perbandingan antara fungsi hisbah dan lembaga...
Post on 08-Mar-2019
229 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PERBANDINGAN ANTARA FUNGSI HISBAH DAN LEMBAGA
PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E,Sy)
Oleh:
ALVIAN MUSHAFY ABDULLAH
1110046100171
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/ 1436 H
PERBAI\DINGAN ANTARA FTJNGSI HISBAH DAh[ LEMBAGAPENGAWASAI\ PEREKONOMIAN MODERN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menenutri Sahh Satu Syarat Meraih
Gehr Sarjana Ekorpmi Slxariah (S.ESV)
Olek
ALVIAN M.USIIAFT ABDULLAII
I I 10046100171
Di Bawah Binibingan:
Dr.Dede AMUI Fatall M.Si
KONSENTRASI PERBAI\KAI\ SYARIAH
PROGRAM STTJDI MUAMALAT (EKONOMI ISI,AM)
FAKUTAS SYARIAH DAI\ H[]KT]M
TIIN SYARIF HIDAYATT]LLAH
. JAKARTA
201s M/ 1436 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ll n
PENGESAIIAN PANITIA UJIAN
Skripsi bedudul "PERBANDINGAI\ AIYTARA FUNGSI IIISBAH DAI{ LEMBAGA
PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN" telah diajukan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif\
Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 31 Maret 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) pada Program Studi
Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakartq 31 Maret 2015
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua
Sekretaris
Pembimbing
Penguji I
Penguji II
Ah.Azharuddin Lathif. M.Ag. MHNIP. 1 97425 07 2001 r2l00r
Abdunauf.Lc.MANrP. 19?3 121 520050 1 1002
Dr. Dede Abdul Fatah. M.Si (..'........" " t
H.M. Fudhail Rahman. Lc. MANrP. I 97508 I 02009 12 1 001
Ut................{.v,
u1
h
NrP. I 948 1 02019 66121001
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
3.
Slaipsi ini merupakan hasil karya asfi saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan mencapai gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E,Sy) di Fakuhas Syariah
dan Hularm, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penuli.san ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di 'Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah iakarta.
Jka di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Februari 2015
Iv
v
ABSTRAK
Alvian Mushafy Abdullah,1110046100171. “PERBANDINGAN ANTARA FUNGSIHISBAH DAN LEMBAGA PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN” Strata 1,Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum UINSyarif Hidayatullah Jakarta 2014.
Hisbah merupakan lembaga pengawas yang sudah ada semenjak zaman Rasulullah, danpengawasan yang dilakukan secara langsung ke tempat kejadian perkara, meminimalisirnyakejahatan yang terjadi di pasar. Banyaknya pelanggaran yang terjadi dan dilakukan oleh parapedagang dikarenakan kurangnya pengawasan yang ketat.
Lembaga pengawas Hisbah mempunyai fungsi utama pengawasan dan menyuruh dalamberbuat kebaikan dan menjauhi kejahatan yang khususnya dalam sektor ekonomi yang sedikitbanyaknya terjadi di pasar.
Di Indonesia pun terdapat lembaga pengawasan ekonomi modern seperti, BPOM, LPPOM,KPPU, dan terdapat DSN yang memang semuanya bergerak di bidang pengawasan, telahlama mengawasi kegiatan ekonomi yang berada di Indonesia dan fokus masing-masing padabidangnya, namun skripsi ini memfokuskan pembahasannya pada fungsi Hisbah dan pasarkarena disitulah terjadinya transaksi ekonomi yang memang dari segi isi dagangannya seringkali dicederai oleh para pedagang untuk mendapatkan untung yang lebih banyak.
Ditemukan perbedaan antara kedua lembaga yang mencolok ini, antara lain pada fungsi yangdimiliki oleh kedua lembaga tersebut, karena Hisbah belum terlalu spesifik tidak sepertilembaga pengawasan perekonomian sekarang yang sudah dibagi-bagi berdasarkan spesifikasimasing-masing, seperti BPOM pada hal pangan dan persaingan usaha yang dalam skalamakro ada lembaga KPPU dan lain-lain.
Persamaannya tentu terletak pada tugas utama yang dipunyai oleh keduanya yaitu mengawasikhususnya dalam sektor ekonomi dari 3 aspek yaitu, produksi, distribusi dan konsumsi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif, menggunakan data primer dansekunder dari setiap lembaga yang telah disebutkan, yang diambil dari website resmi dan datayang valid dan bisa dipertanggung jawabkan.
Kata Kunci : Hisbah, Lembaga Pengawas, Pasar, BPOM, LPPOM, KPPU, DSN.
Pembimbing : Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur sangat dipanjatkan penulis atas anugerah yang tiada
hingga dari Allah SWT yang memberikan berupa karunia, rahmat dan nikmat, sehingga
skripsi dengan judul “PERBANDINGAN ANTARA FUNGSI HISBAH DAN LEMBAGA
PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN” ini dapat terselesaikan. Penulisan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana (S1) pada
Program Sarjana Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh dukungan, motivasi dan
bantuan yang sangat berarti dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada pihak-pihak tersebut sebagai berikut:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Ah. Azharuddin Latif, M.Ag, M.H. selaku kepala Program Studi
Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Dede Abdul Fatah, M.Si. selaku dosen pembimbing penulisan
skripsi saya yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing,
mengarahkan dan memberikan saran dan masukan yang sangat berarti
bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Pengurus perpustakaan yang telah memberikan Fasilitas untuk
mengadakan studi perpustakaan.
vii
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu
dan pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.
6. Ayahanda tercinta (H. Uyok Abdullah) dan ibunda tercinta (Hj. Dede
Sakinah) yang terus memberikan motivasi baik dalam bentuk moril
maupun materil serta doa yang tiada henti yang sangat berarti, karena
beliau berdualah penulis bisa sampai titik ini, semoga sehat sejahtera
selalu dan panjang umur untuk melihat kesuksesan putara-putrinya ini.
Tak lupa juga untuk adik laki-laki yang sekarang sudah kuliah dan telah
dewasa Muhammad Maudi Mauludi sedikit banyaknya telah membantu
dalam penyelesaian proses tugas akhir skripsi ini dan kedua adik
perempuan penulis yang tiada hentinya diganggu dan memberikan sedikit
relaksasi atas kepenatan yaitu Tasya Nurul Badriah Kultsum dan Nazwa
Zazkia Salsabila yang juga menjadi motivasi penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi ini dan segera membiayai mereka menjadi lebih
baik lagi, semoga ketiganya menjadi lebih berguna bagi agama, Nusa dan
Bangsa.
7. Adinda Pipit Nurpitamaya seorang wanita yang telah lama hilang dan
merupakan seseorang pertama nan istimewa yang telah banyak membantu
dalam penulisan skripsi ini serta selalu memberikan motivasi pada penulis.
8. Teman-teman DarusSunnah almamater pondok yang juga dikhususkan
kepada Prof. Dr. KH.Ali Mustafa Ya’qub, MA sebagai guru besar
sekaligus ayah yang menjadi sosok panutan karena dari beliau-lah penulis
viii
mengetahui semua indahnya horizon wawasan ilmu Hadis yang tiada tara
indahnya, semoga generasi setelahya baik dari kami ataupun dari yang lain
bisa mengikuti jejak beliau yang sangat berarti dan bisa meneruskan apa
yang beliau cita-citakan untuk anak muridnya kelak bermanfaat seperti
beliau bagi agama, nusa dan bangsa.
9. Dan juga teman-teman Darsun (Darussunnah) angkatan ANTABENA
yang telah banyak memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini dan juga
dalam memotivasi untuk Menikah segera, kepada saudara Ali Mahrus,
bang Haji yang menemani perjalanan dengan kendaraan beliau yang
penulis berterima kasih tiada tara, juga Firdaus Syahid sebagai teman
sejawat dan sekelas juga seangkatan, ketua Antabena juga anggotanya
yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-satu, pokoknnya semua teman
Antabena terima kasih banyak.
10. Teman- teman seperjuangan PS.D Squad yang senantiasa mendukung dan
memotivasi penulis dalam setiap langkah pengerjaan skripsi ini khususnya
Aji Aison, Sebew Ibnu, Faqih, Harfi, Bagong Rizky, Kiting Hilmi, Uji
Uye, Monyok Ryan, Adib, Bidin Bluetooth, Yordan, Adit, Bapet Fatih,
Ari Norman, Tsamroh dan Lost Buchor juga Yasser yang menghilang dan
Tamara dan para mahasiswi kawan PSD semuanya.
11. Semua pihak yang pernah singgah dan menjadi kawan baik yang baru
maupun yang lama, seperti kosan Putra Bangka, kemudian Teman-teman
Lisensi angkatan 2010, kawan-kawan eBI, almamater Daarul Uluum Lido
ix
angkatan An-Najwa/2004, Alumni SDN Harjasari I, anak-anak Himabo
dan seluruhnya yang pernah mengenal dengan penulis Terima Kasih yang
sebesar-besarnya.
12. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu disini, semoga Allah SWT memberikan
balasan pahala yang berlipat ganda dan kebaikan yang telah diberikan,
balasannya takkan pernah tertukar karena Allah Maha Penyayang,
Aamiin …
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...........................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................................iv
ABSTRAK ......................................................................................................................v
KATA PENGANTAR...................................................................................................vi
DAFTAR ISI...................................................................................................................x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Pokok Permasalahan ........................................................................ 7
1. Identifikasi Masalah .................................................................... 7
2. Perumusan Masalah ..................................................................... 8
3. Pembatasan Masalah .................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ......................................................... 9
1. Tujuan Penulisan ......................................................................... 9
2. Manfaat Penulisan ....................................................................... 9
D. Review Studi Terdahulu ................................................................. 10
E. Metode Penelitian ........................................................................... 12
xi
1. Pendekatan Penelitian ............................................................... 12
2. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 13
3. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 13
4. Teknik Analisis Data ................................................................. 15
5. Objek Penelitian ........................................................................ 16
E. Pedoman Penulisan .. ………………………………………………………16
F. Sistematika Penulisan ............................................................................16
BAB II LANDASAN TEORITIS INTERVENSI PEMERINTAH TERHADAP PASAR
A. Pasar sebagai Pusat Aktivtas Ekonomi ............................................ 18
B. Intervensi Pemerintah dalam Mekanisme Pasar .............................. 22
BAB III FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA HISBAH
A. Al-Hisbah Sebagai Lembaga Pengawas ......................................... 31
1. Sejarah Lembaga Hisbah ..................................................... 31
a) Masa Rasulullah............................................................... 36
b) Masa Khulafa al-Rasyidin .............................................. 38
c) Masa Bani Umayyah ....................................................... 42
d) Masa Bani Abbasiyah ..................................................... 46
2. Pengertian Hisbah ............................................................... 49
3. Dasar Hukum ...................................................................... 55
4. Pertumbuhan dan Perkembangannya .................................. 63
xii
5. Wewenang dan Tugas ......................................................... 65
B. Lembaga Pengawasan dalam Islam dan Perbandingannya dengan Al-
Hisbah ............................................................................................. 75
1. Wilayat al-qadhâ` ................................................................. 76
2. Wilâyat al-Mazâlîm .............................................................. 77
3. Wilâyât al-Hisbah ................................................................ 78
BAB IV FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA
PENGAWASAN PEREKONOMIAN MODERN DI INDONESIA
A. Profil dan Sejarah Lembaga Pengawas di Indonesia ..................... 80
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ................... 82
a) Pengertian dan Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) ......................................................... 82
b) Fungsi dan Wewenang .................................................. 84
c) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan .................... 86
2. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika
Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) .......................... 92
a) Sejarah Berdiri Lembaga Pengakajian Pangan,
Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia
(LPPOM-MUI) ............................................................. 92
3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) .................... 94
a) Sejarah dan Latar Belakang
xiii
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)............... 94
b) Tugas ............................................................................ 96
c) Wewenang .................................................................... 96
4. Dewan Syariah Nasional (DSN) .......................................... 98
BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FUNGSI PENGAWASAN
PASAR
A. Persamaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian
Modern ........................................................................................... 108
B. Perbedaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian
Modern ........................................................................................... 111
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 117
B. Saran.............................................................................................. 118
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................119
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 .................................................................................................................107
Tabel 1.1......................................................................................................................109
Tabel 1.2......................................................................................................................112
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar merupakan tempat vital dalam menjalankan roda ekonomi
khusunya sebuah daerah, karena banyak yang terjadi dalam pasar khususnya
transaksi jual beli masyarakat, melakukannya secara bebas yang kadang
memang sama sekali tak ada pengawasnya.
Dalam sejarah Islam ada sebuah lembaga ekonomi yang bertugas
mengawasi pasar yang disebut Hisbah, dan lembaga ini tak boleh
dikembangkan di luar masalah ekonomi, termasuk untuk mencapai
kesejahteraan spiritual dan moral, juga dalam mengawasi proyek-proyek
sosial dan sipil. Melihat itu, maka kunci peranan Hisbah yang dikaji oleh
banyak pemikir Islam contohnya Ibnu Taimiyah ini yang mencurahkan penuh
perhatiannya terhadap subyek ini.1
Tak ada pembahasan mengenai peranan Negara dalam kehidupan
ekonomi masyarakat dengan mengabaikan peranan sebuah institusi,
bagaimanapun institusi ini penggerak kontrol sebuah program pemerintahan,
dengan mana sejumlah besar kegiatan ekonomi bisa diawasi dan dikontrol.
Juga, jika dibutuhkan bisa dilakukan intervensi.
1 A.A Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, Penerjemah H Anshari Thayib (Surabaya: PTBina Ilmu, 1997), h.236.
2
Dari apa yang telah disebutkan di atas bahwa memang pergulatan
sebuah institusi lagi-lagi tak lepas dari sebuah peranan dan intervensi
pemerintah. Agar berjalan maksimal, memang dibutuhkan adanya intervensi
pemerintah dalam pengoptimalisasian sebuah institusi ini, kita khususkan
dalam lembaga Hisbah yang di Indonesia memang tidak diterapkan sebagai
sebuah institusi yang sama namun ada juga lembaga yang sama dan punya
tugas dan peranan hamper sama terhadap perkembangan ekonomi juga
pengawasan yang menjadi tanggung jawab dan tugas lembaga ini.
Di Indonesia sendiri terdapat lembaga pengawasan perekonomian
modern yang bertugas dalam mengawasi kegiatan ekonomi yang kurang lebih
seperti Hisbah, seperti BPOM, LPPOM dan lain-lain. Lembaga-lembaga
tersebut mempunyai pertanggung jawaban dalam menangani kasus-kasus
pelanggaran yang terjadi, yang banyaknya dilakukan oleh para pedagang-
pedagang curang.
Dari sumber pertama dalam Islam yaitu Al-Qur’an yang telah
dikatakan dan tertulis dalam Surat ke-4 ayat ke-29 yaitu Surat An-Nisa :
یا أیھا الذین آمنوا ال تأكلوا أموالكم بینكم بالباطل إال أن تكون تجارة عن ك ان بكم رحیماتراض منكم وال تقتلوا أنفسكم إن هللا
Artinya: Wahai orang-orang beriman. Janganlah diantara kamusaling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil (tidak benar), kecualidiantara kalian melakukan perdagangan atas dasar suka sama suka danmeridhoi satu sama lain. Dan janganlah saling membunuh diantara kamu.Karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu. (QS :4 : 29)
3
Telah jelas bahwa memang ketika perdagangan dilakukan jika tidak
ada dasar suka sama suka maka yang ada hanya sifat buruk yang muncul
maka disitu sudah kerugian yang hadir satu sama lain dan tidak ada keridhoan
disini berimplikasi cukup buruk yang jika dibiarkan maka akan menjadi gejala
yang buruk khususnya bagi keberlangsungan ekonomi dan kesehatan dan lain-
lain.
M.Quraish Shihab dalam karya tafsirnya “Al-Mishbah” menyatakan
dalam ayat tersebut dikatakan bahwa : dalam konteks ekonomi menyebutkan
beberapa prinsip penting yang Pertama : adalah kata أموالكم yang dimaksud
harta disini adalah harta yang beredar di masyarakat. 2 Dan yang kedua
adalah بالباطل yakni pelanggaran tertentu dalam agama atau persyaratan
yang telah disepakati. 3
Pada zaman Rasulullah pun kita sudah bisa lihat bahwa Rasulullah
yang menginspeksi sendiri pasar yang menginspeksi para pedagang yang tidak
taat dan sedikit membangkang agar mendapatkan keuntungan yang lebih,
seperti dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi di bawah ini:
ث عن ثنا المعتمر بن سلیمان قال سمعت لیثا یحد ثنا حمید بن مسعدة حد حد إني اشتریت خمرا یحیى بن عباد عن أنس عن أبي طلحة أنھ قال یا نبي هللا
نان. (رواه الألیتام في حجر رمذي) تي قال أھرق الخمر واكسر الدArtinya: “Diriwayatkan dari Humaid bin Mas`adah, dari al-Mu`tamir
bin Sulaiman berkata: Saya mendengar Laits berkata dari Yahya bin Abbad
2 Muhammad Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h.412.3 Ibid,. h.413.
4
dari Anas dari ◌ Abū Thalhah Bahwa dia berkata: Wahai Nabi Allah! Sayatelah membeli khamr dari harta anak yatim yang beradai di bawahlindunganku. Rasulullah saw. bersabda: Curahkanlah dan pecahkanwadahnya. (HR. al-Tirmiźi)”4
Dari hadis di atas kita bisa dapati bahwa Rasulullah sendiri yang turun
tangan untuk memeriksa adakah kejanggalan yang terjadi di pasar, dan
terbukti agar mendapatkan keuntungan yang lebih pedagang itu memperjual
belikan khamr yang jelas-jelas dilarang oleh Rasulullah.
Juga dari kasus yang terjadi di Negara kita, Hanya enam dari 169 pasar
tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah memiliki peralatan
penimbangan barang terstandardisasi. Keenamnya ialah Pasar Sambilegi di
Kabupaten Sleman, Pasar Sentolo di Kabupaten Kulonprogo, Pasar Argosari
di Kabupaten Gunungkidul, Pasar Imogiri di Kabupaten Bantul, serta Pasar
Prawirotaman dan Pasar Lempuyangan di Kota Yogyakarta.
"Baru pasar-pasar ini yang memiliki sertifikat bertanda sah atau
sistem alat penimbangan barang pedagangnya sudah terstandardisasi oleh
Balai Metrologi," ujar Kepala Balai Metrologi Dinas Perindustrian DIY,
Sudaryono, di sela pembukaan Forum Metrologi Legal Asia Pasifik ke-20 di
Hotel Royal Ambarukmo, Kamis, 7 November 2013.
Sudaryono mengatakan, minimnya pasar tradisional yang memiliki
predikat tertib ukur menandakan praktek kecurangan pedagang untuk
4 Abû Isya Muhammad bin Isya bin Sawrah al-Tirmidzi [selanjutnya disebut: Tirmidzi], Al-Jâmi’ al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000),Cet. Ke-1, Jilid 2, h. 309.
5
mengakali pembeli masih banyak terjadi. “Padahal praktek memanipulasi
berat barang merupakan salah satu penyebab kenaikan harga barang," ujar dia.
Kebanyakan praktek kecurangan di pasar tradisional, menurut
Sudaryono, masih seputar memberi pengganjal di alat timbangan untuk
menambah berat barang yang sebenarnya lebih ringan. “DIY masih butuh
waktu lama untuk menjadi kawasan tertib ukur,” katanya.
Direktur Metrologi Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan
Konsumen Kementerian Perdagangan, Hari Prawoko, mengatakan belum
banyak pemerintah daerah memberi perhatian terhadap perbaikan sistem alat
ukur di kawasannya. Menurut dia, baru ada tujuh kota di Indonesia yang
berstatus tertib ukur. "Baru Batam, Surakarta, Singkawang, Balikpapan,
Bontang, Tarakan, dan Mojokerto," ujar Hari.
Menurut Hari, sektor penting yang butuh standardisasi alat ukur di
daerah ialah listrik, gas, air, dan pasar, serta perdagangan komoditas penting
semacam minyak sawit. Dia berpendapat, penertiban alat ukur di pasar layak
menjadi perhatian sebab praktek kecurangan penimbangan berpengaruh
terhadap inflasi. "Akumulasi kecurangan dalam menimbang barang
menyebabkan inflasi," ujar dia.
Bahkan dalam pertemuan ini dibahas soal pengukuran nilai pulsa yang
dikenakan oleh provider terhadap pemakai frekuensi selulernya. "Selama ini
6
pengukur pulsa belum ada, jadi metrologi bukan hanya bahas isu soal
volume," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krishnamurti.5
Kasus di atas mencerminkan bahwa kecurangan masih marak dan
tidak terarah karena belum ada tindak tegas dari pemerintah. Campur
tangannya masih diharapkan untuk perbaikan ekonomi yang lebih baik.
Pasar yang merupakan tempat pusat bertransaksi pada masa dewasa ini
sudah mulai tergerus dengan zaman yang banyak didatangi oleh system
internetisasi dan semua transaksi yang bersifat online. Kemajuan dalam segala
bidang, seperti ilmu pengetahuan, telekomunikasi, kemudahan sekarang hanya
tinggal dalam genggaman, dunia pun bak sebuah dusun global (global
village). Batas-batas geografis maupun Negara sudah tidak lagi
signifikan.akibatnya, konsumen semakin terdidik, banyak menuntut, dan
memiliki posisi tawar menawar, (bargaining position) yang semakin kuat.
Kebutuhan mereka berkembang semakin kompleks.6
Di sini penulis menawarkan sebuah penelitian dan analisis yang bisa
sedikit membantu untuk pemberian pilihan dan sedikit solusi dengan
dimunculkan kembali isu-isu dan masalah sekitar Hisbah, dengan adanya
Hisbah atau semacam lebaga pengawas pasar yang tugasnya memang hanya
5 Addi Mawahibun Idhom “Hanya Enam Pasar di Yogyakarta Punya Timbangan Jujur”Berita diakses 7 November 2013 dari http://www.tempo.co/read/news/2013/11/07/058527907/Hanya-Enam-Pasar-di-Yogyakarta-Punya-Timbangan-Jujur.
6 Gregorious Chandra, dkk, Pemasaran Global : Internasionalisasi dan Internetiasi(Yogyakarta: ANDI, 2004), h.1.
7
untuk mengontrol dan mengawasi tindak-tanduk dan segala macam aktivitas
yang terkait.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dibahas secara detail dan
mendalam dalam skripsi yang berjudul : “Perbandingan Antara Fungsi
Hisbah dan Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern”.
B. Pokok Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Lembaga Hisbah ini sudah berdiri sekian lamanya dan permasalahan
yang muncul pun tidak hanya berbatas pada satu batasan yang membahas
kasus yang terjadi pada masa awal Islam dan seterusnya, namun,
bagaimanapun permasalahan ini harus kita lebih kerucutkan agar terfokus dan
lebih terarah dalam penelitian ini. Banyak sekali kasus yang terjadi dalam hal
kecurangan dan ketidak jujuran yang terjadi di pasar khususnya, karena dalam
pasar adalah suatu tempat yang memang bertukarnya uang dan barang yang
bersifat transaksional. Kerugian salah satunya yang menjadi faktor utama
yang menyebabkan pasar minim pembeli. Kecurangan ini akan berakibat fatal
dan jika dibiarkan akan berimplikasi terhadap runtuhnya sistem ekonomi yang
telah berjalan, oleh karena itu pembahasan yang luas ini agak sedikit penulis
beri batasan dalam masalah pengawasan yang berjalan pada masa-masa awal
Islam dan bagaimana persamaan dan perbedaan dengan lembaga pengawasan
perekonomian modern di Negara kita.
8
2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka
rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini ialah bagaimana
persamaan dan perbedan fungsi Hisbah dalam sejarah Islam dan lembaga-
lembaga pengawasan perekonomian modern yang berada di Indonesia.
