perbandingan efektifitas manipulasi tertutup menggunakan cara dan cara traksi manual pada penanganan...
Post on 15-Dec-2015
26 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Perbandingan Efektifitas Manipulasi Tertutup Menggunakan Tehnik Chapman dan Tehnik Traksi Manual Pada Penanganan
Pasien Patah Tulang Tertutup Tibia dan Fibula di RSHS Bandung
oleh:Fajar Mahda
NPM 131621070001
DEPARTEMEN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG
2011
2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Penelitian
Dengan semakin meningkatnya kemajuan teknologi saat ini, menjadikan
tingkat mobilitas manusia semakin tinggi, disertai dengan tingkat kesadaran
berlalulintas penduduk Indonesia yang masih rendah mengakibatkan sering
terjadinya kecelakaan lalulintas. Trauma yang diakibatkan dari kecelakaan yang
terjadi dapat berupa cedera kepala, cedera dada, cedera perut, cedera pelvis dan
anggota gerak atas atau anggota gerak bawah. Menurut statistik angka terjadinya
trauma anggota gerak bawah di tahun 2006 dilaporkan sebesar 30.836 kasus,1-2
sedangkan kasus patah tulang tibia tertutup merupakan kasus trauma pada
ekstermitas bawah yang sering ditemukan, terjadi karena kecelakaan lalulintas
khususnya kendaraan roda dua dimana lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan wanita, 41 kasus per 100 kasus pertahun pada laki-laki dan wanita
12 kasus per 100 kasus pertahun.3-4
Trauma pada anggota gerak bawah dapat menyebabkan terjadinya patah
tulang pada tibia baik patah tulang tibia terbuka atau tertutup. Patah tulang
terbuka adalah patah tulang yang terdapat hubungan antara dunia luar,
sedangkan patah tulang tertutup adalah patah tulang yang tidak terdapatnya
hubungan dengan dunia luar.5 Gustilo dan Anderson mengklasifikasikan patah
tulang terbuka menjadi derajat I, derajat II dan derajat III, sedangkan menurut
2
3
terjadinya kerusakan pada jaringan disekitar patah tulang Tscherne
mengelompokan menjadi 4 derajat.6-7
Pada patah tulang akan terdapat kerusakan pada pembuluh darah yang
mensuplai nutrisi ke tulang, dapat berupa kerusakan arteri nutrien, arteri
metadiapisis atau periosteum, menyebabkan terakumulasinya hematom pada
daerah osseofascial mengakibatkan terdapatnya peningkatan tekanan pada daerah
kompartmen.6, 8-10
Tekanan kompartmen yang normal adalah 0-4 mm Hg dan 8-10 saat
sedang beraktivitas, dan bila terjadi peningkatan tekanan kompartmen dapat
menimbulkan sindroma kompartmen. Menurut Mubarak terjadinya suatu
sindroma kompartmen adalah bila tekanan kompartmen mencapai 30 mmHg,
sedangkan menurut Matsen tekanan kompartmen mencapai 45 mmHg, dan
menurut Whitesides tekanan kompartmen terjadi bila tekanan kurang 20 mmHg
dari tekanan diastolik. Gejala awal yang ditimbulkan ketika terjadi sindroma
kompartmen adalah nyeri (sensasi terbakar) yang timbul karena terjadinya
iskemik pada otot dan kurangnya sensibilitas, kemudian gejala lainnya yang
timbul kemudian adalah timbulnya kesemutan, pucat dan berkurangnya fungsi
kerja otot. Sindroma kompartmen bila tidak dilakukan tindakan membuka fascia
dalam jangka waktu kurang dari 6 jam akan menyebabkan terjadinya kerusakan
pada jaringan saraf, jaringan pembuluh darah dan otot.11
Penanganan patah tulang tibia tertutup dapat dilakukan tindakan konservatif
ataupun tindakan operatif. Jenis patah tulang yang terjadi dapat transvers, oblique,
spiral atau comminutive, tergantung dari mekanisme trauma yang terjadi. Bila
4
patah tulang dengan garis patahan transver, oblique, spiral atau simple
comminutive dengan angulasi ke anterior atau posterior kurang dari 10 derajat,
angulasi lateral atau medial kurang dari 5 derajat pada orang dewasa dan kurang
dari 10 derajat pada anak-anak, dengan kontak dari tulang lebih dari 50 persen
tanpa adanya rotasi (acceptable) dapat langsung dilakukan immobilisasi
menggunakan long leg casting. Sedangkan patah tulang tibia tertutup yang
nonacceptable dapat dilakukan tindakan konservatif (dilakukan reduksi tertutup
terlebih dahulu), ataupun dapat dilakukan tindakan operatif.3, 6-7, 12
Penatalaksanaan untuk patah tulang terutup tibia yang stabil meliputi
manipulasi tertutup untuk mendapatkan posisi fragment tulang seanatomis
mungkin, diikuti dengan immobilisasi long leg casting untuk memegang
fragment tulang hingga tulang menjadi union, kemudian diganti menjadi bracing
dan segera belajar berjalan, karena penyembuhan patah tulang akan di percepat
dengan adanya penekanan secara normal terhadap tulang.
