peran perawat fase perioperatif laringektomi
Post on 23-Oct-2015
417 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laringektomi merupakan teknik operasi pada laring yang
mengalami blokade dan mempengaruhi efektivitas jalan
napas.Supracricoid Laryngectomy Partial (SCLP) merupakan salah satu
teknik operasi bedah (reseksi) pada laring khususnya pada organ kartilago
tiroid, ruang paraglotis, dan ruang pra-epiglotis. Pada prosedur operasi ini,
banyak terjadi aspirasi di hamper semua pasien yang menjalani operasi
Laringektomi. Oleh karena itu, pengkajian status respirasi pada pra-
operatif dan pencegahan komplikasi paru post-operasi merupakan bagian
yang sangat penting.[1]
Komplikasi paru post – operatif berkontribusi penting dalam angka
morbiditas dan mortalitas. Komplikasi paru yang sering ditemukan pada
pasien post-operasi laringektomi antara lain atelaktasis, pneumonia, dan
eksaserbasi penyakit paru kronis.[1]
Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa perawatan post
operatif pasien laringektomi khususnya pada operasi Supra Cricoid
Laryngectomy Partial (SCLP) sangat perlu untuk dilakukan karena
potensial munculnya komplikasi pada system respirasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud operasi laringektomi supraglotis parsial ?
2. Apa saja faktor resiko laringektomi yang menyebabkan komplikasi
pulmonal ?
3. Apa saja peran perawat pada fase perioperatif laringektomi ?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada post operasi laringektomi ?
Halaman 1 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Supracricoid Laryngectomy Partial
Supracricoid Laryngectomy Partial (SCLP)merupakan operasi
pembedahan yang dilakukan pada pre – epiglottis dan para – glottis. Operasi
pembedahan laring ini termasuk pada kategori operasi laringektomi total
yaitu operasi laringektomi yang dilakukan pada obstruksi laring meluas
diluar pita suara ke tulang hyoid, epiglottis, kartilago krikoid dan 2 cincin
trakea diangkat.[1],[3]
Gambar 1.Bagian Insersi Laring pada SCLP.[2]
Operasi SCLP banyak dilakukan sebagai intervensi dari pasien yang
terkena kanker pada laring.Operasi SCLP dilakukan untuk mencegah
keparahan dari pertumbuhan sel karsinoma pada laring. Penelitian yang
dilakukan oleh Andrea Gallo dkk (2005) pada 253 pasien dengan kanker
pada laring dengan jumlah pasien 234 laki – laki dan 19 pasien perempuan
selama periode studi 16 tahun yang dimulai pada Januari 1984 sampai
Desember 2001. Hasil yang didapatkan pada penelitian tersebut adalah pada
periode studi 3 tahun tingkat keselamatan pasien kanker laring sebesar
85,8% setelah dilakukan operasi SCLP. Pada periode studi 5 tahun, 10
tahun, dan 16 tahun studi, tingkat keselamatan pasien kanker laring masing
Halaman 2 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
– masing sebesar 9.1%, 57.6%, dan 57.6% setelah dilakukan operasi SCPL.
