pemerintah kabupaten banyuwangi badan … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan...
Post on 08-Jul-2019
217 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Bidang Ilmu Ekonomi
Tipe Penelitian Inovatif
EXECUTIVE SUMMARY
PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
KABUPATEN BANYUWANGI
STRATEGI PENGEMBANGAN FUNDAMENTAL EKONOMI
DALAM PENANGGULANGAN DISPARITAS EKONOMI DAN
KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI
Tim Peneliti:
Peneliti Utama:
Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si.
NRD. 112144509217
Anggota:
1. H. Ahmad Munib Syafa’at, Lc., M.E.I (NRD. 112144509214)
2. Abd. Rahman, S.Ag., MH. (NRD. 122144509994)
3. Zainal Abidin, S.Sos.I., MH. (NRD. 112144509219)
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(LPPM)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA)
BANYUWANGI
2013STRATEGI PENGEMBANGAN FUNDAMENTAL EKONOMI DALAM
PENANGGULANGAN DISPARITAS EKONOMI DAN KEMISKINAN DI
KABUPATEN BANYUWANGI
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 2
Oleh:
Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si.
H. Ahmad Munib Syafa’at, Lc., M.E.I
Abd. Rahman, S.Ag., MH.
Zainal Abidin, S.Sos.I., MH.
Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA) Banyuwangi
Sebuah strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan perlu menjadi obat yang
paling ampuh dalam penanganan kemiskinan. Strategi kebijakan yang didalamnya
memuat program-progam dan kegiatan yang sinergi dengan prioritas pembangunan
yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, strategi ini juga mampu
menggambarkan keterhubungan antara visi dan misi dari Kabupaten Banyuwangi
dengan Fokus Prioritas Penanggulangan Kemiskinan. Sehingga dengan kebijakan
penanggulangan kemiskinan yang terimplementasi dengan baik, Kabupaten
Banyuwangi memiliki payung yang kuat dalam perumusan program dan kegiatan
pembangunan di dalam mewujudkan visi dan misi tersebut.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gambaran kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi, walaupun telah terjadi penurunan
jumlah penduduk miskin secara konsisten, namun jumlah penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan dapat dikatakan masih cukup besar. Menurut data PPLS 2011 (diolah
2012), terdapat 163.994 jiwa penduduk miskin kategori 1 (individu dengan kondisi
kesejahteraan sampai dengan 10% terendah) dari 1,5 juta penduduk pada Tahun 2011 ini.
Di samping itu banyak masyarakat hidup mengelompok sedikit di atas garis kemiskinan.
Mereka ini sering disebut dengan kelompok hampir miskin (near poor) dan merupakan
kelompok masyarakat yang sangat rentan. Pada kelompok ini, sedikit saja terjadi
guncangan ekonomi, maka kelompok hampir miskin tersebut dapat dengan mudah jatuh
kembali hidup di bawah garis kemiskinan. Inilah persoalan utama yang terjadi pada tataran
nasional. 1
Ketimpangan ekonomi juga dirasakan di Kabupaten Banyuwangi. Hasil observasi
analisis data PDRB Kecamatan Tahun 2009 – 2011 ada tiga kecamatan yang memiliki
tingkat ketimpangan tertinggi yaitu Kecamatan Wongsorejo (0,1837), Licin (0,1635), dan
Kalipuro (0,1209). Tingkat kemiskinan juga masih dirasakan di Kecamatan Wongsorejo
sejumlah 8.736 RTM, Licin sejumlah 2.475 RTM, dan Kalipuro sejumlah 3.629 RTM. 2
Dalam upaya memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten
Banyuwangi sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Banyuwangi, penting halnya untuk
meningkatkan sistem perencanaan pembangunan daerah dengan menganalisis integrasi
antar aspek pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi khususnya di Kecamatan
Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin dengan kebijakan penurunan angka kemiskinan melalui
program-program pengentasan kemiskinan yang selama ini telah digelontorkan
dikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia
yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang kemiskinan melalui beberapa
strategi kebijakan pembangunan yang diarahkan pada kebijakan yang memberikan
1 Data PPLS Tahun 2011. Kabupaten Banyuwangi 2 BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 (diolah)
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 3
dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan
masyarakat, dan peningkatan indeks pembangunan manusia dari segi pendidikan dan
kesehatan, sehingga dengan pendekatan yang tepat diharapkan indeks kemiskinan dan
ketimpangan di Kabupaten Banyuwangi semakin menurun secara pasti.
