pus taka
Post on 27-Dec-2015
7 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
NERACA
Jakarta - Konsumsi beras penduduk Indonesia mencapai 102 kg per kapita per tahun. Hal
ini, dinilai oleh Kementerian Pertanian merupakan konsumsi yang cukup tinggi. Bahkan
hampir dua kali lipat dari konsumsi beras dunia yang hanya 60 kg per kapita per tahun. Di
Asia, konsumsi beras Indonesia adalah yang tertinggi.
"Konsumsi beras penduduk Indonesia telah mencapai 102 kg per kapita atau hampir dua
kali lipat dari rata-rata konsumsi beras dunia yang mencapai 60 kg per kapita," ungkap
Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan
Pangan Kementan, Sri Sulihanti di Jakarta, Selasa (26/3).
Ia menjelaskan bahwa konsumsi beras nasional merupakan konsumsi tertinggi di Asia.
Konsumsi beras di Korea mencapai 40 kg per kapita pertahun, Jepang 50 kg per tahun,
Malaysia 80 kg per tahun, Thailand 70 kg per tahun. "Indonesia pernah mencapai
konsumsi beras di angka 139 kg per kapita. Akan tetapi berkurang menjadi 102 kg per
kapita," ucapnya.
Menurut Sulihanti, tingginya angka konsumsi beras nasional lantaran beras menjadi bagian
yang tidak dipisahkan dari budaya pangan nasional. Namun demikian, pemerintah
mencoba untuk mengurangi konsumsi beras tersebut dengan program diversifikasi
konsumsi pangan. Sebab, masih banyaknya alternatif makanan yang bisa dikonsumsi.
"Penurunan konsumsi beras minimal sebesar 1,5% per kapita per tahun," ujar Sulihanti.
Ketahanan Pangan
Dalam upaya mengembangkan konsumsi pangan nasional, lanjut dia, Kementerian
Pertanian mengajak masyarakat meningkatkan diversifikasi dan ketahanan pangan. Hal ini
dilakukan mengingat pola konsumsi pangan penduduk Indonesia masih tingginya konsumsi
padi-padian, terutama beras. Sedangkan, konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, serta
sayur dan buah dinilai masih rendah. "Dalam kurun waktu 30 tahun, konsumsi terigu naik
500%, termasuk konsumsi terigu 17 kilogram per kapita per tahun," ujar Sri Sulihati.
Hal tersebut wajib menjadi perhatian bersama. Pasalnya terigu yang dikonsumsi
masyarakat Indonesia semuanya masih impor. Meskipun ada upaya untuk menanam
terigu, tetapi secara ekonomi tidak terlalu menguntungkan, dan memakan devisa yang
cukup tinggi. Masalah lainnya adalah kualitas konsumsi pangan masyarakat yang
ditunjukkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) masih belum mencapai kondisi
ideal.
Untuk meningkatkan diversifikasi pangan, Kementerian Pertanian melakukan beberapa
upaya. Salah satunya yaitu meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai karakteristik
daerah, KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) serta promosi, mengembangkan
teknologi, meningkatkan investasi agroindustri pangan lokal, begitu pula dengan
agroindustri tepung berbasis sumberdaya lokal, tanaman pangan, hortikultura, susu, dan
daging.
Selain itu, meneliti bahan pangan lokal untuk substitusi tepung terigu. Meningkatkan
ketersediaan buah dan sayur untuk konsumsi, serta kegiatan penyuluhan atau
pendampingan. "Program Upaya Pengembangan Pangan Lokal atau MP3L saat ino ada di
30 kabupaten, di 18 propinsi. Ini untuk menurunkan ketergantungan terhadap beras,
dengan mengembangkan bahan pangan pokok sesuai sumber daya dan budaya
setempat," lanjut Sri.
Sekedar informasi, Kementerian Pertanian memiliki target diversifikasi konsumsi pangan
yaitu penurunan konsumsi beras minimal 1,5% per tahun per kapita dan
penganekaragaman pangan berbasis sumberdaya lokal PPH 77,3% pada 2011 menjadi
93,3% pada 2014.
