referat jra
Post on 29-Dec-2015
54 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Artritis Reumatoid Juvenil (ARJ) adalah salah satu penyakit Reumatoid yang paling
sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan kecacatan. Ditandai
dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil, disertai dengan
pembengkakan dan efusi sendi. Ada 3 tipe ARJ menurut awal penyakitnya yaitu: oligoartritis
(pauciarticular disease), poliartritis dan sistemik.1,3
Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai
penyakit jaringan ikat. Menurut Kriteria American Rheumatism Association (ARA) ARJ
merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok penyakit jaringan ikat yang
terdiri dari beberapa penyakit. Ada beberapa terminologi untuk mengelompokkan arthritis ini.4
Istilah ARJ lebih banyak dipakai di Amerika Serikat yaitu istilah yang digunakan untuk
menyebut arthritis pada anak usia dibawah 16 tahun yang tidak diketahui penyebabnya. Di AS
lebih sering digunakan istilah rematoid karena pada umumnya anak-anak tersebut mempunyai
orang tua atau keluarga yang menderita arthritis rematoid dengan faktor rematoid yang positif.
Istilah arthritis kronik juvenil lebih banyak digunakan di Inggris (Eropa).4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
JRA adalah penyakit atau kelompok penyakit yang ditandai dengan sinovitis kronis dan
disertai dengan sejumlah manifestasi ekstra-artikuler. JRA adalah salah satu penyakit Reumatoid
yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan
kecacatan. Ditandai dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi kecil,
disertai dengan pembengkakan dan efusi sendi. 3
Gambar 2.1 Gambaran Sendi pada ARJ
Sumber : http://www.ehow.com/about_4613621_who-discovered-rheumatoid-arthritis.html
B. EPIDEMIOLOGI 3,4
ARJ merupakan artritis yang lebih sering dijumpai pada anak-anak, insidennya
dilaporkan hanya sekitar 1% pertahunnya. Dengan perjalanan penyakit ARJ bervariasi, 17%
berkembang menjadi arthritis kronik, 20% dengan gangguan mata. Dari hasil penelitian
dilaporkan bahwa pasien ARJ yang berlangsung lebih dari 7 tahun, 60% mengalami kecacatan.
Prevalensi ARJ dilaporkan sekitar 1-2/100.000/tahun dan Minnesota 35/100.000/tahun.
2
ARJ banyak menyerang anak-anak dengan tingkat umur terbanyak sekitar 4-5 tahun.
Perempuan lebih banyak dengan perbandingan 3:1. Faktor suku diduga kuat sangat terkait pada
ARJ, di Amerika, suku Afrika dibandingkan dengan suku Amerika dan Kaukasia lebih sering
terkena. Di AS Schwartz melaporkan bahwa ARJ lebih sering menyerang anak-anak yang lebih
dewasa, khususnya pada kelompok Oligo-artritis, dengan RF positif.
C. ETIOLOGI
Penyebab artritis reumatoid dan mekanisme untuk pengekalan radang sinovial kronis
belum diketahui. Ada dua hipotesis yaitu, bahwa penyakit disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme yang tidak dikenali atau bahwa penyakit tersebut menggambarkan reaksi
hipersensitivitas atau autoimun terhadap rangsangan yang tidak diketahui. Upaya untuk
mengkaitkan agen infeksi seperti virus rubela pada JRA tetap tak tersimpulkan. Infeksi dengan
Borrelia burgdorferi , spirokheta penyakit Lyme, menyebabkan pausiartritis berulang atau kronis
pada beberapa anak tetapi bukan merupakan agen etiologi dari JRA pausiartikuler. Parvovirus
B19 dan mikoplasma juga telah dihubungkan dengan artritis, pada anak. hubungan faktor
reumatoid (antibodi reaktif dengan IgG) dengan artritis reumatoid yang timbul pada orang
dewasa memberi kesan mekanisme autoimun. Namun, antibodi ini jelas tidak menimbulkan
penyakit, walaupun kompleks imun faktor reumatoid dan imunoglobulin dapat mengekalkan
peradangan sinovia dan menimbulkan vaskulitis reumatoid yang ditermukan pada penderita
artritis reumatoid seropositif. 3,4
D. PATOFISIOLOGI
Dalam patofisiologi JRA, setidak-tidaknya ada 2 hal yang perlu diperhitungkan yaitu
hipereaktifitas yang berhubungan dengan HLA dan pencetus lingkungan yang kemungkinannya
adalah virus. Penyebab gejala klinis ARJ antara lain infeksi autoimun, trauma, stres, serta faktor
imunogenetik.3
Pada ARJ sistem imun tidak bisa membedakan antigen diri. Antigen pada ARJ adalah
sinovia persendian. Hal ini terjadi karena genetik, kelainan sel T supresor, reaksi silang antigen,
atau perubahan struktur antigen diri. Peranan sel T dimungkinkan karena adanya HLA tertentu.