Penggunaan tehnik traksi manual adalah metode yang paling sederhana
dengan cara dilakukan penarikan oleh operator dan dilakukan penahanan oleh
asisten atau menggunakan tehnik Chapman yang diperkenalkan tahun 1983 untuk
melakukan manipulasi tertutup pada patah tulang tertutup pada tibia, dan
membutuhkan alat berupa kasa rol 4 inci, dengan panjang kira-kira 1.5 meter,
kasa rol 6 inci, dan beban (gambar 2.1).
Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai tehnik
apakah yang lebih efektif untuk melakukan manipulasi tertutup pada penanganan
patah tulang tertutup tungkai bawah.
5
1.2 Rumusan Masalah
Manakah yang lebih efektif manipulasi tertutup dengan menggunakan cara
manual traksi atau menggunakan tehnik Chapman untuk penanganan patah tulang
tertutup tungkai bawah yang dilakukan tindakan konservatif.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui tehnik yang lebih efektif antara manual traksi atau tehnik
Chapman untuk tindakan reduksi tertutup pada patah tulang tertutup tungkai
bawah.
1.4 Kegunaan
Terdapatnya protap untuk melakukan reduksi tertutup pada patah tulang
tertutup tungkai bawah yang akan dilakukan tindakan konservatif .
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1. Anatomi Tungkai Bawah
Tungkai bawah terletak dari lutut hingga sendi pergelangan kaki dan
berfungsi sebagai penopang dari berat badan tubuh. Panjang tulang tibia pada
orang dewasa berkisar 30 cm hingga 47 cm dengan vareasi diameter dari canal
medula tibia dapat berkisar antara 8 mm hingga 15 mm. Tulang tibia sebagian
besar terdiri dari diaphisis, dan membesar pada daerah distal dan proximalnya
yang terdiri dari tulang cancellous, yang bervareasi densitasnya tergantung dari
umur seseorang, dan status metabolism dari tulang. Canal medula pada tulang
tibia berasal dari proximal metapisis yang terdiri dari tulang cancellous hingga ke
distal dari metapisis. Daerah diaphisis tulang tibia mendapatkan nutrisi dari arteri
nutrient, cabang dari bagian posterior dari arteri tibialis posterior. Setelah masuk
pada daerah proximal dari tibialis posterior, arteri nutrient akan berjalan oblique
masuk kedalam diapisis dari tulang tibia di daerah sepertiga tengah bagian
proximalnya. Keadaan ini memudahkan terjadinya trauma pada arteri tersebut
dengan terjadinya patah tulang nonacceptable. Didalam canal medula arteri
tesebut akan berjalan ke distal dan proximal dan beranastomosis dengan arteri
endosteal metapisis. 3, 15
Tungkai bawah memiliki dua septa intermuscular, yaitu anterior dan
posterior yang berjalan melewati permukaan dalam dari fascia menuju fibula dan
6
7
menutupi peroneal (lateral kompartmen tungaki bawah), dan terdapat tiga
kompartmen otot yang terpisah, yaitu anterior, lateral dan posterior (gambar 2.1).
