musik sebagai media perlawanan dan kritik sosial...
Post on 02-Mar-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MUSIK SEBAGAI MEDIA PERLAWANAN DAN
KRITIK SOSIAL
(ANALISIS WACANA KRITIS ALBUM MUSIK 32
KARYA PANDJI PRAGIWAKSONO)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)
Oleh:
MUHARAM YULIANSYAH
NIM: 1110051000010
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015 M
i
ABSTRAK
Muharam Yuliansyah
1110051000010
Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis
Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono)
Musik selain sebagai sarana hiburan juga sebagai media dalam
menyampaikan pesan-pesan berupa kritik sosial dan perlawanan yang
menggambarkan realitas sosial di masyarakat. Hal itu pula yang melatarbelakangi
Pandji Pragiwaksono untuk menggunakan musik hiphop/rap sebagai media untuk
menumpahkan keresahannya mengenai kritik dan perlawanan terhadap kondisi
sosial politik di Indonesia menyambut pemilu 2014. Album 32 adalah album
keempat Pandji yang sarat bertemakan kritik sosial dan politik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan mayornya adalah
Bagaimana bentuk perlawanan dan kritik sosial yang diwacanakan dalam album
32? Kemudian pertanyaan minornya adalah model analisis dan teori apa yang
digunakan dalam penelitian ini? Apa saja factor-faktor yang melatarbelakangi
Pandji Pragiwaksono dalam membuat album 32?
Dalam album 32 sangat kuat sekali bentuk perlawanan dan kritik sosial
terhadap hegemoni Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014. Perlawanan itu
ditujukan kepada partai-partai politik dan politisi-politisi di tanah air yang
menggunakan kebangkitan dan semangat Orde Baru untuk meraih simpati dan
dukungan dari masyarakat. Selain itu kritik sosial juga ditujukan kepada rakyat
Indonesia yang masih terbelenggu dan terjebak dalam romantisme dan hegemoni
Orde Baru. Bentuk perlawanan dan kritik sosial itu dituangkan dalam lagu-lagu
dalam album 32, seperti lagu Menolak Lupa, Terjebak, Demokrasi Kita, Pemuda
Bodoh dan Berani Mengubah
Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis model Teun A.Van Dijk.
Modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan
struktur dan proses terbentuknya teks. Van Dijk melihat bahwa wacana bukan
hanya sebidang teks kosong tanpa makna yang dianggap sudah mewakili
kebenaran saat struktur pembentuk bahasa (sintaksis dan semantik) telah
dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat bahwa wacana merupakan
sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu yang ingin disampaikan
pembuatnya. Selain itu teori hegemoni Antonio Gramsci juga digunakan untuk
meneliti perlawanan atas hegemoni Orde Baru.
Kognisi sosial dan pengalaman pribadi Pandji Pragiwaksono menentukan
pesan yang ingin disampaikan dalam album ini yaitu perlawanan dan kritik sosial
terhadap hegemoni Orde Baru. Selain itu juga konteks sosial yang terjadi pada
saat lagu-lagu dalam album 32 diciptakan juga menentukan tema sentral dalam
album ini.
Kesimpulannya, album 32 sangat kental sekali wacana perlawanan dan
kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014. Hal
itu tergambar dalam teks (lirik-lirik lagu), hasil kognisi sosial dari pencipta lagu
(pembuat teks) dan konteks sosial yang terjadi pada saat album ini dibuat.
Keywords: Album 32, perlawanan, kritik sosial, wacana, dan hegemoni.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulilahirabbil’alamin, segala puji hanya milik Allah SWT, atas
segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik. Meskipun banyak kendala-kendala
yang penulis hadapi di tengah perjalanan dan terkadang menjadi beban dan
penghambat proses bagi penulis. Tetapi semua ini penulis jadikan sebagai
pembelajaran dan pengalaman yang sangat berharga. Dengan usaha dan kerja
keras, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul “Musik
Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial (Analisis Wacana Kritis Album 32
Karya Pandji Pragiwaksono)”.
Menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari
dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung
maupun tidak langsung selama penyusunan skripsi ini. Terutama kepada kedua
orang tua yang tak pernah bosan mendoakan anaknya dalam sujud mereka,
memperjuangkan anaknya dengan keringat, doa dan air mata, selalu memberikan
nasihat dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kelancaran penelitian ini :
1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Wadek I bidang akademik.
Dr. Hj. Roudhonah, MA, selaku Wadek II bidang administrasi umum. Drs.
Suhaimi, M.Si, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.
iii
2. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku ketua jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, beserta Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si selaku sekretaris
jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Dr. Rulli Nasrullah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membantu penulis hingga skripsi ini terselesaikan. Terima kasih atas
kesabaran, kemurahan hati, dan kesediaannya memberikan waktu serta
pengarahan pada penulisan skripsi ini.
4. Kepada segenap Dosen Fakultas dakwah dan Komunikasi beserta seluruh
staf karyawan yang telah mendidik dan memberikan ilmunya dengan baik
serta telah membantu peneliti selama perkuliahan.
5. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur
sebagai referensi dalam penyusunan skripsi ini.
6. Pandji Pragiwaksono selaku musisi dan pencipta lagu dalam album 32
yang sudah meluangkan waktunya dan memberikan kesempatan untuk
wawancara terkait penelitian Album 32.
7. Ayahanda Kasan Jaya dan Ibunda Yati Nurhayati, yang tak pernah lelah
memberikan semangat dan nasihatnya kepada penulis.
8. Best Partner, Nurpadilah Pitriyanti terima kasih atas dukungan, semangat,
nasihat, kesabarannya dan semuanya.
9. Untuk sahabat-sahabat perjuangan penulis semua kawan-kawanku di KPI
A 2010, dan teman-teman dari KKN AKASIA yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya
kurang lebih 4 tahun untuk membuat cerita yang indah.
iv
10. Terakhir terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis
yang tidak dapat sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa
terima kasih penulis.
Penulis sadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan.
Oleh karena itu, penulis menyadari pentinganya kritik dan saran yang bersifat
membangun agar dapat menjadi masukan di masa mendatang. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis, dan pihak lain pada
umumnya.
Jakarta, Mei 2015
Muharam Yuliansyah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ................................................................ 7
E. Metodologi Penelitian ............................................................. 8
F. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 13
G. Sistematika Penulisan ............................................................. 16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Analisis Wacana ...................................................................... 18
1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) ....... 19
2. Model Analisis Wacana Kritis Teun Van Dijk ................... 24
B. Musik ...................................................................................... 31
1. Pengertian Musik ............................................................... 33
2. Lagu Sebagai Wacana ........................................................ 36
C. Ideologi dan Hegemoni ........................................................... 38
1. Pengertian Ideologi ........................................................... 38
2. Pengertian Hegemoni ........................................................ 43
D. Cultural Studies dan Budaya Populer ....................................... 46
1. Pengertian Cultural Studies ............................................... 46
2. Pengertian Budaya Populer ............................................... 48
3. Budaya Populer Sebagai Medium Melawan Hegemoni ..... 50
BAB III DESKRIPSI UMUM SUBJEK PENELITIAN
A. Karir Bermusik Pandji Pragiwaksono ...................................... 54
B. Deskripsi Umum Album 32 .................................................... 57
C. Album Musik dan Penghargaan .............................................. 59
1. Album Musik .................................................................... 59
2. Prestasi dan Penghargaan .................................................. 61
vi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Analisis Teks Album 32 .......................................................... 62
1. Struktur Makro ................................................................. 62
2. Superstruktur .................................................................... 68
3. Struktur Mikro .................................................................. 80
B. Analisis Kognisi Sosial Album 32 ........................................... 90
C. Analisis Konteks Sosial Album 32........................................... 97
1. Kekuasaan ........................................................................ 98
2. Akses ................................................................................ 100
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 103
B. Saran ............................................................................................ 105
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 107
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1. Skema Penelitian dan Metode Van Dijk................................. 26
2. Tabel 2. Metode Analisis Wacana Van Dijk ........................................ 26
3. Tabel 3. Struktur/Elemen Analisis Teks ............................................. 28
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketika berbicara seni, maka yang terbayang adalah sebuah keindahan. Seni
sendiri dalam bahasa Inggrisnya disebut art yang berarti indah. Quraish Shihab
mengatakan bahwa seni merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang
mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia
didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah apapun jenis keindahan
itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia, atau fitrah yang dianugerahkan
Allah SWT kepada hamba-hambanya.1
Namun memaknai seni (art) sebagai sebuah keindahan belaka, apalagi
keindahan yang sifatnya artificial saja itu sama dengan mereduksi makna dari arti
seni itu sendiri. Seni pada unsurnya yang paling fundamental adalah justru untuk
mengungkapkan, mengekspresikan realitas yang sebenarnya. Namun, ketika dia
direduksi menjadi sebatas keindahan saja, seringkali justru menjadi alat untuk
menyembunyikan dan menghilangkan realitas yang sesungguhnya.
Smiers dalam bukunya Art Underpressure memaparkan bahwa seni
merupakan arena perjuangan dan perlawanan :
“Seni adalah juga bagian dari perjuangan sosial melalui ekspresi-
ekspresi, kesenangan, kemarahan hasrat, kehalusan budi, kekuasaan, sinisme,
atau ketakutan yang dapat dibagikan melalui sebuah media berupa karya
kepada khalayak.”2
1 M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat,
(Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h. 385 2 Joost Smieers, Art Under Pressure, (Yogyakarta: Insist Press, 2009) h. 5
2
Pada makna dan fungsinya yang prinsipil, seni lebih dari sekedar
keindahan. Di balik makna dasarnya itu, seni juga merupakan medium
perlawanan. Bahkan makna perlawanan inilah yang paling melekat dalam seni.
Sebab, karakter seni berbeda dengan karakter politik. Kalau politik lebih
menekankan pada establishment, kemapanan dan ketetapan. Maka sebaliknya seni
justru berusaha untuk menggugat kemapanan dan status quo. Resistensi seni ini
nampak paling nyata ketika ia berhadapan dengan kekuasaan. Ketika menghadapi
sistem kekuasaan yang diktator, otoriter, tirani dan anti perubahan, seni
merupakan media paling depan dalam menyuarakan pentingnya pembebasan dan
perubahan.3
Salah satu media seni dan sastra yang cukup sering dijadikan media dalam
mengungkapkan realitas sosial, ketidakadilan dan perlawanan adalah seni musik.
Musik merupakan perilaku sosial yang kompleks dan universal yang didalamnya
memuat sebuah ungkapan pikiran manusia, gagasan, dan ide-ide dari otak yang
mengandung sebuah sinyal pesan yang signifikan. Pesan atau ide yang
disampaikan melalui musik atau lagu biasanya memiliki keterkaitan dengan
konteks historis. Muatan lagu tidak hanya sebuah gagasan untuk menghibur, tetapi
memiliki pesan-pesan moral atau idealisme dan sekaligus memiliki kekuatan
ekonomis. Musik adalah salah satu media paling ampuh untuk menyampaikan
kritik sosial.
