respons dua varietas tebu (saccharrum officinarum l.) terhadap pemberian fluazifob-p-butyl sebagai...
Post on 21-Jan-2016
338 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1. Alumni Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung
2. Dosen Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung
ABSTRAK
RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)
TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI
ZAT PEMACU KEMASAKAN
Oleh
Muhammad Isnaini1, Indarto
2 dan Dad Resiworo Jekti Sembodo
2
Industri gula saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya dengan
peningkatan daya saing. Kondisi iklim seperti curah hujan yang tinggi di awal
musim panen menyebabkan produksi dan kualitas tebu rendah. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu, salah satunya adalah
dengan teknologi pengaplikasian zat pemacu kemasakan (ZPK).
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK
pada pertumbuhan dan kualitas nira tebu dan mengetahui perbedaan respons varietas
terhadap dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK serta mengetahui interaksi antara
varietas tebu dengan pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.
Perlakuan disusun secara faktorial (2 x 5) dalam Rancangan Petak Terbagi
(RPT-RKTS) dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas tebu sebagai
petak utama terdiri atas varietas RGM 99-213 dan R 570. Faktor kedua adalah dosis
ZPK sebagai anak petak terdiri atas kontrol (tanpa ZPK), dosis 0,30; 0,35; 0,40; dan
0,45 l/ha. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji dengan Bartlett. Bila homogen,
data disidik ragam dan aditivitas ragam diuji dengan Tukey. Bila F hitung berbeda
maka pemisahan nilai tengah dilakukan dengan BNT 5%.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian ZPK akan meningkatkan nilai
brix tebu mulai dari 2 sampai 4 MSA lalu pada 6 MSA menurun lagi. Pemberian
ZPK tidak menekan pertumbuhan jarak antarcincin daun tetapi dapat meningkatkan
jumlah daun dan diameter batang varietas RGM 99-213 serta dapat menurunkan
jumlah daun dan diameter batang varietas R 570; varietas RGM 99-213 memiliki
pertumbuhan dan kualitas nira yang lebih baik dibandingkan varietas R 570; dan
pengaruh fluazifob-p-butyl sebagai ZPK ditentukan oleh dosis dan varietas tebu pada
jumlah daun, diameter batang, nilai brix 2 dan 4 MSA, dan pertumbuhan tinggi
tunas.
Kata kunci: fluazifob-p-butyl, zat pemacu kemasakan, tebu.
ABSTRAK
RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.)
TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI
ZAT PEMACU KEMASAKAN
Oleh
Muhammad Isnaini
Industri gula saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam
kaitannya dengan peningkatan daya saing. Kondisi iklim seperti
curah hujan yang tinggi di awal musim panen menyebabkan
produksi dan kualitas tebu rendah. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu, salah
satunya adalah dengan teknologi pengaplikasian zat pemacu
kemasakan (ZPK).
Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui pengaruh dosis
fluazifob-p-butyl sebagai ZPK pada pertumbuhan dan kualitas nira
tebu; (2) mengetahui perbedaan respons varietas terhadap dosis
fluazifob-p-butyl sebagai ZPK; dan (3) mengetahui interaksi antara
varietas tebu dengan pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.
Isnaini
Penelitian ini dilaksanakan di Research and Development PT
Gunung Madu Plantations, Gunung Batin Lampung Tengah dari
bulan Juni hingga Oktober 2006. Perlakuan disusun secara
faktorial (2 x 5) dalam Rancangan Petak Terbagi (RPT-RKTS)
dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas tebu sebagai
petak utama terdiri atas varietas RGM 99-213 dan R 570. Faktor
kedua adalah dosis ZPK sebagai anak petak terdiri atas kontrol
(tanpa ZPK), dosis 0,30; 0,35; 0,40; dan 0,45 l/ha. Data yang
diperoleh direrata. Homogenitas ragam antarperlakuan diuji
dengan Bartlett. Bila homogen, data disidik ragam dan aditivitas
ragam diuji dengan Tukey. Bila F hitung berbeda maka
pemisahan nilai tengah dilakukan dengan BNT 5%.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa (1) pemberian ZPK akan
meningkatkan nilai brix tebu mulai dari 2 sampai 4 MSA lalu pada
6 MSA menurun lagi. Pemberian ZPK tidak menekan
pertumbuhan jarak antarcincin daun tetapi dapat meningkatkan
jumlah daun dan diameter batang varietas RGM 99-213 serta
dapat menurunkan jumlah daun dan diameter batang varietas
R 570; (2) varietas RGM 99-213 memiliki pertumbuhan dan
kualitas nira yang lebih baik dibandingkan varietas R 570; dan (3)
pengaruh fluazifob-p-butyl sebagai ZPK ditentukan oleh dosis dan
varietas tebu pada jumlah daun, diameter batang, nilai brix 2 dan
4 MSA, dan pertumbuhan tinggi tunas.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Research and Development PT
Gunung Madu Plantations, Gunung Batin, Lampung Tengah mulai
dari bulan Juni 2006 sampai dengan Oktober 2006.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan adalah tanaman tebu varietas RGM 99-213
dan R 570 yang berumur 11 bulan, air, dan senyawa kimia
fluazifob-p-butyl (Fusilade Super 125 EC ) sebagai Zat Pemacu
Kemasakan (Cane Ripener).
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan adalah sprayer punggung jenis Matabi,
refractometer, tusukan brix, golok, jangka sorong, penggaris, oven
pengering, timbangan, ember plastik, gelas ukur, meteran, tali
plastik, label, dan perlengkapan lain yang diperlukan.
23
3.3 Metode Penelitian
Perlakuan disusun secara faktorial (2 x 5) dalam Rancangan Petak
Terbagi (RPT-RKTS) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama
adalah varietas tebu yaitu RGM 99-213 dan R 570 yang diterapkan
sebagai petak utama (main treatment). Faktor kedua adalah dosis
fluazifob-p-butyl yang terdiri atas 5 taraf dosis yaitu 0 l/ha
(kontrol); 0,30 l/ha; 0,35 l/ha; 0,40 l/ha; dan dosis 0,45 l/ha yang
diterapkan sebagai anak petak (sub treatment). Tata letak
percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.
D2V2
D3V2
D4V2
D0V2
D1V2
D2V1
D3V1
D4V1
D0V1
D1V1
Ulangan I
D2V2
D0V2
D1V2
D4V2
D3V2
D2V1
D0V1
D1V1
D4V1
D3V1
Ulangan II
D0V2
D4V2
D3V2
D1V2
D2V2
D0V1
D4V1
D3V1
D1V1
D2V1
Ulangan III
Keterangan
D0V2 = Kontrol Varietas R 570
D0V1 = Kontrol Varietas RGM 99-213
D1V2 = Dosis ZPK 0,30 l/ha Varietas R 570
D1V1 = Dosis ZPK 0,30 l/ha Varietas RGM 99-213
D2V2 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas R 570
D2V1 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas RGM 99-213
D3V2 = Dosis ZPK 0,40 l/ha Varietas R 570
D3V1 = Dosis ZPK 0,40 l/ha Varietas RGM 99-213
D4V2 = Dosis ZPK 0,45 l/ha Varietas R 570
D4V1 = Dosis ZPK 0,45 l/ha Varietas RGM 99-213
Gambar 2. Denah tata letak percobaan
24
Petak percobaan untuk satu satuan percobaan berukuran
5 m x 3 m dengan jarak tanam 1,5 m untuk varietas RGM 99-213
dan R 570.
3.4 Analisis Data Data yang diperoleh direrata. Homogenitas ragam antarperlakuan
diuji dengan uji Bartlett. Bila homogen, data disidik ragam dan
aditivitas ragam diuji dengan uji Tukey. Bila F hitung berbeda
maka pemisahan nilai tengah dilakukan dengan BNT 5%. Alat
bantu komputerisasi yang digunakan adalah program software
statistik SXW for Windows version 0.0.0.0.
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Persiapan sebelum aplikasi Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain penentuan varietas
tanaman tebu, penentuan dosis ZPK, penentuan petak percobaan,
dan kalibrasi sprayer. Kalibrasi sprayer ini bertujuan untuk
menentukan volume semprot dan kecepatan jalan operator
sehingga diharapkan efektif dan efisien dalam aplikasi ZPK.
Volume semprot yang digunakan adalah hasil perhitungan
kalibrasi sebesar 866 l/ha atau 1,3 l/petak perlakuan.
25
3.5.2 Aplikasi ZPK Aplikasi ZPK dilakukan pada hari Kamis tanggal 22 Juni 2006
(pagi hari pukul 05.30—08.00 WIB) yaitu dengan menggunakan
sprayer punggung jenis Matabi yang dimodifikasi dengan stick
sprayer yang berbentuk T dan masing-masing ujung terdapat
sebuah nosel polyjet warna biru tipe kipas. Spesifikasi stick
sprayer tersebut adalah panjang ± 3 m dan panjang tangkai nosel
± 60 cm seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Alat stick spraying
Dalam pelaksanaan aplikasi dibutuhkan dua orang yaitu satu
orang yang membawa sprayer dan satu orang lainnya membantu
membawa alat stick sprayernya. Keduanya berjalan bersamaan.
60 cm
3 m
nosel polyjet warna biru tipe kipas
26
Pengamatan
� Kondisi awal tanaman
Pengamatan kondisi awal tanaman dilakukan pada 3 hari sebelum
pelaksanaan aplikasi ZPK. Peubah yang diamati antara lain jarak
antarcincin daun, diameter batang, jumlah daun, dan nilai brix.
� Pertumbuhan tanaman tebu (1) Jarak antarcincin daun (collar)
Pengamatan jarak antarcincin daun (collar) dilakukan pada tiap
minggu sekali yaitu 2, 4, dan 6 MSA dengan menggunakan
penggaris. Jarak yang diukur adalah jarak daun +1 sampai
dengan daun +5 seperti Gambar 4.
Gambar 4. Jarak antarcincin daun (collar)
Cincin Daun
Cincin Daun
27
(2) Diameter batang Pengamatan diameter batang dilakukan pada setiap dua minggu
sekali yaitu 2, 4, dan 6 MSA dengan menggunakan alat jangka
sorong. Diameter yang diamati adalah bagian pangkal, tengah,
dan pucuk. Pengukurannya dilakukan pada bagian tengah ruas
yaitu di antara buku-buku batang tanaman pada masing-masing
bagian pangkal, tengah, dan pucuk. Diameter batang atas diukur
setelah 5 ruas dari pucuk, diameter batang tengah diukur setelah
5 ruas dari batas pengukuran diameter batang atas, dan diameter
batang bawah diukur setelah 5 ruas dari pangkal batang.
(3) Jumlah daun
Pada pengamatan ini, daun yang dihitung adalah daun yang
secara morfologi sudah membentuk cincin daun dan helaian daun
membuka sempurna. Daun yang dihitung merupakan daun yang
masih hijau dan masih menempel pada ruas-ruas batang.
� Gejala keracunan daun
Pengamatan dilakukan secara visual dengan cara memperhatikan
perubahan warna daun pada masing-masing perlakuan. Gejala
toksisitas biasanya ditunjukkan oleh adanya perubahan warna
daun dari hijau menjadi kuning kemudian mengering. Gejala
28
khas yang diakibatkan oleh aplikasi fluazifob-p-butyl adalah
adanya nekrotik pada bagian pucuk tebu.
� Kualitas nira tebu dan rendemen Untuk mengetahui kualitas nira tebu maka dilakukan dua analisis
yaitu analisis nira di lapangan dan analisis nira di laboratorium.
Tujuan analisis nira di lapangan adalah untuk mengetahui
bagaimana perkembangan kualitas nira setelah pemberian ZPK
fluazifob-p-butyl yaitu menganalisis brix di lapangan sedangkan
analisis nira di laboratorium bertujuan untuk mengetahui kualitas
nira seperti banyaknya nira, brix, pol, purity, dan rendemen.
(1) Analisis brix di lapangan Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali (2, 4, dan 6 MSA)
yaitu dengan menggunakan alat ukur brix tipe hand refractometer.
Prinsip alat ini adalah pembiasan sinar yang melalui cairan nira
dan akan diproyeksikan ke skala. Cara analisisnya adalah
mengambil nira dalam batang tebu dengan tusukan brix dan
memasukkannya ke dalam kotak lensa yang ada pada
refractometer lalu amati skalanya dengan meneropongnya. Batang
yang dianalisis brix adalah batang tebu bagian pucuk dan tengah.
29
(2) Analisis kualitas nira dan rendemen di laboratorium Peubah kualitas nira tebu yang diamati adalah rata-rata bobot
batang, persen nira, potensi pol, brix, purity (kemurnian), dan
rendemen yang dinyatakan dalam persen (%). Persen nira adalah
banyaknya nira dalam batang tebu yang dinyatakan dalam persen
(%). Persen nira merupakan perbandingan bobot nira dengan bobot
batang dikali 100%. Pol (%) adalah angka yang menyatakan berapa
persen kandungan sukrosa di dalam nira, brix (%) adalah angka
yang menyatakan berapa persen kandungan sukrosa dan non
sukrosa di dalam nira, purity adalah perbandingan antara pol dan
brix yang dinyatakan dalam persen, dan rendemen adalah gula
yang dihasilkan oleh batang tebu yang digiling (kandungan gula
yang terdapat dalam batang tebu). Pengamatan tersebut dilakukan
pada 6 MSA. Jumlah contoh tanaman sampel yang akan dianalisis
di laboratorium adalah 12 batang yang diambil pada setiap petak
percobaan. Letak pengambilan contoh tanaman ditentukan secara
sistematis. Batang tebu dengan panjang lebih dari 1 m dipotong
tepat setinggi permukaan tanah.
Analisis pol menggunakan alat polarimeter dimana nira hasil
gilingan contoh batang dijernihkan dulu dengan 2 gr larutan
aluminium oksida (Al2O3) dan 0,6 gr larutan karbon hidroksida
(C4(OH)2). Nira yang dijernihkan tadi disaring dengan kertas
whatman, selanjutnya hasil saringan dimasukkan ke dalam
30
tabung pol 200 mm kemudian dibaca polarisasinya di polarimeter.
Hasil pembacaan dicatat dan dihitung dengan menggunakan
rumus
terkoreksibelum)(SG
0,26xPembacaannira%Pol
brixGravitySpecifik
rpolarimete=
Keterangan: 0,26 = konstanta dari rumus Nilai SG = tergantung dari nilai brix yang diperoleh.
Analisis brix yang dilakukan di laboratorium menggunakan
hydrometer yaitu sebuah alat yang mempunyai prinsip dasar berat
jenis larutan. Alat ini dimasukkan ke dalam tabung brix yang
telah diisi dengan nira. Kepekatan atau berat jenis nira akan
menentukan hydrometer ini lebih terapung atau tidak. Apabila
niranya lebih pekat maka berat jenisnya lebih besar daripada
hydrometer sehingga akan menyebabkan hydrometer terapung.
Untuk mengetahui besarnya nilai brix dapat dilihat pada skala
yang ada di hydrometer.
Untuk mencari nilai purity (harkat kemurnian) dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut
100%Kontrol
PolPersenKemurnian/ ×
=
BrixPurity
Rendemen adalah kandungan gula di dalam batang tebu yang
dinyatakan dengan persen. Untuk mendapatkan rendemen
digunakan rumus sebagai berikut
31
rendemenFaktorniraNilaiRendemen ×=
Keterangan: )0,4(1,4niraNilai brix−= pol
0,5884standarrendemen,Faktor =
� Kadar air
Pengukuran kadar air batang tebu dilakukan dengan cara
menimbang masing-masing potongan ruas untuk memperoleh
bobot basah batang sampel. Selanjutnya masing-masing potongan
ruas dikeringkan menggunakan oven selama 48 jam. Setelah
dikeringkan kemudian ditimbang lagi sehingga diperoleh bobot
kering batang sampel. Setelah didapatkan bobot basah dan bobot
kering batang sampel maka dapat dilakukan penghitungan kadar
air. Kadar air diperoleh dari selisih antara bobot basah dan bobot
kering.
100%xBB
BKBBKA
−=
Keterangan: KA = Kadar air (%) BB = Bobot basah batang sampel (gr) BK = Bobot kering batang sampel (gr) � Pertumbuhan ratoon (1) Populasi pertunasan
Pengamatan dilakukan dua kali, yaitu pada 3 dan 6 minggu
setelah tebang (MST) dengan menghitung jumlah tunas keprasan
32
yang tumbuh pada satu jalur tanam atau sepanjang 5 m x 3 m
untuk masing-masing ulangan.
(2) Tinggi tunas
Pengamatan dilakukan dua kali, yaitu pada 3 dan 6 MST dengan
cara mengukur tinggi tunas keprasan dari bagian pangkal sampai
dengan ujung daun tertinggi.