Dengan simpulan bahwa operasi SCPL pada pasien kanker laring adalah
pilihan efektif untuk sebagai intervensi dari pertumbuhan sel karsinoma
pada laring.[4]
2.2. Faktor Resiko Komplikasi Pulmonal Post Operasi SCLP
Operasi SCLP dianggap sebagai operasi konservatif yang
mengganggu sebagian besar fungsi stingfer pada laring.Berdasarkan studi
yang dilakukan oleh Young Hoon Joo dkk (2009), sebesar 32,4% dari 111
pasien mengalami komplikasi pulmonal setelah operasi SCLP di
Departmentof Otolaryngology–Head and NeckSurgery, The Catholic
University of Korea mulai dari Januari 1993 sampai Desember 2008. Dari
hasil penelitian yang dilakukan, faktor resiko komplikasi pulmonal post –
operasi SCLP antara lain adalah usia lanjut, Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD), status merokok, dan nilai FEV1/FVC.[1]
Komplikasi yang muncul pada post – operasi pada studi tersebut
antara lain 5 pasien mengalami efusi pleura, 4 pasien mengalami atelaktasis,
dan edema paru pada 3 pasien. Namun komplikasi yang paling sering
ditemui adalah pasien akan kehilangan kemampuan untuk menghasilkan
suara. Potensial kemunculan komplikasi lain yang berkaitan pada post –
operasi SCLP adalah terjadinya distress pernapasan, hemoragi, dan infeksi.[1],[3]
Halaman 3 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
2.3. Peran Perawat pada Pasien Operasi SCLP
Peran perawat pada pasien operasi pembedahan seperti pasien yang
direkomendasikan operasi SCLP, menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang
meliputi 3 fase yakni fase pra – operatif, fase intra – operatif, dan fase post –
operatif.[3]
2.3. 1. Peran Perawat pada Fase Pra-Operatif SCLP
Peran perawat pada fase pra-operatif dimulai pada saat
keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien
dikirim ke meja operasi.Peran perawat pada fase ini meliputi
penyuluhan atau pemberian edukasi pada pasien terkait operasi
yang akan dilakukan dan menurunkan ansietas dan ketakutan
pasien yang akan menjalani pembedahan.[3]
2.3.1.1. Penyuluhan Pasien
Pada kebanyakan pasien yang dilakukan
operasi pembedahan laring memiliki ketakutan
tersendiri mengenai akibat yang akan dihadapi
setelah prosedur pembedahan. Selain itu, pasien
– pasien yang dilakukan prosedur operasi SCLP
adalah pasien yang terdiagnosis kanker pada
laring. Miskonsepsi sering terjadi tentang
dimana laring, apa fungsinya, apa prosedur yang
terutama akan dilakukan, dan apa efek
pembedahan yang akan muncul. Peran perawat
pada kondisi seperti ini adalah mengklarifikasi
miskonsepsi tersebut dan memberikan materi
Halaman 4 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
penyuluhan (tertulis atau audiovisual) kepada
pasien dan keluarga.[3]
Pada pasien operasi SCLP, pasien harus
mengetahui bahwa suaranya akan hilang.
Tetapi, pelatihan khusus akan memberikan
suatu cara untuk melakukan percakapan yang
cukup normal dengan media tulisan.[3]
Latihan batuk efektif dan napas dalam
diajarkan dan diperagakan ulang oleh pasien.
Penyuluhan tentang teknik ini menjelaskan
peran pasien pada masa post-operatif dan
rehabilitasi.[3]
2.3.1.2. Menurunkan Ansietas dan Depresi
Tanda – tanda pasien yang mengalami
ansietas dan depresi ditunjukkan dengan
mengajukan beberapa pertanyaan secara berulang
tentang prosedur operasi, contohnya seperti :
Apakah ahli bedah mampu menyembuhkan
saya ?
Akankah saya mati ?
Akankah saya dapat berbicara kembali ?
Akan seperti apakah penampilan saya ?
Banyak pasien pembedahan memiliki
rasa takut.Peran perawat pada kondisi ini yaitu
menggali rasa takut bersama pasien dan
mendapatkan bantuan dari tenaga professional
Halaman 5 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
lain jika diperlukan. Hindari untuk merespon
ketakutan pasien dengan mengatakan “Oh, tidak
ada yang perlu dikhawatirkan” yang akan
menyebabkan cara koping pasien kurang efektif
terhadap ketakutannya. Dukungan spiritual
memainkan peranan penting dalam menghadapi
ketakutan dan ansietas.Tanpa memandang anutan
keagamaan pasien, kepercayaan spiritual dapat
menjadi intervensi terapeutik untuk mengatasi
ansietas dan ketakutan pasien.[3]
2.3.2. Peran Perawat pada Fase Intra-Operatif
Pada fase intra operatif peran perawat difokuskan pada
reaksi psikologis dan fisiologis pasien.Perawat intra – operatif
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan pasien.
Sepanjang pengalaman pembedahan fungsi perawat adalah sebagai
kepala advokat pasien. Asuhan dan perhatian perawat mulai dari
waktu pasien disiapkan dan dijelaskan tentang prosedur bedah, pre
– operatif, hingga pemulihan kesehatan paska anestesi. Proses dan
peran perawat pada fase intra-operatif adalah sebagai berikut :[3]
2.3.2.1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan menggunakan
data dan catatan medis pasien untuk
mengidentifikasi variable yang dapat
mempengaruhi perawatan dan bergunan sebagai
pedoman untuk modifikasi rencana perawatan
pasien bedah.[3]
Identifikasi pasien
Validasi data yang dibutuhkan dari
berbagai kebijakan bagian
Halaman 6 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
Telaah catatan medis pasien mengenai
kelengkapan riwayat kesehatan dan
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan
diagnostik, kelengkapan riwayat dan
pengkajian fisik, serta ceklis pra – operatif.