Dalam khasanah kesenian Islam, musik muncul sebagai wakil dalam
kesenian masyarakat. Kesenian Islam yang lebih menitikberatkan pada moral dan
religius menjadi sebuah media yang cukup efektif dalam pembelajaran rakyat
3 http://moxeb.blogspot.com/2011/11/seni-sebgai-medium-perlawanan.html diakses pada tanggal
12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB
3
yang kritis, sebagai sebuah ekspresi dalam menyuarakan kebenaran dalam proses
transformasi sosial.4
Untuk mengekspresikan emosi manusia dalam musik, yang paling
mengena memang lewat vocal atau lirik lagu, daripada alat musiknya, seperti yang
dinyatakan Alan P. Merriam:
“One of the obvious sources for understanding of human
buheaviour in connection with musik is the song text. Texts, of course, are
language behavior rather than musik sound, but they are an inthegral part
of mush and there is clear-out evidence that the language used in
connection with musc differs from that of ordinary discourse.”5
Mencermati pernyataan Meriam tersebut, ia menyatakan bahwa untuk
mengetahui perilaku manusia, salah satunya dalam pengungkapan ekspresi
melalui musik dapat diketahui dari lirik atau teks lagunya. Lebih lanjut Meriam
menyatakan bahwa teks lagu dapat digunakan sebagai alat untuk memecahkan
masalah yang mengganggu suatu masyarakat. Ketika teks lagu dapat mengambil
bentuk ejekan atau rasa malu, ini juga dapat sebagai pembebasan psikologis bagi
mereka yang terlibat di dalamnya.6
Musik diketahui memiliki fungsi komunikasi. Melalui lagu, musisi
menjadikan musik sebagai media komunikasi untuk menyampaikan apa yang ada
dalam benaknya. Ada banyak nama-nama besar yang menumpahkan ekspresi
pemberontakannya melalui musik dan itu ditandai dengan munculnya perubahan
akibat aksi artistiknya tersebut. Sebut saja nama-nama seperti John Lennon, Billie
Holiday, Bob Dylan, Bob Marley, The Doors, The Clash, The Exploited, The
Who dan yang lainnya yang turut mewarnai lahirnya musik-musik bernuansa
4 Abdurrahman al-Baghdadi, Seni dalam pandangan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h.
63-64 5 Alan P. Merriam, The Antrofology of music, (North Western University Press, 1964), h. 187.
6 Alan P. Merriam, The Antrofology of music, h. 201
4
rebel. Di Indonesia sendiri banyak musisi yang menelurkan lagu-lagu yang
bertemakan perlawanan dan kritik sosial terlebih ketika berada di suatu zaman
yang susah untuk berekspresi dan penuh dan kekangan (baca: Orde Baru).
Sebut saja Iwan Fals yang sering membawakan lagu kritik sosial, baik
bersama Swami, Kantata Takwa, maupun secara solo. Beberapa karyanya antara
lain Siang Seberang Istana, Surat Untuk Wakil Rakyat, ataupun Bongkar. Selain
Iwan Fals, pada dekade 1990-an juga ada Slank yang kerap membawakan lagu
bertema kritik sosial. Bahkan pada tahun 2008, Slank pernah bikin gerah anggota
DPR lewat lagu Gossip Jalanan.
Begitupun dengan saat ini, adalah Pandji Pragiwaksono seorang musisi
(rapper), komedian (komika) dan juga penulis yang disetiap karya-karyanya
banyak memuat pesan-pesan perubahan sosial, perlawanan terhadap ketidakadilan
dan juga kritik sosial.
Pandji Pragiwaksono sudah mengeluarkan 4 album rap dan kebanyakan
tema dalam lagu-lagu yang dia ciptakan adalah bertemakan nasionalisme, kritik
sosial, dan perubahan sosial. Album hip hop pertamanya yang berjudul
Provocative Proactive dirilis pada Maret 2008, disusul dengan album berjudul
You'll Never Know When Someone Comes In And Press Play On Your Paused Life
yang dirilis pada 2009, Merdesa pada 2010, dan 32 pada 2012 (Pragiwaksono,
2009).
Dalam salah satu wawancara berjudul “Hip hop: Media Protes yang
Membantu Saya” yang dilakukannya dengan hiphopindo.net, Pandji menegaskan
bahwa hip hop adalah media protes yang ampuh untuk menyuarakan ragam
5
kegelisahannya terhadap berbagai permasalahan krusial di Indonesia, seperti
demokrasi, nasionalisme, sosial, politik, budaya, dan pendidikan.7
Album 32 merupakan album yang sarat dengan tema sosial dan politik.
Album yang baru dirilis Pada tanggal 21 Mei 2012, bertepatan dengan 14 tahun
turunnya Soeharto. Pandji mengungkapkan “Konsep besar dari album 32 adalah
32 tahun rezim Soeharto yang berdampak kepada 32 tahun kehidupan saya.”8
Konsep besar itu dia tuangkan dalam lagu-lagu yang bernada perlawanan terhadap
hegemoni Orde Baru yang masih ada hingga saat ini, walaupun Orde Baru sudah
ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa dan politik pada tahun 1998.
Album 32 sangat relevan dengan kondisi sosial politik saat ini, dimana
Negara Indonesia yang kurang lebih sudah 16 tahun menjalani masa reformasi
sejak turunnya Soeharto (Orde Baru) yang pernah berkuasa selama 32 tahun,
tetapi justru sebagian rakyat Indonesia malah merindukan atau ingin kembali ke
masa Orde Baru, karena jengah dengan kondisi sosial saat ini yang ternyata tidak
lebih baik dibandingkan dengan masa Orde Baru. Selain itu juga album ini sangat
terkait dengan ramainya tahun-tahun politik (2012-2014) dimana rakyat Indonesia
akan melakukan pemilihan legislative dan presiden Indonesia di tahun 2014.
Menyambut pemilu 2014 ini, partai politik mulai menggunakan mesin-mesin
politiknya untuk meraih simpati masyarakat. Salah satu strategi untuk meraih
simpati masyarakat adalah dengan menggunakan nama besar Soeharto atau
program-program Orde Baru yang dianggap berhasil dan menyejahterakan
rakyatnya sebagai jargon-jargon kampanye mereka. Narasi dan wacana tersebut
7 http://hiphopindo.net/pandji-hip-hop-media-protes-yang-membantu-saya/ diakses pada tanggal
12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB 8 http://hiphopheroes.net/album-ke-4-pandji-pragiwaksono-32%E2%80%B3 diakses pada tanggal
12 januari 2015, pukul 14. 00 WIB
6
coba dilawan Pandji lewat album 32 yang sarat dengan tema perlawanan dan
kritik sosial atas kebangkitan dan romantisme masyarakat terhadap Orde Baru.
Berdasarkan data-data tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap lagu-lagu Pandji Pragiwaksono di album 32 yang secara
khusus memiliki signifikansi dengan tema sosial. Penelitian ini sekaligus juga
dilakukan untuk menganalisis situasi sosial di tengah masyarakat yang
memengaruhinya.
Maka dari itu, penulis akan menggunakan metode analisis wacana kritis
(Critical Discourse Analysis) sebagai cara untuk memahami wacana dan makna
dibalik album 32. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan
judul penelitian ini dengan “Musik Sebagai Media Perlawanan Dan Kritik Sosial
(Analisis Wacana Kritis Album 32 Karya Pandji Pragiwaksono).”
B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka penulis
membatasi masalah hanya pada lagu-lagu yang bertemakan perlawanan dan kritik
sosial pada album 32 karya Pandji Pragiwaksono, yaitu Menolak Lupa, Terjebak,
Demokrasi Kita, Berani Mengubah, dan Pemuda Bodoh.
Adapun rumusan masalah yang ingin dikemukakan adalah:
Bagaimana bentuk perlawanan dan kritik sosial yang diwacanakan dalam
lagu-lagu Pandji Pragiwaksono di album 32 dilihat dari analisis teks, kognisi
sosial dan konteks sosial?
7
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
Untuk mengetahui wacana dalam bentuk perlawanan dan kritik sosial
dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi akademis
dan praktis, yaitu:
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu
komunikasi, Khususnya menjadi tambahan referensi, dan peningkatan wawasan
akademis terutama bagi pengembangan penelitian kualitatif dan analisis wacana
kritis di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk
memberikan gambaran bagi khalayak terkait perihal musik sebagai media
perlawanan dan kritik sosial yang dibangun Pandji Pragiwaksono lewat lirik-lirik
lagunya, juga dapat menjadi masukan dan pertimbangan, khususnya bagi Pandji
Pragiwaksono dan musisi Indonesia lainnya. Selain itu dapat menambah wawasan
masyarakat luas yang tertarik pada topik tentang Pandji Pragiwaksono, musik,
perubahan sosial, dan penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana
kritis.
8
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma kritis
(critical paradigm). Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari pandangan
kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna
yang terjadi secara historis maupun intitusional. Paradigma kritis adalah semua
teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh
terhadap perubahan sosial. Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap
ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan
suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil.
Meskipun terdapat beberapa variasi teori sosial kritis seperti; feminisme, cultural
studies, posmodernisme -aliran ini tidak mau dikategorikan pada golongan kritis-
tetapi kesemuanya aliran tersebut memiliki tiga asumsi dasar yang sama.9
Pertama, semuanya menggunakan prinsip-prinsip dasar ilmu sosial
interpretif. Ilmuan kritis harus memahami pengalaman manusia dalam
konteksnya. Secara khusus paradigma kritis bertujuan untuk menginterpretasikan
dan karenanya memahami bagaimana berbagai kelompok sosial dikekang dan
ditindas. Kedua, paradigma ini mengkaji kondisi-kondisi sosial dalam usaha untuk
mengungkap struktur-struktur yang sering kali tersembunyi. Kebanyakan
teoriteori kritis mengajarkan bahwa pengetahuan adalah kekuatan untuk
memahami bagaimana seseorang ditindas sehingga orang dapat mengambil
tindakan untuk mengubah kekuatan penindas. Ketiga, paradigma kritis secara
sadar berupaya untuk menggabungakn teori dan tindakan (praksis). “Praksis”
9 Stephen W Littlejohn, Theories of Human Communication. Edisi ke-5, (Belmont-California:
Wadsworth, 1996), h.86
9
adalah konsep sentral dalam tradisi filsafat kritis ini. Menurut Habermas (dalam
Hardiman, 1993) praksis bukanlah tingkah-laku buta atas naluri belaka, melainkan
tindakan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Asumsi dasar yang ketiga ini
bertolak dari persoalan bagaimana pengetahuan tentang masyarakat dan sejarah
bukan hanya sekedar teori, melainkan mendorong praksis menuju pada perubahan
sosial yang humanis dan mencerdaskan. Asumsi yang ketiga ini diperkuat oleh
Jurgen Habermas (1983) dengan memunculkan teori tindakan komunikatif (The
Theory of Communication Action)
Secara ontologi, paradigma ini bersifat Historical Realism yaitu menilai
Realitas yang teramati merupakan realitas “semu” (virtual reality) karena telah
terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini, secara metodologis
paham ini mengajukan dialog dengan transformasi untuk menemukan kebenaran
realitas yang hakiki.10
Sedangkan secara epistemologi, paradigma ini lebih
menekankan subjektifitas dalam menentukan suatu ilmu pengetahuan, karena
nilai-nilai yang dianut oleh subjek atau pengamat ikut campur dalam menentukan
kebenaran tentang suatu hal.11
Lawrence Newman dalam Eriyanto (2011) mengatakan bahwa tujuan dari
penelitian dengan paradigma kritis ini adalah untuk menghilangkan keyakinan dan
gagasan palsu tentang masyarakat dan mengkritik system kekuasaan yang tidak
seimbang dan struktur yang mendominasi dan menindas orang.12
2. Metode Penelitian
10
Norman K. Denzin dan Egon Guba, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Penyunting Agus
Salim (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001) h. 41 11 Ibid, h. 41-42 12 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h.51
10
Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Metodologi
kualitatif sendiri bertujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang kenyataan
melalui proses berfikir induktif. Sedangkan pendekatan analisis yang digunakan
pada penelitian ini menggunakan analisis wacana yaitu seperangkat prinsip
metodologis yang luas, diterapkan pada bentuk-bentuk ujaran/percakapan dan
teks, baik yang terjadi secara alamiah maupun yang telah direncanakan
sebelumnya. Melalui analisis wacana, realitas sosial dianggap memiliki wajah
ganda dalam artian bahwa kebenaran bukan merupakan sesuatu yang bersifat
tunggal.