3
HLA-DR4 menyebabkan tipe poliartikuler, HLA-DR5 dan HLA-DR8, HLA-B27 menyebabkan
pauciartikuler. Virus dianggap sebagai penyebab terjadinya perubahan struktur antigen diri ini.
Tampaknya ada hubungan antara infeksi virus hepatitis B, virus Eipstein Barr, imunisasi
Rubella, dan mikoplasma dengan ARJ.3
Pada fase awal terjadi kerusakan mikrovaskuler serta proliferasi sinovia. Tahap
berikutnya terjadi sembab pada sinovia, proliferasi sel sinovia mengisi rongga sendi. Sel radang
yang dominan pada tahap awal adalah netrofil, setelah itu limfosit, makrofag dan sel plasma.
Pada tahap ini sel plasma memproduksi terutama IgG dan sedikit IgM, yang bertindak sebagai
faktor rheumatoid yaitu IgM anti IgG. Belakangan terbukti bahwa anti IgG ini jaga bisa dari klas
IgG. Reaksi antigen-antibodi menimbulkan kompleks imun yang mengaktifkan sistem
komplemen dengan akibat timbulnya bahan-bahan biologis aktif yang menimbulkan reaksi
inflamasi. Inflamasi juga ditimbulkan oleh sitokin, reaksi seluler, yang menimbulkan proliferasi
dan kerusakan sinovia. Sitokin yang paling berperan adalah IL-18, bersama sitokin yang lain IL-
12, IL-15 menyebabkan respons Th1 berlanjut terus menerus, akibatnya produksi monokin dan
kerusakan karena inflamasi berlanjut. 1,3
Pada fase kronik, mekanisme kerusakan jaringan lebih menonjol disebabkan respons
imun seluler. Kelainan yang khas adalah keruskan tulang rawan ligamen, tendon, kemudian
tulang. Kerusakan ini disebabkan oleh produk enzim, pembentukan jaringan granulasi. Sel
limfosit, makrofag, dan sinovia dapat mengeluarkan sitokin, kolagenase, prostaglandin dan
plasminogen yang mengaktifkan system kalokrein dan kinin-bradikinin. Prosraglandin E2
(PGE2) merupakan mediator inflamasi dari derivat asam arakidonat, menyebabkan nyeri dan
kerusakan jaringan. Produk-produk ini akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut seperti yang
terlihat pada Artritis Reumatoid kronik.2
4
Gambar 2.2 Respon Inflamasi
Sumber : http://www.ehow.com/about_4613621_who-discovered-rheumatoid-arthritis.html
E. GEJALA KLINIK1,3
Artritis
Adalah gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif. Ditandai dengan salah satu dari
gejala pembengkakan atau efusi sendi, atau paling sedikit 2 dari 3 gejala peradangan yaitu
gerakan yang terbatas, nyeri jika digerakkan dan panas. Nyeri atau sakit biasanya tidak begitu
menonjol. Pada anak kecil, yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada pergerakan, terutama
pada pagi (morning stiffness).
Gambar 2.3 Gejala Klinis ARJ
5
Sumber : http://www.netterimages.com/image/2456.htm
Tipe onset poliartritis
Terdapat pada penderita yang menunjukkan gejala arthritis pada lebih dari 4 sendi,
sedangkan tipe onset oligoartritis 4 sendi atau kurang. Pada tipe oligoartritis sendi besar lebih
sering terkena dan biasanya pada sendi tungkai. Pada tipe poliartritis lebih sering terdapat pada
sendi-sendi jari dan biasanya simetris, bisa juga pada sendi lutut, pergelangan kaki, dan siku.
