referat edema paru
Post on 19-Feb-2016
228 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
[Type text]
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edema adalah peningkatan volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler
(interstitium) serta penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan
rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga badan). Masuknya cairan
ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah klinis yang penting. Ini
merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta yang serius. Edema paru
dapat di terapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk menyelamatkan pasien
dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan paru1.
Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan Non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya juga berbeda.
Edema paru kardiogenik disebabkan oleh gagal jantung kiri apapun sebabnya.
Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh gagal jantung kiri akut.
Sedangkan untuk edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh penyakit dasar di
luar Jantung 2.
Edema paru memiliki manifestasi variabel. Edema paru Postobstructive
biasanya bermanifestasi radiologis sebagai garis septum dan dalam kasus yang
lebih berat, edema alveolar pusat. Edema paru dengan Veno-oklusif penyakit
bermanifestasi sebagai arteri paru besar, edema interstisial difus dengan garis
Kerley banyak dan ventrikel kanan membesar.
Edema paru neurogenik bermanifestasi sebagai bilateral, konsolidasi
wilayah udara lebih homogen yang mendominasi di apeks pada sekitar 50%
kasus. Reperfusi edema paru biasanya menunjukkan konsolidasi wilayah udara
heterogen yang mendominasi di daerah distal ke pembuluh recanalized.
Postreduction edema paru bermanifestasi sebagai konsolidasi wilayah udara
ringan yang melibatkan paru-paru ipsilateral, sedangkan edema paru akibat
emboli udara awalnya menunjukkan edema interstisial diikuti oleh bilateral,
daerah alveolar perangkat opacity meningkat yang mendominasi di dasar paru-
paru.
1
[Type text]
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Edema paru adalah peningkatan cairan di paru yang disebabkan oleh
ekstravasasi cairan dari pembuluh darah pulmonal menuju ruang interstisial dan
alveoli paru. Adanya cairan tersebut akan menyebabkan gangguan pertukaran
udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan hipoksia. Edema paru terjadi
dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah ke ruang intersisial paru yang
selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik 1,3.
Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat dari
cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius bagi fungsi
paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa terjadi. Struktur paru
dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang mengatur perpindahan cairan dan
protein di paru menjadi masalah yang klasik 3.
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya
keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur penting dari
edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke dalam paru utuh
secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering disebut kardiogenik,
tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema paru sekunder tapi lebih efektifnya
disebut keseimbangan edema paru terganggu karena tahanan keseimbangan
pergerakan antara cairan dan zat terlarut di dalam paru 1,4.
2.2 Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu
banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran
darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
mengandung sel-sel darah) 3,4.
2
[Type text]
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru.
Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantong-
kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana
oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida
dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli
normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran
udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini
kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru” ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien 3,4.
Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar
pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan cairan yang
dibuat oleh Starling.
Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡
dimana Qf = aliran cairan transvaskuler; Kf = koefisien filtrasi; Pmv = tekanan
hidrostatik pembuluh kapiler; Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler
intersisial; σ = koefisien refleksi osmosis; πmv = tekanan osmotic protein plasma;
πpmv = tekanan osmotic protein intersisial 4.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada Peningkatan
tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral);
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteri pulmonalis 4.
Penurunan tekanan onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh
karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi 4.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif
3
[Type text]
oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume
akhir ekspirasi (asma) 4.
2.3 Klasifikasi
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema
(edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai
non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru nonkardiak) 1,4.