Dari rumusan tersebut dapat dijabarkan menjadi 3 pertanyaan yaitu:
a. Apa saja fungsi-fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga Hisbah
dalam sejarah perekonomian Islam?
b. Apa saja fungsi-fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga
pengawasan perekonomian di Indonesia seperti: BPOM, LPPOM, KPPU
dan DSN?
c. Apa saja persamaan dan perbedaan fungsi antara kedua lembaga tersebut
yaitu lembaga Hisbah dan lembaga pengawasan perekonomian modern?
3. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami masalah yang
akan dibahas, dirasa perlu adanya pembatasan masalah yang sesuai dengan
judul yang dimaksud. Maka penulis memberikan batasan masalah dalam
penelitian ini mengenai:
a. Pasar, pasar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tentang ruang atau
tempat berkumpul orang-orang yang menyediakan produk baik untuk
didistribusikan ataupun dikonsumsi.
9
b. Hisbah, Hisbah yang dimaksud disini adalah lembaga pengawasan pasar
yang telah berlangsung dalam sejarah Islam sampai kurang lebih sekitar
abad-18 pada zaman Turki Utsmani.
c. Lembaga pengawasan perekonomian modern yang dimaksud disini adalah
lembaga pengawasan yang berada di Indonesia yang berkutat pada bidang
ekonomi dan mempunyai tugas kepengawasan dalam hal ini, BPOM,
LPPOM, KPPU dan DSN dengan DPS nya.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang bisa didapat adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui fungsi lembaga Hisbah yang berjalan sepanjang sejarah
perekonomian Islam.
2. Untuk mengetahui fungsi lembaga pengawasan modern yang berada di
Indonesia seperti yang telah disebutkan, diantaranya: BPOM, LPPOM,
KPPU, dan DSN.
3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara keduanya, yaitu antara
lembaga Hisbah dan lembaga pengawasan modern.
Manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Untuk Penulis
Menambah pengetahuan dan mengisi kekosongan kapasitas
pengetahuan tentang mekanisme yang rapih yang diterapkan di masa
keemasan Islam juga praktiknya di Indonesia.
2. Untuk Akademisi
10
Menambah informasi dan bahan literatur untuk bisa melakukan
penelitian mengenai judul ini bagi yang berkecimpung di dalamnya.
3. Untuk Masyarakat
Khususnya yang berada di pasar yang memang lebih bisa
mendapatkan keuntungan dengan main bersih dan lebih cerdas.
D. Review Studi Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang Hisbah dan
lembaga pengawasan perekonomian modern diantaranya yaitu:
Penelitian yang berasal dari saudara Ungki Miftahul Muttaqin, dengan
judul: Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perspektif Hukum
Islam, pada tahun 2009, kesimpulan dari penelitian ini adalah tentang
pengawasan persaingan usaha yang dilakukan oleh KPPU, usaha KPPU yang
mengawasi aktifitas ekonomi dan melakukan investigasi sampai pemberian
sanksi bagi siapa saja dalam melakukan usahanya yang melanggar UU No.5
tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Usaha Tidak Sehat yang
mana sangat relevan dengan hukum Islam. Perbedaan dan persamaan apa yang
dia teliti dengan penelitian dalam skripsi ini sama-sama membahas tentang
lembaga pengawasan perekonomian hanya saja Mas Ungki ini berfokus pada
KPPU dan kasus-kasus yang diamatinya dalam pelanggaran UU No. 5 tahun
1999.
Penelitian yang kedua dari saudara Zulfaqar bin Mamat, dengan judul
Institusi Hisbah dan Peranannya dalam Mengawal Kegiatan Ekonomi Islam,
11
pada tahun 2010. Penelitian ini bersifat eksklusif dalam pembahasan lembaga
pengawasan Islam yaitu Hisbah, dan hanya terfokus pada Negara islam, dan
disitulah letak perbedaannya dan persamaannya lagi-lagi dalam bidang
pengawasan perekonomian oleh suatu lembaga yaitu Hisbah sendiri dan
dikhususkan pada Negara Islam dan tugasnya saja yang dibahas, karena
penelitian ini dalam berbentuk jurnal.
Penelitian yang ketiga hampir sama dengan penelitian yang sebelumnya
yaitu yang dikhususkan tentang Hisbah dan secara singkat dalam pembahasannya
karena dalam bentuk jurnal yang intinya lembaga Hisbah yang tidak bisa
diterapkan kelembagaannya di Indonesia karena pertama Indonesia bukan
Negara Islam dan yang kedua sudah ada lembaga yang mewakili tugasnya
seperti, BPOM dan lain-lain. Persamaan hanya terletak pada objek penelitian
yaitu Hisbah itu sendiri dan perbedaannya dalam letak kedetailannya dan juga
pemaparan yang lebih luas.
Penelitian yang ke-empat atau penelitian terakhir seperti penelitian yang
pertama dalam bentuk skripsi hanya saja lembaganya yang berbeda, jika dalam
penelitian yang dilakukan oleh saudara Ungki adalah tentang KPPU, jika
penelitian ini adalah tentang BPOM. Penelitian yang dilakukan oleh saudara
Andi Kurniasari, dengan judul: “Perlindungan Konsumen atas Kode Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Produk Kopi, pada tahun 2013.
Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana peranan tangan panjang BPOM yaitu
BBPOM atau Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan yang berada di setiap
12
daerah besar di ibukota provinsi masing-masing. Di daerah Jawa Timur yang
memang menjadi tempat peneliti mengkaji kode izin edar Produk Industri Rumah
Tangga (PIRT) yang memang telah terdaftar di Dinas Kesehatan dalam Peraturan
Pemerintah No.28 Tahun 2001 tentang Standard Mutu. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah tentang kode izin produk yang berasal dari masyarakat yang
harus dicek keabsahannya dan juga harus mengedepankan inovasi dalam
pelaksanaannya sehingga bisa segera menindak lanjuti dalam mengetahui kode
izin yang mana yang palsu atau tidak. Perbedaan penelitian ini dengan apa yang
penulis teliti seperti apa yang tercantum dalam perbandingan studi terdahulu
yang di penelitian yang pertama yaitu dalam spesifikasi lembaga dan tempat
yang diteliti lebih khusus juga yaitu di daerah Jawa Timur.
Ada jurnal dan juga skripsi lain yang menjadi studi terdahulu untuk
penulis bisa menentukan bagaimana batas dan juga perumusan masalah yang bisa
ditentukan untuk penelitian ke depannya aga bisa melengkapi satu sama lain.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang diartikan sebagai
penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan
maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang
di teliti7. Analisis deskriptif yaitu metode yang menggambarkan data dan
informasi yang diperoleh di lapangan. Selain itu peneliti juga akan
7 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Jakarta: Kencana 2011), h.166.
13
memberikan solusi atas kejadian dilapangan mengenai permasalahan yang
melanggar aturan dalam hal ini adalah aturan hukum. Dan sifat penelitian ini
bersifat deskriptif-analitik yang mana metode menggunakan pencarian data
dengan interpretasi yang tepat dan juga analisisnya dengan terukur, terarah
dan cermat. Dimana penulis berusaha memaparkan tentang tugas, landasan
hukum, juga wewenang Hisbah, dan relevansinya terhadap praktik lembaga
tersebut di Negara Indonesia.
2. Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
objek penelitian yaitu dengan melihat langsung dan mengaksesnya ke
situsnya yang resmi serta mengonfirmasi kebenarannya.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diterima melalui studi
kepustakaan yang berhubungan dengan materi skripsi ini. Dalam
penelitian ini, penulis melakukan studi kepustakaan dengan melakukan
kunjungan ke beberapa perpustakaan guna mendapatkan data dari
berbagai literatur.
3. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal dalam
penelitian kualitatif dan yang paling pokok adalah pengamatan atau
14
observasi dan wawancara mendalam atau in-depth interview8. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi dan analisis
dokumen serta dibantu dengan kajian kepustakaan
Pengumpulan data adalah proses pengadaan data primer dan data
sekunder untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah suatu
cara untuk mendapatkan data yang objektif, yaitu data yang diperoleh
berdasarkan data yang sebeanar-benarnya bukan atas karang-karangan.
Ada tiga macam teknik yang digunakan dalam rangka
mengumpulkan data secara kualitatif9 :
a. Wawancara Mendalam dan Terbuka
Data yang diperoleh yaitu kutipan langsung dari orang-orang
tentang pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetauannya.
Wawancara (interview) yaitu cara mengumpulkan data dengan
mengajukan pertanyaan kepada responden yang sekiranya mampu
memnberikan informasi yang berguna bagi penelitian selanjutnya
jawaban responden dicatat atau direkam.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila
8 Ibid., h.172.9 Ibid., h. 186.
15
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.10
Wawancara dilakukan terutama jika peneliti menganggap
bahwa hanya responden yang paling mengetahui dirinya sendiri
sehingga informasi yang tidak dapat diamatinya atau tidak dapat
diperoleh dengan cara lain akan diperoleh dengan cara wawancara.11
b. Penelaahan Terhadap Dokumen Tertulis.
Data yang diperoleh dari metode ini berupa cuplikan, kutipan,
atau penggalan catatan-catatan dari organisasi, klinis, atau program;
memorandum-memorandum atau korespondensi; terbuat dari laporan
resmi; buku harin pribadi; dan jawaban terbuka terhadap kuesioner
dan survey.
Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan studi
dokumenter yaitu dengan membaca buku literatur yang relevan
dengan topik masalah dalam penelitian ini pengumpulan data juga
dilakukan pada media informasi yang terkait pada penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisa
Perbandingan atau Studi Komparatif yaitu dengan
10 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2007),h. 137.
11 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Jogjakarta: Gadjahmada UniversitiPress, 1982), h. 117.
16
memperbandingkan antara Fungsi-fungsi Lembaga Hisbah dan
Lembaga Pengawasan Perekonomian Modern yang ada di Indonesia.
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kualitatif berupa catatan-catatan sejarah dan dokumen-dokumen yang
relevan juga valid tentunya.
5. Objek Penelitian
Adapun objek penelitian yang dikaji dalam penelitian ini
lembaga pengawasan yang ada pada zaman dahulu baik itu Hisbah
maupun lembaga pengawasan perekonomian modern yang ada di
Indonesia seperti, BPOM, LPPOM-MUI juga ada KPPU.
F. Pedoman Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah menggunakan “ Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012”.
G. Sistematika Penulisan
Pembatasan dalam penelitian ini akan disajikan dalam beberapa bab
dengan sistematika sebagaimana uraian di bawah ini.
Bab I, Pendahuluan. Bab ini memuat tentang latar belakang masalah,
pokok permasalaan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II, Landasan Teori Intervensi Pemerintah Dalam Mekanisme Pasar.
Pada bab ini akan dipaparkan pembahasan mengenai intervensi pemerintah
17
terhadap pasar, asal-usul, sejarah Hisbah dan juga landasan hukum secara Al-
Qur’an dan Sunnah, kemudian lembaga lainnya yang ada seperti Wilâyat lainnya,
ada Wilâyat mazhalim juga Wilâyat al-qadhâ` sebagai pembanding dengan
memaparkan apa perbedaannya untuk penerapannya dengan permasalahan yang
terkait.
Bab III, Fungsi-Fungsi Pengawasan Pasar oleh Lembaga Hisbah. Pada
bab ini dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi lembaga Hisbah yang memang
menjadi lembaga pengawasan ekonomi secara khusus dalam sejarah
perekonomian Islam.
Bab IV, Fungsi-Fungsi Pengawasan oleh Lembaga Pengawasan
Perekonomian Modern. Pada bab ini dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi
lembaga perekonomian modern yang memang menjadi lembaga pengawasan
ekonomi secara khusus di Negara Indonesia kita ini.
Bab V, Pembahasan Inti. Pada bagian bab ini berisi tentang jawaban dari
rumusan masalah yang telah disusun dengan paparan yang akan dibahas secara
ilmiah dalam pembahasan inti ini.
Bab VI, Penutup. Dan dalam bagian terakhir ini ditutup dengan
kesimpulan yang menyeluruh dan kritik saran yang membangun dalam
pembahasan dan penelitian ini.
18
BAB II
LANDASAN TEORITIS INTERVENSI PEMERINTAH DALAM
MEKANISME PASAR
A. Pasar Sebagai Pusat Aktivitas Ekonomi
Pasar adalah tempat bertemunya aktivitas ekonomi yang paling sering
kita jumpai dalam ilmu ekonomi. Aktivitas permintaan dan penawaran, dan di
dalam tempat ini pula inti dari ilmu ekonomi dipraktikkan, yaitu produksi,
konsumsi dan distribusi. Sebagaimana dalam pembatasan masalah telah
dipaparkan bahwa yang dimaksud pasar dalam penelitian ini adalah ruang/tempat
berkumpulnya orang-orang yang menyediakan produk untuk didistribusikan atau
dikonsumsi.
Aktivitas ekonomi yang sudah dijelaskan di awal pembahasan
bahwasanya terdiri dari produksi, distribusi dan konsumsi. Dengan adanya
aktivitas ini maka sumberdaya yang telah ada dapat dimanfaatkan oleh setiap
manusia melalui wujud barang dan jasa melalui aktivitas atau mekanisme pasar.
Semuanya akan terjadi melalui transaksi yang terjadi berdasarkan mekanisme
pasar dalam segala proses aktivitas ekonomi sehingga semuanya akan
berjalansendiri menuju keseimbangan pasar, yang mencerminkan kesejahteraan
dan keadilan baik untuk para pelaku pasar, maupun siapa saja yang
memanfaatkan pasar itu sendiri.
19
Masalah ekonomi sama tuanya dengan usia peradaban manusia. Tetapi
ilmu ekonomi baru muncul di abad 18, melalui buku adam Smith yang berjudul
“An Inquiry into the Nature and Causes of the wealth of Nations (1776)” yang
kemudian kita kenal sebagai The Wealth of Nation (1776). Itulah sebabnya Adam
Smith dikenal dan dihormati sebagai Bapak Ilmu Ekonomi Modern. Namun
bukan berarti sebelum masa itu tidak adanya pemikir yang tertarik dengan ilmu
ekonomi atau pada masalah ekonomi. Plato, filsuf Yunani abad 4 SM dan
Thomas Aquinas Rohaniawan abad 13 Masehi, adalah dua dari beberapa pemikir
yang mendahului Adam Smith. Tetapi mengapa ilmu ekonomi belum muncul
sampai pada masa Adam Smith? Jawabannya adalah baik Plato maupun Thomas
mencoba memecahkan masalah dengan pendekatan teologis dan moral.
Sedangkan Smith melihatnya dari sudut rasionalitas. Misalnya pada zaman
dahulu gejala kemiskinan yang menimpa suatu kaum atau pada perseorangan
dianggap sebagai sebuah takdir. Tetapi pada zaman modern yang disini sudah
dimulai pada masa abad 18 kemiskinan dipandang ada kaitannya dengan
ketidakmampuan bekerja produktif atau tidak memiliki tanah.
Smith memandang perekonomian sebagai sebuah sistem seperti sama
halnya alam semesta. Sebagai sistem, perekonomian memiliki kemampuan
penstabil otomatis untuk menjaga keseimbangannya.
Masalah-masalah ekonomi merupakan gangguan keseimbangan sistem
dan masalah akan pulih jika keseimbangannya pun dipulihkan, kekuatan itu
disebut dengan sistem ekonomi Invisible Hand atau tangan gaib. Analisis-analisis
20
semenjak masa Smith telah mewujudkan suatu analisa ekonomi yang
memberikan gambaran tentang berbagai aspek segiatan ekonomi suatu Negara.
Cara pandag Smith tentang perekonomian merupakan hasil pergaulan
intensifnya dengan Quesnay, seorang dokter yang berkebangsaan Prancis.
Quesnay merupakan tokoh utama Psyokrat, yaitu kelompok yang merintis
analisis ekonomi dengan pendekatan ilmu pengetahuan alam/science.
Pemikiran Adam Smith dikembangkan kembali oleh para ilmuwan
setelahnya seperti Jean Baptiste Say, Thomas Maltinus, dan David Richardo,
terbentuklah pemikiran pasar. Pasar dalam pengertian ilmu ekonomi adalah
pertemuan permintaan dan penawaran. Dalam pengertian ekonomi, pasar bersifat
interaktif, bukan fisik. Mekanisme pasar adalah proses penentuan tingkat harga
berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran.1
Tawar menawarkekuatan dalam sistem perekonomian itu seperti
dikendalikan oleh “the invisible hand”.
Dimana konsep invisible hand merupakan teori yang dikembangkan atau
dipelopori oleh Adam Smith (tokoh klasik). Konsep invisble hand ini kemudian
direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen
utamanya. Aliran klasik mengalami kegagalannya setelah terjadi Depresi Besar
tahun 1930-anyang menunjukkan bahwa pasar tidak mampu bereaksi terhadap
gejolak di pasar saham.Sebagai penanding aliran klasik, Keynes mengajukan
1 Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Jakarta: LembagaPenerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2008) h. 23-24.
21
teori dalam bukunya General Theory ofemployment, Interest, and Money yang
menyatakan bahwa pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, dan
karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar distribusi sumberdaya
mencapai sasarannya. Dua aliran ini kemudian saling "bertarung" dalam dunia
ilmu ekonomi dan menghasilkan banyak jenis pemikiran dari keduanya seperti:
new classical, neo klasik, neo keynesian, monetarist, aliran sisi penawaran,
aliran rational expectations dan lain sebagainya. Namun perkembangan
dalam pemikiran ini juga berkembang ke arah lain, seperti teori pertentangan
kelas dari Karl Marx dan Friedrich Engels, serta aliran institusional. Sehingga
disini kita dapat mengambil sebuah kesimpulam bahwa yang ingin dicapai oleh
setiap individu adalah keadilan dan kesejahteraan, atau bisa dikatakan bahwa
inilah tujuan akhir dari individu tersebut dalam sebuah kegiatan perekonomian.
Namun apabila kita coba lihat kembali pada kenyataannya untuk mencapai
tujuan akhir tersebut bisa dibilang sangat sulit untuk dicapai, bisa tercapai namun
memerlukan waktu yang dapat kita pastikan sangat lama.2
Intervensi pemerintah menjadi hal yang sangat penting dalam pencapaian
individual akan kesejahteraan nantinya, di penelitian kali ini akan dibahas,
bagaimana dampaknya apakah memang sangat berpengaruh atau malah
sebaliknya?.
2http://www.academia.edu/9762939/pelaksanaan_intervensi_pemerintah_dalam_perekonomian diakses pada tanggal 7-April-2015 pukul 10.00 WIB.
22
B. Intervensi Pemerintah dalam Mekanisme Pasar
Ahli yang mengemukakan mengenai pentingnya intervensi pemerintah
dalam perekonomian adalah Keynes. Munculnya teori ini bermula dari kritikan
Keynes terhadap mekanisme pasar yang tidak memberikan dampak yang cukup
besar terhadap perekonomian pada saat itu, hal ini dikemukakan oleh kaum
klasik. Memang mekanisme pasar adalah suatu sistem yang cukup efisien
didalam mengalokasikan faktor-faktor produksi dan mengembangkan
perekonomian, tetapi pada keadaan tertentu ia menimbulkan beberapa akibat
buruk, sehingga diperlukan campur tangan pemerintah untuk memperbaikinya.
Kita juga tidak bisa menafikan bahwa mekanisme pasar adalah sistem
perekonomian yang buruk namun mekanisme pasar juga memiliki beberapa
kebaikan yang diantaranya:
1. Pasar dapat memberikan informasi yang tepat
2. Pasar mampu memberikan rangsangan bagi para pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan usaha
3. Pasar memberikan kebebasan yang tinggi kepada masyarakat untuk
melakukan kegiatan ekonomi, dari uraian diatas secara keseluruhan
mekanisme pasar cukup baik, namun Keynes memiliki pandangan yang
berbeda.
Dalam sisi lain ia juga melihat beberapa kelemahan dari mekanisme pasar
diantaranya :
23
1. Dengan adanya kebebasan yang diberikan kepada masyaraakat secara luas
akan lebih membuat beberapa golongan menjadi tertindas.
2. Mekanisme pasar memicu timbulnya monopoli bagi beberapa golongan
yang berkuasa.
3. Kegiatan konsumen dan produsen menimbulkan eksternalitas yang
merugikan.
Dari kebaikan dan keuntungan yang dikemukakan di atas kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa kaum klasik analisisnya bertumpu pada
masalah-masalah mikro. Dalam produksi saja misalnya yang mereka analisis
adalah bagaimana menghasilkan barang dan jasa sebanyak-banyaknya dengan
biaya serendah-rendahnya dengan memilih alternatif kombinasi faktor produksi
terbaik.
Dengan cara memilih alternatif tersebut mereka yakin akan memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya, sehingga mereka termotivasi untuk
memproduksi barang sebanyak-banyaknya. Kaum klasik berpendapat dan
percaya bahwa “penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri” dan
pendapat inilah yang dikritik oleh Keynes habis-habisan, Keynes memandang
hal ini adalah suatu hal yang salah, Keynes berpendapat bahwa dalam
kenyataannya biasanya permintaan lebih kecil dari penawaran, karena sebagian
dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat akan ditabung, dan tidak
semuanya digunakan untuk konsumsi. Dengan demikian permintaan efektif
biasanya lebih kecil daripada total produksi. Sehingga banyak kekurangan yang
24
harus dilengkapi oleh perusahaan dan jalan satu-satunya adalah dengan
menurunkan harga barang namun konsekuensinya adalah pendapatan mereka
akan turun dan akhirnya jumlah permintaan akan lebih kecil daripada
penawaran, sehingga pada tahun 1930-an itu perusahaan berlomba-lomba untuk
memproduksi sebanyak-banyaknya tanpa terkendali, sedangkan mereka tidak
melihat bahwa daya beli masyarakat yang terbatas. Akibatnya banyak barang
yang menumpuk. Sehingga akhirnya perusahaan melakukan hal yang rasional
mulai dari mengurangi jumlah produksi dan mengurangi jumlah pekerja, ketika
pekerja dikurangi akan menambah jumlah pengangguran. Daya beli masyarakat
pun semakin turun, karena pendapatan juga turun. Dan puncaknya adalah
kemerosotan ekonomi yang terjadi pada tahun 1930-an, dan biasanya disebut
juga dengan depresi secara besar-besaran. Sehingga Keynes berpaendapat
bahwa teori klasik yang menyatakan bahwa penawaran akan selalu
menciptakan penawaran itu hanya berlaku pada perekonomian tertutup
sederhananya yang terdiri dari sektor rumah tangga dan perusahaan saja, tapi
memang benar logika dari Keynes ini pada tingkat perekonomian seperti ini
semua pendapatan tidak digunakan seluruhnya untuk konsumsi tapi sebagian
akan ditabung oleh masyarakat.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam perekonomian berkaca
dari kejadian depresi ekonomi membuat Keynes menyarankan atau
merekomendasikan agar perekonomian tidak diserahkan seluruhnya kepada
mekanisme pasar. Boleh diberlakukan mekanisme pasar, namun sebaiknya
25
diberikan pembatasan. Setidaknya ada peran pemerintah disini, misalnya saja
kalau kita lihat mengenai masalah pengangguran yang terjadi, pemerintah akan
mengambil peran disana yaitu dengan memperbesar pengeluaran pemerintah
(kebijakan fiskal) dan pengeluaran itu dialokasikan kepada program padat karya
sehingga dari program ini akan banyak menyerap tenaga kerja, dan juga
meningkatkan pendapatan masyarakat. Dan di lain hal jika terjadi kenaikan
harga maka hal yang melakukan program-program yang dapat meringankan
yang dihadapi masyarakat miskin, misalnya pemerintah melakukan program
‘Program Inpres Desa Tertinggal’ atau IDT, pemberian kredit untuk para petani
dan pengasuh kecil berupa ‘Kredit Usaha Kecil’ atau KUK, Kredit Modal Kerja
Permanen (KMKP), Program Kawasan Terpadu (PKT), Program Gerakan
Orang Tua Asuh (GN-OTA), Raskin, Bantuan Langsung Tunai (BLT), serta
program-program lainnya.
