pasang surut
Post on 01-Dec-2015
127 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1. Pengertian pasang surut
Pasang surut adalah suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala
yang diakibatkan oleh gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari dan bulan.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal
adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Matahari mempunyai massa 27 kali lebih besar dibandingkan
dengan bulan, tetapi jaraknya sangat jauh dari bumi (± 149,6 juta km) sedangkan bulan sebagai satelit
bumi mempunyai jarak ± 381,16 km dari bumi.
Dalam mekanika alam semesta jarak sangat menentukan dibandingkan dengan massa, oleh sebab itu
bulan mempunyai peran besar dibandingkan dengan matahari dalam menentukan pasang surut. Secara
matematis daya tarik bulan ± 2,25 kali lebih kuat dibandingkan matahari sehingga gaya tarik gravitasi
bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam menarik pasang surut laut karena jarak
bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut kearah bulan dan
matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Hal ini juga
menyebabkan pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau
ukurannya lebih kecil.
2. Istilah – istilah
Mean Sea Level (MSL) atau duduk tengah adalah muka laut rata-rata pada suatu periode
pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,7 tahun.
Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada suatu periode
waktu.
Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang tinggi.
Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut terendah.
Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi dari dua air tinggi
harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air tinggi terjadi pada satu hari,
maka air tinggi tersebut diambil sebagai air tinggi tertinggi.
Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air tinggi harian
pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terdapat pada pasang surut diurnal.
Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua air rendah harian
pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terdapat pada pasut diurnal.
Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi air rata-rata terendah dari dua air rendah harian
pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air rendah terjadi pada satu hari, maka
nilai air rendah tersebut diambil sebagai air rendah terendah.
Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut
selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range) pasang surut itu tertinggi.
Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh dari dua air rendah
berturut-turut selama periode pasang purnama.
Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-turut selama
periode pasang surut perbani (neap tides), yaitu jika tunggang (range) pasang surut paling kecil.
Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dhitung dari dua air berturut-turut
selama periode pasang surut perbani.
Mean Range (Tunggang Rata-Rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata antara MHW dan MLW.
Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS.
Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.
3. Pengaruh Gerakan Bumi & Matahari
Menurut Otto S.R. Ongkosongo dan Suyarso (1989) kedua benda angkasa tersebut (matahari dan
bumi) mempengaruhi proses pembentukan pasang surut air laut melalui tiga gerakan utama. Ketiga
gerakan itu adalah sebagai berikut :
Revolusi bulan terhadap bumi, dimana orbitnya berbentuk elips dan memerlukan waktu 29,5 hari
untuk menyelesaikan revolusinya.
Revolusi bumi terhadap matahari, dengan orbitnya berbentuk elips juga dan periode yang
diperlukan untuk ini adalah 365,25 hari.
Perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri dan waktu yang diperlukannya adalah 24 jam (one
solar day).
4. Rasio pengaruh pasang bulan & matahari
Dengan asumsi :
Keadaan kedalaman air pada muka bumi homogen
Mengabaikan geseran
Viskositas merata
Maka :
Dimana :
mm = massa bulan = 1/80,5 = 0,0125 me
ms = massa matahari = 3,28 * 105 me
Sm = jarak bumi-bulan = 2,39 * 105 miles
Ss = jarak bumi-matahari = 928 * 105 miles
Maka:
Williamson (2004) membahas bahwa peristiwa meningginya air laut disebut dengan pasang
(flood) dan pada saat permukaan mencapai kedudukan yang paling tinggi disebut dengan spring tide.
Sebaliknya permukaan air menurun disebut dengan surut (ebb) dan pada saat air mengalami surut paling
rendah disebut dengan low tide.
nm
ns
=mm
ms( Ss
Sm)3
nm
ns
= 0 , 01253 , 28∗105 ( 2,39∗105
928∗105 )3
= 2 ,34
Posisi bumi terhadap bulan atau matahari yang mengakibat kan terjadinya pasang surut ditunjukkan :
Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis
lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang
sangat rendah. Pasang surut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus.
Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang
surut perbani ini terjadi pada saat bulan ¼ dan ¾.
