pemodelan aliran lahar menggunakan laharz untuk …
Post on 19-Oct-2021
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 49
PEMODELAN ALIRAN LAHAR MENGGUNAKAN LAHARZ UNTUK
DAERAH LANDAAN SUNGAI BANYUPAHIT DI GUNUNGAPI IJEN,
JAWA TIMUR
Weningsulistri, Yohandi Kristiawan, Novie N. Afatia, Yudhi Wahyudi, Yayo
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Sari
Gunungapi Ijen atau Kawah Ijen adalah Gunungapi tipe Strato yang terletak di 2 Kabupaten di Jawa
Timur yaitu Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi. Kawah Ijen merupakan bagian dari
suatu kompleks gunungapi yang dikenal dengan Kaldera Ijen. Kawah ijen dikenal dengan danau
kawahnya yang bersifat asam dengan volume mencapai 30 km3. Karakter letusannya cenderung
freatik, oleh karena itu potensi terjadinya lahar dengan aliran yang bersifat asam sangat mungkin
terjadi. Pemodelan Lahar G. Ijen bertujuan untuk membuat zonasi potensi bahaya aliran lahar yang
dapat menjadi rekomendasi mitigasi bencana lahar Gunungapi Ijen. Pemodelan dilakukan
menggunakan perangkat lunak Laharz dengan menggunakan data Digital Surface Model (DSM) dan
input volume landaan lahar. Hasil Pemodelan berupa zonasi landaan lahar dengan volume tertentu.
Hasil pemodelan diharapkan dapat membantu menunjang mitigasi bencana lahar serta mendukung
program pemerintah dalam mengurangi risiko bencana.
Kata Kunci : ijen, pemodelan,DEM, Laharz
Abstract
Ijen Volcano is a Strato volcano located in two regencies in East Java, Bondowoso and Banyuwangi
Regency. Ijen crater is a part of volcano complex known as Ijen Caldera. The crater is well known
for acidic crater lake with a volume of 30 km3. The character of the eruption tends to be phreatic,
therefore the potential for lahar with acidic flow is very likely to occur. Objective of G. Ijen lahar
modeling is to determine a hazard potential hazard zoning of lahar that could be used for lahar
mitigation recommendation of Ijen volcano. The modeling was proceeded by Laharz software using
Digital Surface Model (DSM) data and lahar volume as an input. The modeling results are lahar
hazard zonation with a certain volume. The results are expected to support lahar mitigation and help
the government programs to reduce disaster risks.
Keywords: ijen, modeling, DEM, Laharz
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 50
Pendahuluan
Kawah Ijen secara administratif terletak
di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Bondowoso, Jawa Timur dan secara geografis
terletak di 8°03' 30 Lintang Selatan dan
114°14' 30“ Bujur Timur (gambar 1).
Gunungapi Ijen atau Kawah Ijen terletak
dalam komplek Kaldera Ijen. Dalam Kaldera
Ijen, Kawah Ijen adalah satu-satunya kerucut
vulkanik saat ini yang menunjukkan tanda-
tanda aktivitas. Kompleks kaldera Ijen
memiliki luas sekitar 210 km2 (18 km × 15
km). Di dalam komplek kaldera terdapat lebih
dari 15 kerucut vulkanik (gambar 2)
(Kemmerling, 1921 dalam Caudron dkk,2015).
Kerucut vulkanik tersebut pada umumnya
adalah gunungapi monogenetik yang terbentuk
pasca terjadinya Kaldera.
Gambar 1. Lokasi daerah penyelidikan (dalam kotak)
Gambar 2. Komplek Kaldera Ijen (Coudron, dkk., 2015)
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 51
Hal yang menarik dari Kawah Ijen
adalah danau kawahnya yang mempunyai
volume mencapai 30 juta m3 dan bersifat
sangat asam. Karenanya potensi terjadinya
lahar merupakan salah satu ancaman besar di
Kawah Ijen dan sekitarnya khususnya di
daerah aliran Sungai Banyupahit. Jumlah
populasi yang cukup padat di kawasan rawan
bahaya dan jumlah wisatawan yang cukup
banyak menjadi permasalahan penting dalam
permasalahan mitigasi bencana Gunungapi
Ijen.
