pengaruh profesionalisme terhadap...
Post on 07-Feb-2018
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
PENGARUH PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA,KOMITMEN ORGANISASI, KEPUASAN KERJA, TURNOVER
INTENTIONS DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Desantio Prabowo1110082000103
JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436 H/2015 M
-
i
PENGARUH PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA,KOMITMEN ORGANISASI, KEPUASAN KERJA, TURNOVER
INTENTIONS DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Desantio Prabowo1110082000103
JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1436 H/2015 M
-
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Desantio Prabowo
Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Oktober 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Nama Ayah : Unggul Prabowo
Nama Ibu : Tri Asmariatun
Anak ke : 1 dari 1
Alamat : Jl. Menjangan IV No. 7C RT 001 RW 03
Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang
Selatan
Telepon : 085697031322
Email : desantio.p@gmail.com
II. PENDIDIKAN
1997 1998 : TK Bakti Nusa Indah Rempoa
1998 2004 : SDN 08 Bintaro
2004 2007 : SMP N 161 Jakarta
2007 2010 : SMA N 90 Jakarta
2010 2015 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-
vii
III. PENGALAMAN ORGANISASI
2011 : Panitia Accounting Fair 2011
2011 : Panitia Seminar Workshop Bisnis
Asuransi
2011 : Panitia Propesa 2011
2011 : Panitia Seminar The Young
Enterpreneurship
2011 : Panitia Think Act 2011
2014 : Panitia Pelatihan Pengelolaan Keuangan
Masjid
-
viii
THE INFLUENCE OF PROFESSIONALISM ON JOB PERFORMANCE,ORGANIZATIONAL COMMITMENT, JOB SATISFACTION, TURNOVER
INTENTIONS AND INDEPENDENCE OF PUBLIC ACCOUNTANT
ABSTRACT
This study aimed to analyze the influence of professionalism on jobperformance, organizational commitment, job satisfaction, turnover intentionsand independence of public accountant. This study uses primary data throughquestionnaires as research source. Questionnaires are distributed to publicaccountant which working in seventeen (17) Public Accounting Firms (KAP) inJakarta. The number of sample taken from 98 respondents, but it is only 68respondents that can be processed.
The Methods of analysis and the test hypotheses here using path analysisPLS (Partial Least Square), then the calculation using smartPLS program version2.0, while the sampling is done by using a convenience sampling method.Hypothesis testing results shows that the five hypotheses can be accepted.Professionalism positive and significant influence on job performance,organizational commitment, job satisfaction and independence, but theprofessionalism has negative and significant influence on turnover intentions.
Key words: public accountant, professionalism, job performance, organizationalcommitment, job satisfaction, turnover intentions, independence
-
ix
PENGARUH PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA, KOMITMENORGANISASI, KEPUASAN KERJA, TURNOVER INTENTIONS DAN
INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh profesionalismeterhadap kinerja, komitmen organisasi, kepuasan kerja, turnover intentions danindependensi akuntan publik. Penelitian ini menggunakan data primer dengankuesioner sebagai sumber penelitian. Kuesioner dibagikan kepada akuntan publikyang bekerja pada tujuh belas (17) Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayahJakarta. Jumlah sampel diambil sebanyak 98 responden, tetapi yang dapat diolahhanya sebanyak 68 responden.
Metode analisis dan uji hipotesis menggunakan analisis jalur PLS (PartialLeast Square), kemudian perhitungannya menggunakan program smartPLS versi2.0, sedangkan penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metodeconvenience sampling. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kelimahipotesis dapat diterima. Profesionalisme berpengaruh positif dan signifikanterhadap kinerja, komitmen organisasi, kepuasan kerja dan independensi, namunprofesionalisme berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intentions.
Kata kunci: akuntan publik, profesionalisme, kinerja, komitmen organisasi,kepuasan kerja, turnover intentions, independensi
-
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul PENGARUH PROFESIONALISME TERHADAP KINERJA,
KOMITMEN ORGANISASI, KEPUASAN KERJA, TURNOVER
INTENTIONS DAN INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK. Penyusunan
skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:
1. Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dan Shalawat serta salam kepada
Nabi Muhammad SAW.
2. Kedua orang tua, Ibu dan Bapak tercinta yang telah memberikan dukungan
moril dan doa juga penyemangat yang tiada henti dan tanpa lelah kepada
penulis. Terima kasih pada seluruh keluarga besar yang telah menyemangati
dan memberikan doa dan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hepi Prayudiawan selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dr. Rini, Ak.,CA. selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan pengarahan, dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Fitri Yani Jalil, SE.,M.Sc. selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan pengarahan, dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis terutama dosen-dosen Jurusan
Akuntansi yang tak bisa saya sebutkan satu-persatu, terima kasih untuk
seluruh ilmu yang telah diberikan kepada saya.
-
xi
8. Seluruh penguji sidang komprehensif dan sidang skripsi yang telah sabar dan
teliti sekali dalam menguji saya.
9. Seluruh jajaran karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terimakasih atas
bantuan, perhatian dan pelayanan yang diberikan.
10. Seluruh teman-teman Akuntansi C 2010 yang sudah menjadi teman
seperjuangan dalam susah dan senang selama kuliah.
11. Seluruh keluarga besar Akuntansi, mulai dari Akuntansi A sampai Akuntansi
D, baik konsentrasi Audit, Pajak, maupun Akmen, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang sudah memberikan banyak dukungan dan menjadi
penghiburan bagi penulis. Terimakasih banyak teman-teman, semoga kalian
menjadi orang-orang yang selalu dikaruniai kebahagiaan oleh Allah SWT.
Aamiin.
12. Seluruh Akuntan Publik (responden) yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk mengisi kuesioner penelitian ini.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah turut
membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, Februari 2015
(Desantio Prabowo)
-
xii
DAFTAR ISI
COVER
COVER DALAM .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... viii
ABSTRAK ..................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang Penelitian ................................................. 1
B. Perumusan Masalah .......................................................... 16
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 19
A. Tinjauan Literatur ............................................................. 19
1. Auditing .................................................................... 19
-
xiii
2. Profesionalisme ........................................................ 29
3. Kinerja ...................................................................... 35
4. Komitmen Organisasi .............................................. 39
5. Kepuasan Kerja ........................................................ 44
6. Turnover Intentions .................................................. 51
7. Independensi ............................................................ 55
B. Penelitian Sebelumnya ...................................................... 62
C. Kerangka Berpikir.............................................................. 69
D. Hipotesis ........................................................................... 70
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 78
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 78
B. Metode Penentuan Sampel ................................................ 78
C. Metode Pengumpulan Data ............................................... 78
D. Metode Analisis Data ........................................................ 79
1. Model Pengukuran (Outer Model)............................ 80
a. Uji Validitas .................................................... 80
b. Uji Reliabilitas ................................................ 81
2. Model Struktural (Inner Model)................................ 82
a. Uji R-square .................................................... 82
b. Uji Statistik t ................................................... 83
E. Operasional Variabel Penelitian ........................................ 86
1. Profesionalisme (X) ................................................. 86
2. Kinerja (Y1) .............................................................. 87
-
xiv
3. Komitmen Organisasi (Y2) ...................................... 88
4. Kepuasan Kerja (Y3) ................................................ 88
5. Turnover Intentions (Y4) .......................................... 89
6. Independensi (Y5) .................................................... 90
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .......................................... 94
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ...................... 94
1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................. 94
2. Karakteristik Responden Penelitian ......................... 96
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian .......................................... 99
1. Hasil Model Pengukuran (Outer Model) .................. 99
a. Hasil Uji Validitas ........................................... 99
b. Hasil Uji Reliabilitas ....................................... 113
2. Hasil Model Struktural (Inner Model) ...................... 115
a. Hasil Uji R-square ........................................... 115
b. Hasil Uji Statistik t .......................................... 116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 130
A. Kesimpulan ....................................................................... 130
B. Saran ................................................................................. 131
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 132
-
xv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal.
1.1 Kasus, Temuan dan Dampak ..................................................... 12
2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya ...................................................... 63
3.1 Kriteria Penilaian PLS ............................................................... 84
3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ......................................... 91
4.1 Distribusi Sampel Penelitian ...................................................... 94
4.2 Distribusi Kuesioner .................................................................. 96
4.3 Karakteristik Responden ............................................................ 97
4.4 Hasil Uji Validitas Tahap 1 ........................................................ 101
4.5 Hasil Uji Validitas Tahap 2 ........................................................ 105
4.6 Hasil Uji Validitas Tahap 3 ........................................................ 108
4.7 Hasil Uji Validitas Tahap 4 ........................................................ 111
4.8 Hasil Uji Discriminant Validity ................................................. 112
4.9 Hasil Uji Reliabilitas .................................................................. 114
4.10 Hasil Uji R-square ...................................................................... 115
4.11 Hasil Uji Statistik t ..................................................................... 119
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hal.
