portofolio bedah tetanus
Post on 07-Dec-2015
35 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PORTOFOLIO KASUS BEDAH
TETANUS
Disusun oleh :
dr. Chairur Rijal A.W.
Pembimbing:
dr. Taufan, Sp.B.KBD
Pendamping :
dr. Lisa, SpS
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK
2015
PORTOFOLIO TETANUSNo. ID dan Nama Peserta : dr. Chairur Rijal Agus WicaksonoNo. ID dan Nama Wahana : RSUD Ibnu Sina GresikTopik : BedahTanggal (kasus) : 11 Agustus 2015Nama Pasien : Sdr. A (19 tahun) No. RM : 397xxxTanggal Presentasi : - Nama Pendamping : dr. Taufan Sp.B K.BDTempat Presentasi : -Obyektif Presentasi : Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi : Laki – laki usia 19 tahun datang dengan keluhan kaku pada seluruh tubuh Tujuan : Membahas penatalaksanaan tetanus pada dewasaBahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus AuditCara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email PosData Pasien : Nama : Sdr. A Nomor Registrasi: 397xxxData utama untuk bahan diskusi :1. Keluhan Utama : Tubuh kaku2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 10 jam SMRS pasien merasa seluruh tubuh menjadi kaku. Keluhan disertai dengan kejang sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sulit membuka mulut sehingga makan dan minum sulit masuk. Riwayat luka tusuk (+) satu minggu SMRS. Terdapat luka tusuk kurang lebih sebesar 2 cm akibat tertusk pecahan kaca di telapak kaki kanan, tapi pasien tidak mendapat suntikan ATS. Riwayat imunisasi tetanus sebelumnya tidak diketahui. Keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada. Pasien juga menderita demam 2 hari SMRS
3. Riwayat Penyakit Dahulu: - Riwayat Alergi disangkal
- Riwayat Kejang disangkal
4. Riwayat Keluarga : Keluhan serupa pada anggota keluarga lain tidak ada.5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik
Pasien saat ini berobat menggunakan Jamkesda. Ayah pasien bekerja buruh dan ibu pasien sebagai ibu rumah tangga.
6. Lain-lainPemeriksaan Fisik
Kesadaran : KU lemah Nadi : 80 x/menit Pernafasan : 28 x/menit Suhu : 37,8°C
Status generalisKepala : deformitas (-)Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, trismus (+) 1 jariLeher : kaku, KGB tidak teraba membesarParu : simetris saat statis dan dinamis, vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I-II normal, regular, murmur (-) gallop (-)Abdomen : datar, BU (+) N, NT (-), perut papan (+)Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, terdapat luka tusuk di telapak kaki kanan.
Pemeriksaan Laboratorium Hb : 15,9 gr%Leukosit : 12.700 mm3Trombosit : 274.000 mm3Hematrokit : 44%
7. Asessment : Tetanus8. Planning
PDx : Thorax foto. Kultur kumanPtx :- MRS
- Disarankan dirawat di ruang intensif : tenang & minimal cahaya (meminimalisasi stimulus) & monitoring ketat (fungsi vital dan tanda aritimia)
- Debridement luka : jaringan nekrotik dan benda-benda asing harus dihilangkan, abses diinsisi dan didrainase.
- Inf. RL:D5 2:2
- NGT untuk nutrisi
- DC Catheter untuk monitor output
- Anti Tetanus Serum, dosis : 10.000 IU secara IM
- Antibiotik : Metronidazole 500 mg per 6 jam selama 10 – 14 hari
- Muscle relaxan : Diazepam 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan 10-15 mg/jam.
Follow UpHari ke-1 (11 Agustus 2015)
Hari ke-2 (12 Agustus 2015)
Hari ke-3 (13 Agustus 2015)
Hari ke-4 (14 Agustus 2015)
Hari ke-5 (15 Agustus 2015)
Hari ke-6 (16 Agustus 2015)
Daftar Pustaka :1. Andi B, Sofiati D. Kegawatdaruratan Neurologi. 2 ed. Bandung: Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung; 2009.