Masalah Keterbelakangan Dilihat dari penguasaan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK), Indonesia masih dikategorikan sebagai negara sedang
berkembang. Ciri lain dari negara sedang berkembang adalah rendahnya tingkat
pendapatan dan pemerataannya, rendahnya tingkat kemajuan dan pelayanan
fasilitas umum/publik, rendahnya tingkat disiplin masyarakat, rendahnya
tingkat keterampilan penduduk, rendahnya tingkat pendidikan formal,
kurangnya modal, dan rendahnya produktivitas tenaga kerja, serta lemahnya
tingkat manajemen usaha. Untuk mengatasi masalah keterbelakangan tersebut,
pemerintah berupaya meningkatkan kualitas SDM dengan melakukan program
26
pendidikan seperti wajib belajar 9 tahun dan mengadakan pelatihan- pelatihan
seperti Balai Latihan Kerja (BLK). Selain itu, melakukan pertukaran tenaga
ahli, melakukan transfer teknologi dari negara-negara maju. Masalah
Pengangguran dan Keterbatasan Kesempatan Kerja Pengangguran merupakan
suatu kondisi kurang produktif atau pasif sehingga kurang mampu
menghasilkan sesuatu. Sedangkan keterbatasan kesempatan kerja merupakan
suatu keadaan kekurangan peluang untuk mendapatkan pekerjaan karena tidak
dapat masuk dalam kuota atau pekerjaan yang tersedia.
Masalah pengangguran dan keterbatasan kesempatan Kerja saling
berhubungan satu sama lainnya. Masalah pengangguran timbul karena adanya
ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja yang tersedia. Hal ini terjadi
karena Indonesia sedang mengalami masa transisi perubahan stuktur ekonomi
dari negara agraris menjadi negara industri. Untuk mengatasi masalah tersebut
maka solusinya adalah dengan melaksanakan program pelatihan bagi tenaga
kerja sehingga tenaga kerja memiliki keahlian yang sesuai dengan lapangan
yang tersedia, pembukaan investasi-investasi baru, melakukan program padat
karya, serta memberikan penyuluhan dan informasi yang cepat mengenai
lapangan pekerjaan.
Masalah kekurangan modal adalah salah satu ciri penting bagi setiap
negara yang memulai proses pembangunan. Kekurangan modal tidak hanya
mengahambat kecepatan pembangunan ekonomi yang dapat dilaksanakan tetapi
dapat menyebabkan kesulitan negara tersebut untuk lepas dari kemiskinan.
27
Pemerintah banyak melakukan program-program bantuan modal salah satunya
yakni PNPM MANDIRI. Selain pemerintah, badan usaha juga membantu
dalam masalah kekurangan modal seperti bank, koperasi, BUMN seperti PLN
dan lain-lain.
Masalah Pemerataan Pendapatan Pemerataan pendapatan bukan berarti
pendapatan masyarakat harus sama. Pemerataan pendapat supaya keadaan
masyarakat semakin membaik bukan semakinrendah. Pemerataan Pendapatan
merupkan upaya untuk membantu masyarakat yang ekonominya rendah supaya
tidak jauh terpojok. Artinya untuk menghindari dari adanya batas antara yang
kaya dan yang miskin. Jadi supaya yang kaya semakin kaya yang miskin
semakin miskin. Dari sekian banyak masalah yang dihadapi oleh suatu Negara
dalam perekonomian kita dapat mengambil kesimpulan bahwa adanya
intervensi pemerintah itu memang sangat bagus keberadaannya, jika kita hanya
melihat dari satu sisi saja lita akan berpikiran negative saja terhadap kebijakan
kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah, tapi kalau kita tau apa tujuan
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut bisa jadi kita mendukung
dan ikut serta dalam menyukseskan pelaksanaan kebijakan tersebut jadi, pada
intinya, pemerintah ikut serta dalam kegiatan perekonomian supaya
menanggulangi kegagalan pasar sehingga tidak adanya eksternalitas yang
merugikan banyak pihak. Adapun bentuk dari peran pemerintah yakni dengan
melakukan intervensi baik secara langsung maupun tidak langsung.
28
Kesimpulan Intervensi pemerintah merupakan suatu kebijakan yang bagus
pengaruhnya ketika kebijakan ini dilaksanakan, karena kalau pada zaman
sekarang, jika mekanisme pasar atau semuanya diserahkan kepada pasar maka
tak bisa kita pungkiri masalah-masalah seperti eksternalitas akan terjadi
bayangkan saja ketika mekanisme pasar yang diberlakukan, misalnya apabila
terjadi pencemaran terhadap suatu sungai yang dilakukan oleh perusahaan-
perushaan siapa yang akan bertanggung jawab atas pencemaran tersebut
sehingga ketika hal ini terjadi ada pihak yang menjadi penengah antara
masyarakat dengan perusahaan yakninya pemberlakuan sistem pajak.
Pada intinya, masalah-masalah dalam bidang ekonomi yang dihadapi
pemerintah bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tetapi kita sebagai
warga negara yang baik semestinya ikut membantu dalam mengatasinya.
Banyak cara yang dapat diupayakan dimulai dengan melakukan program-
program serta kebijakan-kebijakan. Hal tersebut tidak akan berjalan dengan
baik tanpa kerja sama masyarakatnya. Untuk itu, masyarakat semestinya sudah
dapat memposisikan dirinya untuk membantu supaya pembangunan yang
dilakukan pemerintah tersebut berjalan dengan baik dengan cara tidak menjadi
beban atau kendala bagi pemerintah.3
Ibnu Taimiyah, seperti halnya para pemikir lainnya menyatakan,
pemerintahan merupakan institusi yang sangat dibutuhkan. Dalam
3http://www.academia.edu/9762939/pelaksanaan_intervensi_pemerintah_dalam_perekonomian diakses pada tanggal 7-April-2015 pukul 10.00 WIB.
29
menggambarkan dibutuhkannya sebuah Negara, ia menyatakan: “Patut dicatat
bahwa mengatur segala urusan masyarakat itu, merupakan salah satu hal
penting yang diperlukan dalam agama, dan agama-pun sesungguhnya dibangun
atas dasar itu, dan tak bisa dibangun tanpa adanya hal tersebut. Seluruh manusia
yang berada di muka bumi ini adalah cucu Adam yang tak bisa disempurnakan
urusannya kecuali dengan organisasi yang baik, dan masyarakat sangat
membutuhkan pemimpin dalam hal tersebut.
Ada dua alasan yang Ibnu Taimiyah paparkan dalam menetapkan Negara
dan kepemimpinan Negara itu sebagai kewajiban agama.
1. Sabda Rasulullah yaitu: “jika tiga orang melakukan perjalanan bersama,
mereka harus mengangkat seorang di antara mereka sebagai pemimpin.”,
dan beliau menjelaskan dalam pengutipannya itu, “jika seorang pemimpin
dibutuhkan dalam sebuah perjalanan yang itu hanya dilakukan beberapa
orang, sungguh untk mengatur dan memimpin dalam skala lebih besar sangat
diperlukan.
2. Dalam skala yang lebih besar menyatakan beliau bahwa merupakan
kewajiban bagi setiap muslim untuk mengajak berbuat baik dan mencegah
perbuatan jahat, dan tugas itu tidak dapat diwujudkan pelaksanaannya tanpa
kekuatan dan sebuah otoritas kepemimpinan.
Sama halnya dalam regulasi pasar Ibnu Tainiyah satu pendapat dengan
pendapat Keynes yang telah dipaparkan di muka pembahasan tentang intervensi
pemerintah dalam ekonomi khususnya regulasi pasar.
30
Negara mempunyai kewajiban mengatur harga juga mengurangi
pengangguran dan hal-hal lain yang menyangkut ekonomi regulasi pasar beliau
secara keseluruhan mempunyai pandangan yang searah, karena beliau tidak
menyukai keadaan pasar dalam normal, dan jika ini terjadi akan menimbulkan
hal yang negative dan dampaknya kembali kepada masyarakat yang juga akan
menarik diri dari pasar karena tidak sesuainya harga distribusi dengan produksi
yang mereka telah pertimbangkan sebelumnya.
31
BAB III
FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA AL-HISBAH
A. Hisbah Sebagai Lembaga Pengawas
1. Sejarah Lembaga Hisbah
Sejak penyebaran awal Islam datang pasar menjadi tempat sentral dan
pusat peradaban perekonomian yang menjadi topangan para pelaku usaha
mikro, dan Rasulullah yang memang bagian dari pelaku usaha tersebut, karena
beliau adalah seorang pedagang. Dan rata-rata pedagang memang menjajakan
dagangannya di tempat yang menjadi pusat pertemuannya antara Supply dan
Demand. Seiring perkembangan pasar tersebut, bukan hal baru bila tempat itu
banyak dijadikan tempat kecurangan dan keinginan para pedagang yang ingin
mendapatkan keuntungan lebih dengan cara yang tidak adil dan tidak sehat
yang bahkan merugikan si pembeli dan ada yang bisa membahayakan yang
hanya karena ingin mendapatkan keuntungan lebih tadi. Di Surat Al-
Muthaffifiin di ayat pertamanya Allah memperingatkan kita dalam firmannya:
)/1:83المطففین (ویل للمطففین Artinya: “kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”(Surat
Al-Muthaffifiin:1)
Bukan tanpa alasan Allah memperingatkan dengan kata “celaka” yang
memang banyak sekali bahaya apabila kita melakukannya.
Dengan adanya banyak kejadian di atas maka harus ada intervensi dari
pemerintah yang memang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dan
32
memastikan keamanan juga menangkap mafia-mafia yang bisa mengganggu
kenyamanan serta keamanan warganya. Dari situlah dibentuk lembaga Hisbah
yang memang lembaga ini diperuntukkan untuk bisa meminimalisir bahkan
menghilangkan praktik-praktik kecurangan yang terjadi, seiring
pembentukannya bukan hanya aktifitas ekonomi saja yang diawasi juga yang
akan ditindak lanjuti apabila tidak sesuai dengan apa yang seharusnya, bahkan
lembaga ini sudah merambah ke ranah individual dari segi ibadah dan hal-hal
lain yang nanti akan dibahas lebih lanjut dalam penelitian ini bagaimana
kinerjanya.
Kita termasuk penulis yang hidup di Indonesia yang mayoritas
beragama Islam sudah barang tentu harus menerapkan apa yang telah
diperintahkan oleh Allah SWT dan juga apa yang telah disyariatkan oleh Nabi
Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salaam dengan mematuhi dan
melaksanakannya dalam kerangaka yang lebih luas dan implementasinya
sesuai keadaan dan zaman.
Fenomena kecurangan yang sering kali kita temukan di dalam pasar,
menggugah keinginan si penulis umtuk meneliti lebih lanjut apakah hal ini
tidak adanya tindak lanjut dari pemerintah?, oleh karenanya penulis ingin
meneliti dari segi kelembagaan yang memang akan ditinjau dari segi tugasnya
sebagai sebuah kelembagaan yang ada di Indonesia apakah sesuai dengan
yang telah dijalankan oleh Nabi Muhammad Shallalahu Alaihi wa Salaam dan
juga para pemimpin Islam setelahnya yang dalam hal ini penulis
33
mengkhususkan dengan menguji kecocokan atau kompatibilitas lembaga yang
ada pada zaman sekarang di Indonesia dengan lembaga pengawas Hisbah
yang sejak zaman Nabi Muhammad Shallahu Alaihi wa Salaam sudah
bertugas sebagai pengawas pasar yang lebih dahulu telah memakmurkan pasar
dengan cara memakmurkannya lewat membebaskan dari praktik-praktik
kecurangan yang ada di dalamnya.
Sebelum beranjak kepada cara kerja penerapan yang telah dilakukan
Hisbah pada masa awal islam, di sini penulis ingin memberi penjelasan lebih
lanjut tentang sejarah awal terbentuknya lembaga Hisbah dan
perkembangannya. Sejarah terbentuknya Hisbah ini pun beriringan dengan
adanya agama ini sendiri, Wilâyat Hisbah sudah ada semenjak zaman
Rasulullah Shallalahu alaihi wa salaam. Sejarah menunjukkan bahwa
kewujudan institusi Hisbah berjalan dengan seiring perkembangan dan adanya
agama ini seperti apa yang telah dikemukakan tadi oleh penulis.
Kegiatan yang difokuskan dalam masalah ini mengenai tentang
bagaimana mekanisme pengawasan pasar yang dilakukan pada zaman
Rasulullah Shallaallahu Alaihi wa Salaam hingga seterusnya atau dalam
singkat kata pada masa awal perkembangan Islam, salah satu aktifitas
ekonomi yang akan disoroti disini adalah tentang bagaimana pengawasan
pasar yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan dan diatur dalam intervensi
pemerintah kedalam kelembagaan.
34
Pasar adalah sebuah tempat yang berjalannya mekanisme pertukaran
barang dan jasa yang alamiah dan kegiatan ini memang telah dilakukan
seiring perkembangan peradaban manusia itu sendiri dan pasar ini tidak lepas
dari fungsi awalnya yaitu bagaimana semua kegiatan ekonomi berpusat di
tempat ini yang khususnya dalam pertukaran barang atau jual beli, dan jual
beli ini pun merupakan sendi yang penting dalam Islam bahkan dapat kita
lihat dan telaah sendiri bagaimana Islam menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba yang telah tertuang dalam Surat Al-Baqarah ayat: 275
yang dimana Allah berfirman sebagai berikut:
با ال یق ومون إال كما یقوم الذي یتخبطھ الشیطان من المس الذین یأكلون الربا فمن جاءه م الر البیع وحر با وأحل هللا ذلك بأنھم قالوا إنما البیع مثل الر
ومن عاد فأولئك أصحاب موعظة من ربھ فانتھى فلھ ما سلف و أمره إلى هللا)/275:2. (البقرة النار ھم فیھا خالدون
Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapatberdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukkan syaithanlantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalahdisebabkan mereka berpendapat bahwa sesungguhnya jual beli itu samaseperti riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba, orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, laluterus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telahdiambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan) dan urusannya terserahkepada Allah. Orang yang mengambil riba, maka orang itu adalah penghunineraka, mereka kekal di dalamnya. (Surat Al-baqarah:275)
Pentingnya pasar seperti yang telah dikemukakan diatas adalah sebagai
wadah aktifitas tempat jual beli yang tidak hanya dilihat fungsinya secara
fisik, namun aturan dan norma dan yang terkait masalah pasar yang memang
harus ditinjau kembali. Aturan yang memang telah dikatakan bahwa yang
35
dilarang adalah Riba dan yang diperbolehkan adalah Jual Beli tidak hanya
semata-mata bahwa semua transaksi jual beli ini diperbolehkan secara
keseluruhan, namun ada bagian-bagian dan tipe-tipe jual beli yang dilarang
karena melanggar hak pembeli, begitu juga dengan penjual, pelanggaran ini
jika dibiarkan dan terus dilakukan tanpa adanya pengawasan akan terus
banyak merugikan, dan pasar adalah salah satu tempat banyak kecurangan itu
terjadi, oleh karenannya pemerintah selaku pemimpin yang bisa mengatur
urusan untuk kemaslahatan para rakyatnya harus ikut campur dalam
pembinaan dengan pembentukan lembaga pengawas pasar.
Lembaga ini sudah dibentuk pada zaman Rasulullah yang biasa kita
kenal dengan “Wilâyat Hisbah”, lembaga ini sudah ada semenjak zaman
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salaam, kemudian diteruskan pada zaman
khalifah al-Rāsyidīn (Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan, dan Ali bin Abi Talib). Keberadaan Wilâyat Hisbah yang selanjutnya
disebut dengan Hisbah, tetap berlanjut sampai pada masa Bani Umayyah dan
Bani Abbasiyah. Mereka menjaga agar amar ma`rûf dan nahy munkar tetap
terjaga di muka bumi ini. Mereka mengelilingi pasar, menelusuri jalan-jalan
umum, untuk memberi ganjaran orang-orang yang membuat kemungkaran,
baik dari aspek aqidah, sosial, politik, maupun ekonomi. Mungkin istilah yang
kita kenal sekarang adalah dengan Polisi namun bisa dikatakan dengan Polisi
Syariah yang melaksankan SiDak (Inspeksi Dadakan). Selengkapnya, penulis
mencoba menguraikan pertumbuhan dan perkembangan dengan membaginya
36
kepada empat masa, yaitu masa Rasulullah Shallallahu.alaihi wa Salaam,
masa khulafả’ al-rasyidin, Bani Umayyah, dan Bani Abbasiyyah.
a) Masa Rasulullah saw.
Pada masa Rasulullah saw., seperti yang telah dikutip dalam
sebuah artikel oleh saudara Novrizal dari kitab al-Hisbah fî al-Islam aw
Wazî fah al-Hukûmah al-Islâmiyah, bahwa Wilâyat Hisbah belum terbentuk
menjadi sebuah lembaga, yang ada hanyalah praktek-praktek penegakan
al-Amru bi al-ma`rûf wa nahy an al-munkar yang dilakukan sendiri oleh
Rasulullah saw. Hal ini terlihat pada saat Rasulullah saw. berjalan-jalan di
pasar Madinah. Ketika itu Rasulullah saw. melewati sederetan penjual
makanan, tiba-tiba Rasulullah saw. memasukkan tangannya ke dalam
gundukan gandum, lalu tangan Rasulullah saw. menemukan bagian yang
basah. Rasulullah saw. menanyakan kepada penjual gandum tersebut
kenapa gandumnya basah. Pedagang itu menjawab bahwa gandumnya
ditimpa hujan. Selanjutnya Rasulullah saw. Berkata: “bahwa siapa yang
menipu maka ia tidak termasuk dari golongan umatnya”.1
Berdasarkan hadis tersebut terlihat bahwa kegiatan Rasulullah
saw. yang selalu keliling mengawasi pasar Madinah tersebut merupakan
upaya beliau untuk mengontrol kegiatan perekonomian di pasar. Jangan
sampai terjadi perlakuan yang menyimpang dari syari’at Islam di pasar
1 Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah, al-Hisbah fî al-Islam aw Wazî fah al-Hukûmah al-Islâmiyah [selanjutnya disebut: al-Hisbah] (T.th Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), h. 16.
37
tersebut. Nah, apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. tersebut
merupakan cikal bakal lahirnya wilâyat al-Hisbah pada periode
selanjutnya. Dan disini lah Rasulullah menjadi seorang inisiator dalam
lahirnya lembaga Wilâyat Hisbah kelak nanti.
Rasulullah pernah menumpahkan tumpukan khamar penduduk
Ja’ranah yang sedang memperdagangkan khamar.2 Ini merupakan
tindakan tegas Rasulullah saw. untuk mencegah masyarakat dari
kebiasaan mabuk-mabukan. Tindakan Rasulullah saw. tersebut yang
dianggap sebagai upaya Hisbah. Dalam hadis lain dijelaskan bahwa
seorang laki-laki memperdagangkan harta anak yatim yang dibelikannya
kepada khamar. Lalu Rasulullah saw. memerintahkan agar menumpahkan
khamar tersebut. Laki-laki itu mengatakan bahwa modal dagangan itu
berasal dari harta anak yatim. Akan tetapi Rasulullah saw. tetap
memerintahkan agar menumpahkannya meskipun modalnya dari harta
anak yatim. Kemudian khamar itu ditumpahkan, selengkapnya hadis
tersebut berbunyi:
ثنا المعتمر بن س ثنا حمید بن مسعدة حد ث لیمان قال سمعت لیثاحد یحد إني اشتریت عن یحیى بن عباد عن أنس عن أبي طلحة أنھ قال یا نبي هللا
نان. (رواه ال رمذي) تخمرا ألیتام في حجري قال أھرق الخمر واكسر الدArtinya: “Diriwayatkan dari Humaid bin Mas`adah, dari al-Mu`tamir
bin Sulaiman berkata: Saya mendengar Laits berkata dari Yahya binAbbad dari Anas dari ◌ Abū Thalhah Bahwa dia berkata: Wahai NabiAllah! Saya telah membeli khamr dari harta anak yatim yang beradai di
2 ◌Abû Ubaid al-Qasim bin Salam, Kitab al-Amwâl (T.th., Mesir: Dar al-Fikr), h. 133.
38
bawah lindunganku. Rasulullah saw. bersabda: Curahkanlah danpecahkan wadahnya. (HR. al-Tirmiźi)”3
Pada awal pemerintahan Islam di Madinah, tugas Hisbah ini masih
diemban langsung oleh Rasulullah saw, akan tetapi pada masa-masa
berikutnya, setelah penaklukkan kota Mekkah, seiring dengan semakin
luasnya wilayah kekuasaan Islam, tugas Hisbah untuk mengawasi pasar
beliau delegasikan sahabatnya. Seperti: Untuk pengawasan pasar
Madinah beliau delegasikan kepada Umar bin al-Khattab. Sedangkan
untuk mengawasi pasar Mekkah beliau delegasikan kepada Sa`ad bin
Said bin Ash. Selain pengawasan terhadap pasar tersebut, Rasulullah juga
pernah menyuruh Ali bin Abi Tâlib untuk menghancurkan seluruh
berhala serta bangunan kuburan di Madinah.4
Berdasarkan uraian di atas dapatlah dipahami, bahwa penerapan
Hisbah pada masa Rasulullah saw. ini masih dipegang langsung oleh
Rasul sebagai kepala negara. Beliau juga menugaskan sahabatnya untuk
melaksanakan Hisbah dalam rangka pembelajaran bagi masa selanjutnya.
b) Masa Khulafâ al-Rasyidin
Pada awal pemerintahan khalifah, yaitu pada masa Abû Bakar al-
Shiddiq, wewenang Hisbah dipegang langsung oleh khalifah (Abû
Bakar). Bentuk pelaksanaan Hisbah yang dilakukan oleh Abū Bakar al-
3 Abû Isya Muhammad bin Isya bin Sawrah al-Tirmidzi [selanjutnya disebut: Tirmidzi], Al-Jâmi’ al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000),Cet. Ke-1, Jilid 2, h. 309.
4 Muhammad Abd al-Rahman al-Bakr, Al-Sultah Al-qadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah al-Qâdhi(Kairo: Al-Zukhra’ li A`lām al-Arabī, 1998), Cet. Ke-1, h. 49.
39
Shiddiq adalah: Ia terjun langsung memerangi orang-orang yang murtad,
nabi palsu, dan orang-orang yang enggan membayar zakat.5 Meskipun
demikian, ◌ Abū Bakar juga pernah mendelegasikan wewenang Hisbah
kepada Umar bin al-Khattab.
Setelah masa pemerintahan Abû Bakar al-Shiddiq berakhir dan
dilanjutkan oleh Umar bin al-Khattab. Kekuasaan Hisbah masih dipegang
langsung oleh khalifah. Hal ini bisa dilihat ketika Umar bin al-Khattab
sedang mengawasi pasar Madinah. Tiba-tiba beliau melihat seorang
pemilik kuda yang menaruh beban di punggung kudanya melebih beban
yang sesuai dengan kemampuan kuda tersebut. Perilaku pemilik kuda
yang sangat buruk terhadap kudanya tersebut langsung ditegur oleh Umar
bin al-Khattab, seraya berkata: “Engkau bebani kudamu dengan beban
yang sangat berat, yang tidak sanggup dibawanya”.6
Kemudian Umar bin al-Khattab juga pernah menegur penjual susu
yang mencampur susu dengan air untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih banyak. Setelah itu Umar bin al-Khattab menyuruhnya
menumpahkah susu yang telah dicampur air tersebut.7 Ia juga merobek
baju sutra yang dipakai oleh Ibnu Zubair.8 Selanjutnya sikap tegas Umar
5 Jalāluddin al-Sayūti, Tārikh Khulafâ’ al-Rasyidin (T.th., Beirut: Dar al-Fikr), h. 67 – 71.6 Hasan Ibrahim Hasan, Al-Nuzmu al-Islâmiyah (Kairo: Mathba’ah Lajnah al-Ta’lif wa al-
Tarjamah wa al-Nasyr, 1953), h. 73, lihat juga Muhammad Abd al-Rahman al-Bakr, Al-Sultah al-qadhâ’iyah wa al-Syakhsiyah al-Qâdhi., h. 540.