Model analisis wacana yang digunakan adalah model Teun A Van Dijk,
modelnya kerap disebut sebagai kognisi sosial terutama untuk menjelaskan
struktur dan proses terbentuknya teks. Menurutnya penelitian atas wacana tidak
cukup hanya hasil dari suatu praktek produksi yang harus diamati.13
Van Dijk melihat bahwa wacana bukan hanya sebidang teks kosong tanpa
makna yang dianggap sudah mewakili kebenaran saat struktur pembentuk bahasa
(sintaksis dan semantic) telah dipenuhinya. Lebih jauh dari itu Van Dijk melihat
bahwa wacana merupakan sebuah kajian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu
yang ingin disampaikan pembuatnya. Dengan menggunakan pendekatan analisis
inilah Van Dijk berusaha membongkar makna-makna yang secara implisit
terkandung dalam kesatuan wacana tersebut.
Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks, kognisi
sosial, dan konteks sosial. Analisis wacana Van Dijk menggunakan pendekatan
kritis dimana pandangan ini memiliki dasar teoritis dalam memandang hubungan
13 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.221
11
timbal balik antara peristiwa mikro (peristiwa verbal) dan struktur-struktur makro
yang mengondisikan perisatiwa makro. Bila digambarkan maka skema penelitian
dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:
Struktur Metode
Teks
Menganalisa bagaimana strategi
wacana yang dipakai untuk
menggambarkan seseorang atau
peristiwa tertentu
Tematik
Skematik
Semantic
Sintaksis
Stilistik
Retoris
Kognisi Sosial
Menganalisa bagaimana peristiwa
dipahami, didefinisikan dan ditafsirkan
dengan memasukan informasi yang
digunakan untuk menulis dari suatu
wacana tertentu.
Wawancara mendalam
Konteks Sosial
Menganalisa bagaimana wacana
digamabrkan teks dan konteks secara
bersama-sama dalam suatu proses
komunikasi.
Studi pustaka, penelusuran
Sejarah, dan Wawancara
12
3. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah musisi sekaligus pencipta lagu dalam album
32 yaitu Pandji Pragiwaksono.
b. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah lirik lagu dan pesan-pesan teks isi lagu pada
album musik 32 karya Pandji Pragiwaksono.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber
terkait yang berkenaan dengan permasalahan penelitian. Data primer bersumber
dari lirik-lirik yang terdapat dalam album 32, sedangkan data sekunder bersumber
dari observasi (literasi buku, internet, dan majalah) dan wawancara dengan Pandji
Pragiwaksono sebagai pencipta lagu dalam album 32.
5. Analisis Data
Sutrisno mengungkapkan bahwa “analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori,
menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.”14
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis wacana. Analisis
wacana lebih menekankan pada pemaknaan teks daripada unit kategori. Dasar dari
analisis wacana adalah interpretasi, karena analisis wacana merupakan bagian dari
14 Sutrisno, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 192
13
metode interpretative yang mengandalkan interprestasi dan penafsiran penulis.
Setiap teks pada dasarnya dapat dimaknai secara berbeda, dan dapat ditafisrkan
secara beragam.15
Dalam tahap ini, penulis akan memperhatikan data-data yang
terdapat dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono, kemudian ditafsirkan
penulis dengan disesuaikan pada kerangka analisis wacana yang dikemukakan
oleh Van Dijk. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi
wacana ke dalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks,
kognisi sosial, dan konteks sosial.
6. Teknik Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini merujuk kepada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi dkk, yang
diterbitkan CeQDA (Center for Quaity Development and Assurance).
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menemukan ada karya ilmiah yang
hampir sama, namun memiliki perbedaan pada fokus permasalahan penelitian dan
ada juga yang berbeda metode analisisnya. Karya ilmiah tersebut yaitu:
1. Skripsi yang ditulis oleh Ferdi Yulian, mahasiswa jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam (KPI), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta (2012), dengan judul skripsi yaitu: “Analisis Wacana
Terhadap Album Musik Anti Korupsi Group Band Slank”. Fokus dalam
penelitian tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana wacana anti
korupsi dalam album Anti Korupsi karya grup band Slank.
15 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya Bandung. 2012) h. 70
14
2. Skripsi yang ditulis oleh Taufik Hidayat, mahasiswa jurusan ilmu
jurnalistik Universitas Islam Bandung tahun 2010, dengan judul skripsi
yaitu : Kritik sosial dalam lirik lagu : “ada mereka dikepala” karya
grup band goodbye lenin (studi kualitatif melalui pendekatan analisis
wacana kritis Teun A Van Dijk). Fokus dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui wacana kapitalisme dan imperialism yang berdampak pada
masyarakat Indonesia ditinjau dari analisis wacana kritis Teun Van Dijk.
3. Skripsi yang ditulis oleh Nurahim, mahasiswa jurusan Sosiologi,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta (2009), dengan
judul skripsi yaitu: “Kritik dan Realitas Sosial dalam Musik: Suatu studi
atas lirik lagu Slank. Fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
keseluruhan lagu-lagu slank yang bertemakan kritik dan realitas sosial
dilihat dari makna denotatif, konotatif dan juga dari tinjauan ilmu sosiologi
dalam lirik-lirik lagunya.
4. Skripsi yang ditulis oleh Darmawan Trisaksono, mahasiswa jurusan
jurnalistik, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP PGRI Semarang
(2008), dengan judul skripsi yaitu: “Kritik Sosial Lirik lagu dalam album
terapi visi karya Roy Jeconiah Isoka Wurangian. Fokus dalam penelitian
ini lebih banyak dalam pengungkapan lirik-lirik dalam album terapi visi
dilihat dari factor puisi lirik-lirik tersebut. Sehingga dalam penelitian ini
lebih banyak dalam analisis linguistic atau bahasa dalam lirik-lirik
tersebut.
5. Skripsi yang ditulis oleh Nadya Nurfadhillah Delima, mahasiswi jurusan
Sastra Inggris, Universitas Indonesia (2011), dengan judul skripsi yaitu:
15
“Analisis Wacana Kritis Lirik Lagu Eminem. Fokus dalam penelitian ini
adalah menganalisis makna dibalik lagu Eminen yang berjudul Brain
Damage yang menggunakan analisis wacana kritis milik Norman
Fairclough dan Teori Transkultural.
6. Skripsi yang ditulis oleh Fahmi Mubarak, mahasiswa jurusan Komunikasi
Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Jakarta (2013), dengan judul
skripsi yaitu: “Analisis Wacana Kritik sosial dalam album Efek Rumah
Kaca karya grup band Efek Rumah Kaca”. Fokus dalam Penelitian ini
adalah mengungkap wacana dibalik lagu-lagu yang bertemakan kritik
sosial dalam album Efek Rumah kaca dilihat dari analisis wacana milik
Teun Van A Dijk.
7. Skripsi yang ditulis oleh Anwar Saputra, mahasiswa jurusan Ilmu Politik,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (2013),
dengan judul skripsi yaitu: “Kritik Sosial Politik Dalam Musik: Analisis
Isi Lirik Lagu “Gosip Jalanan, Birokrasi Kompleks dan Kritis BBM”
Grup Musik Slank”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah untuk
mengetahui bagaimana kritik sosial dan politik dari lirik lagu yang
berjudul Gosip Jalanan, Birokrasi Kompleks dan Kritis BBM dari grup
musik Slank, dan melalui analisis isi.
8. Skripsi yang ditulis oleh Mohammad Syaeful Bahri, mahasiswa Program
Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (2013), dengan
judul skripsi yaitu: “Pesan Bahaya Korupsi Dalam Lirik Lagu Tikus
Tikus kantor Karya Iwan Fals (Analisis Wacana Kritis Norman
16
Fairclough Tentang Pesan Bahaya Korupsi Dalam Lirik Lagu Tikus
Tikus Kantor Karya Iwan Fals)”. Fokus dalam penelitian tersebut adalah
untuk mengetahui wacana Anti Korupsi dari lirik lagu yang berjudul
”Tikus-tikus Kantor” Karya Iwan Fals, menggunakan analisis wacana
kritis Teun Van Dijk.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima
bab, yakni:
BAB I :
Bab pertama adalah Pendahuluan. Berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II :
Bab kedua berisi landasan teori dan pembahasan yang menunjang isi
penelitian ini, seperti konsep Analisis Wacana Kritis, konsep musik sebagai media
perlawanan dan kritik sosial dan juga Budaya Populer sebagai medium melawan
hegemoni.
BAB III :
Bab ketiga adalah deskripsi umum subjek penelitian yang berisi riwayat
Hidup Pandji Pragiwaksono, beserta Album music dan penghargaan yang telah
diraih Pandji Pragiwaksono
BAB IV :
17
Bab keempat adalah hasil penelitian dan pembahasan. Berisi temuan
wacana yang terkandung dalam album 32 karya Pandji Pragiwaksono. Juga
menguraikan tentang bagaimana wacana perlawanan dan kritik sosial dalam
album 32.
BAB V :
Bab kelima adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan penelitan dan saran
untuk subjek penelitian, juga untuk penyempurnaan penelitian ini sendiri.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Analisis Wacana
Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam
komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian kalimat, fungsi
ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih komnpleks dan inheren
yang disebut wacana.1 Analisis wacana digunakan dalam berbagai disiplin ilmu
sosial, seperti psikologi, sosiologi, politik, dan studi linguistik. Dari semua
disiplin ilmu sosial tersebut ada titik singgung yang menjadikan ciri khasnya,
yaitu bahasa/pemakaian bahasa. Mohammad A.S Hikam dalam buku Eriyanto
(2011) menuturkan ada tiga pandangan mengenai mengenai bahasa dalam analisis
wacana. Pandangan pertama dituturkan kaum positivisme-empiris, menurutnya
analisis wacana menggambarkan tuturan kalimat, bahasa, dan pengertian bahasa.
Pandangan kedua disebut sebagai konstruktivisme, yang menempatkan analisis
wacana sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud dan makna-makna
tertentu. Oleh karena itu, analisis wacana dipandang sebagai suatu analisis untuk
membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu. Pandangan ketiga,
disebut dengan paradigma kritis yang menekankan pada konstelasi kekuatan yang
terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna, dimana bahasa dipahami
sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema
wacana tertentu, maupun strategi-strategi didalamnya. Dengan pandangan
1 Stephen W Littlejohn, Theories of Human Communication. Edisi ke-5, (Belmont-California:
Wadsworth, 1996), h.84
19
semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan,
terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang
terdapat dalam masyarakat.2
Pendekatan kritis menempatkan wacana sebagai power (kuasa)3, atau
memandang wacana sebagai sebuah cerminan dari relasi kekuasaan dalam
masyarakat.4 Pendekatan kritis yang lazim disebut Critical Discourse Analysis
(CDA) memahami wacana (penggunaan bahasa secara lisan maupun tertulis)
sebagai bentuk sosial practice (praktik sosial). Dalam praktik sosial, seseorang
selalu memiliki tujuan berwacana, termasuk tujuan untuk menjalankan kekuasaan.