Sebagai salah satu upaya mitigasi
terhadap ancaman bahaya lahar dapat
dilakukan dengan pengembangan teknologi
pemodelan. Pemodelan bahaya lahar dapat
membuat zonasi bahaya lahar yang akan
sangat membantu untuk memberikan
rekomendasi mitigasi bencana lahar
Gunungapi Ijen
Kondisi Geologi
Kawah Ijen merupakan bagian dari
kompleks Kaldera Ijen dengan dinding kaldera
melengkung ke arah selatan. Secara umum
terdapat 3 fase pembentukan gunungapi
sampai terbentuknya Kawah Ijen yaitu : fase
Gunung Ijen Tua (Gunung Kendeng), fase non
vulkanisme, fase vulkanisme pasca Kaldera
Ijen (Zaennudin, 2003).
Fase pertama adalah Gunungapi Ijen Tua
(G. Kendeng). G. Kendeng adalah gunungapi
tipe strato yang terbentuk pada zaman
Pleistosen (van Bemmelen, 1941) dengan
puncak tertinggi diperkirakan mencapai
elevasi 4.000 mdpl. Aktivitas G. Kendeng
diakhiri dengan terbentuknya Kaldera dengan
diameter mencapai 16 km. Berdasarkan
penarikan umur batuan dari endapan yang
lebih muda yaitu endapan Danau Blawan dan
G. Blau, diperkirakan pembentukan kaldera
terjadi sebelum kisaran 300.000 – 50.000
tahun yang lalu. Pembentukan kaldera
menghasilkan endapan jatuhan piroklastik dan
ignimbrit yang tebal mencapai Selat Madura di
utara, Situbondo di barat, dan Banyuwangi di
selatan.
Setelah pembentukan kaldera, aktivitas
G. Kendeng terhenti dan masuk dalam fase non
vulkanisme. Pada masa ini terbentuk suatu
danau yang mengisi Kaldera Ijen. Karena
minimnya aktivitas vulkanik, maka erosi dan
pengendapan terjadi di sekeliling danau
tersebut. Akibatnya terbentuklah endapan
lahar dan endapan-endapan sedimen klastik
seperti batulanau, serpih, bahkan batugamping
dan travertine. Danau Kaldera ini diperkirakan
muncul antara 300.000 – 50.000 tahun yang
lalu.
Fase ketiga adalah fase vulkanisme
pasca Kaldera Ijen. Pada fase ini terjadi
peristiwa tektonik yang menghasilkan sesar
Belawan, Watucapil, dan Kukusan yang
berarah relatif timurlaut - baratdaya. Peristiwa
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 52
tektonik ini juga yang dianggap sebagai
pemicu vulkanisme baru yang menghasilkan
gunungapi-gunungapi monogenetik. Muncul-
nya sesar Belawan juga membuat celah di
bagian utara sehingga air danau dapat keluar.
Aktivitas vulkanisme baru ini membentuk
rangkaian gunungapi monogenetik yang
membentuk kelurusan timur-barat yaitu G.
Blau (50.000 tahun), G. Jampit (45.000 tahun),
G. Suket (37.900 tahun), G. Rante (30.000
tahun), G. Ringgih (29.800), dan G. Pawenen
(24.000 tahun). Selanjutnya diikuti dengan
munculnya gunungapi lain seperti G. Papak, G.
Kukusan, G. Widodaren, G. Gending Wuluh,
G. Anyar, dan Kawah Ijen. Kawah Ijen
diperkirakan berumur 6000 tahun berdasarkan
penanggalan dari sampel arang aliran
piroklastik.
Kejadian Lahar G. Ijen
Lahar adalah satu aliran yang terdiri dari
campuran material vulkanik dan air yang
berasal dari gunungapi. Lahar ini bisa
membawa material panas, dingin atau
keduanya (Situmorang, 1989). Dua tipe lahar
yaitu lahar letusan dan lahar hujan. Lahar
letusan terjadi ketika suatu letusan terjadi di
gunungapi yang memiliki danau kawah seperti
di Gunung Kelud (Sudradjat dkk, 2010). Lahar
hujan terjadi ketika hujan turun di puncak
gunung selama beberapa waktu dan membawa
air hujan beserta endapan piroklastik di bagian
atas sungai yang berhulu di puncakgunung.