7 Taimiyah, Al-Hisbah, h. 22.8 Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyah [selanjutnya disebut: Taimiyah, Majmu`ah al-
Fatâwâ [selanjutnya disebut: al-Fatâwâ] (T.t., Dar al-Wafa’, 2001), Jilid, 28, h. 67.
40
bin al-Khattab terlihat ketika ia memerintahkan Muhtasib untuk
membakar kedai-kedai (al-Hanut) yang memperjualbelikan khamar.
Sikap tegas ini beliau lakukan sebagai sebuah tindakan preventif agar
masyarakat terhindar dari meminum khamar yang sudah diharamkan
secara tegas dalam syari’at Islam. Di samping itu, Umar juga pernah
memukul pedagang-pedagang yang berjualan di sepanjang jalanan umum
yang mengakibatkan terganggunya orang yang ingin melewati jalan
umum tersebut.
Untuk menjamin terjadinya persaingan sehat di pasar, Umar bin al-
Khattab juga pernah menegur Hatib bin Balta`ah yang menjual anggur di
bawah harga normal, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Malik
berikut ini:
ثني عن مالك عن یونس بن یوسف عن سعید بن المسیب أن عمر بن حدوق فقال لھ عمر الخطاب مر بحاطب بن أبي بلتعة وھو یبیع زبیبا لھ بالس
ا أن ترف عر وإم ا أن تزید في الس 9ع من سوقنا. (رواه مالك)بن الخطاب إم
Artinya: “Diriwayatkan dari Malik dari Yunus bin Yusuf dari Saidal-Musayyab: “Bahwa Umar bin al-Khattab melewati Hatib bin Balta’ahketika ia sedang menjual buah anggur kering (kismis) miliknya di pasar.Lalu Umar bin al-Khattab mengatakan kepadanya: “Kamu pilih untukmenaikkan harga atau kamu menariknya dari pasar kami. (HR. Malik)
Dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, maka semakin
bertambah pula pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang khalifah.
Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan Abû Bakar
9 Imam Malik bin Anas [selanjutnya disebut: Malik], Al-Muwaţţa` (T.t., Beirut: Al-Maktabahal-Taufiqiyah), Juz 1, h. 127.
41
al-Shiddiq, Umar bin Khattab juga mendelegasikan wewenang wilāyah
Hisbah kepada beberapa orang sahabatnya, antara lain: Said bin Yazid,
Abdullah bin Utbah, dan termasuk seorang wanita yang bernama Umm
al-Syifa’. Umm al-Syifa’ ini khusus ditugaskan untuk mengawasi pasar
Madinah.
Berdasarkan catatan para ulama, pada masa pemerintahan Umar
ibn al-Khaţţab inilah untuk pertama kalinya pembagian secara jelas
wewenang dari peradilan, yaitu antara Wilâyat Al-qadhâ`, Wilâyat al-
mazalim, dan Wilāyat Hisbah.10
Setelah Umar bin al-Khattab meninggal dunia dan digantikan oleh
Utsman bin Affan penerapan Hisbah di pasar Madinah tetap dilakukan.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Umar bin Khattab, Utsman tidak
terjun langsung untuk menerapkan Hisbah tersebut. Akan tetapi beliau
menugaskan seseorang laki-laki dari Bani Lais yang bernama al-Hāris Ibn
al-Hakkam untuk mengawasi pasar Madinah. Ketika itu pasar Madinah
sering terjadi kekacauan-kekacauan serta praktek-praktek jual beli yang
mengandung unsur kecurangan dan kebatilan. Meskipun demikian Usman
bin Affan pernah membakar mushaf-mushaf yang berbeda dengan mushaf
milik Imam.11
10 Muhammad Salam Mażkur, Al-qadhâ` fi al-Islām (T.t., Kairo: Dar al-Nadwah al-Arabiyah), h. 148.
11 Taimiyah, Al-Fatâwâ, h. 65.
42
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, pelaksanaan Hisbah
tetap berada langsung di bawah kendali khalifah. Namun tidak beberapa
lama setelah itu beliau mengangkat al-Jamrah sebagai Muhtasib yang
bertugas di daerah Ahwaz. Tugas ini dilaksanakan oleh al-Jamrah sampai
pada masa awal Bani Umayyah. Keberadaan Hisbah pada masa Ali bin
Abi Thalib ini bisa dilihat dari perbuatan Ali bin Abi Thalib yang
menyuruh Muhtasib membubarkan tempat-tempat penjualan khamar.
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa Wilâyat Hisbah pada
periode khulafa` al-rasyidin sudah diterapkan di pasar-pasar. Namun
belum menjadi sebuah lembaga seperti yang ada pada masa-masa
berikutnya, yaitu pada Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Wilāyat
Hisbah pada periode khulafa’ al-rasyidin ini masih dipegang langsung
oleh khalifah dan sesekali juga didelegasikan kepada seseorang yang
dianggap kredibel untuk melaksanakannya.
c) Masa Bani Umayyah
Pada masa pemerintahan Bani Umayyah ini, Muhtasib masih
diangkat dan diberhentikan oleh khalifah. Sebagaimana Muawiyah
mengangkat Qais bin Hamzah al-Mahdany sebagai Muhtasib. Namun
kemudian dia dipecat oleh Muawiyah karena melakukan penyelewengan-
43
penyelewengan. Setelah memecat Qais bin Ĥamzah, Muawiyah
menggantinya dengan Jamal bin Umarah al-Uzr.12
Pada masa ini, dalam pelaksanaan tugasnya, Muhtasib tidak lagi
dicampuri oleh khalifah. Fungsi khalifah hanya menetapkan peraturan
pelaksanaannya saja. Sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Abd al-
Aziz, ia telah membuat aturan takaran dan timbangan untuk melindungi
kepentingan masyarakat.13
Sementara istilah Sāhib al-sūq (صاحب السوق) lebih akrab di
telinga orang Andalusia dibandingkan dengan Wilāyah Hisbah. Istilah itu
digunakan, karena kewenangannya yang paling banyak terkait dengan
membimbing dan mengawasi pasar. Al-Maqr membatasi batas wilayah
bagi pelaksanaan Hisbah hanya di Andalusia saja. Petunjuk pelaksanaan
dan petunjuk teknis Hisbah diuraikan dan dirinci dengan baik, hingga
harga barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dibatasi, kemaslahatan
para pembeli sangat diperhatikan. Aturan yang diuraikan secara rinci
tersebut adalah tentang permasalahan jual beli.
Keberadaan Wilâyât al-Hisbah pada masa Bani Umayyah ini
sudah menjadi lembaga tersendiri. Hal ini sebagaimana diungkapkan
dalam kitab Târikh al-Daulah al-Arabiyah, yaitu pada masa pemerintahan
12 Ibn Hasan Aqi ibn al-walid al-Syaiban ibn Katsīr, Al-Kâmil fi al-Târikh (T.th., Beirut: Dar-al-Shadan), Juz 4, h. 11.
13 Hasan Ibrahim Hasan, Tārikh al-Islam; al-Siyâsy wa al-Dîny wa al-Saqafy wa al-Ijtihâdy(T.th., Kairo: al-Nadwah al-Hashriyah), Jilid 1, h. 489.
44
Bani Umayyah peradilan dibagi kepada dua bagian yaitu peradilan
syari’ah yang hukum-hukumnya bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah,
Ijma’ dan Qiyas serta wilāyah Hisbah yang sebagian dari peraturan-
peraturannya bersumber dariijtiĥad para ulama.14
Ketentuan pelembagaan Hisbah ini pada masa Bani Umayyah
juga diperkuat oleh Joseph Schacht dalam bukunya “an Introduction to
Islamic Law”. Menurutnya lembaga ini diadopsi dari lembaga peradilan
yang ada pada kerajaan Byzantium. Di mana lembaga ini merupakan
bagian dari peradilan yang diberi nama Agoronomos dan dalam bahasa
Arab disebut âmil al-sûq (عامل السوق) atau Sâhib al-sûq. Maksudnya
adalah lembaga pengawas pasar.15
Tesis Joeseph Schacht tersebut ada benarnya dari satu sisi dan
tidak sepenuhnya benar pada sisi yang lain. Dari aspek kelembagaan,
pendapat Joeseph Schacht dapat diterima, namun dari aspek materi
Hisbah itu sendiri tidak tepat dikatakan kalau Wilâyât al-Hisbah diadopsi
dari Byzantium. Meskipun kerajaan Byzantium memiliki “spektor of
market” tetapi tidak sama dengan Wilâyat Hisbah dalam sistem peradilan
Islam. Hal tersebut akan terlihat secara jelas bila menelusuri kewenangan
masing-masing lembaga. Spektor of market pada kerajaan Byzantium
hanya bertugas sebagai pengumpul bayaran wajib para pedagang
14 Abd al-Aziz Salim, Târikh Daulah Arabiyah (Iskandariyah: Muassasah Sabab al-Jami’ah,1997), h. 381.
15 Joeseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (T.th., Oxford: Clarendon Press), h. 25.
45
(collective obligation) atau pajak penjualan. Berbeda halnya dengan
Wilâyat Hisbah, lembaga ini tidak menarik pajak penjualan dari
pedagang, melainkan mengawasi mekanisme pasar supaya berjalan sesuai
dengan tuntunan syari’at. Di samping itu, dari segi sejarah berdirinya pun,
lebih mempertegas lagi bahwa adanya Wilâyat Hisbah merupakan produk
Islam. Karena pada masa Rasulullah saw. gambaran tentang tugas ini
sudah ada, walaupun belum menjadi sebuah lembaga khusus sebagaimana
yang terdapat pada masa-masa sesudahnya.
Kewenangan Wilâyat al-Hisbah pada masa Bani Umayyah,
sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Jalal Syarif dan Ali Abd al-
Mu’ţy Muhammad, adalah menindak pelanggaran-pelanggaran hukum
syara’ secara segera, mengatur pasar, mengecek timbangan, takaran
dalam pasar, dan lain sebagainya. Bahkan, antara Wilāyat al-Hisbah dan
Wilâyat Al-qadhâ` saling berkaitan.16
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa Hisbah pada masa ini
sudah menjadi lembaga khusus dari lembaga peradilan yang ada. Akan
tetapi pengangkatan dan pemberhentian Muhtasib masih menjadi
wewenang khalifah. Kewenangan Muhtasib tetap mengatur dan
mengontrol pasar-pasar dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai
16 Muhammad Jalal Syarif dan Ali Abd al-Mu’thy Muhammad, Al-Fikr al-Siyâsy fi al-Islam;Syakhsiyah wa Madzâhib (Iskandariyah: Dar al-Jami’ah al-Mishriyah, 1978), h. 158.
46
dengan syari’at Islam. Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis bagi
pelaksanaan Hisbah sudah disusun dengan baik.
d) Masa Bani Abbasiyyah
Pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, Wilâyat Hisbah
sudah terlaksana dengan baik. Lembaga ini berada di bawah lembaga
peradilan dan berfungsi untuk memperkecil timbulnya perkara-perkara
peradilan yang harus diselesaikan oleh Wilâyat Al-qadhâ`. Hal ini
dijelaskan oleh Joeseph Schacht, bahwa pada saat ketika hakim-hakim
peradilan menghadapi perkara yang semakin banyak, ada keharusan
untuk mengadakan akomodasi dengan Muhtasib. Menurutnya lembaga ini
dilanjutkan oleh Islam sebagai perpanjangan tangan dari kerajaan
Byzantium.
Lebih lanjut Joeseph Schacht menjelaskan bahwa periode awal
Abbasiyah tetap mempertahan fungsi ini dengan meng-Islamisasikannya,
seperti penghentian pengumpulan pajak jual beli, menyuruh berbuat baik
dan melarang berbuat mungkar, memperteguh sikap dan moral yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Pada masa pemerintahan khalifah al-Ma’mun Wilâyat Hisbah
sudah terkoordinir dengan baik. Dengan mengemban tugas seperti
pemeliharaan pasar, menertibkan dan mewujudkan kemaslahatan dalam
jual beli. Keberadaan Hisbah sangat urgen sekali, karena selain berfungsi
sebagai pengatur pasar juga pemeliharaan pasar dari masuknya bahan-
47
bahan makanan yang merusak masyarakat, melarang penipuan dalam
bidang perdagangan, timbangan, takaran, menertibkan kegiatan para
pedagang yang terlalu rakus dalam mengumpulkan keuntungan diri
sendiri dengan cara melakukan ihtikar.17
Adapun tugas Muhtasib adalah melakukan inspeksi ke pasar-pasar
sambil membawa timbangan dan takaran yang sah agar mereka dapat
mengecek timbangan para pedagang dengan timbangan mereka, demikian
juga takaran para penjual akan dibandingkan dengan takaran yang mereka
bawa sebagai pedoman.
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah ini, Muhtasib dipilih
oleh para qâdhi dengan ketentuan bahwa orang tersebut mempunyai sifat
iffah, jujur, dan terpercaya. Antara qâdhi dan Muhtasib saling bekerja
sama. Dalam melaksanakan tugasnya, Muhtasib kadang-kadang dikawal
oleh Sahib al-syurtah ( لشرطةصاحب ا ) mungkin sekarang bisa kita lebih
kenal dengan petugas pengaman atau semacam polisi, agar masyarakat
lebih berhati-hati dan tetap menjalankan hukum-hukum syari’at.
Berdasarkan penjelasan yang telah penulis paparkan dapatlah
dipahami bahwa Wilâyat Hisbah pada masa Bani Abbasiyah ini, sudah
menjadi lembaga secara mandiri, sebagaimana lembaga-lembaga
pemerintahan lainnya. Secara struktural, Wilâyat al-Hisbah berada di
17 Ali Muhammad Radly, Asr al-Islam al-Dzahabi al-Ma’mun (T.th., Mesir: Dar al-Fikr), h.143.
48
bawah kewenangan Wilâyât al-qâdhi. Dengan begitu, pengangkatan dan
pemberhentian Muhtasib juga dilakukan oleh al-qâdhi. Daerah
kewenangan Wilâyât al-Hisbah ini adalah di lingkungan pasar untuk
mengatur para penjual dan pembeli agar tidak melakukan perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik yang terkait dengan jual beli,
ibadah, dan akhlak, maupun yang terkait dengan penertiban-penertiban
pasar.
Hisbah tetap bertahan pada sebagian besar dunia Islam, sampai
sekitar awal abad 18. Selama periode Dinasti Mamluk, lembaga ini
mempunyai peranan yang sangat penting, hal ini dibuktikan dengan hasil
positif yang telah dicapai selama periode ini, yaitu sedikitnya perkara
yang sampai ke meja hakim karena sudah bisa di tanggulangi oleh al-
Muhtasib. Di Mesir, institusi ini tetap bertahan sampai masa
pemerintahan Muhammad Ali (1805 – 1849). Di Maroko, lembaga serupa
masih ditemukan sampai awal abad ke-20. Di Romawi Timur, yang telah
melakukan kontak dengan dunia Islam melalui perang Salib, telah
mengadopsi lembaga ini, tetapi mereka menamainya dengan istilah
mathessep yang berasal dari istilah Muhtasib.18
Seiring perkembangan ekonomi yang begitu pesat maka lembaga
inipun menyesuaikan, yang mana bukan hanya pengembangan
perdagangan saja, ada dari segi industry pun menjadi salah satu fokusnya
18 A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah h. 238.
49
lembaga tersebut. Ketika Dinasti Mamluk, ada empat orang yang
diangkat menjadi Muhtasib yang tersebar di empat kota, antara lain,
Kairo, Fustat, Mesir Hilir dan Alexandria. Setiap Muhtasib bertanggung
jawab atas seluruh kegiatan pasar yang ada di bawah wilayah
yurisdiksinya. Muhtasib di Kairo memiliki peran tertinggi atau
kedudukan yang setara dengan menteri keuangan.19
2. Pengertian Hisbah
Wilâyât al-Hisbah (والیة الحسبة) secara etimologi terdiri dari dua suku
kata, yaitu wilâyâh (والیة) dan Hisbah .(الحسبة) Wilâyat berarti kekuasaan,
dan kewenangan.20 Sedangkan Hisbah (الحسبة) berasal dari akar kata ( –حسب
حساب–یحسب ) yang berarti menghitung (reckoning, computing), kalkulasi,
berpikir (thinking) memberikan opini, pandangan, dan lain-lain. Sementara
Hisbah ( حسبةال ) itu sendiri berarti imbalan, pengujian, melakukan suatu
perbuatan baik dengan penuh perhitungan.21 Dengan demikian, secara
19 A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah h. 236.20 AW. Munawir, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap (Yogyakarta: al-
Munawwir, 1984), h. 919.21 Muhammad Fuad Abd al-Bâqy, Al-Mu`jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur’an (Kairo: Dar al-
Hadis, 1987), h. 200-2001. Dalam al-Qur’an, kata-kataحسب dalam bentuk masdar muncul sebanyak 11kali, yaitu dalam surat al-Taubah: 60, 69, dan 130, al-Zumar: 38, al-Anfal: 63 dan 64, al-Thalaq: 3, al-Baqarah: 206, Ali Imran: 173, al-Maidah: 107, dan al-Mujadalah: 8. Sedangkan dalam bentuk fiilmadhi muncul sebanyak 13 kali baik dalam bentuk mufrad maupun jama’ yaitu dalam surat al-Kahfi: 9dan 30, al-Ankabut: 2 dan 4, al-Jasiyah: 20, Muhammad: 29, al-Maidah: 74, al-Baqarah: 214, AliImran: 142, al-Taubah: 17, al-Mu’minun: 116, al-Naml: 44, dan al-Dahr: 19. Sedangkan dalam bentukfiil mudhari` muncul sebanyak 31 kali yang mengandung makna mengira dan menyangka, yaitu dalamsurat al-Humazah: 3, al-Qiyamah: 3 dan 36, al-Balad: 5 dan 7, Ali Imran: 78, 169, 178, 180, dan 188,al-Anfal: 60, al-Furqan: 44, Ibrahim: 42 dan 47, al-Nur: 11, 15, 39 dan 57, al-A’raf: 29, al-Zukhruf: 37dan 80, al-Kahfi: 18 dan 105, al-Mu’minun: 56, al-Ahzab: 20, al-Mujadalah: 18, al-Munafiqun: 4, al-
50
harfiyah dapatlah dikatakan bahwa Hisbah itu adalah kewenangan melakukan
suatu perbuatan baik dengan penuh perhitungan.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi Wilâyât al-Hisbah yang
dikemukakan oleh para ulama’ sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini:
a. Imam al-Mawardi22
23الحسبة ھي أمر بالمعروف، إذا ظھر تركھ، ونھي عن المنكر إذا ظھر فعلھ.
“Hisbah merupakan wewenang untuk menjalankan amar ma`rūfketika yang ma`rūf itu sudah jelas-jelas ditinggalkan orang dan mencegahyang mungkar ketika sudah terang-terang dikerjakan orang”.
Definisi dengan redaksi yang sama dikemukakan juga oleh ◌ Abû
Ya`la Muhammad bin al-Husain al-Fara`24 dalam kitabnya Al-Ahkam al-
Sultâniyah.25
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa suatu perkara
akan menjadi wewenang Hisbah apabila yang ma`rûf ditinggalkan orang
secara terang-terangan dan kemungkaran juga dilakukan secara terang-
Baqarah: 273, al-Naml: 88, al-Hasyr: 14. Sedangkan kata-kata yang muncul dalam bentuk lain yangberawalan dan berakhiran dari akar kata-kata حسب secara keseluruah muncul sebanyak 106 kali.
22 Al-Mawardi dilahirkan di Bashra tahun 356 H/975 M dan meninggal dunia di Baghdadtahun 450 H/1058 M). Nama lengkapnya adalah ◌ Abû Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi. Ia seorang pejabat besar yang berpengaruh besar dalam pemerintahan Abbasiyah. Iamempertahankan sistem politik Islam di tengah semakin menurunnya supremasi politik DinastiAbbasiyah. Sebelumnya sejak abad ke-8 hingga ke-10, Dinasti Abbasiyah memiliki supremasi politikyang tinggi, Lihat Abdul Aziz Dahlan (ed),Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru VanHoeve, 1997), Jilid 4, h. 1161.
23 Al-Mawardi, Al-Ahkâm al-Sultâniyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah (T.th., Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah), h. 299.
24 Nama lengkapnya adalah Muhammad bin al-Husain bin Muhammad bin Khalaf bin Ahmadbin al-Faraa` Abû Ya`la. Dia adalah seorang ulama yang terkemuka pada zamannya. Ia dilahirkan padatanggal 29 atau tanggal 28 pada dini hari bulan Muharram pada tahun 380 H dan minggal dunia padamalam Senin bertepatan dengan tanggal 19 Ramadhan tahun 458 H. Lihat Abû Ya’lâ Muhammad binal-Husain al-Fara`[selanjutnya disebut: Ya`la], Al-Ahkâm al-Sultâniyah (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), h.14 dan 19.
25 Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultâniyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah, h.320.
51
terangan, seperti orang yang makan dan minum pada bulan Ramadan di
tempat umum serta orang yang meminum minuman keras ditempat umum.
Dengan demikian, dapat juga dipahami bahwa apabila yang ma`rûf
ditinggalkan orang secara sembunyi-sembunyi/tidak terang-terangan dan
kemungkaran juga dilakukan secara sembunyi-sembunyi/tidak secara
nyata, maka tidak lagi menjadi wewenang Wilâyât al-Hisbah, melainkan
menjadi wewenang peradilan biasa atau Wilâyât al-Qadhâ` .(والیة القضاء26)
b. Ibnu Taimiyah27
Ibnu Taimiyah tidak menjabarkan secara langsung apa yang
dimaksud dengan Wilâyât al-Hisbah, meskipun demikian, dapat
dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan institusi Hisbah olehnya
adalah:
ا المحتسب: فلھ األمر بالمعروف والنھي عن المنكر مما لیس من وأمیوان و 28نحوھم.خصائص الوالة والقضاة ، وأھل الد
“Adapun yang dimaksud dengan Muhtasib adalah yang diberiwewenang untuk menjalankan amar ma`rûf dan mencegah yang mungkar,tidak termasuk wewenang peradilan, pejabat administrasi dan sejenisnya”.
26 Wilâyât Al-qadhâ` ialah lembaga peradilan dengan kekuasaan menyelesaikan berbagaikasus, disebut juga dengan peradilan biasa. Lihat Muhammad Abd al-Rahman al-Bakr, Al-Sulţāh Al-qadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah al-Qâdhi (Kairo: Al-Zukhra’ li A`lām al-Arabī, 1998), Cet. Ke-1, h. 49.
27 Ibnu Taimiyah adalah seorang ulama yang ahli tafsir, hadis, dan fikih. Nama lengkapnyaTaqiyuddin ◌ Abû Abbas Ahmad bin Abd al-Salam bin Taimiyah. Lahir di Harran, Turki, pada tanggal10 Rabi’u al-awal 661 H/ 22 Januari 1263 dan meninggal dunia di Damaskus pada tanggal 20 DzulQai’dah tahun 728 H/26 September 1328. Ia hidup ketika di dunia Islam tengah terjadi pergolakansosial, politi, serta mengalami kemunduran, baik karena perpecahan intern sesama dinasti Islamsendiri, maupun karena permusuhannya dengan bangsa Barat (Kristen) dan karena serbuan tentaraTartar (Mongol). Lihat Abdul Aziz Dahlan (ed), Jilid-2, h. 623. Lihat juga A.A. Islahi, KonsepsiEkonomi Ibnu Taimiyah, Penerjemah: Anshari Thayib, judul asli “Economic Concept of IbnTaimiyah” (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), Cet. Ke-1, h. 15.