Pada anterior kompartmen terdapat otot ektensor dari kaki dan ankle,
yaitu bagian medial tungaki bawah diisi oleh permukaan lateral ektensor dari
tibia, dan sebelah lateral tungaki bawah diisi oleh permukaan lateral ektensor dari
fibula dan anterior septum intermuscular. Anterior kompartmen dari tungkai
bawah diselubungi oleh fascia terdalam dan semua otot mendapatkan persarafan
dari deep peroneal nerve, sedangkan arteri yang berada didalam anterior
kompartmen adalah arteri tibialis anterior.
Pada lateral kompartmen ditutupi oleh bagian anterior dari septum
intermuscular di bagian depannya sedangkan dibagian belakang ditutupi oleh
bagian posterior dari septum intermuscular, dan oleh fibula di bagian medial.
kompartmen ini terdapat otot peroneal dan superficial peroneal nerve yang
mensupali semua otot didalam lateal kompartmen, tidak ada arteri yang berjalan
di dalam kompartmen ini dan otot mendapatkan suplai melalui cabang dari
peronela arteri.
Pada kompartmen posterior mengandung otot-otot flexor dari kaki dan
ankle. kompartmen ini dipisahkan dari kompartmen lain oleh fibro-osseous
komplek (lateral dari peroneal kompartmen, posterior dari septum intermuscularis
dan bagian posterior medial dari permukaan fibula, sebelah anterior dari extensor
kompartmen oleh interosseos membrane dan permukaan posterior dari tibia).
Nervus tibialis mempersarafi semua otot di posterior kompartmen, dan arteri
tibialis posterior mensuplai semua otot di kompartmen ini. Posterior kompartmen
8
terdiri dari dua kelompok otot, superficial yang terdiri dari otot gastrocnemius,
soleus dan plantaris sedangkan deep terdiri dari otot tibialis posterior, flexor
digitorum longus dan flexor halusisi longus yang dipisahkan oleh fascia.16
Gambar 2.1. kompartmen di tungkai bawah
Dikutip dari: Thompson17
2.1.2 Patah tulang Tibia Tertutup
Patah tulang adalah terjadinya kerusakan struktur dari kortek tulang, dapat
berupa terjadi retakan, hancur ataupun terpuntirnya struktur dari kortek tulang.
Patah tulang dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena benturan
secara langsung, karena suatu tekanan, ataupun terdapatnya kelemahan dari
struktur tulang. Patah tulang dikarenakan oleh benturan dapat terjadi secara
langsung ataupun tidak langsung, dengan adanya benturan secara langsung tulang
akan patah pada daerah yang terkena benturan tersebut dan terjadi juga kerusakan
dari jaringan disekitarnya. Ketika terjadi patah pada suatu tulang, akan timbul
suatu reaksi proses penyembuha dari tulang, diantaranya terdapat proses
9
terbentuknya hematom, dikarenakan kerusakan dari pembuluh darah yang terjadi
disekitar patahan tulang. Perdarahan yang terjadi secara masif dapat terakumulasi
di daerah osseo-fascial pada tungkai bawah yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan pada kompartmen, disertai trauma yang besar yang terjadi
pada otot mengakibatkan permeabilitas dinding kapiler akan meningkat sehingga
otot menjadi edema mengakibatkan tekanan kompartmen menjadi lebih
meningkat. 8
2.1.3 Klasifikisasi kerusakan jaringan
Klasifikasi kerusakan jaringan disekitar patah tulang yang sering digunakan
hingga saat ini adalah menurut klasifikasi Tscherne, yang membagi derajat
kerusakan jaringan menjadi 4 kategori (Table 2.1)9, 18.
.
Table 2.1 Klasifikasi Kerusakan Jaringan Pada Patah tulang Tertutup
Menurut Tscherne
Derajat Kerusakan jaringan
0 Dapat diabaikan
1 Luka pada daerah kulit atau membran mukosa, atau memar pada daerah
permukaan pada jaringan disekitarnya
2 Memar pada otot yang hebat, terdapat abrasi kulit yang terkontaminasi
3 Dapat terjadi sindroma kompartmen, kerusakan pada pembuluh darah yang perlu
tindakan opreratif untuk memperbaikinya, skin degloving, crush injury.
