npwp dan nppkp
Post on 28-Dec-2015
92 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KEWAJIBAN PENDAFTARAN, PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
PAJAK
ANDRE DHARMA PERSADA - 1206224123
ANGIE ESTHER YULIANA A. - 1206214513
BUNGA ASTRINADIFA - 1206214614
CLAUDIA FRISKA - 1206214652
DEVI EKA SARI - 1206214495
LUSI CAHYA SARI - 1206214564
MAHDIAH AULIA - 1206214412
SIGIT HARTANTO - 1206214311
WILONA FELITA TANTRA - 1206214394
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM AKUNTANSI
DEPOK
FEBUARI 2014
Statement of Authorship
“Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas
pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami
menyatakan dengan jelas menggunakannya.
Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau
dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.”
Mata Ajaran : Perpajakan 2
Judul Makalah/Tugas : KUP: Kewajiban pendaftaran, pembayaran dan pelaporan
Tanggal : 24 Febuari 2014
Dosen : AAA Ratna Dewi
Andre Dharma Persada
1206224123
Angie Esther Yuliana A.
1206214513
Bunga Astrinadifa
1206214614
Claudia Friska
1206214652
Devi Eka Sari
1206214495
Lusi Cahya Sari
1206214564
Mahdiah Aulia
1206214412
Sigit Hartanto
1206214311
Wilona Felita Tantra
1206214394
BAB I
Kewajiban NPWP dan NPPKP
Pengertian NPWP dan NPPKP
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sedangkan NPPKP adalah nomor yang harus dimiliki setiap pengusaha yang
berdasarkan Undang-Undang PPN dikenakan pajak, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak untuk dikukuhkan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak).
Kewajiban mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak
Berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan semua Wajib Pajak yang telah memenuhi baik kewajiban pajak subjektif
maupun kewajiban pajak objektif wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP,
pendaftaran dilakukan pada setiap Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang berangkutan.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai
subjek pajak sebagaimana telah diatur berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984
dan perubahannya.
Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya.
Kewajiban untuk mendaftarkan diri juga berlaku bagi wanita kawin yang telah hidup
berpisah dengan suaminya atau wanita kawin dengan perjanjian pemisahan harta, hal ini
dimaksudkan agar wanita kawin tersebut dapat melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
a. Wajib Pajak Badan, setiap Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri pada
Kantor Pelayanan Pajak / Kantor Penyuluhan Pajak di tempat badan tersebut
berkedudukan.
b. Wajib Pajak Perseorangan, yaitu bagi Wajib Pajak Perseorangan yang
penghasilannya melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
c. Wajib Pajak sebagai pemungut / pemotong pajak (Wajib Pajak Non Subyek)
seperti bendaharawan dan badan-badan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan
d. Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud di luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa
dari luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil
yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
e. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yaitu bentuk usaha yang dipergunakan untuk
menjalankan kegiatan usaha secara teratur di Indonesia oleh badan atau
perusahaan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia
Bagi Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan diatas tetapi tidak mendaftarkan
diri, maka Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan NPWP bagi Wajib Pajak yang
bersangktan secara jabatan, jika hal ini terjadi maka kewajiban perpajakan akan timbul sejak
dipenuhinya kewajiban pajak subjektif dan objektif maksimal selama 5 tahun sebelum NPWP
diterbitkan.
Setiap Pengusaha yang dikenakan PPN berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan
kepadanya diberikan NPPKP.
Pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Pengusaha (apabila pada tempat
tinggal tersebut ada kegiatan usaha) dan tempat kegiatan usaha dilakukan. Sedangkan bagi
Pengusaha Badan, kewajiban melaporkan usahanya tersebut adalah pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan.
Tempat pendaftaran Wajib Pajak/pelaporan Pengusaha Tertentu:
Seluruh WP BUMN dan WP BUMD di wilayah DKI Jakarta: di KPP BUMN Jakarta;
WP PMA tidak Go Public: di KPP PMA, kecuali yang telah terdaftar di KPP lama dan
WP PMA di Kawasan Berikat dengan permohonan diberikan kemudahan mendaftar di
KPP setempat;
WP Badan dan Orang Asing: di KPP Badora;
WP Go Public: di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali WP
BUMN/BUMD serta WP PMA yang berkedudukan di kawasan berikat;
WP BUMD di luar DKI Jakarta: di KPP setempat;
Untuk WP BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar DKI Jakarta, khusus PPh,
Pemotongan/Pemungutan dan PPN/PPnBM: di KPP tempat cabang atau kegiatan
usaha.
Fungsi dari Nomor Pokok Wajib Pajak:
Untuk mengetahui identitas Wajib Pajak;
Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan;
Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen perpajakan;
Untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam pengisian SSP;
Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu yang mewajibkan
pencantuman NPWP dalam dokumen yang diajukan. Misal: Dokumen Impor (PPUD,
PIUD). Setiap WP hanya diberikan satu NPWP.
Fungsi dari Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak:
Identitas PKP
Dicantumkan dalam pemenuhan kewajiban PPN/PPnBM
Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP:
1. Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan:
o Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.
2. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan:
o Fotocopy KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor;
o Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi
yang berwenang.
3. Untuk WP Badan:
o Fotocopy akte pendirian;
o Fotocopy KTP salah seorang pengurus;
o Fotocopy Surat Izin Usaha atau Surat Keterangan Tempat Usaha dari instansi
yang berwenang.
4. Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/Pemotong:
o Fotocopy surat penunjukan sebagai bendaharawan;
o Fotocopy tanda bukti diri KTP/Kartu Keluarga/SIM/Paspor.
5. Apabila WP pemohon berstatus cabang, maka harus melampirkan fotocopy kartu
NPWP atau Bukti Pendaftaran WP Kantor Pusatnya. Apabila permohonan
ditandatangani oleh orang lain, perlu dilengkapi surat kuasa.
Fotocopy sebagai kelengkapan formulir pendaftaran WP tersebut di atas harus disahkan
oleh Petugas Pendaftaran WP kecuali dalam hal pendaftaran dilakukan melalui pos, maka
fotocopy harus disahkan oleh pejabat/instansi yang berwenang.
Tata cara mendaftarkan diri dan melaporkan usaha bagi Wajib Pajak:
1. Mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan kelengkapannya;
2. Menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak/KP4
setempat.
Hal-hal yang yang berkenaan dengan perubahan data Wajib Pajak:
1. Perbaikan data karena kesalahan data hasil komputer;
2. Perubahan nama WP karena penggantian nama, disyaratkan adanya keterangan dari
instansi yang berwenang;
3. Perubahan alamat WP karena perpindahan tempat tinggal;
4. Perubahan NPWP karena adanya kesalahan nomor (misalnya NPWP cabang tidak
sama dengan NPWP Pusat);
5. Perubahan status usaha WP dilampiri pernyataan tertulis dari WP atau fotocopy akte
perubahan;
6. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha WP;
7. Perubahan bentuk Badan;
8. Perubahan jenis pajak karena sesuatu hal yang mengakibatkan kewajiban jenis
pajaknya berubah;
9. Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan NPPKP karena dipenuhinya persyaratan
yang ditentukan.
Tatacara pembetulan data Wajib Pajak:
1. Mengisi formulir perubahan/mutasi data WP yang diambil secara langsung atau
meminta melalui pos dari KPP/KP4 dan menyampaikan formulir tersebut secara
langsung atau melalui pos ke KPP/KP4 yang bersangkutan, atau
2. Melalui formulir SPT Tahunan.
BAB II
Pembayaran Pajak
Surat Pemberitahuan (SPT)
Pengertian Surat Pemberitahuan: Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib
Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Terdapat dua macam SPT yaitu:
a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak.
Pengisian & Penyampaian SPT
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka
Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya
ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata
uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan
mata uang selain Rupiah yang diizinkan.
Fungsi SPT
a. Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan
penghitunganjumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang:
i. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau
melaluipemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun
Pajak atau Bagian TahunPajak;
ii. penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
iii. harta dan kewajiban;
iv. pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu)
Masa Pajak.
b. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan
penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:.
i. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
ii. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
PengusahaKena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa
Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
c. Pemotong/ Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkan.
Ketentuan Tentang Pengisian SPT
SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi
dan ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk
Wajib Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus/direksi.
Ketentuan Tentang Penyampaian SPT
a. Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan:
Secara langsung ke KPP/KP2KP atau tempat lain yang ditentukan (Drop Box,
Pojok Pajak, Mobil Pajak Keliling). Bukti penerimaan berupa surat.
Melalui pos dengan pengiriman surat. Bukti penerimaan SPT adalah bukti
pengiriman surat dari kantor pos
Dengan cara lain yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir
dengan bukti pengiriman surat atau e-Filing melalui penyedia jasa aplikasi atau
ASP (Application Service Provider). Bukti pengiriman adalah bukti
penerimaan elektronik.
b. Batas waktu penyampaian:
SPT Masa, paling lama dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak, kecuali untuk
SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yaitu secara mingguan paling lama pada hari kerja
terakhir minggu berikutnya, dan SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM
yang dipungut oleh Bendahara paling lama 14 hari setelah Masa Pajak
berakhir, dan SPT Masa PPN, paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak.
Untuk WP dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa Pajak
dalam satu SPT Masa, paling lama 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak
terakhir.
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3
(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
Pembayaran Pajak
Dalam melakukan pembayaran pajak maka Wajib Pajak harus melakukan sendiri perhitungan,
pembayaran serta pelaporan pajak terutang (self assessment).
Mekanisme Pembayaran Pajak
1. Membayar sendiri pajak terutang
2. Pemotongan / Pemungutan pajak
Membayar sendiri pajak terutang
Membayar angsuran PPh setiap bulan (sesuai PPh pasal 25)
Pajak yang terutang harus dilunasi oleh WP dalam satu tahun pajak. Untuk
meringankan beban dalam melunasinya maka pembayaran pajak diwajibkan untuk
dilakukan secara angsuran setiap bulan.
Pembayaran angsuran PPh 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi terbagi menjadi dua,
yaitu :
a. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
(OPPT)
WPOPPT adalah WPOP yang melakukan kegiatan usaha penjualan dan usaha
penyerahan jasa, yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha.
Angsuran PPh Pasal 25 WPOPPT
= 0,75% X jumlah omset tiap bulan dari masing-masing tempat usaha
b. Angsuran PPh Pasal 25 sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha
Tertentu (OPSPT)
WPOPSPT adalah OP yang melakukan kegiatan usaha tanpa melalui tempat usaha
seperti karyawan atau pekerja bebas.