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak 1,4
Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak
Riwayat Penyakit :
Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
Pemeriksaan Klinik :
Akral dingin
S3 gallop/Kardiomegali
Distensi vena jugularis
Ronki basah
Akral hangat
Pulsasi nadi meningkat
Tidak terdengar gallop
Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark
Ro : distribusi edema perihiler
Enzim jantung mungkin meningkat
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg
Intrapulmonary shunting :
meningkat ringan
Cairan edema/protein serum < 0,5
EKG : biasanya normal
Ro : distribusi edema perifer
Enzim jantung biasanya normal
Tekanan Kapiler Paru < 18mmHg
Intrapulmonary shunting : sangat
meningkat
Cairan edema/serum protein > 0,7
Klasifikasi edema paru 4
Disertai perubahan tekanan kapiler
Kardiak
Gagal ventrikel kiri
Penyakit katup mitral
4
[Type text]
Penyakit pada vena pulmonal
Penyakit oklusi vena primer
Mediastinitis sklerotik kronik
Aliran vena pulmonal yang abnormal
Stenosis atau atresi vena congenital
Neurogenik
Trauma kepala
Tekanan intrakranial meningkat
Tekanan kapiler normal
Ketoasidosis diabetik
Feokromositoma
Pankreatitis
Obstruksi saluran nafas
Penurunan tekanan onkotik kapiler
Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak dibagi
menjadi 3 kelompok : Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang
berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah hipertensi dan
stenosis aorta; Peningkatan preload (Volume overload) : terjadi beban yang
berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral, insufisiensi aorta, dan
penyakit jantung dengan left-to-right shunt (ventricular septal defect); Gangguan
kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard akut jaringan otot yang sehat
berkurang, sedangkan pada kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot
jantung secara umum 2,4.
Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi menjadi :
Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam, inhalasi bahan kimia,
dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru : pada sindrom vena kava
superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi darah; penurunan tekanan onkotik
plasma : sindrom nefrotik dan malnutrisi 5.
5
[Type text]
2.4 Gambaran klinis
Gambaran klinis dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini 6.
Stadium 1 ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa sesak napas saat
bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali ronki pada
saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi 6.
Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur. Garis-garis yang
memanjang dari hilus ke arah perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis
Kerley B) dan garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru
(garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan intersisial, akan lebih
memperkecil saluran napas bagian kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit
perubahan saja 6.
Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt 6.
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat
dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini
morphin harus digunakan dengan hati-hati 6.
Efek dari sumbatan pembuluh darah dan edema pada fisiologi dan mekanis paru 1,6
6
[Type text]
Sumbatan vaskuler
Peningkatan kapasitas difusi
Peningkatan PO2 arteri
± penurunan komplians paru
Bronkokonstriksi
Edema intersisial
Peningkatan volume akhir
Penurunan aliran ekspirasi maksimal
Peningkatan kesalahan ventilasi dan perfusi
Penurunan PO2 arteri
Edema alveolar
Peningkatan volume akhir (udara terjebak)
Peningkatan tahanan pembuluh darah
Penurunan volume paru (kapasitas vital dan inspirasi)
Penurunan komplians paru
Penurunan kapasitas difusi
Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral
atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan kapiler
paru yang mendadak tinggi akan menyebabkan edema paru kardiak dan
mempengaruhi pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen arteri
menjadi berkurang. Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada dada
menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah
meningkat yang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Kegelisahan
dan napas yang berat semakin menambah beban jantung yang selanjutnya lebih
menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan
ini tidak segera diputus penderita akan meninggal 6.
Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-megap.
Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot interkostal
dan supraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan tekanan intrapleura yang
sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering berpegangan pada samping tempat
tidur atau kursi supaya dapat menggunakan otot pernapasan sekunder dengan
balk. Penderita mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan
7
[Type text]
sianotik menunjukkan isi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang
simpatik 6.
Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang
akhimya ke seluruh paru, apabila keadaan bertambah berat: mungkin terdengar
pula wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara napas yang
ramai, tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal yang mengeras 6.
2.5 Pemeriksaan penunjang
Rontgen dada, foto polos dada merupakan pemeriksaan laboratorium yang
praktis untuk mendeteksi edema paru. Kerugiannya adalah kurang sensitif dalam
mendeteksi perubahan kecil cairan paru dan hanya bersifat semikuantitatif 6,7.