2.1 Skema dan Kerangka Pemikiran ................................................ 69
4.1 Nilai Loading Factor Full Model ............................................... 100
4.2 Nilai Loading Factor Dropped 1 ............................................... 104
4.3 Nilai Loading Factor Dropped 2 ............................................... 107
4.4 Nilai Loading Factor Dropped 3 ............................................... 110
4.5 Hasil Uji Bootstrapping ............................................................. 118
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hal.
1. Surat Izin Penelitian ................................................................... 138
2. Surat Keterangan dari KAP ....................................................... 140
3. Kuesioner Penelitian .................................................................. 144
4. Daftar Jawaban Responden ........................................................ 152
5. Output Hasil Penelitian .............................................................. 173
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sudah hakikatnya bahwa sejalan dengan waktu maka kehidupan di
dunia ini akan semakin maju dan berkembang, baik dalam hal politik,
ekonomi, sosial, budaya maupun teknologi. Dalam perkembangan itu, kelima
hal tersebut akan saling berkaitan dan mendukung satu dengan yang lainnya.
Namun, yang paling nyata dan dapat langsung dirasakan serta berkaitan erat
dengan kehidupan masyarakat sehari-hari adalah perkembangan
perekonomian. Sejak awal keberadaannya, manusia didorong hasrat mereka
masing-masing untuk memenuhi semua kebutuhan yang tidak terbatas. Untuk
itu mereka akan bekerja, dan siring dengan meningkatnya kebutuhan maka
jenis pekerjaan akan semakin luas sehingga dunia kerja juga ikut berkembang.
Perkembangan dalam dunia kerja membuat pekerjaan itu sendiri
semakin kompleks, dan kompleksitas tersebut menciptakan harapan yang
tinggi terhadap hasil dari suatu pekerjaan. Pekerjaan atau profesi yang tidak
lepas dari kompleksitas dunia kerja adalah akuntan publik. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik
menerangkan bahwa akuntan publik adalah akuntan yang telah memperoleh
izin dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan
-
2
Publik. Akuntan publik harus bertanggung jawab penuh atas seluruh jasa yang
diberikannya. Salah satu jasa yang dapat diberikan oleh akuntan publik adalah
jasa audit atau pemeriksaan terhadap kewajaran laporan keuangan perusahaan.
Untuk menjalankan tanggung jawab tersebut dengan baik maka akuntan
publik memerlukan sikap profesionalisme yang selalu ditanamkan dalam diri
mereka.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesionalisme adalah
mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang
yang profesional. Beberapa penelitian sebelumnya secara tidak langsung
menyatakan bahwa profesionalisme sejalan dengan komitmen profesional.
Dalam penelitiannya, Gunz dan Gunz (1994) membuktikan bahwa untuk
menjadi seorang profesional sejati, seseorang harus memiliki komitmen
profesional yang tinggi untuk menggunakan waktu dan energinya dalam
mempelajari dan mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan
profesionalnya. Oleh karena itu, pengetahuan dan keterampilan adalah pondasi
dari profesionalisme yang dapat meningkatkan kompetensi profesional
mereka. Sementara Yunianto dan Astuti (2011) mengatakan komitmen
profesional merupakan tingkat loyalitas seorang individu kepada profesinya.
Sementara Tranggono dan Kartika (2008) mengatakan, suatu komitmen
profesional dapat diartikan sebagai tingkat kesetiaan seseorang terhadap
pekerjaannya sesuai dengan apa yang menjadi persepsi dari orang tersebut.
-
3
Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan dapat disimpulkan
bahwa antara profesionalisme dan komitmen profesional berfokus pada
peranan keduanya terhadap pemanfaatan atas pengetahuan dan keterampilan
yang dimiliki baik secara teori maupun prakteknya dalam suatu pekerjaan atau
profesi. Profesionalisme akan menopang profesi akuntan publik untuk bekerja
dan melakukan usaha maksimal dalam memenuhi harapan yang tinggi atas
hasil suatu proses audit. Profesionalisme telah diatur dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang memberikan panduan dalam
memberikan jasa audit, dan mematuhinya adalah kewajiban untuk akuntan
publik. Profesionalisme ini menjadi lebih penting bagi akuntan publik karena
opini atau pernyataan dari akuntan publik atas kewajaran laporan keuangan
perusahaan akan dijadikan pedoman bagi perusahaan klien dan publik untuk
merancang langkah strategi bisnis kedepannya. Jadi, profesionalisme
memainkan peranan dalam pembentukan reputasi dan kelangsungan hidup
(going concern) akuntan publik, KAP dan perusahaan klien.
Peranan profesionalisme dapat dijelaskan secara lebih luas lagi yakni
dalam hal pengaruhnya terhadap unsur lain dalam diri akuntan publik.
Menurut Hampton dan Hampton (2004) profesionalisme menjadi elemen
motivasi dalam memberikan kontribusi terhadap kinerja. Hasil penelitian
Kalbers dan Fogarty (1995) menyatakan profesionalisme berpengaruh positif
terhadap kinerja. Penelitian Siahaan (2010) dan Agustia (2011) juga
menunjukkan hasil bahwa profesionalisme berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja akuntan publik. Hal ini senada dengan penelitian
-
4
Fujianti (2012) yang juga menunjukkan profesionalisme berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja akuntan pendidik. Beberapa penelitian lain
mengungkapkan profesionalisme mempengaruhi kinerja pada perawat (Cohen
dan Kol, 2004), dan pendidik yang mempunyai profesionalisme tinggi akan
mempunyai kualitas mengajar yang baik (Rizvi dan Elliot, 2005).
Dari penelitian yang telah diuraikan menyatakan adanya hubungan
positif antara profesionalisme dan kinerja, yang berarti jika profesionalisme
meningkat maka kinerja juga akan meningkat dan ini juga berarti kita bisa
menilai seperti apa profesionalisme yang dimiliki akuntan publik melalui
kinerjanya. Mangkunegara (2005:67) mengungkapkan bahwa istilah kinerja
berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sementara menurut
Trisnaningsih (2007) kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil karya yang
dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan
waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan
ketepatan waktu. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran
tertentu (standar) dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang
dihasilkan, sedangkan kwantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan
dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu
-
5
yang telah direncanakan. Karakteristik yang membedakan kinerja auditor
dengan kinerja manajer adalah pada output yang dihasilkan.
Pada tahun 2002 lalu sebuah KAP yang sudah cukup lama berdiri
sempat diragukan kinerja akuntan publiknya dimana mereka tidak dapat
mendeteksi adanya manipulasi terhadap laporan keuangan perusahaan yang
diauditnya. KAP tersebut adalah KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
yang mengaudit PT. Kimia Farma Tbk. HTM gagal mendeteksi adanya
penggelembungan keuntungan PT. Kimia Farma dalam laporan keuangan
2001. Dalam laporan tersebut, keuntungan Kimia Farma disebut mencapai Rp
132 miliar dan total aktivanya Rp 1,188 triliun. Setelah dilakukan audit
kembali Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bekerjasama
dengan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) atas laporan keuangan PT.
Kimia Farma ditemukan bahwa ada overstated penjualan dan persedian barang
yang mana seharusnya keuntungan PT. Kimia Farma hanya berkisar Rp 99
miliar dan total aktiva Rp 1,151 triliun (Syahrul, 2002).
Selanjutnya, berdasarkan penyelidikan Bapepam, mantan direksi PT.
Kimia Farma terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus ini berupa
penggelembungan laba (mark-up). Bapepam juga menyebutkan bahwa HTM
yang mengaudit laporan keuangan PT. Kimia Farma telah mengikuti standar
audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu,
HTM juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan
tersebut. Kasus yang menimpa HTM ini adalah risiko inheren dari suatu
proses audit. Seharusnya akuntan publik HTM yang bertugas mengaudit PT.
-
6
Kimia Farma sudah menduga adanya risiko manipulasi dalam laporan
keuangan. Namun dengan ketidakmampuan akuntan publik HTM mendeteksi
ketidakwajaran tersebut akan mencederai kepercayaan publik dan pemerintah
terhadap kinerja mereka. Bukan hanya kinerja perorangan atau individu
akuntan publiknya saja namun juga kinerja organisasi yaitu KAP Hans
Tuanakotta & Mustofa.