Angsuran PPh Pasal 25 WPOPSPT
= Penghasilan Kena Pajak (PKP) X Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh :
12 bulan
Pembayaran angsuran PPh 25 yang terutang bagi WP Badan sesuai Pasal 17 ayat (1)
huruf b adalah
= Penghasilan Kena Pajak X tarif PPh Badan yaitu sebesar 25%
Membayar PPh melalui pemotongan dan pemungutan pihak lain (sesuai PPh Pasal 4
(2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26)
Pihak lain adalah :
a. Pemberi penghasilan atau kerja
b. Pihak lain yang ditetapkan pemerintah
c. Membayar PPN kepada pihak penjual atau pemberi jasa atau pihak yang ditunjuk
pemerintah sebesar 10% dari harga jual atau nilai lainnya
d. Pembayaran PBB (Pajak Bumi Bangunan) berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang.
Tarif PBB yang dikenakan atas objek pajak = 50% X Nilai Jual Objek Pajak
e. Pembayaran Bea Meterai yaitu pajak yang dikenakan atas dokumen yang
dilakukan menggunakan benda meterai.
Meterai tempel yang terutang untuk penggunaan dokumen dan surat perjanjian
yang menyebutkan jumlah > Rp 250.000 hingga Rp 1.000.000 menggunakan
materai Rp 3.000
Meterai tempel yang terutang untuk penggunaan dokumen dan surat perjanjian
yang menyebutkan jumlah > Rp 1.000.000 menggunakan materai Rp 6.000
Batas Waktu Pembayaran Pajak
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang
terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15
(lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPTTahunan
paling lama sebelum SPT disampaikan.
No Jenis Pajak Batas Pembayaran (paling
lambat ....)
1 PPh pasal 4(2) setor sendiri Tanggal 15 bulan berikutnya
2 PPh pasal 4(2) pemotongan Tanggal 10 bulan berikutnya
3 PPh pasal 15 setor sendiri Tanggal 15 bulan berikutnya
4 PPh pasal 15 pemotongan Tanggal 10 bulan berikutnya
5 PPh pasal 21 Tanggal 10 bulan berikutnya
6 PPh pasal 23/26 Tanggal 10 bulan berikutnya
7 PPh pasal 25 Tanggal 15 bulan berikutnya
8 PPh pasal 22 impor setor sendiri (dilunasi bersamaan
dengan bea masuk, PPN, PPnBM)
Saat penyelesaian dokumen
9 PPh pasal 22 impor yang pemungutan oleh BC 1 hari kerja berikutnya
10 PPh pasal 22 pemungutan oleh bendaharawan Hari yang sama dengan
pembayaran atas penyerahan
barang
11 PPh pasal 22 migas Tanggal 10 bulan berikutnya
12 PPh pasal 22 pemungutan oleh WP badan tertentu Tanggal 10 bulan berikutnya
13 PPN & PPnBM Akhir bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir
& sebelum SPT masa PPN
disampaikan
14 PPN atas kegiatan membangun sendiri Tanggal 15 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
15 PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau
JKP dari luar Daerah Pabean
Tanggal 15 bulan berikutnya
setelah saat terhutangnya
pajak
16 PPN & PPnBM pemungutan bendaharawan Tanggal 7 bulan berikutnya
17 PPN dan/ atau PPnBM pemungutan oleh Pejabat
Penandatanganan Surat Perintah Membayar sebagai
Pemungut PPN
Harus disetor pada hari yang
sama dengan pelaksanaan
pembayaran kepada PKP
Rekanan Pemerintah melalui
KPPN
18 PPN & PPnBM pemungutan selain bendaharawan Tanggal 15 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir
19 PPh 25 WP kriteria tertentu yang dapat melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa. ( Pasal 3
ayat (3B) UU KUP )
Harus dibayar paling lama
pada akhir Masa Pajak
terakhir
20 Pembayaran masa selain PPh 25 WP kriteria tertentu
yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam
satu SPT Masa. ( Pasal 3 ayat (3B) UU KUP)
Harus dibayar paling lama
sesuai dengan batas waktu
untuk masing-masing jenis
pajak.
Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenai sanksi denda administrasi bunga 2% (dua
persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran.
BAB III
Pelaporan Pajak
PPH
Pelaporan PPh Pasal 21/26 oleh Pemotong PPh Pasal 21
(Pemberi Kerja)
Batas waktu Penyampaian SPT ( Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 TAHUN 2007)
1. Untuk SPT Masa :
- PPh Pasal 21 disampaikan oleh Pemotong PPh Pasal 21 paling lambat tanggal 20
setelah akhir masa pajak.
- PPh Pasal 22 disampaikan oleh Bea Cukai paling lambat 7 hari setelah penyetoran.
- PPh Pasal 22 Bendaharawan disampaikan oleh bendaharawan paling lambat tanggal 14
setelah akhir masa pajak (KEP-32/PJ./1995 Jo KEP-65/PJ./1995)
- PPh Pasal 22 atas penjualan kendaraan bermotor, disampaikan oleh Badan Usaha yang
bergerak dibidang industri otomotif paling lambat tanggal 15 (lima belas) setelah akhir
masa pajak
- PPh Pasal 23/26 disampaikan oleh pemotong PPh Pasal 23/26 paling lambat tanggal
20 setelah akhir masa pajak.
