pembahasan osmoregulasi
Post on 22-Dec-2015
73 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
OSMOREGULASI
Oleh :
Nama : M Ilham IskandarNIM : B1J013142Rombongan : IIKelompok : 3Asisten : Bunga Khalida Puri
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN
I.1Latar Belakang
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan
keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda.
Evans (1988) menyatakan, osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan air dan
ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi
problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan
diantara ekstra sel dengan lingkungan secara kolektif, Soetarto (1986)
menambahkan mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat
terlarut dan distribusi zat terlarut. Dimana makhluk hidup mempertahankan
kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air
yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar. Fujaya (2004)
menambahkan ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan
lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau
kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat
berlangsung dengan normal.Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan
ini disebut osmoregulasi.
Berdasarkan kemampuan adaptasi terhadap tingkat salinitas maka hewan air
dapat diklasifikasikan dalam stenohalin dan eurihalin.Stenohalin merupakan
hewan yang hanya mampu bertahan pada lingkungan salinitas yang sempit,
sedangkan eurihalin merupakan hewan yang mampu bertahan pada tingkat
salinitas yang beragam.Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan tingkat
kelulushidupan (survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu.
Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks populasi individu muda yang harus
bertahan hidup hingga siap berkembang biak(Yuwono, 2006). Percobaan sintasan
ikan nila dan nilemdilakukan dengan perlakuan direct transfer dan gradual
transfer. Perlakuan direct transfer maksudnya adalah pengukuran ikan nila dan
nilem secara langsung, yaitu dimasukkan pada salinitas yang diinginkan,
sedangkan gradual transfersecara tidak langsung atau bertahap dari salinitas
rendah ke salinitas tinggi.Perubahan salinitas lingkungan akan memicu
mekanisme osmoregulasi pada ikan yang berfungsi untuk menjaga osmolalitas
plasma dan media sesuai dengan keadaan lingkungan. Insang dan ginjal adalah
organ yang paling berperan dalam osmoregulasi. Insang berfungsi mengambil
garam dari lingkungan sekitar untuk menjaga agar tidak dehidrasi dan ginjal
menyerap garam–garam, serta mengeluarkannya ketika kondisi garam pada tubuh
sudah terlalu banyak dalam bentuk urin (Tang, 2009).
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan
eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup
luas), ikan nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin ikan nilem (Osteochilus
hasselti) dan kepiting (Scylla serrata).
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1. Materi
Alat yang digunakan adalah gelas plastik, pinset, stopwatch, saringan,
baskom, spuit, kertas cakram, tabung efendorf, sentrifuge, wadah plasma, wadah
pendingin, mikropipet dan osmometer.
Bahan yang digunakan adalah larva ikan nila (Oreochromis sp.), larva ikan
nilem (Osteochilus hasselti), ikan nila (Oreochromis sp.), kepiting bakau (Scylla
serrata), air laut dengan salinitas 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt, air tawar, dan EDTA.
2.2. Cara Kerja
2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas
1. Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, masing-masing
sebanyak ± 1 liter.
2. Medium dibagi kedalam 6 wadah percobaan, masing-masing terdiri atas
dua wadah percobaan. Masing-masing wadah diberi label sesuai dengan
salinitasnya.
3. Dimasukkan kedalam tiga wadah percobaan dengan salinitas berbeda
yaitu 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt masing-masing 10 ekor benih ikan nila.
4. Untuk direct transfer dilakukan pengamatan dan catat waktu kematian tiap
ekor pada masing-masing wadah percobaan setiap 10 menit hingga menit
ke- 40.
5. Untuk gradual transfer ikan dimasukkan kedalam wadah dengan salinitas
rendah kemudian pindahkan ke wadah dengan salinitas yang lebih tinggi
setiap 24 jam selama 4 hari pengamatan.
6. Dihitung sintasannya dengan cara : S=NtNo
x 100 %
2.2.2 Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada ikan nila
1. Diambil sampel darah ikan nila yang telah diaklimasi pada salinitas
medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah
dibasahi dengan EDTA. Darah ikan diambil dengan cara memotong
bagian ekornya atau dengan menyuntikkan spuit ke bagian vena caudalis
atau jantungnya.
2. Darah ditampung pada cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam
tabung efendorf.
3. Dilakukan sentrifugasi darah untuk memperoleh plasma darah.
4. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.
5. Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
(kapasitas osmoregulasi) dengan rumus : Ko= OpOm
6. Dicatat semua data yang diperoleh.
2.2.3. Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada hemolimfa
kepiting
1. Diambil hemolimfa kepiting bakau yang telah diaklimasi pada salinitas
medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah
dibasahi dengan EDTA. Hemolimfa diambil dari ruas-ruas kaki yang
paling dekat dengan tubuh.
4. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.
5. Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
(kapasitas osmoregulasi) dengan rumus : Ko= OpOm
7. Dicatat semua data yang diperoleh
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan direct transferNo.
Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)
10 20 30 401 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 100% 100% 90% 80%4 30 80% 60% 50% 20%
Tabel 3.1.2. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan direct transferNo.
Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 0 100% 60% 30% 0%2 10 100% 100% 60% 0%3 20 0% 0% 0% 0%4 30 0% 0% 0% 0%
Tabel 3.1.3. Pengamatan Sintasan Ikan Nila pada Perlakuan gradual transferNo.
Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 0 50% - - -2 10 - 0% - -3 20 - - 0% -4 30 - - - 0%
Tabel 3.1.4. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan direct transferNo.
Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 0 100% 20% 0% 0%2 10 100% 40% 10% 0%3 20 0% 0% 0% 0%4 30 0% 0% 0% 0%
Tabel 3.1.5. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan direct transferNo.
Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (menit)
10 20 30 4o1 0 100% 100% 100% 100%2 10 100% 100% 100% 100%3 20 0% 0% 0% 0%4 30 0% 0% 0% 0%
Tabel 3.1.6. Pengamatan Sintasan Ikan Nilem pada Perlakuan gradual transfer
No.
Salinitas (ppt)Waktu Pengamatan (jam)
24 48 72 961 0 100% - - -2 10 - 40% - -3 20 - - 0% -4 30 - - - 0%
Tabel 3.1.7. Pengamatan Osmolalitas Plasma dan Medium Ikan NilaNo.
SalinitasOsmolalitas(mmol/kg) Kapasitas
OsmoregulasiPlasma Medium1 0 864 393 2,19 mM/kg2 5 Lisis 509 -3 10 521 685 0,76 mM/kg4 15 424 740 0,57 mM/kg5 20 774 806 0,96 mM/kg6 25 811 831 0.97 mM/kg7 30 Ikan mati 857 -
Tabel 3.1.8. Pengamatan Osmolalitas Hemolimfe dan Medium Kepiting Rombongan II
No.
SalinitasOsmolalitas(mmol/kg) Kapasitas
OsmoregulasiHemolimfe Medium1 0 563 393 1,43 mM/kg2 5 1016 509 1,99 mM/kg3 10 618 685 0,90 mM/kg4 15 990 740 1,33 mM/kg5 20 868 806 1,07 mM/kg6 25 857 831 1,03 mM/kg7 30 680 857 0,79 mM/kg
Grafik 3.1.1. Hubungan Salinitas dengan Osmolalitas Plasma Ikan Nila dan Hemolimfe Kepiting
Kel. 1 (0 ppt)
Kel. 2 (10 ppt)
Kel. 3 (20 ppt)
Kel. 4 (30 ppt)
Kel. 5 (0 ppt)
0
200
400
600
800
1000
820 827
556 506
771
597
940
622523 537
Hubungan Salinitas dengan Osmolalitas Plasma Ikan Nila dan Hemolimfe Kepiting
PlasmaHemolimfe
3.2. Pembahasan
Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air
dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk
mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan
yang tepat karena adanya perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu
banyak air maka ia akan meletus, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air
maka sel akan mengerut serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis
atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi
menuju ke yang lebih rendah. Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan
dapat dibedakan menjadi hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik.Hipoosmotik
adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih rendah dibandingkan
lingkungannya. Isoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama
dengan lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya
lebih tinggi dibandingkan lingkungannya (Susilo, 2010).
Osmoregulasi dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan
osmokonformer.Osmoregulator merupakan hewan yang menjaga osmolaritas
tanpa tergantung lingkungan.Kemampuan meregulasi membuat hewan
osmoregulator dapat hidup di lingkungan dengan osmolaritas yang cukup rendah
seperti air tawar, contohnya udang air tawar dan Teleostei air tawar.Seekor hewan
osmoregulator jika dalam lingkungan hipoosmotik harus membuang kelebihan air,
sedangkan jika dalam lingkungan hiperosmotik akan secara terus-menerus
mengambil air untuk mengatasi kehilangan osmotik. Osmokonformer merupakan
hewan yang memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungannya
sehingga tidak ada tendensi untuk memperoleh atau kehilangan air. Hewan
osmokonformer kebanyakan hidup di lingkungan yang memiliki komposisi kimia
yang sangat stabil seperti di laut sehingga memiliki osmolaritas yang cenderung
konstan.Hewan osmokonformer kebanyakan hewan invertebrata laut seperti ubur-
ubur, rajungan dan kerang-kerangan (Susilo, 2010).