Menurut Fanani et. al. (2008), kinerja akuntan publik menjadi
perhatian utama, baik bagi klien ataupun publik, dalam menilai hasil audit
yang dilakukan. Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan
kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan,
sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan
kinerja kelompok (Mangkunegara, 2005:15).
Suatu organisasi tidak hanya cukup memiliki karyawan yang potensial.
Organisasi yang maju membutuhkan adanya kemauan dan kesediaan untuk
berusaha mencapai tujuan demi kepentingan dan kelangsungan organisasi
(Khikmah, 2005). Oleh karena itu, karyawan harus berkomitmen pada
organisasinya. Mowday, Steers dan Porter (1979) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai kekuatan hubungan antara identifikasi seseorang secara
individual dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu. Komitmen anggota
organisasi menjadi hal penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan
kelangsungan hidup sebuah organisasi apapun bentuk organisasinya.
Komitmen menunjukkan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap
-
7
tinggal dan bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan (Amilin dan Dewi,
2008).
Hasil penelitian Kalbers dan Fogarty (1995) menyatakan
profesionalisme berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Dalam
penelitiannya, Siahaan (2010) juga menyatakan hasil ada pengaruh positif dan
signifikan antara profesionalisme dan komitmen organisasi. Senada dengan
hal tersebut, penelitian Yunianto dan Astuti (2011) menyatakan komitmen
profesional berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi. Hasil
penelitian mereka menunjukkan profesionalisme dapat mempengaruhi
komitmen yang dimiliki seseorang terhadap organisasinya. Profesionalisme
memberikan pemahaman bahwa seorang yang profesional dalam bidangnya
harus bertanggung jawab dan berkomitmen terhadap diri sendiri dan
organisasi. Bagi akuntan publik, sikap profesional yang tinggi akan
mendorong terciptanya kesadaran profesi yang tinggi pula yang mereka
gunakan sebagai acuan mejalin ikatan dan kesetiaan tidak hanya dengan rekan
sesama profesi namun juga KAP. Tingginya komitmen yang dimiliki akuntan
publik terhadap KAP tempatnya bekerja akan meningkatkan keterlibatan
akuntan publik tersebut dalam organisasi.
Organisasi sendiri dalam hal ini KAP sebaiknya tidak hanya
mementingkan apa yang diberikan akuntan publik pada KAP namun juga
harus memperhatikan kepuasan kerja akuntan publiknya, karena dengan
merasa puasnya akuntan publik atas apa yang didapatnya dari usaha yang
mereka lakukan untuk organisasi maka mereka baru akan bersedia
-
8
memberikan kontribusi yang lebih jauh untuk KAP. Kepuasan kerja adalah
adanya kesesuaian antara harapan yang timbul dan imbalan yang disediakan
atas pekerjaan yang telah dilakukan, jadi kepuasan kerja juga berkaitan erat
dengan teori keadilan, perjanjian psikologis dan motivasi (Amilin dan Dewi,
2008:16). Akuntan publik mengharapkan imbalan setimpal atas apa yang telah
dikerjakan, biasanya berupa gaji besar atau bonus. Imbalan yang diterima akan
menentukan kepuasan kerja, dimana semakin puas akuntan publik terhadap
imbalan yang diterima maka semakin bersemangat untuk bekerja.
Hasil penelitian Kalbers dan Fogarty (1995) menyatakan
profesionalisme berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Cahyasumirat
(2006) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa profesionalisme
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Agustia (2011) yang juga menyatakan
profesionalisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Ini berarti semakin profesional akuntan publik maka semakin ia akan merasa
puas atas pekerjaannya. Seorang auditor dengan tingkat profesionalisme yang
tinggi akan membuat auditor merasa puas dengan apa yang diperoleh dari
organisasinya, sehingga dia akan selalu berusaha memperbaiki kinerjanya.
Sebaliknya apabila auditor mempunyai profesionalisme yang rendah serta
tidak puas dengan pekerjaannya, maka dia akan cenderung melihat pekerjaan
sebagai hal yang membosankan sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-
asalan dan pada akhirnya dia akan mempunyai keinginan untuk meninggalkan
organisasinya (Yunianto dan Astuti, 2011).
-
9
Sikap profesional yang dimiliki oleh akuntan publik akan
membimbingnya untuk mengerahkan seluruh pengetahuan dan kecakapan
untuk profesi dan organisasinya sehingga membuka peluang baginya untuk
mendapatkan imbalan yang besar. Namun, sesungguhnya bagi seorang yang
profesional, pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah
menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari
pekerjaan adalah kepuasan rohani dan setelah itu baru materi (Hall, 1968).
Oleh karena itu, indikator kepuasan bagi akuntan publik yang profesional
tidak hanya berdasarkan pada imbalan dalam bentuk materi, tapi juga berupa
kepuasan rohani yang bisa mereka peroleh dengan memberikan kontribusi dan
mengerahkan seluruh pengetahuan dan kecakapan mereka untuk profesi.
Selama mereka telah melakukan hal tersebut mereka akan merasa puas. Selain
itu, kepuasan kerja tidak hanya dipengaruhi oleh imbalan yang diterima,
melainkan ada faktor lingkungan kerja misalnya kondisi ruang dan tempat
kerja, serta hubungan dengan rekan sesama akuntan publik. Akuntan publik
harus pintar-pintar mengelola semua faktor tersebut untuk tetap menyemangati
diri mereka agar terus dapat menghasilkan kinerja yang baik. Seiring dengan
kinerja yang baik maka imbalan akan datang dengan sendirinya.
Dalam diri akuntan publik yang merasa kurang puas terhadap imbalan
yang didapatnya atas apa yang sudah dilakukan akan timbul keinginan untuk
keluar dari KAP untuk mencari peluang baru dimana ia akan mendapatkan apa
yang ia mau. Menurut Zeffane (1994) keinginan untuk keluar atau turnover
intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari
-
10
pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Tindakan penarikan
diri terdiri dari beberapa komponen yaitu, adanya keinginan untuk keluar,
keinginan untuk mencari pekerjaan lain, dan adanya kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan lebih baik di tempat lain. Hasil
penelitian Kalbers dan Fogarty (1995) menyatakan profesionalisme
berpengaruh negatif terhadap turnover intentions. Lekatompessy (2003) dalam
penelitiannya juga menyatakan bahwa profesionalisme berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap keinginan berpindah (turnover intentions). Sejalan
dengan penelitian tersebut, Yunianto dan Astuti (2011) menyimpulkan
profesionalisme berpengaruh negatif terhadap turnover intentions. Namun
dalam penelitian Agustia (2011) menyatakan profesionalisme berpengaruh
positif terhadap turnover intentions. Hasil penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan masih terdapat ketidakjelasan hubungan antara variabel
profesionalisme dan turnover intentions.
Staw (1991) menyebutkan beberapa dampak negatif dan positif yang
ditimbulkan dari terjadinya turnover. Dampak negatif dari turnover
diantaranya: 1) Biaya seleksi dan rekrutmen yang tidak sedikit yang harus
dikeluarkan untuk melakukan penggantian karyawan yang telah keluar 2)
Biaya pelatihan dan pengembangan yang digunakan untuk meningkatkan
kinerja karyawan baru 3) Biaya gangguan operasional yang harus dikeluarkan
untuk membayar lebih pada karyawan lain yang mengerjakan tugas pada
posisi kosong yang ditinggalkan oleh karyawan yang keluar.
-
11
Dampak positif dari turnover menurut Staw (1991), diantaranya: 1)
Peningkatan kinerja dari karyawan baru karena pada saat proses pelatihan
tentu organisasi telah memberikan pengarahan yang baru berdasarkan evaluasi
sebelumnya 2) Pengurangan konflik yang mungkin telah terjadi antar
karyawan, sehingga dengan keluarnya karyawan tersebut akan mengurangi
konflik yang terjadi 3) Inovasi yang mungkin bisa diberikan oleh karyawan
baru yang mana inovasi tersebut diharapkan dapat lebih memajukan
organisasi.
Tidak hanya turnover intentions yang menjadi masalah, independensi
akuntan publik juga masih banyak diragukan. Independen itu sendiri artinya
tidak mudah dipengaruhi, tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan
siapapun, mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan
pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang
meletakkan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor
independen (Standar Profesional Akuntan Publik SA seksi 220).