Tipe onset sistemik
Ditandai dengan demam intermiten dengan puncak tunggal atau ganda, lebih dari 39o C
selama 2 minggu atau lebih, artritis disertai kelainan sistemik lain berupa ruam rematoid serta
kelainan viseral misalnya hepatosplenomegali, serositis atau limfadenopati.
F. DIAGNOSIS
Klinis
Diagnosis terutama berdasarkan klinis. Penyakit ini paling sering terjadi pada umur 1-3
tahun. Nyeri ekstremitas seringkali menjadi keluhan utama pada awal penyakit. Gejala klinis
yang menyokong kecurigaan kearah ARJ yaitu kekakuan sendi pada pagi hari, ruam rematoid,
demam intermiten, perikarditis, uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul rematoid,
tenosinovitis.4,5
Laboratorium1,2,3
Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagosis. Bila diketemukan Anti
Nuclear Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (RF) dan peningkatan C3 dan C4 maka diagnosis
ARJ menjadi lebih sempurna.
Biasanya ditemukan anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai lekositosis yang didominasi
netrofil.
6
Trombositopenia terdapat pada tipe poliartritis dan sistemik, seringkali dipakai sebagai
petanda reaktifasi penyakit.
Peningkatan LED dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda penyakit yang aktif.
Beberapa peneliti mengemukakan peningkatan IgM dan IgG sebagai petunjuk aktifitas
penyakit. Pengkatan IgM merupakan karakteristik tersendiri dari ARJ, sedangkan peningkatan
IgE lebih sering pada anak yang lebih besar dan tidak dihubungkan dengan aktifitas penyakit.
Berbeda dengan pada dewasa C3 dan C4 dijumpai lebi tinggi.
Faktor Reumatoid lebih sering pada dewasa dibanding pada anak. Bila positif , sering kali
pada ARJ poliartritis, anak yang lebih besar, nodul subkutan, erosi tulang atau keadaan umum
yang buruk. Faktor Reumathoid adalah kompleks IgM-anti IgG pada dewasa dan mudah
dideteksi, sedangkan pada ARJ lebih sering IgG-anti IgG yang lebih sukar dideteksi
laboratorium.
Anti-Nuclear Antibody (ANA) lebih sering dijumpai pada ARJ. Kekerapannya lebih tinggi
pada penderita wanita muda dengan oligoartritis dengan komplikasi uveitis. Pemeriksaan
imunogenetik menunjukkan bahwa HLA B27 lebih sering pada tipe oligoartritis yang
kemudian menjadi spondilitis ankilosa. HLA B5 B8 dan BW35 lebih sering ditemukan di
Australia.
Pada pemeriksaan radiologis biasanya terlihat adanya pembengkaan jaringan lunak sekitar
sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis. Kelainan yang lebih jarang adalah pembentukan
tulang baru periostal. Pada stadium lanjut, biasanya setelah 2 tahun, dapat terlihat adanya
erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Ankilosis dapat ditemukan
terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Pada tipe oligoartritis dapat ditemukan gambaran
yang lebih khas yaitu erosi, pengecilan diameter tulang panjang dan atropi jaringan lunak
regional sekunder. Hal ini terutama terdapat pada fase lanjut. Pada tipe sistemik Kauffman
dan Lovel menemukan gambaran radiologis yang khas yaitu ditemukannya fragmentasi tidak
teratur epifisis pada fase awal yang kemudian secara bertahap bergabung ke dalam metafisis.
7
Gambar 2.4 Gambaran Radiografi ARJ
Sumber : http://www.rad.washington.edu/academics/academic-sections/msk/teaching-materials/online-musculoskeletal-radiology-book/skeletal-dysplasias
Kriteria diagnosis artritis reumatoid juvenil menurut American College of Rheumatology
(ACR) : 4,5
1. Usia penderita kurang dari 16 tahun.
2. Artritis pada satu sendi atau lebih (ditandai pembengkakan/efusi sendi atau terdapat
2/lebih gejala : kekakuan sendi, nyeri/sakit pada pergerakan, suhu daerah sendi naik).
