responsivitas masyarakat petani terhadap pendidikan...
Post on 26-May-2018
218 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan
di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto
Oleh:
Pramesti Retno Suryaningtyas Pembimbing :
Nur Wahyu Rachmadi dan Ketut Diara Astawa
Abstrak : Pendidikan adalah salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan. Masyarakat miskin (petani) akan mampu meningkatkan kesejahteraan dengan cara meningkatkan pendidikannya. Pendidikan, dalam hal ini tidak hanya formal, tetapi juga non formal dan informal yang berkaitan dengan penguasaan kemampuan dan keterampilan. Masyarakat Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto dikategorikan sebagai masyarakat prasejahtera dengan tingkat pendidikan rata-rata SD dan mayoritas mata pencarian masyarakat sebagai petani. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian tentang daya tanggap (responsivitas) masyarakat petani terhadap pendidikan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menjelaskan pemahaman masyarakat petani terhadap pendidikan, (2) menjelaskan upaya yang dilakukan masyarakat petani dalam memperoleh pendidikan, (3) menjelaskan apakah yang dilakukan oleh masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Lokasi penelitian di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto. Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia, peristiwa, dan dokumen profil desa. Teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Prosedur analisis data terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan/verifikasi data.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto, memahami pendidikan sebagai suatu program untuk membuat kehidupan lebih baik dalam arti hidup lebih enak, hidup bahagia, tidak menjadi beban orang tua dan tidak sengsara. Selain itu, pendidikan dimaknai sebagai suatu program untuk merencanakan masa depan yang lebih baik dan juga dimaknai sebagai program untuk bisa membaca dan menulis, (2) upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto untuk memperoleh atau membiayai pendidikan dilakukan melalui ngenger, kerja yang lebih giat dengan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan biaya pendidikan, melakukan perencanaan biaya dengan cara mengalokasikan dana untuk biaya pendidikan, berhutang, dan menjual harta benda, (3) upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto
2
untuk meningkatkan kesejahteran adalah dengan mencari penghasilan sampingan, seperti membuka toko (berdagang dan beternak), mengatur pengeluaran, berhutang untuk mensukseskan usaha, menyekolahkan anak hingga pendidikan tinggi agar tidak menjadi beban orang tua di kemudian hari. Sedangkan upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan meminta do’a dan bantuan kyai serta meminta bantuan dukun.
Berdasarkan temuan penelitian di atas, saran yang diajukan saran-saran: (1) kepada Pemerintah agar memberikan kemudahan bagi masyarakat miskin (petani) untuk memperoleh pendidikan, (2) kepada masyarakat petani, terutama petani golongan ekonomi pra sejahtera, disarankan agar berusaha mendapatkan pendidikan agar bisa meningkatkan taraf hidupnya pada masa yang akan datang, dan (3) kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema penelitian sejenis, disarankan agar melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan pendekatan lainnya.
Kata kunci : responsivitas, petani, pendidikan
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja
demi keselamatan hidup, safety life, mempertaruhkan tenaga fisik untuk
memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak
sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja
sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit (Scott dalam
Sahdan 2005:1).
Fenomena kriminal seperti penjualan bayi juga erat kaitanya dengan
kemiskinan. Tempo interaktif.com (2007) memberitakan seorang laki-laki
bernama Suban mengaku terpaksa menjual anak tirinya, Nurhayati yang baru
berusia dua minggu karena tidak mampu membeli susu. Demikian juga tempo
interaktif (2010) memberitakan seorang ibu muda berusia 24 tahun, warga
Kampung Beting, Koja, Jakarta Utara, akan menjual anak di kandungannya. Ibu
kelahiran Bogor ini nekat melakukan perbuatan melawan hati nurani tersebut
demi melunasi utang sebesar Rp 550 ribu.
Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) memperoleh pekerjaan
yang layak bagi kemanusiaan, (2) hak rakyat untuk memperoleh perlindungan
hukum, (3) hak rakyat untuk memperoleh rasa aman, (4) hak rakyat untuk
3
memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang
terjangkau, (5) hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan,
(6) hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan, (7) hak rakyat
untuk memperoleh keadilan, (8) hak rakyat untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan publik dan pemerintahan, (9) hak rakyat untuk berinovasi,
(10) hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan, dan (11) hak
rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan
baik (Sahdan, 2005:1).
Hasil pendataan BPS menunjukkan bahwa penduduk miskin sebagian
besar berada di pedesaan. BPS menjelaskan bahwa jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada bulan Maret 2007 adalah sebesar 37,17 juta atau 16,58%. Dari
angka itu, 23,61 juta (63,52%) adalah penduduk miskin di daerah pedesaan.
Sedangkan data pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk
miskin berada di daerah perdesaan. Data BPS tahun 2010 (Harian Kompas, 15 Juli
2010) menyebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2010
mencapai 31,02 juta orang atau 13,33%. Berkurang 1,51% jika dibandingkan
dengan bulan Maret 2009 sebanyak 32,53 juta orang atau 32,53%. Sedangkan
jumlah penduduk miskin di daerah pedesaaan mengalami kenaikan dari bulan
Maret 2009 hingga tahun Maret 2010. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin
di daerah pedesaaan berjumlah 63,38% dan pada Maret 2010 jumlah penduduk
miskin di daerah pedesaan meningkat menjadi 64,23%.
Kemiskinan mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat pedesaan.
Berdasarkan data BPS (2009), angka partisipasi sekolah penduduk berusia 15
tahun keatas dari tahun 2005-2008 tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Pada tahun 2005, angka partisipasi sekolah penduduk berusia 15 tahun keatas
sebesar 53,86%, kemudian pada tahun 2006 hanya mengalami peningkatan
sebesar 0,06% menjadi 53,92%. Pada tahun 2007 meningkat sebesar 0,59%
menjadi 54,61% dan pada tahun 2008 hanya mengalami peningkatran sebesar
0,39% menjadi 54,70%. Sedangkan untuk data Proporsi Angka “Melek Huruf”
Penduduk berumur 10 tahun ke atas pada tahun 2005-2008 juga tidak
menunjukkan peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2006, Proporsi Angka
Melek Huruf Penduduk Berumur 10 tahun ke atas meningkat sebesar 0,18% dari
4
tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, Proporsi Angka Melek Huruf Penduduk
Berumur 10 Tahun ke Atas adalah sebesar 91,91% meningkat menjadi 92,39 pada
tahun 2006. sedangkan pada tahun 2007, hanya mengalami peningkatan sebesar
0,35% menjadi 92,74%. Dan pada tahun 2008 meningkat sebesar 0,31% menjadi
93.05.
Pendidikan adalah salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan. John C.