28Ibnu Taimiyah, al-Hisbah, h. 16.
52
Berdasarkan pengertian inilah dapat ditangkap makna bahwa yang
dimaksud oleh Ibnu Taimiyah adalah sebuah institusi yaitu Wilâyât al-
Hisbah. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Hisbah menurutnya
adalah lembaga yang mempunyai wewenang untuk menjalankan amar
ma`rūfdan nahy an al-munkar selain dari wewenang peradilan, pejabat
administrasi dan yang sejenis dengan itu.
c. Ibnu Khaldun29
Menurut Ibnu Khaldūn Wilâyât al-Hisbah adalah:
أما الحسبة فھي وظیفة دینیة من باب األمر بالمعروف والنھي عن المنكر الذي ھو فرض على القائم بأمور المسلمین، یعین لذلك من یراه أھال لھ،
ویبحث عن المنكرات، فیتعین فرضھ علیھ، ویتخذ األعوان على ذلك،ویعزر ویؤدب على قدرھا، ویحمل الناس على المصالح العامة في
30المدینة.
“Hisbah ialah kewajiban keagamaan yang berkaitan denganmenyuruh berbuat baik dan melarang berbuat munkar yang merupakankewajiban pemerintah untuk menentukan (mengangkat) orang yangmelaksanakan tugas tersebut. Batas-batas kewenangannya ditentukan olehpemerintah demikian juga pembantunya untuk melaksanakan tugastersebut. Ia menyelidiki kemungkaran, menta’zir dan mendidik orang yangmelakukan kemungkaran tersebut dan membimbing masyarakat untukmemelihara kemaslahatan umum di perkotaan”.
29 Ibnu Khaldun memiliki nama asli, yaitu ◌ Abû Zaid Abd al-Rahman ibn Muhammad ibnKhaldun Wali al-Din al-Tunisi al-Hadrami. Ia lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan (732 H (7 Mei1332 M). Dia meninggal dunia pada tanggal 26 Ramadhan 808 H (16 Maret 1406 M).Ibnu Khaldundididik oleh keluarga yang terkemuka dalam ilmu pengetahuan maupun politik. Para kakeknya, BanuKhaldun, yang tertua Khaldun bin al-Khattab, pindah ke Andalusia (Spanyol) pada abad ke-18, dengandemikian dia menyaksikan pertumbuhan dan kemunduran kekuasaan Islam di Spanyol. Lihat FuadBaali dan Ali Wardi, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), Cet.Ke-1, h. 9-13.
30 Abd al-Rahman bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,1993), Cet. Ke-1, h. 176.
53
Pengertian yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun ini menerangkan
bahwa Hisbah di sini merupakan tugas-tugas dari Muhtasib yang ditunjuk
langsung oleh pemerintah dan bukannya kewajiban setiap muslim. Definisi
inilah yang mengindikasikan perlunya sebuah lembaga yang khusus
menangani pelanggaran terhadap al-amru bi al-ma`rûf wa nahy an al-
munkar.
Beradasarkan ketentuan ini dapatlah dibedakan antara personal
yang melaksanakan amar ma`ruf dan nahy munkar yang dikenal dengan
istilah al-mutatawwi’ 31(المتطوع) dengan sebuah lembaga khusus yang
menangani perkara tersebut.
d. Nicola Ziadeh, sebagaimana yang dikutip oleh A. A. Islahi,
mendefinisikan Hisbah sebagai “sebuah kantor atau lembaga yang
berfungsi untuk mengontrol pasar dan moral secara umum”.32
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Ziadeh ini terlihat
dengan jelas bahwa yang dimaksud dengan Hisbah olehnya adalah sebuah
lembaga yang mempunyai tugas khusus untuk mengawasi pasar.
Bila dilihat dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama’ di
atas ternyata tidak terdapat perbedaan yang mencolok dalam
31 Al-Mutaţawwi’ adalah orang yang melaksanakan al-amru bi al-ma`rûf wa nahy an al-munkar yang tidak mendapatkan ketetapan tugas tersebut dari penguasa. Ia tidak terikat dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika ia melalui tugas ini, ia tidak mendapat tindakan daripemerintah. Ia tidak berhak menerima pengaduan. Ia juga tidak berhak menyelidiki kemungkaran yangterjadi. Ia tidak memiliki pembantu dalam tugasnya. Ia tdak boleh memberikan ta’zir. Ia juga tidakmenadapatkan gaji tetap dari pemerintah. Lihat Al-Mawardi, h. 240.
32 Lihat A.A. Islahi, h. 236.
54
menyampaikan maksud dari Wilâyat al-Hisbah tersebut dalam hal al-amru
bi al-ma`rûf wa nahy an al-munkar. Namun terdapat perbedaan penekanan
terhadap aspek-aspek tertentu, seperti al-Mawardi mengungkapkan
wewenang Wilâyât al-Hisbah terhadap pelanggaran agama yang terang-
terangan, Ibnu Khaldūn menganggapnya sebagai kewajiban pemerintah,
dan Ibnu Taimiyah juga menganggapnya sebagai sebuah kewajiban
pemerintah di luar wewenang peradilan, serta Nicola Ziadeh yang lebih
menekankan kepada sebuah lembaga yang diberi wewenang khusus untuk
mengawasi pasar.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Wilâyât al-Hisbah
tersebut adalah suatu lembaga yang khusus menangani persoalan-persoalan
moral di tengah-tengah masyarakat, sehingga wewenangnya lebih luas dari
dua peradilan lainnya, yakni wilāyah Al-qadhâ` (peradilan biasa) dan
wilāyah al-maźālim (peradilan khusus kejahatan para penguasa dan
keluarganya).33
Hisbah adalah satu institusi yang sudah ada sejak zaman
pemerintahan Rasulullah S.A.W. di Madinah, walaupun pada waktu itu
nama Hisbah tidak dikenal secara resmi. Umpamanya, bagi mereka yang
bertugas mengawasi perjalanan perniagaan di pasar dikenal sebagai
‘Pengawas Pasar’ (Sâhib al-sûq) atau ‘Petugas di Pasar’ (al-âmil fi al-Sûq).
33 Wilâyah al-Mazâlim adalah lembaga peradilan yang menangani kasus kelaliman parapenguasa dan keluarganya terhadap hak-hak rakyat. Lihat Al-Mawardi, h. 242.
55
Keberadaan Wilâyât al-Hisbah ini diteruskan oleh pemerintahan Islam
selanjutnya dengan peranan yang lebih luas. Ada di antara pemerintah
menamainya dengan Hisbah, tetapi terdapat juga nama lain yang digunakan
sebagaimana nama-nama yang telah penulis sebutkan di atas. Biar apa pun
nama yang diberikan, Wilâyât al-Hisbah ini tetap eksis dalam pemerintahan
Islam karena ia adalah salah satu sendi utama pemerintahan Islam yang
berdiri dengan konsep al-amr bi al-ma`rûf wa al-nahy an al-munkar.
3. Dasar Hukum
Pada dasarnya dalam ajaran Islam, setiap muslim berkewajiban
melaksanakan amar ma`rūf dan nahy munkar. Namun dalam masalah-masalah
tersebut ada suatu badan yang secara khusus menanggulanginya. Dalam Islam
badan tersebut dikenal dengan sebutan Wilâyât al-Hisbah. Adapun dasar
hukum dibentuknya lembaga tersebut sangat banyak sekali terdapat dalam al-
Qur’an dan Sunnah, di antaranya firman Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat
104 berikut ini:
ة یدعون إلى الخیر ویأمرون بالمعروف وینھون عن المنكر ولتكن منكم أم)/104:3ال عمران(.وأولئك ھم المفلحون
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yangmenyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dariyang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran: 104)”
Kata (ولتكن) pada ayat di atas dalam bentuk perintah, sedangkan
hakikat perintah itu adalah mengacu kepada kewajiban, tetapi perintah di sini
menurut Ibnu Khaldun bukanlah merupakan fardhu ain, melainkan fardhu
56
kifayah. Dengan demikian jika telah dilakukan oleh seseorang maka gugurlah
kewajiban bagi kaum muslim yang lain.34
Quraish Shihab menafsirkan kata (منكم) pada ayat di atas dengan
sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat
mengingatkan. Kata (منكم) disesuaikan artinya dengan membandingkannya
dengan ayat lain pada surat al-Asr yang menilai semua manusia dalam
kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal shaleh serta saling
mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.35
Kalimat di atas juga menggunakan dua kata yang berbeda dalam
rangka perintah dakwah. Pertama (یدعون) “mengajak” dan kedua (یأمرون)
“memerintahkan”. Kata mengajak (یدعون) dikaitkan dengan ,(الخیر)
sedangkan perintah untuk tidak melakukan, yakni melarang (ینھون) dikaitkan
dengan Kata .(المنكر) (الخیر) adalah nilai universal yang diajarkan oleh al-
Qur’an dan Sunnah. Al-Khair menurut Rasulullah saw., sebagaimana yang
dikutip oleh Ibnu Kaśir adalah mengikuti al-Qur’an dan Sunnahku.36 Sedang
(المعروف) adalah sesuatu yang baik menurut pandangan umum satu
masyarakat selama sejalan dengan Adapun .(الخیر) (المنكر) adalah sesuatu
34 Abd al-Rahman bin Khaldun, h. 225-226.35 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), Cet. Ke-3, Jilid 2, h. 172-175.36 قرأ رسول هللا صلى هللا علیھ وسلم "ولتكن منكم أمة یدعون إلي الخیر" ثم قال "الخیر اتباع القرآن وسنتي" (رواه ابن
Lihat Abû . (مردویھ al-Fadâ’ al-Hâfiz Ibnu Katsir al-Damsyîqî, Tafsir Al-Qur’an al-Azîm (Beirut: Daral-Kutub al-Ilmiyah, 1999), Cet. Ke-1, Jilid 1, h. 372.
57
yang dinilai buruk oleh masyarakat serta bertentangan dengan nilai-nilai
Ilahi.37 Jadi urutan yang mesti dilakukan adalah mengajak kepada kebajikan,
kemudian memerintahkan kepada yang ma`rūf, dan mencegah dari
kemungkaran.
Demikian juga halnya firman Allah swt. dalam surat al-A’rāf ayat 157
yang berbunyi:
ي الذي یجدونھ مكتوبا عندھم في التوراة سول النبي األم الذین یتبعون الرنجیل یأمر م واإل ھم بالمعروف وینھاھم عن المنكر ویحل لھم الطیبات ویحر
علیھم الخبائث ویضع عنھم إصرھم واألغالل التي كانت علیھم فالذین آمنوا روه ونصروه واتبعوا الن ور الذي أنزل معھ أولئك ھم بھ وعز
) /157:7.(األعرافالمفلحون Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi
yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada disisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarangmereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi merekasegala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk danmembuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada padamereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya(Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-A’raf: 157)”
Surat al-A’râf ayat 157 di atas menegaskan bahwa orang yang
mengikuti Rasulullah saw. dan menyuruh mengerjakan yang ma`rūf dan
melarang dari kemungkaran, sebagai tugas Hisbah, adalah orang-orang yang
beruntung.
Ayat ini juga membantah anggapan orang-orang Yahudi pada masa
Nabi Muhammad saw. yang beranggapan bahwa mereka termasuk yang akan
37 M. Quraish Shihab, h. 175.
58
memperoleh janji Allah sebagaimana yang disebutkan pada ayat sebelum ini
(ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya yang menyebutkan bahwa
“rahmat Allah itu meliputi segala sesuatu”). Untuk meluruskan kekeliruan itu
ayat ini menegaskan bahwa, bukan kalian yang akan mendapat rahmat itu,
tetapi yang akan meraihnya adalah orang-orang yang terus menerus dan tekun
mengikuti Nabi Muhammad saw, yang merupakan Rasulullah saw. Nabi yang
ummi.38
Selanjutnya firman Allah swt. dalam surat Luqman ayat 17 yang
menyatakan:
الة وأمر بالمعروف وانھ عن المنكر واصبر على ما أصابك یا بني أقم الص)/17:31(لقمان.إن ذلك من عزم األمور
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkardan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yangdemikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (QS. Luqman:17)”
Surat Luqman ayat 17 menjelaskan tentang tiga amal yang diutamakan
yaitu: Mendirikan shalat dengan sempurna syarat, rukun, dan sunnah-
sunnahnya. Memerintahkan kepada yang ma`rūf dan mencegah dari
kemungkaran, serta sabar terhadap segala macam cobaan. Menyuruh
mengerjakan ma`rūf, mengandung pesan untuk mengerjakannya, karena
tidaklah wajar menyuruh sebelum diri sendiri mengerjakannya. Demikian juga
melarang kemungkaran, menuntut agar yang melarang terlebih dahulu
38 M. Quraish Shihab, h. 268-269.
59
mencegah dirinya. Memang, dalam melaksanakan tuntunan Allah akan
menghadapi banyak tantangan dan rintangan, karena itu ayat ini juga
mengajarkan untuk bersabar terhadap apa yang menimpa dalam melaksanakan
tugas menyuruh kepada yang ma`rûf dan mencegah dari kemungkaran.39
Ayat-ayat di atas, di samping menunjukkan kewajiban dakwah secara
umum, juga menjadi landasan bagi kewajiban suatu badan yang khusus dalam
tugas tersebut. Selain dari tiga ayat di atas masih terdapat ayat-ayat lain yang
menjadi dasar dari Wilâyat al-Hisbah ini, seperti surat Ali Imran ayat 110
yang mengungkapkan bahwa ada sebagian kecil dari Ahli Kitab yang beriman
dan melaksanakan amar ma`rūf dan nahy munkar, surat al-Maidah ayat 78 –
79 yang mengemukakan tentang laknat yang diberikan oleh Allah terhadap
Bani Isrâ’il dan orang kafir karena mereka membiarkan berlakunya perbuatan
mungkar di antara mereka. Kemudian Surat al-Taubah ayat 71 – 72 111 – 112
yang mengungkapkan orang-orang beriman akan mendapatkan rahmat Allah
swt. karena mereka melaksanakan amar ma`rûf dan nahy munkar, serta surat
al-Hâjj ayat 41 yang menyatakan bahwa Allah telah memberikan keteguhan
hati bagi orang yang melaksanakan amar ma`rûf dan nahy munkar.
Adapun dasar hukum dibentuknya Hisbah dari Sunnah dapat dilihat
dari hadis-hadis berikut ini:
د بن المثنى ثنا محم ثنا وكیع عن سفیان وحد ثنا أبو بكر بن أبي شیبة حد حدد ثنا محم ثنا شعبة كالھما عن قیس بن مسلم عن طارق بن حد بن جعفر حد
39 M. Quraish Shihab, h.136-137.
60
الة ل من بدأ بالخطبة یوم العید قبل الص شھاب وھذا حدیث أبي بكر قال أوالة ق بل الخطبة فقال قد ترك ما ھنالك فقال أبو مروان فقام إلیھ رجل فقال الص
علیھ وسلم یقول صلى هللا ا ھذا فقد قضى ما علیھ سمعت رسول هللا سعید أمع فبلسانھ فإن لم یستطع من رأى منكم منكرا فلیغي ره بیده فإن لم یستط
یمان. (رواه مسلم) 40فبقلبھ وذلك أضعف اإل
Artinya: “Dari Abū Bakar bin Abi Syaibah Waki’ menceritakankepada kami dari Abû Sufyan, Muhammad bin al-Matsani juga menceritakankepada kami, ◌ Abû Bakar bercerita kepada kami dari Muhammad bin Ja’fardari Syu’bah, kedua-duanya berkata hadis ini dari Qais bin Muslim dariThariq bin Syihab, ini adalah hadis dari ◌ Abû Bakar berkata, ia berkata:Orang yang pertama kali melakukan khutbah `ied sebelum shalat adalahMarwan, lalu seseorang berdiri dan berkata: Shalat `ied itu sebelum khutbah,lalu ia berkata: telah ditinggalkan apa yang telah ditetapkan. Maka Abû Saidberkata: Adapun hal ini telah ditetapkan, saya mendengar Rasulullah saw.bersabda: Barang siapa di antara kamu yang melihat suatu kemungkaran,maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya, jika ia tidak mampumencegahnya dengan tangannya, maka dengan perkataannya, jika ia tidakmampu mencegahnya dengan perkataannya, maka hendaklah ia mencegahnyadengan hatinya. Dan itulah yang selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)”
Penjelasan Yusuf al-Qaradhawi tentang hadis ini adalah bahwa hadis
tersebut menjadi dalil yang kuat untuk menetapkan adanya kewajiban setiap
muslim untuk melarang kemungkaran apabila ia melihatnya. Hal ini
didasarkan pada lafaz (من) yang terdapat dalam hadis tersebut merupakan
lafaz umum. Para ulama ushul berpendapat bahwa lafaz umum ini mencakup
setiap orang Islam yang melihat kemungkaran. Karena Rasulullah saw. tidak
menyisipkan lafaz istitsna’ (pengecualian) dalam hadis tersebut.41 Dengan
demikian kewajiban nahy munkar itu ada pada setiap orang. Meskipun
40 Imam ◌ Abû al-Husain Muslim bin al-Hujjâj al-Qusyairî al-Naisâbūrî, h. 69.41 Yusuf al-Qaradhawi, Min Fiqh al-Daulah fi al-Islam (Kairo: Dar al-Syuruq, 1997), h. 19.
61
kewajiban nahy munkar ada pada setiap orang namun kewenangan khusus dan
secara terlembaga dibebankan kepada Wilâyât al-Hisbah.
Selanjutnya hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Tamim:
ثنا عن ثنا سفیان قال قلت لسھیل إن عمرا حد د بن عباد المكي حد ثنا محم حدقال فقال سمعتھ من الذي القعقاع عن أبیك قال ورجوت أن یسقط عني رجال
ثنا سفیان عن سھیل عن عطاء بن ام ثم حد سمعھ منھ أبي كان صدیقا لھ بالشین الن علیھ وسلم قال الد اري أن النبي صلى هللا صیحة قلنا لمن یزید عن تمیم الد
42
Artinya: “Dari Muhammad bin Abbad al-Makkî, dari Sofyân, iaberkata: Saya berkata kepada Suĥail: Sesungguhnya Amar yang telahmenyampaikannya kepada kami, dari al-Qa`qa`, dari Bapakmu. Ia berkatasaya mengharapkan didatangkan kepadaku seseorang. Lalu ia berkata: Iaberkata saya mendengarnya dari apa-apa yang telah engkau dengarkan daribapakku yang telah menemaninya ketika berada di Syam, kemudian Sofyanmenyampaikan kepada kami dari Suhail dari Atha’ bin Yazid dari Tamim al-Daari, bahwa Nabi saw. bersabda: Agama itu adalah nasehat, kami berkatabagi siapa ya Rasulullah? Lalu Nabi menjawab: Bagi Allah, kitab-Nya,Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslim, dan umat-umatnya. (HR.Muslim)”
Berdasarkan hadis di atas dapatlah dipahami bahwa keberadaan agama
sebagai nasehat merupakan penuntun kepada kemaslahatan masyarakat. Hal
ini terdapat dalam lafaz (عامتھم) karena di dalam lafaz tersebut mengandung
bimbingan mereka terhadap kemaslahatan masyarakat untuk dunia dan
akherat. Cara yang dilakukan adalah menyuruh mereka berbuat baik dan
melarang mereka berbuat mungkar dan yang diberi wewenang secara
terstruktur adalah Wilâyât al-Hisbah.
42 Imam Abû al-Husain Muslim bin al-Hujjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, h.74.
62
Yusuf al-Qaradhawi menguraikan syarat-syarat dalam mengubah
kemungkaran sebagai berikut:43
Kemungkaran tersebut harus disepakati sebagai sesuatu yang
diharamkan, kemungkaran itu harus tampak dan juga mengubah kemungkaran
dengan kekuatan harus diukur menurut kesanggupan dan tidak dikhawatirkan
akan menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.
Berdasarkan kepada dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang telah
penulis kemukakan di atas, menurut pendapat yang terkuat, para ulama
sepakat mengatakan bahwa hukum Hisbah adalah fardhu kifayah. Dengan
demikian jika salah seorang dari umat Islam telah melaksanakannya, maka
gugurlah kewajiban tersebut bagi umat Islam lainnya. Meski demikian, jika
ternyata tak ada seorang pun yang mampu menunaikannya, maka perintah
tersebut menjadi fardhu ‘ain bagi pihak yang mampu melakukannya dan pihak
yang paling mampu untuk itu adalah pemegang kekuasaan dan kekuatan, yaitu
pemerintah.
4. Pertumbuhan dan Perkembangannya.
Kegiatan ekonomi yang bersifat transaksional dan dalam hal ini kita
meneliti bagian transaksi langsung, dengan bertemunya antara penjual dan
pembeli yang dipertemukan di pasar. Sorotan utama penulis disini adalah hal-
hal yang tidak seharusnya terjadi dalam pasar yang kemudian menjadi
kecurangan, dan dampak kerugian akan dirasakan oleh para pembeli. Ibnu
43 Yusuf al-Qaradhawi, h. 169 – 176.
63
Taimmiyah dala hal ini beliau mengatakan bahwa seluruh kantor publik dalam
Islam bertujuan untuk menyeru masyarakat dalam kebaikan dan meninggalkan
keburukan, Hisbah melindungi para konsumen dari para pedagang yang hanya
mengincar keuntungan yang berlebih namun dalam hal ini tidak
dihiraukannya aspek kebaikannya yang meliputi seperti kesehatan kemudian
kelayakan yang memang ini seharusnya yang ada pada semua pedagang, yang
tidak hanya mengincar keuntungan belaka namun harus memperhatikan
kesejahteraan para pembeli.44 Beliau mengutip sejumlah ajaran dalam
bukunya sendiri “Hisbah Fi al-Islam”, mengenai soal perdagangan dan
kontrak yang jujur. Seperti hadis yang telah dikutip di atas bahwa Rasullah
Shalallahu Alaihi wa Salaam yang mendapatkan seorang pedagang yang
curang dan bersabda bahwa barang siapa yang melakukan dengan kecurangan
dia bukan bagian dari umat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salaam.
Telah dikemukakan dalam bagian sejarah lahirnya lembaga ini bahwa
adanya seiring dengan munculnya agama Islam ini sendiri, yang telah kita
ketahui bahwa tujuan lembaga ini diadakan adalah apa yang telah
dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah, adalah untuk memerintahkan apa yang
sering disebut sebagai kebaikan (al-ma’rûf) dan mencegah apa yang kita
ketahui sebagai keburukan (al-munkar) di dalam wilayah yang telah menjadi
ranah atau wilayah pemerintah untuk mengaturnya, mengadili dalam wilayah
urusan umum khusus lainnya, yang mana urusan ini tidak sembarang yang
44 A.A Islahi, h.237.
64
kejangkauannya tidak bisa dilakukan oleh institusi biasa.45 Telah diinisiasi
sejak adanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salaam dan terus berkembang
sampai Khulafau al-rasyidiin yang mana belum dijadikan lembaga seutuhnya,
hanya saja dilakukan oleh para pemimpin pemerintah atau ditunjuk seseorang
yang memang kompatibel dalam penugasan dalam bidang ini. Barulah pada
masa Dinasti Bani Umayyah, dalam pelaksanaan tugasnya, Muhtasib tidak
lagi dicampuri oleh khalifah. Fungsi khalifah hanya menetapkan peraturan
pelaksanaannya saja. Dalam kutipan yang dikutip oleh penulis, sebagaimana
yang dilakukan oleh Umar bin Abd al-Aziz, ia telah membuat aturan takaran
dan timbangan untuk melindungi kepentingan masyarakat.46
5. Wewenang dan Tugas
Fuqaha’ telah menyepakati bahwa wewenang Wilâyat al-Hisbah
meliputi seluruh pelanggaran terhadap prinsip amar ma`rūf dan nahy munkar
yang berada di luar wewenang Wilâyât al-Qadhâ` dan Wilâyât al-Mazâlim,
baik yang berkaitan dengan pelanggaran sosial maupun pelaksanaan ibadah.