(3) Persentase tunggul bertunas (PTB) Pengamatan persentase tunggul bertunas dilakukan 2 kali yaitu
pada 3 dan 6 MST. Persentase tunggul bertunas yang diamati
adalah jumlah tunggul yang belum tumbuh tunas dan jumlah
tunggul yang sudah tumbuh tunas. Setelah didapat jumlahnya
lalu dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus di
bawah ini
100%xtotaltunggulJumlah
bertunastunggulJumlahPTB =
RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI
ZAT PEMACU KEMASAKAN
(Skripsi)
Oleh
Muhammad Isnaini
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2007
RESPONS DUA VARIETAS TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP PEMBERIAN FLUAZIFOB-P-BUTYL SEBAGAI
ZAT PEMACU KEMASAKAN
Oleh
Muhammad Isnaini
Skripsi
sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
pada
Program Studi Agronomi
Jurusan Budidaya Pertanian
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2007
D2V2
D3V2
D4V2
D0V2
D1V2
D2V1
D3V1
D4V1
D0V1
D1V1
D2V2
D0V2
D1V2
D4V2
D3V2
D2V1
D0V1
D1V1
D4V1
D3V1
D0V2
D4V2
D3V2
D1V2
D2V2
D0V1
D4V1
D3V1
D1V1
D2V1
Keterangan
D0V2 = Kontrol
Varietas R 570
D0V1 = Kontrol
Varietas RGM 99-213 D1V2 = Dosis ZPK 0,30 l/ha
Varietas R 570 D1V1 = Dosis ZPK 0,30 l/ha Varietas RGM 99-213
D2V2 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas R 570
D2V1 = Dosis ZPK 0,35 l/ha Varietas RGM 99-213
D3V2 = Dosis ZPK 0,40 l/ha
Varietas R 570
D3V1 = Dosis ZPK 0,40 l/ha
Varietas RGM 99-213 D4V2 = Dosis ZPK 0,45 l/ha
Varietas R 570
D4V1 = Dosis ZPK 0,45 l/ha
Varietas RGM 99-213
iii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .......................................... ......................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................ ........ xi
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang dan Masalah ................................... 1
Perumusan Masalah Penelitian ................................ 4
Tujuan Penelitian .................................................. .. 4
Manfaat Penelitian .................................. ................ 5
Kerangka Teoritis ................................................... 5 Landasan teori ............................................... 5 Kerangka pemikiran ....................................... 8 Hipotesis ........................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Tebu ................ 11 Taksonomi tanaman tebu dan kegunaannya .................................................. 11 Morfologi tanaman tebu .......................................... 13
Ekologi Tanaman Tebu ............................................ 15
Peran Zat Pemacu Kemasakan dalam Pertumbuhan dan Kualitas Nira Tebu ............................................ 16
Peran Varietas Tebu ................................................ 19
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................. 22
3.2 Bahan dan Alat .......................... ............................ 22
3.2.1 Bahan ........................................................... 22
3.2.2 Alat ............................................................... 22
iv
Halaman 3.3 Metode Penelitian ............. ...................................... 23
3.4 Analisis Data .......................................................... 24
3.5 Pelaksanaan Penelitian ............................... ............ 24
3.5.1 Persiapan sebelum aplikasi ........................... 24
3.5.2 Aplikasi ZPK ................................................. 25
3.5.3 Pengamatan .................................................. 26
� Kondisi awal tanaman .............................. 26 � Pertumbuhan tanaman tebu .................... 26
(1) Jarak antarcincin daun ...................... 26 (2) Diameter batang ................................. 27 (3) Jumlah daun ...................................... 27
� Gejala keracunan daun ............................ 27 � Kualitas nira tebu dan rendemen ............. 28
(1) Analisis brix di lapangan ..................... 28 (2) Analisis kualitas nira dan rendemen di
laboratorium ....................................... 29 � Kadar air ................................................. 31 � Pertumbuhan ratoon .................................. 31
(1) Populasi pertunasan ........................... 31 (2) Tinggi tunas ........................................ 32 (3) Persentase tunggul bertunas (PTB) ...... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .................................................................. ..... 33
4.1.1 Kondisi awal tanaman ................................... 33
4.1.2 Rangkuman hasil analisis ragam .................... 34
4.1.3 Pengamatan pertumbuhan tanaman tebu .... .. 36 4.1.1.1 Jarak antarcincin daun ...................... 36 4.1.1.2 Jumlah daun ..................................... 36 4.1.1.3 Diameter batang ................................. 38
4.1.2 Pengamatan keracunan daun .... ..................... 39
4.1.3 Pengamatan bobot dan kualitas nira tebu .. .... 40 4.1.3.1 Brix di lapangan ................................. 40 4.1.3.2 Bobot, kualitas nira, dan rendemen tebu di laboratorium .......................... 42 4.1.3.3 Kadar air batang tebu ........................ 44
4.1.4 Pengamatan pertumbuhan ratoon .................. 45 4.1.4.1 Populasi pertunasan ......................... 45 4.1.4.2 Tinggi tunas ...................................... 46
v
Halaman 4.1.4.3 Persentase tunggul bertunas (PTB) .... 47
4.2 Pembahasan .................................... ........................ 48
4.2.1 Pertumbuhan tanaman ................................... 48
4.2.2 Kualitas nira tebu ........................................... 51
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ........................................................ ..... 55
4.2 Saran ................................................................. ..... 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................. ............. 57
LAMPIRAN
Tabel (14—75) ................................................................ 60
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Kondisi awal tanaman pada saat aplikasi ZPK ................. 33
2. Rangkuman analisis ragam untuk respons varietas
dan dosis fluazifob-p-butyl terhadap pertumbuhan dan kualitas nira tebu ..................................................... 35
3. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jarak
antarcincin daun 2, 4, dan 6 MSA .................................... 36 4. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jumlah
daun 2, 4, dan 6 MSA ...................................................... 38 5. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada
diameter batang 2, 4, dan 6 MSA ..................................... 39 6. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai
brix 2 dan 4 MSA ............................................................. 41 7. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai
brix 6 MSA ....................................................................... 42 8. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada
rata-rata bobot batang 6 MSA ........................................... 43 9. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada
kualitas nira tebu yang dianalisis di laboratorium 6 MSA .. 44
10. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada kadar air batang tebu ................................................................ 45
11. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada
populasi pertunasan 3 dan 6 MSA ................................... 46 12. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada tinggi
tunas 3 dan 6 MST ......................................................... 57
vii
Tabel Halaman 13. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada persentase tunggul bertunas 3 dan 6 MST ............. .......... 48 14. Deskripsi Varietas RGM 99-213 dan R 570 ...................... 60 15. Data jarak antarcincin daun pada saat aplikasi ZPK ....... 61 16. Data diameter batang tebu pada saat aplikasi ZPK ......... 61 17. Data jumlah daun tebu pada saat aplikasi ZPK ............... 62 18. Data brix tebu pada saat aplikasi ZPK ............................. 62 19. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam jarak antarcincin daun .................................................... 63 20. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu pada
2 MSA ............................................................................. 63 21. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 2 MSA . 64 22. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu pada
4 MSA .............................................................................. 64 23. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 4 MSA . 65 24. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu pada
6 MSA .............................................................................. 65 25. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 6 MSA . 66 26. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam
antarperlakuan diameter batang tebu .............................. 66 27. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 2 MSA 67 28. Analisis ragam diameter batang tebu pada 2 MSA ............ 67 29. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 4 MSA 68 30. Analisis ragam diameter batang tebu pada 4 MSA ............ 68 31. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 6 MSA 69 32. Analisis ragam diameter batang tebu pada 6 MSA ............ 69
viii
Tabel Halaman 33. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam
antarperlakuan jumlah daun tebu ................................... 70 34. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 2 MSA ... 70 35. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 2 MSA ................. 71 36. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 4 MSA .... 71 37. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 4 MSA ................. 72 38. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 6 MSA .... 72 39. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 6 MSA ................. 73 40. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam
antarperlakuan kualitas nira tebu ................................... 73
41. Data hasil pengamatan brix tebu pada 2 MSA .................. 74 42. Analisis ragam brix tebu pada 2 MSA ............................... 74 43. Data hasil pengamatan brix tebu pada 4 MSA .................. 75 44. Analisis ragam brix tebu pada 4 MSA ............................... 75 45. Data hasil pengamatan brix tebu pada 6 MSA .................. 76 46. Analisis ragam brix tebu pada 6 MSA ............................... 76 47. Data hasil pengamatan kadar air tebu ............................. 77 48. Analisis ragam kadar air tebu .......................................... 77 49. Data hasil pengamatan berat per batang tebu .................. 78 50. Analisis ragam berat per batang tebu ............................... 78 51. Data hasil pengamatan persen nira tebu .......................... 79 52. Analisis ragam persen nira tebu ....................................... 79 53. Data hasil pengamatan pol ............................................... 80 54. Analisis ragam pol ............................................................ 80
ix
Tabel Halaman 55. Data hasil pengamatan purity .......................................... 81 56. Analisis ragam purity ....................................................... 81 57. Data hasil pengamatan brix ............................................. 82 58. Analisis ragam brix .......................................................... 82 59. Data hasil pengamatan rendemen tebu ............................ 83 60. Analisis ragam rendemen tebu ......................................... 83 61. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam
antarperlakuan populasi tunas tebu ................................. 84 62. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 3 MST . 84 63. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 3 MST .............. 85 64. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 6 MST . 85 65. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 6 MST .............. 86 66. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam
antarperlakuan tinggi tunas tebu ..................................... 86 67. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 3 MST ...... 87 68. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 3 MST .................. 87 69. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 6 MST ...... 88 70. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 6 MST .................. 88 71. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam
antarperlakuan persentase tunggul bertunas tebu ............ 89 72. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas (PTB)
pada 3 MST ..................................................................... 89 73. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada
3 MST .............................................................................. 90 74. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas (PTB)
pada 6 MST ..................................................................... 90
x
Tabel Halaman 75. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada
6 MST .............................................................................. 91
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Rumus bangun fluazifob-p-butyl ...................................... 18 2. Denah tata letak percobaan ............................................. 23 3. Alat stick spraying ............................................................... 25 4. Jarak antarcincin daun (collar) ........................................ 26 5. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570 pada
4 MSA ............................................................................. 40 6. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570 pada
6 MSA ............................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA
Devlin, R. M. 1983. Plant Physiology. PWS Publisher. Boston. 508 pp. Donaldson, R. A. 1989. Effects of various rates of fusilade super
as a ripener on the sugarcane variety N14. Proceeding South Africa Sugar Technol Ass 61 : (in Press).
Donaldson, R. A. dan Van Staden, J. 1989. A review of chemicals
used as ripeners of sugarcane in South Africa. In Plant Physiology. 20: 647-655
Hadisaputro, S. 1996. Petunjuk teknis penggunaan teknologi zat
pemacu kemasakan (Cane Ripener). Seri Pedoman P3GI-3. Pasuruan, 20 hlm.
Hasibuan, O.P. 1986. Fisiologi dan Kualitas Nira. Divisi Riset
Agronomi PT Gunung Madu Plantations. Lampung Tengah. 18 hlm.
Hardjasudjana, D.S. 1992. Potensi produksi tanaman keprasan
sembilan varietas tebu PS 84 di wilayah PT Perkebunan IX. Buletin Pertanian dan Peternakan. 6(2): 24—41.
Indarto. 1996. Sistem olah tanah dan pertumbuhan tebu. Jurnal
Penelitian. 1(7): 99—113. Indarto. 2002. Budidaya Tebu di Lahan Kering. Makalah yang
disajikan pada Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) pada tanggal 30 September—1 Oktober 2002. Hlm 63—67.
Indarto. 2005. Tanaman Penghasil Gula dan Minyak, bahan
perkuliahan mata kuliah Tanaman Penghasil Gula dan Minyak. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
58
Irmawan, Y. 1993. ”Pengaruh Pupuk TSP terhadap Pertumbuhan Dua Varietas Tebu hingga Fase Pembentukan Anakan”. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 65 hlm.
Kuntohartono, T. 2000. Stadium kemasakan tebu. Majalah
Triwulan Gula Indonesia. 2(XXV): 57 hlm. Marpaung, T.G. 1990. Pengaruh Roundup dan Fusilade sebagai
senyawa pemacu kemasakan tanaman tebu terhadap produksi gula pada perkebunan tebu PT Perkebunan IX. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor: 126 hlm.
Nickell, L.G. 1997. Sugarcane. In Nickell (Ed.) Plant Growth
Regulating Chemicals. I :185-198. Oezer, Y. 1993. Agroteknologi Tebu di Lahan Kering. Arikha
Media Cipto. Jakarta. Pesticides@fluoridealert.org. 2006. Fluazifob-p-butyl.
http://www.fluaridealert.org/pesticides/fluazifob-p-butyl.page.htm. pp. Diakses tanggal 11 April 2007.
Rahayu, R. 2006. “Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan
Pupuk Silika pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Varietas GM 25”. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 70 hlm.
Riyanto, H. 2005. “Dampak Aplikasi ZPK terhadap Kandungan
Air di Dalam Batang Tebu”. Makalah Seminar R&D bidang Agronomi PT Gunung Madu Plantations. 3 hlm.
Rostron, H., J.P. Barnes, D.A. Jenkins, C.M. Marsh, R.A. Parke,
and A.J. Van Coller. 1986. Recent sugarcane ripening experiments with fusilade super. In Clayton, J. L. And H. Handojo (Ed.) Proceeding XIX Congress of International Society of Sugarcane Technologists. Jakarta Indonesia. Pp.252-257.
Salisbury, F.B. dan Cleon, W.R. 1995. Fisiologi Tumbuhan : Jilid
3 yang diterjemahkan oleh Diah R. Lukman dan Sumaryono dari buku Plant Physiology. Institut Teknologi Bandung. Bandung. 343 hlm.
Sembodo, D.R.J. 2005. Herbisida dan Lingkungan I (Bahan
kuliah). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 34 hlm.
59
Sembodo, D.R.J., Indarto, dan A. Sudarijanto. 2005. Penggunaan Herbisida Rumpas 120 EW sebagai Cane Ripener. Laporan Penelitian Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Lampung Kerja sama dengan PT Bayer Indonesia Tbk dan P3GI Kebun Percobaan Cinta Manis. Bandar Lampung. 17 hlm.
Sudarijanto, A. 1996. Zat Pemacu Kemasakan Tebu. P3GI.
Sumatera Selatan. 10 hlm. Sugiharto, B. 2001. ”Identifikasi dan Karakterisasi Multi-Bentuk
Sucrose-Phosphate Synthase pada Tanaman Tebu”. Jurnal Ilmu Dasar. 2 (2): 72-78
Suranto, T. A. dan Sujuri. 2006. Pengujian zat pemacu
kemasakan tebu fluazifob-p-butyl. Tabloid Dwiwulan Progresta. 4: 1—2.
Suryani T. dan Purwadi. 1998. Pengaruh Dosis Herbisida Fluazifop-p-butyl terhadap Kemasakan Tiga varietas Tebu.
Laporan Penelitian. Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta. 9 hlm.
Yuschal. 1993. Peningkatan rendemen varietas pengembangan
dengan zat pemacu kemasakan. Berita P3GI. 11 Wikipedia Indonesia. 2006. Tebu.
http://www.wikipedia.org/wiki/Tebu.page.htm. pp. Diakses tanggal 15 Oktober 2006.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kondisi awal tanaman
Kondisi awal tanaman menunjukkan bahwa varietas RGM 99-213
memiliki diameter batang, jumlah daun, dan brix yang lebih tinggi
daripada varietas R 570. Pada jarak antarcincin daun, varietas
RGM 99-213 menghasilkan jarak antarcincin daun yang lebih
rendah dibandingkan varietas R 570 (Tabel 1).
Tabel 1. Kondisi awal tanaman pada saat aplikasi ZPK
Variabel Pengamatan Varietas RGM 99-213
Varietas R 570
Rataan
Jarak antarcincin daun (cm) 6,18 6,74 6,46 Diameter batang (cm) 2,72 2,47 2,60
Jumlah daun (helai per tanaman) 7,83 5,80 6,82 Brix (%) 14,76 9,02 11,89
34
4.1.2 Rangkuman hasil analisis ragam
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas dan dosis
fluazifob-p-butyl menghasilkan interaksi yang nyata terhadap
jumlah daun, diameter batang, brix (2 dan 4 MSA), dan tinggi tunas
ratoon. Pada jarak antarcincin daun, bobot dan kualitas tebu (nira,
brix, pol, purity, dan rendemen) pada 6 MSA, kadar air, populasi
pertunasan, dan persentase tunggul bertunas tidak berinteraksi
nyata setelah pemberian dosis fluazifob-p-butyl pada varietas
RGM 99-213 dan R 570 (Tabel 2).
Perlakuan dosis fluazifob-p-butyl yang telah diterapkan pada
varietas tebu menghasilkan pengaruh yang nyata terhadap brix
tebu pada 4 dan 6 MSA, populasi pertunasan pada 6 MST, dan
tinggi tunas pada 3 MST. Perlakuan varietas tebu memberikan
respons yang nyata terhadap jarak antarcincin daun pada 6 MSA,
jumlah daun, diameter batang pada 2 MSA, brix, bobot dan
kualitas nira, populasi pertunasan pada 3 MST, dan tinggi tunas
pada 3 MST (Tabel 2).
35
Tabel 2. Rangkuman analisis ragam untuk respons varietas dan dosis fluazifob-p-butyl terhadap pertumbuhan dan kualitas nira tebu
No Variabel
Perlakuan
Varietas (A)
Dosis ZPK (B)
A x B
1. Jarak Antarcincin Daun Pengamatan 2 MSA tn tn tn Pengamatan 4 MSA tn tn tn Pengamatan 6 MSA * tn tn
2. Jumlah Daun Pengamatan 2 MSA ** tn ** Pengamatan 4 MSA ** tn * Pengamatan 6 MSA ** tn *
3. Diameter Batang Pengamatan 2 MSA * tn ** Pengamatan 4 MSA tn tn ** Pengamatan 6 MSA tn tn *
4. Brix Perminggu Pengamatan 2 MSA ** tn ** Pengamatan 4 MSA * ** * Pengamatan 6 MSA ** * tn
5. Bobot Per Batang Tebu ** tn tn
6. Kualitas Nira Tebu dan Rendemen di Laboratorium
Nira 6 MSA * tn tn Brix 6 MSA ** tn tn Pol 6 MSA ** tn tn Purity 6 MSA ** tn tn Rendemen 6 MSA ** tn tn
7. Kadar Air tn tn tn
8. Populasi Pertunasan Pengamatan 3 MST * tn tn Pengamatan 6 MST tn * tn
9. Tinggi Tunas Pengamatan 3 MST * * ** Pengamatan 6 MST tn tn *
10. Persentase Tunggul Bertunas Pengamatan 3 MST tn tn tn Pengamatan 6 MST tn ** tn
Keterangan: * = nyata pada P ≤ 0,05 ** = nyata pada P ≤ 0,01 tn = tidak nyata pada P ≤ 0,05 MSA = minggu setelah aplikasi MST = minggu setelah tebang
36
4.1.3 Pengamatan pertumbuhan tanaman tebu 4.1.3.1 Jarak antarcincin daun Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis ZPK tidak
mempengaruhi jarak antarcincin daun pada kedua varietas tebu.