Akuntan publik diharuskan menilai wajar atau tidaknya laporan
keuangan dengan sebenar-benarnya. Pentingnya laporan keuangan yang wajar
membuat perusahaan sering melakukan tindakan-tindakan yang mereka
anggap dapat menjadikan laporan mereka dinilai wajar oleh pihak lain. Salah
satu dari tindakan tersebut adalah mempengaruhi akuntan publik untuk
memanipulasi dengan sengaja laporan keuangan perusahaan agar dapat dinilai
wajar. Keterlibatan akuntan publik dalam kasus-kasus manipulasi tersebut
membuat independensi akuntan publik sering diragukan. Beberapa kasus yang
-
12
menyebabkan diragukannya independensi akuntan publik ditampilkan dalam
tabel 1.1:
Tabel 1.1Kasus, Temuan dan Dampak
Sumber Kasus Temuan DampakDian Yuliastuti IWahyuana, 2009.
Suap Dana AbadiUmat (DAU)
Khairiansyah Salman(Auditor BPK) mengakuitelah mendapat cipratandari DAU sebesar Rp. 25juta.
Menurunnyakredibilitas sebagaiakuntan publikprofesional danmenjadi presedensangat buruk bagiinstitusi negaraseperti BPK.
Rosyid NurulHakim dan AjengRitzki Pitakasari,2010.
KorupsiKementrian TenagaKerja danTransmigrasi
Bagindo Quirino(Auditor BPK) terbuktimenerima suap 650 jutarupiah untuk mengubahhasil temuan BPK dalamkasus korupsi AnggaranBelanja Tambahan tahun2004 di KementrianTenaga Kerja danTransmigasi.
Menurunnyakredibilitas sebagaiakuntan publik atauauditor yangprofesional danmenjadi presedensangat buruk bagiinstitusi negaraseperti BPK.Merugikan negaraRp. 13,6 Miliar
bnj, 2010. Kasus korupsi dankredit macet untukpengembanganusaha dibidangotomotif RadenMotor (AuditorBiasa Sitepu)
Kesalahan dalam laporankeuangan perusahaanRaden Motor dalammengajukan pinjaman keBRI. Data yang tidakdibuat semestinya dantidak lengkap olehakuntan publik.
Lemahnya sifatindependensi padaakuntan publik.
Bersambung pada halaman berikut.
-
13
Tabel 1.1 (Lanjutan)Sumber Kasus Temuan Dampak
Arry Anggadhadan AriesSetiawan, 2010.
Suap dariPemerintah KotaBekasi
Enang Hermawan dan S(auditor BPK) didugamenerima suap daripejabat Pemerintah KotaBekasi untukmendapatkan opini WajarTanpa Pengecualian(WTP).
Menurunnyakredibilitas sebagaiakuntan publikprofesional danmenjadi presedensangat buruk bagiinstitusi negaraseperti BPK.
Sumber: diolah dari berbagai sumber.
Dari kasus-kasus tersebut menunjukan pada kita bahwa penting
memiliki kode etik profesi, namun lebih penting lagi kesadaran bagi setiap
anggota profesi menerapkan etika profesi tersebut dalam proses audit dan
tindakan sehari-hari. Pelanggaran kode etik oleh beberapa orang akuntan
publik dampaknya akan dirasakan oleh semua akuntan publik, karena reputasi
sebagai akuntan publik yang seharusnya profesional akan rusak dimata
masyarakat, jadi untuk mencegahnya harus ada pengawasan. Pengawasan dari
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Bapepam mutlak dibutuhkan
agar tidak terulang lagi pelanggaran etika seperti itu, atau jika memang
terulang dapat langsung ditindak lanjuti agar dampaknya tidak meluas.
Arens dan Loebbeck (2009) dalam Yunintasari (2010) menyatakan
independensi merupakan tujuan yang harus selalu diupayakan, dan itu dapat
dicapai sampai tingkat tertentu, misalnya sekalipun auditor dibayar oleh klien,
ia harus tetap memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang
andal. Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi untuk
memenuhi kewajiban profesionalnya; memberikan opini yang objektif, tidak
-
14
bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa adanya, bukan
melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga (Sawyer, 2006). Hal
tersebut juga berlaku untuk akuntan publik. Akuntan publik berkewajiban
untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun
juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas
pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2002:79). Auditor harus menghindari
pengaruh dari klien dan fokus dalam melindungi kelompok lain seperti,
kreditur, pemegang saham dan populasi yang terbesar yaitu investor (Warren
dan Alzola, 2008).
Dalam penelitian Halim et. al. (2012) disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh positif antara komitmen profesional dengan independensi auditor.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Greenfield et. al. (2007) menyatakan
bahwa komitmen profesional yang tinggi dapat menjadi faktor untuk
meningkatkan independensi auditor. Kedua hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa tingginya tingkat profesionalisme seorang akuntan
publik akan meningkatkan independensi yang dimilikinya. Hal tersebut
dimungkinkan karena akuntan publik yang profesional akan berpegang teguh
pada standar etika akuntan publik yang telah ditentukan dan tidak akan
melanggarnya.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti termotivasi melakukan penelitian
ini untuk mengungkapkan bahwa dengan harapan yang tinggi atas hasil dari
suatu proses audit untuk melaporkan kewajaran laporan keuangan sebenar-
benarnya maka akuntan publik sangat membutuhkan sikap profesionalisme
-
15
dalam diri mereka. Namun faktanya banyak akuntan publik yang kehilangan
sikap profesionalnya sehingga mengurangi kualitas dari profesi akuntan publik
tersebut. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya temuan terhadap fenomena
sering keluar masuknya akuntan publik dari KAP dan keterlibatan akuntan
publik pada beberapa kasus seperti manipulasi laporan keuangan dan
kelemahan mereka dalam pendeteksian kecurangan. Jadi, kita dapat
menyimpulkan bahwa profesionalisme juga turut mempengaruhi faktor-faktor
lain dalam kaitannya dengan akuntan publik diantaranya, kinerja, komitmen
organisasi, kepuasan kerja, turnover intentions dan independensi. Berdasarkan
hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh
Profesionalisme terhadap Kinerja, Komitmen Organisasi, Kepuasan
Kerja, Turnover Intentions dan Independensi Akuntan Publik
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya,
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kalbers dan Fogarty (1995). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Variabel yang digunakan peneliti terdahulu adalah profesionalisme yang
diduga mempengaruhi kinerja, komitmen organisasi, kepuasan kerja, dan
turnover intentions, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti
menambahkan satu variabel dependen yaitu independensi.
2. Objek penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja pada Kantor
Akuntan Publik di wilayah Jakarta, sedangkan dalam penelitian
sebelumnya menggunakan objek penelitian auditor internal yang bekerja
pada 13 organisasi yang telah ditentukan oleh peneliti. Peneliti
-
16
menggunakan objek akuntan publik dalam penelitian ini karena peneliti
merasa bahwa akuntan publik sangat memerlukan profesionalisme dalam
pekerjaannya dimana akuntan publik bertanggung jawab untuk
memberikan opini yang sebenar-benarnya atas kondisi laporan keuangan
auditee.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, penulis mengambil
perumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana profesionalisme akuntan publik berpengaruh positif terhadap
kinerja akuntan publik?
2. Bagaimana profesionalisme akuntan publik berpengaruh positif terhadap
komitmen organisasi akuntan publik?
3. Bagaimana profesionalisme akuntan publik berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja akuntan publik?
4. Bagaimana profesionalisme akuntan publik berpengaruh terhadap turnover
intentions akuntan publik?
5. Bagaimana profesionalisme akuntan publik berpengaruh positif terhadap
independensi akuntan publik?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis adalah menguji dan membuktikan secara empiris apakah para
-
17
akuntan publik memahami konsep pentingnya profesionalisme akuntan
publik serta menerapkannya dalam proses kerja audit mereka.
a. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme akuntan publik terhadap
kinerja akuntan publik.
b. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme akuntan publik terhadap
komitmen organisasi akuntan publik.
c. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme akuntan publik terhadap
kepuasan kerja akuntan publik.
d. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme akuntan publik terhadap
turnover intentions akuntan publik.
e. Untuk mengetahui pengaruh profesionalisme akuntan publik terhadap
independensi akuntan publik.
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
a. Kontribusi Teoritis
1) Mahasiswa jurusan akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai
bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk
menambah ilmu pengetahuan agar lebih baik lagi.
2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang profesionalisme
akuntan publik dan menambah ilmu pengetahuan akuntansi
khususnya auditing dengan memberikan bukti empiris tentang
pengaruh profesionalisme terhadap kinerja, komitmen organisasi,
-
18
kepuasan kerja, turnover intentions dan independensi akuntan
publik.
