non ulser coated tongue
Post on 13-Dec-2015
40 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien seorang wanita berusia 31 tahun datang ke klinik bagian Penyakit
Mulut, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran. Pasien tersebut
didiagnosa coated tongue berdasarkan anamnesa dan gambaran klinisnya, yaitu
pada bagian atas lidah terasa kotor, berwarna putih, sejak ±7 tahun lalu, tidak
terasa sakit namun terasa kasar dan tidak nyaman di mulut. Hal ini disertai dengan
perasaan nafas berbau tidak sedap.
Menurut Ghom (2010) Coated tongue atau disebut juga dengan hairy
tongue adalah suatu pertumbuhan berlebih pada paila filiformis pada dorsum
lidah, yang membuat permukaan lidah terlihat seperti berambut. Coated tongue
ditandain dengan akumulasi keratin pada papila filiformis pada dorsal lidah.
Coated tongue seringkali terlihat pada dewasa yang sehat, sebagian pada pasien
edentulous, diet lunak, orang-orang dengan oral hygiene buruk atau mereka yang
berpuasa. Lidah dapat tertutup oleh debris putih khususnya pada pasien yang
mempunyai oral hygiene buruk atau dehidrasi (Scully, 2013). Pemeriksaan
intraoral pada pasien tersebut pun ditemukan hal serupa, yaitu selaput putih tebal
di bagian tengah lidah menuju pangkal lidah, tidak meninggalkan jaringan eritema
bila dikerok. Keadaan ini disertai dengan kebersihan mulut dari pasien tersebut
buruk, karena terdapat kalkulus yang tebal yang menutupi 2/3 lingual gigi anterior
rahang bawah dan pada bagian posterior pun terdapat kalkulus namun tidak
sebanyak anterior. Pasien pun pada seminggu sebelumnya baru saja dilakukan
1
pencabutan, sehingga setelah pencabutan pasien diresepkan dan meminum
antibiotik. Coated tongue ini tidak berbahaya, namun terkadang hal tersebut
seringkali menjadi masalah yang mengganggu, dan dapat terjadi pada pria
maupun wanita (AAOMP, 2005).
Menurut Jinsung (2012), Ketebalan dari tongue coating dibagi menjadi tiga,
yaitu tidak ada selaput (no coating), selaput tipis (thin coating), dan selaput yang
tebal (thick coating). Klasifikasi coating yang terjadi pada pasien ini termasuk thin
coating atau selaput tipis, karena selaput yang menutupi lidah terlihat samar dan
badan lidah masih dapat terlihat.
Coated tongue ini secara klinis terlihat sebagai lapisan berwarna putih, kuning,
atau kecoklatan di atas permukaan lidah. Warna dari coating tergantung pada
berbagai faktor, seperti penggunaan tembakau, dan kebiasaan diet (Fields and
Longman, 2004). Menurut Jordan (2004), coating pada lidah terdapat beberapa
variasi warna, yaitu putih, kuning hingga coklat, dan hitam. Kriteria coated tongue
pada pasien ini termasuk coated tongue berwarna putih, karena selaput yang
terbentuk pada pasien ini masih berwarna putih, dan pada pasien ini mempunyai
faktor predisposisi berupa oral hygiene yang buruk dan pasien menyangkal untuk
konsumsi teh dan kopi, bahkan merokok atau agen-agen yang dapat mengiritasi
dan mempengaruhi warna pada coating tersebut.