Jika hal itu terjadi, praktik wacana akan menampilkan efek ideologi, yakni
memroduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara
kelas sosial
1. Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)
Van Dijk mengemukakan bahwa analisis wacana kritis atau yang lazim
Critical Discourse Analysis (CDA) adalah sebuah penelitian analisis yang
mengungkap bagaimana penyalahgunaan kekuasaan, dominasi dan
ketidaksetaraan dipraktikkan, direproduksi atau dilawan oleh teks tertulis maupun
perbincangan dalam konteks sosial dan politis.5 Analisis ini mengambil posisi
non-konformis atau melawan arus dominasi dalam kerangka besar untuk melawan
ketidakadilan sosial. Analisis Wacana Kritis adalah pendekatan konstruktivis
sosial yang meyakini bahwa representasi dunia bersifat linguistis diskursif, makna
2 Eriyanto, Analisis wacana: pengantar analisis media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h. 4-6 3 Asher, R.E. dan J.M.Y. Simpson (ed.).. The Encyclopedia of Language and Linguistics, Volume
2. (Oxford: Pergamon Press, 1994) h. 940 4 Renkema, J, Discourse Studies: An Introductory Textbook. (Amsterdam: John Benjamin and Co.
Publishing, 1993) h. 282 5 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, (Oxford: Blackwell,
2001), h. 352
20
bersifat historis dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial. Prinsip-
prinsip Analisis wacana kritis sudah ditemukan dalam teori kritis dari
Frankfurt School sebelum Perang Dunia II.6 Aliran ini fokus pada bahasa
dan wacana yang diinisiasikan dengan ‗critical linguistics’ yang muncul (terutama
di Inggris dan Australia) pada akhir tahun 1970-an. perspektif dan tujuan CDA
yang sama yaitu tentang struktur wacana yang berkaitan dengan reproduksi
dominasi sosial, apakah itu berbentuk konversasi atau berita atau genre dan
konteks lainnya. Dan untuk kata-kata yang sering menjadi pembahasan CDA yaitu
power (kekuasaan), dominasi, hegemoni, ideologi, kelas, gender, ras,
diskriminasi, kepentingan, reproduksi, institusi, struktur sosial atau tatanan sosial.
Boleh jadi jika riset CDA sering merujuk pada ilmuan dan filosof sosial kritis
ternama –seperti Frankfurt School, Habermas, Foucault dsb. atau aliran neo-
marxist– ketika ingin menteorikan dan memahaminya. Lalu untuk menemukan
kerangka teoritis sebaiknya fokus pada konsep dasar yang berkaitan
dengan discourse, cognition, dan society.7
Van Dijk mengemukakan bahwa CDA digunakan untuk menganalisis
wacana-wacana kritis, diantaranya politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan
lain-lain. Selanjutnya Fairclough dan Wodak (1997: 271-280) meringkas tentang
prinsip-prinsip ajaran CDA sebagai berikut:8
a) Membahas masalah-masalah sosial
b) Mengungkap bahwa relasi-relasi kekuasaan adalah diskursif
c) Mengungkap budaya dan masyarakat
d) Bersifat ideologi
6 Ibid
7 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h. 353 8 Ibid
21
e) Bersifat historis
f) Mengemukakan hubungan antara teks dan masyarakat
g) Bersifat interpretatif dan eksplanatori
h) Wacana adalah sebuah bentuk sosial action
Sebagaimana dikutip Eriyanto dalam bukunya, analisis wacana kritis
menurut Fairclough dan Wodak menggambarkkan wacana sebagai praktik sosial
menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu
dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana
dapat memroduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang
antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas
melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang
ditampilkan. Analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa
kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-
masing. Dan juga, analisis wacana kritis melihat bahasa sebagai factor penting,
yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam
masyarakat terjadi.9
Berikut ini karakteristik analisis wacana kritis:10
a. Tindakan
Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk
mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan
sebagainya.
b. Konteks
9 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.7-8 10 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 8-14
22
Analisis wacana juga memeriksa konteks dan komunikasi: siapa yang
mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan
siatuasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari
perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing
pihak. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks
dan konteks bersama-sama dalam suatu proses komunikasi.
c. Historis
Konteks historis digunakan untuk memahami wacana dalam sebuah teks.
Misalnya, kita melakukan analisis wacana teks selebaran mahasiswa
menentang soeharto. Pemahaman mengenai wacana ini akan diperoleh
kalau kita bisa memberikan konteks historis dimana teks itu diciptakan.
d. Kekuasaan
Wacana muncul dalam sebuah teks bukan sebagai sesuatu yang alamiah,
wajar, dan netral tetapi sebagai sebuah bentuk pertarungan kekuasaan.
Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana
dengan masyarakat. Seperti kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai
seksisme, kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam dalam wacana
rasisme, dan sebagainya. Kekuasaan dalam hubungannya dengan wacana,
penting untuk melihat apa yang disebut kontrol.
e. Ideologi
Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi
dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi
dan melegitimasi dominasi mereka. Menurut Van Dijk, ideologi yang
mendominasi suatu komunitas akan dianggap sebagai kebenaran dan
23
kewajaran. Fenomena itu disebut sebagai ―kesadaran palsu‖, bagaimana
kelompok dominan memanipulasi ideologi kepada kelompok yang tidak
dominan melalui kampanye disinformasi, melalui control media, dan
sebagainya.
Analisis wacana kritis memiliki beberapa model analisis, yaitu model
Roger Fowler dkk, model Theo Van Leeuwen, model Sara Mills, Model Teun A.
Van Dijk, dan model Norman Fairclough. Secara singkat, perbedaan kelima
model tersebut dapat dilihat pada tingkatan analisis wacana: 1) analisis mikro,
yang mempelajari unsur bahasa pada teks, 2) analisis makro, yakni analisis
struktur sosial, ekonomi, politik dan budaya masyarakat, dan 3) analisis meso,
yaitu analisis pada diri individu sebagai pemroduksi teks dan juga sisi khalayak
sebagai konsumen teks. Pada model analisis Roger Fowler dkk, Theo van
Leeuwen, dan Sara Mills, analisisnya hanya dipusatkan pada analisis mikro dan
analisis makro tanpa mengikutsertakan analisis meso. Ketiga model analisis
tersebut mempertanyakan bagaimana teks mencerminkan kekuatan sosial dan
politik yang ada di masyarakat.
Sedangkan model analisis Teun A. Van Dijk dan Norman Fairclough,
selain memasukkan analisis mikro dan makro, terdapat juga analisis meso yang
melihat bagaimana suatu konteks diproduksi dan dikonsumsi. Baik Van Dijk
maupun Fairclough menyadari adanya kesenjangan yang besar di antara teks yang
sangat mikro dan sempit dengan masyarakat yang luas dan besar (makro).11
Untuk
menghubungkan factor mikro dan makro tersebut perlu adanya analisis meso yang
menekankan pada sisi individu sebagai produsen teks dan khalayak sebagai
11 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 345
24
konsumen teks. Perbedaan dari model analisis Van Dijk dengan Fairclough ada
pada di analisis meso. Pada analisis meso milik Van Dijk dikenal sebagai kognisi
sosial, dimana lebih banyak memperhatikan sruktur internal, struktur mental dan
produsen teks dan konsumen teks sebagai faktor yang menentukan produksi dan
konsumsi teks. Sedangkan analisis meso milik Fairclough dikenal sebagai
Discource Practice, yaitu melihat struktur dan praktik kerja dari media, yang
didalamnya menyertakan kepentingan ekonomi dan politik pengelolanya yang
akhirnya akan mempengaruhi produksi dan konsumsi teks.
2. Model Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk.
Wacana menurut Teun A. Van Dijk berfungsi sebagai suatu pernyataan,
(assertion), pertanyaan (question), tuduhan (accusation), atau ancaman (threat).
Wacana juga dapat digunakan untuk mendiskriminasi atau mempersuasi orang
lain untuk melakukan diskriminasi.12
Van Dijk mengemukakan bahwa
Penggunaan bahasa, wacana, interaksi verbal, dan komunikasi termasuk pada
analisa pada level mikro dari tatanan sosial (sosial order). Kekuasaan (Power),
dominasi dan ketidaksetaraan antara kelompok sosial termasuk pada analisa
pada level makro. CDA (sebagai meso-level) secara teoritis bertugas menutup
‗gap‘ antara pendekatan makro dan mikro tersebut atau untuk mencapai kesatuan
analisa (unified whole).13
Van Dijk mengungkapkan untuk mencapai satu kesatuan analisa wacana
kritis, ada beberapa hal yang sangat penting untuk dianalisa,yaitu:14
a. Members-Groups; pengguna bahasa (language user) yang menggunakan
wacana dianggap sebagai anggota kelompok sosial, organisasi, atau
12 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2012), h. 71 13 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h. 354 14 Ibid
25
institusi; dan sebaliknya kelompok tersebut bertindak berdasarkan
anggotanya.
b. Action-Process; tindakan sosial seorang individu menjadi bagian
konstituen tindakan kelompok dan proses sosial, seperti legislasi,
pemberitaan atau reproduksi rasisme.
c. Context-Sosial Structure; situasi interaksi diskursif sama halnya dengan
struktur sosial, seperti press conference, ini termasuk konteks ‗lokal‘
dan untuk konteks ‗global‘ seperti pembatasan wacana.
d. Personal and Sosial Cognition; pengguna bahasa memiliki personal and
sosial cognition: memori individu, pengetahuan, dan opini. Kognisi ini
mempengaruhi interaksi dan wacana seseorang.
Dari penjelasan tersebut Van Dijk menggambarkan analisis wacana kritis
kedalam tiga dimensi yang terdiri dari teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang
digabungkan ke dalam suatu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti
adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk
menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses
produksi teks yang melibatkan kognisi individu sebagai produsen teks. Aspek
ketiga yaitu konteks sosial atau analisis sosial, mempelajari bangunan wacana
yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.15
Skema penelitian dan metode analisis wacana Van Dijk dapat
digambarkan sebagai berikut:
15 Eriyanto, Analisis wacana: Pengantar Analisis Media, h. 224
26
Tabel 1.
Tabel 2.
Struktur Metode
Teks
Menganalisa bagaimana strategi
wacana yang dipakai untuk
menggambarkan seseorang atau
peristiwa tertentu.
Critical Linguistik yang meliputi:
Tematik
Skematik
Semantic
Sintaksis
Stilistik
Retoris
Kognisi Sosial
Menganalisis bagaimana kognisi
penulis atau pembuat teks
dalam memahami seseorang
atau peristiwa tertentu yang
akan ditulis
Wawancara mendalam
Konteks Sosial Studi pustaka, penelusuran Sejarah, dan
Konteks
Kognisi Sosial
Teks
27
Menganalisa bagaimana wacana
yang berkembang dalam
masyarakat, proses produksi dan
reproduksi seseorang atau
peristiwa digambarkan.
Wawancara
a. Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang
masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam tiga
tingkatan:16
Struktur Makro. Ini merupakan makna global/umum dari suatu teks yang
dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini
bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.
Superstruktur adalah kerangka suatu teks, bagaimana struktur dan elemen
wacana itu disusun dalam teks secara utuh.
Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan
menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase yang
dipakai dan sebagainya.
