novi baru

20
TinjauanPustaka Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Pterigium Bernadina N S Lewowerang 102011303 [email protected] FakultasKedokteranUkrida JalanArjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva pada mata dan dapat mengganggu penglihatan. 1 kondisi ini menciptakan beberapa masalah termasuk mata kering (dry eye), astigmatisme irregular, dan masalah kosmetik yang sulit diterima. Pada tingkat lanjut, pterigium berpotensi menimbulkan kebutaan dAn memerlukan operasi kompleks untuk rehabilitasi visual secara penuh. 2 Makalah ini membahas pterigium mulai dari anamnesis sampai dengan prognosis termasuk diagnosis banding pterigium untuk membedakannya dengan kelainan mata lainnya yang memiliki tanda dan gejala serupa dengan penyakit ini. Dengan demikian penatalaksanaanyapun dapat diberikan dengan tepat dan efektif. Melalui makalah pterigium ini, mahasiswa diharapkan dapat mengenali gejala dan tanda, dapat membuat diagnosis berdasarkan pemneriksaan fisik, dan memberi terapi pendahuluan sesuai kompetensinya sebagai dokter umum sebelum merujuk ke spesialis mata. Skenario 2 1

Upload: novy-lewowerang

Post on 19-Feb-2016

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Page 1: novi baru

TinjauanPustaka

Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Pterigium

Bernadina N S Lewowerang

102011303

[email protected]

FakultasKedokteranUkrida

JalanArjuna Utara, No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Pterigium merupakan pertumbuhan epitel konjungtiva bulbi dan jaringan ikat subkonjungtiva

pada mata dan dapat mengganggu penglihatan.1 kondisi ini menciptakan beberapa masalah

termasuk mata kering (dry eye), astigmatisme irregular, dan masalah kosmetik yang sulit

diterima. Pada tingkat lanjut, pterigium berpotensi menimbulkan kebutaan dAn memerlukan

operasi kompleks untuk rehabilitasi visual secara penuh.2

Makalah ini membahas pterigium mulai dari anamnesis sampai dengan prognosis termasuk

diagnosis banding pterigium untuk membedakannya dengan kelainan mata lainnya yang

memiliki tanda dan gejala serupa dengan penyakit ini. Dengan demikian

penatalaksanaanyapun dapat diberikan dengan tepat dan efektif. Melalui makalah pterigium

ini, mahasiswa diharapkan dapat mengenali gejala dan tanda, dapat membuat diagnosis

berdasarkan pemneriksaan fisik, dan memberi terapi pendahuluan sesuai kompetensinya

sebagai dokter umum sebelum merujuk ke spesialis mata.

Skenario 2

Seorang pria 68 tahun, nelayan, datang ke poliklinik dengan keluhan utama mata kiri merah

sejak 2 minggu yang lalu.Keluhan disertai mata sedikit berair, perih, terasa seperti mata

berpasir.Keluhan ini sudah sering dirasakan dan sering hilang timbul.

Anamnesis

Identitas : nama, umur, pekerjaan, alamat, agama.

Keluhan utama :gangguan kerusakan atau penurunan penglihatan, mata merah, mata

perih, atau penglihatan ganda.

1

Page 2: novi baru

TinjauanPustaka

Keluhan lain : misalnya apakah terasa nyeri & fotofobia, apakah ada sekret, apakah

terasa gatal, apakah penglihatan menjadi kabur, apakah mata terasa kering, apakah

ada rasa mengganjal di mata.

Riwayat penyakit sekarang (menggali keluhan utama), tanyakan :

sejak kapan terasa keluhan dirasakan

keluhan dirasakan setiap hari atau tidak

apakah mengganggu aktivitas bekerja yang sekarang

bagaimana awal mula munculnya keluhan tersebut

apakah ada hal hal yang memperberat atau memperingan

apakah selama bekerja memakai pelindung mata, baik pelindung dari sinar

matahari atau pun debu jalanan

Riwayat penyakit dahulu, tanyakan :

apakah pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya

apakah pernah menderita penyakit mata yang lainnya

apakah sedang mengidap penyakit lain (yaitu DM, hipertensi, dan penyakit

sistemik lainnya)  

apakah ada riwayat alergi

Riwayat penyakit keluarga : tanyakan apakah mungkin di keluarga ada yang

mengalami hipertensi, diabetes, dll. Dan atanyakan juga apakah di keluarag ada yang

pernah mengalami keluhan serupa.