Hasil analisis data ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa beberapa
program yang dapat sesegera mungkin diaplikasikan oleh Pemerintah Daerah dan SKPD
terkait serta masyarakat setempat khususnya di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan
Licin untuk bersama-sama satu visi dan misi dalam memberantas kemiskinan dan
menurunkan angka disparitas ekonomi di kecamatan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana kondisi fundamental perekonomian secara makro di Kabupaten Banyuwangi
dengan referensi Provinsi Jawa Timur sebagai tolok ukurnya?
b. Bagaimana kondisi fundamental perekonomian secara makro di Kecamatan Licin,
Kalipuro, dan Wongsorejo dengan referensi Kabupaten Banyuwangi sebagai tolok
ukurnya?
c. Apakah penyebab kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, dan Licin?
d. Seberapa besarkah ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, dan Licin, dan bagaimana kaitannya dengan kemiskinan absolut?
e. Kebijakan seperti apakah yang diperlukan untuk mengurangi besaran dan cakupan
kemiskinan absolut di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin?
2. METODE PENELITIAN
2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 3 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu Kecamatan Licin,
Kalipuro, dan Wongsorejo yang memiliki indeks ketimpangan tiga besar tertinggi selama
Tahun 2009-2011.
2.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam penelitian diskriptif dengan jenis data kuantitatif dan
kualitatif. Untuk analisis sektor potensi unggulan, analisis disparitas antar kecamatan, dan
karakteristik kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi spesifikasi 3 Kecamatan Licin,
Kalipuro, dan Wongsorejo.
2.3 Metode Pengumpulan Data
a. Kuisioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden penelitian. Kuisioner didapatkan dari adobsi 18 indikator-
indikator kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi dan dikaitkan dengan potensi wilayah
sekitar responden penelitian;
b. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.
c. Observasi dengan pengamatan langsung di lapangan untuk memperkuat data penelitian
sehingga fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung bisa terpantau oleh
peneliti.
d. Dokumentasi dilakukan untuk mengabadikan fenomena di lapangan saat berkunjung ke
objek atau sobyek penelitian yang tidak tercover pada data primer sehingga hasil
penelitian lebih hidup dan mudah dimengerti oleh pembaca.
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 4
2.4 Jenis Data
a. Data Primer
Data primer didapatkan dari hasil analisis langsung pada sumber utama penelitian
melalui penyebaran kuisioner kepada responden penelitian di Kecamatan Licin,
Kalipuro, dan Wongsorejo.
b. Data Sekunder
1) PDRB Kabupaten Banyuwangi menurut sektor ekonomi 2000-2012**) atas dasar
harga konstan (ADHK) Tahun 2000.
2) PDRB Propinsi Jawa Timur menurut sektor ekonomi 2000-2012**) atas dasar harga
konstan (ADHK) Tahun 2000.
3) PDRB Kecamatan Wongsorejo, Klaipuro, dan Licin menurut sektor ekonomi 2009 -
2012**).
2.5 Analisis Data
a. Location Quotient (LQ) Formula untuk Location Quotient (LQ) 3 adalah:
𝐋𝐐𝐢𝐤 =𝐕𝐢𝐤/𝐕𝐤𝐕𝐢𝐩/𝐕𝐩
Keterangan:
Vik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kotamadya misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik
Riil (PDRB) daerah studi k.
Vk = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah studi k.
Vip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi p (propinsi misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Riil (PDRR)
daerah studi p.
Vp = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah referensi p.
b. Tipologi Klassen
Analisis tipologi klasen digunakan mengidentifikasikan posisi perekonomian daerah
dengan memperhatikan perekonomian daerah yang diacunya. Mengidentifikasikan
sektor, subsektor, usaha, atau komoditi unggulan suatu daerah. Cara mencari Rata-rata
Pangsa dan Rata-rata Pertumbuhan di Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, dan Licin. Data PDRB Kabupaten Banyuwangi yang digunakan Tahun 2000 –
2012 maka untuk PDRB Provinsi Jawa Timur juga diambil data Tahun 2000 – 2012
untuk kesinkronan analisis data.4 Sedangkan data kecamatan yang digunakan sesuai
ketersediaan data sekunder yaitu Tahun 2009 – 2012.
c. Analisis Shift-Share
1) Analisis shift-share dilakukan pada data Tahun 2000 sampai dengan 2012.
2) Cara menganalisis Perubahan suatu variabel PDRB Kabupaten Banyuwangi
dan Jawa Timur menurut Analisis Shift-share Klasik. Formulasi Shift-Share
sebagai berikut: 5
Keterangan:
Dij = perubahan suatu variabel regional sektor i di wilayah j dalam kurung waktu tertentu;
Nij = komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j
Mij = bauran sektor i di wilayah j
Cij = keunggulan sektor i di wilayah j
d. Analisis Disparitas Antar Kecamatan
1) Indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan Indeks
Ketimpangan Williamson.6
3 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 4 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 5 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 6 Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
Dij = Nij + Mij + Cij
=
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 5
𝐼𝑊 =√∑(𝑌𝑖 − 𝑌)2𝑓𝑖/𝑛
𝑌
Keterangan:
Yi = PDRB perkapita di kecamatan i
Y = PDRB perkapita rata-rata Kabupaten Banyuwangi
fi = jumlah penduduk di kecamatan i
n = jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi
2) Analisis Indeks Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di
Kabupaten Banyuwangi. Rumus Indeks Theil adalah sebagai berikut. 7
𝐼(𝑦) =∑(𝑦𝑖
𝑌)𝑥 log [(
𝑦𝑗
𝑌)/𝑥𝑗
𝑋]
Dimana:
I(y) = Indeks Entropi Theil
yj = PDRB Perkapitan kecamatan j
Y = PDRB Perkapita Kabupaten Banyuwangi
xj = jumlah penduduk kecamatan j
X = jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi
e. PRA (Participatory Rural Appraisal)
PRA digunakan untuk menganalisis situasi, masalah, kebutuhan dan hasil dicapai.