2. Untuk SPT Tahunan :
- SPT Tahunan PPh Badan (Formulir 1771) disampaikan oleh Wajib Pajak paling
lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya atau 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
- SPT Tahunan Pasal 21 (Formulir 1721) disampaikan oleh Pemotong PPh Pasal 21
paling lambat 31 Maret tahun berikutnya atau 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
- SPT Tahunan PPh Perseorangan (Formulir 1770) disampaikan oleh Wajib Pajak paling
lambat 31 Maret tahun berikutnya atau 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
- SPT Tahunan PPh Badan dengan US $ (Formulir 1771/$) disampaikan oleh Wajib
Pajak yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang dollar Amerika
Serikat paling lambat 31 Maret tahun berikutnya atau 3 bulan setelah akhir tahun
pajak.
Pajak Bumi Bangunan
Tata cara pelaporan objek pajak
Orang atau badan yang akan mendaftarkan diri sebagai subyek pajak/Wajib Pajak
serta mendaftarkan tanah-tanah dan atau bangunan-bangunan yang dimiliki, dikuasai atau
dimanfaatkannya harus mengisi suatu formulir/blanko yang disebut Surat Pemberitahuan
Obyek Pajak (SPOP).
SPOP tersebut oleh orang atau badan yang Wajib Pajak harus diisi dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Jelas, artinya bahwa penulisan data yang diminta dalam SPOP harus dibuat sejelas-
jelasnya, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara atau
Wajib Pajak sendiri.
b. Benar, artinya data yang menyangkut luas tanah dan atau bangunan, tahun dan harga
perolehan, letak tanah atau bangunan serta peruntukan atau penggunaannya, yang
dilaporkan/dituliskan dalam SPOP harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
c. Lengkap, artinya bahwa semua kolom dalam SPOP, baik yang menyangkut subyek
pajak/Wajib Pajak maupun data tanah dan atau bangunan harus diisi sesuai dengan
keadaan sebenarnya. Kemudian SPOP tersebut harus diberi tanggal pengisian SPOP dan
ditandatangani oleh Wajib Pajak. Apabila karena sesuatu hal Wajib Pajak pengisian
SPOP-nya kepada orang lain, maka Wajib Pajak tersebut harus memberikan kuasa
kepada orang di maksud dengan membuatkan surat kuasa di atas materai Rp. 6.000,-.
d. Tepat waktu, artinya SPOP yang sudah diisi oleh Wajib Pajak dengan jelas, benr, dan
lengkap serta ditandatangani harus dikembalikan ke Kantor Pelayanan PBB tersebut di
atas selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh
Wajib Pajak.
Pengembalian SPOP oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan PBB dapat dilaksanakan
dengan cara :
a. menyerahkannya langsung ke Kantor Pelayanan PBB atau;
b. mengirimkannya melalui pos tercatat.
Proses Pendataan
Penyampaian dan Pengembalian SPOP :
- Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas bekerjasama dengan aparat Pemerintah Daerah dan
atau instansi lainnya dengan cara menyampaikan SPOP kepada para Wajib Pajak serta
memantau dan menerima kembali SPOP yang telah diisi dan ditandatangani oleh para Wajib
Pajak untuk digunakan sebagai bahan penetapan besarnya pajak terhutang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
- Kepada Wajib Pajak yang ada di wilayah yang belum memiliki Peta Garis, Peta Foto dan
Peta Desa diberikan SPOP Kolektif (KP. PBB-26) agar diperoleh visualisasi lapangan.
- Kepada Wajib Pajak yang ada di wilayah yang sudah memiliki Peta Garis, Peta Desa atau
Peta Foto akan tetapi telah mengalami banyak perubahan Obyek dan Subyek PBB,
diberikan SPOP Perorangan (KP. PBB-2).
Verifikasi Data Obyek dan Subyek PBB :
- Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas PBB bekerjasama dengan aparat Pemerintah
Daerah dan atau instansi lainnya dengan cara mencocokkan data Obyek dan Subyek PBB
yang sudah terdaftar pada administrasi PBB dengan keadaan Obyek dan Subyek PBB yang
sebenarnya di lapangan, untuk dipergunakan sebagai bahan penetapan besarnya pajak
terhutang.
- Dalam kegiatan verifikasi data Obyek dan Subyek PBB kepada Wajib Pajak diberikan
SPOP Perorangan bila ternyata data grafis yang tergambar dalam Peta Desa, Peta Garis
maupun Peta Foto tidak banyak mengalami perubahan.
- Bilamana data grafis pada Peta Desa, Peta Grafis dan Peta Foto mengalami perubahan
seperti perubahan batas Desa/Kelurahan, batas persil atau bidang Obyek PBB maka
dilakukan pengukuran teristris dan penggambaran kembali pada bagian peta tersebut
dengan menggunakan Buku Identifikasi Obyek dan Subyek PBB (KP. PBB-27).
Identifikasi Obyek dan Subyek PBB
- Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas PBB bersama aparat Pemerintah Daerah dan
atau instansi lainnya atau dilaksanakan oleh pihak ketiga (dikontrakkan) dengan cara
mencocokkan informasi grafis yang ada pada Peta Kerja dengan keadaan Obyek PBB di
lapangan.
Penyusunan Data Awal PBB :
- Penyusunan data awal adalah semua kegiatan pendataan seluruh Obyek PBB dalam suatu
wilayah tertentu.
- Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan PBB atau pihak lain yang ditu
juk oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Dalam melaksanakan penyusunan data awal PBB dicatat keterangan mengenai Obyek
dan Subyek PBB termasuk dari nama, alamat, dan dilengkapi dengan pengisian SPOP
oleh Wajib Pajak.
Kegiatan Pemutakhiran Data PBB
- Pemutakhiran data adalah suatu kegiatan memperbaharui atau menyelesaikan data yang
ada berdasarkan verifikasi/penilaian Kantor Pelayanan PBB, dan atau Subyek PBB dari
pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
PPN
Pelaporan pada SPT Masa PPN oleh PKP Penjual
(KEP-12/PJ./1995 JO KEP- 386/PJ./2002 Jo KEP-382/PJ./2002)
a. PKP Penjual wajib melaporkan PPN Keluaran atas penyerahan kepada Pemungut PPN pada
Masa Pajak diterimanya pembayaran dari Pemungut PPN. Hal ini karena Pemungut
PPN baru wajib membayar PPN setelah yang bersangkutan melakukan pembayaran
kepada PKP Rekanan (penjual). Dengan demikian, saat terutangnya PPN adalah pada
saat pembayaran, dan bukan pada saat penyerahan BKP/JKP.
b. Dalam hal pemungut PPN adalah KPKN, maka penyerahan tersebut dilaporkan dalam Masa
Pajak sesuai dengan bulan yang tercantum "Cash Register" KPKN.
Pelaporan PPN dengan Menggunakan Media Elektronik (KEP -05/PJ.2005, PER-
146/PJ.2006)
a. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar kurang dari 30 (tiga puluh) dalam 1
(satu) Masa Pajak dapat menyampaikan SPT Masa PPN baik dalam formulir kertas
(hard copy) maupun dalam bentuk data elektronik.
b. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar lebih dari 30 (tiga puluh) dalam 1 (satu)
Masa Pajak wajib menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik.
c. Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik (e-Filing) adalah suatu cara
penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem on-line yang real time.
d. Dalam hal SPT Masa PPN disampaikan dalam bentuk data elektronik, induk SPT
Masa PPN harus tetap disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy),
ditandatangani dan disampaikan secara manual.
e. Wajib pajak yang akan menyampaikan SPT secara elektronik harus memiliki
Elektronic Filing Identification Number (e-FIN) dan memperoleh Sertifikat (digital
certificate) dari Direktorat Jenderal Pajak.
f. Apabila eFIN hilang, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan pencetakan
ulang dengan menunjukkan NPWP asli atau Surat Keterangan Terdaftar atau Surat
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
g. Surat Pemberitahuan yang telah diisi secara benar, jelas dan lengkap disampaikan
secara elektronik melalui suatu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) oleh WP ke
Direktorat Jenderal Pajak.
h. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan secara elektronik sebagai bukti bahwa
SPT telah diterima secara lengkap.
i. Penyampaian SPT secara elektronik dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam
sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan standar WIB.
Batas waktu pelaporan SPT apabila jatuh pada hari libur
Dalam hal tanggal Jatuh tempo penyampaian laporan bertepatan dengan hari libur, maka
penyampaian laporan pajak wajib dilakukan paling lambat pada hari kerja sebelum
tanggal jatuh tempo.
Termasuk hari libur adalah hari-hari cuti bersama yang ditetapkan pemerintah
(KEP – 220/PJ./2003)
BAB IV
Pembukuan & Pencatatan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk
periode Tahun Pajak tersebut.
Pencatatan yaitu pengumpulan data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung
jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang
dikenai pajak yang bersifat final.
Yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan
1. Wajib Pajak (WP) Badan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
kecuali Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang
dari Rp4.800.000.000,00 (Empat milyar delapan ratus juta rupiah).
Yang Wajib Menyelenggarakan Pencatatan
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang
peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat milyar
delapan ratus juta rupiah), dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto, dengan syarat memberitahukan ke Direktur
Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan;
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau
kegiatan usaha yang sebenarnya.
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan
1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :
a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang
diterima dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final.
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha
dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
Tujuannya adalah untuk mempermudah:
1. Pengisian SPT;
2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
3. Penghitungan PPN dan PPnBM;
4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata Uang Selain Rupiah
Wajib Pajak yang diperkenankan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa asing dan mata uang selain Rupiah yaitu bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat adalah :
1. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yaitu Wajib Pajak yang
beroperasi berdasarkan ketentuan Peraturan perundang-undangan Penanaman Modal
Asing;
2. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya, yaitu Wajib Pajak yang beroperasi
berdasarkan kontrak dengan Pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
peraturan Perundang-undangan Pertambangan selain pertambangan minyak dan gas
bumi;
3. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
4. Bentuk Usaha Tetap, yaitu bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat
(5) Undang-Undang Pajak Penghasilan atau menurut Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) yang terkait;
5. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di
bursa efek luar negeri;
6. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksadana dalam denominasi
mata uang Dollar Amerikat Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan
Efektif Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawasa Pasar Modal-Lembaga
Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;
7. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan atau dikuasai oleh
perusahaan induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan b Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
Tata Cara Pengajuan Penyelenggaraan Pembukuan Dalam Bahasa Asing Dan Mata
Uang Selain Rupiah
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri
Keuangan, kecuali WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor
Kontrak Kerja Sama.
Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala
Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
1. Sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satauan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai;
2. Sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak
pertama.