Skema posisi moon-sun
matahari
spring
springspring
neap neap
29,5 hari
Gambar Skema posisi bumi-bulan terhadap matahari
Skema posisi bulan
5. Karakteristik pasang surut
Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setipa hari nya.hal ini disebabkan
karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Ada 4 tipe pasang surut
yang sering terjadi, yaitu :
a. Semi diurnal
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang
hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata
12 jam 24 menit
Posisi bulan terhadap bumi pada saat terjadi pasang surut harian ganda dapat dilihat pada Gambar berikut
b. Diurnal tide
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24
jam 50 menit
bulan
bumi
c. Mixed tide prevailing semi diurnal tide
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya
berbeda. Grafik pasang surut campuran condong ke harian ganda dapat dilihat pada Gambar berikut
d. Mixed tide prevailing diurnal tide
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-
kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang
sangat berbeda. Grafik pasang surut campuran condong ke harian tunggal
Selain dengan melihat data pasang surut yang di plot dalam bentuk grafis , tipe pasang surut juga dapat
ditentukan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam persamaaan dibawah :
Persamaan Bilangan Formhazl
Dimana :
F = Bilangan Formhazl atau angka pasang surut
AK1 = amplitudo komponen pasang surut tunggal utamayang
disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (K1).
AO1 = amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan (O1).
AM2 = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan (M2)
AS2 = amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang
disebabkan oleh gaya tarik matahari (S2).
Sebaran Pasang Surut di Indonesia
F=A K 1+ AO1
A M 2+ AS 2
Prakiraan pasang surut
Prakiraan pasang surut dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
Menguraikan komponen-komponen pasang surut.
Meramalkan fluktuasi muka air akibat pasang surut.
Menghitung elevasi muka air penting.
Komponen pasang surut
M2 : komponen utama bulan (semi diurnal)
S2 : komponen utama matahari (semi diurnal)
N2 : komponen eliptis bulan
K2 : komponen bulan
K1 : komponen bulan
O1 : komponen utama bulan (diurnal)
P1 : komponen utama matahari (diurnal)
M4 : komponen utama bulan (kuarter diurnal)
MS4 : komponen matahari-bulan
Jenis No. Simbol Periode (jam) Keterangan
Semi
diurnal
tide
1 M2 12,42 Main lunar semi-diurnal
component
2 S2 12,00 Main solar semi-diurnal
component
3 N2 12,66 Lunar component due monthly
variation in moon’s distance from
earth
4 11,97 Soli-lunar constituent due to
changes in declination of sun and
moon throughout their orbital
cycle
Diurnal
tide
5 K1 23,93 Soli-lunar component
6 O1 25,82 Main lunar diurnal component
7 P1 24,07 Main solar diurnal component
Short
periode
8 M4 6,2 Moon’s weekly component
9 MS4 6,1
6. Metode untuk mendeteksi pasang surut
DATA PENGAMATAN
Data pengamatan disusun menurut
Skema 1
1
2
a. Analisis Harmonik Pasang Surut dengan Metode Admiralty(Studi Kasus Pelabuhan
Beras Basah)
Pengamatan pasang surut di Pelabuhan Beras Basah dilakukan pada tanggal 9 – 23 Mei
1997. Adapun alat pencatatnya adalah A-OTT KEMPTEN R-20 Strip-Chart yang dikelola
oleh Bakosurtanal. Alat tersebut masuk dalam klasifikasi jenis pelampung (float type tide
gauge), yaitu alat pencatat pasang surut otomatis yang bekerja berdasarkan naik turunnya
pelampung. Cara kerjanya dengan mencatat sendiri perubahan naik turunnya permukaan laut
dalam skala yang lebih kecil pada kertas pencatat (recording paper) dalam bentuk grafik.
Koreksi Data
Grafik hasil pengamatan pada recording paper tersebut merupakan fungsi dari garis-
garis skala tinggi dengan waktu. Gerakan kertas menurut waktu dilaksanakan oleh suatu
mekanisme jam dengan penggerak pegas atau baterai. Dari data bentuk grafik (analog)
tersebut diubah dalam bentuk data numerik (angka) dengan mengkonversi pada skala yang
sebenarnya sehingga hasil data numerik akan menggambarkan keadaan sebenarnya di
lapangan pengamatan. Konversi data inilah yang mengakibatkan timbulnya kesalahan-
kesalahan yang harus dilakukan koreksi. Sebagai pembanding dapat dilihat pada rambu ukur
yang biasanya terpasang pada lokasi pengamatan pasang surut.