Seperti halnya FGD, PRA akan diikuti oleh anggota rumah tangga miskin. Alat analisis
PRA yang digunakan dalam penelitian ini antara lain matriks permasalahan dan alat
analisis lainnya yang berkembang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
3. PEMBAHASAN
3.1 Fundamental Perekonomian Secara Makro di Kabupaten Banyuwangi dengan
Referensi Provinsi Jawa Timur
a. Analisis Tipologi Klassen
Hasil analisis Tipologi Klassen Tahun 2009-2012 sektor-sektor PDRB ADHK di
Kabupaten Banyuwangi dapat dikategorikan sebagai berikut:
1) Sektor maju dan tumbuh pesat (sektor prima) yaitu sektor pertanian dan
Pertambangan dan penggalian.
2) Sektor maju tapi tertekan (Sektor Potensial) adalah sektor Keuangan, Persewaan,
dan Jasa perusahaan;
3) Sektor yang berpotensi untuk Berkembang: Kontruksi; Industri Pengolahan;
Perdagangan, Hotel, dan Restoran; dan Jasa-jasa.
4) Sektor tertinggal di Kabupaten Banyuwangi: Listrik, gas, dan air bersih; dan
Pengangkutan dan Komunikasi;
Tabel 3.1 Matrik Tipologi Klassen Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009-2012
7 Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.
1. Pertanian
2. Pertambangan dan
penggalian
Prima
Keuangan, Persewaan,
dan Jasa perusahaan
Potensial
1. Kontruksi
2. Industri Pengolahan,
1. Listrik, Gas, dan Air
Bersih
Tumbuh Cepat
(RIJ>=RIN)
Tumbuh Lambat
(Rij<Rin)
Kontribusi
Besar
(Kij >=Kin)
Kontribusi
Kontribusi
Besar
(Kij >=Kin)
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 6
b. Hasil Analisis Location Quotient (LQ)
1) Sektor Primer
a) Sektor Pertanian: (1) Tanaman Bahan Makanan dengan nilai LQ = 2,89; (2)
Tanaman Perkebunan dengan nilai LQ = 4,00; (3) Peternakan dengan nilai LQ =
2,24; (4) Kehutanan dengan nilai LQ = 7,54; dan (5) Perikanan dengan nilai LQ
= 4,25
b) Sektor Pertambangan: (1) Pertambangan Non Migas dengan nilai LQ = 10,86,
dan (2) Penggalian dengan nilai LQ = 1,47
2) Sektor Sekunder
Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa pada sektor perdagangan, hotel, dan
restoran tidak memiliki nilai LQ>1, namun ada subsektor pada sektor sekunder ini
yang patut menjadi perhatian yaitu Subsektor Hotel yang memiliki nilai LQ =
1,25. Hal ini menunjukkan bahwa subsector hotel memberikan kontribusi yang
tinggi dibandingkan dengan subsektor perhotelan di provinsi Jawa Timur.
3) Subsektor Tersier
a) Subsektor Angkutan: (1) Angkutan Rel dengan nilai LQ = 2,08, (2) Angkutan Laut
dengan nilai LQ = 7,67, dan (3) Angkutan Sungai, Danau dengan nilai LQ = 36,10
b) Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa pada sektor Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan memiliki nilai LQ= 1,08 dan subsubsektor yang
memiliki nilai LQ>1 adalah subsektor sewa bangunan dengan nilai LQ = 1,58.
c. Hasil Analisis Shift – Share
Nilai PDRB tersebut tumbuh sebesar Rp. 6.245.752,610.000,-,- atau 6,245 Triliun
rupiah atau sekitar 97,7 persen, sedangkan perekonomian Provinsi Jawa Timur tumbuh sebesar Rp. 190.836.377,580.000.000,- atau 190,836 Triliun rupiah atau
sekitar 94,1 persen. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen
pertumbuhan nasional (Nij), bauran industri (Mij), dan keunggulan kompetitif (Cij).
1) Komponen Pertumbuhan Nasional (Nij)
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 7
Menurut perhitungan komponen pertumbuhan di Provinsi Jawa Timur telah
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp.