Struktur/elemen yang dikemukakan Van Dijk ini dapat digambarkan
sebagai berikut:17
16
Eriyanto, Analisi Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 225-226 17 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.228-229
28
Tabel 3.
Struktur Wacana Hal Yang Diamati Elemen
Struktur Makro TEMATIK
tema yang dikedepankan
dalam suatu berita
TOPIK
(tema dalam album 32)
Superstuktur SKEMATIK
Bagaimana pendapat
disusun dan dirangkai?
Skema
Struktur Mikro SEMANTIK
bagaimana pendapat
disampaikan?
Latar, Detil, Maksud,
Praanggapan,
nominalisasi
SINTAKSIS
bagaimana pendapat
disampaikan?
Bentuk Kalimat,
Koherensi, Kata ganti
STILISTIK
Pilihan kata apa yang
dipakai?
Leksikon
RETORIS
bagaimana dan dengan cara
apa penekanan dilakukan?
Grafis, Metafora,
Ekspresi
b. Kognisi Sosial
Dalam kerangka analisis wacana kritis model Van Dijk, perlu adanya
penelitian mengenai kognisi sosial, yaitu kesadaran mental individu sebagai
29
produsen teks yang akan membentuk teks tersebut. Dalam hal ini maka bisa
dikatakan kesadaran mental pengarang/pencipta lagu-lagu dalam album 32.
Unsur-unsur kognisi sosial menurut Van Dijk seperti, latar belakang kepercayaan,
pengetahuan, perilaku, norma nilai dan ideologi yang dianut individu sebagai
bagian dari suatu grup.
Dalam pandangan Van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada
struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan
sejumlah makna, pendapat, dan ideologi, untuk membongkar bagaimana makna
tersembunyi dari teks, maka dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial.
Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna,
tetapi makna itu dberikan oleh pemakai bahasa.18
Van Dijk mengungkapkan bahwa individu dalam memahami suatu
peristiwa harus didasarkan pada skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai
model. Martha Augiustinos dan Iain Walker dalam Eriyanto (2011) menyebutkan
bahwa skema menggambarkan bagaimana seseorang menggunakan informasi
yang tersimpan dalam memorinya dan bagaimana itu diintegrasikan dengan
informasi baru yang menggambarkan peristiwa dipahami, ditafsirkan dan
dimasukkan sebagai bagian dari pengetahuan kita tentang suatu realitas.19
Selain
itu model yang tertanam dalam ingatan tidak hanya berupa gambaran
pengetahuan, tetapi juga pendapat atau penilaian tentang suatu peristiwa. Berikut
ini adalah skema/model yang memetakan kesadaran mental pembuat lirik lagu,
yang digunakan dalam menyeleksi dan memproses informasi:20
18 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.260 19 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.261 20 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.262
30
Skema Person (Person Schemas). Skema ini menggambarkan
bagaimana seseorang mendeskripsikan dan memandang orang lain.
Skema Diri (Self Schemas). Skema ini berhubungan dengan
bagaimana diri sendiri dipandang, dipahami dan digambarkan oleh
seseorang.
Skema Peran (Role Schemas). Skema ini berhubungan dengan
bagaimana seseorang memandang dan menggambarkan peran dan
posisi yang ditempati seseorang dalam masyarakat.
Skema Peristiwa (Event Schemas). Skema ini adalah tentang
bagaimana kita menafsirkan dan memaknai suatu peristiwa tertentu.
Van Dijk juga mengungkapkan bahwa pandangan seorang individu dalam
melihat sebuah realitas di masyarakat tergantung pada pengalaman, memori dan
interpretasi individu tersebut.21
Ini berhubungan dengan proses psikologis
individu.
Salah satu elemen yang sangat penting dalam proses kognisi sosial selain
model adalah memori. Lewat memori kita bisa berpikir tentang sesuatu dan
mempunyai pengetahuan tentang sesuatu pula. Secara umum, memori terdiri dari
dua bagian. Pertama, memori jangka pendek (short-term memory), yakni memori
yang dipakai untuk mengingat peristiwa, kejadian, atau hal yang ingin kita acu
yang terjadi beberapa waktu lalu dalam durasi yang masih pendek. Kedua,
memori jangka panjang (long-term memory), yakni memori yang dipakai untuk
mengingat atau mengacu peristiwa, objek yang terjadi dalam kurun waktu yang
21 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.263
31
lama. Dan yang paling relevan dalam kognisi sosial adalah memori jangka
panjang (long-term memory).22
c. Analisis Sosial (Societal Analysis)
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat,
sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti
bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam
masyarakat. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana
makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik
diskursus dan legitimasi.23
Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai
masyarakat ini ada dua poin yang penting kekuasaan (power), dan akses.24
Praktik kekuasaan
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan yang dimiliki
oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol
kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan (Power), atau lebih
khusus lagi kekuasaan sosial, adalah kajian sentral dari analisis wacana.
Kekuasaan sosial dapat didefiniskan dengan istilah kontrol. Kekuasaan digunakan
untuk mengkontrol tindakan (act) dan pikiran (mind) anggota kelompok tersebut,
sehingga ini juga membutuhkan power base dalam bentuk seperti uang, force,
status, popularitas (fame), pengetahuan, informasi, budaya, atau yang terpenting
‗wacana publik‘ dan komunikasi.25
Van Dijk mengemukakan bahwa Kekuasan (Power) dibedakan
berdasarkan pada sumber daya yang menggunakannya seperti orang kaya selalu
22 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 264-265 23 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 271-272 24 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.272 25 D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h.354-355
32
memiliki kekuasaannya karena uangnya yang banyak, profesor memiliki power
karena pengetahuannya, dsb. Kekuasaan pada dasarnya tidak bersifat mutlak
(seldom absolute). Dan untuk power yang dimiliki oleh dominant
group (kelompok dominan) biasanya terintegrasi dalam bentuk hukum, peraturan,
norma, kebiasaan, dan juga konsensus atau disebut oleh Gramsci yaitu
‗hegemoni‘. Dominasi kelas, sexisme, dan rasisme adalah contoh hegemoni. Di
sisi lain juga, sebenarnya bahwa kekuasaan tidak selalu digunakan untuk kegiatan
abusif (penyalahgunaan), karena dalam kehidupan sehari-hari sering
ditemukan taken-for-granted action (tindakan yang dianggap benar). Demikian
pula, tidak semua anggota powerful group (kelompok yang berkuasa) lebih
powerful daripada anggota dominated group (kelompok terdominasi); kekuasaan
disini dimiliki oleh semua kelompok.26
Untuk analisa hubungan antara wacana dan kekuasaan, Van Dijk
Mengemukakan bahwa pertama, harus dilihat pada power resource (sumber
kekuasaan) seperti politik, media, atau ilmu. Kedua, proses mempengaruhi pikiran
seseorang dan secara tidak langsung mengkontrol tindakannya. Dan ketiga, ketika
pikiran seseorang terpengaruh oleh teks dan pembicaraan, ini sebenarnya didapati
bahwa wacana setidak-tidaknya secara tidak langsung mengkontrol tindakan
orang tesebut –melalui persuasi dan manipulasi.27
Akses mempengaruhi wacana
Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk
mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topic apa
dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.
26
D. Tannen, D. Schiffrin & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis, h.355 27 Ibid
33
B. Musik
1. Pengertian Musik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ―musik merupakan nada atau
suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan
bunyi-bunyi itu).‖28
Selain itu, musik dapat pula didefinisikan sebagai sebuah
cetusan ekspresi pikiran atau perasaan yang dikeluarkan secara teratur dalam
bentuk bunyi.
Pada perkembangan selanjutnya, musik dapat dijadikan salah satu
indikator bagi kualitas kebudayaan suatu bangsa.29
Dikatakan demikian karena
musik memiliki arti sebagai perilaku sosial yang kompleks dan universal. Musik
dimiliki oleh setiap masyarakat, dan setiap anggota masyarakat adalah
―musikal‖.30
Musik merupakan sebuah ekspresi metafora yang bersinergi dan
berhubungan langsung dengan realitas sosial yang ada.31
Definisi tersebut
mengutip penelitian J.Blacking pada suku Venda di Afrika Selatan yang diyakini
upacara ritualnya serupa dengan asal mula jenis-jenis ketukan perkusi dan nada-
nada yang dimainkan dalam musik blues. Nada dalam blues notabene menjadi
28 http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php diakses pada tanggal 27 Februari 2015,
pukul 14.00 WIB 29 Dr. Abdul Muhaya, M.A, Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh Ahmad al-Ghazali, h. 27 30 Djohan, Psikologi Musik, (Yogyakarta: Buku Baik, 2003) h.7-8 31 James Lull, Popular Music and Communication. (Newburry Park: : Sage publications, 1989)
h.28
34
nada dasar bagi beberapa genre yang kemudian bermunculan. Selain itu, menurut
Plato musik adalah imitasi dari persepsi dan realitas sosial.32
Walser mengatakan musik dapat berfungsi seperti wacana verbal.33
Segala
hal yang berhubungan dengan musik yaitu lirik, nada dan visualisasi dapat
menjadi sarana menyampaikan sebuah wacana.34
Berdasarkan nilai
fungsionalnya, musik diartikan sebagai ekspresi atas realitas sosial yang terjadi.
Ekspresi ini dikemas dalam perangkat wacana musik, yaitu:35
a) Lirik. Musisi dapat memberikan pesan atau cerita kepada pendengarnya,
namun yang tidak kalah penting lirik dapat menjadi sarana untuk
menanamkan wacana tentang identitas tertentu.
b) Nada, komposisi, tempo, suara dan semacamnya. Nada tertentu dapat
merangkai ritme yang menjadi alat untuk membuat lirik lebih mudah
dicerna dan diingat. Nada, melodi, harmoni dari suara instrumen juga
dapat membawa pesan atau menggambarkan suasana seperti romantis,
kesedihan, marah dan lain-lain.
c) Ikonisitas musisi. Bagaimana cara musisi memberitahukan siapa mereka
dan bagaimana cara memahami musik mereka tidak hanya dari musik
yang dibawakan tapi juga dari sikap dan penampilan mereka.
Berikut ini wacana music dilihat dari nilai fungsionalnya:
a) Kenikmatan emosi dan hiburan
32
Richard Weiss, Piero & Taruskin. Music in the Western World : A History in Documents. (New
York : Schirmer Books, 1984), h. 8 33
David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text. (London: Sage, 2012), h.5 34 David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text.h. 7 35 David Machin, Analysing Popular Music : Image, Sound, Text. H.77
35
Jika musik adalah bahasa, maka ia adalah bahasa simbolis, perlambang
nilai jiwa dan ucapan. Perjiwaan dan pencapaian kenikmatan emosi
terkadang terlupakan oleh para pemusik.36
b) Gambaran realitas sosial politik Negara
Musik bisa menggambarkan kondisi realitas sosial politik dari suatu
Negara. Sebagai contoh, Orde Lama melarang musisi membawakan
lagu dari luar negeri, Koes Plus pernah dipanjara karena hal ini.
Sedangkan Orde Baru menghapus aturan tersebut namun mencekal
musisi yang mengkritik pemerintah, yang memunculkan Iwan Fals,
Harry Roesli dan lain-lain untuk membuat lirik kritis namun memiliki
dualisme makna.
c) Simbol pergerakan dan kritik
Music blues, jazz, punk dan rap memiliki persamaan sejarah yaitu
muncul karena tidak setuju dengan ketimpangan sosial yang ada. Blues
dan jazz sama-sama menjadi simbol pergerakan melawan perbudakan.