Kemudian data yang digunakan untuk penelitian ini berupa data-data numerik yang
disusun dalam tabel kedudukan tinggi air laut (dalam satuan sentimeter) tiap jam (24 jam)
untuk 15 hari pengamatan dan sudah terkoreksi sehingga sudah siap untuk dilakukan
perhitungan selanjutnya.
Keterangan:: hasil pekerjaan: tabel: garis kerja: garis konfirmasi dengan tabel: tahap pekerjaan ke-9
9
Gambar 1. Skema cara perhitungan pasut laut dengan metode Admiralty
Perhitungan
Perhitungan dengan metode Admiralty, yaitu hitungan untuk mencari harga amplitudo
(A) dan beda fase (g0) dari data pengamatan selama 15 piantan (hari pengamatan) dan mean sea
level (S0) yang sudah terkoreksi. Secara skematik, perhitungan dengan metode Admiralty
melalui beberapa tahapan seperti digambarkan pada Gambar 1.
Adapun tahapan perhitungan tersebut menggunakan delapan kelompok hitungan (skema)
dengan bantuan tabel-tabel dari perhitungan metode Admiralty. Secara garis besar hitungan
dengan menggunakan metode Admiralty adalah sebagai berikut:
1. Kelompok hitungan 1
Pada hitungan kelompok ini ditentukan pertengahan pengamatan, bacaan tertinggi dan
terendah. Bacaan tertinggi menunjukkan kedudukan alat tertinggi dan bacaan terendah
menunjukkan alat terendah
2. Kelompok hitungan 2
Ditentukan bacaan positif (+) dan negatif (-) untuk kolom X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 dalam
setiap hari pengamatan.
3. Kelompok hitungan 3
Pengisian kolom X0, X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 dalam setiap hari pengamatan. Kolom X0
berisi perhitungan mendatar dari hitungan X1 pada kelompok hitungan 2 tanpa
memperhatikan tanda (+) dan (-). Kolom X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 merupakan
penjumlahan mendatar dari X1, Y1, X2, Y2, X4 dan Y4 pada kelompok hitungan 2 dengan
memperhatikan tanda (+) dan (-) harus ditambah dengan besaran B(B kelipatan 100)
4. Kelompok hitungan 4
Untuk pengamatan 15 piantan, besaran yang telah ditambah B dapat ditentukan dan
selanjutnya menghitung X00, Y00 sampai dengan X4d, Y4d dimana:
- Indeks 00 untuk X berarti X00
- Indeks 00 untuk Y berarti Y00
- Indeks 4d untuk X berarti X4d
- Indeks 4d untuk Y berarti Y4d
5. Kelompok hitungan 5
Perhitungan pada kelompok ini sudah memperhatikan sembilan unsur utama pembangkit
pasang surut (M2, S2, K2, N2, K1, O1, P1, M4 dan MS4). Untuk perhitungan kelompok
hitungan 5 mencari nilai X00, X10, selisih X12 dan Y1b, selisih X13 dan Y1c, X20, selisih X22
dan Y2b, selisih X23 dan Y2c, selisih X42 dan Y4b dan selisih X44 dan Y4d. Untuk perhitungan
kelompok hitungan 6 mencari nilai Y10, jumlah Y12 dan X1b, jumlah Y13 dan X1c Y20,
jumlah Y22 dan X2b, jumlah Y23 dan X2c, jumlah Y42 dan X4d dan jumlah Y44 dan X4d.
6. Kelompok hitungan 7 dan 8
Menentukan besarnya P.R cos r, P.R sin r, menentukan besaran p, besaran f, menentukan
harga V’, V’’, V’’’ dan V untuk tiap unsur utama pembangkit pasang surut (M2, S2, K2, N2,
K1, O1, P1, M4 dan MS4), menentukan harga u dan harga p serta harga r.
Akhirnya dari perhitungan ini akan menentukan harga w dan (1+W), besaran g, kelipatan
dari 3600 serta amplitudo (A) dan beda fase (g0).