Riwayat pengobatan : terutama penggunaan obat steroid jangka panjang, apakah

sebelumnya memakai kacamata, apakah dulu pernah menjalani operasi (terutama

yang berhubungan dengan mata).3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik umum : keadaan umum.

Pemeriksaan segmen anterior mata dengan menggunakan penlight dan slitlamp (di

tingkat rujukan), meliputi pemeriksaan terhadap : Palpebra, konjungtiva, sclera,

kornea, COA (Camera Oculi Anterior), iris, pupil, lensa.

Pemeriksaan reflex pupil. Dilakukan dengan menyinari mata dengan senter, dicari

kelainan pupil seperti anisokor atau afferent papillary defect. 

Posisi (alignment) dan gerakan bola mata: dinilai secara binokuler ke 8 arah (cardinal

gaze). Pada pemeriksaan bola mata dicari tanda-tanda strabismus (esotropia,

2

Page 3: novi baru

TinjauanPustaka

eksotropia, dan hipertropia). Pada pemeriksaan gerakan bola mata dicari hambatan

gerakan-gerakan bola mata. 

Pemeriksaan segmen posterior mata, yaitu pemeriksaan refleks fundus, untuk

memeriksa bagaimana jalan refraksi cahaya, apakah terganggu atau tidak.

Pemeriksaan ini menggunakan lat yang bernama oftalmoskop.

Pemeriksaan TIO (Tekanan Intra Okular), baik dengan menggunakan teknik palpasi

maupun dengan menggunakan alat tonometri (mis. Tonometri Schiotz, Tonometri

Goldmann).

Pemeriksaan visus atau ketajaman penglihatan dengan menggunakan Snellen Chart.

Pemeriksaan lapang pandang. Cara paling sederhana yang dapat di layanan primer

adalah tes Konfrontasi (bertujuan untuk melihat batas perifer penglihatan), namun

pemeriksaan di tingkat rujukan adalah menggunakan Kampimetri Goldmann.

Tes Schiemer untuk mengukur volume (kuantitas) air mata dengan penggunakan strip

khusus yang diletakkan di bagian dalam dari palpebra inferior mata.3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan topografi kornea/fotokeratoskop : pemeriksaan dengan menggunakan

komputer canggih untuk melihat permukaan kelengkungan kornea.

Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.

Hal ini disebabkan karena hanya sel epitel kornea yang rusak yang dapat menyerap

zat fluoresin.

Pemeriksaan Radiologi, CT-SCAN, dan USG B-SCAN : digunakan untuk mengetahui

posisi benda asing/imaging.

Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina. -

Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menentukan mata

terpajan dengan bahan kimia atau tidak.

Pemeriksaan Laboratorium, seperti : leukosit, kultur, kemungkinan adanya infeksi.

Pemeriksaan Histopatologi dilakukan pada jaringan pterigium yang telah

dikeluarkan/diangkat. Gambaran pterigium yang didapat adalah berupa epitel yang

ireguler dan tampak adanya degenerasi hialin pada stromanya.4

Diagnosis Kerja dan Diagnosis Banding

3

Page 4: novi baru

TinjauanPustaka

Pterigium

Merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degenerative

dan invasive.Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal

ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea.Pterigium berbentuk

segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah

meradang dan bila terjadi iritasi, maka pterigium akan berwarna merah. Pterigium

dapat mengenai kedua mata.

Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan

udara yang panas.Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan

suatu neoplasma, radang, dan degenerasi.

Pterigium tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif,

merah, dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan gangguan

penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan

kornea akibat kering), dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak di ujung

pterigium.5

Pseudopterigium

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.

Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga

konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva

yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.

Beda dengan pterigium adalah letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah

kelopak atau fisura palpebral, pada pseudopterigium ini dapat diselipka sonde di

bawahnya. Pada pseudopterigium selamanya terdapat anamnesis adanya kelainan

kornea sebelumnya, seperti tukak kornea.5

Pinguekula

Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orang

tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar matahari, debu, dan

angin panas.Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di bagian

nasal.Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva.