3. Lama sakit lebih dari 6 minggu.
4. Tipe awitan penyakit dalam masa 6 bulan terdiri dari :
a. Poliartritis (5 sendi atau lebih)
b. Oligoartritis (4 sendi atau lebih)
c. Penyakit sistemik dengan artritis atau demam intermiten
5. Penyakit artritis juvenil lain dapat disingkirkan
8
Walaupun tidak ada yang patognomonik namun gejala klinis yang menyokong kecurigaan ke
arah ARJ yaitu kaku sendi pada pagi hari, ruam reumatoid, demam intermiten, perikarditis,
uveitis kronik, spondilitis servikal, nodul reumatoid, tenosinovitis.
E. DIAGNOSIS BANDING 2
Artritis Septik
Artritis septik atau sering juga disebut artritis supurativa adalah infeksi akut pada sendi
yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme dan dapat terjadi pada semua kelompok
usia.
Artritis septik pada umumnya bersifat akut dan menyerang pada satu sendi saja. Gejala
yang timbul biasanya berupa eritema (kemerahan), hangat pada perabaan, bengkak dan rasa nyeri
pada pergerakan pasif. Rasa nyeri dapat begitu hebatnya sehingga anggota tubuh yang terkena
tidak dapat digerakkan (pseudo-paralisis). Gejala sistemik yang menyertai dapat berupa demam,
lemah (malaise), anoreksia dan mudah terangsang.
Diagnosis definitif artritis septik adalah dengan cara aspirasi serta analisis cairan sendi.
Cairan sendi khas berwarna keruh atau berawan, jumlah leukosit sangat tinggi (>50.000/mm3)
dengan predominan PMN (>75%) serta ditemukan kuman pada pewarnaan gram.
Artritis Tuberkulosis
Pada artritis tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya mengenai 1
sendi. Keluhan biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore
hari dan malam hari, subfebris, dan penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti
panas tinggi, malaise, keringat malam dan anoreksia biasanya bersamaan dengan tuberkulosis
milier.
Pada sendi, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada artritis yang
lainnya. Tanda awal berupa bengkak, nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Kulit di atas
daerah yang terkena teraba panas, kadang-kadang malah dingin, bewarna merah kebiruan. Bisa
terjadi sendi dalam kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai tenosinovitis.
Pada anak dapat ditemukan spasme otot pada malam hari (night start). Mungkin disertai
demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang berat, kelemahan otot bisa terjadi sedemikian
cepatnya menyerupai kelumpuhan.
9
Artritis pada Demam Rematik Akut
- Terjadi pada masa akut setelah 3 hari infeksi streptokokus.
- Asimetris dan berpindah-pindah.
- Sangat berespon dengan pemberian salisilat.
- Sendi yang terkena terutama sendi besar, seperti lutut, pergelangan kaki, siku dan
pergelangan tangan.
Artritis pada Kelainan Hemato-Onkologik
Penyakit keganasan yang paling sering mempunyai gejala klinis muskuloskeletal adalah
acute lymphoblastic leukemia (ALL) diikuti acute lymphoblatic leukemia, neuroblastoma,
Ewing’s sarcoma, dan Hodgkin’s lymphoma. Keluhan yang selalu ditemukan pada penderita
adalah panas badan yang menyertai rasa nyeri pada lengan atau tungkai, artralgia pada bokong
dan sendi lutut, dan/atau artritis yang yang dapat bersifat pauciarticular atau polyarticular yang
umumnya menyerang sendi lutut , pergelangan kaki dan pergelangan tangan.
Bila terdapat kombinasi gejala klinis dan laboratorium rutin sebagai berikut : nyeri akibat
gangguan muskuloskeletal diderita malam hari, jumlah leukosit <4x109/L dan jumlah trombosit
normal-bawah 150-250x109/L, maka kemungkinan penderita tersebut menderita ALL sangat
besar (sensitivitas 100% dan spesifisitas 85%), walaupun pada pemeriksaan darah perifer tidak
ditemukan adanya blast (sel muda).