3) Peneliti berikutnya, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang
akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
4) Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta
menambah referensi mengenai auditing, sehingga diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi penulis di masa datang.
b. Kontribusi Praktis
1) Akuntan publik dan Kantor Akuntan Publik, sebagai tinjauan yang
diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk meningkatkan
kinerja, komitmen organisasi, kepuasan kerja, turnover intentions
dan independensi akuntan publik secara keseluruhan dengan
mengimplementasikan profesionalisme sebagai media yang
mendasari keberhasilan akuntan publik.
2) Ikatan Akuntan Indonesia, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi positif sehingga dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
-
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Auditing
Auditing menurut Arens et. al. (2010:4) adalah sebagai berikut:
Auditing is the accumulation and evaluation of evidence aboutinformation to determine and report on the degree of correspondencebetween the information and established criteria. Auditing should bedone by a competent, independent person.
Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti
mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian
antara informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus
dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Agoes (2008:3) mendefinisikan auditing sebagai berikut:
Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis,oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telahdisesuaikan oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan danbukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikanpendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
Menurut Boynton dan Johnson (2006:6), definisi audit yang
berasal dari The Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of
the American Accounting Association (Accounting Review, Vol. 47) adalah
sebagai berikut:
-
20
A Systematic process of objectively obtaining and evaluatingregarding assertions about economic actions and event to ascertain thedegree of correspondence between those assertions and establishedcriteria and communicating the results to interested users.
Artinya Auditing adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun
dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi
tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan
tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang
berkepentingan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, pengertian auditing adalah
suatu proses sistematis dan kritis yang dilakukan oleh pihak yang
independen dan kompeten untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti
secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai informasi
(kejadian ekonomi) dengan tujuan untuk menetapkan dan melaporkan
tingkat kesesuaian antara asersi-asersi (informasi) tersebut dengan kriteria
yang ditetapkan, serta menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang
berkepentingan.
Menurut Halim (2001:1), definisi tersebut dapat diuraikan menjadi
7 elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu:
a. Proses yang sistematik
Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat
logis, terstruktur dan terorganisir.
-
21
b. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif
Hal ini berarti bahwa proses sistematik yang dilakukan tersebut
merupakan proses untuk menghimpun bukti-bukti yang mendasari
asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. Obyektif
berarti mengungkapkan fakta apa adanya yang senyatanya, tidak bisa
atau tidak memihak dan tidak berprasangka buruk terhadap individu
atau entitas yang membuat representasi tersebut.
c. Asersi -asersi tentang berbagai representasi tersebut
Asersi-asersi meliputi informasi yang terkandung dalam laporan
keuangan, laporan operasi internal, dan laporan biaya maupun
pendapatan berbagai pusat pertanggung jawaban pada suatu
perusahaan, jadi asersi atau pernyataan tentang tindakan dan kejadian
ekonomi merupakan hasil proses akuntansi.
d. Menentukan tingkat kesesuaian
Hal ini berarti penghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti
dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya
asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
e. Kriteria yang ditentukan
Kriteria yang ditentukan merupakan standar-standar pengukur untuk
mempertimbangkan asersi-asersi atau representasi-representasi.
-
22
f. Menyampaikan hasil-hasilnya
Hal ini berarti hasil-hasil audit dikomunikasikan melalui laporan
tertulis yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi
dan kriteria yang telah ditentukan.
g. Para pemakai yang berkepentingan
Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil
keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan-temuan yang
diinformasikan melalui laporan audit dan laporan lainnya.
Arens et. al. (2010:13-14) menyatakan bahwa dalam melakukan
audit, akuntan publik melakukan tiga jenis utama, yaitu: audit
operasional, audit kepatuhan, dan audit laporan keuangan.
a. Audit operasional mengevaluasi efesiensi dan efektivitas setiap bagian
dari prosedur dan metode operasi organisasi. Pada akhir audit
operasional, manajemen biasanya mangharapkan saran-saran untuk
memperbaiki operasi.
b. Audit kepatuhan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang
diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang
ditetapkan oleh otorisasi yang lebih tinggi.
c. Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan
keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan
kriteria tertentu. Biasanya, kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum atau General Accounting Accepted
Principle (GAAP).
-
23
Agoes (2008: 9-12) membagi audit menjadi dua bagian. Bagian
pertama, jenis audit berdasarkan luasnya pemeriksaan dibagi menjadi dua,
yaitu general audit (pemeriksaan umum) dan special audit (pemeriksaan
khusus). Selanjutnya, berdasarkan jenis pemeriksaannya audit dibedakan
menjadi empat, yaitu management audit (pemeriksaan operasional),
complience audit (pemeriksaan kepatuhan), intern audit (pemeriksaan
internal), dan computer audit (pemeriksaan dengan komputer).
Ditinjau dari luasnya pemeriksaan audit dibagi menjadi dua, yaitu:
a. General audit (pemeriksaan umum), suatu pemeriksaan umum atas
laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan
tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan secara keseluruhan.
b. Special audit (pemeriksaan khusus), suatu pemeriksaan terbatas
(sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP yang
independen, dan pada akhir pemeriksaanya auditor tidak perlu
memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah
tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga
terbatas.
-
24
Ditinjau dari jenis pemeriksaannya, audit bisa dibedakan menjadi
empat, yaitu:
a. Management audit (pemeriksaan operasional), suatu pemeriksaan
terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan
akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh
manajemen, untuk mengetahui kegiatan operasi tersebut dilakukan
secara efektif, efesien, dan ekonomis.
b. Complience audit (pemeriksaan kepatuhan), pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan sudah menaati
peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan
oleh pihak intern perusahaan (manajemen dan dewan komisaris)
maupun pihak ekstern (Pemerintah, Bapepam, Bank Indonesia,
Direktorat Jenderal Pajak).
c. Intern audit (pemeriksaan internal), pemeriksaan yang dilakukan oleh
bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan
catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan
manajemen yang telah ditentukan.
d. Computer audit (pemeriksaan dengan komputer), pemeriksaan oleh
KAP terhadap perusahaan yang memproses data akuntansinya dengan
menggunakan EDP (Electronic Data Processing) sistem.
Standar auditing berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu
pelaksanaan audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor
-
25
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan
keuangan historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas
profesional seperti kompetensi dan independensi, persyaratan pelaporan
dan bukti. Standar auditing terdiri dari sepuluh standar yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu standar umum, standar
pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (Arens et. al., 2010:34-35).
a. Standar Umum
1) Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan
dan memiliki kecakapan teknis yng memadai sebagai seorang
auditor.
2) Audit harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam
semua hal yang berhubungan dengan audit.
3) Auditor harus menerapkan kemahiran profesional dalam
melaksanakan audit dan menyusun laporan.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1) Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan
mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya.
2) Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai
entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk
menilai resiko salah saji yang material dalam laporan keuangan
karena kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat,
waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya.
-
26
3) Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan
melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk
memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang diaudit.
c. Standar Pelaporan
1) Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan
keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum.
2) Auditor harus mengidentifikasikan dalam laporan auditor
mengenai keadaan dimana prinsip-prinsip tersebut tidak secara
konsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan
periode sebelumnya.
3) Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informatif
belum memadai, auditor harus menyatakan dalam laporan auditor.
4) Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan,
secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak
bisa diberikan, dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan
suatu pendapat secara keseluruhan, auditor harus menyataka
alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam
semua kasus jika nama seorang auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, auditor itu harus dengan jelas menunjukkan sifat
pekerjaan auditor jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang
dipikul auditor, dalam laporan auditor.
-
27
Menurut Agoes (2008:30-40) standar berkenaan dengan kriteria
atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan suatu prosedur
standar audit, mencakup mutu profesional (professional qualities),
auditor independen dan pertimbangan (judgement) yang digunakan
dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit. Standar audit
yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok
besar, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar
pelaporan.
a. Standar Umum
Standar umum bersifat bersifat pribadi dan berkaitan dengan
persyaratan auditor dan mutu pekerjaannya, dan berbeda dengan
standar pelaksanaan pekerjaan lapangan dan pelaporan. Standar pribadi
atau standar umum ini berlaku sama dalam bidang pelaksanaan
pekerjaan lapangan dan pelaporan.
1) Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
-
28
b. Standar Pekerjaan Lapangan
Standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan pelaksanaan
pemeriksaan akuntan dilapangan (audit field work), mulai dari
perencanaan audit dan supervise, pemahaman dan evaluasi
pengendalian intern, pengumpulan bukti-bukti audit melalui
compliance test, substantive test, analitycal review, sampai selesainya
audit field work.
1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2) Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan ruang
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
c. Standar Pelaporan
Standar pelaporan yang terdiri dari empat standar merupakan pedoman
bagi auditor independen dalam menyusun laporan auditnya.