6.014.763.224.000,- atau sekitar 6,014 Triliun rupiah atau sekitar 96,30%.
2) Bauran Industri (Mij)
Bauran industri memberikan pengaruh negatif bagi perkembangan perekonomian
di Kabupaten Banyuwangi, yaitu sebesar Rp. -454.905.289.000,- atau minus 454,9
Milyar atau -7,28%. Nilai negative mengindikasikan bahwa komposisi sektor
pada PDRB Kabupaten Banyuwangi cenderung mengarah pada perekonomian
yang akan tumbuh relative lambat.
3) Keunggulan Kompetitif (Cij)
Nilai keunggulan kompetitif sebesar Rp. 685.894.676.000- atau 685,9 Milyar
rupiah atau sebesar 10,98 persen.
3.2 Fundamental Perekonomian Secara Makro di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro,
dan Licin dengan Referensi Kabupaten Banyuwangi
a. Kecamatan Wongsorejo
1) Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Wongsorejo
Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di kecamatan Wongsorejo menunjukkan
angka 5,75%, angka ini merupakan pertumbuhan tertinggi selama tahun analisis
2009 sampai dengan 2012, karena pada dua tahun selanjutnya pertumbuhan
ekonomi di kecamatan Wongsorejo mengalami penurunan yaitu 5,05% pada
tahun 2011 perekonomian hanya mampu naik 0,44% kenilai pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,59%.
2) Kondisi Pendapatan Perkapita Kecamatan Wongsorejo
Pendapatan perkapita di kecamatan Wongsorejo menunjukkan kenaikan setiap
tahun dari hasil analisis tahun 2009 sampai dengan 2012. Jumlah pendapatan
perkapita tahun 2012 adalah Rp. 14.755.828,- hal ini menunjukkan bahwa rata-
rata pendapatan pertahun penduduk di Kecamatan Wongsorejo sebesar nominal
tersebut.
3) Analisis Tipologi Klassen
a) Sektor Prima: (1) Subsektor Tanamanan Perkebunan, (2) Subsektor Sektor
Perikanan, (3) Subsektor Penggalian
b) Sektor Potensial: (1) Pertanian, (2) Subsektor Peternakan, dan (3) Subsektor
Barang lainnya
5,76
5,05
5,59
2010 2011 2012
Grafik 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Wongsorejo (%)
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 8
c) Sektor Berkembang: (1) Subsektor Tanaman Bahan Makanan, (2) Subsektor
Pertambangan Migas (3) Industri Pengolahan, (4) Subsektor Makanan,
Minuman, dan Tembakau, (5) Pengangkutan dan Komunikasi, (6) Subsektor
Angkutan, (7) Subsetor Komunikasi, (8) Barang Kayu dan Hasil Hutan
lainnya, (9) Subsektor Sewa Bangunan, (10) Subsektor Jasa Perusahaan, dan
(11) Jasa Perorangan dan Rumahtangga
d) Sektor Terbelakang
Sektor dan subsektor yang tidak disebutkan di 3 kategori di atas masuk pada
sektor terbelakang karena nilai pangsa dan pertumbuhan ekonominya secara
keseluruhan nilainya berada di bawah Kabupaten Banyuwangi.
4) Analisis Location Quotient (LQ)
Sektor basis perekonomian di Kecamatan Wongsorejo menghasilkan hasil
analisis ada 5 sektor* dan 18 subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1
yaitu Perikanan, Pertambangan dan Penggalian*, Perdagangan, Hotel dan
Restoran*, Restoran, Perdagangan Besar dan Eceran, Pertanian, Peternakan,
Tanaman Perkebunan, dan lain-lain.
b. Kecamatan Kalipuro
1) Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Kalipuro
Pada Tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di kecamatan Kalipuro menunjukkan
angka 3.47%, angka ini merupakan pertumbuhan terendah selama tahun analisis
2009 sampai dengan 2012, karena pada dua tahun selanjutnya pertumbuhan
ekonomi di kecamatan Kalipuro mengalami peningkatan yaitu 6,32% pada tahun
2011 dan 6,42 pada Tahun 2012.
2) Kondisi Pendapatan Perkapita Kecamatan Kalipuro
Pendapatan perkapita di kecamatan Kalipuro menunjukkan penurunan pada
tahun 2010 dan 2011 namun terjadi kenaikan dan merupakan pendapatan
perkapita tertinggi dalam empat tahun analisis yaitu pada tahun 2012 jumlah
pendapatan perkapita Rp. 12.506.929,- hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
pendapatan pertahun penduduk di Kecamatan Kalipuro sebesar nominal tersebut.