Coated tongue dapat terjadi dengan adanya faktor predisposisi yaitu lesi
oral yang menyebabkan demam, nyeri, oral hygiene yang buruk, dehidrasi, dan
diet lunak (Laskaris, 2006). Selain itu menurut Ghom (2010), penggunaan obat-
obatan tertentu seperti penicillin dan aureomycin, oral hygiene yang buruk dapat
2
memicu terjadinya hal tersebut. Pada pasien ini kemungkinan faktor predisposisi
yang melibatkan terjadinya coated tongue adalah dari oral hygiene yang buruk
seperti terdapat kalkulus dan plak terutama pada bagian anterior lingual rahang
bawah, adanya sisa akar pada gigi 37 dan 47, dan juga terdapat 3 gigi yang telah
diekstraksi pada rahang atas. Selain itu penggunaan obat-obatan seperti penicillin
yang diresepkan pada pasien ini pasca ekstraksi gigi 27 pada 7 hari yang lalu
dapat memicu terjadinya coated tongue tersebut. Hilangnya beberapa gigi pada
pasien tersebut juga dapat memicu terjadinya coated tongue karena pasien
cenderung melakukan diet lunak, sehingga rangsang mekanis dalam pembersihan
mulut menjadi berkurang. Coating ini biasanya muncul dari epitelial, debris
bakteri dan makanan, yang terkumpul karena tidak adanya pembersihan secara
mekanis. Pasien dengan usia lebih tua memiliki prevalensi yang lebih sering untuk
coated tongue daripada pasien dengan usia lebih muda. Perubahan pola diet,
ketidakmampuan fisik untuk menjaga oral hygiene dengan baik, dan penurunan
jumlah aliran saliva akan menyebabkan akumulasi dari debris oral (Scully, 2013).
Defisiensi nutrisi seperti asam folat, zat besi, dan vit B12 pun bisa memicu
terjadinya coated tongue (Ellis, 2005). Pada pasien ini suspek pasien mengalami
defisiensi nutrisi terlihat dari pasien yang sering mengalami sariawan apalagi jika
terkena trauma sedikit saja pada mukosa mulut, mukosa yang terkena tersebut
dalam beberapa hari akan terjadi ulser. Sehingga pasien ini mempunyai suspek
defisiensi nutrisi yang dapat juga memicu terjadinya coated tongue.
Jika dilihat dari tampak klinis pada pasien tersebut, yaitu terdapatnya
selaput tebal berwarna putih tanpa meninggalkan daerah eritem jika dilakukan
3
pengerokan dan kalkulus yang cukup tebal pada bagian anterior lingual rahang
bawah, hal tersebut memperlihatkan bahwa adanya penyakit periodontal pada
pasien ini sehingga hal tersebut bisa memperparah ketebalan dari coated tongue
pada pasien ini. Menurut Danser et al (2003), dikatakan bahwa bahwa ketebalan
coated tongue akan semakin bertambah pada pasien penderita penyakit
periodontal. Leukosit meningkat pada saliva pasien dengan penyakit periodontal,
dan leukosit akan terakumulasi pada permukaan lidah. Coated tongue ini
disebabkan oleh adanya pemanjangan dari papilla filiformis, yaitu 3-4 mm,
akumulasi dari bakteri, debris makanan, leukosit dari poket periodontal, dan
deskuamasi sel epitel. Selaput ini dapat hilang pada pengerokan tanpa
meninggalkan daerah eritem (Danser, et al, 2003; Laskaris, 2006).
Terapi yang dilakukan adalah memberikan perawatan pada penyakit yang
mendasarinya dan meningkatkan oral hygiene (Scully, 2013; Laskaris, 2006).
Umumnya perawatan yang paling efektif pada kondisi ini yaitu penggunaan
tongue scraper 2 kali sehari selama 2 menit (Ghom, 2010; Fields and Longman,
2004). Menghentikan atau mengurangi kebiasaan yang dapat menyebabkan iritasi
pada permukaan lidah, biasanya dapat membantu mengurangi masalah tersebut.
(Scully, 2013). Menurut Ghom (2010), semua faktor predisposisi yang
menyebabkan timbulnya coated tongue harus dihilangkan. Aplikasi topical
keratolytic, aplikasi bahan topikal keratolitik seperti podophyllum pada aseton dan
suspensi alkohol juga cukup efektif, bahan tersebut dapat membantu deskuamasi
papila hiperkeratotik. Sedangkan menurut Fields dan Longman (2004),
4
mouthwash dengan kandungan asam askorbat juga dapat membantu, terutama jika
dikombinasikan dengan sikat lidah.