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas
permohonan tersebut paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari WP diterima secara
lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum
memberikan keputusan maka permohonan WP tersebut dianggap diterima dan Kepala Kantor
Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian izin untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uangan
Dollar Amerika Serikat.
WP dalam rangka Kontrak Karya atau WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang sejak
pendiriannya maupun yang akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar paling lambat 3 (tiga) bulan
sejak tanggal pendirian (bagi WP yang sudah menyelenggarakan sejak pendiriannya) atau 3
(tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai (bagi WP yang belum
menyelenggarakan sejak pendiriannya).
WP yang telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat namun
merencanakan untuk tidak memanfaatkan izin tersebut wajib menyampaikan pemberitahuan
pembatalan secara tertulis ke KPP dalam hal Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam surat
izin belum dimulai dan pemberitahuan tersebut harus sudah diterima oleh KPP sebelum
Tahun Pajak tersebut dimulai.
Apabila penyelenggaraan pembukuan tersebut sudah dimulai, maka wajib mengajukan
permohonan pembatalan secara tertulis ke KPP paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun buku
yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat tersebut dimulai. Bagi WP Kontrak Karya atau WP Kontraktor Kontrak
Kerja Sama yang telah memberitahukan ke KPP untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, namun WP
tersebut akan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan
satuan mata Rupiah, wajib mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah paling
lama 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan satuan mata uang Rupiah tersebut dimulai.
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas
permohonan pembatalan penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap. Apabila jangka waktu tersebut telah
lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum memberikan keputusan, maka permohonan dianggap
diterima. WP yang mengajukan permohonan tersebut tidak diperbolehkan lagi
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak izin tersebut dicabut.
Tempat Penyimpanan Buku/Catatan/Dokumen
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik
atau secara program on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di
tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan
Wajib Pajak badan. Perubahan Tahun Buku Dan Metode Pembukuan Perubahan terhadap
metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal
Pajak.
BAB V
Sanksi-Sanksi Perpajakan
Sanksi Perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak terhadap
peraturan perpajakan. Penting bagi Wajib Pajak untuk mengetahui sanksi perpajakan ini agar
mereka bisa mengetahui konsekuensi dari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan terkait
pajak.
Ada dua macam sanksi perpajakan, yaitu:
1. Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Sanksi berupa denda
Sanksi yang berupa denda banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait
besaran denda ditentukan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu,
atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Berikut hal pelanggaran perpajakan yang dikenai sanksi administrasi berupa denda
dalam KUP.
Pasal Hal Sanksi
7 (1) SPT tidak disampaikan sesuai atas waktu
penyampaian atau batas waktu
perpanjangan penyampaian SPT
Rp 500.000 untuk SPT
Masa PPN
Rp 100.000 untuk SPT
masa lainnya
Rp 1.000.000 untuk SPT
Tahunan PPh WP Badan
Rp 100.000 untuk SPT
Tahunan PPh WP Orang
Pribadi
8 (3) Meskipun telah dilakukan pemeriksaan,
tetapi belum dilakukan tindakan
penyidikan, WP dengan kemauan sendiri
menungkapan ketidakbenaran tentang data
yang dilaporkan dalam SPT dengan
disertai pelunasan kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang
sebenarnya terutang.
150% x jumlah pajak
kurang bayar
4 (4) PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai
dengan masa penerbitan faktur pajak 2% x DPP 14 (4) PKP telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi
tidak membuat Faktur Pajak atau
membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat
waktu.
PKP tidak mengisi faktur pajak secara
lengkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 (5) UU PPN 1984 dan
perubahannya, selain:
1. Identitas pembeli sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf b UU PPN 1984 dan
perubahannya; atau
2. Identitas pembeli serta nama dan
tanda tangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf b dan g UU PPN 1984 dan
perubahannya dalam hal
penyerahan dilakukan oleh PKP
pedagang eceran
25 (9) Keberatan WP ditolak atau dikabulkan
sebagian.
50% x (jumlah pajak
berdasarkan keputusan
keberatan - pajak yang
telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan)
Sanksi ini tidak dikenakan
dalam hal WP
mengajukan banding
[Pasal 25 (10)]
21 (5d) Permohonan banding ditolak atau
dikabulkan sebagian.
100% x (jumlah pajak
berdasarkan putusan
banding - pajak yang
sudah dibayar sebelum
mengajukan keberatan)
33 Setiap orang yang karena kealpaan:
a. Tidak menyampaikan SPT; atau
b. Menyampaikan SPT, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan
tersebut merupakan perbuatan
setelah perbuatan yang pertama
kali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13A UU KUP
Didenda paling sedikit 1x
jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang
bayar dan paling banyak
2x nya, atau dipidana
kurungan paling singkat 3
bulan dan paling lama 1
tahun.
39 (1)
dan (2)
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. Tidak mendaftarkan diri untuk
diberikan NPWP atau tidak
melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP;
b. Menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP
atau NPPKP;
c. Tidak menyampaikan SPT;
d. Menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap;
e. Menolak untuk dilakukan
pemeriksaan;
f. Memperlihatkan pembukuan,
pencatatan, atau dokumen lain
yang palsu atau dipalsukan seolah-
olah benar, atau tidak
menggambarkan keadaan yang
sebenarnya;
g. Tidak menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan di
Indonesia, tidak memperlihatkan
atau meminjam buku, catatan, atau
dokumen lain;
h. Tidak menyimpan buku, catatan,
atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan
yang dikelola secara elektronik
atau diselenggarakan secara
program aplikasi online di
Indonesia; atau
i. Tidak menyetorkan pajak yang
telah dipotong atau dipungut,
sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.