Analisa dan Interpretasi
Dari besaran amplitudo (A) dan beda fase (g0) konstanta harmonik pasang surut air
laut yang diperoleh, dapat dianalisis sifat-sifat perairan Pelabuhan Beras Basah melalui
tabiat pasang surutnya, yaitu:
1. Tipe pasang surutnya melalui nilai F (Formzal), pada kriteria Courtier.
Nilai F pada bulan Mei 1997 di Pelabuhan Beras Basah dapat dicari melalui formula:
F=A K 1+ A O1
A M 2+ A S2
Nilai F pada saat pengamatan diperoleh 0.300 sehingga tipe pasang surut di
perairan Pelabuhan Beras Basah adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda.
Hal ini diakibatkan karena nilai Formzal berkisar antara 0.25 < F < 1.50 berdasarkan
kriteria Courtier.
Tabel 2. Hasil hitungan amplitudo (A) dan beda fase (g0) di Pelabuhan Beras Basah
Komponen Amplitudo (A) (cm) Beda Fase (g0)
S0 (MSL) 135.99
M2 56.98 250.63
S2 38.55 209.15
K2 13.00 321.00
N2 7.48 208.84
K1 16.13 266.85
O1 12.54 343.10
P1 15.00 44.00
M4
MS4
1. Hitungan kedudukan air laut terendah dan tertinggi
Hitungan air laut tertinggi saat pasang surut purnama (Mean High Water Spring),
air laut tertinggi pada saat pasang surut mati (Mean High Water Neap), air laut terendah
saat pasang surut purnama (Mean Low Water Spring) dan air laut terendah pada saat pasang
surut mati (Mean Low Water Neap) mengacu pada perhitungan berikut ini:
MHWS = Z0 + M2 + S2
MHWN = Z0 + M2 – S2
MLWN = Z0 – M2 + S2
MLWS = Z0 – M2 – S2
Nilai Z0 diperoleh dari perhitungan yang sering digunakan di Perancis, yaitu:
Z0 = S0 – 1.2 (M2 + S2 + K2).
Tabel 3. Hitungan kedudukan air laut terendah dan tertinggi
Tanggal Jenis Sasang Surut Air Tinggi Air Rendah
9 – 23 Mei ’97Pasang surut purnama
174.54
(MHWS)-16.51 (MLWS)
Pasang surut mati 97.45 (MHWN) 60.58 (MLWN)
2. Hitungan tunggang (range) pasut rata-rata
Hitungan tunggang dihitung dari hasil pengurangan air laut tinggi dan air laut rendah
masing-masing pada saat pasang surut purnama dan pasang surut mati.
Tabel 4. Hitungan tunggang air rata-rata
Pasang surut purnama Pasang surut mati
9 – 23 Mei 1997 191.06 36.87
Kesimpulan
Perairan Pelabuhan Beras Basah mempunyai tipe pasang surut yaitu pasang surut campuran
condong ke harian ganda.
b. Least Square atau Kuadrat Terkecil
Metode Least Square atau Metode Kuadrat Terkecil digunakan untuk mendapatkan
penaksir koefi-sien regresi linier. Model regresi linier sederha-na dinyatakan dengan
persamaan :
Y = 0 + 1X + , model umum
Yi = 0 + 1Xi + i , model setiap pengamatan
Model dugaan dinyatakan oleh :
Y= β0+ β1 X atau Y = b0 + b1 X , model umum
Y i= β0+ β1 X i atau Y i= b0 + b1 Xi , model setiap
pengamatan
Didapatkan eror, yaitu atau i sebagai berikut :
ε=Y−Y =Y−b0−b1 X
atau :
ε i=Y i−Y i = Y i−b0−b1 X i
Secara geometrik, titik-titik hasil eksperimen, model dan error digambarkan pada grafik
berikut ini :
Titik-titik merah adalah nilai hasil eksperimen, di-notasikan Yi , yang diduga membentuk
garis lurus berwarna biru. Garis inilah model yang akan di-taksir, dengan cara menaksir
koefisiennya, yaitu b0 dan b1, sehingga terbentuk persamaan Y i= b0 + b1 Xi.
Garis tegak lurus sumbu horisontal yang menghu-bungkan titik eksperimen dengan garis
lurus dugaan dinamai error.