Terapi pada pasien ini yang diberikan pada kunjungan pertama adalah
menghilangkan faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya coated tongue.
dan meningkatkan oral hygiene, yaitu instruksi untuk menjaga kebersihan
mulutnya dengan menyikat gigi 2x sehari pada pagi setelah sarapan dan malam
sebelum tidur dan menggunakan pembersih lidah atau tongue scraper setelah
pasien menggosok gigi. Menurut Fields and Longman (2004), umumnya
perawatan yang paling efektif pada kondisi ini yaitu penggunaan tongue scraper
sehari-hari, alat tersebut dapat mengangkat sel keratin yg mati dari permukaan
lidah. Selain itu, pasien juga diinstruksikan untuk makan makanan berserat (fiber
food) dan mengandung Vit B12 (daging-dagingan), zat besi (sayur-sayuran hijau),
dan asam folat (kacang-kacangan) untuk menunjang nutrisinya dan membantu
untuk meningkatkan rangsang mekanis dari makanan berserat, karena menurut
cully (2013) coating ini biasanya muncul dari epitelial, debris bakteri dan
makanan, yang terkumpul karena tidak adanya pembersihan secara mekanis.
Pasien juga diresepkan chlorhexidine gluconate 0,2% untuk sariawan post
eksraksi pada gigi 27. Pasien lalu diintruksikan kembali untuk kontrol 1 minggu
agar diketahui tingkat keberhasilan perawaatan dan mengetahui apakah instruksi
yang diberikan kepada pasien dilakukan dengan baik atau tidak, dan memberikan
edukasi pada pasien bahwa kondisi ini tidak berbahaya (Scully, 2013).
Setelah 1 minggu, pasien datang untuk melakukan kontrol dan pasien
merasa lidahnya sekarang sudah tidak terasa kotor dan lebih nyaman, saat
5
berbicara lebih percaya diri karena tidak terasa berbau lagi dan lebih segar. Tetapi,
selaput putih masih ada dan menipis di bagian tengah lidah menuju pangkal lidah.
Sariawan pada gusi kiri atas belakang pun sudah membaik dan tidak terasa perih
lagi setelah 7 hari pemakaian chlorhexidine gluconate 0,2%. Namun, pasien pun 5
hari sebelumnya baru dilakukan ekstraksi untuk gigi posterior atas kanan,
sehingga terdapat sariawan kembali dikarenakan pencabutan tersebut. Sehingga
instruksi lanjutan penggunaan tongue scraper, dan makan makanan berserat dan
mengandung zat besi, asam folat, dan vit B12. Pasien pun diinstruksikan untuk
kontrol kembali 1 minggu kemudian.
Setelah 3 minggu dari kontrol pertama, setelah lidah rutin dibersihkan
setiap sehabis menyikat gigi pagi sesudah sarapan dan malam sebelum tidur, dan
pasien mengkonsumsi makanan berserat dan mengandung zat besi, asam folat dan
vit B12, lidah terasa lebih bersih dibandingkan saat pertama datang. Berdasarkan
pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien cukup memiliki
tingkat kepatuhan yang baik sehingga meningkatkan kemungkinan kesembuhan
pada pasien.
Setelah itu pasien diberi wawasan mengenai etiologi dari coated tongue,
seringkali terlihat pada dewasa yang sehat, sebagian pada pasien edentulous, diet
lunak, orang-orang dengan oral hygiene buruk atau mereka yang berpuasa
(Scully, 2013). Sehingga pasien dapat mengerti bahwa setiap instruksi yang
diberikan pada pasien memiliki alasan yang cukup kuat untuk dilakukan rutin
yang bertujuan untuk mencegah munculnya coated tongue kembali.
6
top related