Lengkapi pengkajian keperawatan pra-
operatif seperti status fisiologis,
psikososial, dan status fisik. [3]
2.3.2.2. Perencanaan
Perencanaan dilakukan dengan melakukan
interpretasi variable – variable umum dan
menggabungkan variable tersebut dalam rencana
asuhan. Variabel tersebut antara lain :
Usia, jenis kelamin, prosedur bedah, tipe
anestesi yang direncanakan, ahli bedah, ahli
anestesi dan anggota tim
Ketersediaan peralatan spesifik yang
dibutuhkan untuk prosedur bedah
Kesiapan ruangan untuk pasien bedah ;
kelengkapan pengaturan fisik, kelengkapan
instrument, dan peralatan bedah.[3]
Perencanaan juga dilakukan dengan
mengidentifikasi aspek – aspek lingkungan ruang
operasi yang dapat mempengaruhi pasien. Aspek –
aspek lingkungan tersebut adalah :
Lingkungan fisik yang meliputi suhu dan
kelembaban ruangan, bahaya peralatan
listrik, kontaminan potensial (debu, darah,
rambut tidak tertutup, kesalahan pemakaian
Halaman 7 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
baju operasi oleh personel), hilir mudik
yang tidak perlu.
Lingkungan psikososial seperti kebisingan,
percakapan yang tidak perlu, dan
kekompakan antar personel.[3]
2.3.2.3. Intervensi
Atur dan jaga peralatan bedah untuk
laringektomi (steril)
Atur posisi pasien yang tepat untuk
prosedur pembedahan laring
Ikuti tahapan dalam prosedur bedah
Komunikasikan situasi yang merugikan
pada ahli bedah, ahli anestesi, atau rekan
perawat lain.[3]
2.3.3. Peran Perawat pada Fase Post-Operatif
Proses dan peran perawat pada fase intra-operatif adalah sebagai
berikut:
Halaman 8 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
Intervensi Keperawatan Fase Post-Operatif :
2.3.3.1. Mempertahankan Jalan Napas yang Paten
Memposisikan pasien dalam posisi semi-
Fowler setelah pemulihan dari anastesia. Pasien di
amati terhadap kegelisahan pernafasan labored,
aprehensi, dan peningkatan frekuensi nadi . seperti
halnya pada pasien laringotomi dianjurkan untuk
berbalik, batuk, dan nafas dalam. [3]
Selang laringotomi lebih pendek dari selang
trakeostomi tapi mempunyai diameter yang lebih
lebar adalah satu-satunya jalan nafas yang akan
dimiliki pasien. [3]
2.3.3.2. Meningkatkan Komusikasi dan Rehabilitasi
Wicara.
Ahli terapi wicara melakuakan evaluasi
praoperatif, selama kunjungan awal pasien dan
keluarga di berikan penyuluhan tentang bentuk
alternatif komunikasi, dan rencana rehabilitasi post -
operatif. [3]
Perawat mencatatkan tangan mana yang
digunakan pasien untuk menulis sehinggga tangan
sebelah bisa di gunakan untuk pemasangan infus. [3]
Halaman 9 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
Alternatif lainnya adalah bel pemanggil
seperti Bel genggam. Sistem ini akan di telaah
selama pra - operatif bersama pasien. Akan sangat
menghabiskan waktu utuk menuliskan setiap hal
atau berkomunikasi melalui bahasa tubuh. [3]
Bicara melalui esofagus mengharuskan
pasien mampu untuk mengkompres udara kedalam
esofagus dan mengeluarkannya, membuat vibrasi
segmen esofagus faring. Teknik ini bisa di ajarkan
manakala pasien telah mendapatkan makanan per
oral 1 minggu pasca operasi. Jika teknik ini tidak
berhasil maka dilakukan electrolarynx untuk
komunikasi. Alat ini memproyeksikan suara
kedalam rongga mulut. Ketika suara di bentuk oleh
mulut, suara dari elektrik laring akan menjadi kuat
yang dapat di dengar. [3]
Bentuk komunikasi lain yang akan
membantu pasien lebih di mengerti disebut
tracheoesophageal puncture. Dalam metode ini
suara di simpan dengan belokkan udara, yang
menjalar dari paru-paru melaui dinding posterior
trakea, kedalam esofagus, dan keluar melalui mulut. [3]