Perbedaan jarak antarcincin daun kedua varietas dapat dijumpai
pada 6 MSA, varietas RGM 99-213 menghasilkan jarak antarcincin
daun yang lebih besar daripada varietas R 570 (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jarak
antarcincin daun 2, 4, dan 6 MSA
Perlakuan Jarak antarcincin daun (cm)
2 MSA 4 MSA 6 MSA
RGM 99-213 7,13 a 7,42 a 7,69 a R 570 7,35 a 7,53 a 7,20 b
BNT0,05 1,04 1,19 0,44
Kontrol 7,52 a 7,81 a 7,94 a ZPK 0,30 l/ha 6,90 a 6,91 a 7,16 a ZPK 0,35 l/ha 7,28 a 7,66 a 6,89 a ZPK 0,40 l/ha 7,36 a 7,90 a 8,05 a ZPK 0,45 l/ha 7,13 a 7,11a 7,17 a
BNT0,05 1,01 1,07 1,28
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)
4.1.3.2 Jumlah daun Varietas RGM 99-213 memiliki jumlah daun yang lebih banyak
dibandingkan varietas R 570. Pada 2 MSA, dosis 0,35 l/ha dan
0,40 l/ha memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan
dengan kontrol, dosis 0,30 l/ha, dan 0,40 l/ha untuk varietas
37
RGM 99-213 sedangkan untuk varietas R 570, kontrol
menghasilkan jumlah daun terbanyak dibandingkan keempat
perlakuan dosis ZPK.
Pada 4 MSA, varietas RGM 99-213 pada keempat perlakuan
memiliki jumlah daun yang sama banyaknya kecuali untuk dosis
0,45 l/ha sedangkan pada varietas R 570, kelima dosis ZPK yang
digunakan menghasilkan jumlah daun yang sama.
Pada 6 MSA, dosis 0,35 l/ha memiliki jumlah daun terbanyak
dibandingkan perlakukan kontrol, dosis 0,30; dan 0,45 l/ha
meskipun tidak berbeda dengan dosis 0,40 l/ha untuk varietas
RGM 99-213 sedangkan dosis 0,30 dan 0,40 l/ha memiliki jumlah
daun yang lebih sedikit daripada kontrol, dosis 0,35 l/ha, dan
0,45 l/ha untuk varietas R 570 (Tabel 4).
38
Tabel 4. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada jumlah daun 2, 4, dan 6 MSA
Dosis ZPK (l/ha)
Jumlah daun (helai per tanaman)
2 MSA 4 MSA 6 MSA
RGM 99-213
R-570 RGM 99-213
R-570 RGM 99-213
R-570
Kontrol 8,47 A
b 7,13 B a
7,23 A ab
5,43 B a
10,25 A b
8,50 B a
0,30 8,80 A
b 6,00 B b
7,80 A a
4,90 B a
10,33 A b
6,79 B b
0,35 9,60 A
a 6,07 B b
8,33 A a
4,63 B a
12,39 A a
7,39 B ab
0,40 9,03 A
ab 5,97 B b
8,30 A a
4,53 B a
11,38 A ab
6,59 B b
0,45 8,53 A
b 6,20 B b
6,67 A b
5,10 B a
10,59 A b
7,85 B a
BNT0,05 0,57 1,11 1,64
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)
4.1.3.3 Diameter batang Varietas RGM 99-213 memiliki diameter yang lebih besar
dibandingkan varietas R 570 dari 2 MSA sampai dengan 6 MSA.
Pada 2 dan 4 MSA menunjukkan bahwa keempat dosis ZPK yang
digunakan dapat meningkatkan diameter batang varietas
RGM 99-213 dan menurunkan diameter batang varietas R 570.
Pada 6 MSA menunjukkan bahwa kelima perlakuan dosis ZPK
menghasilkan diameter batang yang sama untuk varietas
39
RGM 99-213. Hal ini berbeda dengan varietas R 570, perlakuan
dosis 0,30 l/ha menghasilkan diameter batang yang lebih rendah
dibandingkan keempat perlakuan lainnya (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada
diameter batang 2, 4, dan 6 MSA
Dosis ZPK (l/ha)
Diameter batang (cm)
2 MSA 4 MSA 6 MSA
RGM 99-213
R-570 RGM 99-213
R-570 RGM 99-213
R-570
Kontrol 2,60 A
b 2,64 A a
2,57 A b
2,66 A a
2,61 A a
2,68 A a
0,30 2,79 A
a 2,37 B b
2,76 A a
2,37 B b
2,80 A a
2,42 B b
0,35 2,64 A
ab 2,49 B b
2,61 A a
2,47 A b
2,65 A a
2,69 A a
0,40 2,72 A
a 2,46 B b
2,71 A a
2,47 B b
2,71 A a
2,50 A a
0,45 2,75 A
a 2,45 B b
2,70 A ab
2,44 B b
2,74 A a
2,47 B ab
BNT0,05 0,15 0,17 0,23
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)
4.1.3 Pengamatan keracunan daun Gejala keracunan yang disebabkan oleh aplikasi fluazifob-p-butyl
sebagai ZPK adalah terjadinya nekrotik pada bagian pelepah daun
tebu yaitu rusaknya jaringan meristem yang ditandai dengan
warna hitam seperti terbakar. Gejala ini dimulai pada saat 2 MSA
sampai dengan 6 MSA (Gambar 5 dan 6).
40
Gambar 5. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570 pada 4 Minggu Setelah Aplikasi (MSA)
Gambar 6. Gejala keracunan varietas RGM 99-213 dan R 570
pada 6 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) 4.1.3 Pengamatan bobot dan kualitas nira tebu 4.1.3.1 Brix di lapangan Varietas tebu dan dosis ZPK mempengaruhi nilai brix di lapangan
pada 2 dan 4 MSA. Varietas RGM 99-213 memiliki nilai brix di
lapang yang lebih tinggi dibandingkan varietas R 570.
Varietas RGM 99-213 Varietas R 570
Varietas RGM 99-213 Varietas R 570
41
Pada 2 MSA, kontrol menghasilkan nilai brix tertinggi
dibandingkan keempat perlakuan dosis ZPK untuk varietas
RGM 99-213. Sementara untuk varietas R 570 perlakuan kontrol
dan dosis 0,40 l/ha menghasilkan nilai brix yang lebih rendah
daripada dosis 0,35; 0,35; dan 0,45 l/ha (Tabel 6).
Pada 4 MSA, kontrol menghasilkan nilai brix yang sama tingginya
dengan keempat perlakuan dosis ZPK untuk varietas RGM 99-213.
Varietas R 570 menghasilkan nilai brix tertinggi pada dosis
0,35 l/ha dibandingkan kontrol, dosis 0,30; 0,40; dan 0,45 l/ha
(Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai
brix 2 dan 4 MSA
Dosis ZPK (l/ha)
Brix di lapangan (%)
2 MSA 4 MSA
RGM 99-213
R-570 RGM
99-213 R-570
Kontrol 17,28 A
a 8,86 B
c 16,24 A
a 9,77 B
c
0,30 15,48 A
b 10,23 B
a 17,01 A
a 10,98 B
bc
0,35 15,99 A
b 10,13 B
ab 17,51 A
a 14,63 B
a
0,40 15,19 A
b 9,68 B bc
16,37 A a
11,14 B b
0,45 15,56 A
b 11,07 B
a 16,27 A
a 11,90 B
b
BNT0,05 1,04 1,43
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)
42
Pada pengamatan 6 MSA tidak terdapat interaksi antara varietas
tebu dan dosis ZPK. Varietas RGM 99-213 memiliki brix yang
lebih tinggi dibanding varietas R 570. Untuk dosis 0,30; 0,35; dan
0,40 l/ha menghasilkan nilai brix yang lebih tinggi dibandingkan
kontrol dan dosis 0,45 l/ha (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada nilai
brix 6 MSA
Perlakuan Brix
(%)
RGM 99-213 17,96 a R 570 11,25 b
BNT0,05 0,30
Kontrol 13,50 c ZPK 0,30 l/ha 14,69 ab ZPK 0,35 l/ha 15,60 a ZPK 0,40 l/ha 14,84 ab ZPK 0,45 l/ha 14,39 bc
BNT0,05 1,11
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah tebang)
4.1.3.2 Bobot, kualitas nira, dan rendemen tebu di
laboratorium Bobot tebu merupakan salah satu faktor pendukung dalam
kualitas hasil tebu. Bobot batang tebu berbeda pada kedua
varietas yang diuji. Varietas RGM 99-213 memiliki bobot
perbatang lebih besar dibandingkan varietas R 570. Pemberian
ZPK dengan dosis 0,40 l/ha dapat menekan bobot batang tebu
yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol, walaupun dengan
43
dosis 0,30; 0,35; dan 0,45 l/ha menghasilkan bobot batang yang
sama (Tabel 8).
Tabel 8. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada rata-
rata bobot batang 6 MSA
Perlakuan Bobot batang
(kg per batang)
RGM 99-213 1,91 a
R 570 1,09 b
BNT0,05 0,27
Kontrol 1,59 a
ZPK 0,30 l/ha 1,54 ab
ZPK 0,35 l/ha 1,48 ab
ZPK 0,40 l/ha 1,40 b
ZPK 0,45 l/ha 1,51 ab
BNT0,05 0,17
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)
Varietas RGM 99-213 memiliki brix, pol, purity, dan rendemen
yang lebih tinggi daripada varietas R 570 kecuali niranya. Kualitas
nira di laboratorium pada 6 MSA tidak dipengaruhi oleh kelima
perlakuan dosis ZPK yang diberikan. Pada kontrol, dosis 0,30;
0,35; 0,40; dan 0,45 l/ha menghasilkan nira, pol, purity, dan
rendemen yang sama. Untuk nilai brixnya, dosis 0,35 dan 0,45
l/ha menghasilkan nilai brix yang menurun dibandingkan dengan
kontrol; dosis 0,30; dan
0,40 l/ha (Tabel 9).
44
Tabel 9. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada
kualitas nira tebu yang dianalisis di laboratorium 6 MSA
Perlakuan Kualitas nira di laboratorium (%)
Nira Brix Pol Purity Rendemen
RGM 99-213 42,32 b 19,36 a 17,23 a 88,92 a 9,63 a
R 570 47,85 a 12,94 b 10,54 b 81,33 b 5,63 b
BNT0,05 5,04 0,23 0,17 0,10 0,36
Kontrol 44,80 a 16,54 a 14,36 a 85,80 a 7,94 a
ZPK 0,30 l/ha 46,14 a 16,58 a 14,19 a 84,58 a 7,79 a
ZPK 0,35 l/ha 46,34 a 15,66 b 13,59 a 86,14 a 7,51 a
ZPK 0,40 l/ha 44,07 a 16,44 a 14,05 a 85,11 a 7,70 a
ZPK 0,45 l/ha 44,07 a 15,55 b 13,22 a 84,01 a 7,23 a
BNT0,05 5,06 0,47 0,55 1,27 0,73
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)
4.1.3.3 Kadar air batang tebu Pemberian ZPK dengan dosis 0,35 l/ha dapat menurunkan kadar
air batang tebu yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol,
dosis 0,30; 0,40; dan 0,45 l/ha. Varietas RGM 99-213 memiliki
kadar air yang sama dengan varietas R 570 (Tabel 10).
45
Tabel 10. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada kadar air batang tebu
Perlakuan Kadar air
(%)
RGM 99-213 73,74 a
R 570 79,43 a
BNT0,05 6,83
Kontrol 78,52 a
ZPK 0,30 l/ha 76,93 ab
ZPK 0,35 l/ha 73,64 b
ZPK 0,40 l/ha 77,15 ab
ZPK 0,45 l/ha 76,67 ab
BNT0,05 3,58
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MSA (minggu setelah aplikasi)
4.1.3 Pengamatan pertumbuhan ratoon
4.1.3.1 Populasi pertunasan Pada 3 dan 6 MST, varietas RGM 99-213 memiliki populasi
pertunasan yang lebih rendah daripada varietas R 570. Pada
3 MST, kelima dosis ZPK yang digunakan tidak mempengaruhi
populasi pertunasan yang dihasilkan. Pada 6 MST, penggunaan
ZPK dengan dosis 0,35 l/ha dapat meningkatkan populasi
pertunasan yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol, dosis
0,40 dan 0,45 l/ha (Tabel 11).
46
Tabel 11. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada populasi pertunasan 3 dan 6 MST
Perlakuan Populasi pertunasan (%)
3 MST 6 MST
RGM 99-213 37,93 b 55,00 b R 570 52,80 a 79,27 a
BNT0,05 10,43 23,86
Kontrol 44,67 ab 60,33 b ZPK 0,30 l/ha 46,67 ab 71,50 ab ZPK 0,35 l/ha 54,17 a 84,83 a ZPK 0,40 l/ha 41,50 b 60,50 b ZPK 0,45 l/ha 39,83 b 58,50 b
BNT0,05 10,56 16,77
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MST (minggu setelah tebang)
4.1.3.2 Tinggi tunas Pada tanaman kontrol, varietas RGM 99-213 memiliki tinggi tunas
yang lebih rendah dibanding varietas R 570 dan untuk dosis 0,30;
0,35; 0,40; dan 0,45 l/ha tinggi tunas kedua varietas tidak
berbeda.
Pada 3 MST, varietas RGM 99-213 yang diaplikasi ZPK dengan
dosis 0,30 dan 0,35 l/ha dapat meningkatkan tinggi tunas yang
dihasilkan dibandingkan dengan kontrol dan dosis 0,40 l/ha.
Penggunaan ZPK dengan dosis 0,30; 0,40; dan 0,45 l/ha dapat
menurunkan tinggi tunas pada varietas R 570 dibandingkan
dengan kontrol dan dosis 0,35 l/ha.
Pada 6 MST, keempat dosis ZPK yang diaplikasikan pada varietas
RGM 99-213 dapat meningkatkan tinggi tunas yang dihasilkan
47
dibandingkan dengan kontrol. Pada varietas R 570, pemberian
ZPK dengan dosis 0,40 dan 0,45 l/ha dapat menurunkan tinggi
tunas yang dihasilkan dibandingkan dengan kontrol dan dosis
0,35 l/ha (Tabel 12).
Tabel 12. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada tinggi
tunas 3 dan 6 MST
Dosis ZPK (l/ha)
Tinggi tunas (cm)
3 MST 6 MST
RGM 99-213
R-570 RGM
99-213 R-570
Kontrol 9,33 B
b 14,37 A a
14,60 B c
19,47 A a
0,30 12,40 A
a 11,33 A b
17,47 A a
16,80 A ab
0,35 11,73 B
a 13,93 A a
17,27 A a
18,00 A a
0,40 10,20 A
b 10,33 A b
15,67 A ab
15,20 A b
0,45 10,97 A
ab 11,83 A b
16,47 A a
15,80 A b
BNT0,05 1,95 2,73
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama di samping angka untuk perbandingan horizontal dan di bawah angka untuk perbandingan vertikal pada varietas yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MST (minggu setelah tebang)
4.1.3.3 Persentase tunggul bertunas (PTB) Varietas RGM 99-213 dan R 570 menghasilkan persentase tunggul
bertunas yang sama. Perlakuan dosis 0,35 l/ha dapat
meningkatkan pertumbuhan PTB baik pada 3 maupun 6 MST
meskipun kontrol, dosis 0,30; dan 0,40 l/ha menghasilkan PTB
48
yang sama. Dosis ZPK yang dapat menekan pertumbuhan
persentase tunggul bertunas adalah dosis 0,45 l/ha pada 6 MST
(Tabel 13).
Tabel 13. Pengaruh dosis fluazifob-p-butyl dan varietas pada
persentase tunggul bertunas 3 dan 6 MST
Perlakuan PTB (%)
3 MST 6 MST
RGM 99-213 35,36 a 43,29 a R 570 27,13 a 37,95 a
BNT0,05 9,31 7,90
Kontrol 30,51 ab 42,47 ab ZPK 0,30 l/ha 30,44 ab 43,15 ab ZPK 0,35 l/ha 35,49 a 46,31 a ZPK 0,40 l/ha 31,87 ab 36,99 bc ZPK 0,45 l/ha 27,91 b 34,19 c
BNT0,05 7,21 6,29
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda menurut uji BNT 5%; MST (minggu setelah tebang)
4.2 Pembahasan 4.2.1 Pertumbuhan tanaman Menurut Salisbury dan Cleon (1995), pertumbuhan adalah proses
bertambahnya ukuran dan bukan hanya dalam volume saja tetapi
juga dalam bobot, jumlah sel, dan banyaknya protoplasma. Dalam
penelitian ini pertumbuhan tanaman tebu dapat diamati dengan
mengukur jarak antarcincin daun, diameter batang, jumlah daun,
populasi tunas, tinggi tunas, dan persentase tunggul bertunas
(PTB).
49
Dengan melakukan pengamatan jarak antarcincin daun, diameter
batang, dan jumlah daun diharapkan dapat menunjukkan apakah
setelah aplikasi ZPK fluazifob-p-butyl dapat menghambat
pertumbuhan tebu atau tidak sehingga nantinya dapat
memberikan pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi
dan kualitas nira tebu. Pengamatan populasi tunas, tinggi tunas,
dan persentase tunggul bertunas (PTB) untuk menunjukkan
bahwa apakah setelah aplikasi ZPK fluazifob-p-butyl dapat
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman ratoon.