Punk sendiri adalah simbol gerakan untuk mandiri (dari major label),
anti kemapanan, anti otoriter dan Do It Yourself atau disingkat DIY.37
Lalu music rap yang merupakan bagian dari gaya hidup hip-hop. Hip-
hop adalah sub-kultur yang mulai muncul di lingkungan anak-anak
kulit hitam dan hispanic yang tinggal di daerah Bronx di kota New
York, Amerika Serikat. Dari awal musik HipHop lebih banyak
menceritakan tentang kehidupan disekitar masyarakat kulit hitam dan
teriakan-teriakan serta protes suara hati mereka kepada pemerintahan
36 Amir Pasaribu, Analisis Musik Indonesia. (Jakarta : PT Pantja Simpati, 1986), h.11 37 Roger Sabin, Punk Rock : So What? (London : Routledge, 1999), h.53
36
yang berlaku tidak adil. Lirik-lirik musik Hip Hop cenderung keras dan
tegas. Itulah Hip Hop. Saat ini music Hip Hop sudah menjadi sebagai
alat perjuangan apapun bentuknya, seperti perjuangan komunitas,
politik, budaya, dan lain-lain.
d) Musik dan Kesehatan
Penderita dementia (penurunan fungsi otak) yangs sering kehilangan
memori, dapat dibantu dengan terapi music, yaitu bernyanyi dan
memainkan instrument music untuk membantu proses mengingat dan
menghindari penderita terjebak dalam dunianya sendiri.38
2. Lagu Sebagai Wacana
Analisis wacana kritis memandang bahwa wacana disini tidak dipahami
semata sebagai studi bahasa tetapi juga dipahami sebagai kritik atas konteks sosial
yang terjadi. Konteks disini dapat dilihat sebagai latar, situasi, peristiwa dan
kondisi dimana wacana itu muncul. Kemudian dilihat pula konteks
komunikasinya, seperti siapa mengkomunikasikan apa, dengan siapa dan
mengapa, dalam jenis khalayak dan situasi apa, melalui media apa, bagaimana
perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi, dan hubungan untuk setiap
masing-masing pihak.
Dalam studi etnomusikologi, musik dianggap sebagai cerminan dari
keadaan sosial yang ada. Musik dalam struktur sosial terdiri atas dua elemen
utama pembentuknya yakni teks dan konteks. ―Teks merupakan kejadian akustik
38
Robin Rio, Connecting Through Music With People With Dementia, (London : Jessica
Kingsley, 2009) h.11
37
yang sering diterjemahkan sebagai lirik sedangkan konteks adalah kondisi yang
sedang terjadi dimasyarakat.‖39
Sejak dahulu, lagu telah menjadi media seni popular untuk
mengekspresikan sesuatu secara lisan. Lagu dipakai untuk mengekspresikan
sesuatu yang dilihat, dirasa dan didengar baik itu berupa pengalaman pribadi
ataupun untuk mengungkap realitas sosial. Seperti halnya pada lagu-lagu yang
menyuarakan diskriminasi rasial, anti perang, mengkritisi pemerintahan, kritik
akan gaya hidup dan lain sebagainya lagu memiliki suatu kekuatan untuk
menggambarkan pandangan kepercayaan dan nilai-nilai sosial. Hal ini diperkuat
gagasan James Lull dalam buku Popular Music and Communications (1989),
menyatakan bahwa : ―Fungsi oposisi musik saat ini melegitimasi alternatif-
alternatif budaya yang berisi nilai-nilai dan gaya hidup pada budaya dominan
yang diinterpretasikan dalam media popular, di rumah, lingkungan sekitar,
lingkungan kerja dan lingkungan sekolah.‖40
Sebagai sebuah produk budaya, musik memiliki cara yang unik saat ia
berproses dalam menyampaikan makna pesannya. Musik tidak dengan semerta-
merta lahir sebagai sebuah pandangan sosial atau bahkan lebih jauh sebagai
diskursus dalam sebuah praktik kewacanaan dalam masyarakat, musik justru lahir
pertama kali hanya sebagai produk ekspresif dari si pembuatnya. Masih menurut
Lull, musik dalam fungsi sosialnya hadir dalam dua tahapan, pertama sebagai
produk ekspresif dari produsennya dan yang kedua ia bertransformasi sebagai
indikator sejarah bagi massanya.
39
Shin Nakagawa, Musik dan Kosmos; Sebuah Pengantar Etnomusikologi. (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia. 2000) h. 6 40 James Lull, Popular Music and Communication, h.38
38
Pertama, lirik lagu mengekspresikan pandangan yang dimiliki
pencipta lagu dan penyanyi. Bahkan seringkali merefleksikan kesadaran
masyarakat atau kesadaran popular. Musik adalah bagian budaya tidak
resmi massanya, walaupun mereka seringkali terabaikan karena ahli-ahli
lebih tertarik pada kata-kata tertulis. Padahal, yang menarik tidak hanya
pada lirik namun juga sentimen dan tujuan yang terkandung di dalam lagu
tersebut. Kedua, music berperan sebagai indikator historis, musik dapat
menjelaskan apa yang terjadi pada saat musik itu dibuat dan disebarkan‖41
Dengan demikian lagu dapat dikatakan sebagai suatu wacana. Karena
selain terdapat pembahasan hubungan antara konteks-konteks di dalam teks, lirik
sebuah lagu juga dapat mewakili pandangan dunia mengenai suatu peristiwa.
C. Ideologi Dan Hegemoni
1. Pengertian Ideologi
Ideologi merupakan topik penting dalam Analisis Wacana Kritis karena
ideologi selalu mewarnai produksi wacana. Tidak ada wacana yang benar-benar
netral atau objektif atau steril dari ideologi penutur atau pembuatnya. Wacana
adalah medium ideologi yang dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang
timpang antara kelompok dominan/mayoritas dengan tidak dominan/minoritas
dimana perbedaan tersebut di representasikan dalam praktik sosial. Perspektif
kritis merupakan pandangan yang akan digunakan untuk melihat wacana serta
membuka dan membongkar praktik sosial ideologi yang disamarkan melalui
wacana. Tujuan dari analisis wacana kritis adalah untuk menemukan "ideologi"
yang tersembunyi di balik suatu wacana, teks, atau pemakaian bahasa secara
public.
41 Ibid
39
Ada banyak definisi tentang ideologi. Raymond Williams
mengklasifikasikan penggunaan ideologi tersebut dalam tiga ranah.42
Pertama,
sebuah sistem kepercayaan yang dimiliki oleh kelompok atau kelas tertentu.
Definisi ini terutama dipakai oleh kalangan psikologi yang melihat ideologi
sebagai seperangkat sikap yang dibentuk dan diorganisasikan dalam bentuk yang
koheren. Meskipun ideologi disini terlihat sebagai sikap seseorang, tetapi idelogi
disini tidak dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam diri individu sendiri,
melainkan diterima dari masyarakat. Ideologi bukan sistem unik yang dibentuk
oleh pengalaman seseorang, tetapi ditentukan oleh masyarakat di mana ia hidup,
posisi sosial dia, pembagian kerja, dan sebagainya. Kedua, sebuah sistem
kepercayaan yang dibuat —ide palsu atau kesadaran palsu— yang bisa
dilawankan dengan pengetahuan ilmiah. Ideologi dalam pengertian ini adalah
seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu di mana kelompok yang
berkuasa atau dominan menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang
tidak dominan. Ideologi dilihat kelompok yang didominasi sebagai hal yang alami
atau natural, dan diterima sebagai kebenaran. Ketiga, proses umum produksi
makna dan ide. Ideologi disini adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan produksi makna.
Dalam pandangan Van Dijk, ideologi merupakan sistem sosial yang
digunakan bersama kelompok, dan menjadi representasi mental kelompok
tersebut. Ideologi tampak lebih fundamental ketimbang pengetahuan. Ideologi
melambangkan prinsip-prinsip yang mendasari kognisi sosial dan karenanya
42 Eriyanto, Analisis: Wacana Pengantar Analisis Media, h. 87. Lihat juga John Fiske,
Introduction To Communication Studies, Second Edition, (London and new York: Routledge,
1990), h. 165
40
membentuk dasar-dasar pengetahuan, sikap, dan lebih spesifik lagi kepercayaan-
kepercayaan yang digunakan bersama oleh suatu kelompok.43
Dalam konsepsi Marx, ideologi adalah sebentuk kesadaran palsu Ideologi
merupakan sarana yang digunakan untuk ide-ide kelas yang berkuasa sehingga
bisa diterima oleh keseluruhan masyarakat sebagai alami dan wajar. Menurut
Marx, ideologi borjuis menjaga para pekerja atau kaum proletar, tetap berada
dalam kesadaran palsu. Kesadaran manusia tentang siapa dirinya, bagaimana
mereka berelasi dengan bagian lain dari masyarakat, dan karena itu pengertian
mereka tentang pengalaman sosialnya dihasilkan oleh masyarakat, bukan oleh
alam atau biologi. Kesadaran kita ditentukan oleh masyarakat tempat kita
dilahirkan, bukan oleh alam atau psikologi manusia.
Disisi lain, Louis Althusser mengembangkan teori ideologi sebagai sebuah
praktik. Althusser mengembangkan suatu teori ideologi yang lebih piawai yang
melepaskan teorinya dari relasi sebab-akibat yang erat dengan basis ekonomi
masyarakat, dan merumuskan kembali ideologi sebagai sekumpulan praktik yang
terus berlangsung dan meresap yang dilakukan semua kelas, dan bukannya
sekumpulan gagasan yang dipahami oleh satu kelas pada kelas-kelas yang lain.
Kenyataan bahwa semua kelas berpartisispasi dalam praktik-praktik tersebut
tidaklah berarti bahwa praktik-praktik mereka sendiri tak lagi diabadikan untuk
kepentingan kelas dominan, bahkan hampir semuanya memang begitu. Artinya
ideologi jauh lebih efektif dibandingkan dengan yang dibahas Marx karena
ideologi bekerja dari dalam bukan dari luar, dituliskan mendalam pada cara
berpikir dan cara hidup semua kelas.
43 H. Abdullah Ali, Konflik Ideology Dalam Perkembangan Tradisi Kliwongan Gunung Jati,
(Bandung: PPs Unpad, 2003) h.1
41
Ideologi masuk dan bekerja melalui berbagai sumber yang terkait dengan
struktur masyarakat seperti perangkat hukum, keluarga, agama, pendidikan, dan
lain-lain. Dengan berdasar pada perangkatnya, dapat dibagi menjadi 2, yakni
Repressive State Apparatus (RSA) dan Ideological State Apparatus (ISA).44
Repressive State Apparatus (RSA) bekerja dengan cara represif dengan
memakai kekerasan melalui apparatus/alat negara seperti polisi, militer,
pengadilan, penjara. Termasuk juga penculikan/penangkapan para aktivis.
Sementara Ideological State Apparatus (ISA) bekerja dengan cara persuasive
‗memasukkan‘ ideologi kepada individu melalui pendidikan (sekolah), agama,
media, keluarga, industri budaya, dan sebagainya.
Bentuk ideologi melalui ISA merupakan bentuk yang dipakai Negara
untuk memperkuat represi dan penindasan terhadap rakyatnya. ISA bahkan sering
digunakan untuk melanggengkan RSA dan berbagai represi yang dihasilkannya.