Lahar di G. Ijen cenderung mirip dengan di G.
Kelud karena kesamaannya yang mempunyai
danau kawah. Hal yang berbeda adalah sifat
asam yang dimiliki danau kawah Ijen yang
lebih berbahaya.
Erupsi Kawah Ijen mulai tercatat sejak
tahun 1796. Dari sejarah kegiatannya, sejak
tahun 1991 letusan freatik terjadi setiap satu
sampai 3 tahun sekali. Sedangkan tahun 1917
sampai 1991 periode letusan tercatat 6 sampai
16 tahun sekali. Letusan besar yang menelan
korban manusia adalah pada tahun 1817.
Letusan freatik lebih sering terjadi karena
Gunungapi Ijen berdanau kawah sehingga
adanya kontak langsung atau tidak langsung
antara air dengan magma membentuk uap yang
bertekanan tinggi yang menyebabkan
terjadinya letusan.
Kejadian lahar besar kurang lebih
tercatat 3 kali dalam periode 200 tahun terakhir
yaitu 1796, 1817, dan 1936. Tahun 1796
merupakan tahun di mana letusan G. Ijen
pertama kali tercatat dan dianggap sebagai
letusan freatik (PVMBG, 2011). Akibat
letusan freatik menyebabkan terjadinya lahar
(van Padang, 1951). Tidak tercatat apakah
terdapat korban jiwa atau tidak. Di sisi lain
Caudron dkk. (2015) menyatakan bahwa tidak
ada bukti yang menunjukkan bahwa pada
tahun 1796 telah terjadi erupsi.
Letusan 1817 dianggap sebagai letusan
yang paling signifikan selama 200 tahun
terakhir. Junghuhn (1853) melaporkan terjadi
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 53
banjir lumpur menuju Banyuwangi pada
tanggal 1817. Catatan lain oleh Taverne (1926)
dalam Data Dasar Gunungapi Indonesia
(PVMBG, 2011), menyebutkan bahwa
sebagian besar air danau dialirkan menuju
Banyupahit. Sedangkan van Padang (1951)
menyebutkan terjadi letusan freatik yang
menghasilkan lahar seperti pada tahun 1796
dan 1817. Letusan 1817 dimulai sejak tanggal
16 Januari 1817 dengan gempa dan munculnya
kolom erupsi di atas kawah (Junghuhn, 1853).
Lahar terjadi pada tanggal 25 Januari setelah
munculnya abu Di Banyuwangi di mana lahar
mengisi lembah Banyuputih dan membanjiri
dataran Asambagus di utara serta Banyuwangi
di tenggara. Dari pengamatan di lapangan
khususnya di Sungai Banyuputih didapati
endapan lahar terakhir (Gambar 3) dicirikan
dengan sortasi yang sangat buruk dengan
fragmen batuan seperti pumice, andesit, skoria
dengan berbagai ukuran dari kerikil hingga
bongkah. Pengamatan lebih lanjut oleh
Reinwardt (1858) menyebutkan adanya aliran
yang mengarah ke laut di selatan komplek
vulkanik Baluran. Tidak ada catatan mengenai
korban jiwa akibat bencana ini. Tetapi
sejumlah area pertanian di sekitar Asambagus
dan banyuwangi tertutup oleh sulfur yang
terbawa oleh lumpur yang mengakibatkan
daerah tersebut tidak bisa ditanami selama
beberapa tahun. Selain itu juga disebutkan
dampak lainnya seperti pencemaran air dan
penyakit (Junghuhn, 1853).
Kejadian lahar pada tahun 1936
dilaporkan oleh van Padang (1951) yang
menganggap pada 5 – 25 November terjadi
letusan freatik dan letusan pada danau kawah
yang menghasilkan lahar seperti dalam 1796
dan 1817. Tidak ada catatan mengenai korban
jiwa akibat lahar pada tahun tersebut.