3) Analisis Tipologi Klassen
3,47
6,32 6,42
2010 2011 2012
Grafik 3.2 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Kalipuro (%)
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 9
a) Sektor Prima: (1) Subsektor Makanan, Minuman, dan Tembakau, (2)
Subsektor Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya, (3) Subsektor Air Bersih
b) Sektor Potensial: (1) Subsektor Peternakan, (2) Subsektor Perkebunan, (3)
Konstruksi, (4) Pengangkutan dan Komunikasi, (5) Subsektor Angkutan, (6)
Subsetor Angkutan laut, dan (7) Angkutan sungai, danau
c) Sektor Berkembang: (1) Subsektor Kehutanan, (2) Industri Pengolahan, (3)
Subsektor Barang lainnya, (4) Listrik, Gas, dan Air Bersih, (5) Subsektor
Listrik, (6) Perdagangan, hotel, dan restoran, (7) Perdagangan Besar dan
Eceran, (8) Jasa Penunjang angkutan (9) Komunikasi, (10) Keuangan,
Persewaan, dan Jasa Perusahaan, (11) Lembaga Keuangan Bukan Bank, (12)
Subsektor Sewa Bangunan, (13) Subsektor Jasa Perusahaan, (14) Jasa-jasa,
(15) Pemerintahan Umum, (16) Swasta, dan (17) Jasa Perorangan dan
Rumahtangga
d) Sektor Terbelakang
Sektor dan subsektor yang tidak disebutkan di 3 kategori di atas masuk pada
sektor terbelakang karena nilai pangsa dan pertumbuhan ekonominya secara
keseluruhan nilainya berada di bawah Kabupaten Banyuwangi.
4) Analisis Location Quotient (LQ)
Sektor basis di Kecamatan Kalipuro ada 5 sektor dan 23 subsektor yang memiliki
nilai LQ lebih dari 1 diantaranya Tanaman Perkebunan, angkutan sungai, danau,
angkutan laut dan lain sebagainya.
c. Kecamatan Licin
1) Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Licin
Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di kecamatan Licin menunjukkan angka
6,92%, kemudian naik menjadi 7.17% pada tahun 2011 namun pada tahun 2012
pertumbuhan ekonomi di kecamatan licin mengalami penurunan yaitu 6,33%.
2) Kondisi Pendapatan Perkapita Kecamatan Licin
Pendapatan perkapita di kecamatan licin dari Tahun 2009 sampai dengan 2012
menunjukkan peningkatan terus menerus dan pada Tahun 2012 pendapatan
perkapitanya adalah Rp. 17.933.595,-.
3) Analisis Tipologi Klassen
6,92 7,17
6,33
2010 2011 2012
Grafik 3.3 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Licin (%)
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 10
Analisis Tipologi klassen suatu sektor di Kecamatan Kalipuro adalah sebagai
berikut:
a) Sektor Prima: Pertambangan dan Penggalian dan subsektor Peternakan
b) Sektor Potensial adalah subsektor non migas
c) Sektor Berkembang: (1) Subsektor Perkebunan, (2) Perikanan, (3) Penggalian,
(4) Listrik, (5) Perdagangan, hotel, dan restoran, (6) Perdagangan Besar dan
Eceran, (7) Restoran, (8) Pengangkutan dan Komunikasi, (9) Angkutan, (10)
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, (11) Bank, (12) Lembaga
Keuangan Bukan Bank, (13) Subsektor Sewa Bangunan, (14) Subsektor Jasa
Perusahaan, (15) Pemerintahan Umum, (16) Swasta, (17) Jasa Sosial dan
Kemasyarakatan, (18) Jasa Hiburan dan kebudayaan.
d) Sektor Terbelakang
Sektor dan subsektor yang tidak disebutkan di 3 kategori di atas masuk pada
sektor terbelakang.
4) Analisis Location Quotient (LQ)
Sektor basis di Kecamatan Licin yaitu sektor atau subsektor yang memiliki nilai LQ
> 1 adalah Peternakan, Pertambangan, dan Penggalian, dam Pertambangan non
Migas.
3.3 Penyebab kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, dan Licin
Hasil penelitian dari 33 responden dengan kategori rumah sangat sederhana (beralas
tanah, berdinding bamboo/anyaman bambu/gedhek) adalah sebagai berikut:
A. Faktor Internal
1) Umur
60.61% adalah penduduk yang berusia produktif dan 39,39% berusia tidak
produktif.
2) Status Penguasaan Bangunan
100% adalah milik responden sendiri.
3) Luas Bangunan Lantai
Luas bangunan lantai 52,52% kurang dari 8m2 /kapita dan hanya 3,03% yang
seluas lebih dari 12 m2/kapita.
4) Jenis Lantai Tempat Tinggal Responden
90,91% memiliki jenis lantai dari tanah dan 9,09% dari pasangan bata/semen.
5) Jenis Dinding Tempat Tinggal Responden
100% memiliki jenis dinding tempat tinggal dari bambu.
6) Fasilitas Tempat Buang Air Besar (MCK) Responden
87,88% tidak memiliki fasilitas MCK sendiri/MCK di sungai/tempat-tempat
yang lain.