Bock (dalam Mustasya, 2004:46), mengidentifikasi peran pendidikan tersebut
sebagai : (1) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa, (2)
mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan
mendorong perubahan sosial, dan (3) untuk meratakan kesempatan dan
pendapatan. Peran yang pertama merupakan fungsi politik pendidikan dan dua
peran yang lain merupakan fungsi ekonomi. Mustasya (2004:46) mesjelaskan
bahwa ada mitos yang meyakini pendidikan sebagai alat ampuh mengurangi
kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan. Dengan meningkatnya tingkat
pendidikan kaum miskin, pendapatan mereka akan meningkat. Dikatakan mitos
karena peranan pendidikan dalam pengentasan kemiskinan, sebenarnya amat
tergantung kepada jenis pelayanan pendidikan dan pengaruhnya terhadap pasar
tenaga kerja. Suryahadi dan Sumarto (dalam Mustasya, 2004:46) menjelaskan
kaitan kemiskinan dan pendidikan, orang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi
akan memiliki peluang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah
lebih tinggi. Berdasarkan hal itu, tingkat pendidikan berkorelasi negatif dengan
kemiskinan, menjadikan pendidikan bermanfaat bagi kaum miskin. Masyarakat
miskin akan mampu meningkatkan kesejahteraan atau mengikis kemiskinan
dengan cara meningkatkan pendidikannya. Dalam hal ini, tidak hanya pendidikan
dalam arti pendidikan formal di sekolah, melainkan juga penddikan non-formal
maupun informal yang berkaitan dengan penguasaan keterampilan tertentu.
Arah kebijakan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan melalui
pendidikan adalah prioritas urutan ke-2 dari 11 prioritas pembangunan jangka
menengah. Sebelas prioritas nasional tersebut dipandang mampu menjawab
sejumlah tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara ini dalam lima tahun
mendatang. Sebagian besar sumber daya yang ada, baik itu sumber daya alam,
manusia, pembiayaan, dan termasuk kebijakan akan diprioritaskan untuk
5
menjamin pelaksanaan 11 prioritas nasional tersebut yaitu meliputi : (1) reformasi
birokrasi dan tata kelola, (2) pendidikan, (3) kesehatan, (4) penanggulangan
kemiskinan, (5) ketahanan pangan, (6) infrastruktur, (7) iklim investasi dan usaha,
(8) energi, (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, (10) daerah
tertinggal, terdepan, terluar, dan paskakonflik, serta (11) kebudayaan,
kretivitas, dan inovasi teknologi (Perpres RI No.5 Thn 2010). Khusus untuk
prioritas ke dua, program aksi bidang pendidikan ini berisi peningkatan akses
pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan dan efisien menuju terangkatnya
kesejahteraan hidup rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti dan karakter
bangsa yang kuat (lampiran PerPres RI No.5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-
2014). Pembangunan di bidang pendidikan diarahkan demi tercapainya
pertubuhan ekonomi yang didukung keselarasan antara ketersediaan tenaga
terdidik dengan kemampuan: (1) menciptakan lapangan kerja atau kewirausahaan,
dan (2) menjawab tantangan kebutuhan tenaga kerja.
Langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan dan
memberikan kemudahan akses pendidikan bagi petani miskin dan keluarganya.
Komunikasi (2010:8-9) menjelaskan bahwa satuan pendidikan wajib
mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik WNI
yang kurang mampu secara ekonomi dan atau peserta didik yang memiliki potensi
akademik tinggi, paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik. Bentuk
beasiswa tersebut bermacam-macam, salah satunya adalah program baru pada
tahun 2010/2011 berupa pemberian Beasiswa Bidik Misi (BBM). BBM
merupakan salah satu program peningkatan pemerataan pendidikan yang
ditujukan bagi siswa SMA/SMK/MA/MAK atau yang sederajat untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Beasiswa ini diberikan untuk
menyikapi adanya calon mahasiswa yang berpotensi, tetapi berasal dari keluarga
yang kurang mampu. Misi dari pengadaan BBM ini adalah menghidupkan
harapan bagi masyarakat kurang mampu untuk terus menempuh pendidikan
sampai jenjang pendidikan tinggi dan menghasilkan sumberdaya insani yang
mampu berperan dalam memutus rantai kemiskinan.
Langkah pemerintah dalam memberikan kemudahan akses pendidikan
akan sulit dilaksanakan sesuai rencana apabila pemerintah tidak mengetahui
6
bagaimanakah respon masyarakat petani miskin terhadap pendidikan.
Permasalahan yang mungkin muncul dari adanya arah kebijakan pemerintah
dalam pengentasan kemiskinan melalui pendidikan adalah adanya partisipasi
masyarakat. Meskipun pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memudahkan,
kebijakan tersebut tidak akan mampu mengatasi permasalahan yang ada jika tidak
mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto adalah
sebuah desa yang terletak di salah satu propinsi yang termasuk daerah rawan
pangan, yaitu Jawa Timur. Di desa ini terdapat 1135 orang lelaki, 1197
perempuan dan terdapat 723 kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya
memiliki mata pencarian sebagai petani (98%). Penduduk Desa Bangeran
memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yaitu sekolah dasar. Tingkat pendidikan
penduduk mayoritas adalah tingkat sekolah dasar (SD) yaitu sejumlah 856 orang.
Urutan kedua terbesar tingkat pendidikan masyarakat Desa Bangeran adalah
sekolah menengah pertama atau SMP, yaitu sebanyak 342 orang. Selanjutnya
adalah tingkat penddidikan SMA, yaitu sebanyak 167 orang. Jumlah penduduk
yang lulus pendidikan tinggi (D1, D2, D3, S1 dan S2) adalah sebanyak 19 orang.
Meskipun demikian masih ada penduduk yang tidak lulus sekolah dasar, yaitu
sebanyak 4 orang. Sedangkan tingkat pendidikan aparat desa sebagian besar
adalah sekolah dasar (SD). Dari 9 orang aparat desa, 4 orang hanya lulusan
sekolah dasar (SD), 3 orang lulusan SMP, 1 orang lulusan SMA, dan 1 orang
lulusan sarjana.
Bangeran mempunyai prasarana pendidikan formal sebanyak 4 buah, yaitu
1 gedung Taman Kanak-kanak (TK), 1 gedung Sekolah Dasar Negeri 1 Bangeran,
dan 1 gedung untuk Madrasah Ibtida’iyah Sunan Bonang dan 1 gedung Madrasah
Tsanawiah Sunan Bonang. Namun, gedung MI dan MTs Sunan Bonang hanya ada
1 dan digunkaan secara bergantian, dimana pada waktu pagi hingga siang
digunakan untuk MI, sedangkan pada waktu siang hingga sore digunakan untuk
MTs. Di desa Bangeran tidak ada prasarana pendidikan keterampilan. Namun,
terdapat prasarana pendidikan non-formal berupa pondok pesantren yang
berjumlah 1, yaitu pondok pesantren Hidyatul Mubtadi’in.