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 54
Gambar 3. Kenampakan Sungai Banyuputih (atas) dan Endapan lahar di Sungai Banyuputih (bawah)
Metodologi
Metodologi yang digunakan adalah
melakukan pengolahan data pengamatan
morfologi di lapangan, dan data sekunder
seperti peta, citra satelit, DEM, pola dan alur
sungai. Pemodelan lahar menggunakan
program Laharz. Laharz merupakan suatu
perangkat lunak berbasis sistem informasi
geografis yang menggunakan suatu persamaan
untuk menghitung potensi sebaran lahar
(Iverson dkk., 1998; Schilling, 2002).
Berdasarkan data Digital Elevation Model
(DEM), dan beberapa volume lahar, dapat di
hasilkan daerah landaan aliran lahar berdasar
dengan menggunakan software Laharz ini.
Laharz ini merupakan implementasi dari
persamaan empiris yang memprediksi luas
penampang sungai (A) dan area inundasi (B)
sebagai fungsi volume lahar (V) (A = 0.05V2/3
dan B = 200V2/3) (Gambar 4). Persamaan ini
dibuat berdasarkan analisis statistik terhadap
data aktivitas 27 lahar besar dari 9 gunungapi
di dunia. Laharz ini dibuat dalam format
Arclnfo Macro Language (AML) sehingga
bisa dijalankan dalam perangkat lunak
ArcGIS.
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 55
Gambar 4. Perhitungan aliran lahar (Schilling, 2002)
Hasil dan Pembahasan
Pemodelan Laharz membutuhkan data
DEM (Digital Elevation Model) sebagai
representasi data raster elevasi permukaan.
Data DEM G. Ijen bersumber dari data
TerraSAR-X dari Badan Informasi Geospasial
(BIG) tahun 2011 yang berupa DSM (Digital
Surface Model) dengan resolusi spasial 9
meter. Data akan jauh lebih baik jika DEM
yang digunakan berupa DTM (Digital Terrain
Model) yang murni menunjukkan permukaan
bumi, berbeda dengan DSM yang masih
mencakup vegetasi permukaan. Data DSM
dari TerraSAR-X BIG digunakan karena
keterbatasan data DTM. Dari Tahun 2011
sampai Tahun 2015, tidak terjadi banyak
perubahan morfologi G. Ijen, sehingga data
DSM ini dapat dipakai dalam pemodelan lahar.
Pemodelan dibuat dengan skenario
terjadi banjir lahar dari danau kawah, keluar
melalui dam. Skenarionya mendekati banjir
lahar terburuk selama 200 tahun terakhir yaitu
pada tahun 1817 dimana lahar mencapai hilir
Sungai Banyuputih dan dataran rendah
Asambagus. Volume danau kawah
berdasarkan beberapa penelitian (dalam
Caudron dkk., 2015) terangkum dalam Tabel1.
Tabel 1. Volume Danau kawah Ijen (dalam Caudron dkk., 2015)
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 56
Sehingga dalam pemodelan ini, volume
lahar diskenariokan mendekati volume danau
kawah saat ini. yaitu 10 Juta m3 dan 20 Juta
m3 dengan asumsi mencapai Sungai
Banyuputih.
Dari hasil pemodelan, apabila lahar
bersumber dari danau kawah Ijen yang
dialirkan melalui dam yang terletak disebelah
barat dari kawah, maka lahar akan mengalir
melalui sungai Banyupahit. Aliran lahar
berpotensi mengancam bebarapa desa
diantaranya Desa Margahayu dan Kebunjeruk
(gambar 5). Apabila hasil pemodelan di-
overlay dengan KRB G. Ijen (Mulyana dkk,
2006), maka akan menunjukan hasil yang
berkesesuaian, hanya dibeberapa bagian hasil
pemodelan mempunyai lebar landaan yang
lebih lebar ~ 0.5 Km lebih lebar dari pada KRB
aliran lahar G. Ijen (gambar 6).
