novi baru
Post on 19-Feb-2016
220 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TinjauanPustaka
Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Pterigium
Bernadina N S Lewowerang
102011303
novindra16@gmail.com
FakultasKedokteranUkrida
JalanArjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva
pada mata dan dapat mengganggu penglihatan.1 kondisi ini menciptakan beberapa masalah
termasuk mata kering (dry eye), astigmatisme irregular, dan masalah kosmetik yang sulit
diterima. Pada tingkat lanjut, pterigium berpotensi menimbulkan kebutaan dAn memerlukan
operasi kompleks untuk rehabilitasi visual secara penuh.2
Makalah ini membahas pterigium mulai dari anamnesis sampai dengan prognosis termasuk
diagnosis banding pterigium untuk membedakannya dengan kelainan mata lainnya yang
memiliki tanda dan gejala serupa dengan penyakit ini. Dengan demikian
penatalaksanaanyapun dapat diberikan dengan tepat dan efektif. Melalui makalah pterigium
ini, mahasiswa diharapkan dapat mengenali gejala dan tanda, dapat membuat diagnosis
berdasarkan pemneriksaan fisik, dan memberi terapi pendahuluan sesuai kompetensinya
sebagai dokter umum sebelum merujuk ke spesialis mata.
Skenario 2
Seorang pria 68 tahun, nelayan, datang ke poliklinik dengan keluhan utama mata kiri merah
sejak 2 minggu yang lalu.Keluhan disertai mata sedikit berair, perih, terasa seperti mata
berpasir.Keluhan ini sudah sering dirasakan dan sering hilang timbul.
Anamnesis
Identitas : nama, umur, pekerjaan, alamat, agama.
Keluhan utama :gangguan kerusakan atau penurunan penglihatan, mata merah, mata
perih, atau penglihatan ganda.
1
TinjauanPustaka
Keluhan lain : misalnya apakah terasa nyeri & fotofobia, apakah ada sekret, apakah
terasa gatal, apakah penglihatan menjadi kabur, apakah mata terasa kering, apakah
ada rasa mengganjal di mata.
Riwayat penyakit sekarang (menggali keluhan utama), tanyakan :
sejak kapan terasa keluhan dirasakan
keluhan dirasakan setiap hari atau tidak
apakah mengganggu aktivitas bekerja yang sekarang
bagaimana awal mula munculnya keluhan tersebut
apakah ada hal hal yang memperberat atau memperingan
apakah selama bekerja memakai pelindung mata, baik pelindung dari sinar
matahari atau pun debu jalanan
Riwayat penyakit dahulu, tanyakan :
apakah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
apakah pernah menderita penyakit mata yang lainnya
apakah sedang mengidap penyakit lain (yaitu DM, hipertensi, dan penyakit
sistemik lainnya)
apakah ada riwayat alergi
Riwayat penyakit keluarga : tanyakan apakah mungkin di keluarga ada yang
mengalami hipertensi, diabetes, dll. Dan atanyakan juga apakah di keluarag ada yang
pernah mengalami keluhan serupa.
Riwayat pengobatan : terutama penggunaan obat steroid jangka panjang, apakah
sebelumnya memakai kacamata, apakah dulu pernah menjalani operasi (terutama
yang berhubungan dengan mata).3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umum : keadaan umum.
Pemeriksaan segmen anterior mata dengan menggunakan penlight dan slitlamp (di
tingkat rujukan), meliputi pemeriksaan terhadap : Palpebra, konjungtiva, sclera,
kornea, COA (Camera Oculi Anterior), iris, pupil, lensa.
Pemeriksaan reflex pupil. Dilakukan dengan menyinari mata dengan senter, dicari
kelainan pupil seperti anisokor atau afferent papillary defect.
Posisi (alignment) dan gerakan bola mata: dinilai secara binokuler ke 8 arah (cardinal
gaze). Pada pemeriksaan bola mata dicari tanda-tanda strabismus (esotropia,
2
TinjauanPustaka
eksotropia, dan hipertropia). Pada pemeriksaan gerakan bola mata dicari hambatan
gerakan-gerakan bola mata.
Pemeriksaan segmen posterior mata, yaitu pemeriksaan refleks fundus, untuk
memeriksa bagaimana jalan refraksi cahaya, apakah terganggu atau tidak.
Pemeriksaan ini menggunakan lat yang bernama oftalmoskop.
Pemeriksaan TIO (Tekanan Intra Okular), baik dengan menggunakan teknik palpasi
maupun dengan menggunakan alat tonometri (mis. Tonometri Schiotz, Tonometri
Goldmann).
