refreshing 1sdfghjkl
Post on 16-Feb-2016
229 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFRESHING
RESUSITASI NEONATUS
PEMBIMBING
dr.Yuneti, Sp. A
OLEH
M. FAJRI. R
2008730021
STASE PEDIATRI
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. karena dengan
rahmat dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan tugas Refreshing Resusitasi
anak dan neonatus tepat pada waktunya.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, Saya mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca ini,agar saya dapat
mengkoreksi diri dan dapat membuat laporan kasus ini yang lebih sempurna di
lain kesempatan.
Demikianlah Refreshing ini saya buat sebagai tugas dari kegiatan klinis di
Stase Pediatri serta untuk menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.
Pondok kopi, 3 November 2014
Penulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Resusitasi adalah segala bentuk usaha yang dilakukan terhadap orang yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya kematian akibat henti jantung (cardiac arrest). Henti jantung didefinisikan sebagai terhentinya aktivitas mekanik jantung yang ditandai dengan ketiadaan denyut nadi sentral, ketiadaan respons, dan apneu.1
Resusitasi neonatal adalah serangkaian tindakan cepat yang di lakukan jika pernapasan atau sirkulasi bayi terganggu yang tujuannya mengoptimalkan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi secepat mungkin.2
Resusitasi Anak
Definisi
Resusitasi adalah segala bentuk usaha yang dilakukan terhadap orang yang berada dalam keadaan gawat atau kritis untuk mencegah terjadinya kematian akibat henti jantung (cardiac arrest). Henti jantung didefinisikan sebagai terhentinya aktivitas mekanik jantung yang ditandai dengan ketiadaan denyut nadi sentral, ketiadaan respons, dan apneu.
Fase henti jantung dan resusitasi
Henti jantung terdiri dari 4 fase penting, yaitu: fase pra henti jantung, fase henti jantung (no flow), fase resusitasi jantung paru (low flow) dan fase pasca resusitasi. Secara ringkas dapat disajikan fase dan intervensi resusitasi sebagai berikut:
Fase Intervensi Fase pra henti jantung Optimasi monitoring dan respons terhadap kedaruratan Deteksi dini tanda-tanda gagal napas dan gagal sirkulasi
Fase henti jantung (no flow) Minimalkan jeda BLS ke ALS (organisasi respons) Minimalkan jeda akses ke alat defibrilasi sesuai indikasi
Fase resusitasi jantung paru (low flow) Push hard, push fast, allow full-chest recoil Minimalkan interupsi kompresi dada Hindari ventilasi yang berlebihan
Fase pasca resusitasi (rehabilitasi jangka pendek) Optimalisasi curah jantung dan perfusi serebral Obati aritmia jantung Hindari hiperglikemia, dan hiperventilasi
Fase pasca resusitasi (rehabilitasi jangka panjang) Intervensi dini dengan terapi okupasi dan fisioterapi Untuk masa depan.1
Diagnosis gagal napas dan gagal sirkulasi
Pengenalan dini terjadinya gagal napas merupakan hal yang krusial. Secara klinis ancaman gagal napas dapat dikenali dengan:
Meningkatnya upaya napas (work of breathing) Sianosis Pernapasan cuping hidung, retraksi otot-otot dinding dada Penurunan kesadaran
Tujuan resusitasi jantung paru yang efektif
Tujuan RJP adalah mencapai optimalisasi tekanan perfusi koroner dan aliran darah ke organ-organ vital selama fase low flow. Tunjangan hidup dasar (basic life support) dengan kompresi dada yang efektif
Tata laksana
Protokol resusitasi
Menentukan apakah penderita tidak sadar Memanggil bantuan Meletakkan penderita di atas permukaan yang keras dan datar (papan
resusitasi) Bebaskan jalan napas Pastikan tidak bernapas Memberikan lima kali ventilasi awal, dengan O2 100% (bila mungkin) Memastikan tidak ada denyut nadi Kompresi jantung Masukan obat-obatan dan cairan yang sesuai Berikan energi dengan dosis yang benar untuk defibrilasi 1, 5
Membebaskan jalan napas :
1. Tengadahkan kepala dan topang dagu (head tilt-chin lift) sehingga anak berada pada sniffing position.
2. Bila dicurigai trauma leher, kepala dalam posisi netral, lakukan gerakan mengedapkan rahang (jaw thrust).
3. Mulut penderita dapat dibuka dengan menyilangkan ibu jari dan jari telunjuk diantara rahang atas dan bawah (cross finger). Lendir atau kotoran di dalam rongga mulut dibersihkan secara manual dengan jari (finger sweep) atau dengan alat penghisap.
