.

Manifesto Kebudayaan didirikan pada 17 Agustus 1963. Awal pembentukannya menimbulkan kontroversi, dimana PKI dan Lekra secara keras mengecam Manikebu sebagai penyimpangan yang borjuis, tidak revolusioner, dan humanis universal. Hal ini menyebabkan Manikebu dilarang oleh Presiden. Hal ini juga yang membuat Manikebu menjadi tidak ada artinya di mata masyarakat.

Ciri-ciri1. Tema

Sebagian besar puisi Angkatan ’66 bertemakan protes sosial yang mengemukakan ketidakadilan di bidang politik, pendidikan, sosial maupun ekonomi. Ketidakadilan yang ada mendorong para sastrawan mengungkapkan kritik melalui karya sastra.

Misalnya pada kutipan puisi “Pidato Seorang Demonstran” karya Mansur Samin berikut

…Ketika produksi negara kosongpara pemimpin asyik ngomongtapI harga-harga terus menanjaksebab percaya diatasi dengan mupakatrakyat masih diam saja…

puisi diatas bertemakan protes sosial untuk mengkritik pemimpin yang bersikap santai sedangkan rakyat mulai sengsara.

2. Isi2. Isi Karya sastra Angkatan ’66 berisikan Karya sastra Angkatan ’66 berisikan tentang protes sosial yang ditujukan pada tentang protes sosial yang ditujukan pada kemunafikan dan kesewenang-wenangan kemunafikan dan kesewenang-wenangan pemerintah pada masa Orde Lama. Karya pemerintah pada masa Orde Lama. Karya sastra yang ada berisikan kritik yang sastra yang ada berisikan kritik yang cukup keras demi memperbaiki cukup keras demi memperbaiki kehidupan, memperjuangkan keadilan, kehidupan, memperjuangkan keadilan, kebenaran dan hak-hak asasi manusia kebenaran dan hak-hak asasi manusia walaupun hanya melalui kata-kata. walaupun hanya melalui kata-kata.

Kritikan disampaikan dengan semangat berapi-api sehingga menimbulkan suasana penuh pemberontakan bagi pembaca. Kritikan yang disampaikan membuat pembaca mau merenungi dan memperjuangkan harkat dan martabatnya.

3. Bahasa

Para pengarang Angkatan ’66 cenderung membuat karya dengan bahasa yang kasar bahkan berupa umpatan dan berlebih-lebihan, namun tidak jarang karya protes sosial begitu lembut. Bahasa yang digunakan disampaikan dengan sepenuh hati dan berapi-api sehingga mampu menggugah semangat pembaca. Karya sastra disampaikan dengan bahasa yang panjang, sederhana dan jelas.

Karya sastra disampaikan dengan beberapa karakteristik seperti diksi, denotasi, konotasi dan imaji yang dapat membuat pembaca benar-benar merasakan apa yang dirasakan pengarang. Imaji ini bisa berupa imaji visual (penglihatan), imaji auditif (pendengaran) dan imaji taktil (perasaan).Bahasa kiasan atau majas juga banyak digunakan, seperti metafora, simili, epos, personifikasi, alegori, metonimia, sinekdoke, hiperbola dan ironi.

4. Bentuk Karya sastra Angkatan ’66 ada yang berbentuk prosa dan puisi.

* Prosa Contoh prosa yang saat itu cukup terkenal ialah novel “Ziarah” karya Iwan Simatupang. Novel ini menceritakan tentang budaya Barat dan budaya Timur yang menyebabkan Iwan dikritik sebagai pengarang borjuis berkesusastraan Perancis. Novel ini bertemakan filosofi dan kesadaran sosial.

*Puisi Begitu banyak puisi yang diciptakan pada masa ini, namun secara keseluruhan memiliki tema yang sama yakni protes sosial. Contohnya ialah puisi berjudul Sajak-sajak Anak Mati karya Goenawan Muhammad.

Sajak-sajak Anak Mati

Tiga anak menariTentang tiga burung gerejaKemudian senyap;Disebabkan senja;Tiga lilin kuncup;Pada marmer meja;Tiga tik-tik hujan tertabur;Seperti tak sengaja;“bapak, jangan  menangis.”

Puisi tersebut mengisahkan tentang tiga pelajar yang ikut berdemonstrasi menuntut kebutuhan sandang, pangan dan papan. Namun mereka justru mati tertembak oleh tiga peluru.

5. Gaya dan Aliran Beberapa gaya atau aliran yang sering digunakan oleh sastrawan Angkatan ’66 adalah sarkasme, sinisme dan paralelisme.