Artritis pada Lupus Eritomatosus Sistemik (LES)
Ciri khas artritis pada LES biasanya kronik berulang atau intermiten. Sifatnya sementara
dan sering menghilang. Gejala ini seringkali pulih dalam 24 jam atau kadang-kadang menetap.
Semua sendi mayor dan minor dapat terkena. Pada umumnya poliartritis dan paling
sering simetris. Sebagian besar menyerang sendi kecil. Sendi yang terlibat biasanya sendi kecil
di tangan (InterPhalanx Proximalis/IPP, MetaCarpoPhalangealis/ MCP), pergelangan tangan,
lutut dan vertebra.
Artritis pada Henoch Schoenlein Purpura (HSP)
10
Purpura Henoch-Schonlein merupakan vaskulitis yang ditandai dengan adanya deposit
imun yang didominasi IgA pada dinding pembuluh darah kecil (kapiler, venul, arteriol) disertai
manifestasi kulit, gastrointestinal, ginjal dan berhubungan dengan gejala artralgia atau artritis.
Keterlibatan sendi terjadi pada 80% kasus PHS dapat berupa artralgia atau artritis pada
sendi besar, terutama lutut dan pergelangan kaki pada sendi besar, terutama lutut dan
pergelangan kaki. Dapat terjadi keluhan pada sendi yang berpindah-pindah. Sebagian besar
penderita PHS mengalami keluhan pada ekstremitas bawah, sedangkan ekstremitas atas hanya
sepertiga kasus.
F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan gejala klinis,
mencegah deformitas, meningkatkan kualitas hidup.
Garis besar pengobatan
Meliputi : (1) Program dasar yaitu pemberian : Asam asetil salisilat; Keseimbangan aktifitas dan
istirahat; Fisioterapi dan latihan; Pendidikan keluarga dan penderita; Keterlibatan sekolah dan
lingkungan; (2). Obat anti-inflamasi non steroid yang lain, yaitu Tolmetindan Naproksen; (3).
Obat steroid intra-artikuler; (4). Perawatan Rumah Sakit dan (5). Pembedahan profilaksis dan
rekonstruksi.1,3
Asam asetil salisilat
Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) terpenting untuk ARJ, bekerja menekan
inflamasi, aman untuk pemakaian jangka panjang. Dosis yang efektif adalah 75-90mg/kgBB/
hari dibagi 3-4 dosis, diberikan 1-2 tahun setelah gejala klinis hilang.3
Analgesik lain.
Asetaminofen bermanfaat untk mengontrol nyeri atau demam terutama pada tipe
sistemik, tidak boleh dipakai dalam jangka waktu lama karena menimbulkan kelainan ginjal.3
NSAID yang lain.
11
Sebagian besar NSAID yang baru tidak boleh diberikan pada anak, pemakaiannya hanya
untuk mengontrol nyeri, kekakuan, dan inflamasi pada anak yang tidak responsif terhadap asam
asetil salisilat atau sebagai pengobatan awal. Tolmetin diberikan dengan dosis 30 mg/kgBB/hari
ternyata cukup efektif. Selain itu Naproksen dengan dosis 10-15mg/kgBB/hari memberikan
hasil pengobatan yang cukup baik.3,6
Obat-obat yang dapat memodifikasi perjalana penyakit (DMARDs)
Pengobatan ARJ kadang-kadang memerlukan waktu cukup lama sehingga menimbulkan
keputusasaan dan ketidakpercayaan pada penderita maupun orang tuanya. DMRAIDs akan
memperpendek perjalanan penyakit dan masa rawat inap. Obat-obat ini hanya boleh diberikan
pada poliartritis progresif yang tidak responsif terhadap Asam Asetil Salisilat Tabel 4
menunujukkan DMRAIDs, efek samping dan pemantauannya.3
Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs
DMRAIDs Efek Samping Pemantauan
Hidroksiklorokuin Retinopati Cek Ophtalmologi
Prednison Gangguan pertumbuhan, penekanan poros HPA Kadar Cortisol
Garam emas Supresi sumum tulang Cek Hematologi
Penisilamin Lupus Eritematosus medikamentosa, Sindroma
nefrotik
Hematologi
Sufasalazin Nausea vomiting, Hemolitik anemi, supresi sumsum
tulang
Hematologi
Metotreksat Supresi sumsum tulang, hepatotoksik Hematologi, LFT
Siklofosfamid Supresi susum tulang Hematologi
Azatioprin Supresi sumsum tulang, hepatotoksik Hematologi, LFT
Hidroksiklorokuin
Bermanfaat pada anak yang cukup besar dengan dosis awal 6-7mg/kgBB/hari, setelah 8
minggu diturunkan menjadi 5mg/kgBB/hari. Bila setelah 6 bulan pengobatan tidak diperoleh
12
perbaikan hidroksiklorokuin harus dihentikan. Ketika memulai jangan lupa meyakinkan bahwa
tidak ada defisiensi G6PD karena bisa terjadi hemolisis.3,6
Kortikosteroid
Digunakan bila terdapat gejala sistemik,uveitis kronik atau untuk suntikan intra-artikular.