Gambaran radiologi yang ditemukan : Pelebaran atau penebalan hilus
(pelebaran pembuluh darah di hilus); Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3
lateral); Kranialisasi vaskuler; Hilus suram (batas tidak jelas); fibrosis (gambaran
seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier); gambaran air
bronchogram terlihat pada beberapa kasus edema paru 6,7.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
2. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3. Kranialisasi vaskuler
4. Hilus suram (batas tidak jelas)
5. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul
milier)
Peningkatan Tekanan Hidrostatik Edema
Edema Intertisial
Edema interstisial terjadi dengan peningkatan sebesar 15-25 mm Hg dalam tekanan arteri
rata-rata transmural dan mengakibatkan hilangnya awal definisi pembuluh subsegmental
dan segmental, pembesaran ringan dari ruang peribronchovascular, munculnya garis
Kerley, dan efusi subpleural 9,10. Jika jumlah cairan ekstravaskuler terus meningkat,
edema akan bermigrasi secara terpusat dengan kabur progresif kapal, pertama pada
8
[Type text]
tingkat lobar dan kemudian di tingkat hilus. Pada titik ini, radiolusen paru menurun
tajam, membuat identifikasi pembuluh perifer kecil sulit. Memborgol Peribronchial
menjadi jelas, khususnya di bidang perihilar 11,12. Dengan peningkatan tekanan
transmural lebih besar dari 25 mm Hg, drainase cairan dari kompartemen ekstravaskuler
adalah pada kapasitas maksimum dan fase kedua (banjir alveolar) dimulai, menyebabkan
perpanjangan tiba-tiba edema ke dalam ruang alveolar dan dengan demikian
menciptakan nodular kecil atau daerah asinar dari opacity meningkat yang menyatu
menjadi konsolidasi jujur. Beberapa peneliti telah mengamati bahwa, dengan
peningkatan tekanan seperti itu, terjadinya edema alveolar juga mungkin terkait dengan
tekanan langsung akibat kerusakan epitel alveolar 13.
Figure 1a,b,c. Increased hydrostatic pressure edema in a 33-year-old man with acute myelocytic leukemia who was admitted for fluid overload with renal and cardiac failure. Successive chest radiographs demonstrate progressive lobar vessel enlargement, peribronchial cuffing (arrows in b), bilateral Kerley lines (arrowheads in c), and late alveolar edema with nodular areas of increased opacity. The fluid overload is confirmed by the increasing size of the azygos vein.Bat Wing Edema
9
[Type text]
Bat edema sayap mengacu pada distribusi, pusat nongravitational edema alveolar. Hal ini
terlihat dalam waktu kurang dari 10% kasus edema paru dan umumnya terjadi dengan
cepat mengembangkan gagal jantung parah seperti terlihat pada insufisiensi mitral akut
(berhubungan dengan ruptur otot papilaris, infark miokard besar, dan katup leaflet
kehancuran akibat endokarditis septik ) atau gagal ginjal. Pada edema sayap kelelawar,
korteks paru bebas dari cairan alveolar atau interstisial. Kondisi patologis berkembang
begitu cepat bahwa itu awalnya diamati sebagai alveolar yang menyusup, dan fase
interstisial sebelumnya yang biasanya terlihat pada edema paru tidak terdeteksi
radiologis 12.
Figure 2a,b. Bat wing edema in a 71-year-old woman with fluid overload and cardiac failure. Chest radiograph (a)and high-resolution CT scan(b) demonstrate bat wing alveolar edema with a central distribution and sparing of the lung cortex. The infiltrates resolved within 32 hours.
Distribusi Asimetris dari Peningkatan Tekanan Edema
Penyebab paling sering dari distribusi asimetris tekanan edema adalah perubahan
morfologi dalam parenkim paru-paru pada penyakit paru obstruktif kronis. Pada gagal
jantung, paru-paru emfisema luas dari apeks (terlihat pada perokok berat) atau perusakan
ditandai dan fibrosis dari bagian atas dan tengah paru-paru (terlihat pada stadium akhir
tuberkulosis, sarkoidosis, atau asbestosis) akan menghasilkan edema paru yang dominan
di daerah yang kurang dipengaruhi oleh proses-proses penyakit.
10
[Type text]
Figure 3. Asymmetric pulmonary edema in a 70-year-old man with end-stage fibrosis and bullous emphysema due to asbestosis who was admitted for cardiac failure. On a chest radiograph, the pulmonary edema infiltrates predominate at the lung bases because pulmonary blood flow is diverted to these regions by the upper lobe bullae. The fibrotic interstitial changes from asbestosis facilitate the entry of edema into the alveolar spaces.