Didenda paling sedikit2x
jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang
bayar dan paling banyak
4x nya, dan dipidana
penjara paling singkat 6
bulan dan paling lama 6
tahun. Pidana tersebut
ditambahkan 1x menjadi
2x sanksi pidana apabila
seseorang melakukan lagi
tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat
1 tahun, sejak selesainya
menjalani pidana penjara
yang dijatuhkan.
39 (3) Setiap orang yang:
a. Melakukan percobaan
menyalahgunakan atau
menggunakan tanpa hak NPWP
atau pengukuhan PKP; atau
b. Menyampaikan SPT dan atau
Didenda paling sedikit 2x
jumlah restitusi yang
dimohonkan dan atau
kompensasi atau
pengkreditan yang
dilakukan, paling banyak
keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap, dalam rangka
mengajukan permohonan restitusi
atau melakukan kompensasi pajak
atau pengkreditan pajak.
4xnya, dan dipidana
penjara paling singkat 6
bulan dan paling lama 2
tahun.
39A Setiap orang yang dengan sengaja:
a. Menerbitkan dan atau
menggunakan Faktur Pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak dan atau bukti
setoran pajak yang tidak
berdasarkan transaksi yang
sebenarnya; atau
b. Menerbitkan faktur pajak tetapi
belum dikukuhkan sebagai PKP.
Didenda paling sedikit 2x
jumlah pajak dalam
Faktur Pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak dan
atau bukti setoran pajak
dan paling banyak 6x nya
serta dipidana penjara
paling singkat 2 tahun dan
paling lama 6 tahun.
41A Bank, akuntan public, notaris, konsultan
pajak, kantor administrasi, dan atau pihak
ketiga lainnya yang mempunyai hubungan
dengan Wajib Pajak yang sedang
diperiksa, ditagih pajaknya, dan disidik
karena adanya tindakan pidana
perpajakan-dengan sengaja tidak
memberikan keterangan atau bukti, atau
memberikan keterangan atau bukti yang
tidak benar.
Didenda paling banyak Rp
25.000.000 dan dipidana
dengan pidana kurungan
paling lama 1 tahun.
41B Setiap orang dengan sengaja menghalangi
atau mempersulit penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan.
Didenda paling banyak Rp
75.000.000 dan pidana
penjara paling lama 3
tahun.
41C (1) Setiap orang dalam instansi pemerintah,
lembaga, asosiasi, dan pihak lain, yang
dengan sengaja tidak memberikan data
dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada DJP.
Didenda paling banyak Rp
1.000.000.000 atau pidana
kurungan paling lama 1
tahun.
41C (2) Setiap orang yang dengan sengaja
menyebabkan tidak terpenuhinya
kewajiban pejabat dan pihak lain di
instansi pemerintah, lembaga, asosiasi,
dan lainnya.
Didenda paling banyak Rp
800.000.000 atau pidana
kurungan paling lama 10
bulan.
41C (3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak
memberikan data dan informasi yang
diminta oleh DJP.
41C (4) Setiap orang yang dengan sengaja
menyalahgunakan data dan informasi
perpajakan sehingga menimbulkan
kerugian pada negara.
Didenda paling banyak Rp
500.000.000 atau pidana
kurungan paling lama 1
tahun.
448 WP yang sedang dilakukan tindakan
penyidikan pajak namun kemudian
memilih untuk melunasi utang pajak yang
tidak/ kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan
Didenda 4x jumlah pajak
yang tidak/ kurang
dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan
b. Sanksi berupa bunga
Sanksi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak
menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu, mulai
dari saat bunga menjadi hak/ kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan
dan dihitung secara bulanan. Besarnya bunga dihitung secara tetap dari pokok
pajak yang tidak dibayar/ kurang bayar, tetapi jika Wajib Pajak tidak membayar/
hanya membayar sebagian sanksi bunga, sanksi bunga dapat ditagih kembali
dengan disertai bunga lagi (bunga majemuk).
Berikut hal pelanggaran perpajakan yang dikenai sanksi administrasi berupa bunga
dalam KUP.
Pasal Hal Sanksi
8 (2) WP membetulkan sendiri SPT Pasal 8 (2)
UU KUP Tahunan yang mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar.
2% per bulan atas jumlah
pajak yang kurang
dibayar, dihitung sejak
saat penyampain SPT
berakhir s/d tanggal
pembayaran, dan bagian
dari bulan dihitung penuh
1 bulan.
8 (2a) WP membetulkan sendiri SPT Masa yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih
besar.
9 (2a) Pembayaran atau penyetoran Pasal 9 (2a)
UU KUP pajak berdasarkan SPT Masa
yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak.
2% per bulan dihitung dari
tanggal jatuh tempo
pembayaran s/d tanggal
pembayaran, dan bagian
dari bulan dihitung penuh
1 bulan.
9 (2b) Pembayaran atau penyetoran pajak
berdasarkan SPT Tahunan yang dilakukan
setelah tanggal jatuh tempo penyampaian
SPT Tahunan.