7) Sumber Air Minum
57,58% sumber air minum tidak terlindungi dan 39,39% sumber air minum
dari sumur/sumber terlindungi/Hippam.
8) Sumber Penerangan Rumah Tangga
96,97% menggunakan sumber penerangan non listrik/listrik bukan milik
sendiri dan 3,03% 450 watt listrik milik sendiri.
9) Jenis Bahan Bakar Untuk Memasak
96,97% menggunakan jenis bahan bakar kayu dan sejenisnya untuk memasak
dan 3,03% menggunakan Gas 3 Kg.
10) Frekuensi Makan
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 11
3,03% frekuensi makan satu kali, 69,70% frekuensi makan dua kali, dan
27,27% frekuensi makan tiga kali.
11) Konsumsi Protein
57,58% tidak pernah konsumsi protein, 36,36% konsumsi protein satu kali, dan
6,06% konsumsi dua kali/lebih.
12) Kepemilikan Sandang
21,21% tidak pernah membeli, 27,27% satu stel, dan 21,21% dua stel atau lebih
kali/lebih.
13) Kemampuan Akan Fasilitas Kesehatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 33 responden, 90,91% berobat ke
Puskesmas dan 9,09% tidak diobati/ke dukun.
14) Anak Usia Sekolah:
a. Setingkat SD
55% tidak sekolah semua, 35% ada yang sekolah dan ada yang tidak
sekolah (putus sekolah), dan 10% sekolah setingkat SD semua.
b. Setingkat SMP
50% tidak sekolah semua, 41% ada yang sekolah dan ada yang tidak
sekolah (putus sekolah), dan 9% sekolah setingkat SMP semua.
c. Setingkat SMA
70% tidak sekolah semua dan 30% ada yang sekolah dan ada yang tidak
sekolah (putus sekolah).
15) Pendapatan Per Kapita Per Bulan
27,27% pendapatan perkapita perbulan sebesar Rp. 250 ribu s.d. Rp. 375
ribu/kapita/bulan, 72,73% kurang dari Rp. 250 ribu/kapita/bulan.
16) Pekerjaan
72,73% bekerja tidak tetap (informal) dan 27,27% tidak bekerja/penerima
pendapatan.
17) Kepemilikan Asset
a. Tabungan : 100% responden tidak memiliki asset tabungan.
b. Emas: 87,50% responden tidak memiliki asset emas dan 12,50% memiliki
dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu.
c. TV berwarna: 82,35% responden tidak memiliki asset TV Berwarna,
11,76% memiliki dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu, dan 5,88%
memiliki dengan nilai Rp. 500 ribu
d. Ternak
93,75% responden tidak memiliki asset ternak dan 6,25% memiliki
asser dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu.
e. Kendaraan bermotor
72,73% responden tidak memiliki asset kendaraan bermotor, 21,21%
memiliki asset dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu, dan 6,06% memiliki
asset dengan nilai Rp. 500 ribu.
f. Sawah/tegal
93,94% responden tidak memiliki asset sawah/tegal dan 6,06% memiliki
asset dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu.
18) Keaktifan dalam Merokok
33,33% responden merokok dan 66,67% responden tidak merokok.
19) Kepemilikan HP
21,21% responden punya hp dan 78,79% responden tidak tidak punya hp.
B. Faktor Eksternal
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 12
1) Kebijakan Pemerintah
54,55% responden yang sudah menerima BLSM dan ada 30,30% yang sama
sekali belum menerima bantuan padahal keadaannya sudah sangat
memperihatinkan.
2) Keterbatasan Modal
Responden memanfaatkan potensi alam setempat untuk mengais pendapatan
dengan tanpa akses modal dari tangan pemerintah, yaitu diantaranya:
a) Potensi Pertanian
34,29% yaitu pada hasil potensi pertanian umbi-umbian.
b) Potensi Peternakan
63,33% pada pemeliharaan ayam kampung.
3) Frekuensi Tingkat Penyuluhan/Pelatihan
97% mengaku tidak pernah mendapatkan penyuluhan/pelatihan sedangkan 3%
pernah mendapatkan sosialisasi pertanian.
3.4 Distribusi pendapatan di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin
a. Analisis Indeks Ketimpangan Williamson Hasil analisis IW menunjukkan bahwa pada Tahun 2012, ketimpangan tertinggi
berada di Kecamatan Muncar dengan nilai ketimpangan 0,4645 diikuti Kecamatan
Wongsorejo 0,3279 dan Kalipuro 0,2616.
b. Analisis Indeks Entropi Theil
Hasil analisis indeks entropi theil menunjukkan bahwa pada Tahun 2012,
ketimpangan tertinggi berada di Kecamatan Kecamatan Wongsorejo 0,0264 diikuti
Kecamatan Licin 0,0188 dan Kalipuro 0,0153.