4. Pipa orofaring dapat menahan lidah supaya tidak jatuh ke belakang menyumbat faring.
5. Intubasi endotrakea akan mempermudah bantuan ventilasi. 6. Krikotirotomi merupakan akses jalan napas terakhir bila intubasi endotrakea
tidak dapat dikerjakan. 7. Trakeostomi dilakukan bila diperlukan terapi ventilator jangka lama. 8. Bila tersedak, benda asing di faring dapat diambil dengan forseps magil
melalui penglihatan langsung, dengan melakukan tepukan punggung (back blow) atau hentakan dada (chest thrust) pada bayi 1, 5
Bantuan pernapasan
1. Lihat, dengar dan rasakan adanya ventilasi efektif dengan cepat (dalam 3-5 detik).
2. Untuk bantuan pernapasan, cara terbaik adalah memakai balon dan pipa endotrakeal atau balon dan masker.
3. Mulailah dengan lima kali ventilasi dengan kekuatan dan waktu yang cukup untuk mengembangkan dada (1,5-2 detik tiap napas) Bila kurang terlatih atau tidak ada balon, cara paling efektif adalah dari mulut ke-mulut atau dari mulut ke-hidung.
4. Bila tidak ada respons terhadap bantuan ventilasi, mungkin ada kesalahan posisi penderita atau sumbatan jalan napas.
5. Perlu diperhatikan bahwa dada mengembang secara simetris, perlahan dan tidak diikuti distensi abdomen.1
Sirkulasi
Bila mungkin, pasang alat monitor jantung. Nilai nadi karotis (anak besar), nadi brakialis, atau femoralis (bayi). Bila nadi teraba lakukan pemeriksaan tekanan darah, pengisian kapiler, dan
suhu ekstremitas. Bila nadi tidak teraba/tidak adekuat lakukan kompresi jantung ritmik dan
serial dengan lokasi tekanan andatara 1/3 tengah dan 1/3 bawah sternum. Pada tiap akhir kompresi biarkan sternum kembali ke posisi netral, dan
berikan periode waktu yang cukup untuk kompresi dan relaksasi. Pada bayi 8 tahun, telapak tangan yang satu diletakkan di atas punggung
tangan yang lain pada posisi dua jari diatas prosesus sifoideus, kedalaman kompresi sternum 3,5-5 cm.
Efektivitas kompresi jantung dinilai dengan meraba denyut nadi karotis, brakialis, femoralis, atau umbilikalis (pada neonatus). Rasio kompresi ventilasi pada neonatus terintubasi adalah 3:1, anak usia 8 th atau dewasa rasionya 15:2, baik 1 penolong maupun 2 penolong.
Akses intravena diperlukan untuk pemberian obat-obatan resusitasi. Pemasangan dimulai pada vena perifer. Akses vena sentral berguna pada kasus renjatan, biasanya pada vena jugularis eksterna atau femoralis.
Hindari pemasangan akses pada vena subklavia dan jugularis interna diruang rawat darurat untuk menghindari penyulit.
Bila akses perkutan gagal, lakukan seksi vena (venous cutdown) pada vena safena magna atau femoralis.
Pada kasus yang mengancam jiwa, infus intraoseus harus dicoba bila akses intravena sulit di dapat. Lokasi terbaik adalah pada tibia, walaupun dapat dilakukan pada femur atau krista iliaka 1
OBAT- OBATAN
Obat lini pertama
Tujuan awal pengobatan pada penderita henti kardiorespirasi adalah mengatasi hiposekmia, asidosis, hipotensi, dan meningkatkan denyut iantung. Setiap kali selesai memberikan obat melalui vena perifer, saluran infus harus dibilas dengan 5
mL NaCI fisiologis dan mengangkat ekstrernitas beberapa saat untuk mendorong obat masuk ke dalam sirkulasi sentral. Kalsium dan bikarbonat akan mengendap bila dicampurkan, dan larutan alkali kuat akan menginaktifkan epinefrin, dopamin, serta isoproterenol.1, 3
Epinefrin
Diberikan pada keadaan henti jantung; bradikardia simtomatik yang tidak berespons terhadap bantuan ventilasi atau oksigen; dan hipotensi yang tidak berhubungun dengan deplesi volume cairan.