Edema paru dengan Asma Akut
Edema paru dengan asma akut adalah suatu kondisi patologis jarang terjadi karena udara
terperangkap terkait cenderung mempertahankan tekanan intraalveolar positif, sehingga
menurunkan gradien tekanan hidrostatik. Patogenesis dapat dikaitkan dengan tingkat
keparahan dari manuver Müller (yaitu, inspirasi paksa sebagai pasien berjuang untuk
menghirup). Edema paru dengan asma akut telah dilaporkan dalam satu seri dari delapan
anak 14. Selama inspirasi pasang surut, anak-anak dengan episode asma akut telah
terbukti memiliki sangat tinggi tekanan negatif inspirasi puncak (rata-rata -29 cm air)
dibandingkan dengan mereka pada subyek sehat (rata-rata -7 cm). Selanjutnya, telah
menunjukkan bahwa tekanan pleura mean nyata menurun selama respirasi pasang
seluruh, mencapai -25,5 cm air dibandingkan dengan -5 cm pada subyek sehat (14 ).
Tekanan pleura negatif yang tinggi selama episode asma akut membantu
mempertahankan patensi saluran udara menyempit.
11
[Type text]
Figure 4. Pulmonary edema with acute asthma in a 3-year-old child. Chest radiograph demonstrates heterogeneous pulmonary edema associated with peribronchial cuffing, ill-defined vessels, enlarged and ill-defined hila, and alveolar areas of increased opacity.
Edema Paru d engan Penyakit Veno-Oklusif
Penyakit paru Veno-oklusif adalah kondisi mematikan yang terkait dengan penyempitan
atau oklusi vena paru kecil dan venula oleh trombus 15,16. Proses penyakit menunjukkan
keterlibatan luas paru-paru tetapi tidak melibatkan pembuluh darah paru yang besar. Paru
Veno-oklusif penyakit tidak memiliki predileksi jenis kelamin atau usia dan
menyebabkan jenis edema hidrostatik akibat tekanan hidrostatik meningkat yang secara
langsung berhubungan dengan hasil peningkatan resistensi perifer. Pasien datang dengan
dispnea cepat progresif, orthopnea, dan edema paru akut dengan atau tanpa hemoptysis.
Radiografi dan CT mengungkapkan arteri paru membesar, edema interstisial difus
dengan garis Kerley banyak, memborgol peribronchial, dan ventrikel kanan melebar 17.
Figure 5a,b. Pulmonary edema associated with veno-occlusive disease in a 28-year-old woman who was admitted for acute dyspnea.(a) Chest radiograph demonstrates pulmonary edema. (b) On a pulmonary angiogram obtained to exclude embolism, the peripheral pulmonary arteries are patent but have a thin, elongated appearance. Pulmonary capillary wedge pressure was normal, but mean pulmonary arterial pressure was 54 mm Hg
Permeabilitas Edema dengan Diffuse Alveolar Damage (DAD)
12
[Type text]
ARDS adalah istilah yang digunakan untuk berbagai akut atau subakut, lesi paru
difus yang menyebabkan hipoksemia berat. Lesi ini terkait dengan berbagai faktor
pengendapan dan tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh insufisiensi jantung bersamaan.
Oleh karena itu, ARDS terjadi tanpa peningkatan tekanan kapiler paru. ARDS
merupakan bentuk yang paling parah edema permeabilitas terkait dengan DAD 18. Atas
dasar perbedaan-perbedaan etiologi, dua mekanisme patofisiologis utama dalam
pengembangan ARDS telah dijelaskan: (a) ARDS akibat penyakit paru yang mendasari,
yang berhubungan dengan konsolidasi paru, dan (b) ARDS sekunder untuk penyakit luar
paru, yang bermanifestasi sebagai edema interstisial dan kolaps alveolar.
ARDS meliputi tiga tahap sering tumpang tindih. Tahap (eksudatif) pertama
ditandai dengan edema interstisial dengan kandungan protein tinggi yang dengan cepat
mengisi ruang alveolar dan berhubungan dengan perdarahan dan selanjutnya
pembentukan membran hialin. Perluasan yang cepat dari edema ke dalam ruang alveolar
mungkin menjelaskan mengapa temuan yang biasanya terlihat pada edema interstisial
(misalnya, Kerley baris) tidak menonjol di ARDS. Tahap (proliferasi) kedua
bermanifestasi sebagai organisasi eksudat fibrinosa. Setelah organisasi ini, dapat diamati
regenerasi lapisan alveolar dan penebalan septa alveolar. Tahap (fibrosis) ketiga ditandai
dengan berbagai tingkat jaringan parut dan pembentukan kista subpleural dan
intrapulmonal.