Pengawasan adalah menjadi tugas terpenting Hisbah. Namun begitu
Wilâyât al-Hisbah juga mempunyai kekuasaan yang lain, yaitu meliputi
kekuasaan pengawasan, mendengar tuduhan, mendengar dakwaan, menasihati
atau menegur dan menghukum. Bagaimana pun kekuasaan tersebut terbatas
kepada hal-hal tertentu saja, untuk mencegah terjadinya tumpang tindih antara
45 A.A Islahi h.238.46 Hasan Ibrahim Hasan, Târikh al-Islâm; al-Siyâsy wa al-Dîny wa al-Tsaqafy wa al-Ijtihâdy
(Kairo: al-Nadwah al-Hashriyah, [t.th]), Jilid 1, h. 489.
65
tugas Muhtasib dengan hakim. Umpamanya, berbeda dengan Wilâyat Al-
qadhâ`, Wilâyat al-Hisbah hanya boleh mengendalikan kemungkaran yang
nyata dan terbuka serta adanya tuntunan yang jelas. Bagi kejahatan yang
dilakukan secara sembunyi-sembunyi serta perkara yang mengandung
dakwaan dan membutuhkan kesaksian, maka perkara itu diserahkan kepada
Wilâyat Al-qadhâ`. Akan tetapi, Muhtasib boleh bertindak tanpa permintaan,
atau pengaduan, sangat berbeda sekali dengan wilāyah Al-qadhâ` yang hanya
boleh bertindak jika ada pengaduan atau dakwaan.47
Tegasnya, Institusi Hisbah adalah elemen pelengkap dalam menjaga
syari`at Islam. Kekuasaan dan hukuman secara langsung yang dilakukan oleh
Muhtasib merupakan sebahagian dari ajaran Islam yang mengarahkan
umatnya mencegah kemungkaran dengan ‘tangan’ atau kekuasaan apabila
terdapat maksiat yang terjadi di depan mata, terdakwa langsung dikenakan
tindakan tanpa perlu dibawa ke hadapan hakim. Tindakan yang diambil
olehMuhtasib dilakukan secara berperingkat berawal dengan nasihat. Jika cara
nasihat tidak diindahkan, barulah Muhtasib mengambil langkah seterusnya
berbentuk hukuman. Pelaksanaan hukuman secara langsung ini berlaku jika
kesalahan yang dilakukan adalah kesalahan kecil dan ini tidak berlaku bagi
yang melakukan kesalahan yang berat atau besar. Lebih jelasnya al-Ghazali
47 al-Mawardi, h. 301 – 302.
66
memaparkan tingkatan dalam mengambil tindakan yang dilakukan oleh
Muhtasib:48
a. Menyadarkan atas buruk baiknya suatu perbuatan, metode yang
digunakan adalah nasehat,
b. Memperingatkan agar mengerjakan perbuatan yang ma`rūf dan menjauhi
perbuatan yang mungkar,
c. Mengancam dengan hukuman, baik dengan menyebutkan hukuman-
hukuman Tuhan maupn hukuman-hukuman negara,
d. Berkata keras kalau perlu menghardiknya supaya ia sadar atas
kesalahannya,
e. Menyuruh atau melarang sesuatu dengan tangan, jika pihak yang bersalah
masih tidak dapat disadarkan dengan ancaman. Muhtasib bisa juga
menggunakan tangan atau kekuasaan (al-tagyir bi al-yad). Tindakan
menggunakan tangan ini bukanlah bermaksud memukul tetapi cara
menggunakan tangan sekiranya perlu seperti menumpahkan arak yang
sedang diminum, melepaskan baju sutera yang dipakai oleh seorang
lelaki, menyegel tempat hiburan yang menyesatkan masyarakat,
memusnahkan buku-buku yang menyesatkan, membuang tanda salib yang
dipakai oleh orang Islam, memulangkan harta orang yang dirampas.
48 Imam ◌ Abû Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Gazali, Ihyâ` Ulûm al-Dîn (Beirut:Dar al-Fikr, 1991), Jilid 2, h. 357 – 360.
67
f. Memberikan hukuman prefentif untuk menyadarkannya seperti melarang
berjualan di pasar, mengusir penghuni rumah yang tidak memiliki izin
resmi, dan sebagainya.
g. Menggunakan sebatan/cambuk dan menahan (al-jild wa al-habs).
Tindakan ini dilakukan sekiranya nasehat dan peringatan tidak membuat
orang yang bersalah berhenti dari mengulangi kesalahannya atau orang
yang bersalah secara terang-terangan melakukan kesalahan tanpa
menghormati larangan yang ditetapkan, seperti mengulangi makan secara
terbuka pada bulan Ramadhan, memperlihatkan aurat, dan meminum
minuman keras secara terbuka. Kesemuanya dilakukan tanpa adanya rasa
segan pada orang banyak. Tindakan ini baru boleh dilakukan apabila
segala upaya lain tidak berhasil. Pemukulan tersebut juga dilakukan
dengan tidak membahayakan anggota tubuhnya.
h. Menggunakan para aparat keamanan atau kekuatan senjata. Tindakan ini
perlu dilakukan jika orang yang melanggar undang-undang itu orang yang
kuat atau berkuasa dan mencoba melawan dengan menggunakan
kekerasan.
i. Mengenakan pelbagai bentuk hukuman ta`zir, Hukuman ta`zir ini boleh
dilaksanakan dengan pelbagai bentuk baik itu memukul, memenjarakan,
menyingkirkan, menjatuhkan atau mengumumkan kesalahan orang
tersebut di khalayak ramai. Kekuasaan ta`zir ini diserahkan kepada
68
Muhtasib dan hukuman yang dijatuhkan setimpal dengan kesalahan yang
dilakukan.
Di samping itu, sejarah Islam menunjukkan bahwa Wilâyât al-Hisbah
juga diberikan beberapa peranan yang khusus menangani wilayah dan sektor-
sektor tertentu. Umpamanya terdapat anggota Wilâyât al-Hisbah yang khusus
menjaga pasar dan pusat perniagaan (umana` al-sûq) dan Muhtasib yang
mengawasi perencanaan dan industri (‘urafâ` al-hirâi wa al-sinâ`at). Mereka
berperanan untuk mengawasi segala bentuk penipuan, pemalsuan, dan
penyelewengan yang terjadi dalam perjanjian perniagaan dan industri.
Terdapat juga anggota wilāyah Hisbah yang menjadi wakil di tempat-tempat
strategis dari segi ekonomi dan keamanan seperti pelabuhan, kawasan perairan
dan sepanjang pantai. Terdapat juga anggota Hisbah yang dikenal sebagai
petugas-petugas pengamanan (al-a’awân, al-gulâm wa al-syurtah) yang
berperanan membantu Wilâyat Al-qadhâ` dalam usaha mengawasi peraturan
baik secara lembut atau keras.
Secara umum wewenang Wilâyât al-Hisbah dapat dibagi kepada tiga
bagian yang dikaitkan dengan al-amru bi al-ma`rûf wa nahy an al-munkar,
yaitu:
1) Perkara-perkara yang berkaitan dengan hak-hak Allah swt.
a) Al-Amru bi al-ma`rûf
Memerintahkan kepada perbuatan baik ini meliputi semua jenis
ibadah seperti shalat wajib lima waktu secara berjamaah, shalat Jum’at,
69
puasa, zakat, haji, dan lain-lain.49 Muhtasib bertanggungjawab untuk
memastikan perintah Allah swt. ini dijalankan oleh orang-orang Islam
yang berada di kawasannya.
b) Al-Nahy an al-Munkar
Melarang manusia dari melakukan kemungkaran (al-nahy an al-
munkar) seperti:
1) Dalam hal aqidah: mencegah munculnya aqidah-aqidah batil yang
bertentangan dengan aqidah Islam, seperti: beribadah kepada Allah
swt. melalui wasilah kepada pohon-pohon besar, batu-batuan,
kuburan-kuburan, dan lain sebagainya.50
Dalam hal ibadah: mencegah orang melakukan ibadah tidak mengikut
syari`at Islam, orang yang tidak memperhatikan kesehatan, tubuh,
pakaian dan tempat sembahyang, orang yang berbuka puasa pada siang
hari bulan Ramadhan tanpa ada uzur syar`i, orang yang tidak
membayar zakat, orang yang mengajar dan memberi fatwa tanpa ada
ilmu, dan lain sebagainya.
2) Berkaitan dengan larangan-larangan syara’. Mencegah orang banyak
berada di tempat-tempat yang meragukan dan yang bisa mendatangkan
fitnah serta tuduhan orang, seperti percampuran antara lelaki dan
49 al-Mawardi, h. 303.50 Abdu al-Qadir Zaidan, Uşul al-Aqidah (Beirut: Dar al-Babair, 1998), Cet. Ke-3, h. 193.
70
perempuan yang bukan mahram di tempat-tempat yang bisa
menimbulkan fitnah
3) Berkaitan dengan mu’amalah. Hal ini berkaitan dengan transaksi-
transaksi yang mungkar dari sudut syara’ seperti jual beli yang tidak
sah dan segala urusan jual beli yang dilarang oleh syara’ walaupun di
kalangan mereka saling ridla, seperti penipuan dalam harga, timbangan
dan sukatan.
2) Perkara-perkara yang berkaitan dengan hak-hak manusia, dapat dibagi
kepada dua bentuk, yaitu hak umum dan hak khusus.51
a. Al-Amru bi al-ma`rûf
1) Hak Umum, mencakup semua perkara yang berkaitan dengan
keperluan manusia seperti persediaan air minum di dalam sebuah
negeri atau kemudahan-kemudahan dalam masyarakat. Perkara ini
tergantung kepada keadaan keuangan negeri atau bait al-māl dan
pemerintah bertanggungjawab memperbaiki keadaan tersebut. Kalau
tidak ada harta baitulmal, hendaklah diarahkan orang-orang Islam
yang kaya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
2) Hak Khusus, mencakup hak-hak yang berkaitan dengan individu-
individu, seperti pinjam meminjam, utang piutang, dan lain-lain.
Dalam keadaan ini, Muhtasib hendaklah memerintahkan kepada
orang-orang yang berutang supaya membayar utang-utang mereka
51 al-Mawardi, h. 350.
71
dengan ketentuan bahwa yang berutang tersebut mempunyai
kemampuan untuk membayar utangnya.
b. Al-Nahy an al-Munkar
1) Hak Tetangga, hal ini mencakup seseorang yang berbuat zhalim
terhadap tetangganya. Walaupun begitu, Muhtasib tidak boleh
mengambil tindakan selagi tidak ada pengaduan dari tetangga tersebut.
2) Di pusat-pusat perniagaan dan di perindustrian. Terdapat tiga keadaan
yang perlu diperhatikan. (1) Kesempurnaan dan kekurangan. Contoh:
pengobatan yang dilakukan oleh para medis atau dokter, karena jika
terjadi kecerobohan dalam tugasnya bisa berakibat fatal bagi pasien. (2)
Amanah dan khianat. Contoh: Pekerjaan tukang jahit yang tidak
menepati janji. (3) Kualitas atau mutu terhadap yang telah
dikerjakannya.
3. Perkara-perkara yang menjadi hak bersama antara Allah dengan manusia.52
a. Al-Amru bi al-ma`rûf
1) Mengarahkan para orang tua untuk menikahkan anak-anak perempuan
mereka apabila anak-anak perempuannya dan calon suami dari anak
perempuanya tersebut telah memenuhi segala rukun dan syarat untuk
sebuah pernikahan, serta tidak menghalang-halangi mereka untuk itu.
2) Mewajibkan para wanita mematuhi iddah mereka baik itu iddah wafat
maupun iddah talaq.
52 al-Mawardi, h. 319.
72
3) Mengarahkan para pemilik jasa pengangkutan supaya tidak memberikan
muatan secara berlebihan atas kendaraan mereka dan mendesak pemilik
hewan ternak agar memberikan makanan yang mencukupi bagi hewan
ternak mereka tersebut.
4) Memelihara barang temuan seperti mengembalikan barang orang yang
hilang kepada yang berhak dan sebagainya.
b. Al-Nahy an al-Munkar
Antaranya ialah pencegahan terhadap perbuatan mengintip atau
merekam secara diam-diam, baik menggunakan kaset maupun kamera
video pada rumah orang lain,53 mencegah imam-imam masjid dari
memanjangkan bacaan dalam shalat dan mencegah para hakim yang tidak
melayani orang-orang yang bersengketa, mencegah pemilik alat-alat
pengangkutan dari membawa lebih dari ketentuan angkutan dan lain lain.
Muhtasib hendaklah melaksanakan segala tugas yang
dipertanggungjawabkan kepada mereka oleh pihak yang berkuasa selain
dari perkara-perkara yang disebut di atas.
Selain itu, Seorang Muhtasib mempunyai kewajiban untuk
menghentikan semua bentuk tindakan meminta-minta dan mengemis
dengan cara memaksa para pengemis yang masih mampu bekerja untuk
mencari lapangan kerja. Bahkan Muhtasib memiliki wewenang untuk
53 Yusuf al-Qaradhawi, h. 173.
73
menjatuhkan hukuman dan sanksi bagi pengemis yang sengaja tidak
mematuhi perintahnya.54
Muhtasib juga harus bisa menjaga semua perilaku para pedagang
saat mereka sedang melakukan transaksi dengan konsumen para wanita.
Jika dia melihat ketidak senonohan dalam tingkah mereka, maka Muhtasib
harus memperingatkannya atau menghentikan transaksi tersebut. Ia juga
harus memperhatikan hak para budak. Apakah hak-hak mereka sudah
dipenuhi dan diperlakukan dengan cara yang adil oleh tuannya, dan tidak
dibebeni dengan tugas-tugas di luar kemampuan mereka.
Seorang yang dipercaya sebagai Muhtasib haruslah memiliki
integritas moral yang tinggi dan kompeten dalam masalah hukum pasar dan
industrial. Melalui Hisbah, negara menggunakan lembaga itu untuk
mengontrol kondisi sosio-ekonomi secara komprehensif atas kegiatan
perdagangan dan praktek-praktek ekonomi, yang lebih penting lagi adalah
mengawasi industri, jasa profesional, standarisasi produk, mencek
penimbunan barang, praktek riba, dan perantara. Muhtasib juga perlu
mengawasi perilaku sosial penduduk, kinerja mereka dalam melakukan
kewajiban agama dan kerja untuk pemerintah.
54 Ahmad Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Penerjemah: Samson Rahman, Judul Asli“Business Ethics in Islam” (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001), Cet. Ke-1, h. 166.
74
B. Lembaga Pengawasan dalam Islam dan Perbandingannya dengan Hisbah
Ketika abad pertengahan dimulai para ulama yang hidup pada masa
tersebut seperti diantaranya, Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim al-Jauziyah, dan juga
Ibnu Khaldun, telah melakukan kajian yang mendalam dan mendetail dalam
bahasan praktik monopoli yang perbuatan curang ini memang erat kaitannya
dengan pengawasan. Ibn Taimiyah misalnya dalam buku beliau Hisbah yang
menyatakan bahwa islam tidak melarang apapun transaksi ekonomi yang terjadi
selama itu tidak bertentangan dengan norma dan hukum-hukum yang berlaku
dalam agama Islam.
Ketika ada transaksi yang bertentangan, maka Negara lah yang punya
tanggung jawab dalam penyelesaiannya. Dengan menciptakan keadilan ekonomi,
dengan memberikan kepada setiap individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan
tersebut. Karena itu Ibn Taimiyah menekankan keberadaan pentingnya lembaga
pengawas seperti Hisbah dan lain-lain yang akan dibahas dalam lanjutan bab ini.
Lembaga pengawas tadi sebagai organ Negara yang memang mempunyai tugas
khusus dalam memonitori pasar dan seluruh kegiatan yang berlangsung di
dalamnya. Dan ketika terjadi hal yang tidak seharusnya maka dari situlah
pengawas ini mengambil tindakan. Rasulullah pun dalam hal ini memang sering
turun untuk menginspeksi pasar jika tidak sesuai dengan syariah Islam dengan
memberi nasihat, memberi peringatan juga kadangkala memberi pelajaran.
75
Bahkan tidak hanya itu Rasulullah pun memperkerjakan Sa’id bin Sa’id bin ‘Ash
bin Umayyah untuk memantau dan mengawasi pasar.55
Pada awal kepemerintahan Islam, lembaga yang mengawasi aktifitas
masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk lembaga kekuasaan
kehakiman Islam yaitu :
1. Wilayat al-qadhâ`
Secara harfiah al-qadhâ` berarti menyelesaikan. Pengertian al-qadhâ`
menurut istilah fikih adalah lembaga hukum. Pengertian al-qadhâ` dalam
perspektif disepadankan dengan pengertian pengadilan menurut ilmu hukum
Petugas lembaga al-qadhâ` disebut dengan al-qâdhi`.56 Lembaga al-qadhâ`
mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan kasus-kasus perdata termasuk
masalah keluarga dan juga menyelesaikan masalah dalam perkara tindak pidana.
Sejarah Islam mencatat bahwa lembaga ini pernah ditugasi untuk menikahi
wanita yang tidak mempunyai wali sebagai tugas tambahan. Selain diberikan
kewenangan absolut untuk memeriksa, memutus dan menghkum perkara perdata
dan pidana, lembaga al-qadhâ` juga mempunyai kewenangan yang bersifat
kewilayahan.57
Pada permulaan pemerintahan Islam pengangkatan seseorang menjadi
hakim harus melengkapi syarat-syarat yang telah ditentukan antara lain:
55 Yusuf Qaradhawi, Peran Nilai dan Moral, hal. 462.56 A. Rahmat Rosyadi dan Ngatino, Arbitrase Dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif
(Bandung, PT Citra Adiya Bakti, 2002), h.30.57 Ibid, h.33.
76
1. Laki-laki yang merdeka
2. Berakal (mempunyai kecerdasan)
3. Beragama Islam
4. Mampu berlaku adil
5. Mengetahui pokok-pokok hukum dan juga cabang-cabangnya
6. Sempurna penglihatan, pendengaran dan tidak bisu.58
2. Wilâyat al-Mazâlîm
Lembaga ini dibentuk oleh pemerintah secara khusus yang diberi
kewenangan dalam menyelesaikan perkara untuk membela penganiayaan dan
kesewenangan pihak lain. Seperti, bisa saja kesewenangan ini datang dari
penguasa atau Negara kepada rakyatnya.59 Petugas al-mazhâlîm seperti hakim
juga disebut qâdhi` al-mazhâlîm. Menurut al-Mawardi dalam kitabnnya al-
ahkâm as-sultâniyah, setidaknya ada 10 macam yang menjadi kewenangan
lembaga ini dalam melakukan pemeriksaan, yaitu:
1. Penganiayaan penguasa, baik terhadap perorangan maupun golongan
2. Kecurangan pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk mengumpulkan
zakat dan harta kekayaan Negara, seperti di Negara kita ini orang-
orang yang bekerja di Instansi pajak
3. Melakukan pengawasan terhadap pejabat
58 Ibid, h. 34.59 Ibid, h. 31.
77
4. Apabila lembaga al-mâzhalîm telah mengetahui adanya kecurangna
atas tiga perkara yang telah disebutkan di atas maka harus segera
melakukan pemeriksaan tanpa menunggu adanya pengaduan terlebih
dahulu.
5. Menerima pengaduan tentara yang telat menerima gaji atau gaji
mereka dikurangi tanpa alasan yang masuk akal dan dilakukan secara
sepihak
6. Mengembalikan kepada rakyat harta-hartanya yang telah dirampas
oleh penguasa yang zhalim
7. Memperhatikan dan menjaga harta-harta wakaf
8. Melaksanakan putusan hakim yang dimana hakim tidak dapat
dilaksanakan oleh hakim sendiri
9. Meneliti dan memeriksa perkara-perkara mengenai kemaslahatan
umum yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga Hisbah
10. Memelihara hak-hak Allah yaitu ibadah-ibadah nyata seperti shalat di
hari Jum’at dan juga hari raya
3. Wilâyât al-Hisbah
Untuk peranan dan juga fungsi sekaligus tugas lembaga ini sudah
dijelaskan di awal bab ini.
Ketiga lembaga ini mempunyai peran, fungsi juga tugas masing-
masing yang memang telah dibedakan, perbedaan yang terletak dalam
tugasnya yang mana jika Hisbah hanya mengawasi dan memeriksa dan juga
78
al-mazhâlîm bisa melaksanakan putusan yang tidak bisa dilaksanakan oleh
hakim / al-qâdhi` dan al-qadhâ` yang memutuskan.
80
BAB IV
FUNGSI-FUNGSI PENGAWASAN PASAR OLEH LEMBAGA
PEREKONOMIAN MODERN DI INDONESIA
A. Profil dan Sejarah Lembaga Pengawas di Indonesia
Masyarakat yang semakin berkembang menginginkan Negara yang
memiliki struktur organisasi yang lebih responsif atas permasalahan baik itu yang
pelik maupun kompleks sekalipun. Sebagai jawaban atas tuntutan mereka
berdirilah lembaga-lembaga baru yang dapat berupa dewan (council), komisi
(commission), komite (committee), badan (board) atau otoritas (authority). Dalam
konteks Indonesia, kecenderungan munculnya lembaga-lembaga Negara baru,
terjadi sebagai konsekuensi dilakukannya perubahan terhadap UUD Negara
1945. Lembaga tersebut dikenal dengan istilah state auxiliary organs/state
auxiliary institutions yang dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai
lembaga Negara yang bersifat penunjang. 1
Lembaga pengawas di Indonesia terbagi menjadi dua, ada yang di bawah
naungan pemerintah dan ada juga yang bersifat independent. Setelah penulis
memaparkan apa yang dibahas dalam bab II, yang mana dalam bab ini
menerangkan tentang bagaimana landasan teoritis itu menggambarkan apa itu
Hisbah dari mulai sejarahnya dan juga perkembangan lembaga Hisbah itu sendiri
dari masa ke masa ketika awal perkembangan Islam lahir, dan juga gambaran
1 Jimly as-Shiddiqie, “Struktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan keempat UUDtahun 1945”, Makalah disampaikan pada seminar pembangunan hukum Nasional VIII di Denpasar 14-18 Juli 2003, hal, 40.
81
fungsi lembaga Hisbah itu sendiri, bagaimana tugasnya dan peranannya dalam
mengawasi kegiatan yang mencakup tentang amar ma’ruf dan nahi munkar, dan
yang penulis khususkan disini tentang bagaimana pengaruhnya dari tugas Hisbah
itu sendiri.
Di awal penulis sudah menjelaskan bahwa dalam bab III ini akan
memberi gambaran tentang lembaga pengawas di Indonesia yang mana akan
menjadi bahan perbandingan dengan Hisbah pada zaman Rasulullah dan awal
perkembangan Islam, dan penulis menawarkan solusi berupa kritik dan saran
untuk bagaimana lembaga pengawas seharusnya berkerja dan menjadi lembaga
yang memang bisa membawa perubahan besar dalam pertumbuhan kembang
ekonomi Indonesia.
Lembaga pengawas yang akan dipaparkan profilnya dalam bab III ini ada
4 yang masing-masing punya orientasi yang sama yaitu dalam bidang
perekonomian, yaitu: BPOM, LPPOM, KPPU, dan yang terakhir DPS yang di
bawah DSN.