Tekan Impor
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina,
menjelaskan bahwa saat ini total permintaan komoditas beras terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk, yaitu sekitar 1,49% per tahun. Konsumsi beras
Indonesia per tahunnya mencapai 140 kg per orang, dan jumlah tersebut lebih tinggi
dibandingkan konsumsi beras di Vietnam, Thailand dan Malaysia yang hanya berkisar 65-
70 kg per orang per tahun.
Menurut Srie Agustina, tingginya konsumsi beras dan gula dapat berakibat pada tingginya
impor kedua komoditas tersebut. Pada tahun 2011, Indonesia mengimpor beras sebanyak
2,75 juta ton dengan nilai US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 13,5 triliun. Pada tahun yang
sama, Indonesia juga mengimpor gula sebanyak 2,5 juta ton dengan nilai US$ 1,7 miliar
atau sekitar 15,3 triliun rupiah. "Jika 70% dari sekitar 240 juta penduduk Indonesia dapat
mengurangi konsumsi beras dan gula, maka ini akan membantu mengurangi jumlah impor
kedua komoditas tersebut secara signifikan," tegasnya.
http://www.neraca.co.id/article/26605/Konsumsi-Beras-Nasional-Tertinggi-SeAsia
10 Juli 2014
Perubahan fenolik, antosianin dan aktivitas antioksidan ”Uwi Ungu” (Dioscorea alata L) akibat
Proses Pengolah
Teguh Budiharjo
“Uwi ungu” merupakan sumber hayati umbi-umbian yang belum banyak dimanfaatkan secara optimal
untuk membuat aneka pangan olahan enak,bergizi dan menyehatkan. Potensi ‘uwi ungu” adalah sebagai
sumber karbohidrat dan diduga banyak mengandung senyawa fenol, antosianin yang tinggi
antioksidannya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh proses pengolahan terhadap
kandungan zat gizi, senyawa fenolik, antosianin, aktivitas antioksidan dan intensitas warna.
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuaan yaitu dikukus, dibuat
tepung, dibuat keripik dan mentah sebagai kontrol, pengulangan masing-masing lima kali. Variabel
terpengaruh adalah zat gizi diuji secara proksimat, senyawa fenolik diuji dengan metode folin ciocalteu,
antosianin diuji dengan metode pH differential, aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dan intensitas
warna dengan khromameter minolta CR-400. Analisis data dilakukan dengan uji Anova dengan uji lanjut
Tukey.
Komposisi zat gizi “uwi ungu” yang tertinggi adalah karbohidrat berkisar antara 73,27 – 92,37%
bk. Perubahan banyak terjadi pada kadar air dan lemak terutama pada keripik dan tepung “uwi ungu”.
Pada keripik terjadi peningkatan lemak sampai 2.314%, kadar airnya turun 56,61%. Pada tepung “uwi
ungu” terjadi penurunan kadar air sampai 88,93%.kandungan senyawa fenolik tertinggi adalah “uwi
ungu’kukus 265,49 %, ada beda nyata proses pengolahan dengan kandungan fenolik “uwi
ungu” Kandungan antosianin tertinggi pada “uwi ungu” kukus 131,67 % dan menunjukkan ada beda nyata
beberapa proses pengolahan terhadap kandungan antosianin. Aktivitas antioksidan terbesar pada “uwi
ungu” kukus sebesar 64,97% sebanding dengan BHT (64,50%) sebagai kontrol positif. Ada beda nyata
proses pengolahan ‘uwi ungu” terhadap aktivitas antioksidan. Kecerahan warna olahan “uwi ungu” relatif
sama, tapi untuk nilai b* pada penggorengan terjadi pergeseran warna dari biru (-7,45) ke arah kuning
kecoklatan (8,98).
Proses pengolahan yang baik adalah dikukus karena pengaruhnya terhadap penurunan zat gizi, senyawa
fenolik, antosianin dan aktivitas antioskidan paling kecil. Perlu uji lanjutan tentang identifikasi jenis
antosianin, dan pemenfaatan tepung “uwi ungu”.
Last Updated on Thursday, 01 October 2009 09:55
http://magi.undip.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=156:perubahan-fenolik-antosianin-dan-aktivitas-antioksidan-uwi-ungu-dioscorea-alata-l-akibat-proses-pengolah&catid=31:versi-indonesia&Itemid=43
10 Juli 2014
top related