Dalam pemodelan lahar ini ternyata
mengalami beberapa kendala, yaitu data DEM
yang dipakai ternyata merupakan data DSM
(Digital Surface Model) sehingga masih
terekam adanya ketinggian vegetasi dan bukan
tanah. Pada lembah sungai yang dalam dengan
kanan-kirinya dipenuhi vegetasi, maka
terekam sebagai ketinggian vegetasi. Sehingga
saat menjalankan Laharz di sungai Banyupahit
berhenti pada intra kaldera dan tidak dapat
melewati celah sungai di dinding Kaldera Ijen
yang lama, karena terekam sebagai topografi
yang menanjak sehingga pemodelan lahar
berhenti begitu saja (gambar 7)
Gambar 5. Pemodelan Lahar di Sungai Banyupahit dalam kaldera
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 57
Gambar 6. Pemodelan Lahar di Sungai Banyupahit dalam kaldera di-overlay dengan KRB G. Ijen
Gambar 7. Kontur G. Ijen pada bagian dinding Kaldera Ijen Tua
Kesimpulan
Dari hasil pemodelan lahar, dengan
skenario volume lahar 10 dan 20 Juta m3,
apabila lahar bersumber dari danau kawah Ijen
yang dialirkan melalui dam, maka lahar akan
mengalir melalui sungai Banyupahit. Aliran
lahar berpotensi mengancam bebarapa desa
diantaranya Desa Margahayu dan Kebunjeruk.
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan LaharZ untuk Daerah Landaan Sungai Banyipahit di Gunungapi Ijen, Jawa Timur
(Weningsulistri dkk.)
Bulletin Vulkanologi dan Bencana Geologi, Volume 11, Nomor 1, Tahun 2017: 49-58
Hal. 58
Apabila hasil pemodelan diperbandingkan
dengan KRB G. Ijen, maka akan menunjukan
hasil yang berkesesuaian, hanya dibeberapa
bagian hasil pemodelan mempunyai lebar
landaan yang lebih lebar ~ 0.5 Km lebih lebar
dari pada KRB aliran lahar G. Ijen.
Dalam pemodelan lahar ini ternyata
mengalami beberapa kendala, yaitu data DEM
yang dipakai merupakan data DSM (Digital
Surface Model) sehingga masih terekam
adanya ketinggian vegetasi dan bukan tanah.
Hal ini menyebabkan pemodelan berhenti
sebelum mencapai Sungai Banyuputih. Untuk
penyempurnaan pemodelan mungkin dapat
digunakan DEM dengan akurasi lebih baik lagi
(DTM) yang bisa dilakukan menggunakan
teknologi fotogrametri atau LiDar.
Daftar Pustaka
Caudron, C., dkk., 2015, Kawah Ijen volcanic
activity: a review, Bull Volcanol (2015) 77:
16.
Iverson, R.M., Schilling, S.P., and Vallance,
J.W., 1998, Objective delineation of areas
at risk from inundation by lahars.
Geological Society of America Bulletin, v.
110, no. 8, p. 972–984.
Junghuhn, F. 1853. Java: Deszelfs Gedaante,
Bekleeding en Inwendige Structuur. 14th
and 15th Sketches. P.N. van Kampen,
Amsterdam, 976– 1047.
Mulyana, A. R dkk, 2006, Peta Kawasan
Rawan Bencana Gunungapi Ijen, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, Bandung.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, 2011, Data Dasar Gunungapi
Indonesia. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, Bandung.
Reinwardt G, 1858, Reis naar het oostelijk
gedeelte van den Indischen Archipel in het
jaar 1821.
Schilling, S. P., 2002, LAHARZ: GIS programs
for automated mapping of lahar-inundation
hazard zones, U.S. Geological Survey,
Denver.
Situmorang, T. 1989. Pemetaan Zona Bahaya
Aliran Piroklastik dan Lahar G. Semeru.
Bandung, DirektoratVulkanologi.
Sudradjat, A., Syafri, I., Paripurno, E.T. 2010.
Karakteristik Lahar di Gunung Merapi,
Jawa Tengah sebagai Indikator
eksplosivitas pada Holosen. Jurnal Geologi
Indonesia, Vol 6.No.2, hal. 69-74.
van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of
Indonesia. Vol. IA, Martinus Nijhoff,
Government Printing Office, The Hague,
732 p.
van Padang, N. M., 1951, Catalogue of the
active volcanoes of the world including
solfatara fields. Part I, The International
Volcanological Association, Napoli, Italia,
p. 215-216.
Zaennudin, A. 2003, Geologi Gunung Ijen,
Jawa Timur, Laporan Lapangan, Pusat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, tidak dipublikasikan.
top related