7
Kualitas angkatan kerja Desa Bangeran masih tergolong rendah yaitu
hanya lulusan SMP. Dari 403 angkatan kerja, sebagian besar memiliki kualitas
setingkat SMP, yaitu sebanyak 217. Jumlah angkatan kerja yang tamat SMA ada
111 orang. Jumlah angakatan kerja yang tamat Diploma dan perguruan tinggi ada
13. Sedangkan kualitas angkatan kerja yang paling rendah adalah tidak tamat SD,
yaitu sejumlah 4 orang.
Persentase penduduk prasejahtera pada desa tersebut lebih tinggi dari
angka persentase kemiskinan nasional pada tahun 2007 yaitu sebesar 30,31%.
Jumlah pengangguran untuk usia produktif (usai 15-55 tahun) sebanyak 418
(28,47%). Sebagian besar penduduk masih tergolong keluarga pra sejahtera
karena jumlah penduduk prasejahtera hampir dua kali lipat jumlah penduduk yang
sejahtera. jumlah kepala keluarga prasejahtera lebih banyak dari pada jumlah
kepala keluarga sejahtera. Sebanyak 224 kepala keluarga masih berstatus keluarga
pra sejahtera. Sebanyak 198 kepala keluarga berstatus keluarga sejahtera III, 146
kepala keluarga berstatus keluarga sejahtera III Plus, 96 kepala keluarga berstatus
keluarga sejahtera I dan sebanyak 79 kepala keluarga berstatus keluarga sejahtera
II.
Keadaan prasejahtera atau kemiskinan di Desa Bangeran Kecamatan
Dawarblandong Kabupaten Mojokerto dapat pula dilihat dari keadaan jenis bahan
baku rumah. sebagian besar rumah penduduk desa tersebut terbuat dari kayu dan
bambu yang berlantai tanah liat, hanya sebagian kecil rumah terbuat dari tembok
yang berlantai ubin ataupun keramik. Hal ini disimpulkan dari 723 rumah,
sejumlah 492 (68,05%) rumah terbuat dari bahan kayu dan bambu. Hanya 231
(31,95%) terbuat dari bahan tembok. Sedangkan untuklantai rumah, sebanyak
10% terbuat dari bahan keramik, sebanyak 50% terbuat dari bahan plester dan
sebanyak 40% lantai rumahnya adalah tanah. Untuk akses jalan, di Desa Bangeran
tidak tersedia akses jalan propinsi, akses jalan kabupaten adalah aspal dalam
kondisi rusak. Sedangkan untuk akses jalan desa kondisinya masih berupa jalan
terbuat dari batu-batu yang ditata (makadam) dan untuk akses jalan kampung
masih berupa jalan tanah yang akan menjadi jalan berlumpur jika terkena hujan.
Dari uraian di atas, maka sangat penting sekali untuk meningkatkan
pendidikan masyarakat lapisan bawah khususnya masyarakat Desa Bangeran
8
Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto yang sebagaian besar adalah
petani miskin. Penelitian ini berusaha mengungkap responsivitas masyarakat
petani terhadap pendidikan. Respon masyarakat petani terhadap pendidikan ini
terkait dengan pemahaman petani terhadap pendidikan, apa saja yang dilakukan
oleh petani dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan upaya yang
dilakukan masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,
Kabupaten Mojokerto dalam memperoleh pendidikan.
2. Kajian Pustaka
a. Pengertian Pendidikan
Pengertian pendidikan menurut UU 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya
tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada
tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya
nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b. Hubungan Pendidikan dan Kemiskinan
Pendidikan menjadi kunci penting dalam pengentasan kemiskinan. Surjadi
(1989:101) mengatakan bahwa bila kesempatan akan lapangan berkembang diluar
masyarakatnya, maka sekolah dianggap oleh orang-orang sebagai pintu gerbang
bagi anak-anaknya untuk memperoleh pekerjaan yang baik di luar masyarakatnya.
Sekolah dan guru dihargai sebagai alat kemajuan individual dan keluar dari
kemiskinan pnghidupan masyarakatnya.Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan
sumber daya manusia unuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu
diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu
memunculkan persoalan-persoalan baru yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai permasalahan pokok pendidikan,
dan saling keterkaitan antara pokok tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangannya dan masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya.
9
Apa jadinya bila pembangunan di Indonesia tidak dibarengi dengan
pembangunan di bidang pendidikan. Walaupun pembangunan fisiknya baik, tetapi
apa gunanya bila moral bangsa terpuruk. Jika hal tersebut terjadi, bidang ekonomi
akan bermasalah, karena tiap orang akan korupsi. Sehingga lambat laun akan
datang hari dimana negara dan bangsa ini hancur. Oleh karena itu, untuk
pencegahannya, pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam
pembangunan negeri ini.
Prabancono (2009:2) menjelaskan bahwa manfaat pendidikan bagi
masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni membebaskan
masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan
penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai
sarana pemberdayaan individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi
masa depan. Pendidikan difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus
yang didirikan di pedesaan yang masyarakatnya masih ‘buta’ akan ilmu.
Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik
dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat
yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan
pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi
masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam pengentasan
kemiskinan terutama pada masyarakat pedesaan, dimana akses mereka terhadap
pendidikan sangat terbatas. Di samping itu, kesadaran akan pentingnya dalam
mengenyam pendidikan masaih sangat rendah dalam masyarakat di pedesaan yang
terisolasi. Masyarakat yang miskin ini harus mendapatkan motivasi yang tinggi
untuk belajar dan bekerja keras agar menghasilkan masyarakat yang sadar akan
pentingnya pendidikan sehingga menambah masyarakat berpengetahuan yang
akan meningkatkan kesejahteraan dan berdampak pada pengentasan kemiskinan.
Sehingga, untuk mewujudkannya diperlukan kerjasama para pihak terkait dalam
pemerataan mengakses pendidikan bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat
pedesaan dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan meningkatkaan
kesejahteraan yang berkelanjutan.
10
c. Responsivitas Masyarakat Petani terhadap Pendidikan
Responsivitas adalah kualitas yang responsif, bereaksi dengan cepat,
sebagai kualitas orang, melibatkan emosi untuk menanggapi dengan orang dan
peristiwa. Sedangkan Iriani (2007:41) mengatakan bahwa responsiveness adalah
persepsi dan harapan terhadap pendidikan di Indonesia. Menurut Lenvine, dkk
(dalam Ali, 2003:18-19), bahwa yang dimaksud dengan responsivitas
(responsiveness) adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda prioritas pelayanan dan mengembangkan program-
program publiknya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Istilah
responsivitas ini banyak digunakan dalam pelayanan publik, tetapi dalam
penelitian ini, responsivitas dipergunakan sebagai istilah untuk mengetahui
persepsi dan harapan masyarakat terhadap pendidikan atau daya tanggap
masyarakat petani terhadap pendidikan anak.