2.3.3.3. Peningkatan Nutrisi Yang Adekuat
Halaman 10 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
Bila pasien siap untuk makan oral, peran
perawat harus mejelaskan kepada pasien bahwa
cairan kental seperti Ensure dan Gelatin ,akan
diguanakan pertama kali karena cairan ini mudah
ditelan. Pasien di instuksikan dilarang makan yang
manis. Selain itu pasien di instruksikan untuk
membilas mulut dengan cairan hangat dan menyikat
gigi teratur. [3]
2.3.3.4. Peningkatan Harga Diri
Perawat memperhatikan selang, balutan, dan
drainase yang terpasang setelah pembedahan,
dorong pasien untuk mengekspresikan setiap
perasaan negatif tentang perubahan setelah
pembedahan. [3]
2.3.3.5. Pemantauan dan Penangannan Potensial
Komplikasi
Komplikasi post - operatif pasca
laringektomi langsung mencakup distres pernapasan
dan hipoksia, perdarahan, dan infeksi. [3]
- Komplikasi Pernapasan. Perawat memantau
pasien terhadap tanda-tanda distres pernapasan
dan hipoksia, terutama kegelisahan, iritasi,
agitasi, kelam pikir, takipnea, penggunaan
otot-otot aksesori pernapasan dan penurunan
saturasi oksigen. Obstruksi harus segera diatasi
dengan menghisap dan mengupayakan pasien
batuk dan nafas dalam, jika tidak segera
Halaman 11 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
ditangani dapat mengancam jiwa. Segera
hubungi dokter jika tidak ada perbaikan dalam
status pernapasan pasien. [3]
- Perdarahan. Dapat terjadi pada berbagai
tempat, termasuk tempat pembedahan, drein,
atau trakea. Ruptur arteri karotis terutama
sangat berbahaya. Jika hal ini terjadi, perawat
harus memberikan tekanan langsung diatas
arteri, meminta bantuan, dan memberi
dukungan psikologis pada pasien sampai
pembuluh tersebut dapat diligasi. Tanda -tanda
vital dipantau terhadap perubahan, terutama
peningkatan nadi dan penurunan tekanan
darah, atau pernapasan cepat dan dalam. Kulit
pucat, dingin dan berkeringat mungkin
menjadi tanda perdarahan aktif. [3]
- Infeksi. Perawat mengamati tanda dan gejala
dini infeksi paska operatif. Tanda ini
mencakup peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi nadi, perubahan jenis dreinase luka,
atau peningkata area kemerahan dan nyeri
tekan pada tempat operasi. [3]
2.3.3.6. Penyuluhan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di
Rumah
Halaman 12 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
Perawat mempunyai peran penting dalam
rehabilitasi pasien laringektomi. Area penyuluhan
pasien sebagai berikut:
- Perawatan Trakeostomi dan Stoma.
a) Diperkirakan akan sering membatukkan
lendir pada awal pascaoperatif karena
adanya lendir pada percabangan
trakeobronkial.
b) Setelah batuk, usap orifisium trakea dan
bersihkan dari lendir.
c) Cuci kulit sekitar stoma dua kali sehari.
d) Jika terbentuk krusta di sekitar stoma,
lunakkan dengan salep yang di resapkan
oleh dokter dan buang krusta dengan
menggunakan penjepit steril
e) Pertimbangan untuk menggunakan sejenis
pelindung di depan trakeostomi untuk
menjaga agar lendir tidak membasahi
pakaian.
f) Pertahankan humidifikasi yang adekuat
dengan humidifier dan nebuliser
g) Hindari udara ber-AC pertama untuk
mencegah udara dingin mengiritasi jalan
nafas. [3]
Halaman 13 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
- Penurunan pada Pengecapan dan
Penghindu. Pasien diperkirakan mengalami
kehilangan indera pengecap dan penghindu
selama beberapa waktu setelah pembedahan,
pada waktunya pasien biasanya dapat
menerima masalah ini dan mengadaptasi
sensasi olfaktori. [3]
- Tindakan Higienik.
a) Ketika mandi menggunakan shower, tutupi
stoma agar air tidak memasuki jalan napas.