Pemeriksaan visus atau ketajaman penglihatan dengan menggunakan Snellen Chart.
Pemeriksaan lapang pandang. Cara paling sederhana yang dapat di layanan primer
adalah tes Konfrontasi (bertujuan untuk melihat batas perifer penglihatan), namun
pemeriksaan di tingkat rujukan adalah menggunakan Kampimetri Goldmann.
Tes Schiemer untuk mengukur volume (kuantitas) air mata dengan penggunakan strip
khusus yang diletakkan di bagian dalam dari palpebra inferior mata.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan topografi kornea/fotokeratoskop : pemeriksaan dengan menggunakan
komputer canggih untuk melihat permukaan kelengkungan kornea.
Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
Hal ini disebabkan karena hanya sel epitel kornea yang rusak yang dapat menyerap
zat fluoresin.
Pemeriksaan Radiologi, CT-SCAN, dan USG B-SCAN : digunakan untuk mengetahui
posisi benda asing/imaging.
Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina. -
Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menentukan mata
terpajan dengan bahan kimia atau tidak.
Pemeriksaan Laboratorium, seperti : leukosit, kultur, kemungkinan adanya infeksi.
Pemeriksaan Histopatologi dilakukan pada jaringan pterigium yang telah
dikeluarkan/diangkat. Gambaran pterigium yang didapat adalah berupa epitel yang
ireguler dan tampak adanya degenerasi hialin pada stromanya.4
Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding
3
TinjauanPustaka
Pterigium
Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degenerative
dan invasive.Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.Pterigium berbentuk
segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah
meradang dan bila terjadi iritasi, maka pterigium akan berwarna merah. Pterigium
dapat mengenai kedua mata.
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara yang panas.Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan
suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.
Pterigium tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif,
merah, dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan gangguan
penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan
kornea akibat kering), dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak di ujung
pterigium.5
Pseudopterigium
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.
Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva
yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
Beda dengan pterigium adalah letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah
kelopak atau fisura palpebral, pada pseudopterigium ini dapat diselipka sonde di
bawahnya. Pada pseudopterigium selamanya terdapat anamnesis adanya kelainan
kornea sebelumnya, seperti tukak kornea.5
Pinguekula
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang
tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan
angin panas.Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian
nasal.Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.
Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekulaakan tetapi bila meradang atau
terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang
melebar.5
Episkleritis
4
TinjauanPustaka
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sklera.Radang episklera dan sclera mungkin disebabkan
hipersensitivitas terhadap penyakit sitemik seperti tuberculosis, rheumatoid artritis,
SLE, dan lainnya.Merupakan suatu reaksi toksik, alergik, atau merupakan bagian dari
infeksi.Dapat juga kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik.
Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan
dengan bawaan penyakit reumatik. Keluhan pada pasien dengan episkleritis berupa
mata terasa kering dengan rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva
yang kemotik.
Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu
berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah
konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas
benjolan, akan memberikan rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis
bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat atau
dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai dengan
episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau
beberapa bulan.Terlihat mata merah satu sector yang disebabkan melebarnya
pembuluh darah di bawah konjungtiva.
Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat menyerang
tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya berlangsung 4-
5 minggu. Penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya peradangan lebih dalam pada
sclera yang disebut sebagai skleritis.5
Skleritis
Skleritis biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik.Lebih sering
disebabkan penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout.Kadang-kadang
disebabkan tuberculosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing,
dan pasca bedah.
Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan.Skleritis
terjadinya tidak lebih sering dibanding episkleritis akan tetapi penyebabnya hampir
sama. Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu
yang kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering
kambuh. Mata merah berair, fotofobia, dengan penglihatan menurun.
Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit sehingga diduga adanya selulitis
orbita.Skleritis tidak mengeluarkan kotoran.Pada skleritis terlihat benjolan berwarna
5
TinjauanPustaka
sedikit lebih biru jungga. Kadang-kadang mengenai seluruh lingkaran kornea,
sehingga terlihat sebagai skleritis anular.5
Etiologi
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari
arah konjungtiva menuju cornea pada daerah interpalbera.Pterigium pertumbuhan berbentuk
sayap pada conjungtiva bulbi.Asal kata pterigium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron
yang artinya wing atau sayap. Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di
daerah equator, yaitu 13,1%.1
Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara
yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasama, radang, dan degenerasi.5
Pterigiumtersebar didunia tetapi sering pada daerah panas, beriklim kering.Prevalensi pada
daerah equator kira kira 22 % dan kurang dari 2 % didaerah lintang diatas 40°C.Terdapat
beberapa penelitian yang menunjukkan frekwensi pterigium yang berhubungan dengan faktor
resiko.6
Penelitian case control di Australia , mengidentifikasi jumlah pterigium berdasarkan faktor
resiko, 44 x lebih banyak pada pasien bermukim di daerah tropis ( < dari lintang 30 o), 11 x
lebih banyak pada pekerja yang berhubungan dengan pasir,9 x pada pasien dengan riwayat
tanpa memakai kacamata atau sunglasses dan 2 x pada pasien tidak memakaitopi.Penelitian
lain menunjukkan frekwensi lebih tinggi pada laki laki.6
Selain itu , pterigium hanyaditemukan pada nelayan danpekerja di pedesaan. Penelitian ini
menunjukan bahwa pterigiumberhubungan erat dengan exposure ultraviolet.6
Menurut penelitian lain ultraviolet bukan penyebab utama pterigium , para pekerja yang
berhubungan dengan debu menunjukkan pekerja dilingkungan dalam rumah lebih tinggi
prevalensi pterigium daripada pekerja diluar rumah yang terpapapar radiasi ultraviolet.6
Penelitian yang lain menunjukkan pterigium pada pekerja las yang terpapapar sinar ultra
violet berhubungan dengan lamanya bekerja dan insiden pterigium.Dan penelitian yang lain
menunjukkan pterigium jarang pada pekerja las ( < 0,5 % ).6
6
TinjauanPustaka
Epidemiologi dan Faktor Resiko
Pterigium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak didaerah iklim panas dan
kering.Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.Faktor yang sering mempengaruhi
adalah daerah dekat equator, yakni daerah <37° lintang utara dan selatan dari
equator.Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat equator dan kurang dari 2 % pada
daerah diatas 40° lintang.4Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi
pterigium.Prevalensipterigium meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 dari
kehidupan.Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun.Rekuren lebih sering pada umur
muda dari pada umur tua. Laki laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan
dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat exposure lingkungan diluar rumah.4,6
Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar
matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.6
Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah ekspoure sinar
matahari.Sinar ultraviolet diabsorbsi cornea dan conjungtiva menghasilkan kerusakan
sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu diluar rumah, penggunaan kacamata dan
topi juga merupakan faktor penting.
Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan
berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga denganpterigium,
kemungkinan diturunkan autosom dominan.
Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer cornea merupakan
pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limba defisiensi , dan saat
ini merupakan teori baru phatogenesis dari pterigium. Debu, kelembapan yang
rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga
penyebab dari pterigium.
Patogenesis
Etiology pterigium tidak diketahui dengan jelas.Namun karena lebih sering pada orang yang
tinggal di daerah ikim panas. Makagambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah
respon terhadap factor-factor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultra violet),
7
TinjauanPustaka
daerah kering, inflamasi , daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan
lainnya.Pengeringan lokal dari kornea dan kojungtiva pada fissura interpalpebralis
disebabkan oleh karena kelainan tear film bisa menimbulkan pertumbuhan fibroblastic baru
merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering
medukung teori ini.1
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal basal stem cell.