Responsivitas masyarakat petani terhadap pendidikan dapat dijelaskan
menggunakan theory of reasoned action. Respon adalah istilah yang digunakan
oleh psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh
panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang
dimunculkan setelah dilakukan perangsangan. Teori Behaviorisme menggunakan
istilah respon yang dipasangkan dengan rangsang dalam menjelaskan proses
terbentuknya perilaku. Respon adalah perilaku yang muncul dikarenakan adanya
rangsang dari lingkungan. Jika rangsang dan respon dipasangkan atau
dikondisikan maka akan membentuk tingkah laku baru terhadap rangsang yang
dikondisikan (http://wikipedia.org/wiki/Respon, 2010:1).
Respon memiliki beberapa jenis atau beberapa tipe, ada respon verbal dan
ada respon yang non-verbal. Sedangkan kategori respon ada 3 kategori, yaitu
respon kognitif, respon afektif dan respon konatif (psikomotor). Model theory of
reasoned action yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (dalam Azwar,
1998:19) menjelaskan respon perilaku (psikomotor) ditentukan tidak saja oleh
sikap individu, tetapi juga oleh norma subyektif yang ada dalam diri individu
yang bersangkutan dan dijelaskan oleh model teori Kurt Lewin (dalam Azwar,
1998:19) bahwa respon perilaku merupakan fungsi dari faktor kepribadian
individual dan faktor lingkungan.
11
Rosenberg dan Hovlan (dalam Azwar, 1998: 19-21) melakukan analisis
terhadap berbagai respons yang dapat dijadikan penyimpulan perilaku
sebagaimana disajikan pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Respon Yang Digunakan untuk Penyimpulan Perilaku
Tipe Respons
Kategori Respons Kognitif Afektif Konatif
Verbal Non-Verbal
Pernyataan keyakinan mengenai obyek sikap Reaksipersepstual terhadap obyek sikap
Pernyataan perasaan terhadap obyek sikap Reaksi fisiologis terhadap obyek sikap
Pernyataan intensi perilaku Perilaku tampak sehubungan dengan obyek sikap
Respon reaksi kognitif verbal merupakan pernyataan mengenai apa yang
dipercayai atau diyakini mengenai obyek sikap. Seseorang dapat diketahui sikap
positif terhadap pendidikan karena seseorang tersebut menyatakan bahwa ia
percaya akan peranan, fungsi dan manfaat pendidikan untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih baik.
Respon kognitif yang non-verbal lebih sulit untuk diungkap, disamping
informasi tentang sikap yang diberikannya pun bersifat tidak langsung. Untuk
mengungkap bagaimana sikap petani terhadap pendidikan, mungkin perlu untuk
memperhatikan reaksinya terhadap artikel-artikel mengenai kebijakan, manfaat,
fungsi serta peranan pendidikan bagi masa depan. Apakah para petani menaruh
perhatian terhadap berita-berita mengenai kebijakan, manfaat, fungsi serta
peranan pendidikan bagi masa depan.
Respon afektif verbal dapat dilihat pada pernyataan verbal perasaan
seseorrang mengenai sesuatu. Jika seseorang memberikan komentar positif
terhadap pendidikan (misalnya gembira dengan adanya pendidikan dasar yang
gratis), maka dapat diartikan bahwa sangat mungkin sikapnya terhadap
pendidikan gratis adalah positif. Respon afektif non-verbal berupa reaksi fisik
seperti ekspresi muka yang mencibir, tersenyum, gerakan tangan dan lain
sebagainya, yang dapat menjadi indikasi perasaan seseorang apabila dihadapkan
pada obyek sikap.
12
Respon konatif (psikomotor) pada dasarnya merupakan kecenderungan
untuk berbuat. Dalam bentuk verbal, intensi ini terungkap lewat pernyataan
keinginan melakukan atau kecenderungan untuk melakukan. Dalam contoh kasus
responsivitas masyarakat petani terhadap pendidikan, bentuk respon konatif verbal
dapat berupa keinginan untuk mengikuti program pendidikan seperti
kecenderungan untuk menyekolahkan anak-anaknya, berusaha untuk mencarikan
dan membiayai pendidikan anak dan lain sebagainya. Sedangkan respon konatif
non-verbal dapat berupa ajakan kepada orang lain untuk ikut dalam program
pendidikan.
Sikap seharusnya dipandang sebagai suatu predisposisi untuk berperilaku
(memunculkan respon konatif) yang akan tampak aktual hanya bila kesempatan
untuk menyatakannya terbuka luas. Walaupun tanpa dinyatakan dalam bentuk
perilaku maka sikap akan kehilangan maknanya, tapi bukan berarti bahwa sikap
tidaklain sekedar merupakan suatu konsistensi respon individual sebagai
probabilitas terulangnya perilaku yang sama dalam situasi yang serupa.
Mann (dalam Azwar, 1998:21) menjelaskan bahwa sekalipun diasumsikan
bahwa sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan
bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali
jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh
sikap semata, akan tetapi juga ditentukan oleh kondisi eksternal lainnya.
Disamping itu, ternyata untuk satu macam tindakan saja terdapat banyak pola
sikap yang relevan. Karena itu ketidakharmonisan sikap lebih merupakan masalah
orientasi individu terhadap situasi yang ada. Pada dasarnya, sikap lebih bersifat
pribadi sedangkan tindakan atau respon konatif (psikomotor) lebih bersifat umum
atau sosial, karena itulah perilaku lebih peka terhadap tekanan-tekanan sosial.
d. Konsisteni dan Inkonsistensi Respon Masyarakat Petani terhadap
Pendidikan
Sebagaimana uraian di atas, kategori respon ada tiga, yaitu respon kognitif,
respon afektif dan respon konatif atau psikomotor. Konsistensi respon maksudnya
adalah kesesuaian semua kategori respon. Respon konatif atau psikomotor sesuai
dengan respon afektif dan sesuai dengan respon kognitif. Sedangkan inkonsistensi
13
respon adalah ketidaksesuaian kategori respon. Respon konatif (psikomotor) tidak
sesuai dengan respon afektif ataupun respon kognitif.
Petani yang memiliki respon kognitif positif terhadap pendidikan akan
memunculkan respon afektif dan respon psikomotor yang positif pula terhadap
pendidikan. Misalnya, seorang petani memiliki pengetahuan atau anggapan bahwa
pendidikan itu penting untuk kesejahteraannya dan penting untuk kesejahteraan
anaknya pada masa yang akan datang, maka akan memunculkan respon yang
positif terhadap pendidikan. Petani tersebut akan memunculkan perilaku yang
mendukung program pendidikan, seperti ikut berpartispasi dalam pendidikan,
berusaha untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai pendidikan tinggi.