b) Jangan biarkan hair-spray, bedak, atau
rambut yang rontok memasuki stoma untuk
menghindari iritasi dan kemungkinan
infeksi. [3]
- Tindakan Rekreasi. Aktifitas sedang untuk
mencegah keletihan sangat penting karena,
jika kelelahan, pasien akan mengalami
kesulitan berbicara lebih banyak, yang sangat
tidak menyenangkan. [3]
- Tindakan Perawatan dan Keselamatan di
Rumah. Perawat yang melakukan kunjungan
rumah akan mengevaluasi status umum dan
kemampuan pasien untuk secara efektif
merawat stoma dan trakeostomi. Perawat
juga memberikan dorongan pada indovidu
yang telah menjalani laringektomi untuk
melakukan pemeriksaan fisik teratur dan
mencari bantuan mengenai setiap masalah
Halaman 14 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
yang berkaitan dengan pemulihan dan
rehabilitasi.[3]
2.4. Asuhan Keperawatan Pasien Operasi SCLP
Asuhan keperawatan pasien operasi SCLP meliputi asuhan
keperawatan pra – operatif dan asuhan keperawatan post – operatif.
Penjelasan mengenai penetapan rencana keperawatan akan dibahas lebih
lanjut setelah ini.
2.4.1. Asuhan Keperawatan Pra – Operatif Operasi SCLP
Pada fase ini, asuhan keperawatan berfokus pada respon
psikologis dan fisiologis pasien sebelum menjalani operasi
pembedahan.Asuhan keperawatan pra – operatif meliputi
pengkajian, penetapan diagnosa, tujuan perawatan, dan rencana
intervensi.[3]
2.4.1.1. Pengkajian
Sebelum perawat melakukan pengkajian,
perawat perlu mengetahui prosedur pembedahan
yang akan dilakukan pada pasien agar dapat
merencanakan asuhan keperawatan yang sesuai.
Pasien SCLP membutuhkan evaluasi post –
operatif oleh therapist wicara karena diperkirakan
pasien akan kehilangan kemampuan untuk bersuara
secara permanen.[3]
Selain itu, pengkajian pra – operatif
berfokus pada pengkajian psikologis dan fisiologis
pasien mengenai kesiapan pasien yang akan
menjalani operasi SCLP. Ketakutan mengenai
prosedur pembedahan akibat deficit pengetahuan
dan kecemasan mengenai akibat atau komplikasi
Halaman 15 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
dari prosedur pembedahan merupakan respon yang
paling umum pada pasien operasi pembedahan
SCLP.[3]
2.4.1.2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data pengkajian,
diagnosa keperawatan utama pasien dapat
mencakup :
1. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak
familier terhadap sumber informasi (prosedur
pembedahan)
2. Ansietas berhubungan dengan stress (akan
kehilangan suara permanen dan komplikasi pasca
bedah). [3]
2.4.1.3. Nursing Outcome Classification (NOC)
DIAGNOSA 1 : Defisit Pengetahuan
“Knowledge : Medication - 1808”
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x4 jam, klien mengetahui prosedur medikasi
(pembedahan) dengan kriteria hasil :
- Identifikasi nama yang benar dari
prosedur medikasi dari tingkat tidak ada
pengetahuan ke tingkat pengetahuan
yang substansial (level 1 – 4)
Halaman 16 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
- Efek samping medikasi dari tingkat tidak
ada pengetahuan ke tingkat pengetahuan
yang substansial (level 1 – 4)
- Gambaran dari prosedur medikasi dari
tingkat tidak ada pengetahuan ke tingkat
pengetahuan yang sedang (level 1 – 3)
DIAGNOSA 2 :Ansietas
“Anxiety Self Control – 1402”
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x6 jam rasa ansietas pasien berkurang dengan
kriteria hasil :
- Rencanakan strategi koping pada situasi
stress dari tingkat jarang dilakukan ke
tingkat sering dilakukan (level 2 – 4)
- Gunakan teknik relaksasi untuk
mengurangi ansietas dari dari tingkat
jarang dilakukan ke tingkat sering
dilakukan (level 2 – 4)
- Atur hubungan social dari tingkat
kadang – kadang dilakukan ke tingkat
konsisten dilakukan (level 3 – 5)
2.4.1.4. Nursing Intervention Classification (NIC)
DIAGNOSA 1 : Defisit Pengetahuan
“Pre-Operative Coordination – 2880”
- Peroleh riwayat kesehatan pasien
Halaman 17 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
- Lakukan pemeriksaan fisik
- Infromasikan pada pasien dan keluarga
tentang tanggal dan waktu dilakukannya
operasi
- Kaji ekspektasi pasien terhadap operasi
- Berikan waktu untuk pasien bertanya
tentang operasi
- Diskusikan rencana post – operatif
DIAGNOSA 2 : Ansietas
“Counseling – 5240”
- Tegakkan hubungan terapeutik berdasar
kepercayaan dan respek
- Demontrasikan empati, kehangatan, dan
ketulusan
- Sediakan informasi faktual jika
diperlukan
- Identifikasi perbedaan pandangan antara
pasien dan tim kesehatan
- Dampingi pasien untuk mengidentifikasi
kekuatan diri dan menghadapi stress
2.4.2. Asuhan Keperawatan Post – Operatif Operasi SCLP
2.4.2.1. Pengkajian
Perawat melakukan pengkajian, perawat
perlu mengetahui komplikasi dan perubahan pada
status kesehatan pasien. Pengkajian yang akan
dilakukan pada pasien bertujuan agar dapat
merencanakan asuhan keperawatan yang sesuai.