2. Adam R.D; Victor M. Principles of Neurology, 7th edition. McGraw-Hill International Edition. Singapore. 2001.
Hasil Pembelajaran :1. Menentukan diagnosis dan klasifikasi tetanus2. Mengetahui mekanisme terjadinya tetanus3. Mengatasi kegawatdaruratan pada pasien tetanus4. Mengetahui pencegahan pada pasien tetanus
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tetanus
Tetanus adalah penyakit toksemik akut yg disebabkan eksotoksin Clostridium
tetani. Pada definisi lain yang dinyatakan oleh Sir William Gower, tetanus adalah
penyakit pada susunan saraf yg ditandai dengan spasme tonik persisten disertai dengan
serangan yang jelas dan keras.
Tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium tetani yakni bakteri batang gram
positif, bersifat obligat anaerob ditemukan banyak pada tanah, usus serta kotoran
binatang. Port d’entry kuman ini dalah melalui luka terkontaminasi, jaringan nekrosis,
jaringan yang kurang vaskularisasi, akupuntur, tumor nekrotik, lubang anting, pedikur,
otitis media, suntikan intramuskuler, luka bakar, ulkus, gangren, gigitan ular yg
nekrosis, septic abortion. Masa inkubasi: 7-14 hari (1-2 hari sd 60 hari) dengan
periode onset: 1-7 hari, pada tetanus fulminan: 1-2 jam. Kuman vegetatif akan sangat
baik berkembang biak pada suhu 37°C dan pada suasana anaerob akan berubah
menjadi endospora yg nantinya akan menghasilkan toksin.
Toksin yg dihasilkan ada 2 yakni tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisisn
berperan dalam perusakan jaringan lokal di sekitar infeksi sehingga mengoptimalisasi
pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Tetanospamin berperan dalam menghambat
pelepasan GABA di junction sinaps saraf inhibisi. Berkurangnya GABA akan
mencegah inhibisis impuls saraf eksitasi secara terus menerus, sehingga munculah
gejala tetanus.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh toksin terhadap system
saraf pusat berupa gangguan terhadap inhibisi presinaps sehingga menimbulkan
generator of pathological enhanced excitation.
2. Gejala Klinis :
Gejala dan tanda yang bisa didapatkan pada pasien tetanus antara lain :
1) Spasme otot terjadi spontan maupun akibat stimulus rangsang raba, visual, auditori
atau emosional. Spasme otot dapat berupa :
a. Rigiditas pada abdomen menimbulkan perut papan.
b. Kontraksi otot wajah rhisus smile/sardonicus, kontraksi otot rahang, wajah,
dan kepala
c. Trismus atau lockjaw karena kontaksi otot masseter
d. Spasme otot menelan menyebabkan disfagia
e. Spasme otot batang tubuh menyebabkan munculnya opistotonus.
f. Otot ekstremitas terpengaruh terakhir kali, namun tidak melibatkan otot
tangan dan kaki.
2) Obstruksi laring akibat aspirasi yang disebabkan oleh spasme faring dan laring
3) Efek toksin pada jantung yang dapat menyebabkan miokarditis
4) Disotonomi, biasanya muncul beberapa hari setelah spasme dan menetap 1-2
minggu, ditandai dengan instabilitas yang kontras pada tekanan darah, takikardia
diselingi bradikaria, cardiac arrest atau asistol berulang, pirexia, stasis gaster.
3. Assessment
Diagnosis tetanus dapat diamati dengan adanya gejala berupa kekakuan
seluruh tubuh dan tanda klinis yang meliputi rigiditas muskuler, kejang baik dirangsang
maupun spontan, perut papan, opsistotonus dan adanya trismus 1 jari. Pada pasien ini
juga terdapat riwayat trauma kaki sebagai port d’entry masuknya kuman Clostridium
tetani.
Menurut Ablett’s, derajat penyakit tetanus dapat dibagi menjadi :
Grade I : Trismus ringan dan sedang, tidak ada gangguan respirasi, tidak
ada kejang
Grade II : Trismus sedang, rigiditas yang jelas, spasme ringan sampai
sedang yang berlangsung singkat, gangguan respirasi sedang, disfagi ringan.
Grade III : Trismus berat, spastisitas umum, kejang spontan dan
berlangsung lama, gangguan respirasi dengan takipneu lebih dari 40x/m,
kadang apneu, disfagi berat, takikardi biasanya lebih dari 120 x/mnt,
peningkatan aktifitas saraf otonom yang sedang dan menetap.