1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan
telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
2) Jika ada laporan auditor harus menunjukkan ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
-
29
periode berjalan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut
dalam periode sebelumnya.
3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4) Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
2. Profesionalisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:897)
profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan
ciri suatu profesi atau orang yang profesional. Seseorang dikatakan
profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk
melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas
atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang
bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika
profesi yang telah ditetapkan (Fujianti, 2012).
Arens et. al. (2010:108) menyatakan bahwa pengertian profesional
adalah:
Tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar memenuhitanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar memenuhi tanggungjawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat.Akuntan publik, sebagai profesional, mengakui adanya tanggung jawabkepada masyarakat, klien, serta rekan praktisi, termasuk perilaku yangterhormat, meskipun itu berarti pengorbanan diri.
-
30
Gunz dan Gunz (1994) menyatakan bahwa untuk menjadi seorang
profesional sejati, seseorang harus memiliki komitmen profesional yang
tinggi untuk menggunakan waktu dan energinya dalam mempelajari dan
mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya. Oleh
karena itu, pengetahuan dan keterampilan adalah pondasi dari
profesionalisme yang dapat meningkatkan kompetensi porfesional mereka.
Alasan utama mengharapkan tingkat perilaku profesional yang tinggi oleh
setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa
yang diberikan oleh profesi, tanpa memandang individu yang
menyediakan jasa tersebut. Bagi akuntan publik, kepercayaan klien dan
pemakai laporan keuangan eksternal atas kualitas audit dan jasa lainnya
sangatlah penting. Jika para pemakai jasa tidak memilki kepercayaan
kepada seorang dokter, hakim, atau akuntan publik, maka kemampuan
para profesional itu untuk melayani masyarakat secara efektif akan hilang
(Arens et. al. 2010:109).
Kalbers dan Fogarty (1995:72) berpendapat bahwa profesi dan
profesionalisme merupakan dua hal yang berbeda. Profesi merupakan jenis
pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme
merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu
pekerjaan merupakan profesi atau tidak. Sebuah profesi harus memiliki
sebuah aturan standar profesional yang memandu proses penyampaian
jasa-jasa profesional. Hal tersebut dikarenakan adanya perhatian terhadap
kepentingan-kepentingan para pemegang saham dan pihak-pihak luar lain
-
31
yang menyangkut perilaku perusahaan dan ini merupakan sebuah
tanggung jawab sosial yang penting (Agustia, 2003). Bagi akuntan publik,
profesionalisme telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) yang memberikan panduan dalam memberikan jasa audit.
Arens et al (2009:53) dalam menjalankan profesinya seorang
auditor wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi dibawah ini:
a. Integritas (Integrity)
Auditor harus terus terang dan jujur, dan bekerja dengan adil dan
dengan penuh kebenaran dalam hubungan profesional mereka.
b. Objektivitas (Objectivity)
Auditor tidak dapat berkompromi dengan keputusan profesionalnya
karena bias, konflik kepentingan atau pengaruh kewajiban dan lainnya.
Auditor dalam hal ini dituntut untuk menjaga sikapnya ketika
membuat perencanaan audit, menafsirkan bukti audit, dan melaporkan
atas laporan keuangan yang telah diaudit.
c. Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
(Professional Competence and Due Care)
Auditor wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalanya
pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan,
sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesioanal
yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini
dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan
pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan
-
32
sesuai denagan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku
dalam memberikan jasa profesionalnya.
d. Keyakinan Auditor (Confidentiality Auditor)
Auditor harus menghormati keyakinan informasi yang diperoleh
melalui pekerjaan dan hubungan profesionalnya. Auditor tidak dapat
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pekerjaan dan
hubungan profesionalnya untuk keuntungan pribadi tidak juga untuk
keuntungan bersama.
e. Perilaku Profesional (Professional Behavior)
Auditor harus menjaga seluruh prilaku termasuk tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi
dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI,
antara lain: a) prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal
dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi
filosofi, b) peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang
ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan, c)
inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para
praktisi harus memahaminya, dan d) ketetapan etika seperti seorang
akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip
kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar
oleh kliennya (Wahyudi dan Mardiyah, 2006:5).
-
33
Hall (1968) menyatakan bahwa ada lima dimensi profesionalisme,
yaitu:
a. Afiliasi Komunitas (community affiliation) yaitu menggunakan ikatan
profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan
kelompok-kelompok kolega informal sumber ide utama pekerjaan.
Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran
profesi.
b. Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu
pandangan bahwa seseorang yang profesional harus mampu membuat
keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (Pemerintah, klien,
mereka yang bukan anggota profesi). Setiap adanya campur tangan
(intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai hambatan terhadap
kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan pekerjaan
yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan
bekerja tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal
dari kebebasan melakukan apa yang terbaik menurut karyawan yang
bersangkutan dalam situasi khusus. Dalam pekerjaan yang terstruktur
dan dikendalikan oleh manajemen secara ketat, akan sulit menciptakan
tugas yang menimbulkan rasa kemandirian dalam tugas.
c. Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation)
dimaksud bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan
profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang
-
34
tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan
mereka.
d. Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi
profesional dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang
dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun
imbalan ekstrinsik berkurang. Sikap ini merupakan ekspresi dari
pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan
sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga
kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan
rohani dan setelah itu baru materi.
e. Kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang
pentingnya profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat
maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Untuk dapat mewujudkan profesionalismenya, seorang auditor
secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama harus mempunyai (Prima
Consulting Group, 2007):
a. Pengetahuan yang memadai dalam bidang tugasnya yaitu pengetahuan
mengenai teknis audit dan disiplin ilmu lain yang relevan.
b. Perilaku yang independen, jujur, objektif, tekun, dan loyal.
c. Kemampuan mempertahankan kualitas profesionalnya melalui
pendidikan profesi lanjutan yang berkesinambungan.
d. Kemampuan melaksanakan kemahirian profesionalnya secara cermat
dan seksama.
-
35
e. Kecakapan dalam berinteraksi dan komunikasi baik lisan maupun
lisan.
3. Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja
(performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67)
bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
Sementara menurut Trisnaningsih (2007:9) kinerja (prestasi kerja)
adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman dan kesungguhan waktu yang diukur dengan
mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu. Kinerja juga
diartikan sebagai kesuksesan yang dicapai seseorang melaksanakan suatu
pekerjaan. Kesuksesan yang dimaksud tersebut ukurannya tidak dapat
disamakan pada semua orang, namun lebih merupakan hasil yang dicapai
oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku sesuai dengan pekerjaan
yang ditekuninya (Chiu dan Chen, 2005).
Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu
(standar) dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang
dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan
-
36
dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu
yang telah direncanakan. Karakteristik yang membedakan kinerja auditor
dengan kinerja manajer adalah pada output yang dihasilkan (Trisnaningsih,
2007:9).
Kinerja auditor merupakan hasil kerja yang dicapai oleh auditor
dalam melaksanakan tugasnya, sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan padanya dan menjadi salah satu tolak ukur yang digunakan
untuk menentukan apakah suatu pekerjaan yang dilakukan akan baik atau
sebaliknya. Kinerja auditor menjadi perhatian utama, baik bagi klien
ataupun publik dalam menilai hasil audit yang dilakukan (Fanani et. al.,
2007:2). Kinerja auditor sebagai evaluasi terhadap pekerjaan yang
dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung
(Kalbers dan Forgarty, 1995).
Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diuraikan dapat diambil
kesimpulan bahwa kinerja auditor adalah suatu hasil karya yang dicapai
oleh seseorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya dengan tolak ukur baik secara
kuantitas, kualitas, ketepatan waktu, maupun bersifat kooperatif dengan
rekan kerja dalam menjalankan tugas yang diberikan. Kinerja seseorang
dapat dikatakan baik apabila hasil kerja individu tersebut dapat melampaui
peran atau target yang ditentukan sebelumnya.
-
37
Menurut Mangkunegara (2005:15) kinerja dibedakan menjadi dua,
yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Adapun penjelasan dari
kinerja individu dan kinerja organisasi adalah sebagai berikut:
a. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.
b. Kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan
kinerja kelompok.
Keberhasilan dan kinerja seseorang dalam suatu bidang pekerjaan
banyak ditentukan oleh tingkat kompetensi, profesionalisme, dan juga
komitmennya terhadap bidang yang ditekuninya. Kinerja auditor
merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah
diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu. Trisnaningsih (2007:16),
mengukur kinerja dengan:
a. Kemampuan
Yaitu kecakapan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman kerja, bidang
pekerjaan, dan faktor usia.
b. Komitmen Profesionalisme (Professional Commitment)
Komitmen profesi adalah tingkat loyalitas individu pada profesinya
seperti yang dipersepsikan oleh individu tersebut. Orientasi para
profesional yang tinggi tersebut kemungkinan menunjukkan keinginan
untuk mencapai atau menjaga otonominya dalam lingkungan kerja.