Jarak antarcincin daun pada varietas RGM 99-213 dan R 570
berbeda setelah 6 MSA. Hal ini menunjukkan bahwa jarak
antarcincin daun dipengaruhi oleh aplikasi ZPK namun sifatnya
sementara karena deraan yang diakibatkan oleh senyawa
fluazifob-p-butyl tidak sampai mematikan titik pucuk apikal
sehingga pertumbuhan jarak antarcincin daun akan kembali
normal pada minggu berikutnya. Dengan demikian aplikasi
fluazifob-p-butyl tidak menekan pertumbuhan jarak antarcincin
daun.
Aplikasi ZPK akan menekan pertumbuhan diameter batang dan
jumlah daun pada 2 dan 4 MSA namun setelah minggu berikutnya
pengaruh tersebut akan hilang dan pertumbuhannya akan
kembali normal. Dengan pemberian ZPK fluazifob-p-butyl diameter
50
batang dan jumlah daun meningkat untuk varietas RGM 99-213
tetapi untuk varietas R 570 sebaliknya.
Diameter batang merupakan salah satu komponen pendukung
hasil bobot tebu. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan
oleh Rodriguez dan Ortiz (1988) yang dikutip oleh Hardjasudjana
(1992) bahwa diameter batang berkorelasi positif mempengaruhi
hasil bobot tebu. Beberapa faktor yang menentukan respons
tanaman tebu terhadap pemberian ZPK yaitu varietas tebu, umur
fase pertumbuhan, macam dan dosis ZPK, tenggang waktu antara
saat perlakuan ZPK dan tebang, serta kesehatan dan kondisi
lingkungan tumbuh tebu (Hadisaputro, 1996). Pemilihan varietas
dan macam/dosis ZPK yang tepat dapat mempengaruhi efektivitas
kerja ZPK pada tanaman tebu.
Berdasarkan gejala toksisitas yang terjadi setelah aplikasi, daun
layu dan mengering disebabkan oleh rusaknya jaringan membran
pada daun yang terkena fluazifob-p-butyl (Gambar 5 dan 6)
akibatnya giberelin dan sitokinin dalam jaringan berkurang
sehingga pemanjangan dan pembelahan sel terhambat. Menurut
Suryani dan Purwadi (1998), kerusakan daun diakibatkan oleh
fluazifob-p-butyl yang menghambat pembentukan ATP pada
transport elektron pada saat respirasi berlangsung.
51
4.2.2 Kualitas Nira Tebu Menurut Marpaung (1990), fase pemasakan batang tebu
merupakan ”fase antara” yang terjadi setelah pertumbuhan
vegetatif menurun sampai kematian tanaman. Gejala masaknya
tebu terlihat dengan berkurangnya daun-daun hijau, kandungan
sukrosa telah mencapai optimum, dan berkurangnya bobot tebu
sehingga terjadi penurunan kadar air daun dan batang.
Peningkatan brix di lapangan yang terjadi pada 2 sampai dengan
4 MSA dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa pemberian ZPK
dapat meningkatkan kualitas nira tebu. Titik optimum yang dicapai
oleh nilai brix terjadi pada 4 MSA dan akan akan menurun kembali
setelah minggu berikutnya. Peningkatan brix tersebut diikuti
dengan penurunan jumlah daun sehingga terjadi akumulasi
penimbunan sukrosa di dalam batang akibat pertumbuhan vegetatif
yang terhambat. Terjadinya penurunan jumlah daun dan kadar air
tanaman tebu disebabkan karena efek dari pemberian
fluazifob-p-butyl yang menyebabkan terhambatnya proses
pertumbuhan meristematik dan vegetatif tanaman sehinggga pada
akhirnya terjadi rangsangan pemasakan (fase vegetatif beralih ke
fase pemasakan). Tingginya nilai brix belum tentu dapat
meningkatkan produksi gula ton per hektar jika yang terlarut
dalam nira lebih banyak zat selain gula (Indarto, 2005).
52
Kualitas nira tebu yang dianalisis di laboratorium yang dilakukan
pada 6 MSA menunjukkan bahwa nira, brix, pol, purity, dan
rendemen pada setiap perlakuan dosis tidak mengalami
peningkatan. Semestinya dengan pemberian ZPK kualitas nira
tebu akan meningkat seiring meningkatnya dosis ZPK. Menurut
Suryani dan Purwadi (1998), ZPK fluazifob-p-butyl dapat memacu
kemasakan dan meningkatkan rendemen tebu dan hasil gula per
hektar. Rendemen yang dianalisis pada 6 MSA pada penelitian ini
justru mengalami penurunan, sementara itu nilai brix tertinggi
terjadi pada 4 MSA. Dengan demikian kemungkinan besar
rendemen tertinggi juga terjadi sebelum 6 MSA.
Menurut Sudarijanto (1996), terdapat tiga kategori respons
varietas terhadap ZPK sesuai dengan kondisi lingkungannya yaitu
varietas yang memiliki respons positif, respons negatif, dan tidak
konsisten. Meskipun demikian kualitas nira varietas RGM 99-213
lebih baik daripada varietas R 570. Faktor yang sangat
berpengaruh adalah sifat genetis keduanya yang berbeda.
Menurut Suryani dan Purwadi (1998), perbedaan hasil perlakuan
berbagai varietas disebabkan oleh perbedaan sifat dan
karakteristik varietas yang digunakan. Ditinjau dari asal-usulnya,
varietas RGM 99-213 merupakan hasil persilangan dua tetua yang
mempunyai sifat unggul sedangkan varietas R 570 merupakan
varietas introduksi yang belum diketahui kualitas niranya.
53
Bobot batang merupakan salah satu komponen pendukung hasil
bobot tebu. Berdasarkan hasil penelitian, varietas RGM 99-213
memiliki bobot perbatang yang lebih besar dibandingkan varietas
R 570 namun bukan dipengaruhi oleh dosis ZPK fluazifob-p-butyl.
Dengan demikian semakin tinggi bobot perbatang maka bobot
perhektar akan meningkat sehingga nantinya dapat meningkatkan
produksi tebu.
Air merupakan komponen terbesar penyusun batang tebu. Bobot
segar batang tebu 69—75% berupa air dan sisanya berupa bahan
kering (Riyanto, 2005). Pada hasil pengujian statistik tidak
memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air
antardosis, namun dosis 0,35 l/ha memiliki kadar air yang lebih
rendah dibanding dosis yang lain. Hal ini membuktikan bahwa
aplikasi ZPK dapat menurunkan kadar air batang tebu sehingga
kandungan gula meningkat dan nira yang dihasilkan semakin
sedikit tetapi semakin sulit mengeluarkan gula dari dalam batang
tebu. Dengan demikian dikhawatirkan gula yang dihasilkan akan
semakin sedikit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut
adalah penambahan air melalui air imbibisi saat tebu digiling
namun perlu diperhatikan juga berapa banyak air yang harus
ditambahkan saat tebu digiling karena semakin banyak air yang
diberikan maka akan semakin sulit dalam proses evaporasi.
54
Selain dapat meningkatkan kualitas nira tebu, pemberian ZPK
juga berdampak negatif bagi pertumbuhan ratoonnya. Semakin
tinggi dosis ZPK maka pertumbuhan ratoon akan terhambat
seperti berkurangnya populasi pertunasan, tinggi tunas, dan
persentase tunggul bertunas (PTB) yang kemungkinan akan
mengurangi jumlah anakan pada ratoon pertama. Hal ini
diakibatkan oleh senyawa fluazifob-p-butyl bersifat sistemik dan
dapat ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman tebu yang
telah meninggalkan residu dalam tunggul tebu dan akan
menghambat pertumbuhan tunas ratoon setelah tebu ditebang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan di atas,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut
1. Pemberian ZPK akan meningkatkan nilai brix tebu mulai dari
2 sampai 4 MSA lalu pada 6 MSA menurun lagi. Pemberian
ZPK tidak menekan pertumbuhan jarak antarcincin daun
tetapi dapat meningkatkan jumlah daun dan diameter batang
varietas RGM 99-213 serta dapat menurunkan jumlah daun
dan diameter batang varietas R 570.
2. Varietas RGM 99-213 memiliki pertumbuhan dan kualitas nira
yang lebih baik dibandingkan varietas R 570.
3. Pengaruh fluazifob-p-butyl sebagai zat pemacu kemasakan
ditentukan oleh dosis dan varietas tebu pada semua
pengamatan jumlah daun, diameter batang, nilai brix 2 dan
4 MSA, dan pertumbuhan tinggi tunas.
56
5.2 Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nira, purity, pol, dan
rendemen yang dianalisis pada 6 MSA tidak memperlihatkan
perbedaan pada antarperlakuan dosis ZPK fluazifob-p-butyl. Di
sisi lain, nilai brix tertinggi dicapai pada 4 MSA. Oleh karena itu
penulis menyarankan untuk melakukan pengamatan kualitas nira
dan rendemen pada setiap minggu sampai dengan 6 MSA pada
penelitian yang sama agar nantinya didapat dosis yang
menghasilkan nilai nira, brix, purity, pol, dan rendemen terbaik.
LAMPIRAN
60
Tabel 14. Deskripsi Varietas RGM 99-213 dan R 570
Sifat Agronomis
RGM 99-213 R 570
Daun
Warna daun hijau, bidang lebar, panjang 136 cm, lebar 5,5 cm (di pertengahan daun), dan belaian kurang dari 1/3 daun.
Warna daun hijau, bidang sempit, panjang 173 cm, lebar 4,7 cm (di pertengahan daun), dan belaian kurang dari 1/3 daun.
Pelepah daun Telinga daun ada, bentuk panjang kecil dan tegak, bulu ada, posisi rebah, bidang bulu sempit (<1 mm), warna hijau, dan lapisan lilin ada tapi tipis.
Telinga daun tidak ada, bulu ada, posisi rebah, bidang bulu sempit (<1 mm), warna hijau, dan lapisan lilin ada tapi tipis.
Batang
Susunan ruas lurus; panjang ruas 8—12 cm, jumlah ruas 47 buah, bentuk ruas bulat, warna batang kuning, retakan tidak ada, alur mata tidak ada; teras tidak ada, cincin akar 2 baris, tidak teratur, bidangnya sampai di atas mata.
Susunan ruas zig-zag; panjang ruas 12—20 cm, jumlah ruas 34 buah, bentuk ruas bulat, warna batang kuning, retakan tidak ada, alur mata ada; teras tidak ada, cincin akar 3 baris, tidak teratur, dan bidangnya sampai di atas mata.
Mata Tunas Kedudukan di atas bekas pelepah daun, bentuk bulat, sayap mata bersayap, tepi sayap rata, ukuran sayap sama lebar pita rambut ada, dan jambul tidak ada.
Kedudukan di atas bekas pelepah daun, bentuk bulat, sayap mata bersayap, tepi sayap bergerigi, ukuran sayap sama lebar, pita rambut ada, dan jambul tidak ada.
61
Tabel 15. Data jarak antarcincin daun pada saat aplikasi ZPK
Perlakuan Tanaman contoh *)
Ulangan
Jumlah Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 1 7,08 6,11 5,42 18,61 6,20 2 5,40 5,68 6,59 17,66 5,89
3 5,93 6,06 6,77 18,76 6,25 4 5,79 5,86 5,76 17,40 5,80 5 6,25 7,23 6,87 20,35 6,78
Jumlah 30,45 30,45 30,93 31,39 92,77
Rataan 6,09 6,09 6,19 6,28 18,55
R 570 1 8,15 6,52 6,69 21,35 7,12 2 5,64 6,95 6,15 18,74 6,25 3 6,65 6,63 7,03 20,32 6,77 4 7,07 7,97 6,36 21,40 7,13 5 5,41 6,69 7,25 19,35 6,45
Jumlah 32,92 32,92 34,75 33,48 101,15
Rataan 6,58 6,58 6,95 6,70 20,23
Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh Tabel 16. Data diameter batang tebu pada saat aplikasi ZPK
Perlakuan Tanaman contoh *)
Ulangan
Jumlah Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 1 2,82 2,59 2,42 7,83 2,61 2 2,78 2,77 2,82 8,37 2,79 3 2,76 2,71 2,61 8,08 2,69 4 2,85 2,70 2,70 8,24 2,75 5 2,76 2,76 2,83 8,35 2,78
Jumlah 13,96 13,53 13,37 40,87 13,62
Rataan 2,79 2,71 2,67 8,17 2,72
R 570 1 2,64 2,59 2,66 7,89 2,63 2 2,44 2,38 2,29 7,11 2,37
3 2,40 2,58 2,46 7,44 2,48 4 2,37 2,48 2,52 7,38 2,46 5 2,32 2,40 2,53 7,25 2,42
Jumlah 12,17 12,17 12,43 12,46 37,06
Rataan 2,43 2,43 2,49 2,49 7,41
Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh
62
Tabel 17. Data jumlah daun tebu pada saat aplikasi ZPK
Perlakuan Tanaman contoh *)
Ulangan
Jumlah Rataan I II III
(helai per tanaman )
RGM 99-213 1 7,50 7,40 7,20 22,10 7,37 2 7,80 8,20 7,00 23,00 7,67 3 9,30 8,10 7,80 25,20 8,40 4 8,30 7,90 8,30 24,50 8,17 5 7,80 7,00 7,90 22,70 7,57
Jumlah 40,70 40,70 38,60 38,20 117,50
Rataan 8,14 8,14 7,72 7,64 23,50
R 570 1 6,80 6,50 6,00 19,30 6,43 2 5,60 6,00 5,00 16,60 5,53 3 5,60 5,50 5,40 16,50 5,50 4 5,70 5,30 5,70 16,70 5,57 5 6,10 5,50 6,30 17,90 5,97
Jumlah 29,80 29,80 28,80 28,40 87,00
Rataan 5,96 5,96 5,76 5,68 17,40
Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh Tabel 18. Data brix tebu pada saat aplikasi ZPK
Perlakuan Tanaman contoh *)
Ulangan
Jumlah Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 1 16,88 18,01 15,03 49,93 16,64 2 14,58 13,57 14,75 42,90 14,30 3 13,88 15,89 14,13 43,91 14,64 4 13,65 14,29 15,55 43,49 14,50 5 11,58 14,65 14,95 41,18 13,73
Jumlah 70,58 70,58 76,41 74,42 221,41
Rataan 14,12 14,12 15,28 14,88 44,28
R 570 1 9,67 7,83 8,92 26,42 8,81 2 8,85 9,72 9,12 27,68 9,23
3 8,92 9,88 8,95 27,75 9,25 4 9,45 7,93 9,72 27,10 9,03 5 9,67 7,83 8,92 26,42 8,81
Jumlah 46,55 46,55 43,20 45,62 135,37
Rataan 9,31 9,31 8,64 9,12 27,07
Keterangan: *) : Rataan dari 10 tanaman contoh
63
Tabel 19. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam jarak antarcincin daun
Variabel Pengamatan
DK Khi-Kuadrat Peluang
Jarak antarcincin daun 2 MSA 2 0,95 0,622tn
Jarak antarcincin daun 4 MSA 2 1,05 0,592tn
Jarak antarcincin daun 6 MSA 2 0,02 0,989tn
Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi Tabel 20. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu
pada 2 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha)
Kontrol 7,80 7,20 6,03 21,03 7,01
0,30 6,35 6,58 8,26 21,19 7,06
0,35 7,34 7,24 7,49 22,07 7,36
0,40 6,46 6,74 7,24 20,44 6,81
0,45 6,58 7,84 7,76 22,18 7,39
Total 34,53 35,59 36,78 106,90 35,63
Rataan 6,91 7,12 7,36 21,38 7,13
R 570 Dosis (l/ha)
Kontrol 9,01 7,30 7,78 24,09 8,03
0,30 6,29 7,51 6,41 20,21 6,74
0,35 7,35 7,42 6,84 21,61 7,20
0,40 7,66 9,20 6,84 23,70 7,90
0,45 5,88 7,04 7,70 20,61 6,87
Total 36,18 38,47 35,58 110,22 36,74
Rataan 7,24 7,69 7,12 22,04 7,38
64
Tabel 21. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 2 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,560 0,280 0,640 0,611tn
Varietas (A) 1 0,367 0,367 0,840 0,457tn
Galat a 2 0,879 0,439
Dosis (B) 4 1,327 0,332 0,480 0,747tn
A x B 4 3,560 0,890 1,300 0,312tn
Galat b 16 10,960 0,685
Nonaditif 1 0,271 0,271 0,380 0,547tn
Sisa 15 10,689
Total 29 17,653
KK a = 2,290% KK b = 11,436%
Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 22. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu
pada 4 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha)
Kontrol 7,91 7,40 7,04 22,35 7,45
0,30 7,15 7,23 8,39 22,77 7,59 0,35 7,76 7,46 7,62 22,84 7,61
0,40 6,64 7,31 7,48 21,42 7,14
0,45 6,76 7,56 7,62 21,94 7,31
Total 36,22 36,22 36,95 38,15 111,32
Rataan 7,24 7,24 7,39 7,63 22,26
R 570 Dosis (l/ha)
Kontrol 9,47 7,22 7,81 24,51 8,17
0,30 5,54 6,89 6,29 18,72 6,24
0,35 6,79 9,82 6,49 23,09 7,70
0,40 7,98 8,89 9,05 25,92 8,64
0,45 5,87 7,42 7,42 20,71 6,90
Total 35,66 35,66 40,23 37,06 112,95
Rataan 7,13 7,13 8,05 7,41 22,59
65
Tabel 23. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 4 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 1,440 0,720 1,260 0,442tn
Varietas (A) 1 0,088 0,088 0,160 0,732tn
Galat a 2 1,140 0,570
Dosis (B) 4 4,586 1,147 1,490 0,251tn
A x B 4 7,045 1,761 2,290 0,104tn
Galat b 16 12,295 0,768
Nonaditif 1 0,218 0,270 0,611tn
Sisa 15 12,077
Total 29 26,595
KK a = 2,525% KK b = 11,726%
Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 24. Data hasil pengamatan jarak antarcincin daun tebu