Grade IV : Gangguan otonom yang sangat hebat disebut juga autonomic
storm yang melibatkan sistem kardiovaskuler termasuk hipertensi berat dan
takikardi yang silih berganti dengan hipotensi relatif dan bradikardi.
Sedangkan Pattel dan Joag membagi penyakit tetanus ini dalam tingkatan dengan
berdasarkan gejala klinis yang dibaginya dalam 5 kriteria :
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot tulang
belakang
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 37,6OC
Dengan berdasarkan 5 kriteria di atas, maka dibuatlah tingkatan penyakit tetanus
sebagai berikut :
Tingkat I : Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas 0 %
Tingkat II : Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa
inkubasi lebih dari 7. Hari dan onset lebih dari 2 hari,
mortalitas 10 %
Tingkat III : Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi kurang
dari 7 hari dan onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Tingkat IV : Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan
mortalitas 60%
Tingkat V : Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk di
dalamnya adalah tetanus neonatorum maupun puerperium.
4. “Plan”:
Pengobatan :
Terapi Umum
1. Disarankan dirawat di ruang intensif : tenang & minimal cahaya
(meminimalisasi stimulus) & monitoring ketat (fungsi vital dan tanda aritimia)
2. Cairan infus D5 20 gtt/m : mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
3. Debridement luka : jaringan nekrotik dan benda-benda asing harus
dihilangkan, abses diinsisi dan didrainase.
4. NGT untuk nutrisi
5. DC Catheter untuk monitor output
Terapi Khusus
Anti Tetanus Serum
– Menetralisir tetanospasmin yang bebas
– dosis : 10.000 IU secara IM
– TT (tetanus toksoid) à merangsang dibentuknya antibodi thd eksotoksin
kuman
TT (tetanus toksoid)
– Meransang dibentuknya antibodi terhadap eksotoksin kuman
– Dosis 0,5 cc IM (ST)
Antibiotik à eliminasi sumber tetanospasmin
– DOC : Metronidazole 500 mg per 6 jam selama 10 – 14 hari
– Tetrasiklin 500 mg (spektrum luas)
Pelemas Otot dan Sedatif : Benzodiazepin (Diazepam)
– Spasme ringan: 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
– Spasme sedang : 5-10 mg i.v
– Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan kecepatan
10-15 mg/jam.
ß-adrenergik blocking agents
– Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah dititrasi
– untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas simpatis,
yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat takikardi
Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV) untuk
atasi gangguan napas.
Pencegahan
Semua luka harus dibersihkan dan debridemen sebaiknya dilakukan jika perlu.
Tetanus toxoid dapat diberikan jika riwayat booster terakhir > 10tahun. Jika riwayat
imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan. Jika riwayat imunisasi terakhir > 10
tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin harus diberikan, keparahan luka bukan
faktor penentu pemberian TIG.
Dosis TT pada anak usia ³ 7 tahun: 0,5 ml IM , sedangkan pada anak usia < 7
tahun: gunakan DPT sebagai pengganti TT, jika kontraindikasi pertusis berikan DT
0,5 ml IM. Dosis TIG profilaksis dewasa 250-500 IU im kontralateral pemberian TT
sedangkan dosis anak 250 IU IM. Jenis luka yang rentan tetanus adalah jika > 6 – 8
jam, kedalaman> 1cm, terkontaminasi,, bentuk iregular, denervasi, iskemik, terinfeksi
(purulen,jaringan nekrotik)
Edukasi :
Keluarga pasien harus dijelaskan tentang kondisi pasien yang tidak stabil dan
membutuhkan penanganan gawat darurat. Selain itu keluarga pasien juga harus
diberitahu mengenai komplikasi gagal nafas yang sewaktu-waktu bisa terjadi akibat
tetanus.