Dosis awal adalah 0,25-1 mg/kgBB/hari dosis tunggal, atau dosis terbagi pada kasus berat. Bila
terjadi perbaikan klinis maka dosis diturunkan pelan-pelan (tappering off).2,3
Imunosupresan
Hanya diberikan dalam protokol eksperimental untuk keadaan berat yang mengancam
jiwa, walaupun beberapa pusat kesehatan sudah memakai untuk pengobatan baku. Yang paling
banyak digunakan adalah metotreksat dengan indikasi untuk poliartritis berat atau gejala
sistemik yang tidak membaik dengan NSAID, hidroksiklorokuin atau garam emas. Dosis awal
metotreksat adalah 5mg/m2/minggu dapat dinaikkan menjadi 10mg/m2/minggu setelah 9
minggu tidak ada perbaikan. Lama pengobatan adalah 6 bulan.1,3
Obat-obat ARJ yang lain :
Naproksen 10-20 mg/kg bb/hari 2 x sehari; Tolmetin 25 mg/kg bb/hari 4 x sehari; dan
Ibuprofen 35 mg/kg bb/hari 4 x sehari.
Evaluasi pengobatan
Setelah 2-4 bulan, pemeriksaan laboratorium yang tetap menunjukkan aktivasi penyakit,
tanda untuk pemberian DMRAIDs lain.3
Modalitas Fisioterapi 9
Kompres hangat
Efek yang diharapkan adalah menurunkan kekakuan sendi, meningkatkan fleksibilitas
dari jaringan lunak pada kapsul dan tendon, serta mengurangi nyeri dan spasme otot.
Efek tersebut tergantung pada beberapa faktor, diantaranya suhu optimum yang
13
digunakan (40 – 45,5 °C), durasi (3 – 30 menit), tingkat perubahan suhu dan area yang
diterapi. Penggunaan kompres hangat sebelum latihan, misalnya peregangan otot akan
meningkatkan efisiensi dari terapi.
Kompres dingin
Tujuannya adalah sebagai anti nyeri dan vasokonstriksi pada sendi yang sedang inflamasi
selama periode akut. Durasi yang digunakan biasanya sekitar 20 menit. Efek sampingnya
antara lain urtikaria, krioglobulinemia, Raynaud phenomenon, dan frostbite.
Pemijatan
Pemijatan yang baik dapat meringankan nyeri dan menghambat perlengketan jaringan
subkutan. Durasi selama 15-30 menit tiap hari dapat merelaksasi tubuh dan mengurangi
nyeri, hal ini dikarenakan penurunan kadar kortisol dan norepinefrin tubuh.
Stimulasi listrik
Modalitas yang biasa digunakan adalah TENS (Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation). Cara kerjanya adalah dengan mengalihkan kerja serat-serat saraf pada
sumber nyeri, meningkatkan hormon pereda nyeri, seperti: enkefalin, endorphin, dan
serotonin, serta meningkatkan aktivitas kolum dorsalis dari medulla spinalis. TENS
diberikan dengan durasi 10-15 menit dengan frekuensi tinggi (> 50 Hz) atau rendah (< 10
Hz).
Latihan pemulihan
Mencakup aquatic exercise (berenang), posisi, dan pasif ROM (stretching). Latihan
peregangan dilakukan dengan durasi 10 detik, 5-10 kali tiap sesinya, 2 kali sehari (10
detik diregangkan, 20 detik diistirahatkan).