Kenapa empat lembaga tersebut yang penulis inginkan menjadi bahan
paparan dan penelitian dalam skripsi ini? selain karena lembaga-lembaga tersebut
berkutat dalam bidang pengawasan dan juga berorientasi ekonomi, juga keempat
lembaga tersebut mempunyai korelasi dan keterkaitan dalam skripsi yang sedang
penulis jalani. BPOM dan LPPOM mempunyai peranan dalam pengawasan
makanan yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, bukan hanya dari segi
kebersihan makanannya saja namun juga dari segi kehalalan dan kelaikan untuk
82
dikonsumsi karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Lembaga
ketiga KPPU, adalah lembaga pengawas juga yang mana sudah disinggung oleh
penulis bahwa Hisbah pun tidak hanya berkutat dalam pengawasan pasar saja,
juga ada pengawasan yang skala lebih besar yaitu di pengawasan industry yang
mana disebut dengan urafâ` al-hirâi wa al-sinâ’at dan dipengawasan pasar dan
pusat perniagaan disebut dengan umanâ’ al-sûq. Dan yang terakhir adalah DPS
atau Dewan Pengawas Syariah yang disini adalah lembaga pengawas yang
fokusnya lembaga ini adalah pada bank-bank syariah, DPS ini di bawah naungan
DSN (Dewan Syariah Nasional) dan lembaga ini sedikit disinggung karena
lembaga pengawasan ini yang memfokuskan pada Bank Syariah dan itu adalah
konsentrasi jurusan penulis dalam menyusun skripsi ini.
Dalam bab III, penulis akan memberikan profil singkat lembaga yang
sudah penulis sebutkan dengan memaparkan sejarah, fungsi dan peran lembaga
masing-masing yang akan penulis berikan dalam bab ini. Diantaranya:
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
a) Pengertian dan Latar Belakang Badan Pengawas Obat dan Makanan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merupakan Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND), yaitu sesuai Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga
pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintah
tertentu dari presiden serta bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Latar belakang terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
83
adalah dengan melihat kemajuan teknologi telah membawa perubahan-
perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli
Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan.
Dengan kemajuan teknologi tersebut produk-produk dari dalam dan
luar negeri dapat tersebar cepat secara luas dan menjangkau seluruh strata
masyarakat. Semakin banyaknya produk yang ditawarkan mempengaruhi
gaya hidup masyarakat dalam mengonsumsi produk. Sementara itu
pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan
menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan
promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengonsumsi secara
berlebihan dan seringkali tidak rasional.
Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional
dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan risiko
dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen.
Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan
berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta
berlangsung secara amat cepat. Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem
Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang
mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud
untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya
baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk Badan
Pengawas Obat dan Makanan yang memiliki jaringan nasional dan
84
internasional serta kewenangan penegakan hukum dan memiliki
kredibilitas profesional yang tinggi.2
b) Fungsi dan Wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan
Fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan, yaitu:3
1) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
Obat dan Makanan.
2) Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan Obat dan
Makanan.
3) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM.
4) Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
5) Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan
rumah tangga. Diatur pula dalam Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 Pasal 69 tentang wewenang Badan Pengawas Obat dan
Makanan, yaitu:
a) Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya.
2 http://pom.go.id/profile/latar_belakang.asp. diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05WIB.
3 http://pom.go.id/profile/fungsi_badan_POM.asp.diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB.
85
b) Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung
pembangunan secara makro.
c) Penetapan sistem informasi di bidangnya.
d) Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif)
tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan
peredaran obat dan makanan.
e) Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan
industri farmasi.
f) Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan
pengawasan tanaman obat.
Khusus untuk standar keamanan, mutu dan gizi pangan, berdasarkan
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan Pasal 41 ayat (4), yaitu menteri bertanggung jawab di bidang
pertanian, perikanan, atau kepala badan berkoordinasi dengan kepala badan
yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional untuk
mengupayakan saling pengakuan pelaksanaan penilaian kesesuaian dalam
memenuhi persyaratan Negara, tujuan, sedangkan dalam hal pengawasan
oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam Pasal 42 Peraturan
Pemerintah tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan juga mengatur yaitu,
dalam rangka pengawasan keamanan, mutu dan gizi pangan, setiap pangan
olahan baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke
dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran
86
sebelum 26 diedarkan wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran yang
ditetapkan oleh Kepala Badan,4apabila suatu produk melakukan
pelanggaran yakni tidak sesuai dengan syarat standar mutu pangan atau
terbukti mengandung bahan tambahan berbahaya, badan pengawas obat
dan makanan mempunyai kewenangan untuk menarik secara langsung
produk tersebut dari peredaran.
c) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan merupakan
“perpanjangan tangan” dari Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
terletak di Ibu Kota Provinsi di seluruh Indonesia. Sesuai dengan keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 05018/SK/KBPOM
Tahun 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di
Lingkungan BPOM, maka BBPOM terdiri dari:
1. Bidang Pengujian Terapetik, Narkotika, Obat Tradisional, dan Produk
Komplimen yang mempunyai tugas:
Melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu bidang di bidang produk terapetik,
narkotika, obat tradisional, kosmetika dan produk komplimen.
4 Badan adalah badan yang bertanggung jawab di bidang pengawasan obat danmakanan. Pasal 1 angka (27) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentangKeamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
87
2. Bidang Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya yang mempunyai
tugas:
Melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu di bidang pangan dan bahan berbahaya.
3. Bidang Pengujian Mikrobiologi yang mempunyai tugas:
Melaksanakan penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium,
pengujian dan penilaian mutu secara mikrobiologi.
4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan yang mempunyai tugas:
Melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja serta evaluasi
dan penyusunan laporan pelaksanaan pemeriksaan setempat,
pengambilan contoh untuk pengujian dan pemeriksaan sarana
produksi, distribusi dan instansi kesehatan serta penyidikan kasus
pelanggaran hokum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lain, obat tradisional, kometika, produk komplimen,
pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud di atas maka bidang Pemeriksaan dan Penyidikan
menyelenggarakan fungsi:
a) Penyusunan rencana dan program pemeriksaan dan penyidikan
obat dan makanan.
88
1) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan sarana produksi, distribusi, instansi kesehatan di
bidang terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain,
obat tradisional, kosmetika, dan produk komplimen.
2) Melaksanakan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan sarana distribusi di bidang pangan dan bahan
berbahaya.
3) Evaluasi dan penyusunan laporan pemeriksaan dan penyidikan
obat dan makanan.
b) Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan terdiri dari:
1) Seksi pemeriksaan mempunyai tugas melakukan pemeriksaan
setempat, pengambilan contoh untuk pengujian, pemeriksaan
sarana produksi dan distribusi, produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetika,
produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya.
2) Seksi penyidikan mempunyai tugas melakukan penyidikan
terhadap kasus pelanggaran hukum di bidang produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional,
kosmetika, produk komplimen, pangan dan bahan berbahaya.
3) Bidang sertifikasi dan Layanan Konsumen melaksanakan
penyusunan rencana dan program serta evaluasi dan
89
penyusunan laporan sertifikasi produk, sarana produksi dan
distribusi tertentu dan layanan konsumen.
c) Bidang sertifikasi dan layanan konsumen terdiri dari:
1) Seksi sertifikasi mempunyai tugas melakukan sertifikasi produk,
sarana produksi dan distribusi tertentu. Seksi layanan informasi
konsumen mempunyai tugas melakukan layanan informasi
konsumen.
2) Sub bagian tata usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan
teknis dan administrasi dalam lingkungan Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan.
3) Pengawasan Obat dan Makanan di pelabuhan dan perbatasan
dilakukan oleh satuan kerja Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan melalui bidang pemeriksaan dan penyidikan.
d) Kewenangan BBPOM ada 2, yaitu:
1) Kewenangan Preventif yaitu kewenangan yang biasa juga disebut
kewenangan pre market adalah kewenangan BBPOM untuk
memeriksa setiap produk obat dan makana sebelum beredar dan
dipasarkan ke masyarakat dengan melalui tahap sertifikasi dan
registrasi produk, sarana produksi serta distribusi produk tersebut.
2) Kewenangan represif yaitu kewenangan yang biasa juga disebut
kewenangan post market adalah kewenangan BBPOM untuk
90
mengadakan pemeriksaan terhadap produk obat dan makanan
yang beredar di masyarakat, dengan proses:
a. Pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi obat dan
atau makanan.
b. Melakukan sampling dan uji laboratorium terhadap produk
yang dicurigai mengandung bahan berbahaya atau produk yang
tidak mempunyai produksi serta produk yang dicurigai
berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Apabila dari hasil
pemeriksaan sampling uji laboratorium terbukti bahwa produk
obat atau makanan tersebut tidak memenuhi syarat maka
BBPOM berwenang untuk menarik produk tersebut dari
peredaran, member peringatan kepada pelaku usaha dan
distribusi produk tersebut untuk tidak mengulangi
perbuatannya, serta memberi peringatan kepada masyarakat
tentang produk yang tidak memenuhi syarat tersebut.
e) Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan
Definisi kode dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu
tanda (kata-kata, tulisan) yang disepakati untuk maksud tertentu,
sedangkan BPOM sendiri sesuai Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 merupakan lembaga independen
yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi mengawasi kondisi
setiap produk obat, makanan dan minuman yang beredar di
91
Indonesia. Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan khususnya
untuk makanan dan minuman terdapat 4 (empat) jenis, dimana setiap
kodememiliki maksud tertentu, yaitu:
1) MD merupakan kode untuk produk yang dibuat di Indonesia atau
merupakan merek nasional atau dalam negeri.
2) ML merupakan kode untuk produk yang berasal dari luar negeri
kemudian diimpor masuk ke dalam negeri atau merek dari luar
negeri.
3) SP merupakan Surat Penyuluhan yang diberikan kepada
perusahaan menengah yang telah mengikuti Penyuluhan
Keamanan Pangan (PKP).
4) PIRT merupakan Pangan Industri Rumah Tangga yang diberikan
pihak Dinas Kesehatan sesuai aturan yang dikeluarkan oleh
BPOM kemudian diberikan kepada Industri atau Jenis Usaha
Rumah Tangga.
Kode MD dan ML diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan
Makan kepada produk perusahaan yang sudah besar.Sedangkan, kode
SP dan PIRT diberikan oleh Dinas Kesehatan untuk produk
perusahaan yang masih dilakukan dengan sederhana dan modal yang
92
menengah dan telah memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam
peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan.5
2. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis
Ulama Indonesia (LPPOM MUI)
a. Sejarah berdiri lembaga LPPOM MUI
Pembentukan LPPOM MUI didasarkan atas mandat dari
Pemerintah/negara agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan aktif
dalam meredakan kasus lemak babi di Indonesia pada tahun 1988. LPPOM
MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 untuk melakukan pemeriksaan
dan sertifikasi halal. Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI menjalankan
fungsi sertifikasi halal, maka pada tahun 1996 ditandatangani Nota
Kesepakatan Kerjasama antara Departemen Agama, Departemen
Kesehatan dan MUI.
Nota kesepakatan tersebut kemudian disusul dengan penerbitan
Keputusan Menteri Agama (KMA) 518 Tahun 2001 dan KMA 519 Tahun
2001, yang menguatkan MUI sebagai lembaga sertifikasi halal serta
melakukan pemeriksaan/audit, penetapan fatwa, dan menerbitkan sertifikat
halal. Dalam proses dan pelaksanaan sertifikasi halal, LPPOM MUI
melakukan kerjasama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(Badan POM), Kementerian Agama, Kementerian Pertanian, Kementerian
5 http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090420070830AALY0QB. DiaksesTanggal 24 Januari 2015. Pukul 14.35 WIB.
93
Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta sejumlah perguruan Perguruan
Tinggi di Indonesia antara lain Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas
Muhammadiyah Dr. Hamka, Universitas Djuanda, UIN, Univeristas Wahid
Hasyim Semarang, serta Universitas Muslimin Indonesia Makasar.
Sedangkan kerjsama dengan lembaga telah terjalin dengan Badan
Standarisasi Nasional (BSN), Kadin Indonesia Komite Timur Tengah, GS1
Indonesia, dan Research in Motion (Blackberry). Khusus dengan Badan
POM, sertifikat halal MUI merupakan persyaratan dalam pencantuman
label halal pada kemasan untuk produk yang beredar di Indonesia.
Kini, dalam usianya yang ke-25 tahun, LPPOM MUI semakin
menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga sertifikasi halal yang kredibel,
baik di tingkat nasional maupun internasional. Sistem sertifikasi dan sistem
jaminan halal yang dirancang serta diimplementasikan oleh LPPOM MUI
telah pula diakui bahkan juga diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi
halal luar negeri, yang kini mencapai 39 lembaga dari 23 negara.6
Visi LPPOM adalah menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di
Indonesia dan dunia untuk memberikan ketenteraman bagi umat Islam serta
6 http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/2/31/page/1diakses: 22 Januari 2015 16.45 WIB.
94
menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi dan standar
halal yang diakui secara nasional dan internasional.
Misi LPPOM sendiri adalah menetapkan dan mengembangkan
standar halal dan standar audit halal, melakukan sertifikasi produk pangan,
obat dan kosmetika yang beredar dan dikonsumsi masyarakat, melakukan
edukasi halal dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa
mengkonsumsi produk halal, menyediakan informasi tentang kehalalan
produk dari berbagai aspek secara menyeluruh.7
3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
a. Sejarah dan latar belakang
Berdasarkan perkembangan perekonomian nasional di Indonesia
selama 3 dasawarsa ini sebelum tahun 1999 menunjukkan bahwa
kebijakan yang diterapkan dibidang perekonomian kurang mengacu
kepada amanat Pasal 33 Undang-undang dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, bahkan cenderung menunjukkan corak yang sangat
monopolistic. Keadaan tersebut yang terjadi dilatar belakangi para pelaku
usaha yang mempunyai hubungan khusus dengan para elite penguasa
sehingga mendapat kemudahan yang berlebihan dan itu berdampak pada
kesenjangan sosial. Efek kesenjangan sosial itu sendiri kita rasakan
7http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/3/32/page/1 diakses:
22/Januari/2015 16.45 WIB.
95
dengan hadirnya krisis moneter yang memaksa semuanya merasakan
dampak buruk kemerosotan keaadaan ekonomi tersebut. Hal ini yang
mendorong pemerintah untuk mencari jalan keluar dari permasalahan
tersebut.
Agar tercipta iklim ekonomi yang sehat dan terkendali tanpa
adanya kesenjangan sosial yang berlebihan maka perlu adanya UU yang
mengatur persaingan usaha sehat nan kondusif yang memberikan
perlindungan hukum yang sama bagi setiap pelaku usaha.
Salah satu lembaga yang dibentuk itu pada era reformasi adalah
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga ini dibentuk
sebagai salah satu agenda pemerintah untuk menciptakan stabilitas
ekonomi pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia waktu itu.
Pembentukan komisi ini merupakan amanat dari ketentuan pasal 30
undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan usaha secara
monopoli dan praktik usaha yang tidak sehat. UU tersebut sekaligus
menjadi dasar hukum pembentukan komisi pengawas persaingan usaha
tadi, yang selanjutnya disebut dengan komisi yang berarti suatu lembaga
independent yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah
maupun pihak lain.
Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan
wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:
96
b. Tugas
Tugas yang dilakukan KPPU adalah melakukan penilaian terhadap
perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4
sampai dengan Pasal 16. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha
dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24, melakukan penilaian
terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal
28, mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana
diatur dalam Pasal 36, memberikan saran dan pertimbangan terhadap
kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat, menyusun pedoman dan atau publikasi yang
berkaitan dengan Undang-undang ini, memberikan laporan secara berkala
atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
c. Wewenang
Wewenang yang dimiliki oleh KPPU yaitu menerima laporan dari
masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat, melakukan penelitian
tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
97
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat, melakukan penyelidikan dan atau
pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh
pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil
penelitiannya, menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan
tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini, memanggil dan
menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini, meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli,
atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan Komisi, meminta keterangan dari instansi
Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini,
mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan, memutuskan dan
menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain
atau masyarakat, memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha
yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha
98
tidak sehat, menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Visi dan misi yang dimiliki oleh KPPU adalah sebagai lembaga
independen yang mengemban amanat UU No. 5 Tahun 1999 adalah:
“Terwujud Ekonomi Nasional yang Efisien dan Berkeadilan
untuk Kesejahteraan Rakyat”.
Misi KPPU sendiri adalah untuk mewujudkan visi tersebut di atas,
maka dirumuskan misi KPPU seperti: Pencegahan dan Penindakan,
Internalisasi Nilai-nilai Persaingan Usaha, Penguatan Kelembagaan.
4. Dewan Syariah Nasional (DSN)
Sejarah Berdirinya yaitu di mulai ketika Lokakarya Ulama tentang
Reksadana Syari’ah yang diselenggarakan MUI Pusat pada tanggal 29-30
Juli 1997 di Jakarta merekomendasikan perlunya sebuah lembaga yang
menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga
keuangan syariah (LKS), setelah itu Majelis Ulama Indonesia (MUI)
mengadakan rapat Tim Pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN)
pada tanggal 14 Oktober 1997, barulah Dewan Pimpinan MUI
menerbitkan SK No. Kep-754/MUI/II/1999 tertanggal 10 Februari 1999
tentang Pembentukan Dewan Syari’ah Nasional MUI. Dewan Pimpinan
MUI mengadakan acara ta’aruf dengan Pengurus DSN-MUI tanggal 15
Februari 1999 di Hotel Indonesia, Jakarta. Pengurus DSN-MUI untuk
pertama kalinya mengadakan Rapat Pleno I DSN-MUI tanggal 1 April
99
2000 di Jakarta dengan mengesahkan Pedoman Dasar dan Pedoman
Rumah Tangga DSN-MUI. Susunan Pengurus DSN-MUI saat ini
berdasarkan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No : Kep-
487./MUI/IX/2010 tentang Susunan Pengurus Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI), Periode 2010 – 2015. Adapun
pimpinan DSN-MUI secara ex-officio dijabat oleh Ketua Umum MUI, Dr.
K.H. Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz (semoga Allah mengasihinya)
selaku ketua dan Sekretaris Jenderal MUI, Drs.H.M. Ichwan Sam selaku
sekretaris, serta DR. K.H. Ma’ruf Amin selaku ketua pelaksana.
Latar belakang berdirinya Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) dibentuk dalam rangka mewujudkan
aspirasi umat Islam mengenai masalah perekonomian dan mendorong
penerapan ajaran Islam dalam bidang perekonomian/keuangan yang
dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat Islam, pembentukan DSN-
MUI merupakan langkah efisiensi dan koordinasi para ulama dalam
menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah
ekonomi/keuangan. Berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa
akan ditampung dan dibahas bersama agar diperoleh kesamaan
pandangan dalam penanganannya oleh masing-masing Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang ada di lembaga keuangan syariah, untuk mendorong
penerapan ajaran Islam dalam kehidupan ekonomi dan keuangan, DSN-
MUI akan senantiasa dan berperan secara proaktif dalam menanggapi
100
perkembangan masyarakat Indonesia yang dinamis dalam bidang
ekonomi dan keuangan.
Visi dan misi yang dimiliki oleh DSN sendiri adalah:
Memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi
masyarakat, dan misinya itu sendiri yaitu menumbuhkembangkan
ekonomi syariah dan lembaga keuangan/bisnis syariah untuk
kesejahteraan umat dan bangsa.
Adapun tugas dan fungsinya ialah mengeluarkan fatwa tentang
ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator,
menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi lembaga
keuangan dan bisnis syariah, melakukan pengawasan aspek syariah atas
produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah melalui Dewan
Pengawas Syariah.
Wewenang yang dimiliki DSN adalah mengeluarkan fatwa yang
mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan
syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait, mengeluarkan
fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank
Indonesia, memberikan rekomendasi dan/atau mencabut rekomendasi
nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS)
pada suatu lembaga keuangan dan bisnis syariah, mengundang para ahli
untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan
101
ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam
maupun luar negeri, memberikan peringatan kepada lembaga keuangan
syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, mengusulkan kepada instansi
yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak
diindahkan.8
Sampai saat ini, Dewan Syariah Nasional atau DSN telah
mengeluarkan fatwa sejumlah kurang lebih 95 fatwa yang penulis
dapatkan dari berbagai sumber, termasuk mengakses langsung ke website
resmi DSN-MUI itu sendiri:
http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=fatwa.
Di sini penulis mencoba mengklasifikasikan fatwa-fatwa yang
telah dikeluarkan dan dikelompokan berdasarkan fungsi fatwa itu untuk
dikeluarkan. Diantaranya fatwa-fatwa yang dikeluarkan adalah, Fatwa
tentang Simpanan : Fatwa No.1: Giro, Fatwa No.2: Tabungan, Fatwa
No.3: Deposito.
Fatwa tentang Mudharabah: Fatwa No.7: Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh), Fatwa No.38: Sertifikat Investasi Mudharabah
8 http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=sekilas Diakses 22-Januari-2015 pukul 15.45
WIB.
102
Antarbank (Sertifikat IMA), Fatwa No.50: Akad Mudharabah
Musytarakah.
Fatwa tentang Musyarakah: Fatwa No.8: Pembiayaan
Musyarakah, Fatwa No.55: Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Musyarakah, Fatwa No.73: Musyarakah Mutanaqishah.
Fatwa tentang Murabahah: Fatwa No.4: Murabahah, Fatwa No.13:
Uang Muka Murabahah, Fatwa No.16: Diskon dalam Murabahah, Fatwa
No.23: Potongan Pelunasan dalam Murabahah, Fatwa No.46: Potongan
Tagihan Murabahah, Fatwa No.47: Penyelesaian Piutang Murabahah bagi
Nasabah Tidak Mampu Membayar, Fatwa No.48: Penjadualan Kembali
Tagihan Murabahah, Fatwa No. 49: Konversi Akad Murabahah, Fatwa
No. 84: Metode Pengakuan Keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah
(Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah.
Fatwa tentang Salam dan Istishna': Fatwa No. 5: Jual Beli Salam,
Fatwa No. 6: Jual Beli Istishna', Fatwa No. 22: Jual Beli Istishna' Paralel.
Fatwa tentang Ijarah: Fatwa No. 9: Pembiayaan Ijarah, Fatwa No.
27: Al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik (IMBT), Fatwa No. 56:
Ketentuan Review Ujrah pada LKS.
Fatwa tentang Hutang dan Piutang: Fatwa No. 19: Qardh, Fatwa
No. 17: Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran, Fatwa
No. 31: Pengalihan Hutang, Fatwa No. 67: Anjak Piutang Syariah, Fatwa
No. 79: Qardh dengan Menggunakan Dana Nasabah.
103
Fatwa tentang Hawalah: Fatwa No. 12: Hawalah, Fatwa No. 58:
Hawalah bil Ujrah.
Fatwa tentang Rahn (Gadai): Fatwa No. 25: Rahn, Fatwa No. 26:
Rahn Emas, Fatwa No. 68: Rahn Tasjiliy, Fatwa No. 92: Pembiayaan
yang Disertai Rahn (al-Tamwil al-Mautsuq bi al-Rahn).
Fatwa tentang Sertifikat Bank Indonesia: Fatwa No. 36: Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI), Fatwa No. 63: Sertifikat Bank Indonesia
Syariah, Fatwa No. 64: Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju'alah.
Fatwa tentang Kartu (Card): Fatwa No. 42 : Syariah Charge Card,
Fatwa No. 54 : Syariah Card.
Fatwa tentang Pasar Uang: Fatwa No. 28: Jual Beli Mata Uang
(al-Sharf), Fatwa No. 37: Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah, Fatwa No. 78: Mekanisme dan Instrumen Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah
Fatwa tentang Asuransi Syariah: Fatwa No. 21: Pedoman Umum
Asuransi Syariah, Fatwa No. 39: Asuransi Haji, Fatwa No. 51: Akad
Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 52: Akad
Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah, Fatwa
No. 53: Akad Tabarru' pada Asuransi Syariah, Fatwa No. 81:
Pengembalian Dana Tabarru' bagi Peserta Asuransi yang Berhenti
Sebelum Masa Perjanjian Berakhir.
104
Fatwa tentang Pasar Modal Syariah: Fatwa No. 20: Pedoman
Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah, Fatwa No. 40: Pasar
Modal & Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar
Modal, Fatwa No. 65: Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
Syariah, Fatwa No. 66: Waran Syariah, Fatwa No. 80: Penerapan Prinsip
Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar
Reguler Bursa Efek.