Metode least square bertujuan mendapatkan penak-sir koefisien regresi, yaitu b0 dan b1,
yang menjadikan jumlah kuadrat error, yaitu ∑i=1
n
εi2
sekecil mungkin
c. Analisis spektrum
7. Kaitan Lahan Pasang Surut Terhadap Pengelolaan Tanah dan Air
Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal
masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan teknik pengelolaannya.
Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Hasil yang diperoleh sangat
tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan air
di lahan pasang surut. Sifat tanah dan air yang perlu dipahami di lahan pasang surut ini berkaitan dengan:
• tanah sulfat masam dengan senyawa piritnya
• tanah gambut
• air pasang besar dan kecil
• kedalaman air tanah
• kemasaman air yang menggenangi lahan.
Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani. Dengan upaya yang sungguh
sungguh, lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.
Lahan pasang surut dibagi menjadi beberapa golongan menurut tipe luapan air pasang, yaitu:
A: Lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati), maupun
oleh pasang kecil (pada waktu bulan separuh).
B: Lahan terluapi oleh pasang besar saja.
C: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air
tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm.
D: Lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air
tanahnya dalam, lebih dari 50 cm.
a) Tujuan pengelolaan lahan
• mengatur pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal
• mendapatkan hasil maksimal
• mempertahankan kelestarian sumber daya lahan
Tujuan pengolahan lahan ditujukan untuk penguasaan air yang bisa diarahkan untuk:
• memanfaatkan air pasang untuk pengairan
• mencegah akumulasi garam yang dapat mengganggu pertanaman
• mencuci zat-zat beracun
• mengatur tinggi genangan untuk persawahan
• mempertahankan permukaan air tanah tetap di atas lapisan pirit
• menghindari kematian gambut atau kering tak balik
• mencegah penurunan permukaan tanah yang terlalu cepat di lahan gambut
b) Sifat tanah
Pirit
Pirit adalah zat yang hanya ditemukan di tanah di daerah pasang surut saja. Zat ini dibentuk pada
waktu lahan digenangi oleh air laut yang masuk pada musim kemarau. Pada saat kondisi lahan basah atau
tergenang, pirit tidak berbahaya bagi tanaman. Akan tetapi, bila terkena udara (teroksidasi) pirit berubah
bentuk menjadi zat besi dan zat asam belerang yang dapat meracuni tanaman. Pirit dapat terkena udara
apabila :
• Tanah pirit diangkat ke permukaan tanah (misalnya pada waktu mengolah tanah, membuat
saluran,atau membuat surjan).
• Permukaan air tanah turun (misalnya pada musim kemarau).
Gejala – Gejala keracunan zat besi pada tanaman yang diakibatkan pirit adalah:
• Daun tanaman menguning jingga
• Pucuk daun mengering
• Tanamannya kerdil
• Hasil tanaman rendah.
Ada pun Ciri-Ciri tingginya kadar besi dalam tanah yaitu :
• Tampak gejala keracunan besi pada tanaman
• Ada lapisan seperti minyak di permukaan air
• Ada lapisan merah di pinggiran saluran.
Mengenal adanya pirit dalam tanah
• Adanya rumput purun atau rumput bulu babi, menunjukkan ada pirit di dalam tanah yang telah
mengalami kekeringan dan menimbulkan zat besi dan asam belerang.
• Bongkah tanah berbecak kuning jerami ditanggul saluran atau jalan, menunjukkan adanya pirit
yang berubah warna menjadi kuning setelah terkena udara.
• Adanya sisa-sisa kulit atau ranting kayu yang hitam seperti arang dalam tanah. Biasanya di
sekitamya ada becak kuning jerami.
• Tanah berbau busuk (seperti telur yang busuk), maka zat asam belerangnya banyak. Air di tanah
tersebut harus dibuang dengan membuat saluran cacing dan diganti dengan air baru dari air hujan
atau saluran.
Mengukur kedalaman pirit
• Gali lubang sedalam 75 cm atau lebih.
• Ambillah gumpalan tanah mulai dari kedalaman 10 cm, 20 cm, 30 cm, dan seterusnya sampai ke
bagian bawah.
• Gumpalan tanah tersebut ditandai dan dicatat sesuai dengan asal kedalaman.
• Setiap gumpalan tanah ditetesi air peroksida. Bila keluar buih meledak-ledak menunjukkan
adanya pirit dalam tanah tersebut.