PEMBAHASAN
KASUS TEORI
Anamnesa:
Sejak 10 jam SMRS pasien merasa
seluruh tubuh menjadi kaku. Keluhan
disertai dengan kejang sejak 1 hari
SMRS. Pasien juga mengeluh sulit
membuka mulut sehingga makan dan
minum sulit masuk. Riwayat luka tusuk
(+) satu minggu SMRS. Terdapat luka
tusuk kurang lebih sebesar 2 cm akibat
tertusk pecahan kaca di telapak kaki
kanan, tapi pasien tidak mendapat
suntikan ATS. Riwayat imunisasi tetanus
sebelumnya tidak diketahui. Keluhan
seperti ini sebelumnya tidak ada. Pasien
juga menderita demam 2 hari SMRS
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran : CM, opistotonus (+)
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Suhu : 38,3
Status generalis
Kepala : trismus (+) 1 jari
Leher : kaku
Paru : DBN
Jantung : DBN
Abdomen : datar, BU (+) N, perut
papan (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <
2”, terdapat luka tusuk di telapak kaki
kanan.
Anamnesa:
adanya gejala berupa kekakuan seluruh tubuh dan
tanda klinis yang meliputi rigiditas muskuler, kejang
baik dirangsang maupun spontan, perut papan,
opsistotonus dan adanya trismus 1 jari. Pada pasien ini
juga terdapat riwayat trauma kaki sebagai port d’entry
masuknya kuman Clostridium tetani.
Pemeriksaan Fisik:
Gejala dan tanda yang bisa didapatkan pada pasien
tetanus antara lain :
Spasme otot terjadi spontan maupun akibat stimulus
rangsang raba, visual, auditori atau emosional. Spasme
otot dapat berupa :
a. Rigiditas pada abdomen menimbulkan perut
papan.
b. Kontraksi otot wajah rhisus smile/sardonicus,
kontraksi otot rahang, wajah, dan kepala
c. Trismus atau lockjaw karena kontaksi otot
masseter
d. Spasme otot menelan menyebabkan disfagia
e. Spasme otot batang tubuh menyebabkan
munculnya opistotonus.
f. Otot ekstremitas terpengaruh terakhir kali, namun
tidak melibatkan otot tangan dan kaki.
g. Obstruksi laring akibat aspirasi yang disebabkan
oleh spasme faring dan laring
h. Efek toksin pada jantung yang dapat menyebabkan
miokarditis
i. Disotonomi, biasanya muncul beberapa hari
setelah spasme dan menetap 1-2 minggu, ditandai
Pemeriksaan Penunjang:
• Foto Thorax belum dilakukan
• Lab DL:
Hb : 15,9 gr%
Leukosit : 12.700 mm3
Trombosit : 274.000 mm3
Hematrokit : 44%
Terapi:
• MRS
• Disarankan dirawat di ruang
intensif : tenang & minimal
cahaya (meminimalisasi stimulus)
& monitoring ketat (fungsi vital
dan tanda aritimia)
• Debridement luka : jaringan
nekrotik dan benda-benda asing
harus dihilangkan, abses diinsisi
dan didrainase.
• Inf. RL:D5 2:2
• NGT untuk nutrisi
• DC Catheter untuk monitor
output
• Anti Tetanus Serum, dosis :
10.000 IU secara IM
• Antibiotik : Metronidazole 500
mg per 6 jam selama 10 – 14 hari
• Muscle relaxan : Diazepam 50-
100 mg dalam 500 ml D5,
infuskan dengan kecepatan 10-15
mg/jam.
dengan instabilitas yang kontras pada tekanan
darah, takikardia diselingi bradikaria, cardiac
arrest atau asistol berulang, pirexia, stasis gaster.
Pemeriksaan Penunjang:
Dilakukan pemeriksaan Darah Lengkap dan kultur
kuman untuk mengetahui toksisitas kuman
Clostridium tetani.
Terapi:
Terapi Umum
1. Disarankan dirawat di ruang intensif :
tenang & minimal cahaya (meminimalisasi
stimulus)
2. Cairan infus D5 20 gtt/m : mencegah
dehidrasi dan hipoglikemi
3. Debridement luka : jaringan nekrotik
dan benda-benda asing harus dihilangkan
4. NGT untuk nutrisi
5. DC Catheter untuk monitor output
Terapi Khusus
Anti Tetanus Serum
dosis : 10.000 IU secara IM
TT (tetanus toksoid)
Dosis 0,5 cc IM (ST)
Antibiotik
DOC : Metronidazole 500 mg per 6 jam selama
10 – 14 hari
Pelemas Otot dan Sedatif : (Diazepam)
Spasme ringan: 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
Spasme sedang : 5-10 mg i.v
Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5,
infuskan dengan kecepatan 10-15 mg/jam.
top related