Efek adrenergik alfa (vasokonstriktor) rneningkatkan resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah sistolik/diastolic
Dosis awal IV atau intraoseus 0,01 mg/kgbb (0,1 ml/kgbb larutan 1:10.000). Bila henti jantung menetap, dosis kedua dan berikutnya adalah 0.1 mg/kgbb
(0,1 ml/ kgbb larutan 1:1.000), diulang tiap 3-5 menit selama resusitasi. Dosis intratrakea adalah 0,1 ml/kgbb larutan 1:1.000 dilarutkan sampai 3-5
mL dengan larutan NaCl fisiologis.
Cairan intravena
Bila anak tidak memberikan respons terhadap oksigenasi, ventilasi, kompresi jantung, dan epinefrin, berikan bolus larutan NaCl fisiologis.
Berikan bolus kristaloid secepat mungkin (20 ml/kgBB NaCl fisiologis/ringer laktat dalam waktu < 20 menit) pada anak yang mengalami henti jantung dengan sebab yang di ketahui
Pada anak dengan hipovolemia, dapat diberikan bolus 10 ml/kgBB koloid (plasma, albumin 5%, darah, atau larutan koloid sintetik seperti hydroxy ethyl starch (HES), gelatin, dekstran 40 dan 60), atau kristaloid
Glukosa
Hipoglikemia sekunder karena stres sering terjadi pada anak dengan henti kardiorespirasi, sedangkan pada bayi sebagai penyebab utama gangguan kardiorespirasi.
Bila kadar gula darah <40mg/dl pada anak, <30 mg/dl pada neonates atau <20mg/dl pada bayi premature, harus diberikan bolus dekstrosa 10% 2,5 ml/kgBB atau 0,5 ml/kgBB dekstrosa 50% diikuti infus dekstrosa rumatan.
Obat-obatan lain
Atropin
Pencegahan/pengobatan bradikardia simtomatik karena refleks vagus. Bradikardia simtomatik adalah denyut jantung <60 kali/menit yang
berhubungan dengan perfusi buruk atau hipotensi tapi tidak memberi respons terhadap oksigenasi, ventilasi, dan epinefrin.
Dosis atropine 0,02 mg/kg/x IV atau endotrakeal, minimal 0,1mg, maksimal 0,5 mg, diualng setiap 5 menit (total maksimal pada anak 1mg)
Lidokain 2%
Diberikan pada fibrilasi/takikardia ventrikel simtomatik Dosis awal 1 mg/kgBB (bolus) intravena atau endotrakeal. Bila belum teratasi , infus kontinyu (120 mL lidokain daiam 100 mL
dekstrosa 5%, kecepatan 1-2,5 ml/kgbb/jam - 20-50 mcg/kgbb/menit)
Kalsium
Diberikan pada tersangka/terbukti hipokalsemia, hiperkalemia, hipermagnesemia, dan overdosis calcium channel blocker.
Tidak diberikan rutin selama resusitasi. Pemberian IV cepat dapat menyebabkan bradikardia atau asistol. Dosis kalsium klorida 10%: 0,2-0,25 ml/kgBB IV perlahan.1,3
Evaluasi dan pemantauan
Setelah melakukan ventilasi dan kompresi 1 menit (10 siklus pada bayi/anak kecil, 4 siklus pada anak lebih besar/dewasa), evaluasi nadi selama 5-10 detik.
Jika tidak ada nadi, lanjutkan ventilasi diikuti kompresi jantung. Jika denyut nadi ada, periksa pernapasan (3-5 detik); jika bernapas, awasi secara ketat. Jika tidak bernapas, berikan ventilasi 20 kali/menit pada bayi/anak kecil, 12 kali/menit pada anak >8 tahun dan awasi denyut nadi secara ketat.