2% per bulan dihitung
mulai dari berakhirnya
batas waktu penyampaian
SPT Tahunan s/d tanggal
pembayaran, dan bagian
dari bulan dihitung penuh
1 bulan.
13 (2) Dari hasil pemeriksaan atau keterangan
lain, pajak yang terutang tidak/ kurang
dibayar.
2% per bulan dari jumlah
pajak yang tidak/ kurang
dibayar, paling lama 24
bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak, atau
tahun pajak s/d
diterbitkannya SKPKB.
13 (5) SKPKB yang diterbitkan setelah melewati
jangka waktu 5 tahun, yang diterima oleh
WP yang dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau
tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap
48% x jumlah pajak tidak/
kurang bayar
14 (3) Dari penelitian rutin:
a. PPh dalam tahun berjalan tidak/
kurang dibayar;
b. SPT salah tulis/ salah hitung
sehingga terdapat kekurangan
pembayaran pajak.
2% per bulan untuk
selama-lamanya 24 bulan
dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau
bagian tahun pajak atau
tahun pajak s/d
diterbitkannya STP.
14 (5) Bagi PKP yang gagal berproduksi dan
telah diberikan pengembalikan Pajak
Masukan.
2% per bulan dari jumlah
yang ditagih kembali,
dihitung dari tanggal
penerbitan Surat
Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran
Pajak s/d tanggal
penerbitan STP, dan
bagian dari bulan dihitung
penuh 1 bulan.
c. Sanksi berupa kenaikan
Sanksi berupa kenaikan dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah
pajak kurang bayar. Sanksi ini biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak
memberikan informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang.
Pasal Hal Sanksi
8 (5) WP mengungkapkan ketidakbenaran
pengisian SPT setelah jangka waktu
pembetulan SPT berakhir, dan belum
pernah diterbitkan surat ketetapan pajak,
yang mengakibatkan pajak kurang dibayar
50% x pajak yang kurang
dibayar
13 (1)
huruf b
SPT tidak disampaikan sesuai jangka
waktu penyampaiannya dan setelah
ditegur secara tertulis SPT tetap tidak
disampaikan sesuai waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran.
a. 50% x PPh yang tidak
atau kurang dibayar
dalam 1 tahun pajak
b.100% x PPh yang tidak/
kurang dipotong, tidak/
kurang dipungut, tidak/
kurang disetor, dan
dipotong/dipungut
tetapi tidak/ kurang
disetor.
13 (3) Apabila WP tidak melakukan pembukuan
atau ketika diperiksa WP tidak:
a. Memperlihatkan dan atau
meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya, dan
dokumen lain yang berhubungan
dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP,
atau objek yang terutang pajak;
b.Memberikan kesempatan untuk
memasuki tempat/ ruang yang
dipandang perlu dan member bantuan
guna kelancaran pemeriksaan; dan atau
c. Memberikan keterangan lain yang
diperlukan, sehingga tidak dapat
diketahui besarnya pajak yang terutang.
13 (1)
huruf c
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain mengenai PPN dan
PPnBM, ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau
tidak seharusnya dikenai tarif 0%.
100% dari PPN atas
barang dan jasa dan Ph
BM yang tidak/ kurang
bayar.
134 WP yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan
yang isinya tidak benar sehingga dapat
Sanksi kenaikan sebesar
200% dari jumlah pajak
yang kurang dibayar yang
ditetapkan melalui
menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara. Kealpaan yang dilakukan ini
adalah kealpaan yang pertama kali
dilakukan oleh WP.
penerbitan SKPKB
15 (2) Diterbitkan SKPKBT, karena ditemukan
data baru dan atau data yang semula
belum terungkap
100% dari jumlah
kekurangan pajak
17C (5) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap WP dengan kriteria tertentu yang
telah mendapat pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, diterbitkan
SKPKB.
2. Sanksi Pidana
Pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam
pemberlakuan sanksi pidana dalam perpajakan, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru
pertama kali melanggar Pasal 38 UU KUP, yaitu tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT dengan isi yang tidak benar dan tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga menimbulkan kerugian negara, tidak
dikenakan sanksi pidana, tetapi hanya dikenakan sanksi perdata.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan.
Di bidang perpajakan, tindak pelanggaran adalah tindak kealpaan, sedangkan tindak
kejahatan adalah tindak kesengajaan tidak mengindahkan kewajiban perpajakan
sehingga menimbulkan kerugian negara. Meskipun begitu, tindak pidana di bidang
perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 tahun terlampaui, ditentukan
sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak,
atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan, disesuaikan dengan daluarsa
penyimpanan dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak
yang terutang.
Dalam UU perpajakan di Indonesia, sanksi pidana diatur dalam Bab VIII KUP. Sanksi pidana
biasanya disertai sanksi administrasi berupa denda, meskipun tidak selalu.
REFERENSI
http://suryaafrilian.blogspot.com/2011/05/kewajiban-memiliki-npwp
nppkp.html#sthash.nXPnjEZt.dpuf
http://arizaekky.blogspot.com/2013/09/npwp-dan-nppkp.html
http://www.pajak.go.id/content/pembayaran-pajak
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Buku%20KUP%20Edit%2004112013%20Upload.p
df
http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-pembukuan-dan-pencatatan-bagi-wajib-pajak
http://konsultanpajak-aaa.com/mengenal-sanksi-pajak.htm Jumat, 22 Februari 2014: 15.00
WIB
top related