Tanpa apoptosis, transforming growth factor – beta overproduksi dan menimbulkan proses
collagenase meningkat, sel sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan
degenerasi colagen dan terlihat jaringan subepithelial fibrovascular.Jaringan subconjungtiva
terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi jaringan granulasi vascular dibawah epithelium
yang akhirnya menembus cornea.Kerusakan pada cornea terdapat pada lapisan membran
bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskullar, sering dengan inflamasi ringan. Epithel
dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi dysplasia.7
Limbal stem cell adalah sumberregenerasi epithel cornea.Pada keadaan defiensi limbal stem
sel, terjadi conjungtivalization pada permukaan cornea.Gejala dari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan conjungtiva ke cornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran
basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik.Tanda ini juga ditemukan pada pterigiumdan
karena itu banyak penelitian menunjukan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari
defisiensiatau disfungsi localized interpal pebral limbal stem sel. Kemungkinan akibat sinar
ultraviolet terjadi kerusakan stem seldi daerah interpalpebra.4
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan phenotype,
pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah
dibanding dengan fibroblas conjungtiva normal.Lapisan fibroblas pada bagian
pterigiummenunjukkan proliferasi sel yang berlebihan.Pada fibroblas pterigium menunjukkan
matrix metalloproteinase, dimana matrix metalloproteinase adalah extraselular matrix yang
berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk dan fibroblast
pterigium bereaksi terhadap TGF – β(transforming growth factor – β )berbeda dengan
jaringan conjungtiva normal, bFGF (basic fibrobloast growth factor) yang berlebihan, TNF –
α (tumor necrosis factor – α)dan IGF II.Hal ini menjelaskan bahwa pterigium cenderung terus
tumbuh, invasi ke stroma cornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.4
Dengan menggunakan anterior segmen fluorescein angiografi ditemukan peningkatan area
nonperfusi dan penambahan pembuluh darah di nasal limbus selama fase awal
8
TinjauanPustaka
pterigium.Sirkulasi CD34 + MNCs dan c–kit + MNCs meningkat pada pterigiumdibanding
dgn konjungtiva normal. Cytokin lokal dan sistemik, SP (Substance P), VEGF (Vascular
endothelial Growth Factor)dan SCF (Stem Cell Factor) pada pterigiummeningkat,
berhubungan dengan CD34+ dan Ckit + MNC. Hal ini menunjukan pada pterigium terlibat
pertumbuhan Endothelial Progenitor Cells (EPCs)dan hypoksia ocular yangmerupakan faktor
pencetus neovascularisasi dengan mengambil EPCs yang berasaldari sumsum tulang melalui
produksi cytokin lokal dan sistemik.7
Secara histopatologi dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukan proliferasi
fibrotik yangmenyimpang dibawah epitel pterigium , dengan epithel yang meluas ke
stroma.Pemisahan sel sel epitel pterigium menunjukan epithel dikelilingi sel sel fibroblast
yang aktif.Karakteristik dari E–cadherin, penumpukan β–catenin di intranuklear dan
lymphoid factor-1 meningkat pada epitel pterigium.Sel epitel meluas ke stroma pada α– SMA
/ vimentin dan cytokeratin 14.Kesimpulannya bahwa epithel mesenchymal transition terlibat
dalam patogenesis pterigium.β Catenin meningkat pada pterigium dan PFC (Pterygial
fibroblast) dibandingkan pada conjungtiva normal. β Catenin berperan penting dalam
pathogenesis pterigium.7
Gejala Klinis
Pterigum lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja diluarrumah.Muncul sebagai
lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yangmeluas ke kornea pada daerah fissure
interpalpebralis. Deposit besi dapa dijumpai pada bagian epitelkornea anterior dari kepala
pterigium (stoker’s line).7,8
Kira kira 90 % pterigium terletak didaerah nasal. Nasal dan temporal pterigium dapat
terjadisama pada mata, temporal pterigium jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat,
tetapi jarang asimetris.Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga
menutupi visual axis, menyebabkan penglihatan kabur.2,4
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu :body , apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang
meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus disebut “body”,sedangkan bagian
atasnya disebut “apex“,dan kebelakang disebut “cap “. A subepithelial cap atauhalo timbul
pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.6
9
TinjauanPustaka
Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan regresif
pterigium :4
Progresif pterigium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrate di cornea di depan
kepala pterigium (disebut cap dari pterigium).
Regresif pterigium : tipis, atrofi, sedikit vascular. Akhirnya menjadi membentuk
membran tetapi tidak pernah hilang. Pada fase awal pterigium tanpa gejala , tetapi
keluhan kosmetik. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah
pupil atau menyebabkan cornea astigmatisma menyebabkan pertumbuhan fibrosis
pada tahap regresif. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya
pergerakan mata.
Pterigium dapat dibagi kedalam beberapa tipe:
Type I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker line atau deposit besi dapat dijumpai
pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering
mengalami infamasi ringan. Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami
keluhan lebih cepat.8
Type II ; mentupi kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren setelah operasi,
berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.8
Pada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimtomatis. Namun pterigium juga dapat
memberikan keluhan mata kering (seperti terbakar atau gatal dan berair), iritatif, merah, dan
memberikan keluhan gangguan penglihatan.Sejalan dengan progresivitas penyakit, lesi
bertambah besar dan kasat mata sehingga secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan
lebih lanjut, lesi menyebabkan gejala visual karena terjadinya astigmatisma ireguler.9
Keluhan lain yang mungkin didapat dari pasien adalah rasa mengganjal di mata seperti ada
benda asing.2
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar
mata (sklera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan puncak pada permukaan
kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan
peradangan.1
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh
pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut Youngson ):
Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
10
TinjauanPustaka
Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea
Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)
Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.1
Penatalaksanaan
Pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes anti inflamasi golingan steroid dan nonsteroid seperti
indomethacin 0,1% dan sodium diclofenac 0,1%. Diperhatikan juga bahwa penggunaan
kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau
mengalami kelainan pada kornea.10
Selain penatalaksanaan secara konservatif, pterigium dapat pula dilakukan tindakan bedah
atas indikasi. Indikasi operasinya adalah:10
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.