Dikutib dari : Skinner,dkk. 9, 18
10
2.1.4 Pengelolaan patah tulang tertutup berdasarkan kerusakan jaringan
disekitarnya.
Penanganan patah tulang tertutup secara umum adalah dilakukannya tindakan
reduksi untuk mendapatkan posisi fragment yang acceptable, diikuti dengan
fiksasi fragment patah tulang hingga tercapainya union, sementara itu dilakukan
latihan pergerakan pada daerah sendi.8
1. Reduksi tertutup.
Tujuan dari dilakukannya reduksi adalah tercapainnya posisi
fragment tulang yang adekuat dan tercapainya garis patahan yang normal
pada fragment tulang. Semakin besar kontak antara fragment tulang, maka
akan semakin besar kemampuan untuk tulang menyambung. Reduksi
tertutup dapat dicapai dalam anastesi umum atau regional serta diberikan
obat untuk relaksasi otot, dengan tehnik (1) traksi, (2) disimpaksi, (3)
reduksi.
2. Immobilisasi fragment patah tulang
Beberapa tehnik dapat dilakukan untuk tindakan immobilisasi,
diantaranya (1) countinous traksi (2) cast splintage, (3) functional bracing,
(4) internal fixation, (5) external fixation.
3. Rehabilitasi
Latihan pada otot dan sendi diantaranya bertujuan untuk
mengurangi edema, mengembalikan pergerakan sendi, kekuatan otot dan
tidak hanya untuk mengembalikan fungsi satu ekstermitas saja, tapi
11
mengembalikan fungsi tubuh secara keseluruhan sehingga pasien dapat
kembali beraktifitas sehari-hari.
Pada kasus-kasus patah tulang tertutup harus di perhatikan juga kondisi
jaringan di sekitar patahan. Menurut klasifikasi Tscherne derajat 0 dan 1 dapat
dilakukan tindakan definitive secara langsung baik operatif atau nonoperatif,
sedangkan derajat 2, tindakan operatif atau nonoperatif harus ditunda terlebih
dahulu, karena sering timbul edema, sedangkan derajat 3 bila terdapat sindroma
kompartmen harus dilakukan tindakan fasciotomy kemudian tulang di dilakukan
external fixsasi.7, 9-10, 12, 18-19
2.1.5 Tekanan Kompartmen
Tekanan kompartmen dapat meningkat dikarenakan adanya perdarahan di
dalam kompartmen, iskemia yang terjadi pada otot, dan yang terakhir disebabkan
karena edema. Pada fase hematom akan terjadinya peningkatan tekanan
kompartmen karena terjadinya kerusakan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan darah berkumpul di daerah ossiofascial dan mendesak
kompartmen kesegala sisi, pembuluh darah dapat juga terputus, tertekan atau
memar, terjadi karena langsung dari trauma atau karena terkena bagian dari
patahan tulang. Walaupun secara visual pembuluh darah arteri tanpak normal,
tunika intima dapat terjadi kerusakan sehingga aliran pembuluh darah menjadi
terganggu, akibatnya aliran darah menjadi berkurang atau menghilang, sehingga
terjadinya iskemik dan otot menjadi edema sehingga meningkatkan tekanan
kompartmen. Edema juga dapat terjadi dikarenakan proses trauma yang terjadi
12
pada otot yang mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding
kapiler sehingga terjadinya peningkatan cairan interstisial.20 Pasien dengan
kondisi tekanan kompartmen yang meningkat sering mengeluhkan nyari pada
tungkai yang mengalami trauma khususnya bila digerakan dan berkurangnya
sensasi pada kulit, daerah trauma biasanya menjadi dingin dan pucat, dan denyut
nadi menjadi lemah bahkan menghilang.8, 21
2.1.6 Reduksi tertutup patah tulang tibia
Salah satu penatalaksanaan patah tulang tertutup tibia yang nonacceptable
meliputi reduksi tertutup untuk mendapatkan posisi fragment tulang seanatomis
mungkin, diikuti dengan immobilisasi long leg casting untuk memegang
fragment tulang hingga tulang menyatu, kemudian diganti menggunakan bracing
dan segera belajar berjalan, karena penyembuhan patah tulang akan di percepat
dengan adanya penekanan secara normal terhadap tulang. Komplikasi yang terjadi
saat melakukan reduksi tertutup diantaranya adalah terjadinya trauma kembali
pada jaringan lunak disekitar patah tulang yang mengakibatkan terjadinya proses
inflamasi sehingga otot menjadi edema dan tekanan kompartmen akan lebih
meningkat. 8, 12, 19, 22
13
2.2 Kerangka Pemikiran, Premis dan Hipotesis
2.2.1 Kerangka Pemikiran
Penelitian sebelumnya tentang manipulasi tertutup pada tungkai bawah
telah dilakukan oleh Chapman pada tahun 1983, dimana dalam penelitiannya
dilakukan suatu manipulasi tertutup dengan kondisi traksi dilakukan dengan cara
pasien dalam posisi berbaring, dengan tungkai yang akan dilakukan traksi
dilakukan fleksi pada sendi lutut sebesar 90 derajat dan dilakukan pemasangan
beban, kemudian dilakukan pemasangan immobilisasi dengan long leg casting
dalam posisi posisi pasien supine dengan sendi lutut fleksi 90 derajat.