Jika resusitasi dilanjutkan, evaluasi ulang respirasi dan nadi tiap beberapa menit. Jangan menghentikan resusitasi lebih dari 7 detik kecuali dalam keadaan tertentu.
Pada evaluasi, pemimpin resusitasi memberi instruksi intubasi endotrakeal bila belum terdapat napas spontan, pemasangan akses vena, pemberian obat-obatan, pemasangan monitor EKG, dan persiapan defibrilator.
Bila ventilasi tidak efektif karena distensi lambung, dekompresi dilakukan dengan memakai pipa oro/nasogastrik, atau memiringkan penderita dan memberikan tekanan pada epigastrium.
Pemantauan resusitasi meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi; Bila denyut jantung telah timbul kembali, lanjutkan pemantauan EKG dan
tekanan darah. Bila warna kulit anak sudah kembali normal (menunjukkan curah jantung
adekuat), kompresi jantung dapat dihentikan walaupun nadi tidak teraba (palpasi nadi sering tidak akurat).
Ventilasi harus dilanjutkan pada anak dengan napas yang belum adekuat. Pada bayi/anak kecil pemeriksaan suhu rektal penting karena hipotermia
akan mengganggu resusitasi. Pedoman Pelayanan Medis Edisi II 259 Pengambilan darah harus dilakukan secepat mungkin untuk analisis gas,
elektrolit, glukosa, dan penapisan keracunan. Bila denyut jantung sudah timbul kembali, pulse oxymetri dapal dipakai
untuk memantau saturasi oksigen. Akses arteri (arteri radialis/femoralis) dapat dipasang per kutan atau dengan
cutdown untuk pemantauan tekanan darah berkesinambungan dan pengambilan bahan pemeriksaan darah.
Akses vena sentral melalui vena jugularis eksterna/femoralis dapat dipakai untuk pemantauan hemodinamik dan tata laksana renjatan1, 5
Stabilisasi
Bila denyut jantung telah teraba, sangat penting untuk mencegah kerusakan akibat asfiksia dengan mempertahankan ventilasi dan perfusi.
Bila mungkin. berikan oksigen aliran tinggi, lakukan foto toraks, dan analisis gas darah.
Pastikan semua pipa dan saluran infus terpasang dengan baik. Perawatan intensif harus segera dilakukan untuk mengurangi kerusakan SSP
yang mungkin terjadi. Penyebab henti kardiorespirasi yang sudah diketahui harus segera diobati
Mengentikan resusitasi
Harus dipikirkan bila curah jantung tidak ada setelah resusitasi adekuat. Bila otot jantung tidak responsif terhadap 3 dosis pertama epinefrin
walaupun dukungan oksigenasi dan ventilasi telah optimal (biasanya 25-30 menit sesudah resusitasi dimulai), resusitasi biasanya tidak berhasil
Resusitasi tidak dilakukan pada stadium terminal penyakit atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Bila ragu resusitasi kardiopulmonal harus segera dimulai, tidak ada waktu untuk berdiskusi atau berkonsultasi
Penghentian resusitasi harus berdasarkan adanya kematian jantung, bukan kematian otak Kematian jantung terjadi bila denyut jantung tidak dapat dikembalikan walaupun dengan usaha maksimum selama 30 menit
Resusitasi darurat dapat dihentikan bila :1. Sirkulasi/ventilasi sudah membaik 2. Terlalu lelah 3. Stadium terminal penyakit 4. Denyut nadi tidak ada pada ½ -1 jam sebelum resusitasi (diketahui
kemudian, pada keadaan normotermia tanpa RJP) Pengakhiran resusitasi dapat dilakukan pada pasien yang dinyatakan
meninggal, yaitu: A. Tetap tidak sadar, tidak timbul pernapasan spontan, tidak ada refleks
menelan (gag reflex), dan pupil dilatasi selama > 15-30 menit resusitasi (mati otak), atau
B. Terdapat tanda-tanda mati jantung, yaitu asistole ventrikular yang menetap sesudah 30 menit resusitasi yang adekuat. 1
Prognosis
Bergantung pada penyakit/kelainan mendasar dan kecepatan melakukan resusitasi1
RESUSITASI NEONATUS
PRINSIP-PRINSIP RESUSITASI
→ Ventilasi pada paru-paru bayi baru lahir adalah tindakan yang paling penting
dan efektif pada resusitasi neonatus
→ jika bayi tidak segera bernapas setelah diberikan rangsangan maka bayi tersebut
kemungkinan mengalami apnu sekunder dan memerlukan ventilasi tekanan
positif. Melanjutkan rangsangan tidak akan menolong.2
TANDA – TANDA RESUSITASI PERLU DILAKUKAN1. Pernafasan (AIRWAY)Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat. Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya.