Fatwa tentang Obligasi Syariah: Fatwa No. 32: Obligasi Syariah,
Fatwa No. 33: Obligasi Syariah Mudharabah, Fatwa No. 41: Obligasi
Syariah Ijarah, Fatwa No. 59: Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
Fatwa tentang Surat Berharga Negara, Fatwa No. 69: Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN), Fatwa No. 70: Metode Penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), Fatwa No. 72: Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) Ijarah Sale and Lease Back, Fatwa No. 76: Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) Ijarah Asset to Be Leased, Fatwa No.
95: Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Wakalah, Fatwa No. 94:
Repo Surat Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan Prinsip Syariah.
Fatwa tentang Ekspor / Impor: Fatwa No. 34: Letter of
Credit (L/C) Impor Syariah, Fatwa No. 35: Letter of Credit (L/C) Ekspor
Syariah, Fatwa No. 57: Letter of Credit (L/C) dengan Akad Kafalah bil
Ujrah, Fatwa No. 60: Penyelesaiann Piutang dalam Ekspor, Fatwa No. 61:
Penyelesaian Utang dalam Impor.
105
Fatwa tentang Multi Level Marketing (MLM): Fatwa No. 75:
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS), Fatwa No. 83:
Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah.
Fatwa tentang Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah
(LKS): Fatwa No. 14: Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS, Fatwa
No. 15: Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS.
Fatwa tentang Pembiayaan: Fatwa No. 29: Pembiayaan
Pengurusan Haji LKS, Fatwa No. 30: Pembiayaan Rekening Koran
Syariah, Fatwa No. 44: Pembiayaan Multijasa, Fatwa No. 45: Line
Facility (at-Tashilat as-Saqfiyah), Fatwa No. 89: Pembiayaan Ulang
(Refinancing) Syariah, Fatwa No. 91: Pembiayaan Sindikasi (al-
Tamwil al-Mashrifi al-Mujamma‘).
Fatwa tentang Penjaminan: Fatwa No. 11: Kafalah, Fatwa No. 74:
Penjaminan Syariah.
Fatwa Lain: Fatwa No. 10: Wakalah, Fatwa No. 18: Pencadangan
Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS, Fatwa No. 24: Safe Deposit
Box, Fatwa No. 43: Ganti Rugi (Ta'widh), Fatwa No. 62: Akad Ju'alah,
Fatwa No. 71: Sale and Lease Back, Fatwa No. 77: Jual Beli Emas secara
tidak tunai, Fatwa No. 82: Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip
Syariah di Bursa Komoditi, Fatwa No. 85: Janji (Wa'ad) dalam Transaksi
Keuangan dan Bisnis Syariah, Fatwa No. 86: Hadiah dalam
106
Penghimpunan Dana Lembaga Keuangan Syariah9, Fatwa No. 87:
Metode Perataan Penghasilan (Income Smoothing) Dana Pihak Ketiga,
Fatwa No. 88: Pedoman Umum Penyelenggaraan Program Pensiun
Berdasarkan Prinsip Syariah, Fatwa No. 93: Keperantaraan (Wasathah)
dalam Bisnis Properti.
Itulah kategori-kategori yang diklasifikasikan penulis dari 95
fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI agar lebih memudahkan
pembaca, apa fungsi fatwa itu sendiri. Jika ingin lebih jelas dan mendetail
silahkan langsung mendownload masing-masing dari fatwa itu sendiri.
Dewan Pengawas Syariah (DPS ) yang memang menjadi lembaga
pengawasnya tersebar di seluruh LKS atau lembaga keuangan syariah di
Indonesia. Dewan Pengawas Syariah (DPS) mengawasi operasional bank
secara independen. DPS ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN),
sebuah badan di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seluruh
pedoman produk, jasa layanan dan operasional bank telah mendapat
persetujuan DPS untuk menjamin kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip
syariah Islam.
Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah:
Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan
Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah, menilai dan memastikan
9 http://alminist.blogspot.com/2010/08/fatwa-dsn-mui.html Diakses tanggal 9-Februari-2015pukul 18.45 WIB.
107
pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan Bank, mengawasi proses pengembangan produk baru Bank,
meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank
yang belum ada fatwanya, melakukan review secara berkala atas
pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank, meminta data dan informasi
terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.
Gambaran tugas DPS di secara umum yang ada di setiap bank
untuk tugas dan wewenang yang dimiliki sama hanya saja orang atau
seseorang yang ditugaskan untuk mengawasinya berbeda di setiap bank.10
Contoh formasi DPS di bank Mandiri Syariah:
Prof. DR. Komaruddin Hidayat
Ketua
Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, MEc
Anggota
Drs. H. Mohamad Hidayat,
MBA.
Anggota
10 http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-pengawas-syariah/ Diakses pada tanggal 22-Januari-2015 pukul 15.45 WIB.
108
BAB V
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FUNGSI PENGAWASAN PASAR
A. Persamaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian
Modern
Tentu yang pertama terlintas dipikiran kita adalah lembaga pengawasan
yaitu tentang bagaimana lembaga ini mengawasi sesuatu dengan cara mereka
masing-masing, dan Hisbah adalah salah satu lembaga pengawasan ekonomi
yang dimiliki oleh Islam sepanjang sejarahnya. Fungsi pengawasan ini tidak
lepas dari gambaran tugas dan wewenangnya yang telah dipaparkan oleh penulis
di bab III.
Sebagaimana kita telah ketahui bahwa dalam bagian ilmu ekonomi ini
ada tiga aspek pengawasan yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan
konsumsi.
Untuk mengetahuinya lebih detail dalam persamaan antara lembaga
Hisbah dengan lembaga pengawasan perekonomian modern, penulis akan
memaparkannya dengan memberi table tentang persamaan antara Hisbah dengan
lembaga pengawasan perekonomian modern
.
109
Tabel 1.1: Persamaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawsan
Perekonomian Modern.
Nomor Hisbah Lembaga Pengawasan
Perekonomian Modern
1 Sama-sama mengawasi dalam
bidang perekonomian UMKM yang
terletak di pasar.
Sama-sama mengawasi dalam
bidang perekonomian UMKM yang
terletak di pasar.
2 Sama-sama menindak lanjuti,
apabila mendapati salah satu dari
pedagang yang mencederai akad
atau merugikan salah satu
konsumennya, namun hanya tindak
lanjut dalam bentuk laporan, nanti
ada pihak yang berwajib dalam
melakukan tindak hukumannya.
Sama-sama menindak lanjuti,
apabila mendapati salah satu dari
pedagang yang mencederai akad
atau merugikan salah satu
konsumennya, namun hanya tindak
lanjut dalam bentuk laporan, nanti
ada pihak yang berwajib dalam
melakukan tindak hukumannya.
3 Sama-sama menegakkan amr ma’ruf
nahi munkar ke dalam fungsi
lembaganya masing-masing, jika
Hisbah dalam bentuk lembaganya
sendiri.
Sama-sama menegakkan amr ma’ruf
nahi munkar ke dalam fungsi
lembaganya masing-masing, jika
lembaga pengawasan perekonomian
modern dalam lembaga yang telah
dibagi sesuai fungsinya masing-
110
masing, seperti BPOM, KPPU,
LPPOM-MUI dan DPS.
5 Hukuman yang diberikan sama-
sama dalam bentuk preventif atau
pencegahan karena seperti yang
telah dikemukakan bahwa lembaga
ini hanya mengawasi, aka nada
lembaga khusus yang
menghukumnya.
Hukuman yang diberikan sama-
sama dalam bentuk preventif atau
pencegahan karena seperti yang
telah dikemukakan bahwa lembaga
ini hanya mengawasi, aka nada
lembaga khusus yang
menghukumnya.
6 Disamping lembaga Hisbah
mengawasi juga sama-sama
menunggu laporan dari masyarakat
pada ketika itu, juga di samping itu
seperti mendengar tuduhan,
mendengar dakwaan, menasihati
atau menegur dan menghukum yang
bersifat prefentif tadi, fungsi ini agar
tidak terjadinya tumpeng tindih
antara tugas Muhtasib dengan
hakim.
Disamping lembaga pengawasan
perekonomian modern mengawasi
juga sama-sama menunggu laporan
dari masyarakat pada ketika itu, juga
di samping itu seperti mendengar
tuduhan, mendengar dakwaan,
menasihati atau menegur dan
menghukum yang bersifat prefentif
tadi, fungsi ini agar tidak terjadinya
tumpeng tindih antara tugas
pengawas dari pihak terkait dengan
hakim dan lembaga penegak hukum
111
yang lainnya.
7 Sama-sama boleh bertindak
langsung tanpa adanya menunggu
laporan dari masyarakat.
Sama-sama boleh bertindak
langsung tanpa adanya menunggu
laporan dari masyarakat.
Persamaannya antara lembaga Hisbah dengan lembaga pengawasan
perekonomian modern seperti itu yang dalam garis besarnya sama-sama
mengawasi kegiatan perekonomian yang terjadi di masyarakat dan menegur
apabila terjadi dan jika mengandung dakwaan dan membutuhkan kesaksian,
maka perkara itu diserahkan kepada Wilâyat Al-qadhâ` dan kejaksaan yang
berada di Negara kita.
B. Perbedaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan Perekonomian
Modern
Jika sebelumnya penulis telah menyinggung persamaannya, maka sekarang
adalah perbedaannya antara Hisbah dengan lembaga pengawasan perekonomian
modern yang sudah dipaparkan ada 4 lembaga antara lain: BPOM, LPPOM,
KPPU dan DPS.
Untuk lebih mudah dalam pemaparannya maka penulis membuat table
perbedaan seperti berikut ini:
112
Table 1.2: Perbedaan antara Hisbah dengan Lembaga Pengawasan
Perekonomian Modern
Nomor Hisbah Lembaga Pengawas
Perekonomian Modern
1 Perbedaan yang mencolok
tentu dalam spesifikasi, jika
Hisbah hanya dalam satu
lembaga, walaupun seiring
perkembangannnya ada tugas
khusus seperti bukan hanya
mengawasi perniagaan dan
pasar namun ada tugas juga
mengawasi perencanaan dan
industri yang disebut dengan
(‘urafa` al-hirâi wa al-
sinâ’at).
Jika dalam lembaga pengawasan
perekonomian modern, semua
lembaga telah dispesisifikasikan
masing-masing kedalam
fungsinya, seperti BPOM yang
mengawasi khusus dalam
perniagaan yang menyangkut
pangan, obat dan kosmetik,
kemudian LPPOM, yang hanya
mengawasi status kehalalan
dalam produk pangan, KPPU
yang mengawasi dalam aspek
ekonomi persaingan usaha skala
Makro dalam pelanggaran
monopoli dan persaingan usaha
yang tidak sehat, dan terakhir
lembaga DPS yang mengawasi
113
produk bank atau lembaga
keuangan syariah apakah sesuai
atau tidaknya seperti yang
tercantum dalam fatwa.
2 Jika Hisbah selain menindak
lanjuti dalam bentuk hukuman
preventif dan juga bisa
memberikan hukuman berupa
ta’zir.
Jika lembaga pengawasan
perekonomian modern hanya
dalam bentuk pengawasan dan
mencegah langsung jika terjadi
pelanggaran dalam kasus berat
akan dilaporkan ke pihak yang
berwajib seperti polisi untuk
menangkapnya dan diadili.
3 Dalam Hisbah, pengawas atau
biasa yang disebut dengan
Muhtasib tersebar di semua
pasar agar lebih terawasi
secara teratur dan tertata.
Dalam lembaga pengawasan
perekonomian modern para
petugas ditempatkan hanya di
kota besar dan jarang langsung
turun ke tempat kejadiannya,
pemeriksaan dan fungsi
pengawasan hanya berjalan jika
hari-hari besar seperti menjelang
Idul Fitri dan lain-lain.
114
4 Hisbah dalam pengawasannya
hanya dalam aspek distribusi
dan produksinya saja.
Jika dalam lembaga pengawasan
perekonomian modern, masing-
masing mempunyai kekhususan
walaupun rata-rata hampir sama
dalam aspek produksi dan
distribusi, karena tidak ada
lembaga yang khusus
mengawasi dalam aspek
konsumsinya.
5 Jika Hisbah dijalankan dalam
Negara Islam yang dimulai
semenjak zaman Rasulullah,
dan itu dalam bentuk Negara
Islam sampai kekhalifahan
setelahnya.
Jika lembaga pengawasan
perekonomian modern
dijalankan di Indonesia dalam
bentuk republik dan Negara
yang menganut UUD dan
Pancasila bukan Negara islam.
6 Institusi Hisbah adalah elemen
pelengkap dalam menjaga
syaaria’t Islam.
Lembaga pengawasan
perekonomian modern juga
elemen pelengkap dalam tugas
Negara menyejahterakan
masyarakatnya yang tertuang
dalam Undang-undang No.5
115
tahun 1999 yang berbunyi:
“Terwujud Ekonomi Nasional
yang Efisien dan Berkeadilan
untuk Kesejahteraan Rakyat.
7 Fungsi Hisbah dijalankan
sesuai tuntunan al-Quran dan
Hadis.
Lembaga pengawasan
perekonomian modern
dijalankan sesuai dengan UUD
Negara dan peraturan
perundangan lain yang berada di
bawahnya dan telah dibuat oleh
masing-masing lembaga.
8 Peran Hisbah bisa maksimal
karena distribusi petugasnya
yang menyeluruh dalam
penugasannya di setiap
tempat.
Minimnya kualitas pengawasan
lembaga perekonomian modern
yang berada di Indonesia karena
masih kurangnya merata
distribusi pegawai atau petugas
lembaga yang ditugaskan, jadi
masih banyak kasus yang luput
dan itulah yang seringkali bisa
dimanfaatkan oleh para
segelintir orang yang tidak
116
bertanggung jawab dan
merugikan orang lain.
Perbedaan yang umum kita ketahui tentu dalamtugas dan fungsi masing-
masing lembaga yang dijalankan, namun terlepas dari segala perbedaanya fungsi
dan tugas lembaga yang sekarang sudah berjalan maka harus dimaksimalkan agar
bisa mewujudkan ekonomi sejatera dan berkeadilan sesuai dengan apa yang telah
tertera dalam undang-undang tadi.
117
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Fungsi yang dimiliki Hisbah fokus pada distribusi yang dilakukan oleh
para pedagang yang berada di pasar, Hisbah memilikii fungsi pengawasan,
fungsi tersebut merupakan fungsi khusus karena ia adalah lembaga pengawasan
yang bergerak dalam aspek distribusi dalam hal dagangan di pasar. Wewenang
dan tugas yang dimiliki oleh Hisbah adalah wewenang yang berada di luar
wilayat al-Mazhâlîm dan wilayat al-qadhâ. Bukan hanya di dalam pengawasan,
tugas Hisbah pun meliputi seperti mendengar tuduhan, mendengar dakwaan juga
menasihati dan menghukum. Dua fungsi terakhir ini dilaksanakan setelah adanya
pengawasan tersebut.
Lembaga pengawasan ekonomi modern yang sudah dipaparkan ada 4
lembaga antara lain: BPOM, LPPOM, KPPU dan DPS. Lembaga pertama adalah
lembaga BPOM, lembaga pemerintah non departemen atau LPND yang memang
bertanggung jawab atas pengawasan dari aspek produksi dan distribusinya juga.
LPPOM lembaga pengawasan yang fokus pada produksi baik pra maupun paska.
KPPU hanya fokus pada distribusi yang dilakukan pada perjanjian dari para
distributornya dan produsen, dan yang terakhir DPS yang sama-sama mengawasi
produk dari LKS (Lembaga Keuangan Syariah).
118
Persamaan antara lembaga pengawasan Hisbah dan lembaga pengawasan
perekonomian modern diantaranya, dalam aspek tugas utama yaitu, pengawasan, hanya
bersifat menindak lanjuti tidak untuk menghukum, tindakan lanjutan sama-sama hanya
bersifat preventif dan bertindak dengan atau tanpa adanya laporan dari masyarakat.
Perbedaannya antara lembaga pengawasan Hisbah dan lembaga pengawasan
perekonomian modern diantaranya, tentu dalam spesifikasi penugasan, hukuman,
petugas pengawas dan dijalankan dalam sistem kepemerintahan yang berbeda.
B. Saran-saran
1. Dalam kasus ini dan tugas lembaga kepengawasan tidak akan terwujud secara
sempurna tanpa adanya partisipasidari masyarakat yang harus peka dan lebih
teliti dan diupayakan dari lembaga itu sendiri harus bisa mengupayakannya
dengan banyak mensosialisasikan dengan masyarakat agar bisa mensinergikan
tujuan dengan seimbang dan terkendali.
2. Penulis sadar bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan salah
satunya yaitu di penindak lanjutan yang akan terus harus diawasi dan
dievaluasi agar hasilnya maksimal.
3. Penulis mengharapkan agar penelitian selanjutnya bisa difokuskan pada
kasus-kasus yang terjadi dan diteliti kuantitatif atau pada sistem online yang
bisa dimaksimalisasi dengan ketentuan yang ada.
119
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Afifi Fauzi. Metodologi Penelitian. Ciputat: Adelina Bersaudara, 2010.
Abd al-Baqy, Muhammad Fuad. Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâz al-Qur’an. Kairo:
Dar al-Hadis, 1987.
Al-Bakr, Muhammad Abd al-Rahman. Al-Sultâh Al-qadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah al-
Qâdhi. Kairo: Al-Zukhra’ li A’lâm al-Arabī, 1998.
Al-Damsyîqî, Abû al-Fadâ` al-Hafiz Ibnu Katsir. Tafsir Al-Qur’an al-Azîm. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1999.
Al-Gazali, Imam ◌ Abū Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihyâ` Ulum al-Dîn.
Beirut: Dar al-Fikr, 1991.
al-Harits, Jaribah Bin Ahmad. Fikih Ekonomi Umar Bin Al-Khathab. Saudi Arabia:
Dar Al Andalus Al Khadara- Jeddah, 1424 H/2003 M.
Al-Hujjâj al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Imam ◌ Abû al-Husain Muslim. [selanjutnya
disebut: Muslim], Shahih Muslim bi Syah al-Nawâwî. Indonesia: Maktab
Dahlan, [t.th].
Al-Mawardi. Al-Ahkâm al-Sultâniyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah. Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiyyah, [t.th].
Al-Qaradhawi, Yusuf. Min Fiqh al-Daulah fi al-Islam. Kairo: Dar al-Syuruq, 1997.
Al-Qasim bin Salam, Abû Ubaid. Kitab al-Amwâl. Mesir: Dar al-Fikr, [t.th].
Al-Rahman al-Bakr, Muhammad Abd. Al-Sultâh Al-qadhâ`iyah wa al-Syakhsiyah al-
Qâdhi. Kairo: Al-Zukhra’ li A`lâm al-Arabî, 1998.
120
Al-Sayûti, Jalâluddin. Târikh Khulafâ` al-Râsyidin. Beirut: Dar al-Fikr, [t.th].
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Gramata Publishing, 2010.
Anas, Imam Malik. [selanjutnya disebut: Malik], Al-Muwatta’. ([t.t]: Al-Maktabah al-
Taufiqiyah, [t.th].
As-Shiddiqie, Jimly. “Struktur ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan keempat
UUD tahun 1945”, Makalah disampaikan pada seminar pembangunan hukum
Nasional VIII di Denpasar 14-18 Juli 2003, hal, 40.
Baali, Fuad dan Ali Wardi. Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1989.
Chandra, Gregorious dkk. Pemasaran Global: Internasionalisasi dan Internetisasi.
Yogyakarta: ANDI, 2004.
Dahlan, Abdul Aziz. (ed),Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1997.
Halim bin Taimiyah, Ahmad bin Abdul. Hisbah fî al-Islam aw Wazîfah al-Hukûmah
al-Islâmiyyah, [selanjutnya disebut: Hisbah]. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
[t.th].
Hamzah al-Husein al-Hanafi al-Damsyq, Ibnu. Asbab al-Wurud; Latar Belakang
Historis Timbulnya Hadits-hadits Rasul. Penerjemah: M. Suwarta Wijaya dan
Jafrullah Salim, Jakarta: Kalam Mulia, 1991.
Hasan, Hasan Ibrahim. Al-Nuzmu al-Islâmiyah. Kairo: Mathba’ah Lajnah al-Ta’lif wa
al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1953.
121
Islahi, A.A. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Penerjemah H Anshari Thayib,
Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997.
Katsir, Ibn Hasan Aqi ibn al-walid al-Syaiban. Al-Kâmil fi al-Târikh. Beirut: Dar-al-
Shadan, [t.th].
Khaldun, Abd al-Rahman. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 1993.
Mazkur, Muhammad Salam. Al-qadhâ` fi al-Islâm. Kairo: Dar al-Nadwah al-
Arabiyah, [t.th].
Munawir, AW. Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap. Yogyakarta: al-
Munawwir, 1984.
Mustaq, Ahmad. Etika Bisnis dalam Islam, Penerjemah: Samson Rahman, Judul Asli
“Business Ethics in Islam”. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Jogjakarta: Gadjahmada
Universiti Press, 1982.
Radly, Ali Muhammad. Asr al-Islam al-Dzahabi al-Ma’mun. Mesir: Dar al-Fikr,
[t.th].
Rosyadi, A. Rahmat dan Ngatino. Arbitrase Dalam Perspektif Islam dan Hukum
Positif. Bandung, PT Citra Adiya Bakti, 2002.
Salim, Abd al-Aziz. Târikh Daulah al-Arabiyah. Iskandariyah: Muassasah Sabab al-
Jami’ah, 1997.
Sawrah al-Tirmidzi, Abû Isya Muhammad bin Isya. [selanjutnya disebut: Tirmidzi].
Al-Jâmi’ al-Sahîh Sunan al-Tirmidzi. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2000.
122
Schacht, Joeseph. An Introduction to Islamic Law. (Oxford: Clarendon Press, [t.th].
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Jakarta: Lentera Hati, 2005.
Shihab, Muhammad Quraisy. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta,
2007.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: kencana, 2011.
Syarif, Muhammad Jalal dan Ali Abd al-Mu’thy Muhammad. Al-Fikr al-Siyâsy fî al-
Islâm; Syakhsiyah wa Madzahib. Iskandariyah: Dar al-Jami’ah al-Mishriyah,
1978.
Syarifuddin, Amir. Garis Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2005.
Taimiyah, Ahmad bin Abd al-Halim. [selanjutnya disebut: Taimiyah], Majmu`ah al-
Fatâwâ, [selanjutnya disebut: al-Fatâwâ]. T.t: Dar al-Wafa’, 2001.
Zaidan, Abdu al-Qadir. Usul al-Aqîdah. Beirut: Dar al-Babair, 1998.
Internet:
“Latar Belakang BPOM”. diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB dari
http://pom.go.id/profile/latar_belakang.asp.
“Fungsi BPOM” diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB dari
http://pom.go.id/profile/fungsi_badan_POM.asp.
“Kode Pengawasain Makanan BPOM” diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05
WIB dari
123
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090420070830AALY0Q
B.
“Tentang DSN-MUI” diakses pada 22 Januari 2015, Pukul. 15.05 WIB dari
http://www.halalmui.org/mui14/index.php/main/go_to_section/2/31/page/1
“Tentang DSN-MUI” Diakses 22-Januari-2015 pukul 15.45 WIB dari
http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=sekilas
“Tentang DPS” Diakses 22-Januari-2015 pukul 15.45 WIB dari
http://www.syariahmandiri.co.id/category/info-
perusahaan/organisasi/pimpinan/dewan-pengawas-syariah/
www.kbbi-online.com/arti-relevansi
Addi Mawahibun Idhom “Hanya Enam Pasar di Yogyakarta Punya Timbangan Jujur”
Berita diakses 7 November 2013 dari
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/07/058527907/Hanya-Enam-Pasar-
di-Yogyakarta-Punya-Timbangan-Jujur
“Tentang fatwa-fatwa DSN” Diakses 9 Februari 2015 pukul 18.45 WIB dari
http://alminist.blogspot.com/2010/08/fatwa-dsn-mui.html
http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=fatwa
top related