ISA dapat meyakinkan kelompok yang ter/di-represi bahwa semuanya berjalan
baik-baik saja. Termasuk dapat meyakinkan penguasa bahwa represi yang
dilakukannya berbeda dengan eksploitasi, dengan demikian ia tidak melakukan
kesalahan dan keadaannya juga baik-baik saja.
Melalui ISA, ideologi tidak lagi hanya sebentuk ide, namun berada dalam
praktik material yang hidup, seperti ritual, kebiasaan, pola perilaku, cara berfikir,
bahasa, dan sebagainya. Jadi ideologi dapat membentuk budaya hidup seseorang,
serta berpengaruh dalam formasi sosial. Dengan demikian ideologi
menginterpelasi subjek. Melalui konsep ideologi yang diperkenalkan Louis
Althusser ini, cultural studies dapat mengkaji budaya masyarakat melalui apa
44 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.98
42
yang disebutkan (teks) untuk menunjukkan apa yang tidak disebutkan secara
langsung (ideologi yang terkandung di dalamnya). Dari sini berkembang teori
tentang film, iklan, dan musik yang mengandung ideologi tertentu.
Salah satu hal penting dalam teori ideologi Althusser adalah konsepnya
mengenai subjek dan ideologi. Menurut Althusser, ideologi selalu memerlukan
subjek, dan subjek memerlukan ideologi. Akan tetapi, selain membutuhkan
subjek, ideologi juga menciptakan subjek. Althusser berpandangan bahwa
kehidupan manusia sebagai subjek identik dengan subjek bagi struktur, di mana
struktur tadi bukan ciptaannya melainkan ciptaan kelompok atau kelas tertentu.
Karena struktur itu diciptakan untuk dan identik dengan kepentingan kelompok
penciptanya, individu-individu disini dikatakan sebagai subjek bagi struktur tidak
lain adalah pelayanan kepentingan dari kelas tertentu yang menciptakan struktur
tersebut. Walaupun seringkali merasakan diri sebagai subjek yang bebas,
kebebasan atau kesadarannya hanyalah hasil struktur atau perangkat-perangkat
(RSA maupun ISA).45
Cara ideologi menciptakan subjek ini disebut Althusser sebagai
‗interpelasi‘ atau ‗pemanggilan‘ (hailing). Karena prosesnya memang sama
seperti ketika kita dipanggil oleh seseorang di jalan, di mana terjadi pengenalan
atau penyematan atas diri kita, sifat sebagai subjek yang unik dan berbeda dari
yang lain―kita benar-benar tahu bahwa yang dipanggil adalah diri kita, bukan
orang lain. Adapun kapitalisme mengkonstruksi kita sebagai subjek dalam proses
reproduksinya, agar ketika kita memainkan peran kita dalam reproduksi kapitalis,
45 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.99-100
43
kita tidak merasa ‖dipaksa‖ dari luar, tapi merasakannya sebagai sesuatu yang
memang kita lakukan dengan suka rela.46
2. Pengertian Hegemoni
Menurut Raymond Williams, kata hegemony kemungkinan besar diambil
secara langsung ke bahasa Inggris dari bahasa Yunani kuno yaitu egemonia, dan
egemon yang berarti ―penguasa‖. Hegemony menjadi kata yang penting semenjak
Marxisme abad ke 20, khususnya melalui karya dari Antonio Gramsci.
Penggunaan kata ini meliputi hal yang paling sederhana, yaitu memperluas
pemahaman pada proses dominasi politik dari relasi antara negara, hingga relasi
antara kelas-kelas sosial, seperti dalam hegemoni borjuis.47
Hegemoni bisa didefinisikan sebagai kuasa satu kelompok dominan yang
dipraktikkan kepada kelompok subordinat, tanpa ancaman kekerasan secara fisik,
sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan terhadap kelompok
subordinat diterima sebagai sesuatu yang wajar (common sense). Antonio Gramsci
membangun suatu teori yang menekankan bagaimana penerimaan kelompok yang
didominasi terhadap kehadiran kelompok dominan berlangsung dalam suatu
proses yang damai, tanpa tindak kekerasan.
Titik awal konsep Gramsci tentang hegemoni adalah bahwa suatu kelas
dan anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas – kelas dibawahnya
dengan cara kekerasan dan persuasi.48
Antonio Gramsci membedakan antara
konsep "dominasi" dan"hegemoni". Dominasi merupakan model penguasaan yang
46 Mohammad Zaki Husein, “Ideologi dan Reproduksi Masyarakat Kapitalis”,
http://indoprogress.com/2012/01/ideologi-dan-reproduksi-masyarakat-kapitalis/ diakses pada
tanggal 25 februari 2015, pukul 14.00 WIB 47
Williams. Raymond, Keywords: A Vocabulary of Culture & Society, (London: HarperCollins,
1976), h. 144-145. 48 Roger Simon, Gagasan-gagasan politik Gramsci, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.19
44
ditopang oleh kekuatan fisik, sedangkan hegemoni adalah model penguasaan yang
lebih halus,yaitu secara ideologis. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi
dengan menggunakan kekerasan secara fisik, melainkan hubungan persetujuan
dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis.
Menurut Raymond Williams, hegemoni bekerja melalui dua saluran:
ideologi dan budaya melalui mana nilai-nilai itu bekerja. Melalui hegemoni,
ideologi kelompok dominan dapat disebarluaskan, nilai dan kepercayaan dapat
ditularkan. Akan tetapi, berbeda dengan manipulasi atau indoktrinasi, hegemoni
justru terlihat wajar, orang menerima sebagai kewajaran dan sukarela. Ideologi
hegemoni itu menyatu dan tersebar dalam praktik, kehidupan, persepsi, dan
pandangan dunia sebagai sesuatu yang dilakukan dan dihayati secara sukarela.49
Gramsci mengemukakan bahwa hegemoni adalah sebuah rantai
kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus (consenso) dari pada
melalui penindasan terhadap kelas sosial lain. Ada berbagai cara yang dipakai,
misalnya melalui yang ada di masyarakat yang menentukan secara langsung atau
tidak langsung struktur-struktur kognitif dari masyarakat itu. Itulah sebabnya
hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai
dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan.50
Dalam
konteks tersebut, Gramsci lebih menekankan pada aspek kultural (ideologis).
Melalui produk-produknya, hegemoni menjadi satu-satunya penentu dari sesuatu
yang dipandang benar baik secara moral maupun intelektual. Hegemoni kultural
tidak hanya terjadi dalam relasi antar negara tetapi dapat juga terjadi dalam
hubungan antar berbagai kelas sosial yang ada dalam suatu negara.
49 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.104 50
Saptono, ―Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan Kontemporer”, jurnal.isi-
dps.ac.id/index.php/artikel/article/view/, diakses pada tanggal 25 februari 2015, pukul 09.25 WIB
45
Dalam catatannya yang diberi judul Selection from Prison Notebooks,
Gramsci pernah menganalisa relasi kekuasaan dan penindasan di masyarakat.
Lewat perspektif ‗hegemoni‘, ia menganalisa bahwa penulisan, kajian suatu
masyarakat, dan media massa merupakan alat kontrol kesadaran yang dapat
digunakan kelompok penguasa. Alat kontrol tersebut memainkan peranan penting
dalam menciptakan lembaga dan sistem yang melestarikan ideologi kelas
dominan.51
Jadi kelompok hegemonik (penguasa/kelompok dominan)
menjalankan kuasanya melalui institusi yang mempunyai peran cultural seperti
media massa yang mampu mempengaruhi pola pikir, paradigm dan ideologi
masyarakat atau kelompok lain, karena media massa sifatnya massif dan
pengaruhnya juga besar.
Salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana ia menciptakan cara
berpikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar, sementara
wacana lain dianggap salah. Ada suatu nilai atau konsesus yang dianggap
memang benar, sehingga ketika ada cara pandang atau wacana lain dianggap
sebagai tidak benar. Media disini secara tidak sengaja dapat menjadi alat
bagaimana nilai-nilai atau wacana yang dominan itu disebarkan dan meresap
dalam benak khalayak sehingga menjadi konsesus bersama. Sementara nilai atau
wacana nilai dipandang sebagai menyimpang.52
Konsep hegemoni Gramsci menekankan bahwa dalam lapangan sosial ada
pertarungan untuk memperebutkan penerimaan publik. Karena pengalaman sosial
kelompok subordinat (apakah kelas, gender, ras, umur, dan sebagainya) berbeda
51 https://www.academia.edu/9872122/Hegemoni diakses pada tanggal 27 Februari 2015, pukul
14.00 WIB 52 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.105
46
dengan ideologi kelompok dominan. Oleh karena itu, perlu usaha bagi kelompok
dominan untuk menyebarkan ideologi dan kebenarannya tersebut agar diterima,
tanpa perlawanan. Salah satu strategi kunci dalam hegemoni adalah nalar awam
(common sense). Jika ide atau gagasan dari kelompok dominan/berkuasa diterima
sebagai sesuatu yang common sense, kemudian ideologi itu diterima, maka
hegemoni telah terjadi.53
D. Cultural Studies dan Budaya Populer
1. Pengertian Cultural Studies
Istilah cultural studies pertama kali diprakarsai oleh ditemukan oleh
Richard Hoggart pada tahun 1964, pendiri Birmingham Centre For Cultural
Studies dengan salah satu suksesor terkuatnya Stuart Hall, professor sosiologi di
Open University, Milton Keynes, Inggris.54
Hall banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Marxis yang melihat bahwa terdapat hubungan kekuatan atau
kekuasaan dibalik praktek masyarakat, terutama dalam praktek komunikasi massa
dan media massa. Hall mengklaim bahwa banyak penelitian komunikasi gagal
mengungkap pertarungan kekuasaan dibalik praktek media massa. Menurutnya
adalah kesalahan jika memisahkan komunikasi dari disiplin ilmu-ilmu lainnya.
Jika hal tersebut dilakukan maka kita telah memisahkan pesan komunikasi dengan
ranah budaya di mana seharusnya mereka berada. Oleh karena itu, karya Hall
lebih disebut sebagai Cultural Studies dari pada Media Studies. Tahun 1970,
Stuart Hall mengadakan gerakan intelektual internasional, dengan menggunakan
metode Marxist mengeksplor hubungan antara budaya (superstruktur) dan
53 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 107 54
fitrianapd.lecture.ub.ac.id/files/2013/05/Cultural-Studies.pptx diakses pada tanggal 3 Januari
2015, pukul 15.00 WIB
47
ekonomi politik (dasar) sesuai dengan pendapat Gramsci bahwa ―budaya adalah
kunci politik dan kontrol sosial‖55
Bennet sebagaimana yang dikutip oleh Barker menawarkan sejumlah
elemen yang dapat mendefinisikan tentang Cultural Studies. Menurutnya Cultural
Studies merupakan sebuah kajian interdispliner yang dapat dilihat dari berbagai
perspektif yang tujuan utamanya untuk mengkaji bagaimana relasi antara budaya
dan kekuasaan. Kekuasaan yang dicoba dikaji oleh cultural studies disini sangat
luas dimana di dalamnya termasuk kedalam persoalan gender, ras, kelas, dan
kolonialisme. Cultural studies mencoba menjelaskan kaitan antara bentuk-bentuk
kekuasaan tersebut dan mencoba mengembangkan cara pikir tentang budaya dan
kekuasaan yang dapat digunakan untuk suatu perubahan. 56
Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis dari pada
secara estetis. Cultural studies tidak melihat budaya sebagai suatu yang sempit,
sebagaimana yang menjadi kajian dalam antropologi atau ilmu budaya
konvensional. Budaya disini lebih dipandang sebagai teks dan praktik hidup
sehari-hari, budaya dilihat bersifat politik dikarenakan cultural studies mencoba
memandangangnya sebaga sebuah arena konflik wacana. Diskursus tentang
budaya dalam perspektif cultural studies berupaya untuk mencoba membaca
konteks budaya dan bagaimana budaya tersebut terkonstruksikan. Lebih dari itu,
budaya tidak dipandang sebagai suatu yang netral atau bersifat apa adanya
melainkan sebagai praktik pertarungan wacana. Untuk itu, cultural studies
mengajak untuk menyingkap ada apa dibalik suatu budaya yang termanifestasikan
di dalam masyarakat. Pengaruh Marxisme terhadap cultural studies disini sangat
55
Ibid 56
Yearry Pandji, Komunikasi Dan Konstruksi Masayarakat Konsumen : Suatu Perspektif Cultural
Studies, (Jakarta: Kencana 2011), h. 462.