Hewan dengan keterbatasan toleransi terhadap bermacam-macam
lingkungan disebut stenohalin.Sedangkan hewan dengan kemampuan toleransi
yang besar terhadap berbagai macam keadaan lingkungan disebut eurihalin.Selain
stenohalin dan eurihalin, hewan juga dapat dibagi menjadi kelompok berdasarkan
pola perubahan yang terjadi pada internal tubuhnya terhadap konsentrasi osmosis
cairan tubuh sebagai respon terhadap variasi eksternalnya. Contoh ikan euryhalin
adalah Cyprinodon variegates, Mozambique tilapia, Morone saxatillis, dan
Oreochromis niloticus (Prosser, 1961). Menurut Djarijah (1995), menyebutkan
ikan yang termasuk stenohalin yaitu mempunyai toleransi terhadap salinitas yang
sempit yaitu mencapai 35 ppt, sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara
0-10 ppt, untuk ikan eurihalin yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas
yang luas toleransi salinitasnya mencapai 60 ppt.
Ikan memerlukan osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara
subtansi tubuh dan lingkungan, membran selnya yang permeabel merupakan
tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat dan adanya perbedaan
tekanan osmotik yang berbeda.Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan
kebingungan sehingga lebih sering menggunakan istilah konsentrasi osmotik.Jika
suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi tekanan osmotiknya juga
tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan
yang lain disebut hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih
rendah daripada larutan lainnya disebut hipoosmotik. Apabila konsentrasi
osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik atau isoosmotik( Fujaya,
2004).
Ikan Nila (Oreochromis sp.) dan ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
merupakan hewan yang termasuk osmoregulator. Ikan Nila termasuk ke dalam
golongan eurihalin (mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup
luas) sementara ikan Nilem termasuk ke dalam golongan hewan stenohalin
(mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang sempit) (Isnaeni, 2006).
Adaptasi yang dilakukan oleh ikan bertulang sejati (teleostei) yang eurihalin
terhadap salinitas medium merupakan proses yang komplek yang melibatkan
respon fisiologi oleh organ osmoregulasi. Insang dan ginjal merupakan organ
yang merespon hal tersebut bagi ikan teleostei. Insang merupakan organ yang
langsung berhubungan dengan lingkungan eksternalnya dan ginjal sebagai
pengatur pada lingkungan internal ikan tersebut (Tang, et al., 2009).
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan kelompok kami
menggunakan hewan uji larva ikan Nilem (Osteochillus hasselti) yang diuji
toleransi salinitas.Uji toleransi salinitas yang digunakan adalah 0 – 30 ppt secara
gradual transfer dan direct transfer. Salinitas ke 10 ppt pada jam ke 24 setelah
perlakuan dari 10 ekor semuanya masih tetap hidup, dilanjut dengan penggunaan
20 dan 30 ppm, jumlah ikan uji semakin berkurang (mati). Hal ini karena ikan
tidak mampu menjaga keseimbangan cairan pada tubuhnya.Hasil yang diperoleh
dari data pengamatan sintasan pada ikan Nilem pada berbagai salinitas dan
lamanya waktu menunjukkan kesesuaian bahwa ikan nilem merupakan ikan
stenohalin yaitu ikan yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda
yang mampu berpindah dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan
nilem memiliki sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih
tinggi daripada nilai konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu beradaptasi
terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi (Hurkat and Mathur, 1976). Berbeda
dengan pengujian ikan nila, Hasil yang diperoleh pada pengujian ikan nila dapat
diketahui bahwa kapasitas osmoregulasi ikan nila pada salinitas 30 ppt bersifat
hipoosmotik karena kapasitas osmoregulasinya kurang dari 1. Semakin tinggi
salinitas maka akan semakin tinggi osmolalitas plasma darahnya, oleh karena itu
ikan Nila termasuk hipoosmotik yaitu konsentrasi osmotik dalam tubuhnya lebih
rendah dari pada lingkungannya (Lagler, 1977).