• Cara lain dengan menyimpan gumpalan tanah tadi di tempat teduh. Diamati setelah 3 minggu,
jika ada becak warna kuning jerami, maka tanah tersebut mengandung pirit. Cara ini diulang
sedikitnya di 20 tempat untuk setiap hektar lahan, guna memastikan kedalaman piritnya.
Sehingga sewaktu mengolah tanah, pirit tidak teroksidasi, karena dapat meracuni tanaman.
Belerang
Belerang bisa menyebabkan air tanah menjadi asam, bahkan lebih asam daripada cuka. Akibat yang
ditimbulkan oleh kelebihan belerang didalam tanah adalah:
• Tanaman mudah terserang penyakit
• Hasil panen rendah
• Tanaman lebih mudah kena keracunan besi.
Tingkat kemasaman tanah diukur dengan angka pH. Makin rendah angka pH, maka makin asam air atau
tanahnya. Tanaman padi bisa tumbuh dengan sehat apabila pH antara 5-6 dan padi tidak dapat hidup jika
berada pada pH di bawah 3.
Gambut
Gambut adalah tanah yang terdiri dari sisa-sisa tanaman yang telah busuk. Dalam keadaan basah,
gambut itu seperti bubur. Gambut yang masih baru mengandung banyak serat-serat dan bekas kayu
tanaman. Tanah gambut kurang subur, sehingga hasil tanaman rendah. Di samping tanahnya asam, air
tanahnya juga asam. Jika pirit dalam lapisan tanah mineral di bawah gambut terkena udara, maka air
dapat menjadi lebih asam lagi.
Air bisa mengalir dengan mudah di dalam gambut, bahkan bisa bocor ke luar melalui tanggul
sehingga petakan sawah cepat menjadi kering bila tidak diairi secara teratur. Sulit membuat lapisan olah
untuk menahan air di dalam petak sawah. Gambut yang selalu basah biasanya masih "mentah"
sehingga zat-zat yang dibutuhkan tanaman tidak tersedia.
Mematangkan gambut
Cara mematangkan gambut dengan mengeringkannya sekali-kali, namun jangan
dibiarkan menjadi terlalu kering atau melewati batas kering tak-balik. Jika terlalu kering, sifat
gambut berubah menjadi "mati," seperti pasir semu, arang atau beras yang tidak dapat menyerap
air. Akibatnya lahan tersebut tidak dapat ditanami karena tidak dapat menyediakan air untuk
keperluan tanaman. Gambut yang mati mudah terbawa oleh air hujan, sehingga ketebalannya
makin lama makin berkurang. Dapat pula mengakibatkan erosi walaupun lahannya datar. Gambut
kering tampak mengkerut dan menyebabkan
permukaan tanah menjadi lebih rendah. Akhirnya, lapisan tanah di bawah gambut dapat
tersingkap.
Mungkin lapisan pirit dalam tanah itu terkena udara, sehingga terbentuk racun yang berbahaya
bagitanaman. Apabila lapisan tanah di bawah gambut merupakan tanah liat, mungkin cukup subur.
Tetapi bila di bawah gambut ada pasir, tanah tersebut kurang subur. Jika membakar dipermukaan,
kemungkinan di bawah permukaanpun api masih membara. Sehingga akan membakar tempat lain
yang jauh dari tempat pembakaran awal. Pembakaran gambut dapat menghilangkan lapisan
gambut. Jika mendekati lapisan tanah di bawahnya yang mungkin kurang subur berupa pasir atau
tanah berpirit, lahan tersebut menjadi mati suri. Untuk itu, diusahakan gambut jangan sampai
terbakar ataupun dibakar.
Perbaikan sifat gambut, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
• Menambah abu (misalnya dari sekam, kayu gergaji atau gunung api) dengan takaran 3-5 ton
per hektar dalam larikan.
• Menambah tanah lempung dengan takaran 3-5 ton per hektar.
• Mencampur lapisan gambut dengan lapisan tanah mineral yang ada di bawahnya, walaupun
mengandung pirit. Hal ini dapat dilaksanakan jika gambutnya cukup dangkal dengan
memanfaatkan tanah mineral yang terangkat ke permukaan tanah ketika membuat parit.
Sifat air tanah terdiri dari:
• Tinggi muka air genangan.