Gambar 2.2. Tehnik Manipulasi tertutup pada patah tulang tertutup tungkai bawah menurut Chapman.
Dikutib dari : Schmidt AH.
Dari penelitian sebelumnya belum ada yang menilai tehnik apakah yang
lebih efektif untuk melakukan manipulasi tertutup pada penanganan patah tulang
tertutup tungkai bawah.
14
p
Gambar 2.3. Alur kerangka pemikiran
2.2.2 Premis
Premis 1
Tungkai bawah terletak dari lutut hingga sendi pergelangan kaki dan
berfungsi sebagai penopang dari berat badan tubuh. 3, 15
Premis 2
Tindakan konservatif patah tulang tertutup tibia dan fibula dengan cara
melakukan manipulasi tertutup pada tulang yang tidak stabil dengan harapan
tercapainya patahan tulang yang stabil. 8
Pasien patah tulang tertutup tungkai
bawah tidak stabil
Pemberian analgetik intravena
Reduksi tertutup dengan traksi
manual
Reduksi tertutup dengan
tehnik Chapman
Fragment patahan tulang akan
segaris sesuai dengan posisi
normal tergantung kemampun
operator
Fragment patahan tulang akan
segaris sesuai dengan posisi
normal sesuai gaya gravitas
15
Premis 3
Penelitian sebelumnya tentang manipulasi tertutup pada tungkai bawah
telah dilakukan oleh Chapman pada tahun 1983 kemudian dilakukan pemasangan
immobilisasi dengan long leg casting.
2.2.3 Hipotesis
Manipulasi tertutup pada patah tulang tertutup tungkai bawah
menggunakan tehnik Chapman lebih efektif dibandingkan dengan tehnik traksi
manual.
16
BAB III
BAHAN DAN METODA PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Sebagai Subjek penelitian adalah pasien dewasa dan anak-anak dengan
patah tulang tertutup pada tungkai bawah kasus baru yang datang ke RS Hasan
Sadikin Bandung.
Kriteria inklusi:
1. Pasien anak-anak dan dewasa dengan patah tulang tertutup pada tungkai
bawah, dengan garis patahan transver, oblique, spiral, simple comminutive
tidak stabil (angulasi anterior dan posterior > 100 , angulasi lateral atau
medial > 50 untuk dewasa dan 10 0 untuk anak-anak, kontak dari tulang <
50 %) yang direncanakan dilakukan tindakan konservatife.
2. Waktu terjadinya trauma hingga dilakukan tindakan manipulasi tertutup
kurang dari 6 jam.
3. Pasien sebelumnya tidak pernah ditangani oleh selain tim kesehatan
(contoh : dukun patah tulang)
4. Pasien dengan hemodinamik yang stabil
5. Pasien dapat bekerja sama saat dilakukan tindakan.
6. Pasien setuju untuk dilakukan penilitian
Kriteria eksklusi:
1. Pasien tidak setuju dilakukan penelitian.
3.2 Metoda Penelitian 16
17
Desain penelitian ini adalah studi Quasieksperimantal.