Peningkatan salinitas pada beberapa ppt merupakan fase bagi hewan untuk
menyesuaikan diri, semakin singkat waktu penyesuaian maka semakin besar
kesempatan hidupnya. Teori yang ada menyatakan bahwa difusi substansi akan
keluar dari tubuh melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat
mempengaruhi difusi tersebut. Ikan kecil dengan metabolisme tinggi mempunyai
permukaan insang luas dari pada ikan besar dalam satu spesies (Johnsonet
al.,1984). Ikan Nila digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Ikan ini
merupakan ikan air tawar yang bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga
bila dimasukkan dalam air dengan salinitas tinggi maka ikan akan bersifat
hipotonik terhadap lingkungan barunya (Hurkat and Mathur, 1976).
Perbedaan dalam hasil sintasan menunjukkan adanya mekanisme berbeda
dalam osmoregulasi antar ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan air tawar
memiliki insang yang berbeda dengan ikan air laut sehingga berpengaruh terhadap
transport ion. Kadar salinitas berpengaruh terhadap asupan ion dalam tubuh bagi
hewan air laut kelebihan ini mampu diantisipasi dengan pengeluaran produk
buangan sedangkan pada ikan air tawar hampir semuanya memiliki sel klorida.
Selain itu, masuknya ion ini juga sangat berpengaruh pada timbulnya HCO3-
dalam plasma darah ini disebabkan kelebihanya asupan Na+ (Evans, 2010).
Tingkat osmollitas plasma pada hewan – hewan euryhalin dapat berubah –
ubah menyesuaikan habitatnya. Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport
aktif dalam upaya menjaga konsentrasi osmotik internal homeostasis, ikan
memanfaatkan protein membran seperti Na+, K+ dan ATPase untuk melakukan
transport aktif ion yang terjadi di inang, eosofagus, dan intestine (Susilo, 2010).
Menurut Campbell et al,. (2004), terdapat dua penyelesaian dasar terhadap
permasalahan keseimbangan antara perolehan dan kehilangan air. Satu
penyelesaian untuk hewan laut adalah tetap bersifat isoosmotik dengan
lingkungan air asinnya. Hewan seperti itu yang tidak secara aktif menyesuaikan
osmolaritas internalnya, dikenal sebagai osmokonformer. Sebaliknya
osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas
internalnya karena cairan tubuhnya tidak isoosmotik dengan lingkunga luarnya.
Sebagian besar hewan baik merupakan osmokonformer maupun osmoregulator
tidak dapat mentolerir perubahan yang sangat besar dalam osmolaritas eksternal.
Hewan seperti itu dikatakan sebagai hewan stenohalin. Akan tetapi, beberapa
hewan yang disebut euryhalin, dapat bertahan hidup dalam lingkungan dengan
fluktuasi osmolaritas eksternal yang sangat besar. Hewan-hewan itu bisa
menyesuaikan dengan perubahan suhu atau mengatur osmolaritas internalnya di
dalam kisaran yang sempit bahkan ketika lingkungan eksternalnya berubah.
Contoh hewan osmoregulator adalah ikan nila, sedangkan hewan osmoconformer
adalah ikan laut, ubur-ubur, dan rajungan. Salah satu contoh hewan euryhalin
yaitu ikan bertulang sejati yang disebut tilapia, ikan asli Afrika yang dapat
menyesuaikan diri dengan konsenterasi garam dengan kisaran antara konsentrasi
air tawar dan dua kali konsentrasi air laut.
Matinya ikan setelah melewati batasnya dapat disebabkan oleh tiga
kemungkinan antara lain karena gagalnya mekanisme pengaturan yang akhirnya
menyebabkan perubahan konsentrasi internal yang bersifat fatal, gangguan fungsi
respirasi insang sehingga menyebabkan asphysia yang fatal, dan kegagalan
jantung sehingga ikan tidak dapat melakukan fungsi metabolisme dengan baik
(Goenarso, 1989).Berdasar beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi perlakuan yang diberikan, maka tingkat kelangsungan
ikan lebistes semakin rendah.Perubahan salinitas medium yang menyebabkan
perubahan osmolalitas plasma juga menghasilkan perubahan kapasitas
osmoregulasi.Kapasitas osmoregulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma
dengan nilai osmolalitas media.Jika nilai kapasitas osmoregulasi mendekati dua
maka ikan dikelompokkan ke dalam kondisi hiperosmotik, bila nilai kapasitas
osmoregulasi berkisar satu ikan dikatakan isoosmotik, dan bila nilai kapasitas
osmoregulasi dibawah satu maka ikan dikatakan dalam kondisi
hipoosmotik.Menurut Kay (1998), konsentrasi osmotik ikan nila lebih tinggi dari
lingkungannya (hiperosmotik).
Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan antara plasma
darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa semakin
tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan konsentrasi plasma
darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah lebih besar jika dibandingkan
dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan karena hewan-hewan air tawar
harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang
terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara
osmosis dan garam keluar secara difusi. Karena lingkungan yang hiperosmotik
maka ikan nila akan mengalami permasalahan kemasukan air melalui osmosis dan
kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi. Berdasarkan hal tersebut ikan nila harus
mempertahankan ion tubuhnya dan mengeluarkan urin hipoosmotik untuk
mengeluarkan air dan mengganti ion tubuh atau garam yang hilang dengan
absorbsi melalui permukaan tubuh tertentu seperti insang (Kay, 1998). Ikan nila
pada umumnya memiliki toleransi salinitas sempit yaitu sebesar 0,1 sampai 10 ppt
(Gordon, 1982).
Berdasarkan sumber jurnal penelitian lain dengan menggunakan jenis ikan
bandeng yaitu, perubahan osmolaritas plasma dapat terjadi sebagai respon
terhadap perubahan salinitas media. Sintasan larva bandeng yang tinggi hanya
dapat dicapai apabila larva dipelihara pada media dengan salinitas optimum
dimana osmolaritas plasma mendekati osmolaritas media (isoosmotik).Guna
mendapatkan gambaran osmolaritas plasma larva bandeng maka dilakukan
penelitian(Karim, 2006).
Osmometer adalah alat yang digunakan pada percobaan ini untuk
mengukur osmolalitas media dan osmolalitas plasma sehingga didapatkan
kapasitas osmoregulasi. Osmometer memiliki beberapa jenis, contohnya adalah
osmometer membran dan vapour pressure osmometer, tetapi yang banyak
digunakan adalah vapour pressure osmometer. Osmometer jenis ini tidak langsung
secara sensitif mengukur osmolalitas, tetapi secara tidak langsung osmolalitas
akan terukur dengan menggunakan termistor yang dapat mendeteksi perubahan
voltase yang diakibatkan oleh perubahan temperatur(Campbell et al., 2004).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara osmoregulasi dapat
ditarik kesimpulan:
1. Osmoregulasi dikelompokan kedalam dua kategori, yaitu :
osmoregulator dan osmokonfermer.
2. Kapasitas regulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma dan
osmolalitas media, nilai kapasita regulasi terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu: Hiperosmotik, Isoosmotik dan Hipoosmotik.
3. Berdasarkan keterbatasan toleransinya terhadap lingkungan, hewan
terbagi menjadi dua, yaitu : Euryhalin dan Stenohalin.
4. Osmoregulasi pada hewan uji Osteochilus hasselti dan Oreochromis
niloticus terdapat perbedaan, karena Osteochilus hasselti masuk dalam
kelompok hewan stenohalin, sedangkan Oreochromis niloticus masuk
dalam kelompok euryhalin.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., J.B Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid III. erlangga. Jakarta.
Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.Kanisius, Yogyakrta.
Evans,D.H.1998.The Physiology of Fishes Second Edition.CRC Press, New York.
Evans, D.H. 2010. Freshwater Fish Gill Ion Transport: August Krogh to morpholinos and microprobes. Acta Physiologica 2010 Scandinavian Physiological Society, doi: 10.1111/j.1748-1716.2010.02186.x.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta, Jakarta.
Goenarso. 1989. Fisiologi Hewan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, ITB, Bandung.
Gordon, M S. 1977. Animal Physiology. McMillan Publishing co. ltd., New York
Gordon, M.S. 1982. Animal Physiology Principles and Adaptation. Mac Millan Publishing Co Inc, New York.
Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.
Hurkat and Mathur, P. N. 1976.A Text Book of Animal Physiology. S. Chank and Co (P) Ltd, New Delhi.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.
Johnson, K.D, D.C Rayle and H.L. Alberg. 1984. Biology on Introduction. S. Chand and Co, New Delhi.
Karim, M. Y. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas. J. Sains & Teknologi,Vol. 6 (3): 143–148
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Glos Scientific Publisher United, New York.
Lagler, K. F. 1977. Ichtilogy. John Wiley and Sons, New York.
Prosser C. 1961. Comparative Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders Compani, London.
Soetarto,1986. Biologi. Widya Duta, Surakarta.Ville, C.W., W.F. Barnes, R.D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor Mc Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik 10 (2) : 111-119.
Tang, H,C. 2009. Journal of Constant Muscle Water Content and Renal HSP90 Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated to Different Environmental Salinities. Taiwan.
Yuwono, E. 2006. Fisiologi Hewan II. UNSOED Press, Purwokerto.
top related