* Aliran Sarkasme Sarkasme cenderung bersifat keras dan kasar yang diungkapkan sebagai kritikan pedas dalam karya sastra. Misalnya pada puisi “Cerita Kosong” karya Fridolin Ukur.

...Jemu aku dengar bicaramu“kemakmurankeadilankebahagiaan”sudah 10 tahun engkau bicaraaku masih tak punya celana...

Kalimat diatas mungkin tidak terlalu kasar tapi memiliki makna yang kasar.

*Aliran Sinisme Sinisme cenderung bersifat menyindir dengan menggunakan kata kiasan sebagai lambang dalam menyampaikan sindiran pedas. Misalnya pada puisi “Tantangan” karya Abdul Wahid Situmeang.

        ... Jangan lagi kau bicara dan bicara

            membeber cerita fitnah dan dusta            membela kerakusan hatimu yang hina            karena cukup kami kenal siapa kau

sebenarnya macam penghulu belantara ...

Kalimat macam penghulu belantara berarti sindiran bagi penguasa yang rakus dan serakah.

*Aliran Paralelisme

Aliran ini menganut suatu bentuk pengulangan yang seringkali sastrawan lakukan. Seperti pada puisi “Pidato Seorang Demonstran” karya Mansur Samin dan “Telah Gugur Beberapa Nama” karya Bur Rusuanto. Berikut kutipan puisi karya Bur Rusuanto :

        Telah gugur beberapa nama            Telah gugur            ...            Telah gugur beberapa nama            Telah gugur            ...            Telah gugur beberapa nama            Telah gugur            ...

Kata telah gugur beberapa nama yang selalu diulang menunjukkan bahwa saat itu aliran paralelisme sedang berkembang.

Karya Terkenal Angkatan Karya Terkenal Angkatan ‘66 dan Pengarangnya‘66 dan Pengarangnya

Kita Adalah Pemilik Sah Republik IniTidak ada lagi pilihan. Kita harusBerjalan terusKarena berhenti atau mundurBerarti hancur

Apakah akan kita jual keyakinan kitaDalam pengabdian tanpa hargaAkan maukah kita duduk satu mejaDengan para pembunuh tahun yang laluDalam setiap kalimat yang berakhiran:“Duli Tuanku?”

Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harusBerjalan terusKita adalah manusia bermata kuyu, yang di tepi jalanMengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuhKita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsaraDipukul banjir, gunung api, kutuk dan hamaDan bertanya-tanya diam inikah yang namanya merdekaKita yang tak punya kepentingan dengan seribu sloganDan seribu pengeras suara yang hampa suara

Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harusBerjalan terus

Puisi karya Taufiq Ismail dari Tirani ini memiliki makna bahwa Taufiq Ismail ingin mengungkapkan penderitaan rakyat yang nasibnya tidak diperhatikan oleh penguasa Orde Lama. Beliau dengan tegas menyatakan bahwa kita adalah pemilik negeri ini sehingga tidak ada alasan untuk tidak berjuang melawan kesewenang-wenangan karena berhenti atau mundur berarti hancur. Beliau mengajak rakyat agar tidak berkompromi dengan penguasa yang tidak mementingkan rakyat.

ZIARAHKarya Iwan Simatupang

Ziarah adalah sebuah novel yang mengangkat tema budaya Barat dan budaya Timur. Novel ini mengungkap tentang kesadaran filsafat kehidupan dan kematian, pemberontakan dan kesadaran sosial. Setelah dianalisis, novel Ziarah melanggar kaidah novel tradisional dan menggunakan kesusastraan Perancis. Namun gaya yang digunakan bisa dikatakan modern dan sederhana.

Perbedaan Sastra Angkatan ’66 dengan Angkatan ‘80

Angkatan ’66* Bertemakan protes sosial dan protes politik

* Mulai dikenal gaya epos pada puisi* Karya berupa prosa dan puisi

* Bahasa cenderung kasar* Dipengaruhi pemeruntahan Orde Lama

Angkatan ’80* Bertemakan roman percintaan, mistis, ketuhanan

* Tumbuh sastra beraliran pop* Karya berupa prosa, puisi, film, drama, esai* Bahasa cenderung romantis* Dipengaruhi pemerintahan Orde Baru

KesimpulanPeriodisasi sastra Indonesia Angkatan ’66 merupakan masa dimana para sastrawan berkarya dengan tema protes sosial dan protes politik yang cenderung dipengaruhi oleh aliran sarkasme dan sinisme akibat dari kondisi yang membawa ketidakadilan dan kesewenang-wenangan pada martabat manusia.

Terimakasih…

top related