2. Denyut jantung – frekuensi (BREATHING)Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut jantung bayi tidak teratur. Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 =frekuensi denyut jantung selama 1 menit) Hasil penilaian ;Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit.Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3. Warna Kulit (CIRCULATION)Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi pucat atau bisa sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis purifier, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.2, 5
PERSIAPAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.2
Alat ResusitasiSebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:a. 2 helai kain/handukb. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.c. Alat pengisap lendir DeLee atau bola karetd. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatale. Kotak alat resusitasi.f. Jam atau pencatat waktu2
LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI BBLpenilaian simultan dua tanda vital yaitu pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP) atau setelah pemberian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi.
Setelah publikasi tahun 2005, telah diidentifikasi beberapa kontroversi dan pada tahun 2010 dibuat kesepakatan. Berikut ini adalah rekomendasi utama untuk resusitasi neonatus:
1. Penilaian setelah langkah awal ditentukan oleh penilaian simultan dua tanda vital yaitu frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Oksimeter digunakan untuk menilai oksigenasi karena penilaian warna kulit tidak dapat diandalkan.
2. Untuk bayi yang lahir cukup bulan sebaiknya resusitasi dilakukan dengan udara dibanding dengan oksigen 100%.
3. Oksigen tambahan diberikan dengan mencampur oksigen dan udara (blended oxygen) , dan pangaturan konsentrasi dipandu berdasarkan oksimetri.
4. Bukti yang ada tidak cukup mendukung atau menolak dilakukannya pengisapan trakea secara rutin pada bayi dengan air ketuban bercampur mekonium, bahkan pada bayi dalam keadaan depresi (lihat keterangan pada Langkah Awal).
5. Rasio kompresi dada dan ventilasi tetap 3:1 untuk neonatus kecuali jika diketahui adanya penyebab jantung. Pada kasus ini rasio lebih besar dapat dipertimbangkan.
6. Terapi hipotermia dipertimbangkan untuk bayi yang lahir cukup bulan atau mendekati cukup bulan dengan perkembangan kearah terjadinya ensefalopati hipoksik iskemik sedang atau berat, dengan protokol dan tindak lanjut sesuai panduan.
7. Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan resusitasi setelah 10 menit.
8. Penjepitan talipusat harus ditunda sedikitnya sampai satu menit untuk bayi yang tidak membutuhkan resusitasi. Bukti tidak cukup untuk merekomendasikan lama waktu untuk penjepitan talipusat pada bayi yang memerlukan resusitasi.2
Menentukan apakah bayi memerlukan resusitasi :
→ Keputusan dalam beberapa detik
1. Cukup bulan ?
2. Cairan amnion bening ?
3. Bernapas atau menangis ?
– Perhatikan dada bayi
• Tidak ada usaha napas à perlu intervensi
• Megap-megap à perlu intervensi
4. Tonus otot ?
Tonus otot baik : fleksi & bergerak aktif
LANGKAH AWAL
Langkah AwalLangkah awal resusitasi ialah memberikan kehangatan dengan meletakkan bayi di bawah pemancar panas, memposisikan bayi pada posisi menghidu/sedikit tengadah untuk membuka jalan napas, membersihkan jalan napas jika perlu, mengeringkan bayi, dan stimulasi napas.Membersihkan jalan napas:a. Jika cairan amnion jernih.