pada 6 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha)
Kontrol 8,24 7,17 5,58 20,98 6,99
0,30 6,69 7,51 8,36 22,55 7,52
0,35 7,21 7,20 7,82 22,23 7,41
0,40 8,27 10,28 7,30 25,84 8,61
0,45 6,94 7,71 9,01 23,66 7,89
Total 37,35 37,35 39,86 38,07 115,27
Rataan 7,47 7,47 7,97 7,61 23,05
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,04 9,04 8,58 26,66 8,89
0,30 6,86 7,22 6,33 20,41 6,80
0,35 6,28 6,32 6,49 19,09 6,36 0,40 7,43 8,90 6,10 22,43 7,48
0,45 4,99 6,94 7,43 19,35 6,45
Total 34,60 34,60 38,42 34,92 107,93
Rataan 6,92 6,92 7,68 6,98 21,59
66
Tabel 25. Analisis ragam jarak antarcincin daun tebu pada 6 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 2,307 1,154 14,410 0,065tn
Varietas (A) 1 1,795 1,795 22,420 0,042*
Galat a 2 0,160 0,080
Dosis (B) 4 6,455 1,614 1,480 0,253tn
A x B 4 11,020 2,755 2,540 0,081tn
Galat b 16 17,387 1,087
Nonaditif 1 0,108 0,090 0,764tn
Sisa 15 17,279
Total 29 39,124
KK a = 0,951% KK b = 14,011%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 26. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan diameter batang tebu
Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang
Diameter batang 2 MSA 2 1,39 0,500tn
Diameter batang 4 MSA 2 1,94 0,379tn
Diameter batang 6 MSA 2 2,79 0,248tn
Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi
67
Tabel 27. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 2 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,83 2,58 2,37 7,78 2,59 0,30 2,78 2,78 2,81 8,37 2,79 0,35 2,68 2,70 2,56 7,93 2,64 0,40 2,74 2,72 2,69 8,15 2,72 0,45 2,77 2,78 2,71 8,25 2,75
Total 13,80 13,80 13,56 13,14 40,49
Rataan 2,76 2,76 2,71 2,63 8,10
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 2,68 2,60 2,65 7,93 2,64 0,30 2,42 2,39 2,30 7,11 2,37 0,35 2,43 2,60 2,43 7,46 2,49 0,40 2,40 2,49 2,50 7,39 2,46 0,45 2,36 2,44 2,55 7,35 2,45
Total 12,29 12,29 12,52 12,43 37,24
Rataan 2,46 2,46 2,50 2,49 7,45
Tabel 28. Analisis ragam diameter batang tebu pada 2 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,018 0,009 0,540 0,648tn
Varietas (A) 1 0,353 0,353 21,850 0,043*
Galat a 2 0,032 0,016
Dosis (B) 4 0,010 0,003 0,330 0,855tn
A x B 4 0,187 0,047 6,000 0,004**
Galat b 16 0,125 0,008
Nonaditif 1 0,028 0,028 4,400 0,053tn
Sisa 15 0,097
Total 29 0,725
KK a = 1,226% KK b = 3,413%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
68
Tabel 29. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 4 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,84 2,51 2,36 7,71 2,57 0,30 2,74 2,76 2,78 8,28 2,76 0,35 2,67 2,66 2,50 7,83 2,61 0,40 2,72 2,69 2,72 8,12 2,71 0,45 2,73 2,66 2,68 8,07 2,69
Total 13,69 13,69 13,28 13,04 40,01
Rataan 2,74 2,74 2,66 2,61 8,00
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 2,68 2,61 2,68 7,97 2,66 0,30 2,43 2,40 2,29 7,12 2,37 0,35 2,40 2,56 2,45 7,41 2,47 0,40 2,39 2,53 2,50 7,41 2,47 0,45 2,33 2,44 2,54 7,31 2,44
Total 12,23 12,23 12,54 12,46 37,23
Rataan 2,45 2,45 2,51 2,49 7,45
Tabel 30. Analisis ragam diameter batang tebu pada 4 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,010 0,005 0,220 0,819tn
Varietas (A) 1 0,257 0,257 11,790 0,075tn
Galat a 2 0,044 0,022
Dosis (B) 4 0,018 0,005 0,500 0,739tn
A x B 4 0,186 0,047 5,050 0,008**
Galat b 16 0,148 0,009
Nonaditif 1 0,009 0,009 1,020 0,329tn
Sisa 15 0,138
Total 29 0,662
KK a = 1,434% KK b = 3,730%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
69
Tabel 31. Data hasil pengamatan diameter batang tebu pada 6 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,85 2,61 2,37 7,83 2,61 0,30 2,80 2,79 2,81 8,40 2,80 0,35 2,73 2,71 2,51 7,96 2,65 0,40 2,73 2,72 2,68 8,14 2,71 0,45 2,78 2,72 2,73 8,23 2,74
Total 13,89 13,89 13,56 13,10 40,55
Rataan 2,78 2,78 2,71 2,62 8,11
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 2,70 2,64 2,70 8,04 2,68 0,30 2,46 2,44 2,35 7,25 2,42 0,35 2,47 2,53 3,06 8,06 2,69 0,40 2,41 2,56 2,53 7,50 2,50 0,45 2,34 2,47 2,60 7,41 2,47
Total 12,39 12,39 12,63 13,25 38,26
Rataan 2,48 2,48 2,53 2,65 7,65
Tabel 32. Analisis ragam diameter batang tebu pada 6 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,001 0,001 0,010 0,991tn
Varietas (A) 1 0,176 0,176 2,490 0,255tn
Galat a 2 0,141 0,071
Dosis (B) 4 0,020 0,005 0,290 0,880tn
A x B 4 0,233 0,058 3,350 0,036*
Galat b 16 0,278 0,017
Nonaditif 1 0,083 0,083 6,340 0,024*
Sisa 15 0,196
Total 29 0,850
KK a = 2,527% KK b = 5,020%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
70
Tabel 33. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan jumlah daun tebu
Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang
Jumlah daun 2 MSA 2 0,12 0,943tn Jumlah daun 4 MSA 2 0,20 0,905tn Jumlah daun 6 MSA 2 0,05 0,977tn
Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi Tabel 34. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 2 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(helai per tanaman)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 8,30 8,80 8,30 25,40 8,47 0,30 8,40 9,10 8,90 26,40 8,80 0,35 9,90 9,50 9,40 28,80 9,60 0,40 9,10 8,80 9,20 27,10 9,03 0,45 8,90 8,40 8,30 25,60 8,53
Total 44,60 44,60 44,60 44,10 133,30
Rataan 8,92 8,92 8,92 8,82 26,66
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 7,40 7,20 6,80 21,40 7,13 0,30 6,40 5,80 5,80 18,00 6,00 0,35 6,20 6,10 5,90 18,20 6,07 0,40 5,90 5,80 6,20 17,90 5,97 0,45 6,30 5,60 6,70 18,60 6,20
Total 32,20 32,20 30,50 31,40 94,10
Rataan 6,44 6,44 6,10 6,28 18,82
71
Tabel 35. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 2 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,158 0,079 0,960 0,510tn
Varietas (A) 1 51,221 51,221 622,120 0,002**
Galat a 2 0,165 0,082
Dosis (B) 4 1,181 0,295 2,750 0,065tn
A x B 4 4,205 1,051 9,800 0,000**
Galat b 16 1,717 0,107
Nonaditif 1 0,014 0,014 0,130 0,728tn
Sisa 15 1,703
Total 29 58,648
KK a = 0,946% KK b = 4,322%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 36. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 4 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(helai per tanaman)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 7,50 8,30 5,90 21,70 7,23 0,30 6,70 8,30 8,40 23,40 7,80 0,35 8,90 7,90 8,20 25,00 8,33 0,40 8,50 7,90 8,50 24,90 8,30 0,45 7,11 6,50 6,40 20,01 6,67
Total 38,71 38,71 38,90 37,40 115,01
Rataan 7,74 7,74 7,78 7,48 23,00
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 5,40 5,00 5,90 16,30 5,43 0,30 5,00 4,50 5,20 14,70 4,90 0,35 4,80 4,60 4,50 13,90 4,63 0,40 4,60 4,30 4,70 13,60 4,53 0,45 4,60 4,70 6,00 15,30 5,10
Total 24,40 24,40 23,10 26,30 73,80
Rataan 4,88 4,88 4,62 5,26 14,76
72
Tabel 37. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 4 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,149 0,075 0,130 0,886tn
Varietas (A) 1 56,612 56,612 98,120 0,010**
Galat a 2 1,154 0,577
Dosis (B) 4 1,336 0,334 0,810 0,536tn
A x B 4 6,379 1,595 3,870 0,022*
Galat b 16 6,587 0,412
Nonaditif 1 0,175 0,175 0,410 0,532tn
Sisa 15 6,412
Total 29 72,217
KK a = 3,017% KK b = 10,195%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 38. Data hasil pengamatan jumlah daun tebu pada 6 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(helai per tanaman)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 10,44 10,30 10,00 30,74 10,25 0,30 8,70 10,60 11,70 31,00 10,33 0,35 13,50 11,90 11,78 37,18 12,39 0,40 11,70 11,33 11,10 34,13 11,38 0,45 11,63 10,60 9,56 31,78 10,59
Total 55,97 55,97 54,73 54,13 164,84
Rataan 11,19 11,19 10,95 10,83 32,97
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,20 7,80 8,50 25,50 8,50 0,30 7,60 6,67 6,10 20,37 6,79 0,35 7,90 7,78 6,50 22,18 7,39 0,40 7,10 5,56 7,10 19,76 6,59 0,45 7,00 7,56 9,00 23,56 7,85
Total 38,80 38,80 35,36 37,20 111,36
Rataan 7,76 7,76 7,07 7,44 22,27
73
Tabel 39. Analisis ragam jumlah daun tebu pada 6 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 1,175 0,588 3,230 0,236tn
Varietas (A) 1 95,338 95,338 524,510 0,002**
Galat a 2 0,364 0,182
Dosis (B) 4 5,797 1,449 1,610 0,220tn
A x B 4 11,318 2,830 3,150 0,044*
Galat b 16 14,394 0,900
Nonaditif 1 2,799 2,799 3,620 0,076tn
Sisa 15 11,595
Total 29 128,386
KK a = 1,158% KK b = 10,302%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 40. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan kualitas nira tebu
Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang
Brix 2 MSA di Lapangan 2 0,27 0,872tn Brix 4 MSA di Lapangan 2 0,59 0,746tn Brix 6 MSA di Lapangan 2 0,03 0,985tn Kadar Air 2 4,13 0,127tn Berat Perbatang 2 0,34 0,845tn Persen Nira 6 MSA di Laboratorium 2 0,57 0,751tn Pol 6 MSA di Laboratorium 2 0,05 0,977tn
Purity 6 MSA di Laboratorium 2 0,14 0,983tn
Brix 6 MSA di Laboratorium 2 0,08 0,959tn Rendemen 6 MSA di Laboratorium 2 0,04 0,983tn
Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MSA : minggu setelah aplikasi
74
Tabel 41. Data hasil pengamatan brix tebu pada 2 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 16,71 17,75 17,38 51,84 17,28 0,30 15,07 16,33 15,03 46,43 15,48 0,35 14,45 16,78 16,75 47,98 15,99 0,40 15,38 15,02 15,17 45,57 15,19 0,45 15,85 15,68 15,13 46,67 15,56
Total 77,46 77,46 81,57 79,47 238,49
Rataan 15,49 15,49 16,31 15,89 47,70
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,32 8,63 8,63 26,58 8,86 0,30 11,03 9,97 9,68 30,68 10,23 0,35 10,23 10,07 10,08 30,38 10,13 0,40 9,47 10,43 9,13 29,03 9,68 0,45 10,80 11,62 10,80 33,22 11,07
Total 50,85 50,85 50,72 48,33 149,90
Rataan 10,17 10,17 10,14 9,67 29,98
Tabel 42. Analisis ragam brix tebu pada 2 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 1,205 0,603 0,940 0,516tn
Varietas (A) 1 261,616 261,616 407,200 0,002**
Galat a 2 1,285 0,642
Dosis (B) 4 2,614 0,654 1,810 0,177tn
A x B 4 13,394 3,348 9,250 0,001**
Galat b 16 5,792 0,362
Nonaditif 1 0,276 0,276 0,750 0,400tn
Sisa 15 5,517
Total 29 285,906
KK a = 1,548% KK b = 4,648%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
75
Tabel 43. Data hasil pengamatan brix tebu pada 4 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 17,00 15,83 15,88 48,72 16,24 0,30 17,30 16,85 16,88 51,03 17,01 0,35 17,97 17,77 16,80 52,53 17,51 0,40 16,53 16,37 16,20 49,10 16,37 0,45 16,25 16,52 16,05 48,82 16,27
Total 85,05 85,05 83,33 81,82 250,20
Rataan 17,01 17,01 16,67 16,36 50,04
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 10,02 8,62 10,67 29,30 9,77 0,30 10,42 11,53 10,98 32,93 10,98 0,35 12,27 15,95 15,68 43,90 14,63 0,40 10,57 10,52 12,33 33,42 11,14 0,45 12,18 11,78 11,73 35,70 11,90
Total 55,45 55,45 58,40 61,40 175,25
Rataan 11,09 11,09 11,68 12,28 35,05
Tabel 44. Analisis ragam brix tebu pada 4 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,370 0,185 0,090 0,919tn
Varietas (A) 1 187,250 187,250 88,810 0,011*
Galat a 2 4,217 2,108
Dosis (B) 4 31,153 7,788 11,460 0,000**
A x B 4 12,277 3,069 4,520 0,012*
Galat b 16 10,871 0,679
Nonaditif 1 1,319 1,319 2,070 0,171tn
Sisa 15 9,552
Total 29 246,138
KK a = 2,560% KK b = 5,812%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
76
Tabel 45. Data hasil pengamatan brix tebu pada 6 MSA
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 18,04 17,45 17,23 52,73 17,58 0,30 18,99 17,08 17,36 53,43 17,81 0,35 16,73 19,45 18,15 54,33 18,11 0,40 17,47 19,81 18,93 56,21 18,74 0,45 17,53 17,10 18,10 52,73 17,58
Total 88,77 88,77 90,88 89,78 269,43
Rataan 17,75 17,75 18,18 17,96 53,89
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,96 9,03 9,28 28,26 9,42 0,30 11,95 12,32 10,46 34,73 11,58 0,35 12,08 14,08 13,08 39,25 13,08 0,40 10,53 11,05 11,24 32,83 10,94 0,45 10,98 11,20 11,45 33,63 11,21
Total 55,50 55,50 57,68 55,51 168,68
Rataan 11,10 11,10 11,54 11,10 33,74
Tabel 46. Analisis ragam brix tebu pada 6 MSA
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 1,006 0,503 14,210 0,066tn
Varietas (A) 1 338,296 338,296 9560,800 0,000**
Galat a 2 0,071 0,035
Dosis (B) 4 13,913 3,478 4,220 0,016*
A x B 4 9,658 2,414 2,930 0,054tn
Galat b 16 13,196 0,825
Nonaditif 1 0,033 0,033 0,040 0,849tn
Sisa 15 13,162
Total 29 376,139
KK a = 0,322% KK b = 6,219%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
77
Tabel 47. Data hasil pengamatan kadar air tebu
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha)
Kontrol 72,50 74,12 79,04 225,66 75,22
0,30 72,49 75,64 73,17 221,29 73,76
0,35 72,76 63,11 72,44 208,32 69,44
0,40 73,74 72,71 79,64 226,09 75,36
0,45 73,24 76,55 74,95 224,74 74,91
Total 364,72 364,72 362,13 379,25 1106,11
Rataan 72,94 72,94 72,43 75,85 221,22
R 570 Dosis (l/ha)
Kontrol 80,78 83,04 81,66 245,47 81,82
0,30 79,11 79,30 81,88 240,29 80,10
0,35 71,61 82,46 79,45 233,52 77,84
0,40 75,65 78,87 82,27 236,80 78,93
0,45 73,23 81,43 80,64 235,30 78,43
Total 380,39 380,39 405,10 405,90 1191,38
Rataan 76,08 76,08 81,02 81,18 238,28
Tabel 48. Analisis ragam kadar air tebu
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 80,453 40,227 2,130 0,319tn
Varietas (A) 1 242,405 242,405 12,840 0,070tn
Galat a 2 37,760 18,880
Dosis (B) 4 77,229 19,307 2,260 0,109tn
A x B 4 26,712 6,678 0,780 0,554tn
Galat b 16 136,905 8,557
Nonaditif 1 25,317 25,317 3,400 0,085tn
Sisa 15 111,588
Total 29 601,465
KK a = 1,418% KK b = 3,820%
Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
78
Tabel 49. Data hasil pengamatan berat per batang tebu
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(Kg per batang)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 2,12 1,94 1,66 5,72 1,91 0,30 2,11 2,05 2,00 6,16 2,05 0,35 1,82 1,91 1,87 5,59 1,86 0,40 2,09 1,62 1,75 5,46 1,82 0,45 2,09 1,58 2,09 5,76 1,92
Total 10,23 10,23 9,10 9,37 28,69
Rataan 2,05 2,05 1,82 1,87 5,74
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 1,28 1,25 1,33 3,85 1,28 0,30 1,07 1,01 0,97 3,05 1,02 0,35 1,08 1,07 1,15 3,30 1,10 0,40 1,07 0,93 0,91 2,91 0,97 0,45 1,01 1,08 1,21 3,30 1,10
Total 5,51 5,51 5,35 5,56 16,41
Rataan 1,10 1,10 1,07 1,11 3,28
Tabel 50. Analisis ragam berat per batang tebu
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,085 0,043 1,450 0,408tn
Varietas (A) 1 5,023 5,023 170,910 0,006**
Galat a 2 0,059 0,029
Dosis (B) 4 0,129 0,032 1,630 0,215tn
A x B 4 0,135 0,034 1,710 0,197tn
Galat b 16 0,316 0,020
Nonaditif 1 0,001 0,001 0,060 0,813tn
Sisa 15 0,315
Total 29 5,747
KK a = 2,851% KK b = 9,348%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