Konsistensi respon kognitif, afektif dan psikomotor petani terhadap
pendidikan dapat dijelaskan berdasarkan kajian teori keseimbangan (balance
theory) yang dikemukakan oleh Heider (dalam Azwar, 1998:40). Teori
keseimbangan menjelaskan bahwa dasar teori ini menekankan pada adanya
hubungan keseimbangan atau ketidakseimbangan antara unsur-unsur individu (I),
orang lain (O), dan objek sikap (Ob). Keadaan seimbang terjadi jika hubungan
antara (I), (O), dan (Ob) berjalan harmonis, sedangkan jika hubungan ketiganya
tidak harmonis menyebabkan timbulnya keadaan tidak seimbang. Teori ini
menegaskan bahwa persepsi orang terhadap bentuk hubungan antara unsur (I),
(O), dan (Ob) memegang peranan penting dalam menentukan keseimbangan yang
terjadi (Azwar, 1998:40). Dengan demikian menurut teori ini perubahan sikap
dapat dilakukan dengan menciptakan kesamaan persepsi antara (I), dan (O)
terhadap (Ob) sikap.
Berdasarkan teori dua faktor Rosenberg, komponen afeksi senantiasa
berhubungan dengan komponen kognisi dan hubungan tersebut dalam keadaan
konsisten. Orang berusaha membuat kognisinya konsisten dengan afeksinya.
Dengan kata lain, keyakinan seseorang, pendirian seseorang, dan pengatahuan
seseorang tentang suatu fakta sebagian ditentukan oleh pilihan afeksinya.
Konsekuensinya jika terjadi perubahan dalam komponen afeksi akan
menimbulkan perubahan pada komponen kognisi. Untuk itu dalam mengubah
sikap, maka komponen afeksi diubah lebih dahulu kemudian akan mengubah
komponen kognisi serta diakhiri dengan perubahan sikap. Rosenberg (dalam
14
Azwar, 1998: 51) memandang pengertian komponen kognitif sikap tidak saja
sebagai apa yang diketahui mengenai obyek sikap, akan tetapi mencakup pula apa
yangdipercayai mengenai hubungan antara obyek sikap itu dengan nilai-nilai
penting lainnya dalam diri individu.
Dengan pandangan ini, Rosenberg telah mengemukakan secara lebih
spesifik bagaimana organisasi antara komponen afektif dan komponen kognitif
sikap. Komponen afektif sendiri didefinisikannya dengan cara yang tdak berbeda
sebagaimana telah dirumuskan oleh Thurstone, yaitu perasaan negative atau
perasaan positif yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek. Manusia
mempunyai kebutuhan untuk mencapai dan memelihara konsistensi afektif-
kognitif.
Namun seringkali respon kognitif yang positif terhadap pendidikan
memunculkan respon psikomotor yang tidak positif. Seorang petani memiliki
pengetahuan atau anggapan bahwa pendidikan itu penting untuk kesejahteraannya
dan penting untuk kesejahteraan anaknya pada masa yang akan datang belum
tentu menyekolahkan anak-anaknya hingga pendidikan tinggi. Fenomena ini dapat
dijelaskan melalui teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) yang
dikemukakan oleh Leon Festinger (dalam Azwar, 1998:83). Dalam teori disonansi
kognitif, perubahan sikap akan mudah terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan
(disonansi) kognitif diantara komponen sikap dalam diri individu. Oleh
karenanya, strategi persuasi menurut teori ini menekankan pada proses manipulasi
atau usaha menimbulkan disonansi dalam diri individu sehingga persuasi akan
mudah menimbulkan perubahan sikap ke arah yang dikehendaki. Asumsi dasar
dari teori ini adalah sikap berubah demi mempertahankan konsistensinya dengan
perilaku nyata. Seringkali manusia dihadapkan pada adanya konflik antara
berbagai kognisi, sikap, bahkan antara sikap dengan perilaku. Keadaan ini disebut
disonansi.
Fenomena kemiskinan adalah salah satu contoh yang dapat menyebabkan
inkonsistensi respon kognitif, afektif dan konatif. Sebenarnya masyarakat petani
yakin bahwa pendidikan itu adalah penting untuk masa depan diri dan anaknya.
Adanya himpitan kemiskinan, ditambah semakin mahalnya biaya hidup seperti
adanya kenaikan tarif dasar listrik, membuat petani memunculkan respon konatif
15
yang tidak sesuai dengan respon kognitif dan afektinya. Petani tidak
memunculkan respon proaktif terhadap program pendidikan karena
penghasilannya semakin tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup selain
makan. Petani akan lebih memilih membelanjakan penghasilannya yang pas-pasan
untuk kebutuhan makan dari pada untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
Pemenuhan kebutuhan makan sehari-hari memberikan pengaruh yang langsung
dan nyata terhadap kelangsungan hidup manusia. Sedangkan kebutuhan akan
pendidikan memberikan efek yang kurang langsung bisa dirasakan oleh manusia.
Hal inilah yang menjadi penyebab adanya inkonsistensi respon dari masyarakat
petani.
B. METODE
Rancangan penelitian adalah deskriptif kualitatif karena peneliti
mendeskripsikan atau menggambarkan dengan kata-kata secara sistematis dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti.
Adapun yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah responsivitas masyarakat
petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto yang
dirinci dalam rumusan masalah penelitian yaitu tentang : (1) bagaimanakah
pemahaman masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,
Kabupaten Mojokerto terhadap pendidikan, (2) bagaimanakah upaya yang
dilakukan masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,
Kabupaten Mojokerto dalam memperoleh pendidikan, (3) apakah yang dilakukan
oleh masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten
Mojokerto dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.
Penelitian dilaksanakan di Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong,
Kabupaten Mojokerto. Pemilihan tempat penelitian ini didasarkan pada beberapa
alasan: 1) asyarakat desa Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten
Mojokerto mayoritasnya adalah masyarakat petani, 2) sebagian besar masyarakat
Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto hidup pada
tingkat pra-sejahtera. Selain itu, di desa tersebut terdapat balita bergizi buruk dan
balita bergizi kurang, 3) desa tersebut memiliki keterbatasan failitas pendidikan,
yaitu hanya memiliki fasilitas pendidikan formal maupun pendidikan non-formal
16
yang minim, hanya ada 1 sekolah dasar, 1 madrasah ibtida’iyah dan hanya ada 1
madrasah tsanawiyah tanpa ada SMA ataupun SMK, 4) di desa Bangeran tidak
terdapat fasilitas pendidikan keterampilan, yang ada hanya lembaga pendidikan
non-formal berupa pondok pesantren. Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat
Desa Bangeran adalah rendah, yaitu hanya lulusan SMP, 5) desa Bangeran
Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto termasuk desa dengan angka
kriminalitas 0%. Di desa tersebut tidak pernah terjadi perialku kriminal seperti
perkelahian, pencurian, perampokan, penjarahan, perjudian, pemakaian miras atau
narkoba, prostitusi, pembunuhan ataupun kejahatan seksual.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi
dokumentasi. Observasi atau pengamatan merupakan metode pengumpulan data
yang dilakukan peneliti dengan cara terjun langsung ke dalam lokasi penelitian
dan melakukan pengamatan secara langsung dan mendalam terhadap obyek
penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan khusus dan pencatatan
secara sistematis atas data-data yang telah diperoleh untuk selanjutnya digunakan
dalam memecahkan persoalan dalam penelitian ini. Metode observasi
dimaksudkan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan fenomena yang
terjadi, khususnya fenomena yang berkaitan dengan fokus penelitian ini.