Terapi supportif yang bisa diberikan adalah artificial tear tetes karena salah satu keluhan dari
pterigium adalah kekeringan pada mata (dry eye). Penggunaan kacamata pelindung dan topi
terbukti dapat mengurangi keluhan dan mencegah terjadinya pterigium.1
Komplikasi
Komplikasi pterigium termasuk:10
Distorsi dan penglihatan sentral berkurang.
Merah.
11
TinjauanPustaka
Iritasi.
Scar (parut ) kronis pada konjungtiva dan kornea.
Pada pasien yang belum excisi, scar pada otot rectus medial yang dapat menyebabkan
diplopia.
Pada pasien dengam pterigium yang telah dieksisi, scar atau disinsersi otot rektus
medial dapat juga menyebabkan diplopia.
Komplikasi post eksisi pterigiumadalah :10
Infeksi, reaksi bahan jahitan (benang), diplopia, scar cornea, conjungtiva graft
longgar, dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous
hemorrhage atau retinal detachment.
Penggunaan mytomicin C post operasi dapat menyebabkan ectasia atau melting pada
sklera dan kornea.
Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium
postoperasi. Simple excisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira kira 50 – 80
%. Dapat dikurangi dengan tekhnik conjungtiva autograft atau amnion graft.
Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epithel diatas
pterigium yang ada.
Prognosis
Pterigium adalah suatu neoplasma jinak.Umumnya prognosis baik.Kekambuhan dapat
dicegah dengan kombinasi operasi sitostatik tetes mata atau Beta radiasi.Eksisi pada
pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Pada umumnya setelah 48 jam pasca
operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygium yang kambuh lagi dapat
mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan konjungtiva atau
limbal autografts atau transplantasi membran amnion.10
Kesimpulan
Pterigiummerupakanpertumbuhanepitelkonjungtivabulbidanjaringanikatsubkonjungtivapada
matadandapatmenganggu penglihatan. Pterigium perlu dibedakan dengan jenis penyakit mata
merah visus normal lainnya pseudopterigium, pinguekula, episkleritis, dan skleritis yang
12
TinjauanPustaka
memberikan gejala yang hampir sama dengan pterigium. Penyebab pterigium tidak diketahui
secara pasti dan diduga merupakan proses degenerasi. Pengobatan umumnya tidak terlalu
diperlukan, eksisi pada pterigium hanya dilakukan jika pertumpuhan pterigiumsudah
mengganggu penglihatan dan estetika.
DaftarPustaka
1. Mulyani E, Susilowati D. DistribusidanKarakterisitikPterigium di Indonesia. Jakarta:
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan; 2011. H.14, 84–49.
2. Gazzard G, Saw SM, FarookM, Koh D, Wijaya D,et all. Pterigiumin Indonesia;
revalence, severity and risk factors. British Journal of Ophthalmology; 2002. P.8-12.
3. Gleade J. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.
H.44-5.
4. Donald T, et all. Pterigium, Clinical Ophthalmology - An Asian Perspective. Chapter
3. Singapore: Saunders Elsevier; 2005. P.207-14.
5. Ilyas HS. Ilmu penyakit mata. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. H.116-
20.
6. Waller GS, Adams PA. Pterigium. Duane ‘ s Clinical Ophthalmology. Chapter 35,
Vol: 6, Revised Edition. Lippincot Williams & Wilkins; 2004. P.1-10.
7. Leo JK, Song YS. Endothelial Progenitor Cells in Pterigium Pathogenesis in Eye.
Volume 21, Issue 9. 2007. P.1186-93.
8. Kanski JJ. Pterigium, Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. Chapter 4.
Butterworth Heinemann Elsevier; 2007.P.242-5.
9. Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium.2010. P.37-8.
10. Soewono W, Oetomo MM, Eddyanto. Pterigium in: Pedoman Diagnosis dan Terapi.
Edisi III.Jakarta: Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata;2006. P.102-4.
13
top related