3.3. Variabel Penelitian dan Pengukurannya
Variabel bebas:
Patah tulang tertutup tungkai bawah yang di lakukan manipulasi tertutup
menggunakan tehnik Chapman dan tehnik traksi manual.
Variabel tergantung:
Nilai sudut angulasi anterior, posterior, lateral, medial, rotasi dan pemendekan
tulang.
3.4. Metode Penarikan Sampel
3.4.1 Ukuran Sampel
Rumus yang digunakan berdasarkan Ferderer : RAL = (t-1) (n-1) > 15.
t = Jumlah perlakuan
n = Jumlah sampel
(n-1) > 15 n = 16
Jumlah sampel selanjutnya ditambah 20% dengan tujuan sebagai cadangan
sampel bila terjadi drop-out.
n1 = n/1-y
n = Jumlah sampel
n1 = Jumlah sampel kontrol dengan drop out
18
y = prosentase drop out
n1 = 16/ 1-0.2
n1 = 20 (jumlah sampel untuk kontrol)
n2 = 20 (jumlah sampel untuk perlakuan)
3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah setiap pasien yang
datang ke emergency RSHS Bandung dengan patah tulang tertutup tungkai bawah
yang tergolong kriteria inklusi bulan September 2010 hingga Februari 2011.
Gambar 3.1. Alur kerangka kerja
BAB IV
Pasien patah tulang tertutup tungkai bawah
nonacceptable
Pemberian informconcent
Dibandingkan acceptability antara reduksi tertutup menggunakan traksi manual dan tehnik Chapman
Dilakukan reduksi tertutup menggunakan tehnik Chapman
Dilakukan reduksi tertutup menggunakan traksi manual
Pemberian analgetik intravenaKetorolac 30 mg
19
HASIL
Pada bulan September 2010 hingga Februari 2011 dilakukan penelitan
untuk membandingkan teknik mana yang lebih efektif untuk melakukan reduksi
tertutup antara teknik manual traksi dan teknik Chapman. Pada teknik traksi
manual manula dilakukan traksi pada 20 sampel dan pada teknik Chapman
dilkaukan pada 20 sampel dengan memberikan beban seberat 15 kg selama 15
menit dan pada kedua kelompok dibandingkan teknik mana yang hasilnya lebih
acceptable
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian dicantumkan pada tabel menurut kelompok uji yang
dilakukan. Hasil pemeriksaan menunjukkan hasil yang berbeda untuk masing-
masing uji. Hasil selengkapnya tercantum pada tabel 4.1 dan 4.2.
Table 4.1 Hasil Acceptability Reduksi Tertutup Menggunakan Teknik Chapman
No Medrec Nama Umur Sex Coronal Sagital KontakPre
reduksiPost
reduksiPre
reduksiPost
reduksiPre
reduksiPost
Reduksi
1 0001034200 Dodi supriadi
18 L 10 3 20 2 <50% >50%
2 0001020401 Noneng 31 P 11 2 17 4 >50% >50%3 0000967901 Kinanti 18 P 7 3 18 3 <50% >50%4 0000957701 Yayan 26 L 12 2 10 4 >50% >50%5 0000995102 Reza
zanuarika17 P 15 3 20 3 <50% >50%
6 0000993002 Iyang 16 L 13 1 12 2 <50% >50%7 0000957204 Ayi sujana 46 L 4 1 4 1 >50% >50%8 0001035407 Nana
permana45 L 15 2 6 1 <50% >50%
10 0000939108 Evi saepul nurdin
26 L 7 1 4 1 >50% >50%
11 00081000413
Asep mulya
20 L 6 2 18 4 <50% >50%
12 0000677113 Sentry agustina
23 P 10 3 22 5 <50% >50%
19
20
13 0000976814 Ade mulyati
36 P 4 1 15 2 >50% >50%
14 0000991414 Syamsyiar 50 L 11 4 17 3 <50% >50%15 0000986715 Ahadiat 57 L 2 2 20 2 <50% >50%16 0001026415 Andi 20 L 5 1 10 1 >50% >50%17 0000942316 Tina
marlina24 P 7 2 20 15 <50% <50%