Pelaksanaan observasi atau pengamatan ini dilakukan setiap kali peneliti
mendatangi lokasi penelitian yaitu masyarakat petani di Desa Bangeran
Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto untuk mengetahui pemahaman
masyarakat petani terhadap pendidikan, upaya yang dilakukan untuk memperoleh
pendidikan dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan. Peneliti
selalu berupaya untuk tidak mengganggu proses kegiatan masyarakat sehingga
memperoleh data yang tepat dan akurat.
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti ada yang melalui perjanjian
terlebih dahulu dan ada yang tidak. Beberapa wawancara direkam dengan
menggunakan hand phone dan beberapa yang lainnya dicatat menggunakan buku
catatan lapangan. Wawancara dilakukan kepada masyarakat petani Desa
Bangeran Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto dan keluarga
petani, perangkat desa dan tokoh masyarakat.
17
Data dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen
tentang profil desa yang meliputi : keadaan umum wilayah Desa Bangeran,
sumber daya alam, sumber daya manusia, fasilitas umum, program pemberdayaan
masyarakat, serta keamanan dan ketertiban masyarakat. Data keadaan umum
wilayah Desa Bangeran berupa: informasi mengenai letak secara geografis,
batas-batas wilayah, jarak dengan ibu kota kabupaten, dan luas wilayah. Data
sumber daya alam berupa informasi mengenai produk pertanian yang dihasilkan
oleh petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto.
Data sumberdaya manusia berupa informasi jumlah penduduk, informasi
mengenai tingkat pertambahan penduduk, informasi mengenai status
kesejahteraan penduduk, informasi mengenai struktur mata pencaharian, tingkat
pendidikan, partisipasi sekolah dasar, dan informasi tentang kualitas angkatan
kerja desa Bangeran.
Data fasilitas umum berupa informasi mengenai fasilitas transportasi,
fasilitas komunikasi, dan fasilitas pendidikan. Data mengenai program
pemberdayaan masyarakat berupa informasi mengenai program pemberdayaan
dan kesejahteraan keluarga (PKK) dan karang taruna di Desa Bangeran.
Sedangkan data keamanan dan ketertiban masyarakat berupa informasi mengenai
konflik etnis konflik agama, perkelahian, pencurian, penjarahan narkoba,
pembunuhan kejahatan seksual maupun prostitusi dan informasi mengenai sistem
keamanan Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto.
Sedangkan data dokumentasi lainnya berupa foto-foto yang terdiri dari foto
keadaan rumah penduduk miskin, foto profil petani dan sawah garapan, foto
keadaan lingkungan desa.
C. TEMUAN PENELITIAN
Berdasarkan hasil kesimpulan pengumpulan data, maka didapatkan temuan
penelitian sebagai berikut:
1. Menurut masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong
Kabupaten Mojokerto, pendidikan dipahami sebagai suatu program untuk
membuat kehidupan lebih baik dalam arti hidup lebih enak, hidup bahagia,
tidak menjadi beban orang tua dan tidak sengsara. Selain itu, pendidikan
18
dimaknai sebagai suatu program untuk merencanakan masa depan yang lebih
baik dan juga dimaknai sebagai program untuk bisa membaca dan menulis.
2. Upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong
Kabupaten Mojokerto untuk memperoleh atau membiayai pendidikan dilakukan
melalui ngenger, kerja yang lebih giat dengan waktu yang lebih lama untuk
mendapatkan biaya pendidikan, melakukan perencanaan biaya dengan cara
mengalokasikan dana untuk biaya pendidikan, berhutang, dan menjual harta
benda.
3. Upaya masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong
Kabupaten Mojokerto untuk meningkatkan kesejahteran adalah dengan mencari
penghasilan sampingan, seperti membuka toko (berdagang dan beternak),
mengatur pengeluaran, berhutang untuk mensukseskan usaha, menyekolahkan
anak hingga pendidikan tinggi agar tidak menjadi beban orang tua di kemudian
hari. Sedangkan upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan meminta do’a
dan bantuan kyai serta meminta bantuan dukun.
D. PEMBAHASAN
1. Pemahaman Masyarakat Petani Desa Bangeran Kecamatan
Dawarblandong Kabupaten Mojokerto terhadap Pendidikan
Pemahaman masyarakat petani terhadap pendidikan ini sesuai dengan
tujuan pendidikan yang termaktub dalam pasal 3 UU no 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan
prinsip pendidikan dalam Undang-undang di atas, yaitu pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis,
dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
19
Pemahaman masyarakat petani bahwa pendidikan adalah program untuk
membuat kehidupan lebih baik dalam arti hidup lebih enak, hidup bahagia, tidak
menjadi beban orang tua dan tidak sengsara serta pendidikan dimaknai sebagai
suatu program untuk merencanakan masa depan yang lebih baik merupakan suatu
respon kognitif yang positif karena sesuai dengan pasal 3 UU no 20 Tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional. Namun jika pemahaman masyarakat petani
terhadap pendidikan hanya sebagai program untuk bisa membaca dan menulis
saja, maka respon kognitif ini adalah respon kognitif yang kurang positif karena
pemahaman ini masih terlalu sempit. Sesuai dengan apa yang tertulis dalam
undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, tujuan
pendidikan tidak hanya untuk bisa membaca dan menulis saja, tapi lebih dari itu.
2. Upaya Masyarakat Petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong
Kabupaten Mojokerto Untuk Mendapatkan Pendidikan
Masyarakat petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong Kabupaten
Mojokerto untuk mendapatkan pendidikan melakukan beberapa upaya. Upaya-
upaya untuk memperoleh atau membiayai pendidikan dilakukan melalui ngenger,
kerja yang lebih giat dengan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan biaya
pendidikan dan melakukan perencanaan biaya dengan cara mengalokasikan dana
alokasi dana untuk biaya pendidikan, berhutang, dan menjual harta benda. Upaya
petani ini merupakan suatu bentuk respon konatif terhadap suatu obyek sikap,
yaitu pendidikan.