-
38
c. Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah suatu keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
d. Kepuasan kerja (Job Satisfaction)
Kepuasan kerja adalah ekspresi seorang individu yang timbul dari
dalam dirinya setelah melakukan dengan baik pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya.
Kreitner dan Kinicki (2007:362) memberikan tujuh atribut yang
dapat dipakai untuk membangun kinerja tim yang tinggi dalam suatu
manajemen. Tujuh atribut tersebut adalah sebagai berikut:
a. Participative leadership (kepemimpinan yang partisipatif)
Menciptakan kemandirian dengan memberdayakan, membebaskan,
dan melayani orang lain untuk melakukan tugas serta membantunya
apabila ada kesulitan atau kesalahan.
b. Shared responsibility (Tanggung jawab bersama)
Membangun suatu lingkungan di mana semua anggota tim merasa
bertanggung jawab sebagai manajer untuk kinerja unit kerja.
c. Aligned on porpuse (menyelaraskan tujuan)
Memiliki rasa tujuan umum tentang mengapa tim ada dan apa
fungsinya.
-
39
d. High communication (Komunikasi yang tinggi)
Menciptakan iklim kepercayaan dan komunikasi yang terbuka dan
jujur.
e. Future focused (Fokus pada masa depan)
Melihat perubahan sebagai kesempatan untuk pertumbuhan, terfokus
pada tugas, menjaga pertemuan serta berfokus pada hasil.
f. Creative talents (Bakat yang kreatif)
Menerapkan bakat dan kreativitas individu.
g. Rapid response (Respon yang cepat)
Mengidentifikasi dan bertindak atas peluang.
Tujuh atribut ini secara efektif menggabungkan banyak gagasan.
Saat ini yang paling progresif pada manajemen, diantaranya
kepemimpinan yang partisifasif, pemberdayaan, tanggung jawab individu,
dan pengembangan, pengelolaan diri, dan kepercayaan. Tapi kesabaran
dan ketekunan adalah yang paling diperlukan. Tim dengan kinerja yang
tinggi mungkin memerlukan tiga atau lima tahun untuk membangunnya
(Kreitner dan Kinicki, 2007:362).
4. Komitmen Organisasi
Kreitner dan Kinicki (2007:188) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai berikut:
Organizational commitment reflect the extent to which anindividual identifies with an organization and is committed to is goals. It isan important work attituade because committed individuals areexpected to display a willingness to work harder to achieve
-
40
organizational goals and a graater desire to stay employed at anorganization.
Artinya komitmen organisasi mencerminkan sejauh mana individu
mengidentifikasi dengan organisasinya dan berkomitmen adalah
tujuannya. Itu adalah sikap kerja yang penting karena individu-individu
yang berkomitmen diharapkan untuk menampilkan kesediaan untuk
bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan organisasi dan keinginan yang
besar untuk tetap bekerja di organisasi.
Mowday, Steers dan Porter (1979) mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai kekuatan hubungan antara identifikasi seseorang secara
individual dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu. Konsep tersebut
didasarkan pada tiga faktor: penerimaan terhadap tujuan dan nilai
organisasi (identifikasi), keinginan untuk berkontribusi pada organisasi
(keterlibatan), dan mempertahankan keanggotaan dalam organisasi
(loyalitas). Sementara menurut Khikmah (2005) komitmen organisasi
adalah hubungan antara karyawan dengan organisasi yang ditunjukkan
adanya keinginan kuat untuk memepertahankan keanggotaan organisasi,
menerima nilai dan tujuan organisasi serta bersedia untuk berusaha keras
demi tercapainya tujuan dan keangsungan organisasi.
Komitmen merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling
mendorong (reinforce) antara satu dengan yang lain. Karyawan yang
komit terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang
positif terhadap lembaganya, karyawan akan memiliki jiwa untuk tetap
-
41
membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi dan memiliki
keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organsasi.
Dengan kata lain, komitmen karyawan terhadap organisasi adalah
kesetiaan karyawan terhadap organisasinya, disamping juga akan
menumbuhkan loyalitas berbagai keputusan. Oleh karena itu, komitmen
akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi karyawan
kesuksesan dan kesejahteraan organisasi dalam jangka panjang (Istiqomah,
2005).
Hatmoko (2006) dalam Amilin dan Dewi (2008) mendefinisikan
komitmen organisasional sebagai loyalitas karyawan terhadap organisasi
melalui penerimaan saran-saran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau
kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan
untuk bertahan di dalam organisasi. Komitmen anggota organisasi menjadi
hal penting bagi sebuah organisasi dalam menciptakan kelangsungan
hidup sebuah organisasi apapun bentuk organisasinya. Komitmen
menunjukkan hasrat karyawan sebuah perusahaan untuk tetap tinggal dan
bekerja serta mengabdikan diri bagi perusahaan (Amilin dan Dewi, 2008).
Komitmen merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling
mendorong (reinforce) antara satu dengan yang lain. Karyawan yang
komit terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang
positif terhadap lembaganya. Karyawan akan memiliki jiwa untuk tetap
membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi, dan memiliki
keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi.
-
42
Komitmen karyawan terhadap organisasinya adalah kesetiaan karyawan
terhadap organisasinya, disamping juga akan menumbuhkan loyalitas serta
mendorong keterlibatan diri karyawan dalam mengambil berbagai
keputusan. Oleh karenanya, komitmen akan menimbulkan rasa ikut
memiliki (sense of belonging) bagi karyawan terhadap organisasi
(Trisnaningsih, 2007:11).
Kalbers dan Fogarty (1995) menggunakan dua pandangan tentang
komitmen organisasi yaitu affective dan continuence. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa komitmen organisasi yang bersifat affective
berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian
pada profesi, sedangkan komitmen organisasi continuence berhubungan
secara positif dengan pengalaman dan berhubungan negatif dengan
pandangan profesionalisme kewajiban sosial.
Kreitner dan Kinicki (2007:188-189) mengatakan bahwa komitmen
organisasi terdiri dari tiga komponen yaitu affective commitment,
continuance commitment, dan normative commitment. Setiap komponen
komitmen dipengaruhi oleh seperangkat faktor pendahulunya. Dalam
konteks ini, faktor pendahulu tersebut adalah sesuatu yang menyebabkan
komponen komitmen terjadi.
a. Affective Commitment
Komitmen afektif mengacu pada lampiran emosional karyawan,
identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan dalam organisasi.
Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat melanjutkan kerja
-
43
dengan organisasi karena mereka ingin lakukan. Komitmen ini
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, pengalaman kerja, atau sesuai
sifat pribadinya.
b. Continuance Commitment
Komitmen berkelanjutan mengacu pada kesadaran akan biaya yang
terkait dengan meninggalkan organisasi. Karyawan memikirkan
kerugian yang akan dihadapi jika ia meninggalkan organisasi.
Karyawan dengan komitmen berkelanjutan yang kuat melanjutkan
kerja dengan organisasi karena mereka perlu lakukan. Komitmen ini
dipengaruhi oleh kurangnya alternatif serta investasi.
c. Normative Commitment
Komitmen normatif merujuk pada kewajiban untuk tetap menjadi
karyawan. Karyawan dengan tingkat komitmen normatif yang tinggi
merasa bahwa mereka harus tetap dengan organisasi tersebut.
Komitmen ini muncul sebagai hasil investasi yang dihasilkan oleh
organisasi terhadap individu (misalnya dalm bentuk training) atau juga
adanya sosialisasi tentang loyalitas. Komitmen ini dipengaruhi oleh
psikologi karyawan tersebut.
Kreitner dan Kinicki (2007:191) menyatakan bahwa manajer dapat
meningkatkan komitmen organisasi pegawai melalui kegiatan sebagai
berikut:
a. Komitmen afektif ditingkatkan dengan mempekerjakan orang-orang
yang nilai pribadinya konsisten dengan nilai organisasi. Sebuah
-
44
lingkungan kerja yang positif akan memuaskan yang pada akhirnya
meningkatkan keinginan karyawan untuk tetap tinggal.
b. Komitmen berkelanjutan ditingkatkan dengan cara menawarkan
berbagai manfaat progresif dan program sumber daya manusia kepada
karyawan, misalnya memberikan beasiswa untuk melanjutkan kuliah,
memberikan jaminan kesehatan, dll.
c. Komitmen normatif dapat ditingkatkan dengan memastikan bahwa
manajemen akan menindaklanjuti komitmen dengan mencoba untuk
meningkatkan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada manajemen.