3.5 Kebijakan untuk mengurangi besaran dan cakupan kemiskinan absolut di
Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin
Hasil penelitian tentang harapan-harapan masyarakat miskin terkait dengan kondisi
yang sedang dialami adalah sebagai berikut:
a. Harapan Kepada Pemerintah
Responden menaruh harapan pada pemerintah tentang bantuan modal sebesar
86,21% dan kebutuhan perhatian sebesar 13,79%. Responden yang kondisi tempat
tinggalnya sangat parah mengeluhkan tentang:
1) Atap rumah yang mulai reot;
2) Material bangunan karena tidak mampu membeli;
3) Bedah rumah;
4) Biaya Pendidikan.
b. Harapan Peningkatan Hasil Produksi
Responden menaruh harapan pada pemerintah tentang bantuan modal sebesar
43,48%, pelatihan/penyuluhan sebesar 43,48%, dan dan kebutuhan perhatian
sebesar 13,04%. Adapun pelatihan/penyuluhan yang diinginkan oleh beberapa
responden adalah sebagai berikut:
1) Pelatihan dari Dinas Pertanian;
2) Pelatihan dari Dinas Peternakan.
Menurut hasil analisis BPS sekitar 63,20 persen penduduk miskin tinggal di
pedesaan. Dan mudah diduga, sebagian besar mereka menggantungkan hidupnya pada
sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Itu artinya, kunci utama
keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah perbaikan kesejahteraan di sektor
pertanian-pedesaan.
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 13
Berikut ini adalah salah satu kondisi rumah warga yang menjadi responden di
Desa Pesucen Kecamatan Kalipuro:
Gambar 3.1 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Responden
Gambar 3.1 adalah rumah mbah Muawanah yang berusia 70 tahun tinggal sebatang
kara. Hasil pengungkapan peneliti menyebutkan bahwa “Orangnya sangat tua,
rumahnya dindingnya bambu itupun samping dan belakang tidak berdinding
akarena numpang atap tetangga, kondisinya sangat memperihatikan”.
Gambar 3.2 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Responden
Gambar 3.2 adalah rumah mbah Mahmudah yang berusia 80 tahun. Hasil
pengungkapan mbah Mahmudah “sangat menginginkan bantuan atap rumah karena
sudah reot”. Hasil analisa menunjukkan bahwa kemiskinan di Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, dan Licin dari beberapa responden yang telah dianalisis membuktikan
bahwa kemiskinan di wilayah ini adalah Kemiskinan natural dimana keadaan
miskin karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut
menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik
sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau
kalaupun mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat
imbalan pendapatan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh:
1) Pendidikan rendah;
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 14
2) Pendapatan rendah karena didominasi oleh Buruh Tani;
3) Tidak memiliki asset ekonomi.
Hal pertama yang dapat dilakukan adalah pembangunan asset kapital sosial dan
kapital sumber daya manusia, karena asset ini jika semakin lama digunakan maka akan
semakin tinggi nilainya dan dapat mempercepat sinergi dan harmoni dari asset lain.
Gambar 3.3 Strategi Agribisnis Berbasis Komunitas Petani
Dengan strategi agribisnis berbasis komunitas petani tersebut maka diharapkan
akan ada manajemen yang handal dalam pemanfaatan sumberdaya alam sekitar untuk
penurunan angka kemiskinan di wilayah tersebut.
Peran serta instansi pemerintah dalam melancarkan upaya pembangunan di
wilayah tidak lepas pada:
1) Pembangunan infrastruktur pedesaan;
2) Pengembangan sistem inovasi pertanian;
3) Pengembangan Kelembagaan Pertanian; 4) Optimasi Sumber Daya Berkelanjutan;
5) Pemacuan Investasi;
6) Kebijakan Insentif;
4. KESIMPULAN
a. Fundamental Ekonomi secara makro di Kabupaten Banyuwangi
Satu Kawasan satu sistem
manajemen transportasi dan
komunikasi
a. Satu Kawasan Satu
produk unggulan
b. Satu manajemen
pengelolaan daerah aliran
sungai
a. Satu Kawasan Satu
Komunitas Unggulan
b. Satu Penyuluh
c. Satu koperasi agrisbisnis
a. Satu Kawasan Satu
Kebijakan Pembiayaan
lintas sektor
b. Kredit Produktif
4. Modal Finansial 1. Modal Sosial
dan Sumber
Daya Manusia
3. Modal Fisik 2. Modal Sumber
Daya Alam
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 15
1) Hasil analisis Klassen di Kabupaten Banyuwangi adalah Sektor maju dan tumbuh
pesat (sektor prima): Pertanian dan Pertambangan dan penggalian. Sektor inilah
yang sebaiknya mendapatkan perhatian yang lebih dari Pemerintah Daerah untuk
dioptimalkan; Sektor maju tapi tertekan (Sektor Potensial) adalah sektor
Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan; Sektor yang berpotensi untuk
Berkembang adalah Kontruksi; Industri Pengolahan; Perdagangan, Hotel, dan
Restoran; dan Jasa-jasa. Dan Sektor tertinggal di Kabupaten Banyuwangi adalah
Listrik, gas, dan air bersih; dan Pengangkutan dan Komunikasi;
2) Sektor Basis di Kabupaten Banyuwangi adalah Sektor Pertanian, Tanaman Bahan
Makanan, Tanaman Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, Sektor
Pertambangan: Pertambangan Non Migas dan Penggalian (Primer), Subsektor
Hotel (Sekunder), Subsektor Angkutan, Angkutan Rel, Angkutan Laut, dan
Angkutan Sungai, Danau, Subsektor sewa bangunan (Tersier).