18 0001024117 Iis 24 P 5 2 10 1 >50% >50%19 0000997718 Carman 60 L 12 1 13 2 <50% >50%20 0001005419 Siti sahara 24 P 4 1 13 1 <50% >50%
: Nonacceptable
Table 4.2 Hasil Acceptability Reduksi Tertutup Menggunakan Manual Traksi
No Medrec Nama Umur Sex Coronal Sagital KontakPre
reduksiPost
reduksiPre
reduksiPost
reduksiPre
reduksiPost
Reduksi
1 0000956823 Jainur S 46 L 12 5 17 2 <50% >50%2 0001033123 Sahudi 53 L 10 4 15 1 >50% >50%3 0000951524 M Arif 27 L 6 3 10 3 >50% >50%4 0000810127 Agiska 16 P 7 2 16 3 >50% >50%5 0000966127 Yana 20 L 10 1 20 5 <50% >50%6 0001005028 Aneng 48 L 7 4 22 5 <50% >50%7 0001035028 Rokayah 48 P 15 2 7 2 >50% >50%8 0000992129 Sudrajat 48 L 7 1 15 7 <50% >50%9 0000975329 Irfan 21 L 16 3 10 4 <50% >50%10 0001030132 Deden S 48 L 15 4 10 3 <50% >50%11 0000942533 Wanti 15 P 20 2 30 5 <50% >50%12 0000986834 Agus S 17 L 4 1 20 2 <50% >50%13 0001007941 Dewi 26 P 10 1 30 6 <50% >50%14 0001032041 Indra 34 L 20 2 17 2 <50% >50%15 0001001442 Euis R 34 P 18 4 20 5 <50% >50%16 0000897542 Dede 41 L 17 5 19 5 <50% >50%17 0000979242 Suradi B 46 L 20 11 20 17 <50% <50%18 0000943543 Sukaesih 54 P 10 5 30 15 <50% <50%19 0000961944 Iit nuryadi 38 L 20 10 5 2 <50% <50%20 0000971344 Candra 27 L 15 17 15 10 <50% <50%
: Nonacceptable
4.2 Pembahasan
Hasil pada penelitian ini berupa data hasil perbandingan acceptability
teknik traksi manual dan teknik Chapman yang di lakukan pada pasien dengan
21
patah tulang tibia tertutup yang nonacceptable dengan hasil terdapat perbedaan
hasil acceptability antara teknik traksi manula dan teknik Chapman, dimana pada
teknik traksi manula terdapat empat pasien dari duapuluh pasien dengan hasil
yang nonacceptable, sedangkan dengan menggunakan teknik Chapman hanya
terdapat satu pasien dengan hasil nonacceptable dari duapuluh pasien yang
diperiksa.
4.3 Uji Hipotesis
Hipotesis : Manipulasi tertutup pada patah tulang tertutup tungkai bawah
menggunakan tehnik Chapman lebih efektif dibandingkan dengan tehnik traksi
manual.
Faktor pendukung untuk pengujian hipotesis berikut ini:
1. Pada teknik traksi manula terdapat empat pasien dari duapuluh pasien
patah tulang tertutup tungkai bawah yang dilakukan reduksi tertutup
dengan hasil nonacceptable.
2. Pada teknik Chapman hanya terdapat satu pasien dari duapuluh pasien
patah tulang tertutup tungkai bawah yang dilakukan reduksi tertutup
dengan hasil nonacceptable.
Simpulan :
Hipotesis ditolak Manipulasi tertutup pada patah tulang tertutup
tungkai bawah menggunakan tehnik Chapman bih efektif
dibandingkan dengan tehnik traksi manual.
22
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Teknik Chapman terbukti lebih efektif dibandingkan teknik traksi manual
untuk mereduksi patah tulang tertutup tibia nonacceptable yang akan dilakukan
tindakan reduksi tertutup.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas maka temuan penelitian ini dapat dijadikan
acuan prosedur tetap (PROTAP) untuk melakuan reduksi tertutup pada patah
tulang tertutup tibia yang nonacceptable dengam menggunakan teknik Chapman.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
top related