Diet
Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
- Anak dengan berat badan kurang (underweight).
14
Beberapa anak dengan juvenil artritis memiliki masalah dengan penurunan berat
badan karena pengaruh artritis pada tubuhnya atau efek samping dari pengobatan
yang diberikan. Anak pada kategori ini membutuhkan perencanaan nutrisi yang tepat,
diantaranya makanan yang tinggi protein dan kalori namun rendah kadar lemak dan
gula.8
- Anak dengan kelebihan berat badan (overweight).
Bila berat badan berlebih atau kegemukan, asupan energi sehari dikurangi secara
bertahap sebanyak 500-1000 kkal dari kebutuhan energi normal hingga tercapai berat
badan normal. Makanan yang dianjurkan adalah kombinasi dari daging padat,
gandum utuh, dan perbanyak buah/sayuran.8
Protein cukup, yaitu 1-1,2 g/kgBB atau 10-15% dari kebutuhan energi total.7
Sumber protein hewani yang dianjurkan adalah dari daging padat berwarna putih (ayam,
ikan) atau daging merah segar. Sedangkan sumber protein nabati diantaranya tahu,
temped an olahan kedelai lainnya. Studi dari the American Pain society at John Hopkins
University menemukan bahwa peningkatan konsumsi kedelai dapat menurunkan nyeri
dan bengkak pada sendi. Disamping itu kedelai juga memiliki kadar lemak jenuh yang
rendah.8
Lemak sedang, yaitu 10-20% dari kebutuhan energi total.7
Hindari mono dan polyunsaturated fats seperti pada santan kelapa, kacang almont, dan
junk food (makanan siap saji).8
Karbohidrat dapat diberikan lebih banyak, yaitu 65-75% dari kebutuhan energi total,
dianjurkan untuk menggunakan sumber karbohidrat kompleks.7
Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan, terutama vitamin D, kalsium,
vitamin C dan asam folat.7,8
- Vitamin D yang dibutuhkan ± 400 IU/hari, bisa diperoleh dari sumber makanan
seperti : susu, kuning telur, ikan salmon, minyak hati ikan kod dan keju.
- Sumber vitamin C berasal dari sayuran dan buah-buahan yang bewarna seperti :
wortel, oyong, kecapir, belimbing wuluh, jeruk, apel, pisang, mangga dan pepaya.
15
- Asam folat berfungsi dalam membantu pembentukan sel-sel baru dalam tubuh.
Kebutuhan asam folat pada anak-anak sekitar 200 mcg/hari yang bisa diperoleh dari
sayur-sayuran berdaun hijau tua, brokoli, alpukat, kecambah, kacang-kacangan, tahu,
tempe, susu, telur dan keju.
- Suplemen minyak ikan.
Studi dari the American journal of clinical Nutrition tahun 2000 menyatakan manfaat
minyak ikan pada penderita artritis. Pada grup studi yang diberi minyak ikan
mengalami penurunan nyeri dan kaku sendi pada pagi hari. Konsumsi minyak ikan
yang dianjurkan sekitar 3-5 gram/hari.
Makanan yang harus dihindari :8
- Makanan dengan kadar kolesterol tinggi, seperti : jeroan, kacang-kacangan, kepiting,
dan udang.
- Banyak mengandung bahan penyedap dan bahan pengawet.
- Sayuran atau buah yang tinggi kadar solanin, seperti : tomat, terung, kentang dan
paprika. Kadar solanin yang tinggi dapat memperparah proses inflamasi.
G. KOMPLIKASI
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang serius pada
ARJ. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi pada tulang dagu,
metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi, yang tersering
adalah ankilosis, luksasio, dan fraktur. Komplikasi-komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama
penyakit dan akibat pengobatan dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis,
ensefalitis. Amiloidosis sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal
ginjal.3
H. PROGNOSIS
Prognosis sangat ditentukan dari tipe onset penyakitnya.