79
Tabel 51. Data hasil pengamatan persen nira tebu
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 40,94 39,70 39,45 120,09 40,03 0,30 48,81 48,98 40,42 138,21 46,07 0,35 44,95 42,36 43,75 131,06 43,69 0,40 37,85 47,56 38,10 123,50 41,17 0,45 47,81 33,86 40,24 121,91 40,64
Total 220,37 220,37 212,46 201,95 634,78
Rataan 44,07 44,07 42,49 40,39 126,96
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 49,67 49,33 49,69 148,69 49,56 0,30 40,47 48,56 49,57 138,60 46,20 0,35 48,85 49,22 48,91 146,98 48,99 0,40 49,22 50,89 40,83 140,94 46,98 0,45 48,15 48,85 45,52 142,51 47,50
Total 236,35 236,35 246,85 234,51 717,71
Rataan 47,27 47,27 49,37 46,90 143,54
Tabel 52. Analisis ragam persen nira tebu
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 31,323 15,662 1,520 0,396tn
Varietas (A) 1 229,269 229,269 22,290 0,042*
Galat a 2 20,568 10,284
Dosis (B) 4 28,883 7,221 0,420 0,791tn
A x B 4 70,707 17,677 1,030 0,421tn
Galat b 16 273,837 17,115
Nonaditif 1 28,212 28,212 1,720 0,209tn
Sisa 15 245,625
Total 29 654,587
KK a = 1,778% KK b = 9,176%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
80
Tabel 53. Data hasil pengamatan pol
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 17,47 18,01 19,09 54,56 18,19 0,30 18,82 17,47 17,45 53,74 17,91 0,35 16,40 18,30 16,53 51,24 17,08 0,40 16,41 15,91 16,97 49,29 16,43 0,45 17,80 15,46 16,32 49,58 16,53
Total 86,90 86,90 85,15 86,36 258,41
Rataan 17,38 17,38 17,03 17,27 51,68
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 9,13 11,06 11,42 31,62 10,54 0,30 10,19 11,26 9,93 31,38 10,46 0,35 10,21 10,46 9,62 30,29 10,10 0,40 12,49 11,48 11,03 35,00 11,67 0,45 10,56 9,09 10,10 29,75 9,92
Total 52,58 52,58 53,35 52,10 158,04
Rataan 10,52 10,52 10,67 10,42 31,61
Tabel 54. Analisis ragam pol
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,067 0,034 0,160 0,861tn
Varietas (A) 1 335,806 335,806 1618,600 0,001**
Galat a 2 0,415 0,207
Dosis (B) 4 5,255 1,314 1,460 0,260tn
A x B 4 7,952 1,988 2,210 0,114tn
Galat b 16 14,389 0,899
Nonaditif 1 0,094 0,094 0,100 0,758tn
Sisa 15 14,294
Total 29 363,883
KK a = 0,820% KK b = 6,831%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
81
Tabel 55. Data hasil pengamatan purity
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 89,71 90,25 91,03 270,99 90,33 0,30 90,09 89,35 88,71 268,16 89,39 0,35 86,56 91,28 88,60 266,44 88,81 0,40 86,32 88,93 86,78 262,02 87,34 0,45 90,59 87,21 88,43 266,24 88,75
Total 443,26 443,26 447,03 443,55 1333,84
Rataan 88,65 88,65 89,41 88,71 266,77
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 77,08 83,06 83,68 243,82 81,27 0,30 79,31 79,88 80,11 239,30 79,77 0,35 81,99 85,85 82,54 250,37 83,46 0,40 85,86 82,02 80,78 248,66 82,89 0,45 81,29 77,34 79,21 237,85 79,28
Total 405,52 405,52 408,16 406,32 1220,00
Rataan 81,10 81,10 81,63 81,26 244,00
Tabel 56. Analisis ragam purity
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 2,349 1,174 16,510 0,057tn
Varietas (A) 1 432,015 432,015 6074,860 0,000**
Galat a 2 0,142 0,071
Dosis (B) 4 18,078 4,519 0,930 0,472tn
A x B 4 36,895 9,224 1,900 0,160tn
Galat b 16 77,792 4,862
Nonaditif 1 0,675 0,675 0,130 0,722tn
Sisa 15 77,117
Total 29 567,271
KK a = 0,078% KK b = 2,590%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
82
Tabel 57. Data hasil pengamatan brix
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha)
Kontrol 19,47 19,95 20,97 60,39 20,13 0,30 20,89 19,55 19,67 60,11 20,04 0,35 18,95 20,05 18,66 57,66 19,22
0,40 19,01 17,89 19,56 56,46 18,82 0,45 19,65 17,73 18,45 55,83 18,61
Total 97,97 97,97 95,17 97,31 290,45
Rataan 19,59 19,59 19,03 19,46 58,09
R 570 Dosis (l/ha)
Kontrol 11,85 13,32 13,65 38,82 12,94 0,30 12,85 14,09 12,40 39,34 13,11 0,35 12,45 12,19 11,65 36,29 12,10
0,40 14,55 14,00 13,65 42,20 14,07 0,45 12,99 11,75 12,75 37,49 12,50
Total 64,69 64,69 65,35 64,10 194,14
Rataan 12,94 12,94 13,07 12,82 38,83
Tabel 58. Analisis ragam brix
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,231 0,116 0,300 0,772tn
Varietas (A) 1 309,187 309,187 790,470 0,001**
Galat a 2 0,782 0,391
Dosis (B) 4 6,076 1,519 2,280 0,105tn
A x B 4 6,319 1,580 2,370 0,096tn
Galat b 16 10,644 0,665
Nonaditif 1 0,755 0,755 1,150 0,302tn
Sisa 15 9,889
Total 29 333,239
KK a = 0,968% KK b = 5,049%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
83
Tabel 59. Data hasil pengamatan rendemen tebu
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 9,81 10,14 10,79 30,73 10,24 0,30 10,59 9,79 9,74 30,12 10,04 0,35 9,05 10,36 9,23 28,64 9,55 0,40 9,04 8,89 9,38 27,32 9,11 0,45 10,04 8,57 9,10 27,70 9,23
Total 48,53 48,53 47,74 48,24 144,51
Rataan 9,71 9,71 9,55 9,65 28,90
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 4,74 5,98 6,20 16,91 5,64 0,30 5,37 5,96 5,26 16,59 5,53 0,35 5,48 5,75 5,18 16,41 5,47 0,40 6,87 6,16 5,87 18,90 6,30 0,45 5,64 4,72 5,32 15,68 5,23
Total 28,09 28,09 28,57 27,83 84,49
Rataan 5,62 5,62 5,71 5,57 16,90
Tabel 60. Analisis ragam rendemen tebu
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,015 0,008 0,150 0,872tn
Varietas (A) 1 120,053 120,053 2309,250 0,000**
Galat a 2 0,104 0,052
Dosis (B) 4 1,802 0,451 1,260 0,326tn
A x B 4 3,093 0,773 2,160 0,120tn
Galat b 16 5,717 0,357
Nonaditif 1 0,005 0,005 0,000 0,997tn
Sisa 15 5,717
Total 29 130,784
KK a = 0,747% KK b = 7,831%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
84
Tabel 61. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan populasi tunas tebu
Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang
Populasi tunas 3 MST 2 1,04 0,594tn Populasi tunas 6 MST 2 1,34 0,511tn
Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MST : minggu setelah tebang Tabel 62. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 3 MST
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 31,00 21,00 48,00 100,00 33,33 0,30 34,00 42,00 36,00 112,00 37,33 0,35 35,00 51,00 65,00 151,00 50,33 0,40 29,00 37,00 29,00 95,00 31,67 0,45 36,00 27,00 48,00 111,00 37,00
Total 165,00 165,00 178,00 226,00 569,00
Rataan 33,00 33,00 35,60 45,20 113,80
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 49,00 53,00 66,00 168,00 56,00 0,30 60,00 54,00 54,00 168,00 56,00 0,35 40,00 68,00 66,00 174,00 58,00 0,40 49,00 54,00 51,00 154,00 51,33 0,45 34,00 47,00 47,00 128,00 42,67
Total 232,00 232,00 276,00 284,00 792,00
Rataan 46,40 46,40 55,20 56,80 158,40
85
Tabel 63. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 3 MST
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 638,467 319,233 7,250 0,121tn
Varietas (A) 1 1657,630 1657,630 37,640 0,026*
Galat a 2 88,067 44,033
Dosis (B) 4 751,133 187,783 2,520 0,082tn
A x B 4 352,200 88,050 1,180 0,356tn
Galat b 16 1191,470 74,467
Nonaditif 1 6,924 6,924 0,090 0,771tn
Sisa 15 1184,540
Total 29 4678,970
KK a = 3,657% KK b = 19,021%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 64. Data hasil pengamatan populasi tunas tebu pada 6 MST
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 51,00 34,00 63,00 148,00 49,33 0,30 54,00 63,00 44,00 161,00 53,67 0,35 81,00 62,00 69,00 212,00 70,67 0,40 56,00 53,00 39,00 148,00 49,33 0,45 54,00 58,00 44,00 156,00 52,00
Total 296,00 296,00 270,00 259,00 825,00
Rataan 59,20 59,20 54,00 51,80 165,00
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 70,00 76,00 68,00 214,00 71,33 0,30 107,00 94,00 67,00 268,00 89,33 0,35 73,00 125,00 99,00 297,00 99,00 0,40 69,00 79,00 67,00 215,00 71,67 0,45 51,00 66,00 78,00 195,00 65,00
Total 370,00 370,00 440,00 379,00 1189,00
Rataan 74,00 74,00 88,00 75,80 237,80
86
Tabel 65. Analisis ragam populasi tunas tebu pada 6 MST
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 263,467 131,733 0,570 0,636tn
Varietas (A) 1 4416,530 4416,53019,160 0,048*
Galat a 2 461,067 230,533
Dosis (B) 4 2982,800 745,700 3,970 0,020*
A x B 4 423,467 105,867 0,560 0,692tn
Galat b 16 3002,130 187,633
Nonaditif 1 230,298 230,298 1,250 0,282tn
Sisa 15 2771,840
Total 29 11549,50
0
KK a = 5,654% KK b = 20,404%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
Tabel 66. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan tinggi tunas tebu
Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang
Tinggi tunas 3 MST 2 1,16 0,561tn
Tinggi tunas 6 MST 2 2,42 0,298tn
Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MST : minggu setelah tebang
87
Tabel 67. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 3 MST
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 9,40 10,00 8,60 28,00 9,33 0,30 12,20 13,50 11,50 37,20 12,40 0,35 12,40 10,60 12,20 35,20 11,73 0,40 10,40 10,40 9,80 30,60 10,20 0,45 10,80 10,60 11,50 32,90 10,97
Total 55,20 55,20 55,10 53,60 163,90
Rataan 11,04 11,04 11,02 10,72 32,78
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 13,70 15,40 14,00 43,10 14,37 0,30 11,60 13,00 9,40 34,00 11,33 0,35 13,20 13,20 15,40 41,80 13,93 0,40 9,80 10,40 10,80 31,00 10,33 0,45 12,70 13,00 9,80 35,50 11,83
Total 61,00 61,00 65,00 59,40 185,40
Rataan 12,20 12,20 13,00 11,88 37,08
Tabel 68. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 3 MST
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 2,529 1,264 2,260 0,307tn
Varietas (A) 1 15,408 15,408 27,500 0,035*
Galat a 2 1,121 0,560
Dosis (B) 4 20,779 5,195 4,110 0,018*
A x B 4 32,713 8,178 6,460 0,003**
Galat b 16 20,244 1,265
Nonaditif 1 0,977 0,977 0,000 0,979tn
Sisa 15 20,243
Total 29 92,794
KK a = 1,607% KK b = 9,661%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
88
Tabel 69. Data hasil pengamatan tinggi tunas tebu pada 6 MST
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(cm)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 16,40 14,20 13,20 43,80 14,60 0,30 17,40 18,00 17,00 52,40 17,47 0,35 16,80 16,20 18,80 51,80 17,27 0,40 16,20 15,60 15,20 47,00 15,67 0,45 16,00 15,60 17,80 49,40 16,47
Total 82,80 82,80 79,60 82,00 244,40
Rataan 16,56 16,56 15,92 16,40 48,88
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 19,60 21,40 17,40 58,40 19,47 0,30 18,00 17,00 15,40 50,40 16,80 0,35 17,20 16,00 20,80 54,00 18,00 0,40 15,40 15,60 14,60 45,60 15,20 0,45 15,00 17,80 14,60 47,40 15,80
Total 85,20 85,20 87,80 82,80 255,80
Rataan 17,04 17,04 17,56 16,56 51,16
Tabel 70. Analisis ragam tinggi tunas tebu pada 6 MST
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 0,579 0,289 0,190 0,840tn
Varietas (A) 1 4,332 4,332 2,860 0,233tn
Galat a 2 3,032 1,516
Dosis (B) 4 18,552 4,638 1,860 0,166tn
A x B 4 33,661 8,415 3,380 0,035*
Galat b 16 39,803 2,488
Nonaditif 1 0,772 0,772 0,300 0,594tn
Sisa 15 39,031
Total 29 99,959
KK a = 1,846% KK b = 9,460%
Keterangan * : nyata pada P ≤ 0,05 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
89
Tabel 71. Rekapitulasi uji Bartlett untuk kehomogenan ragam antarperlakuan persentase tunggul bertunas tebu
Variabel Pengamatan DK Khi-Kuadrat Peluang
Persentase tunggul bertunas 3 MST 2 0,02 0,988tn
Persentase tunggul bertunas 6 MST 2 0,43 0,807tn
Keterangan DK : derajat kebebasan tn : terima H0 (ragam antarperlakuan homogen) MST : minggu setelah tebang Tabel 72. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas
(PTB) pada 3 MST
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 33,33 37,10 33,71 104,14 34,71 0,30 30,61 41,67 27,91 100,19 33,40 0,35 42,31 28,57 48,65 119,53 39,84 0,40 35,06 43,66 28,00 106,73 35,58 0,45 31,03 39,76 29,03 99,83 33,28
Total 172,35 172,35 190,76 167,30 530,40
Rataan 34,47 34,47 38,15 33,46 106,08
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 25,16 26,23 27,50 78,89 26,30 0,30 22,22 30,77 29,47 82,47 27,49 0,35 25,00 32,14 36,29 93,43 31,14 0,40 28,68 30,58 25,22 84,48 28,16 0,45 16,94 21,62 29,09 67,65 22,55
Total 118,00 118,00 141,34 147,57 406,92
Rataan 23,60 23,60 28,27 29,51 81,38
90
Tabel 73. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada 3 MST
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 88,012 44,006 1,250 0,444tn
Varietas (A) 1 508,319 508,319 14,490 0,063tn
Galat a 2 70,167 35,083
Dosis (B) 4 184,422 46,106 1,330 0,302tn
A x B 4 18,813 4,703 0,140 0,967tn
Galat b 16 555,825 34,739
Nonaditif 1 68,440 68,440 2,110 0,167tn
Sisa 15 487,386
Total 29 1425,560
KK a = 4,739% KK b = 18,864%
Keterangan tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05 Tabel 74. Data hasil pengamatan persentase tunggul bertunas
(PTB) pada 6 MST
Perlakuan
Ulangan
Total Rataan I II III
(%)
RGM 99-213 Dosis (l/ha) Kontrol 41,05 43,43 46,46 130,95 43,65 0,30 38,33 52,50 40,45 131,28 43,76 0,35 55,77 42,86 54,65 153,28 51,09 0,40 39,13 48,24 32,94 120,31 40,10 0,45 37,50 43,62 32,47 113,58 37,86
Total 211,79 211,79 230,64 206,97 649,40
Rataan 42,36 42,36 46,13 41,39 129,88
R 570 Dosis (l/ha) Kontrol 38,58 41,58 43,68 123,84 41,28 0,30 40,50 45,37 41,75 127,61 42,54 0,35 33,06 46,88 44,64 124,58 41,53 0,40 30,66 37,93 33,06 101,65 33,88 0,45 27,64 29,87 34,03 91,54 30,51
Total 170,44 170,44 201,63 197,15 569,23
Rataan 34,09 34,09 40,33 39,43 113,85
91
Tabel 75. Analisis ragam persentase tunggul bertunas (PTB) pada 6 MST
Sumber Keragaman
Derajat Kebebasan
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Nilai Tengah
Fhitung Peluang
Kelompok 2 125,883 62,942 2,490 0,286tn
Varietas (A) 1 214,271 214,271 8,490 0,100tn
Galat a 2 50,472 25,236
Dosis (B) 4 580,328 145,082 5,490 0,006**
A x B 4 72,655 18,164 0,690 0,611tn
Galat b 16 422,581 26,411
Nonaditif 1 75,169 75,169 3,250 0,092tn
Sisa 15 347,412
Total 29 1466,190
KK a = 3,092% KK b = 12,652%
Keterangan ** : nyata pada P ≤ 0,01 tn : tidak nyata pada P ≤ 0,05
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Industri gula saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam
kaitannya dengan peningkatan daya saing. Rendahnya
produktivitas tanaman tebu membuat industri gula terancam
eksistensinya. Menurut data Direktorat Jenderal Bina Produksi
Perkebunan Departemen Pertanian, produksi gula nasional pada
tahun 2003 mencapai angka sekitar 1,6 juta ton sedangkan saat
ini kebutuhan gula dalam negeri mencapai 3,3 juta ton sehingga
hanya setengahnya yang dapat dipenuhi oleh produksi gula dalam
negeri dan selebihnya harus impor. Murahnya gula impor yang
membanjiri pasar dalam negeri membuat harga gula petani
domestik ikut anjlok sehingga mengakibatkan produsen gula lokal,
petani, dan pabrik gula mengalami kerugian.