5. Kepuasan Kerja
Menurut Toly (2001) Kepuasan kerja merupakan orientasi individu
yang berpengaruh terhadap peran dalam bekerja dan karakteristik dari
pekerjaannya. Yang membedakan dengan komitmen organisasional adalah
pada luasnya karakteristik yang dirasakan individu. Sementara menurut
Olusegun (2013) kepuasan kerja adalah sebuah sikap yang timbul sebagai
akibat dari adanya keseimbangan atas keseluruhan pengalaman yang
dirasakan dalam pekerjaan mereka. Evaluasi kepuasan kerja tersebut
umumnya didasarkan pada kesuksesan atau kegagalan seseorang dalam
pencapaian tujuan pribadi dan kombinasi antara pekerjaan yang dilakukan
dengan tujuan yang ingin dicapai.
Menurut Bowling (2007) kepuasan kerja mencerminkan
kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja
seseorang. Sumber dari kepuasan kerja adalah adanya kesesuaian antara
-
45
harapan yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, jadi
kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan, perjanjian
psikologis dan motivasi (Amilin dan Dewi, 2008:16). Kegembiraan yang
dirasakan seseorang akan memberikan dampak positif baginya. Apabila
seseorang puas akan pekerjaan yang dijalaninya, maka rasa senang pun
akan datang, terlepas dari rasa tertekan, sehingga akan menimbulkan rasa
aman dan nyaman untuk selalu bekerja di lingkungan kerjanya (Tranggono
dan Kartika, 2008).
Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif yang dimiliki
oleh seorang pegawai atas terpenuhinya imbalan yang diharapkan dari
suatu pekerjaan yang dilakukannya. Terpenuhinya imbalan akan
menimbulkan perasaan gembira sehingga menjadi motivasi bagi pegawai
untuk bekerja lebih giat lagi. Oleh karena itu, perusahaan harus
memperhatian kepuasan karyawan karena hal tersebut juga menyangkut
kinerja dan keberhasilan perusahaan.
Menurut Spector (1997: 132) faktor-faktor penyebab kepuasan
kerja dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum, yaitu faktor-
faktor lingkungan pekerjaan dan faktor-faktor individu. Enam faktor
penyebab kepuasan kerja yang termasuk ke dalam faktor lingkungan
pekerjaan antara lain:
-
46
a. Karakteristik pekerjaan
Individu yang merasakan kepuasan intrinsik ketika melakukan
tugastugas dalam pekerjaannya akan menyukai pekerjaan mereka dan
memiliki motivasi untuk memberikan performa yang lebih baik.
b. Batasan dari organisasi (organizational constraints)
Batasan dari organisasi adalah kondisi lingkungan pekerjaan yang
menghambat performa kerja karyawan. Karyawan yang
mempersepsikan adanya tingkat batasan yang tinggi cenderung untuk
tidak puas dengan pekerjaannya.
c. Peran dalam pekerjaan
Ambiguitas peran dan konflik peran memiliki hubungan dengan
kepuasan kerja. Karyawan mengalami ambiguitas peran ketika ia tidak
memiliki kepastian mengenai fungsi dan tanggung jawabnya dalam
pekerjaan, sedangkan konflik peran terjadi ketika individu mengalami
tuntutan yang bertentangan terhadap fungsi dan tanggung jawabnya.
d. Konflik antara pekerjaan dan keluarga
Konflik antara pekerjaan dan keluarga terjadi ketika tuntutan dalam
pekerjaan dan tuntutan keluarga saling bertentangan satu sama lain.
Karyawan yang mengalami tingkat konflik yang tinggi cenderung
untuk memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah.
e. Gaji
Walaupun tingkat gaji bukan merupakan hal yang penting, keadilan
dalam pembayaran gaji dapat menjadi sangat penting karena karyawan
-
47
membandingkan dirinya dengan orang lain dan menjadi tidak puas jika
memperoleh gaji yang lebih rendah dari orang lain dan menjadi tidak
puas jika memperoleh gaji yang lebih rendah dari orang pada
pekerjaan yang sama. Hal yang dapat menjadi lebih penting daripada
perbedaan gaji adalah bagaimana karyawan menyadari bahwa
pembagian gaji sudah diatur oleh kebijakan dan prosedur yang adil.
Oleh karena itu, proses pembagian gaji memiliki dampak yang lebih
besar terhadap kepuasan kerja daripada tingkat gaji yang
sesungguhnya.
f. Stres kerja
Dalam setiap pekerjaan, setiap karyawan akan menghadapi kondisi dan
situasi yang dapat membuat mereka merasa tertekan (stres). Kondisi
dan situasi tersebut tidak hanya mempengaruhi keadaan emosional
pada waktu yang singkat, tetapi juga kepuasan kerja dalam jangka
waktu yang lebih lama. Adapun situasi dan kondisi dalam pekerjaan
yang dapat membuat karyawan merasa tertekan adalah: (a) beban
kerja: tuntutan pekerjaan yang dimiliki oleh karyawan, (b) kontrol:
kebebasan yang diberikan pada karyawan untuk membuat keputusan
tentang pekerjaan mereka, dan (c) jadwal kerja: jadwalkerja yang
fleksibel, waktu kerja yang panjang, waktu kerja malam, dan kerja
paruh waktu. Ketiga kondisi tersebut memiliki hubungan dengan
kepuasan kerja.
-
48
Selanjutnya, dua faktor penyebab kepuasan kerja yang termasuk ke
dalam faktor individu (Spector, 1997: 168) antara lain:
a. Karakteristik kepribadian
Locus of control merupakan variabel kognitif yang merepresentasikan
keyakinan individu terhadap kemampuan mereka untuk mengontrol
penguatan positif dan negatif dalam kehidupan. Karyawan yang
memiliki locus of control internal (yakin bahwa dirinya mampu
mempengaruhi penguatan) akan memiliki kepuasan kerja yang lebih
tinggi. Negative affectivity merupakan variabel kepribadian yang
merefleksikan kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi
negatif, seperti kecemasan atau depresi, dalam menghadapi berbagai
macam situasi. Karyawan yang memiliki negative affectivity yang
tinggi cenderung untuk memiliki kepuasan kerja yang rendah.
b. Kesesuaian antara individu dengan pekerjaan
Kepuasan kerja akan timbul ketika karakteristik pekerjaan sesuai atau
cocok dengan karakteristik individu. Penelitian lain menyatakan bahwa
kesesuaian antara individu dengan pekerjaannya dilihat berdasarkan
perbedaan antara kemampuan yang dimiliki seseorang dan kemampuan
yang dituntut dalam sebuah pekerjaan. Semakin kecil perbedaan
tersebut, semakin besar pula kepuasan kerja individu.
-
49
Spector (2000:187) juga menyatakan bahwa gender, usia, serta
perbedaan budaya dan etnis dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Tujuh
tingkah laku yang merupakan hasil dari kepuasan kerja seseorang antara
lain:
a. Performa kerja
Seseorang yang menyukai pekerjaannya akan lebih termotivasi,
bekerja lebih keras, dan memiliki performa yang lebih baik. Selain itu,
terdapat bukti yang kuat bahwa seseorang yang memiliki performa
yang lebih baik, lebih menyukai pekerjaan mereka karena penghargaan
yang sering diasosiasikan dengan performa yang baik.
b. Organizational Citizenship Behavior (OCB)
OCB merupakan tingkah laku yang melebihi prasyarat formal dalam
pekerjaan seperti hal-hal yang dilakukan secara sukarela untuk
membantu rekan kerja dan organisasi. Seseorang yang menyukai
pekerjaannya akan melakukan hal-hal yang lebih dari apa yang
diperlukan oleh pekerjaannya.
c. Withdrawal behavior
Banyak peneliti menganggap perilaku absen dan turnover sebagai
fenomena yang berhubungan dan dilandasi oleh motivasi yang sama
untuk melarikan diri dari pekerjaan yang tidak memuaskan. Penelitian
menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara kepuasan kerja
dengan turnover.
-
50
d. Burnout
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang tidak puas
dengan pekerjaannya memiliki tingkat burnout yang tinggi Selain itu,
tingkat kontrol dan kepuasan hidup yang rendah serta timbulnya gejala
gangguan kesehatan dan inten yang tinggi untuk berhenti dari
pekerjaan.
e. Kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis
Beberapa peneliti menyatakan adanya hubungan signifikan antara
kepuasan kerja dengan gejala fisik atau
top related