Pengisapan langsung segera setelah lahir tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya dilakukan bagi bayi yang mengalami obstruksi napas dan yang memerlukan VTP.
b. Jika terdapat mekonium. Bukti yang ada tidak mendukung atau tidak menolak dilakukannya pengisapan rutin pada bayi dengan ketuban bercampur mekonium dan bayi tidak bugar atau depresi. Tanpa penelitian (RCT), saat ini tidak cukup data untuk merekomendasikan perubahan praktek yang saat ini dilakukan. Praktek yang dilakukan ialah melakukan pengisapan endotrakeal pada bayi dengan pewarnaan mekonium yang tidak bugar. Namun, jika usaha intubasi perlu waktu lama dan/atau tidak berhasil, ventilasi dengan balon dan sungkup dilakukan terutama jika terdapat bradikardia persisten. 2
Menilai kebutuhan oksigen dan pemberian oksigen
Tatalaksana oksigen yang optimal pada resusitasi neonatus menjadi penting karena
adanya bukti bahwa baik kekurangan ataupun kelebihan oksigen dapat merusak
bayi. Persentil oksigen berdasarkan waktu dapat dilihat pada gambar algoritma.
Penggunaan oksimetri nadi (pulse oximetry) direkomendasikan jika:
1. Resusitasi diantisipasi
2. VTP diperlukan lebih dari beberapa kali napas
3. Sianosis menetap
4. Oksigen tambahan diberikan.
Pemberian oksigen tambahan
Target saturasi oksigen dapat dicapai dengan memulai resusitasi dengan udara atau
oksigen campuran (blended oxygen) dan dilakukan titrasi konsentrasi oksigen
untuk mencapai SpO2 sesuai target. Jika oksigen campuran tidak tersedia,
resusitasi dimulai dengan udara kamar. Jika bayi bradikardia (kurang dari 60 per
menit) setelah 90 detik resusitasi dengan oksigen konsentrasi rendah, konsentrasi
oksigen ditingkatkan sampai 100% hingga didapatkan frekuensi denyut jantung
normal.
Ventilasi Tekanan Positif (VTP)
Jika bayi tetap apnu atau megap-megap, atau jika frekuensi denyut jantung kurang
dari 100 per menit setelah langkah awal resusitasi, VTP dimulai.
Pernapasan awal dan bantuan ventilasi
Bantuan ventilasi harus diberikan dengan frekuensi napas 40 – 60 kali per menit
untuk mencapai dan mempertahankan frekuensi denyut jantung lebih dari 100 per
menit. Penilaian ventilasi awal yang adekuat ialah perbaikan cepat dari frekuensi
denyut jantung.
Tekanan akhir ekspirasi
Banyak ahli merekomendasikan pemberian continuous positive airway pressure
(CPAP) pada bayi yang bernapas spontan tetapi mengalami kesulitan setelah lahir.
Penggunaan CPAP ini baru diteliti pada bayi prematur. Untuk bayi cukup bulan
dengan gawat napas, tidak ada cukup bukti untuk mendukung atau tidak
mendukung penggunaan CPAP di ruang bersalin.
Alat untuk ventilasi
Alat untuk melakukan VTP untuk resusitasi neonatus adalah Balon Tidak
Mengembang Sendiri (balon anestesi), Balon Mengembang Sendiri, atau T-piece
resuscitator. Laryngeal Mask Airway (LMA; sungkup larings) disebutkan dapat
digunakan dan efektif untuk bayi >2000 gram atau ≥34 minggu. LMA
dipertimbangkan jika ventilasi dengan balon sungkup tidak berhasil dan intubasi
endotrakeal tidak berhasil atau tidak mungkin. LMA belum diteliti untuk
digunakan pada kasus air ketuban bercampur mekonium, pada kompresi dada, atau
untuk pemberian obat melalui trakea. 2
PENGGUNAAN OKSIGEN MENGGUNAKAN SUNGKUP ATAU
MELALUI VTP
Sungkup oksigen Oksigen Melalui pipa
Penggunaan Oksigen
Melalui sungkup
V T P
Melalui pipa ET
CARA MEMBERIKAN OKSIGEN YANG BAIK
Pemasangan intubasi endotrakeal
Indikasi intubasi endotrakeal pada resusitasi neonatus ialah:
1. Pengisapan endotrakeal awal dari bayi dengan mekonium dan tidak bugar.
2. Jika ventilsi dengan balon-sungkup tidak efektif atau memerlukan waktu
lama.