Pembuluh darah tidak masuk ke dalam pinguekulaakan tetapi bila meradang atau

terjadi iritasi, maka sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang

melebar.5

Episkleritis

4

Page 5: novi baru

TinjauanPustaka

Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara

konjungtiva dan permukaan sklera.Radang episklera dan sclera mungkin disebabkan

hipersensitivitas terhadap penyakit sitemik seperti tuberculosis, rheumatoid artritis,

SLE, dan lainnya.Merupakan suatu reaksi toksik, alergik, atau merupakan bagian dari

infeksi.Dapat juga kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik.

Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan

dengan bawaan penyakit reumatik. Keluhan pada pasien dengan episkleritis berupa

mata terasa kering dengan rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva

yang kemotik.

Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu

berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah

konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas

benjolan, akan memberikan rasa sakit yang menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis

bila dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat atau

dilepas dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit mulai dengan

episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau

beberapa bulan.Terlihat mata merah satu sector yang disebabkan melebarnya

pembuluh darah di bawah konjungtiva.

Episkleritis dapat sembuh sempurna atau bersifat residif yang dapat menyerang

tempat yang sama ataupun berbeda-beda dengan lama sakit umumnya berlangsung 4-

5 minggu. Penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya peradangan lebih dalam pada

sclera yang disebut sebagai skleritis.5

Skleritis

Skleritis biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik.Lebih sering

disebabkan penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout.Kadang-kadang

disebabkan tuberculosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing,

dan pasca bedah.

Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan.Skleritis

terjadinya tidak lebih sering dibanding episkleritis akan tetapi penyebabnya hampir

sama. Terdapat perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu

yang kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering

kambuh. Mata merah berair, fotofobia, dengan penglihatan menurun.

Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit sehingga diduga adanya selulitis

orbita.Skleritis tidak mengeluarkan kotoran.Pada skleritis terlihat benjolan berwarna

5

Page 6: novi baru

TinjauanPustaka

sedikit lebih biru jungga. Kadang-kadang mengenai seluruh lingkaran kornea,

sehingga terlihat sebagai skleritis anular.5

Etiologi

Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari

arah konjungtiva menuju cornea pada daerah interpalbera.Pterigium pertumbuhan berbentuk

sayap pada conjungtiva bulbi.Asal kata pterigium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron

yang artinya wing atau sayap. Insiden pterigium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di

daerah equator, yaitu 13,1%.1

Pterigium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara

yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu 

neoplasama, radang, dan degenerasi.5

Pterigiumtersebar didunia tetapi sering pada daerah panas, beriklim kering.Prevalensi pada

daerah equator kira kira 22 % dan kurang dari 2 % didaerah lintang diatas 40°C.Terdapat

beberapa penelitian yang menunjukkan frekwensi pterigium yang berhubungan dengan faktor

resiko.6

Penelitian case control di Australia , mengidentifikasi jumlah pterigium berdasarkan faktor

resiko, 44 x lebih banyak pada pasien bermukim di daerah tropis ( < dari lintang 30 o), 11 x

lebih banyak pada pekerja yang berhubungan dengan pasir,9 x pada pasien dengan riwayat

tanpa memakai kacamata atau sunglasses dan 2 x pada pasien tidak memakaitopi.Penelitian

lain menunjukkan frekwensi lebih tinggi pada laki laki.6

Selain itu , pterigium hanyaditemukan pada nelayan danpekerja di pedesaan. Penelitian ini

menunjukan bahwa pterigiumberhubungan erat dengan exposure ultraviolet.6

Menurut penelitian lain ultraviolet bukan penyebab utama pterigium , para pekerja yang

berhubungan dengan debu menunjukkan pekerja dilingkungan dalam rumah lebih tinggi

prevalensi pterigium daripada pekerja diluar rumah yang terpapapar radiasi ultraviolet.6

Penelitian yang lain menunjukkan pterigium pada pekerja las yang terpapapar sinar ultra

violet berhubungan dengan lamanya bekerja dan insiden pterigium.Dan penelitian yang lain

menunjukkan pterigium jarang pada pekerja las ( < 0,5 % ).6

6

Page 7: novi baru

TinjauanPustaka

Epidemiologi dan Faktor Resiko

Pterigium tersebar diseluruh dunia, tetapi lebih banyak didaerah iklim panas dan

kering.Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.Faktor yang sering mempengaruhi

adalah daerah dekat equator, yakni daerah <37° lintang utara dan selatan dari

equator.Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat equator dan kurang dari 2 % pada

daerah diatas 40° lintang.4Pasien dibawah umur 15 tahun jarang terjadi

pterigium.Prevalensipterigium meningkat dengan umur, terutama dekade ke 2 dan 3 dari

kehidupan.Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun.Rekuren lebih sering pada umur

muda dari pada umur tua. Laki laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan

dengan merokok, pendidikan rendah dan riwayat exposure lingkungan diluar rumah.4,6

Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet sinar

matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.6

Radiasi ultraviolet

Faktor resiko lingkungan yang utama timbulnya pterigium adalah ekspoure sinar

matahari.Sinar ultraviolet diabsorbsi cornea dan conjungtiva menghasilkan kerusakan

sel dan proliferasi sel. Letak lintang, waktu diluar rumah, penggunaan kacamata dan

topi juga merupakan faktor penting.

Faktor Genetik

Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterigium dan

berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga denganpterigium,

kemungkinan diturunkan autosom dominan.

Faktor lain

Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer cornea merupakan

pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limba defisiensi , dan saat

ini merupakan teori baru phatogenesis dari pterigium. Debu, kelembapan yang

rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus papilloma juga

penyebab dari pterigium.

Patogenesis

Etiology pterigium tidak diketahui dengan jelas.Namun karena lebih sering pada orang yang

tinggal di daerah ikim panas. Makagambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah

respon terhadap factor-factor lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultra violet),

7

Page 8: novi baru

TinjauanPustaka

daerah kering, inflamasi , daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan

lainnya.Pengeringan lokal dari kornea dan kojungtiva pada fissura interpalpebralis

disebabkan oleh karena kelainan tear film bisa menimbulkan pertumbuhan fibroblastic baru

merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering

medukung teori ini.1

Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor gene pada limbal basal stem cell.

Tanpa apoptosis, transforming growth factor – beta overproduksi dan menimbulkan proses

collagenase meningkat, sel sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan

degenerasi colagen dan terlihat jaringan subepithelial fibrovascular.Jaringan subconjungtiva

terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi jaringan granulasi vascular dibawah epithelium

yang akhirnya menembus cornea.Kerusakan pada cornea terdapat pada lapisan membran

bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskullar, sering dengan inflamasi ringan. Epithel

dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi dysplasia.7

Limbal stem cell adalah sumberregenerasi epithel cornea.Pada keadaan defiensi limbal stem

sel, terjadi conjungtivalization pada permukaan cornea.Gejala dari defisiensi limbal adalah

pertumbuhan conjungtiva ke cornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran

basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik.Tanda ini juga ditemukan pada pterigiumdan

karena itu banyak penelitian menunjukan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari

defisiensiatau disfungsi localized interpal pebral limbal stem sel. Kemungkinan akibat sinar

ultraviolet terjadi kerusakan stem seldi daerah interpalpebra.4

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukkan perubahan phenotype,

pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah

dibanding dengan fibroblas conjungtiva normal.Lapisan fibroblas pada bagian

pterigiummenunjukkan proliferasi sel yang berlebihan.Pada fibroblas pterigium menunjukkan

matrix metalloproteinase, dimana matrix metalloproteinase adalah extraselular matrix yang

berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah bentuk dan fibroblast

pterigium bereaksi terhadap TGF – β(transforming growth factor – β )berbeda dengan

jaringan conjungtiva normal, bFGF (basic fibrobloast growth factor) yang berlebihan, TNF –

α (tumor necrosis factor – α)dan IGF II.Hal ini menjelaskan bahwa pterigium cenderung terus

tumbuh, invasi ke stroma cornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.4

Dengan menggunakan anterior segmen fluorescein angiografi ditemukan peningkatan area

nonperfusi dan penambahan pembuluh darah di nasal limbus selama fase awal

8

Page 9: novi baru

TinjauanPustaka

pterigium.Sirkulasi CD34 + MNCs dan c–kit + MNCs meningkat pada pterigiumdibanding

dgn konjungtiva normal. Cytokin lokal dan sistemik, SP (Substance P), VEGF (Vascular

endothelial Growth Factor)dan SCF (Stem Cell Factor) pada pterigiummeningkat,

berhubungan dengan CD34+ dan Ckit + MNC. Hal ini menunjukan pada pterigium terlibat

pertumbuhan Endothelial Progenitor Cells (EPCs)dan hypoksia ocular yangmerupakan faktor

pencetus neovascularisasi dengan mengambil EPCs yang berasaldari sumsum tulang melalui

produksi cytokin lokal dan sistemik.7

Secara histopatologi dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukan proliferasi

fibrotik yangmenyimpang dibawah epitel pterigium , dengan epithel yang meluas ke

stroma.Pemisahan sel sel epitel pterigium menunjukan epithel dikelilingi sel sel fibroblast

yang aktif.Karakteristik dari E–cadherin, penumpukan β–catenin di intranuklear dan

lymphoid factor-1 meningkat pada epitel pterigium.Sel epitel meluas ke stroma pada α– SMA