Untuk memenuhi permintaan kebutuhan gula yang tinggi maka
pemerintah melakukan beberapa upaya peningkatan produksi
gula nasional, antara lain melalui perbaikan kultur teknis,
rehabilitasi beberapa pabrik yang sudah lama, meningkatkan
kapasitas produksi, pengembangan varietas unggul, dan perluasan
2
areal perkebunan (Oezer, 1993). Ada beberapa dugaan yang
menyebabkan menurunnya produktivitas tanaman tebu yaitu bibit
tebu yang kurang bermutu, penggunaan tanaman keprasan
(ratoon) yang berlebihan, lahan yang kurang subur, manajemen
penerapan baku teknis seperti pengairan, pemupukan, dan
pengendalian hama dan penyakit yang belum tepat, serta
manajemen tebang angkut dari pabrik gula yang kurang optimal.
Kondisi iklim pada saat awal giling yang kurang menguntungkan
akan mempengaruhi produksi dan kualitas tebu. Kondisi iklim
seperti curah hujan yang tinggi di awal musim panen akan
menyebabkan proses kemasakan tebu tertunda dan kualitas tebu
rendah. Untuk memperkecil resiko tersebut, salah satu alternatif
yang diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memacu
kemasakan dan peningkatan kualitas tebu adalah penggunaan zat
pemacu kemasakan (ZPK).
Zat pemacu kemasakan adalah sekelompok senyawa kimia buatan
yang dapat digunakan untuk memacu kemasakan tebu yang
belum masak optimal atau proses kemasakannya terhambat
akibat kondisi lingkungan yang kurang mendukung (Hadisaputro,
1996). Penggunaan ZPK tebu telah diterapkan di beberapa negara
seperti Swaziland dan Afrika Selatan pada kondisi yang tidak
mendukung proses pemasakan secara alami, misalnya karena
kondisi cuaca yang terlalu basah. Penelitian penggunaan ZPK di
3
Indonesia telah dilakukan sejak pertengahan tahun tujuh puluhan
namun hasilnya belum diterapkan secara luas.
Pada awalnya, ZPK yang digunakan adalah Ethrel (bahan aktif
ethepon 480 g/l), setelah itu Polado (bahan aktif glifosat 750 g/l),
dan Fusilade Super (bahan aktif fluazifob-p-butyl 125 g/l).
Penggunaan ZPK pada beberapa tahun terakhir ini sangat diminati
oleh perkebunan tebu lahan kering yang ada di Lampung
khususnya PT Gunung Madu Plantations. Jenis ZPK yang paling
banyak digunakan adalah Touchdown 480 AS (sulfosat atau
trimesium glifosat), Touchdown 620 AS (kalium glifosat), Roundup
486 AS (isopropilamina glifosat), dan Fusilade 125 EC
(fluazifob-p-butyl). Dari beberapa jenis ZPK tersebut Fusilade
125 EC, Roundup 486 AS, dan Touchdown 480 AS telah masuk
dalam daftar yang digunakan sebagai cane ripener (Direktorat
Pupuk dan Pestisida, 2004 yang dikutip oleh Sembodo et al., 2005).
Pada penelitian ini ZPK yang digunakan adalah Fusilade Super
125 EC karena selain harganya yang relatif murah juga memiliki
keunggulan yaitu kecilnya aktivitas residualnya.
Aplikasi ZPK pada tanaman tebu mempunyai banyak keuntungan
yaitu dapat mempercepat dan menyeragamkan kemasakan
tanaman tebu serta dapat meningkatkan kualitas nira tebu
sehingga nantinya dapat meningkatkan produksi dan hasil gula.
Selain memberikan banyak keuntungan, ZPK juga menimbulkan
4
efek toksik pada tanaman tebu. Efek toksik ini ditunjukkan oleh
adanya gejala-gejala yang dapat diamati secara visual, yaitu
dengan cara mengamati proses pertumbuhan dan perubahan
warna daun.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah diuraikan
maka disusun perumusan masalah penelitian sebagai berikut
1. Apakah pertumbuhan dan kualitas nira tebu dipengaruhi oleh
dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK?
2. Apakah terdapat perbedaan respons varietas tebu terhadap
pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK?
3. Apakah terdapat interaksi antara varietas tebu dengan
pemberian fluazifob-p-butyl yang digunakan sebagai ZPK?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan maka
disusun tujuan penelitian sebagai berikut
1. Mengetahui pengaruh dosis fluazifob-p-butyl sebagai ZPK pada
pertumbuhan dan kualitas nira tebu.
2. Mengetahui perbedaan respons varietas terhadap dosis
fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.
3. Mengetahui interaksi antara varietas tebu dengan pemberian
fluazifob-p-butyl yang digunakan sebagai ZPK.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan maka
penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan masukan dan
informasi dalam menentukan dosis ZPK yang tepat pada dua
varietas tebu yang diujikan dan untuk menambah khasanah
keilmuan di bidang pertanian.
1.5 Kerangka Teoritis
1.5.1 Landasan teoritis
Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman perkebunan
penghasil gula yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi
penduduk Indonesia. Namun kondisi industri gula saat ini
dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain rendahnya
kemampuan produksi gula dan kualitas tebu. Berbagai upaya
telah dilakukan untuk meningkatkan produksi dan kualitas tebu,
salah satunya adalah dengan teknologi pengaplikasian zat pemacu
kemasakan (ZPK) tebu.
Penggunaan ZPK menjadi suatu kebutuhan pada budidaya tebu
karena aplikasi ZPK dapat meningkatkan kualitas tebu dan
rendemen, meskipun tidak akan meningkatkan rendemen
potensial yang merupakan bakat genetik tebu. Menurut Riyanto
(2005), aplikasi ZPK pada tanaman tebu bertujuan mempercepat
6
laju kemasakan tebu (mempercepat proses penuaan) sehingga
proses penimbunan gula di dalam batang berlangsung lebih cepat
dan kualitas nira menjadi lebih baik saat tebu dipanen.
Penggunaan ZPK ini sangat dirasakan manfaatnya pada saat
musim tebang yang jatuh pada musim penghujan mulai bulan
April sampai dengan bulan Juni, karena pada bulan-bulan
tersebut curah hujan yang tinggi akan mendorong tanaman untuk
tumbuh secara vegetatif sehingga proses pemasakan batang tebu
menjadi tertunda.
Penggunaan ZPK dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif
tanaman tertekan sehingga energi yang tersedia disimpan dalam
bentuk sukrosa dalam batang. Menurut Nickell (1997), ZPK
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi baik
kuantitas maupun kualitas hasil akhir tanaman. Menurut
Rostron, et al. (1986), semua produk ZPK dapat meningkatkan
konsentrasi sukrosa dan hasil gula dengan jumlah yang hampir
sama, walaupun struktur kimia dan gejala visual yang terjadi pada
tebu berbeda. Produk-produk ZPK tersebut akan meningkatkan
kadar sukrosa dan kemurnian jus nira dari 4—6 minggu setelah
aplikasi.
Pada awalnya, ZPK yang digunakan adalah Ethrel (bahan aktif
ethepon 480 g/l), setelah itu Polado (bahan aktif glifosat 750 g/l),
dan Fusilade Super (bahan aktif fluazifob-p-butyl 125 g/l). Hasil
7
pengujian awal terhadap produk bersandi PP009 yang kemudian
dikenal sebagai Fusilade Super menunjukkan bahwa produk ini
mempunyai kemampuan sebagai ZPK tebu (Anonimous, 1984 yang
dikutip oleh Donaldson dan Van Staden, 1989). Fusilade Super
sebagai zat pemacu kemasakan tebu dengan bahan aktif
fluazifob-p-butyl, merupakan salah satu herbisida organik yang
bersifat selektif untuk mengendalikan gulma dari golongan rumput
musiman dan tahunan. ZPK tersebut diabsorbsi secara cepat
melalui permukaan daun dan ditranslokasikan melalui xilem dan
floem untuk diakumulasi ke titik tumbuh. Hasil penelitian di
Afrika Selatan menunjukkan bahwa fluazifob-p-butyl pada
tanaman tebu dapat meningkatkan produksi gula (Rostron, 1985
dalam Donaldson dan Van Staden, 1989).
Pada awalnya dosis aplikasi sebesar 300—500 ml/ha dianggap
memberikan hasil yang kurang lebih sama dibandingkan Polado
dan Ethrel, namun karena terdapat beberapa kejadian yang tidak
memberikan hasil yang baik dari aplikasi fluazifob-p-butyl maka
Rostron (1985) dalam Donaldson dan Van Staden (1989)
menyatakan bahwa respons yang kurang pada varietas N 14
ternyata dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan dosis
aplikasinya. Pendapat ini kemudian diperkuat oleh Donaldson
(1989) yang menyatakan bahwa setelah produk ini berhasil
didaftarkan sebagai ZPK tebu pada tahun 1984 dosis yang
8
direkomendasikan direvisi dari 300—330 ml/ha menjadi 400—440
ml/ha untuk varietas N 14.
1.5.2 Kerangka pemikiran
Dengan aplikasi ZPK fluazifob-p-butyl diharapkan dapat
memberikan kontribusi yang lebih baik bagi peningkatan produksi
dan kualitas tebu di Indonesia. ZPK fluazifob-p-butyl adalah salah
satu senyawa kimia yang dapat memacu dan mempercepat proses
kemasakan tebu pada saat kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan (basah), umur tebu yang masih muda, serta
sebab lain yang dapat menghambat proses kemasakan. Namun
dalam hal pertumbuhan tanaman setelah aplikasi, ZPK
fluazifob-p-butyl mungkin akan menimbulkan penurunan hasil
tebu yang nyata pada 9 minggu setelah aplikasi tetapi hal ini tidak
akan diikuti oleh suatu penurunan hasil gula. Respons yang baik
dari aplikasi fluazifob-p-butyl diperoleh antara 4 sampai dengan
9 minggu setelah aplikasi (MSA).
Gejala khas dari aplikasi fluazifob-p-butyl adalah terjadi kematian
pupus pada 3—4 MSA. Hal ini kemudian diikuti oleh pertumbuhan
yang terhambat dan matinya meristem apikal. Karena pertumbuhan
yang terhambat dan matinya meristem apikal tersebut maka akan
muncul siwilan-siwilan. Cincin-cincin nekrotik muncul pada
9
ruas-ruas yang pada saat aplikasi sedang tumbuh aktif memanjang,
yang makin lama makin dalam. Bila bagian pucuk di atas cincin
nekrotik ini cukup besar atau berat maka pada posisi ini batangnya
mudah patah terutama bila terusik pada saat panen.
Mekanisme kerja fluazifob-p-butyl yang diaplikasikan pada gulma
rumput adalah menghambat produksi ATP. Menurut penelitian
Peregoy, et al. (1985) yang dikutip Marpaung (1990),
fluazifob-p-butyl dapat menghambat sintesis RNA, DNA, asam
amino, uridin, dan pirimidin sehingga akan menghambat
pembentukan protein dalam tubuh tanaman. RNA dan DNA
sangat diperlukan dalam proses pembelahan sel (mitosis) tanaman
(Devlin, 1983). Carr, et al. (1985) dalam Marpaung (1990)
menyatakan bahwa mekanisme kerja asam fluazifob-p-butyl pada
jaringan meristem adalah menghambat pembentukan fosfolipid,
dimana fosfolipid adalah senyawa pembentuk membran sel
(Devlin, 1983).
Hingga saat ini belum diketahui apakah ruas-ruas yang tidak
memperlihatkan cincin-cincin nekrotik juga memberikan respons
yang sama seperti ruas-ruas yang muncul cincin nekrotiknya.
Pada varietas N 14 jumlah batang yang terkena dampak tersebut
meningkat sebesar 25% bila dosis aplikasi dinaikkan dari
300 ml/ha menjadi 600 ml/ha. Donaldson (1989) menyatakan
bahwa respons yang sama dapat diperoleh dari aplikasi dengan
10
dosis yang lebih .rendah namun tenggat waktu antara saat
aplikasi dan panennya lebih panjang.
1.5.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat
disusun hipotesis sebagai berikut
1. Pertumbuhan dan kualitas nira tebu dipengaruhi oleh dosis
fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.
2. Terdapat perbedaan respons antarvarietas tebu terhadap
pemberian fluazifob-p-butyl sebagai ZPK.
3. Terdapat interaksi antara varietas tebu dengan pemberian
fluazifob-p-butyl yang digunakan sebagai ZPK.
Judul Skripsi : Respons Dua Varietas Tebu
(Saccharum officinarum L.) terhadap Pemberian Fluazifob-p-butyl sebagai Zat Pemacu Kemasakan
Nama Mahasiswa : Muhammad Isnaini Nomor Pokok Mahasiswa : 0214011035 Program Studi : Agronomi Jurusan : Budidaya Pertanian Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Ir. Indarto, M.S. Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. NIP 131473389 NIP 131619062
2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S. NIP 131692065
MENSAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Indarto, M.S. Sekretaris : Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. Penguji bukan Pembimbing : Ir. Darmaisam Mawardi, M.S.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc. NIP 131410596
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 27 April 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Januari 1985 di Karang
Binangun, OKU Timur Sumatera Selatan sebagai anak
kedua dari tiga bersaudara pasangan Asmawi, A.Md. dan Mar’ati.
Pada tahun 1990, penulis mengawali pendidikan di SDN Karang
Binangun. Pada tahun 1996 melanjutkan ke SLTPN 4 Karang
Binangun. Pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan ke SMU
YPB Belitang dan pada tahun 2002 penulis diterima di Program
Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB).
Penulis ikut bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi
Mahasiswa Unila pada tahun 2003—2004 dan aktif menjadi Senat
Mahasiswa Fakultas Pertanian Unila pada tahun 2005—2006.
Pada tahun 2005, penulis mengikuti Praktik Umum (PU) di Balai
Benih Induk Hortikultura (BBIH) Pekalongan Lampung Timur.
Penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mandiri (BBM)
pada tahun 2004—2005 dan beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) pada tahun 2006.
Kupersembahkan karyaku ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, untuk Ayahanda Asmawi, A.Md., Ibunda Mar’ati,
Ayuk Eni Rimawati, S.S., Adik Umi Kiftria, dan orang-orang yang kusayangi atas dukungan, semangat, cinta, dan doa yang tiada tara, serta almamater tercinta.
“Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah mencoba melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah-langkah berikutnya.”
"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan;atau aku akan
berjalan sampai bertahun-tahun." (Al Kahfi : 60)
“Milikilah harapan yang besar dan jadikanlah ia sebagai lambang dalam kehidupan kita. Milikilah angan-angan yang tinggi dan
jadikanlah ia sebagai pakaian sehari-hari. Laksanakanlah semua itu dengan ketulusan hati yang sesungguhnya dalam
segala macam usaha dan amal perbuatan, karena inilah jalan satu-satunya untuk memperoleh cita-cita.
Setinggi apapun cita-cita yang terkandung di dalam kalbu kita, sebesar itu
pula yang diperoleh” (Musthafa al-Ghalayain).
Judul Skripsi : Respons Dua Varietas Tebu
(Saccharum officinarum L.) terhadap Pemberian Fluazifob-p-butyl sebagai Zat Pemacu Kemasakan
Nama Mahasiswa : Muhammad Isnaini Nomor Pokok Mahasiswa : 0214011035 Program Studi : Agronomi Jurusan : Budidaya Pertanian Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Ir. Indarto, M.S. Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. NIP 131473389 NIP 131619062
2. Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S. NIP 131692065
MENSAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Ir. Indarto, M.S. Sekretaris : Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. Penguji bukan Pembimbing : Ir. Darmaisam Mawardi, M.S.
2. Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc. NIP 131410596
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 27 April 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Januari 1985 di Karang
Binangun, OKU Timur Sumatera Selatan sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara pasangan Asmawi, A.Md. dan Mar’ati.
Pada tahun 1990, penulis mengawali pendidikan di SDN Karang
Binangun. Pada tahun 1996 melanjutkan ke SLTPN 4 Karang
Binangun. Pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan ke SMU
YPB Belitang dan pada tahun 2002 penulis diterima di Program
Studi Agronomi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB).
Penulis ikut bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa Koperasi
Mahasiswa Unila pada tahun 2003—2004 dan aktif menjadi Senat
Mahasiswa Fakultas Pertanian Unila pada tahun 2005—2006.
Pada tahun 2005, penulis mengikuti Praktik Umum (PU) di Balai
Benih Induk Hortikultura (BBIH) Pekalongan Lampung Timur.
Penulis mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mandiri (BBM)
pada tahun 2004—2005 dan beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) pada tahun 2006.
Kupersembahkan karyaku ini sebagai rasa syukur kepada Allah SWT, untuk Ayahanda Asmawi, A.Md., Ibunda Mar’ati,
Ayuk Eni Rimawati, S.S., Adik Umi Kiftria, dan orang-orang yang kusayangi atas dukungan, semangat, cinta, dan doa yang tiada tara, serta almamater tercinta.
“Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang yang tidak pernah mencoba melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah-langkah berikutnya.”
"Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan;atau aku akan
berjalan sampai bertahun-tahun." (Al Kahfi : 60)
“Milikilah harapan yang besar dan jadikanlah ia sebagai lambang dalam kehidupan kita. Milikilah angan-angan yang tinggi dan
jadikanlah ia sebagai pakaian sehari-hari. Laksanakanlah semua itu dengan ketulusan hati yang sesungguhnya dalam
segala macam usaha dan amal perbuatan, karena inilah jalan satu-satunya untuk memperoleh cita-cita.