3) Perhitungan komponen keunggulan kompetitif dengan menggunakan analisis
Shift-share Klasik menghasilkan nilai keunggulan kompetitif sebesar Rp.
685.894.676.000- atau 685,9 Milyar rupiah atau sebesar 10,98 persen. Ini
mengindikasikan bahwa hasil analisis data Tahun 2000-2012 menunjukkan
keunggulan kompetitif yang dihasilkan dari beberapa sektor yang bernilai positif
yaitu Pertanian; Konstruksi, dan Listrik, Gas, dan Air Bersih.
b. Fundamental Perekonomian Secara Makro di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan
Licin dengan Referensi Kabupaten Banyuwangi
1) Kecamatan Wongsorejo: Pangsa tertinggi adalah sektor pertanian dan sub sektor
tertinggi adalah tanaman perkebunan, sedangkan pertumbuhan ekonomi tertinggi
adalah subsektor perdagangan besar dan eceran dan terdapat 5 sektor dan 18
subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1. Secara riil potensi SDA di
Kecamatan Wongsorejo kaya akan potensi tanaman pangan (padi dan jagung) dan
tanaman buah/perkebunan kualitas eksport (Melon, Anggur, dan Tembakau).
Problematika yang dihadapi rendahnya SDM, potensi didominasi sektor pertanian
tanpa diimbangi sektor industri, dan aksesibilitas pasar yang rendah.
2) Kecamatan Kalipuro: Pangsa tertinggi adalah sektor pengangkutan dan
Komunikasi dan sub sektor tertinggi adalah angkutan, sedangkan pertumbuhan
ekonomi tertinggi adalah subsektor jasa hiburan dan kebudayaan, dan terdapat 5
sektor dan 23 subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1. Secara riil potensi
SDA di Kecamatan Kalipuro kaya akan potensi tanaman pangan (padi) dan
tanaman buah/perkebunan kualitas eksport (Durian Merah, Pisang Sampurna, dan
Kopi). Problematika yang dihadapi rendahnya SDM, perlunya pembangunan
infrastruktur karena dibeberapa desa seperti Desa Telemung dan Bulusari rusak
berat, upah tenaga kerja murah, dan aksesibilitas pasar yang rendah.
3) Kecamatan Licin: Pangsa tertinggi adalah sektor Pertambangan dan Penggalian
sebesar dan sub sektor tertinggi adalah pertambangan non migas, kemudian
pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah subsektor jasa hiburan dan kebudayaan,
dan terdapat 1 sektor dan 2 subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1. Secara
riil potensi SDA di Kecamatan Licin kaya akan potensi tanaman pangan (padi)
dan tanaman buah/perkebunan (Manggis, Kelapa, dan Cengkeh). Problematika
yang dihadapi yaitu tentang aksesibilitas pasar yang rendah.
c. Penyebab kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, dan Licin antara lain Umur, tingkat pendidikan, kondisi rumah tempat
Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 16
tinggal, sebagai beberapa faktor internal penyebab kemiskinan dan kebijakan
pemerintah, keterbatasan modal, frekuensi kegiatan penyuluhan sebagai faktor
eksternal yang mempengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga dan merupakan
indikator penyebab terjadinya kemiskinan di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro,
dan Licin.
d. Hasil analisis IW menunjukkan bahwa pada Tahun 2012, ketimpangan tertinggi
berada di Kecamatan Muncar dengan nilai ketimpangan 0,4645 diikuti Kecamatan
Wongsorejo 0,3279 dan Kalipuro 0,2616. Hasil analisis indeks entropi theil
menunjukkan bahwa pada Tahun 2012, ketimpangan tertinggi berada di Kecamatan
Kecamatan Wongsorejo 0,0264 diikuti Kecamatan Licin 0,0188 dan Kalipuro
0,0153.
e. Kebijakan yang dapat digulirkan sesuai dengan data sekunder dan primer untuk
menurunkan angka kemiskinan dan disparitas ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, dan Licin yaitu dengan pembentukan strategi pengembangan
agribisnis berbasis komunitas petani. Karena mengingat kaum miskin mayoritas
adalah bekerja pada sektor pertanian.
top related