/ vimentin dan cytokeratin 14.Kesimpulannya bahwa epithel mesenchymal transition terlibat

dalam patogenesis pterigium.β Catenin meningkat pada pterigium dan PFC (Pterygial

fibroblast) dibandingkan pada conjungtiva normal. β Catenin berperan penting dalam

pathogenesis pterigium.7

Gejala Klinis

Pterigum lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja diluarrumah.Muncul sebagai

lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yangmeluas ke kornea pada daerah fissure

interpalpebralis. Deposit besi dapa dijumpai pada bagian epitelkornea anterior dari kepala

pterigium (stoker’s line).7,8

Kira kira 90 % pterigium terletak didaerah nasal. Nasal dan temporal pterigium dapat

terjadisama pada mata, temporal pterigium jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat,

tetapi jarang asimetris.Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga

menutupi visual axis, menyebabkan penglihatan kabur.2,4

Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu :body , apex (head) dan cap. Bagian segitiga yang

meninggi pada pterigium dengan dasarnya kearah kantus disebut “body”,sedangkan bagian

atasnya disebut “apex“,dan kebelakang disebut “cap “. A subepithelial cap atauhalo timbul

pada tengah apex dan membentuk batas pinggir pterigium.6

9

Page 10: novi baru

TinjauanPustaka

Pterigium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi 2 type yaitu progresif dan regresif

pterigium :4

Progresif pterigium : tebal dan vascular dengan beberapa infiltrate di cornea di depan

kepala pterigium (disebut cap dari pterigium).

Regresif pterigium : tipis, atrofi, sedikit vascular. Akhirnya menjadi membentuk

membran tetapi tidak pernah hilang. Pada fase awal pterigium tanpa gejala , tetapi

keluhan kosmetik. Gangguan penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai daerah

pupil atau menyebabkan cornea astigmatisma menyebabkan pertumbuhan fibrosis

pada tahap regresif. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya

pergerakan mata.

Pterigium dapat dibagi kedalam beberapa tipe:

Type I : meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker line atau deposit besi dapat dijumpai

pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis, meskipun sering

mengalami infamasi ringan. Pasien yang memakai lensa kontak dapat mengalami

keluhan lebih cepat.8

Type II ; mentupi kornea sampai 4 mm dapat primer atau rekuren setelah operasi,

berpengaruh dengan tear film dan menimbulkan astigmatisma.8

Pada awal proses penyakit, pterigium biasanya asimtomatis. Namun pterigium juga dapat

memberikan keluhan mata kering (seperti terbakar atau gatal dan berair), iritatif, merah, dan

memberikan keluhan gangguan penglihatan.Sejalan dengan progresivitas penyakit, lesi

bertambah besar dan kasat mata sehingga secara kosmetik mengganggu pasien. Pertumbuhan

lebih lanjut, lesi menyebabkan gejala visual karena terjadinya astigmatisma ireguler.9

Keluhan lain yang mungkin didapat dari pasien adalah rasa mengganjal di mata seperti ada

benda asing.2

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan massa jaringan kekuningan akan terlihat pada lapisan luar

mata (sklera) pada limbus, berkembang menuju ke arah kornea dan puncak pada permukaan

kornea. Sclera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi dan

peradangan.1

Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea yang tertutup oleh

pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi klinis menurut  Youngson ):

Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea

10

Page 11: novi baru

TinjauanPustaka

Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm

melewati kornea

Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi pinggiran

pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm)

Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.1

Penatalaksanaan

Pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium yang mengalami inflamasi,

pasien dapat diberikan obat tetes anti inflamasi golingan steroid dan nonsteroid seperti

indomethacin 0,1% dan sodium diclofenac 0,1%. Diperhatikan juga bahwa penggunaan

kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau

mengalami kelainan pada kornea.10

Selain penatalaksanaan secara konservatif, pterigium dapat pula dilakukan tindakan bedah

atas indikasi. Indikasi operasinya adalah:10

1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus

2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil

3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau karena

astigmatismus

4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.