Setinggi apapun cita-cita yang terkandung di dalam kalbu kita, sebesar itu
pula yang diperoleh” (Musthafa al-Ghalayain).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Tebu
2.1.1 Taksonomi tanaman tebu dan kegunaannya Tebu (sugarcane) atau Saccharum edule Hassk. memiliki
klasifikasi taksonomi sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Dalam genus terdapat lima spesies tebu yaitu S. sinensis, S.
barberi, S. spontaneum, S. robustum, dan S. officinarum. Di antara
spesies tersebut, yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia
adalah S. Officinarum. Spesies ini memiliki kandungan sukrosa
yang tinggi dan kandungan seratnya rendah (Yulaika, 1993 dalam
Rahayu, 2006).
12
Tanaman tebu (sugarcane) merupakan tanaman semusim yang
dapat menghasilkan gula. Di dalam batangnya mengandung
senyawa kimia seperti glikosida, saponin, flavonoida, dan polifenol.
Batang tanaman tebu merupakan sumber gula, namun rendeman
atau persentase gula yang dihasilkan hanya berkisar 10—15%.
Sisa pengolahan gula adalah tetes nira (molases) yang diperoleh
dari tahap pemisahan kristal gula dan masih mengandung gula
50—60%, asam amino, dan mineral. Tetes nira adalah bahan
baku bumbu masak monosodium glutamat, gula cair, dan arak.
Pucuk daun tebu yang diperoleh pada tahap penebangan
digunakan untuk pakan ternak dalam bentuk silase, pelet, dan
wafer. Ampas tebu yang merupakan hasil samping dari proses
ekstraksi cairan tebu dimanfaatkan sebagai bahan bakar pabrik,
bahan industri kertas, particle board, dan media untuk budidaya
jamur atau dikomposkan untuk pupuk. Blotong merupakan hasil
samping proses penjernihan yang dapat dijadikan sebagai bahan
organik untuk pupuk tanaman tebu.
Tebu merupakan tanaman perkebunan yang tergolong dalam
famili gramineae. Tanaman ini merupakan komoditas penting
karena di dalam batangnya terkandung 20% cairan gula.
Tanaman ini berasal dari India, tetapi mungkin juga berasal dari
Irian karena di sana ditemukan tanaman liar tebu. Di Jawa Barat
tebu dikenal dengan nama tiwu sejak 400 tahun yang lalu
13
sedangkan di daerah-daerah lain dinamakan Teubee (Aceh), Tu
(Gayo), Tobu (Batak), Tobu (Lampung), Tebu (Melayu), Tebu (Jawa
Tengah), Tebhu (Madura), Utihu (Ambon), Tebu (Buru), Tabaru
(Halmahera), Uga (Ternate, Tidore), Tabu (Dayak), Tuu (Minahasa),
Patodu (Gorontalo), Tou (Buol), Toru (Toraja), Tabu (Makassar),
Tebu (Sasak), Dobu (Bima), Tebu (Sumba), Tebu (Sumbawa), Teu
(Flores).
2.1.2 Morfologi tanaman tebu Tanaman tebu memiliki akar serabut yang banyak dan keluar dari
lingkaran akar di bagian pangkal batang. Pada tanah yang subur,
akar tebu dapat tumbuh mencapai 0,5—1 m begitu juga
sebaliknya pada tanah yang kurang subur dan padat maka
akarnya pendek (Yulaika, 1993 dalam Rahayu, 2006). Akar tebu
terdiri dari dua macam yaitu akar setek dan akar tunas. Akar
setek adalah akar yang tumbuh dari buku batang dan akar tunas
adalah akar yang sesungguhnya yang tumbuh dari pangkal batang
(Indarto, 1996).
Batang tebu berbentuk silinder yang terdiri atas buku dan ruas,
dengan panjang ruas 10—30 cm. Pada ruas batang tebu terdapat
lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan. Ruas batang
dibatasi oleh buku-buku yang merupakan tempat kedudukan
daun. Pada buku tumbuh mata tunas lateral yang terletak di
14
salah satu sisinya. Buku yang terdapat di dalam tanah
mempunyai hubungan erat dengan proses pembentukan tunas
atau anakan dan perkembangan ratoon. Tinggi batang tebu dapat
mencapai 3—5 m (Irmawan, 1993).
Daun tebu merupakan daun yang tidak lengkap karena hanya
terdiri atas helaian daun (lamina) dan pelepah daun (vagina).
Daun tumbuh dari buku pada salah satu sisi batang. Pelepah
daun melekat pada batang dengan sebuah cincin yang melingkari
batang tersebut. Pada waktu masih muda, pelepah daun
ditumbuhi rambut-rambut yang kadang gugur setelah pelepah
dewasa. Mata tunas ditutupi oleh dasar pelepah sebagai
pelindung selama fase awal perkembangan (Irmawan,1993).
Daun tebu memiliki lidah daun (Ligula) dan telinga daun
(Auricula). Ligula merupakan lapisan yang terdapat di antara
pelepah dan helaian daun yang dapat tembus cahaya pada waktu
masih muda tetapi dapat menjadi kering, pucat, dan pecah setelah
tanaman dewasa (PTPN VII, 1997 yang dikutip Rahayu, 2006).
Pada daun muda ligula menekan keras pada batang yaitu pada
lingkaran tumbuh yang masih muda dan lemah. Ligula ini
berfungsi untuk mencegah masuknya air antara batang dan
pelepah sehingga dapat mencegah timbulnya hama penyakit.
Auricula adalah bagian tepi dari pelepah yang seperti selaput
kering dan terus memanjang ke atas.
15
Daun tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah
biomassa yang mempunyai nilai kalori cukup tinggi yaitu
digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk memasak; selain
menghemat minyak tanah yang makin mahal, bahan bakar ini
juga cepat panas. Dalam konversi energi pabrik gula, daun tebu
dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan bakar boiler,
yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit
listrik (Wikipedia Indonesia, 2006).
Ekologi tanaman tebu
Pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman tebu tak lepas
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti iklim dan tanah. Pada
umumnya, tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik di daerah
yang beriklim tropis dan subtropis atau lembab. Kelembaban yang
baik untuk pertumbuhan tanaman adalah lebih dari 70%. Suhu
udara berkisar antara 28—34 0C. Tebu sebagai tanaman tropis
membutuhkan radiasi sinar matahari berkisar antara
12—14 jam/hari yang akan digunakan untuk fotosintesis dan
membentuk hormon pertumbuhan yang berfungsi untuk mengatur
pembentukan tunas dan perpanjangan batang (Rahayu, 2006).
Kecepatan angin yang baik untuk tanaman tebu adalah 10 km/jam,
apabila lebih besar akan menyebabkan tebu roboh.
16
Tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang subur dan
cukup air tetapi tidak tergenang. Jika ditanam di tanah sawah
yang beririgasi maka pengairan mudah diatur tetapi jika ditanam
di ladang atau tanah kering yang tadah hujan penanaman harus
dilakukan di musim hujan. Ketinggian tempat yang baik untuk
pertumbuhan tebu adalah 5—500 m di atas permukaan laut (dpl).
Peran Zat Pemacu Kemasakan dalam Pertumbuhan dan
Kualitas Tanaman Tebu. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan aplikasi
ZPK adalah air pelarut, umur tebu, kondisi pertumbuhan tebu,
kondisi lingkungan, varietas yang digunakan, macam dan dosis
ZPK, waktu aplikasi, dan waktu tebang setelah aplikasi
(Sudarijanto, 1996). Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) berfungsi
untuk mengatasi masalah kemasakan dan rendemen di awal
giling. Jenis serta dosis ZPK yang dianjurkan adalah
isopropilamina glifosat 0,6—0,9 l/ha dan fluazifob-p-butyl
0,6—0,7 l/ha. Dari hasil percobaan dijumpai adanya interaksi
antara macam ZPK dan varietas tebu.
Aplikasi ZPK mampu menghentikan pertumbuhan apikal sehingga
gula yang telah tersimpan di dalam batang tidak terurai kembali
untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Kuntohartono (2000),
tinggi rendahnya kadar gula dalam batang tebu pada akhir
stadium pemasakan, bergantung pada faktor dalam (varietas dan
17
bakat rendemen) dan faktor luar (kondisi air tanah, suhu udara,
dan kadar N).
Bahkan dilaporkan bahwa kandungan sukrosa pada batang tebu
ditentukan oleh peningkatan aktivitas sucrose phosphate synthase
(SPS). Sucrose phosphate synthase merupakan enzim utama
sintesis sukrosa. Enzim SPS ini mengkatalisis reaksi pembentukan
sucrose-6P dari fructose-6P dan UDP-glucose (Huber and Huber,
1996 dalam Sugiharto, 2001). Peningkatan aktivitas SPS tersebut
dapat menyebabkan meningkatnya akumulasi sukrosa pada daun
dan pertumbuhan tebu. Hal ini menunjukan bahwa sintesis
sukrosa yang tinggi menyebabkan hasil fotoasimilat dalam bentuk
sukrosa meningkat sehingga pengiriman sumber karbon ke bagian
tanaman yang lain menjadi lebih besar dan pertumbuhan lebih
baik. Dengan demikian aktivitas SPS yang tinggi akan
meningkatkan kandungan sukrosa pada batang atau produktivitas
gula tanaman tebu (Zhu et al., 1997; Sugiharto et al., 1995 dalam
Sugiharto, 2001).
Fusilade Super pada umumnya digunakan sebagai herbisida
pascatumbuh untuk gulma rumput dan tidak mempunyai aktifitas
di tanah. Fluazifob-p-butyl sebagai bahan kimianya dapat
diabsorbsi melalui daun dan ditranslokasikan ke bawah melalui
floem ke bagian meristematik. Fluazifob-p-butyl adalah salah satu
senyawa kimia organik yang efektif untuk mengendalikan gulma
18
dari golongan poaceae. Fluazifob-p-butyl termasuk golongan
ariloksifenoksipropionat. Rumus kimia fluazifob-p-butyl adalah
C19H20O4NF3 dan rumus bangunnya (Gambar 1).
Gambar 1. Rumus bangun fluazifob-p-butyl (Pesticides@fluoridealert.org, 2006)
Menurut Sembodo (2005), fluazifob-p-butyl bersifat sistemik
sehingga senyawa ini diabsorbsi secara cepat melalui permukaan
daun dan ditranlokasikan dari tempat terjadinya kontak pertama
ke bagian lain menuju bagian yang paling aktif bermetabolisme
yaitu titik tumbuh. Translokasi ini berlangsung secara simplastik
yaitu melalui jaringan hidup dengan pembuluh floem bersamaan
dengan translokasi hasil fotosintesis.
Pola kerja fluazifob-p-butyl yaitu menghambat produksi ATP dengan
gejala terhambatnya pertumbuhan tanaman yang tampak pada dua
hari setelah aplikasi (Marpaung, 1990). Menurut Peregoy et al.
(1985) dalam Marpaung (1990) menyatakan bahwa fluazifob-p-butyl
menghambat sintesis DNA dan RNA. DNA dan RNA tersebut sangat
diperlukan dalam proses pembelahan sel (mitosis) tanaman (Devlin,
1983). Fluazifob-p-butyl bekerja dengan cara menghambat proses
biosintesis lipid yaitu secara fisiologi menghambat fungsi enzim
asetil CoA-karboksilase (ACCase) yang diperlukan dalam biosintesis
N
F3O O O C CO2(CH2)3CH3
CH3
H
19
lipid. Lipid di dalam tanaman berfungsi sebagai penyusun
membran sel dan apabila biosintesisnya terhambat maka
pembentukan sel-sel baru juga terhambat.
Hasil penelitian Yuschal (1993) di Pabrik Gula (PG) Cinta Manis
dengan perlakuan fluazifob-p-butyl (Fusilade 25 EC), rendemen
tertinggi dicapai pada 6 MSA sebesar 7,84% (pada varietas Q 90)
sedangkan menurut hasil penelitian Suryani dan Purwadi yang
dilakukan di Bantul dihasilkan rendemen tertinggi pada 10 MSA
sebesar 7,81% (varietas ROC 11). Hasil uji senyawa
fluazifob-p-butyl 50 g/ha yang dilakukan oleh PT Gunung Madu
Plantation (pada varietas SS 57 yang berumur 10 bulan)
menaikkan pol nira sebesar 25% pada 6 MSA (Suranto dan Sujuri,
2006). Rostron et al. (1986) yang dikutip oleh Marpaung (1990)
menyatakan bahwa penggunaan fluazifob-p-butyl pada
pertanaman tebu di Afrika Selatan mampu meningkatkan
kemurnian nira dan produksi gula.
Peran Varietas Tebu
Varietas unggul memegang peranan penting dalam peningkatan
produktivitas dan efisiensi industri gula. Menurut Riyanto (2002)
dalam Indarto (2002), varietas unggul tebu harus mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut yaitu potensi produksi tebu perhektar
tinggi, potensi rendemen tinggi, tahan terhadap hama penyakit
20
penting tanaman tebu, tahan terhadap kondisi kekurangan dan
kelebihan air, memiliki karakter agronomi yang baik (kecepatan
perkecambahan dan pertumbuhan tinggi, pertumbuhannya
seragam, tahan herbisida, dan memiliki tanaman ratoon yang
bagus), karakter tebangannya bagus (batang tidak roboh dan
kualitas pascatebang yang bagus), dan memiliki kualitas nira yang
bagus serta memiliki kadar kotoran yang rendah.
Menurut Sudarijanto (1996), terdapat tiga kategori respons varietas
terhadap ZPK sesuai dengan kondisi lingkunganya yaitu varietas
yang memiliki respons positif, respons negatif, dan tidak konsisten.
Dari percobaan penggunaan ZPK yang dilakukan di PG Kalibagor,
Semboro, Jatiroto, dan di P3GI Pasuruan ditemukan bahwa
terdapat kelompok varietas yang responsif terhadap pemberian ZPK
yaitu F 154, M 442-51, PS 81-1321 dan PS 82-831, sedangkan
varietas yang tidak tanggap adalah PS 58, PS 82-887 dan
PS 82-1094.
Meskipun varietas unggul mempunyai nilai yang strategis dalam
meningkatkan produktivitas tetapi varietas unggul juga
mempunyai kendala. Varietas unggul hanya akan menampilkan
karakter keunggulannya pada kondisi lingkungan yang cocok,
artinya belum cocok ditanam di semua daerah. Selain itu sifat
unggul yang dimiliki tidak bersifat kekal abadi. Akibat adanya
faktor keringkihan genetik, setelah beberapa tahun atau bahkan
21
hanya satu sampai dua kali panen. Varietas unggul mungkin
akan kehilangan sifat keunggulannya, misalnya produksinya
merosot atau terserang hama dan penyakit. Oleh karena itu
untuk menjaga kelangsungan produksi tebu harus diupayakan
untuk mendapatkan varietas unggul yang baru. Caranya yaitu
dengan mendatangkan varietas baru dari tempat lain baik dari
lembaga penelitian atau pabrik gula lain yang ada di Indonesia,
introduksi dari luar negeri, atau dengan melakukan penyilangan
sendiri.
Varietas RGM 99-213 dan R 570 merupakan varietas yang
dihasilkan oleh PT. Gunung Madu Plantations melalui program
pemuliaan tanaman yaitu dengan penyilangan dua varietas tebu
yang unggul. Varietas RGM 99-213 dihasilkan dari tetua varietas
IRVIN 93-552 (GM 23) dengan varietas SS 18 (GM 20) sedangkan
varietas R 570 merupakan varietas introduksi lokal dari PT. Gula
Putih Mataram. Kedua varietas ini masih merupakan galur dan
belum dirilis ke kebun produksi.
i
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena
berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan
penelitian sampai penyusunan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang tulus kepada:
1. Bapak Ir. Indarto, M.S., selaku Ketua Tim Penguji atas
arahan, saran, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
2. Bapak Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S., selaku Sekretaris Tim
Penguji atas setiap bantuan, nasehat, saran, bimbingan,
dukungan, serta perhatian kepada penulis.
3. Ibu Ir. Darmaisam Mawardi, M.S., selaku Penguji bukan
Pembimbing atas segala saran, kritik, dan masukan yang
telah diberikan.
4. Ibu Ir. Herawati Hamim, M.S., selaku pembimbing akademik
atas bimbingan dan perhatiannya kepada penulis selama
masa studi di Program Studi Agronomi Universitas Lampung.
5. Bapak Ir. Saiful Hikam, M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Program
Studi Agronomi atas saran, kritik, dan perbaikan skripsi ini.
ii
6. Bapak Ir. Herman Riyanto, selaku pembimbing lapangan
sekaligus telah memberikan izin melakukan penelitian di PT
Gunung Madu Plantations (PT GMP).
7. Bapak Haryoso dan Bapak Gunari, selaku karyawan PT GMP
yang telah membantu dan memberikan saran kepada penulis
dalam aplikasi ZPK di lapangan.
8. Okta Rismayeny atas saran dan bantuannya selama di
lapangan sampai penyusunan skripsi ini.
9. Ibu Endang, Ibu Sri, dan Ibu Nunuk atas bantuan
transportasi yang diberikan penulis.
10. Mas Azis, Mas Agus, Mas Anis, Mas Erol, Mas Fendy, Mas
Jois, Sunan, Mas Triono, Mas Tomo, dan Bang Ucok atas
bantuan pengamatan di lapangan serta Mbak Yeny, Mbak
Yudha, Mbak Titik yang membantu pengamatan di kantor.
11. Fadli Firmansyah atas bantuan peminjaman printer.
12. Agus Irwanto, G.S Suprastiyo, Ihsan Hariyanto, Setiawan,
S.P., M. Ivan Alisan, S.P., Hari Kurniawan, S.P., Indra
Prabowo, S.P., Sumaryana, S.P., dan teman-teman Agro’02
atas dukungan dan kebersamaan selama masa kuliah.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, Mei 2007
Muhammad Isnaini
top related