Pengkajian pada pasien post - operatif:
Halaman 18 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
- Mengkaji pasien terhadap gejala.
- Suara serak, sakit tenggorok, dispnea,
disfagia atau nyeri dan rasa terbakar
dalam tenggorok. Leher pasien di palpasi
terhadap pembengkakan.
- Penting perawat mengetahui sifat dari
pembedahan sehingga dapat
merencanakan asuhan yang sesuai.
- Jika pasien di perkirakan tidak
mempunyai suara lagi, evaluasi
pascaoperatif di perlukan terafis wicara.
- Perlu di kaji kemampuan pasien untuk
mendengar, melihat, membaca, dan
menulis.
- Mengkaji kesiapan psikologis pasien.
2.4.2.2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
- Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2.4.2.3. Nursing Outcome Classification (NOC)
DIAGNOSA : Nyeri akut berhubungan dengan
agen injuri fisik
“Pain Control – 1605”
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam, diharapkan klien dapat
mengontol nyerinyeri dengan kriteria hasil :
Halaman 19 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
- Klien mampu mengenali onset
timbulnya nyeri (level 1-3)
- Klien mampu melaporkan kontrol nyeri
(level 1-3)
- Klien melaporkan nyeri berkurang (level
1 - 3)
- Menggunakan tekhnik non farmakologi
2.4.2.4. Nursing Interventions Classification (NIC)
DIAGNOSA : Nyeri akut berhubungan dengan
agen injuri fisik
“Pain Management – 1400”
- Amati isarat non verbal dan
ketidaknyamanan, terutama untuk
berkomunikasi
- Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri
- Kaji nyeri klient meliputi unsur PQRST
- Kaji adanya ketidaknyamanan
- Ajarkan tekhnik relaksasi untuk
mengurangi nyeri
- Bantu dan berikan suport pada pasient
dan keluarga
- Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi ketidaknyamanan
- Berikan pengetauan tentang nyeri yang
di rasakan klien
- Kelola pemberian obat analgesik sesuai
rekomendasi dokter
Halaman 20 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
- Kolaborasi denga pasient dan tim
kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan non
parmakologis pereda nyeri yang sesuai.
2.4.2.5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan:
1. Mendapatkan tingkat pengetahuan yang
memadai
a) Mengungkapkan pengertian tentang
prosedur pembedahan dan melakukan
perawatan diri secara adekuat
2. Menunjukkan penurunan anseitas dan depesi
a.) Mengekspresikan adanya harapan
b.) Bertemu dengan seseorang yang
memiliki masalah serupa.
3. Mempertahankan jalan nafas yang bersih
dan dapat mengatasi sekresi sediri
a.) Memperagakan teknikyang tepat dan
praktis yang mencakup pembersihan
dan penangan selang laringektomi.
4. Mendapatkan teknik komunikasi yang
efektif
a.) Menggunakan alat bantu untuk
komunikasi: bel pemanggil, Papan
Halaman 21 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
gambar, bahasa isyarat, membaca gerak
bibir, bantuan komputer.
b.) Pemperaktikkan arahan yang di berikan
oleh ahli wicara- Bahasa.