Figure 6. ARDS associated with DAD in a 20-year-old man involved in a motor vehicle accident who underwent massive bronchoaspiration during tracheal intubation
Permeabilitas Edema tanpa Diffuse Alveolar Damage
(DAD)
Sesuai namanya, permeabilitas edema tanpa DAD mengacu pada edema paru di mana
perubahan permeabilitas tidak terutama terkait dengan DAD. Tidak adanya kerusakan sel
sering tidak terbukti patologis tetapi dapat disimpulkan dari perjalanan klinis dan
radiologis penyakit karena regresi yang cepat sering diamati, dengan perbaikan ventilasi
terjadi dalam waktu singkat. Meskipun beberapa derajat DAD dapat terjadi, kerusakan
tetap kecil dan biasanya hanya sebagian mempengaruhi hasil pasien.
13
[Type text]
Heroin yang disebabkan paru Edema
Edema paru secara langsung berhubungan dengan overdosis opiat terjadi hampir secara
eksklusif dengan heroin tetapi juga jarang ditemui dengan penggunaan kokain dan heroin
yang disebabkan edema paru terlihat di sekitar 15% kasus overdosis heroin dengan
tingkat mortalitas secara keseluruhan 10%. Heroin overdosis diyakini langsung
menyebabkan depresi pusat pernapasan meduler dan menyebabkan hipoksia dan
asidosis, yang keduanya menyebabkan edema permeabilitas tanpa DAD 19.
Figure 7a,b. Heroin-induced pulmonary edema in a 19-year-old male addict with ARDS. (a) Chest radiograph reveals massive diffuse pulmonary edema. (b) Chest radiograph obtained 27 hours later reveals substantial resolution of the pulmonary edema, which is only possible in the absence of DAD. Intubation and positive pressure ventilation may have partially influenced the edematous change.
Edema Paru Neurogenik
Edema paru neurogenik dilihat pada sampai dengan 50% pasien yang telah menderita
penghinaan otak parah seperti trauma, perdarahan subarachnoid, epileptikus stroke, atau
status. Diferensiasi edema paru neurogenik dari overload cairan atau edema sederhana
postextubation mungkin sulit jika tidak mustahil pada pasien trauma atau segera setelah
operasi. Oleh karena itu, diagnosis edema paru neurogenik diperoleh dengan
pengecualian. Penyebabnya masih kontroversial tapi mungkin melibatkan kombinasi dari
faktor yang terkait dengan edema hidrostatik dan faktor yang terkait dengan edema
permeabilitas tanpa DAD. Mekanisme seluler yang menyebabkan kebocoran kapiler juga
tidak dipahami dengan baik. Modifikasi dalam jalur neurovegetative mungkin penyebab
tiba-tiba, peningkatan yang signifikan dalam tekanan mikrovaskular di paru-paru,
khususnya di venula paru. Hal ini menyebabkan aliran vena berkurang, yang pada
gilirannya menyebabkan hipertensi kapiler dan arteri paru. Selain itu, mungkin ada efek
14
[Type text]
langsung dari berbagai mediator yang menyebabkan kebocoran sel endotel pembuluh
darah dan sambungan sel.
Figure 10. Neurogenic pulmonary edema in a 54-year-old woman who was admitted for intracranial hemorrhage due to arterial hypertension. (a) Chest radiograph obtained at the time of admission shows airspace consolidations predominantly at the apices. There are no pleural effusions or Kerley lines, and heart size is normal.
Reexpansion Edema Paru
Reexpansion edeman paru adalah komplikasi iatrogenik biasa yang terjadi setelah
reexpansion cepat dari drainase paru-paru runtuh berikut atau evakuasi penyakit pleura
seperti pneumotoraks, hidrotoraks, atau hemothorax. Dalam 64% kasus, edema paru
reexpansion muncul tiba-tiba dalam waktu 1 jam setelah paru reexpansion. Dalam
kebanyakan kasus, reexpansion edema paru meningkat pada keparahan selama 24-48 jam
dan kemudian perlahan-lahan berakhir selama 5-7 hari berikutnya, menunjukkan bahwa
proses pathophysiologic tidak murni hidrostatik. Sebuah peristiwa hipoksia
berkepanjangan lokal, pemulihan tiba-tiba aliran darah paru, dan peningkatan, tiba-tiba
ditandai tekanan intrapleural negatif mungkin seluruh faktor penting dalam
pengembangan pulmonary edema.