Ada petani yang memunculkan respon konatif yang maksimal untuk
mendapatkan pendidikan. Namun, tidak semua petani Desa Bangeran Kecamatan
Dawarblandong Kabupaten Mojokerto melakukan upaya yang maksimal dalam
memperoleh pendidikan. Petani melakukan upaya yang maksimal untuk
mendapatkan pendidikan dengan cara ngenger kepada orang yang lebih pandai,
melalui kerja yang lebih giat untuk mendapatkan biaya pendidikan dan melakukan
perencanaan biaya dengan cara mengalokasikan dana untuk biaya pendidikan,
berhutang, menjual harta benda untuk membiayai pendidikan. Respon petani yang
demikian ini dapat dijelaskan berdasarkan kajian teori keseimbangan (balance
theory) yang dikemukakan oleh Heider (dalam Azwar, 1998:40). Teori
20
keseimbangan menjelaskan bahwa dasar teori ini menekankan pada adanya
hubungan keseimbangan atau ketidakseimbangan antara unsur-unsur individu (I),
orang lain (O), dan objek sikap (Ob). Keadaan seimbang terjadi jika hubungan
antara (I), (O), dan (Ob) berjalan harmonis, sedangkan jika hubungan ketiganya
tidak harmonis menyebabkan timbulnya keadaan tidak seimbang. Teori ini
menegaskan bahwa persepsi orang terhadap bentuk hubungan antara unsur (I),
(O), dan (Ob) memegang peranan penting dalam menentukan keseimbangan yang
terjadi (Azwar, 1998:40).
Petani memberikan respon konatif yang maksimal dikarenakan mereka
telah mampu mencukupi kebutuhan makan sehari-hari dan masih memiliki
kemampuan untuk mencukupi kebutuhan akan pendidikannya. Namun, bagi
petani yang miskin akan lebih memilih untuk mencukupi kebutuhan makan
sehari-hari dari pada mencukupi kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan.
Kompas (Kamis 15 Juli 2010) memberitakan bahwa kebutuhan petani sekarang
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan. Bahkan, masih ada sebagian
petani yang dari hasil Upaya taninya saja tak cukup untuk membeli makanan.
Mereka terpaksa menjadi buruh di tempat lain. Dengan adanya kenaikan Tarif
Dasar listrik (TDL), hidup petani semakin berat.
Respon petani yang tidak maksimal terhadap pendidikan dapat dijelaskan
melalui teori disonansi kognitif (cognitive dissonance) yang dikemukakan oleh
Leon Festinger (dalam Azwar, 1998:83). Dalam teori disonansi kognitif,
perubahan sikap akan mudah terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan (disonansi)
kognitif diantara komponen sikap dalam diri individu. Oleh karenanya, strategi
persuasi menurut teori ini menekankan pada proses manipulasi atau usaha
menimbulkan disonansi dalam diri individu sehingga persuasi akan mudah
menimbulkan perubahan sikap ke arah yang dikehendaki. Asumsi dasar dari teori
ini adalah sikap berubah demi mempertahankan konsistensinya dengan perilaku
nyata. Seringkali manusia dihadapkan pada adanya konflik antara berbagai
kognisi, sikap, bahkan antara sikap dengan perilaku. Keadaan ini disebut
disonansi. Cooper dan Fazio (dalam Azwar, 1998:83-84) menjelaskan empat
langkah sebelum timbul dan menghilangnya disonansi. Pertama, ketidaksesuaian
sikap dan perilaku seseorang haruslah menimbulkan konsekuensi negatif yang
21
tidak diingikan. Apabila ketidaksesuaian itu diperkirakan tidak akan menimbulkan
akibat negative, maka disonansi tidak akan terjadi.
Selain itu, keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan
pendidikan dasar terutama disebabkan tingginya beban biaya pendidikan baik
biaya langsung maupun tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah
secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah tetapi pada kenyataannya masyarakat
tetap harus membayar iuran sekolah. Pengeluaran lain diluar iuran sekolah seperti
pembelian buku, alat tulis, seragam, uang transport, dan uang saku menjadi faktor
penghambat pula bagi masyarakat miskin untuk menyekolahkan anaknya. Di
samping itu sampai dengan tahun 2008 ketersediaan fasilitas pendidikan untuk
jenjang SMP/MTs ke atas di daerah perdesaan, daerah terpencil dan kepulauan
masih terbatas. Hal tersebut menambah keengganan masyarakat miskin untuk
menyekolahkan anaknya karena bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan.
3. Upaya Masyarakat Petani Desa Bangeran Kecamatan Dawarblandong
Kabupaten Mojokerto Untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa upaya masyarakat petani Desa
Bangeran Kecamatan Dawarblandong-Kabupaten Mojokerto untuk meningkatkan
kesejahteran adalah dengan mencari penghasilan sampingan, seperti membuka
toko (berdagang dan beternak), mengatur pengeluaran, berhutang untuk
mensukseskan Upaya, menyekolahkan anak hingga pendidikan tinggi agar tidak
menjadi beban orang tua di kemudian hari. Sedangkan Upaya lain yang bisa
dilakukan adalah dengan meminta do’a dan bantuan kyai serta meminta bantuan
dukun.
Respon konatif lanjutan terhadap pendidikan dari petani Desa Bangeran
Kecamatan Dawarblandong Kabupaten Mojokerto adalah bermacam-macam.
Alangkah baiknya jika masyarakat petani melakukan upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan dengan cara meningkatkan pendidikan karena pendidikan adalah
suatu cara untuk mengatasi kemiskinan. Pendidikan menjadi kunci penting dalam
pengentasan kemiskinan. Surjadi (1989:101) mengatakan bahwa bila kesempatan
akan lapangan berkembang diluar masyarakatnya, maka sekolah dianggap oleh
orang-orang sebagai pintu gerbang bagi anak-anaknya untuk memperoleh
pekerjaan yang baik di luar masyarakatnya. Sekolah dan guru dihargai sebagai
22
alat kemajuan individual dan keluar dari kemiskinan pnghidupan masyarakatnya.
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia unuk
pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan
tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan
baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Bab ini akan mengkaji mengenai
permasalahan pokok pendidikan, dan saling keterkaitan antara pokok tersbut,
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya dan masalah-masalah aktual
beserta cara penanggulangannya.
E. Saran
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan di atas, maka disarankan
kepada beberapa pihak, antara lain sebagai berikut:
1. Kepada Pemerintah, ketika akan menerapkan kebijakan baru, disarankan agar
mempehatikan kesulitan masyrakat miskin, terutama petani miskin. Sebagai
contoh, memberikan kemudahan bagi masyarakat miskin (petani) untuk
memperoleh pendidikan dan tidak menerapkan kebijakan baru mengenai
kenaikan tarif dasar listrik yang membuat hidup masyarakat miskin semakin
sulit. Kebjakan baru ini memberikan efek kenaikan harga bahan pokok lainnya
yang menyebabkan daya beli masyarakat semakin rendah, yang akhirnya
masyarakat miskin akan memunculkan respon yang biasa saja terhadap
pentingnya pendidikan.