5. Mempertahankan masukn nutrisi yang
seimbang dan adekuat.
6. Menujjukkan perbaikan citra diri, harga diri,
dan konsep diri
a.) Mengekspresikan perasaan dan
khawatiran.
b.) Ikutserta dalam prawatan diri dan
pembuatan keputusan.
c.) Menerima informasi tentang kelompok
pendukung.
7. Patuh terhadap program rehbilitasi dan
perawatan di rumah.
a.) Memperaktikkan terapi wicara yang di
anjurkan
b.) Memperagakan metode yang tepat
dalam merawat stoma dan selang
laringektomi (jika terpasang)
c.) Mengungkapkan pengertian tentang
gejala yang membutuhkan perhatia
medis
d.) Menyebutkan tindakan keamanan yang
harus dilakuaka dalam keadaan darurat.
8. Menunjukkan tidak terjadi komplikasi
Halaman 22 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
a.) Tanda vital ( tekanan darah, suhu
tubuh, prekuensi nadi, dan pernafasan)
normal.
b.) Tidak terdapat kemerahan, nyeri tekan,
atau drainase purulen pada tempat
pembedahan.
c.) Menunjukkan jalan nafas yang paten
pernafasan yang sesuai.
d.) Tidak terdapat perdarahan dari tempat
operasi dan perdarahan minimal dari
drein.
Halaman 23 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
BAB III
KESIMPULAN
Pada pasien dengan indikasi pembedahan laring (laringektomi), peran
perawat sangat dibutuhkan. Pasien dengan operasi Supracricoid Laryngectomy
Partial (SCLP) akan mengalami penurunan status fisiologis dan psikologis pada
fase pra – operatif. Pada fase ini perawat berperan menjadi pendamping pasien
dan menjelaskan tentang prosedur bedah, apa yang akan dihadapi pasien setelah
operasi bedah, dan merencanakan terapi – terapi dan penangan post – operatif.
Pada fase intra – operatif, selain mendampingi pasien hingga pengiriman pasien
ke meja operasi, peran perawat dalam lingkungan operasi pembedahan dibutuhkan
untuk berkolaborasi dalam persiapan lingkungan operasi, komunikasi antar tenaga
kesehatan, dan posisi pasien sebelum dilakukan pembedahan. Pada fase post –
operatif, pemulihan paska anestesi harus dilakukan perawat, dan membantu pasien
beradaptasi terhadap perubahan status kesehatan. Terapi – terapi latihan dan
kolaborasi dengan terapis wicara dibutuhkan pasien laringektomi total yang
kehilangan suara secara permanen. Selain itu perawatan stoma yang terpasang alat
bantu pernapasan peru diajarkan kepada pasien dan keluargannya untuk
mendorong kemandirian pasien dan keluarganya. Setelah pasien dipulangkan,
rencana kunjungan perawat ke rumah pasien dilakukan untuk melakukan
pengecekkan terhadap status kesehatan pasien.
Secara keseluruhan, peran perawat sangat penting dan dibutuhkan pasien
pembedahan laring total karena perubahan yang akan dialami pasien tersebut
sangat signifikan. Pendampingan, edukasi, dan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain harus dilakukan untuk keberhasilan penatalaksanaan obstruksi
laring dimulai pada sebelum (pra-operatif), pada saat dilakukan (intra – operatif),
dan setelah dilakukan (post – operatif).
\
Halaman 24 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Joo, Young-Hoon., Sun, Dong-Il., Cho, Jung-Hae., Cho, Kwang-Jae.,
Kim, Min-Sik.Factors That Predict Postoperative Pulmonary
Complications After Supracricoid Partial Laryngectomy.Arch Otolaryngol
Head Neck Surgical.2009;135(11):1154-1157.
2. Bailey, Byron .J. 2006. Head & Neck Surgery – Otolaryngology 4th
Edition. Philadelpia :Lippincott Williams & Wilkins.
3. Smeltzer, Suzanne .C., Bare Brenda .G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran.
4. Gallo, Andrea., Manciocco, Valentina., Simonelli, Marilia., Pagliuca,
Giulio., D’ Arcangelo, Enzo., Vincentiis, Marco de. Supracricoid Partial
Laryngectomy in the Treatment of Laryngeal Cancer. Arch Otolaryngol
Head Neck Surg. 2005;131:620-625.
Halaman 25 | Peran Perawat pada Pasien Laringektomi
top related