Terapi supportif yang bisa diberikan adalah artificial tear tetes karena salah satu keluhan dari

pterigium adalah kekeringan pada mata (dry eye). Penggunaan kacamata pelindung dan topi

terbukti dapat mengurangi keluhan dan mencegah terjadinya pterigium.1

Komplikasi

Komplikasi pterigium termasuk:10

Distorsi dan penglihatan sentral berkurang.

Merah.

11

Page 12: novi baru

TinjauanPustaka

Iritasi.

Scar (parut ) kronis pada konjungtiva dan kornea.

Pada pasien yang belum excisi, scar pada otot rectus medial yang dapat menyebabkan

diplopia.

Pada pasien dengam pterigium yang telah dieksisi, scar atau disinsersi otot rektus

medial dapat juga menyebabkan diplopia.

Komplikasi post eksisi pterigiumadalah :10

Infeksi, reaksi bahan jahitan (benang), diplopia, scar cornea, conjungtiva graft

longgar, dan komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous

hemorrhage atau retinal detachment.

Penggunaan mytomicin C post operasi dapat menyebabkan ectasia atau melting pada

sklera dan kornea.

Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium

postoperasi. Simple excisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira kira 50 – 80

%. Dapat dikurangi dengan tekhnik conjungtiva autograft atau amnion graft.

Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epithel diatas

pterigium yang ada.

Prognosis

Pterigium adalah suatu neoplasma jinak.Umumnya prognosis baik.Kekambuhan dapat

dicegah dengan kombinasi operasi sitostatik tetes mata atau Beta radiasi.Eksisi pada

pterigium pada penglihatan dan kosmetik adalah baik. Pada umumnya setelah 48 jam pasca

operasi pasien bisa memulai aktivitasnya. Pasien dengan pterygium yang kambuh lagi dapat

mengulangi pembedahan eksisi dan grafting dengan konjungtiva atau

limbal autografts atau transplantasi membran amnion.10

Kesimpulan

Pterigiummerupakanpertumbuhanepitelkonjungtivabulbidanjaringanikatsubkonjungtivapada

matadandapatmenganggu penglihatan. Pterigium perlu dibedakan dengan jenis penyakit mata

merah visus normal lainnya pseudopterigium, pinguekula, episkleritis, dan skleritis yang

12

Page 13: novi baru

TinjauanPustaka

memberikan gejala yang hampir sama dengan pterigium. Penyebab pterigium tidak diketahui

secara pasti dan diduga merupakan proses degenerasi. Pengobatan umumnya tidak terlalu

diperlukan, eksisi pada pterigium hanya dilakukan jika pertumpuhan pterigiumsudah

mengganggu penglihatan dan estetika.

DaftarPustaka

1. Mulyani E, Susilowati D. DistribusidanKarakterisitikPterigium di Indonesia. Jakarta:

Buletin Penelitian Sistem Kesehatan; 2011. H.14, 84–49.

2. Gazzard G, Saw SM, FarookM, Koh D, Wijaya D,et all. Pterigiumin Indonesia;

revalence, severity and risk factors. British Journal of Ophthalmology; 2002. P.8-12.

3. Gleade J. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.

H.44-5.

4. Donald T, et all. Pterigium, Clinical Ophthalmology - An Asian Perspective. Chapter

3. Singapore: Saunders Elsevier; 2005. P.207-14.

5. Ilyas HS. Ilmu penyakit mata. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. H.116-

20.

6. Waller GS, Adams PA. Pterigium. Duane ‘ s Clinical Ophthalmology. Chapter 35,

Vol: 6, Revised Edition. Lippincot Williams & Wilkins; 2004. P.1-10.

7. Leo JK, Song YS. Endothelial Progenitor Cells in Pterigium Pathogenesis in Eye.

Volume 21, Issue 9. 2007. P.1186-93.

8. Kanski JJ. Pterigium, Clinical Ophthalmology a Systematic Approach. Chapter 4.

Butterworth Heinemann Elsevier; 2007.P.242-5.

9. Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium.2010. P.37-8.

10. Soewono W, Oetomo MM, Eddyanto. Pterigium in: Pedoman Diagnosis dan Terapi.

Edisi III.Jakarta: Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata;2006. P.102-4.

13