• Mutu air tanah.
• Tinggi muka air tanah. Tinggi muka air tanah ditentukan oleh:
• Macam tanah.
• Pengolahan tanah.
• Curah hujan di musim hujan dan kemarau.
• Ketinggian air pasang dan surut.
• Ketinggian lahan.
• Kejauhan dari sungai atau saluran primer.
• Ketinggian air di saluran terdekat.
• Pengaturan pintu air.
• Keadaan saluran cacing dan saluran kuarter di lahan petani.
Mutu air dapat ditentukan oleh:
• Sifat tanah, seperti kedalaman dan keadaan pirit serta ketebalan dan keadaan gambut.
• Sistem irigasi dan drainase yang ada
• Pengaturan pintu air.
• Seringnya air di lahan dan saluran digelontor.
c) Menentukan muka air tanah
Dalam pengelolaan lahan perlu diketahui juga ketinggian muka air tanahnya. Cara
mengetahuinya dapat dilakukan sebagai berikut:
• Ketinggian muka air tanah dapat dilihat di sumur terdekat.
• Bila tidak ada sumur, maka digali lubang dalam tanah.
• Kemudian tunggu antara 3-5 jam (kalau tanah gambut, tidak perlu menunggu lama)
• Kedalaman air dalam lubang kemudian diukur dari permukaan tanah.
Saluran yang berlumpur biasanya pH air cukup tinggi dan dapat digunakan untuk irigasi,
walaupun jalannya air kurang lancar. Air yang berada di saluran terlalu lama (lebih dari 3 minggu), akan
mengandung banyak asam dan zat besi. Terlihat airnya berwarna merah bata agak kekuningan, sebaiknya
jangan digunakan untuk mengairi sawah.
Air di petak-petak sawah yang terlalu asam harus dibuang melalui saluran cacing, kuarter, dan
saluran tersier. Pintu air dan stoplog harus diatur sehingga airnya dapat dibuang. Air dalam saluran yang
terlalu asam tidak boleh digunakan untuk mengairi tanaman. Namun, jika terpaksa digunakan untuk
menanggulangi kekeringan, maka harus ditabur kapur sebanyak 1 ton per hektar.
d) Pengelolaan Air
Pengelolaan air dibedakan dalam:
• Pengelolaan air makro, penguasaan air di tingkat kawasan reklamasi.
• Pengelolaan air mikro, pengaturan tata air di tingkat petani.
• Pengelolaan air ditingkat tersier, dikaitkan dengan pengelolaan air makro dan pengelolaan air
mikro.
e) Pengelolaan air makro
Pengelolaan air makro ini bertujuan untuk membuat lebih berfungsi:
• Jaringan drainase - irigasi: navigasi, primer, sekunder.
• Kawasan retarder, kawasan sempadan, dan saluran intersepsi.
• Kawasan tampung hujan.
f) Pengelolaan air di tingkat tersier
Cara pengelolaannya sangat tergantung kepada tipe luapan airnya:
• Sistem aliran satu arah untuk tipe luapan A.
• Sistem aliran satu arah plus tabat untuk tipe luapan B.
• Sistem tabat untuk tipe luapan C.
• Sistem tabat plus irigasi tambahan dari kawasan tampung hujan yang berada di ujung tersiernya
untuk tipe luapan D.
g) Pengelolaan Tanah
Tanah aluvial yang mengandung pirit dalam dan dangkal maupun aluvial bersulfat
sebaiknya dijadikan lahan sawah, karena lebih murah dan aman untuk pertanaman. Namun,
sering dengan adanya saluran primer, sekunder, dan tersier, lahan ini menjadi lahan yang bertipe
luapan pasang C atau D, sehingga seringkali tanahnya pecah-pecah membentuk bongkahan. Oleh
karena itu, diperlukan:
• pengolahan tanah
• pemberian amelioran
• pemupukan
Cara pengolahan tanah dapat dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan, yaitu:
• gulma di semprot dengan herbisida
• membajak lahan dengan menggunakan bajak singkal
• menggenangi lahan selama 1-2 minggu, kemudian airnya dibuang. Hal ini dilakukan sampai
2-3 kali.
• melumpurkan tanah yang telah selesai dibajak dan iratakan, selanjutnya siap untuk tanam.
top related