2. Kepada masyarakat petani, terutama petani golongan ekonomi pra sejahtera,
disarankan agar berusaha memberikan respon yang maksimal terhadap
pendidikan agar bisa meningkatkan taraf hidupnya pada masa yang akan
datang. Perlu diketahui bahwa pendidikan tidak hanya didapatkan melalui
pendidikan formal di sekolah, melainkan juga bisa didapatkan melalui
pendidikan informal di masyarakat.
3. Kepada peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema penelitian sejenis,
disarankan agar melakukan penelitian sejenis dengan menggunakan pendekatan
lainnya, seperti penelitian dengan pendekatan kuantitaif dan menambahkan
variabel-variabel lain yang berkaitan dengan responsivitas masyarakat terhadap
pendidikan agar didapatkan hasil penelitian yang lebih baik lagi.
23
F. DAFTAR RUJUKAN Ali, Muhammad. 2003. Responsivitas Pemerintah Daerah terhadap Krisis
Ekonomi “Studi Kasus Program Perluasan Lapangan Kerja dan Pendayagunaan Tenaga Penganggur Oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman, Propinsi D. I. Yogyakarta)”. Buletin Pendidikan Volume 7 nomor 1 Bulan Mei 2003. Yogyakarta : Pemerintah Daerah Yogyakarta
Alisjahbana, Armida S. 2010. Pemerintah Targetkan Entaskan 183 Daerah
Tertinggal. (Online); (httpbisniskeuangan.kompas.comread.Pemerintah.Targetkan. Entaskan.183.Daerah.Tertinggal.htm, diakses 09 April 2010)
Anggono, Wigonggo Among. 2009. Perlukah Kekerasan dalam Mendidik?
(Online), (http://www.klubguru.com/index.php, diakses 13 Pebruari 2009) Azwar, Saifuddin. 1998. Sikap Manusia “Teori dan Pengukurannya” Edisi
Kedua. Yogyakarta : Pustaka Pelajar BPS. 2009. Survei Sosial Ekonomi Nasional. Cahyadi, Wisnu. 2009. Gizi Buruk dan Kemiskinan. Harian Pikiran Rakyat edisi
05 Mei 2009. Destiani, Adinda. 2008. Penerimaan Diri Pada Mantan PSK. Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta : TidakDiterbitkan Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta Hamonangan, Agus. 2009. Razia Tidak Menyelesaikan Masalah. (Online)
(http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0611/09/metro/3080677.htm, Diakses 08 April 2010)
Iriani, Erni. 2007. Kajian Kebijakan Good Local Governence dalam Optimalisasi
Organisasi Publik Tahun 2000. Bandung: Pusat Kajian dan Pelatihan Aparatur 1 LAN (PKP2A1-LAN)
Kompas, 15 Juli 2010. Kemiskinan Kian Merisaukan “Kenaikan Tarif Dasar
Listrik Menambah Beban Buruh, Petani dan Nelayan. Kasnodihardjo., Prasojo Rachmalina S., dan Manalu, Helper SP. 2006. Dinamika
Pelacuran di Wilayah Jakarta dan Surabaya dan Faktor Sosio Demografi yang Melatarbelakanginya. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
24
Komunikasi. 2010. Kesiapan Universitas Negeri Malang Menuju Badan Hukum Pendidikan Pemerintah, Laporan Utama “Majalah Komunikasi Tahun 32 no.266 bulan Januari-Maret 2010”.
Liputan6.com. 2010. Akibat Kemiskinan, Penyakit Terus Mendera Anak
Indonesia. (Online); (http://berita.liputan6.com/sosbud/201003/268767/Akibat.Kemiskinan. Penyakit Terus Mendera Anak Indonesia; Diakses 22 Maret 2010)
Moleong, L.J. 1991. Metode Penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya Mustasya, Tata. 2004. Mitos Pendidikan dalam Kemiskinan. Majalah Kompas
Edisi 18 Oktober 2004. Halaman 46. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJMN) tahun 2010-2014. Prabancono, Haryo. 2009. Pendidikan Dalam Mengentaskan Kemiskinan
Masyarakat Pedesaan. (Online), (http.macheda.blog.uns.ac.id20090624pendidikan-dalam-mengentaskan-kemiskinan-masyarakat-pedesaan.htm, diakses 09 April 2010)
Prianti, Martina. 2009. Daerah Tertinggal Di Indonesia “Lima Bulan Terakhir,
Jumlah Daerah Tertinggal Bertambah “. (Online), (httpwww.kontan.co.idindex. phpnasionalnews14430Lima_Bulan_Terakhir_Jumlah_Daerah_Tertinggal_Bertambah.htm; Diakses 09 April 2010)
Rajasa, M. Hatta. 2007. Mengatasi Kemiskinan di Indonesia, Makalah
disampaikan dalam acara "Forum Dialog Terbatas Centre for Information and Development Studies (CIDES)," di Jakarta, pada 26 Juni 2007
Sahdan, Gregorius. 2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa, Artikel - Ekonomi
Rakyat dan Kemiskinan. (Onine); (httpwww.ekonomirakyat.orgedisi_22artikel_ 6.htm; diakses 22 Maret 2010)
Sjafii, Achmad dan Hidayati, Nur Aini. 2009. Genjot Belanja Pendidikan Redam
Kemiskinan. Jurnal Gemari 101/ Tahun X/Juni 2009 Soekirman. 2005. Gizi Buruk, Kemiskinan, dan KKN. (Online).
(http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0506/09/opini/1799285.htm; diakses 08 April 2010)
Sukmadinata, N S. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Surjadi, A. 1989. Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung : Mandar Maju
25
Suryabrata, Sumadi.1998. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Andi Offset
Tempointeraktif.com. 2007. Penjual dan Pembeli Bayi Dibekuk, (Online).
(http://www.tempointeraktif.com.kemiskinan dan penjualan bayi/brk,20070921-108126,id.html, diakses 08 April 2010)
Tempointeraktif.com. 2010. Ibu yang Berniat Jual Bayinya Kebanjiran Bantuan,
(Online). (http://www.tempointeraktif.com.kemiskinan dan penjualan bayi/ brk,20100215-225859,id.html, diakses 08 April 2010)
Waluyo, Dwi Eko. 2000. Karakteristik Sosial Ekonomi Dan Demografi Anak
Jalanan Di Kotamadya Malang. (Online). (www.ITB.JIPTUMM.20Pendidikan /KEmiskinan%20dan%20anjal/gdl.php?mod=browse&node=0, diakses 8 April 2010)
Yunita, Ken. 2006. Desa di Indonesia Masuk Kategori Desa Tertinggal. (Online).,
(http://detik.com. jmlh desa tertinggal.htm, Diakses 9 April 2010)
top related