3. Jika dilakukan kompresi dada.
4. Untuk situasi khusus seperti hernia diafragmatika kongenital atau bayi berat
lahir amat sangat rendah.2
RANGSANGAN TAKTIL
Rangsang taktil à merangsang napas
Cara rangsang taktil yang aman :
- Menepuk / menyentil telapak kaki
- Menggosok punggung/perut/dada/ekstremitas
KOMPRESI DADA
INDIKASI KOMPRESI DADA
Bila setelah 30 detik dilakukan VTP dengan 100% O2 , FJ tetap < 60 kali / menit
Jumlah orang yang diperlukan untuk kompresi dada :
Diperlukan 2 orang : 1 orang à kompresi dada
1 orang à melanjutkan ventilasi
Pelaksana kompresi : menilai dada & menempatkan posisi tangan dengan benar
Pelaksana ventilasi : menempatkan sungkup wajah secara efektif & memantau
gerakan dada
Teknik ibu jari :
• Kedua ibu jari menekan tulang dada
• Kedua tangan melingkari dada, jari-jari tangan selain menopang bagian
belakang bayi
Teknik dua jari :
• Ujung jari dan jari manis dari satu tangan menekan tulang dada
• Tangan tengah dan jari telunjuk atau jari tengah yang lain menopang bagian
belakang bayi4
Lokasi
1. Gerakkan jari sepanjang tepi bawah iga sampai mendapatkan sifoid
2. Letakkan ibu jari atau jari-jari lain pada tulang dada, sedikit di atas sifoid
3. Kedalaman + 1/3 diameter antero-posterior dada
4. Lama penekanan lebih singkat dari pada lama pelepasan
5. Jangan mengangkat ibu jari atau jari-jari tangan dari dada di antara
penekanan :
a. Perlu waktu untuk mencari lokasi
b. Kehilangan kontrol kedalaman
c. Dapat terjadi penekanan di tempat yang salah à trauma organ 4, 5
Rasio : 3 :1, 1 siklus ( 2detik)
à 1½ detik : 3 kompresi dada
à ½ detik : 1 ventilasi
à 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit 3,4
LokasiLokasi PijatPijat JantungJantung LuarLuarpadapada BayiBayi
MEDIKASI
Epinefrin (adrenalin) à konsentrasi : 1:10.000, dosis IV 0,1 – 0,3 mL/kg,
Indikasi : denyut jantung <60x /menit setelah ventilasi yang efektif dengan
oksigen 100% dan kompresi dada
Penambahan volume (volume expander) à konsentrasi : salin normal
(whole blood), dosis 10mL/kg IV
Indikasi : dicurigai perdarahan akut dan/ atau tanda hipovolemia (perfusi
buruk, nadi lemah, pucat)
Dekstrosa à konsentrasi : 10%, dosis 2,5 mL/kg (250 mg/kg) IV
Indikasi : hipoglikemia
Natrium bikarbonat à 0,5 mEq/mL larutan 4,2% (0,5 mmol/mL) , dosis 1-
2 mEq/kg (1-2 mmol/kg) / (2-4 mL /kg 4,2%) IV perlahan.
Indikasi : pertimbangkan setelah henti jantung yang lama yang tidak
berespon terhadap terapi lainnya \3
Penghentian resusitasi
Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak jantung
selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam keputusan melanjutkan
resusitasi setelah 10 menit.
Perawatan pasca resusitasi
Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda vital normal,
mempunyai risiko untuk perburukan kembali. Oleh karena itu setelah
ventilasi dan sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus diawasi ketat dan
antisipasi jika terjadi gangguan.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Naomi Esthernita F. Dewanto, rizalya dewi. PEDOMAN
PELAYANAN MEDIS dalam: Antonius H. Pudjiadi, Badriul Hegar,
Setyo Handrayastuti dkk. edisi II tahun 2011, penerbit : IDAI HAL
251 - 260
2. Tom Lissauer & Avroy A Fanaroff. Neonatology At a Glance edisi 1,
penerbit : Erlangga. By : Blackwell publishing Ltd Tahun 2006
3. Wyllie J, et al. Part 11: Neonatal Resuscitation. 2010 International
Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care Science with Treatment Recommendations.
Resuscitation 2010
4. Kattwinkel J et al. Special Report Neonatal Resuscitation: 2010
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary
Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics 2010
top related