Figure 13. Reexpansion pulmonary edema in a 57-year-old man
who was admitted for massive left-sided carcinomatous pleural
effusion. Three liters of fluid were drained within 3 hours.
Control chest radiograph obtained 2 hours later demonstrates
extensive left pulmonary edema. The radiologic signs disappeared
within 5 days.
BAB III
KESIMPULAN
15
[Type text]
Edema paru terjadi akibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial
melebihi aliran cairan kembali ke darah dan saluran limfe. Dari penjelasan diatas
dapat diketahui patogenesis, gambaran klinis, gambaran radiologis, diagnosis,
dan penatalaksanaan pada edema paru.
Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru yaitu perbaiki jalan napas,
ventilasi yang adekuat, dan oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua
sistem sirkulasi perlu ditinjau, infus juga perlu dipasang.
DAFTAR PUSTAKA
16
[Type text]
1. Nadel M, Boushey M, Textbook of respiratory medicine. 3rd edition, vol. 2,
Philadelphia, Pennsylvania. 54:1575-1614, 2000.
2. Ruggie N. Congestive heart failure. Med. Clin. North Am. 70:829-851, 1986.
3. Staub NC: Pulmonary edema. Physiol Rev 54:678-811, 1974.
4. Fishman : Pulmonary disease and disorders, fourth edition, volume one, United
States, 593-617, 2008.
5. Braunwauld, Clinical aspect of heart failure; pulmonary edema. In : Braunwauld.
Heart Disease. A textbook of cardiovascular medicine. 6th edition. WB Saunders;
7:553, 2001.
6. Ingram RH Jr., Braunwald E. Pulmonary edema : cardiogenic and non-
cardiogenic. In: Han Disease. Textbook of Cardiovascular Medicine.Braunwald
E. (Ed). 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Co. 544-60, 1988.
7. Staub NC: The measurement of lung water content. J Microw Power 18:259-
263, 1983.
8. Noble WH, Kay JC, Obdrzalek J: Lung mechanics in hypervolemic pulmonary
edema. J Appl Physiol 38:681-687, 1975.
9. Staub NC. New concepts about the pathophysiology of pulmonary edema.J
Thorac Imaging 1988; 3:8-14.
10. Pistolesi M, Miniati M, Giuntini C. Pleural liquid and solute exchange: state of
the art. Am Rev Respir Dis 1989; 140:825-847.
11. Milne ENC, Pistolesi M. Reading the chest radiograph: a physiologic
approach St Louis, Mo: Mosby–Year Book, 1993; 9-50.
12. Pistolesi M, Giuntini C. Assessment of extravascular lung water. Radiol Clin
North Am 1978; 16:551-574.
13. Bachofen H, Schurch S, Weibel ER. Experimental hydrostatic pulmonary edema
in rabbit lungs: barrier lesions. Am Rev Respir Dis 1993;147:997-1004.
17
[Type text]
14. Stalcup SA, Mellins RB. Mechanical forces producing pulmonary edema in
acute asthma. N Engl J Med 1977; 297:592-596.
15. Frazer RG, Paré JAP, Paré PD, Frazer RS, Genereux GP. Pulmonary
hypertension and edema. In: Frazer RG, Paré JAP, Paré PD, Frazer RS, Genereux
GP, eds. Diagnosis of diseases of the chest. 3rd ed. Philadelphia, Pa:
Saunders, 1990; 1823-1968.
16. Kramer MR, Estenne M, Berkman N, et al. Radiation-induced pulmonary veno-
occlusive disease. Chest 1993; 104:1282-1284.
17. Maltby JD, Gouverne ML. CT findings in pulmonary venoocclusive disease: case
report. J Comput Assist Tomogr 1984; 8:758-761.
18. Ingram RH, Jr, Braunwald E. Dyspnea and pulmonary edema. In: Fauci AS,
Braunwald E, Isselbacher KJ, et al., eds. Harrison's principles of internal
medicine. 14th ed. New York, NY: McGraw-Hill, 1998; 190-194.
19. Snyder SH. Opiate receptors in the brain. N Engl J Med 1977;296:266-271.
18
top related