Tipe Onset Subtipe Klinis Prognosis
Poliartritis RF+ Wanita Buruk
16
ANA+
Seronegatif
Usia lebih tua
Tangan/pergelangan
Erosi sendi
Nodul
Non remisi
Wanita
Usia muda
-
Baik
Tidak tentu
Oligoartritis ANA+
RF+
HLA-B27+
Seronegatif
Wanita
Usia muda
Uveitis
Poliartritis
Erosi
Non Remisi
Laki-laki
-
Sangat baik
Kurang baik
Buruk
Baik
Baik
Sekitar 70-90% penderita ARJ sembuh tanpa cacat, 10% menderita cacat sampai dewasa,
sebagaian diantaranya akan berkembang menjadi bentuk dewasa disertai kecacatan. 1,3
Kriteria Remisi 5,6
17
Inaktif
- Tidak ada sendi dengan artritis aktif.
- Tidak ada demam, rash, serositis, splenomegali, atau limfadenopati.
- Tidak ada uveitis aktif.
- C-reaktif protein dan ESR (eritrosit sedimentation rate) normal.
- Tidak ada aktivitas penyakit berdasarkan physicians global assessment.
Remisi dalam pengobatan
Penyakit inaktif selama minimal 6 bulan berturut-turut dalam masa pengobatan.
Remisi diluar pengobatan
Penyakit inaktif selama minimal 12 bulan berturut-turut di luar masa pengobatan.
18
BAB III
KESIMPULAN
1. JRA adalah penyakit atau kelompok penyakit yang ditandai dengan sinovitis kronis dan
disertai dengan sejumlah manifestasi ekstra-artikuler.
2. Ada 3 tipe JRA menurut awal penyakitnya yaitu: Oligoartritis (pauciarticular disease),
poliartritis, dan sistemik. Arthritis Rheumatoid Juvenile (ARJ) merupakan penyakit
arthritis kronis pada anak-anak umur di bawah 16 tahun.
3. Dalam patofisiologi JRA, setidak-tidaknya ada 2 hal yang perlu diperhitungkan yaitu
hipereaktifitas yang berhubungan dengan HLA dan pencetus lingkungan yang
kemungkinannya adalah virus.
4. Menurut kriteria ARJ yang dipakai di AS, arthritis ini dibagi dalam 3 subtipe berdasarkan
gejala penyakit yang berlangsung minimal terjadi selama 6 bulan.
Sistemik: ditandai dengan demam tinggi yang mendadak disertai bercak
kemerahan dan manifestasi ekstraartikular lainnya.
Pausiartikular (Oligoartritis) ditandai dengan arthritis yang mengenai ≤ 4 sendi
Poliartikular (Poliartritis) ditandai dengan nyeri sendi ≥ 5
5. Diagnosis terutama berdasarkan klinis. Penyakit ini paling sering terjadi pada umur 1-3
tahun. Gejala klinis utama yang secara objektif terlihat adalah arthritis
6. Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan gejala klinis,
mencegah deformitas, meningkatkan kualitas hidup.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Miller, Michael L and James T Cassidy. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th
edition. W.B. Saunders Company : United States of America.
2. Anonymous. 2011.Diagnosis Banding Arthritis Rheumatoid Juvenil. Diunduh dari
www.scribd.com/arthritis rheumatoid juvenil/diagnosis banding tanggal 20 Maret 2013.
3. Harsono Ariyanto, Anang Endaryanto. Artikel : Arthritis Rheumatoid Juvenil.SMF
Ilmu Kesehatan Anak, FK UNAIR Surabaya. Diunduh dari www.pediatrik.com
4. American College of Rheumatology (ACR) Recommendations for the Treatment of
Juvenil Idiopatic Arthritis (JIA) 2011
5. Annual meeting of the American College of Rheumatology in Philadelphia 2009
6. Clinical Guideline for the Diagnosis and Management of Juvenil Idiopatic Arthritis
(JIA) august 2009
7. Penuntun Diet. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi
Dietisien Indonesia. Editor : DR. Sunita Almatsier, M.Sc. Jakarta. 2006
8. Diet for Juvenile Rheumatoid Arthritis diunduh dari www.eHow.com tanggal 20 Maret
2013
9. Juvenile Rheumatoid Arthritis : Physical therapy Modalities and Exercise diunduh dari
www.medscape.com tanggal 21 Maret 2013.
20
top related