48
kuat. Melihat pula budaya tidak dimaknai sebagai sebuah wilayah yang netral dan
artinya kritik terhadap budaya yang lebih dikedepankan.57
Cultural studies menegaskan bahwa budaya harus dipelajari terkait
hubungan sosial dan system dimana budaya diproduksi dan dikonsumsi. Dengan
demikian studi mengenai budaya erat kaitannya dengan studi tentang masyarakat,
politik dan ekonomi. Cultural studies menunjukkan bagaimana budaya media
mengartikulasikan nilai-nilai dominan, ideologi politik, perkembangan sosial dan
hal baru pada zaman tersebut. Ini merupakan konsep budaya dan masyarakat
sebagai media yang diperebutkan oleh berbagai kelompok dan ideologi berjuang
melawan dominasi. Televisi, film, musik dan bentuk-bentuk budaya popular
sering bersifat liberal atau konservatif, atau kadang-kadang mengekspresikan
pandangan yang lebih radikal atau oposisi.58
2. Pengertian Budaya Populer
Istilah budaya populer telah digunakan dalam beberapa cara. Sebagai
contoh, budaya populer bisa mengacu pada ‗yang tersisa‗ di luar apa yang telah
ditentukan sebagai kanon budaya tinggi, atau ia adalah budaya yang diproduksi
secara massal dalam industri kebudayaan. Perspektif ini sejalan dengan Leavis
atau Adorno, pemikir dari Frankfurt School, yang menganggap budaya populer
adalah inferior di hadapan pasangannya (budaya tinggi) dalam pembagian biner
itu.59
Bagi mereka yang tidak ingin terjebak dalam kategori budaya tinggi dan
budaya rendah, dalam pengertian tak ingin sepenuhnya merendahkan budaya
57 Yearry Pandji, Komunikasi Dan Konstruksi Masayarakat Konsumen : Suatu Perspektif Cultural
Studies, h. 463 58 http://www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/ diakses pada 3 Januari 2015, pukul 15.00 WIB 59
Chris Barker, Cultural Study: Theory and Practice, (London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage
Publications, 2000) h. 63
49
populer dengan tetap tidak menyukai budaya komoditas, budaya yang menjadi
lawan budaya rakyat autentik yang dihasilkan oleh orang kebanyakan adalah
budaya massa. Namun, menurut Fiske, dalam masyarakat-masyarakat kapitalis
tidak ada apa yang disebut sebagai budaya rakyat yang autentik, yang bisa dipakai
untuk menakar ‗ketidakautentikan‗ budaya massa, sehingga meratapi hilangnya
autentisitas adalah nostalgia romantis yang tak ada gunanya.60
Budaya populer adalah budaya yang diproduksi secara komersial dan,
menurut Barker, tampaknya tidak ada alasan untuk mengatakan hal ini akan
berubah untuk masa yang akan datang. Meski demikian, pemirsa budaya populer
diyakini menciptakan makna mereka sendiri dari teks-teks budaya populer dan
mendayagunakan kompetensi kultural dan sumber diskursif mereka.61
Budaya
populer dilihat sebagai makna-makna dan praktik-praktik hasil produksi khalayak
populer pada momen konsumsi, sehingga kajian budaya populer menjadi terpusat
pada bagaimana ia digunakan. Berarti fokus kajian budaya populer bukan lagi
pada penentuan nilai apakah ia tinggi atau rendah (nilai estetis dan kultural) akan
tetapi tentang bagaimana pemirsa mengubah produk industri itu menjadi budaya
populer mereka untuk melayani kepentingan mereka.
Budaya populer, dengan demikian, merupakan situs perebutan nilai-nilai
kultural dan politik. Budaya populer adalah sebuah arena dukungan dan
perlawanan dalam pertarungan memperebutkan makna-makna kultural. Penilaian
budaya populer terkait dengan persoalan kekuasaan dan tempat budaya populer
dalam formasi sosial yang lebih luas. Konsep tentang populer menantang tidak
hanya pemilahan antara budaya tinggi dan rendah, tapi juga tindakan klasifikasi
60
Ibid 61 Ibid
50
kultural oleh dan melalui kekuasaan. Inilah situs yang hegemoni kultural
dimapankan atau mendapat tantangan.62
3. Budaya Populer Sebagai Medium Melawan Hegemoni
Dalam bahasannya mengenai teori hegemoni, Gramsci memberi solusi
untuk melawan hegemoni (Counter hegemony) dengan menitikberatkan pada
sektor pendidikan. Kaum Intelektual menurut Gramsci memegang peranan
penting di masyarakat. Berbeda dengan pemahaman kaum intelektual yang
selama ini kita kenal, dalam catatan hariannya Gramsci menulis bahwa setiap
orang sebenarnya adalah seorang intelektual namun tidak semua orang
menjalankan fungsi intelektualnya di masyarakat.63
Dari sini dia membedakan dua
tipe intelektual yang ada dalam masyarakat. Yang pertama yaitu Intelektual
Tradisional dimana intelektual ini terlihat independen, otonom, serta menjauhkan
diri dari kehidupan masyarakat. Mereka hanya mengamati serta mempelajari
kehidupan masyarakat dari kejauhan dan seringkali bersifat konservatif (anti
terhadap perubahan). Contoh dari Intelektual Tradisional ini adalah para penulis
sejarah, filsuf dan para profesor. Sedangkan yang kedua adalah Intelektual
Organik, mereka adalah yang sebenarnya menanamkan ide, menjadi bagian dari
penyebaran ide-ide yang ada di masyarakat dari kelas yang berkuasa, serta turut
aktif dalam pembentukan masyarakat yang diinginkan.64
Ketika akan melakukan
Counter Hegemony kaum Intelektual organik haruslah berangkat dari kenyataan
yang ada di masyarakat, mereka haruslah orang yang berpartisipasi aktif dalam
kehidupan masyarakat, menanamkan kesadaran baru yang menyingkap
62 Chris Barker, Cultural Study: Theory and Practice, h.64 63 Antonio Gramsci, Selections from the Prison Notebooks, (London: Lawrence and Wishart,
1971) h. 3-12 64 Ibid
51
kebobrokan sistem lama dan dapat mengorganisir masyarakat, dengan begitu ide
tentang pemberontakan serta merta dapat diterima oleh masyarakat hingga
tercapainya revolusi. Yang unik meski berasal dari Partai Komunis Italia tidak
lantas Gramsci berpendapat bahwa Intelektual Organik harus berasal dari
kalangan buruh, namun harus lebih luas dari itu. Counter Hegemony bisa
dilakukan oleh siapa saja intelektual dari berbagai kelompok yang tertindas oleh
sistem kapitalisme. Setiap pihak yang berkontribusi dalam perjuangan melawan
hegemoni harus saling menghormati otonomi kelompok yang lain dan mereka
harus bekerja sama agar menjadi kekuatan kolektif yang tidak mudah dipatahkan
ketika melakukan Counter Hegemony.
Perlawanan di dalam praktik kebudayaan telah dilegitimasi oleh cultural
studies, tidak seperti para pendahulunya di Frankfurt School yang melihat totalitas
kuasa kapitalisme tidak memungkinkan bagi individu untuk lolos dari jerat-jerat
gurita raksasa tersebut. Meski demikian, perdebatan tentang perlawanan di dalam
cultural studies sendiri tak kunjung usai. Perdebatan tersebut bukan lagi tentang
masalah sah atau tidaknya perlawanan sebagai sebuah konsep yang hidup di
dalam praktik kebudayaan namun lebih ke cara menganalisa atau memberikan
penilaian terhadap sebuah praktik kebudayaan.65
Perbincangan tentang perlawanan di dalam cultural studies terdiri dari dua
akar pemikiran. Akar pemikiran pertama diambil dari konsep hegemoni milik
Antonio Gramsci yang dielaborasikan dengan pendekatan semiotika struktural.
Contoh yang paling nyata dari penggunaan kerangka analisis ini adalah dalam
buku Resistance Through Rituals (Hall dan Jefferson, 1976). Hall dan Jefferson
65 Chris Barker, Cultural Study: Theory and Practice, h.342
52
mengeksplorasi subkultur remaja dan mengajukannya sebagai sebuah bentuk
perlawanan yang dimodiskan terhadap budaya hegemonik. Hall dan Jefferson
mengambil studi kasus tentang Skinhead yang diklaim tengah menangkap kembali
secara imajiner tradisi ‗ketangguhan‗ kelas pekerja laki-laki. Nilai-nilai tersebut
diartikulasikan melalui potongan rambut, sepatu boot, jeans dan gelang. Style atau
gaya dibaca sebagai sebuah bentuk perlawanan simbolik yang dibangun di atas
arena pertarungan hegemoni vs counter-hegemony.66
Ketika gagasan tentang ideologi sudah semakin ditentang dan terbuka
horison-horison baru melalui kritik para pemikir postmodern maupun
poststruktural, permasalahan resistensi kembali mencuat ke permukaan. Hebdige
(1988) dengan bukunya Hiding in the Light menggunakan pemikiran Foucault
tentang relasi mikro kuasa terhadap konstruksi terhadap remaja sebagai kelompok
pembuat onar dan sekaligus menyenangkan. Hebdige melakukan analisis
kesejarahan dengan menunjukkan bahwa ketakutan masyarakat abad ke
sembilanbelas terhadap kerumunan di jalan menghasilkan sebuah sistem
pengawasan bagi budaya jalanan kelas pekerja. Subkultur remaja kemudian
bereaksi terhadap pengawasan ini dengan membuat diri mereka sendiri sebagai
sebuah ―tontonan‖.67
Menurut Foucault bentuk perlawanan terhadap kuasa adalah bagian dari
praktek kuasa itu sendiri.68
Dan disinilah kita biasanya terjebak untuk
membicarakan perlawanan sebagai sesuatu yang berada di luar praktik kuasa.
66 Purnomo Sidik Kustiyono, Strategi Resistensi Terhadap Budaya Populer Pada Kolom
“Parodi” Samuel Mulia Di Harian Kompas (Sebuah Analisis Wacana Kritis), (Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010), h.31 67 Ibid 68 Gavin Kendal & Gary Wickam, Using Foucault Method, (London: Sage Publications, 1999) h.
51
53
Seakan-akan kuasa dan perlawanan merupakan dua entitas yang sama sekali
berbeda dan berlawanan. Ketika hal ini terjadi maka konsekuensinya adalah
muncul berbagai gerakan perlawanan yang justru mensubordinasikan kategori-
kategori subjek lainnya baik yang tidak berada di dalam kutub kekuasaan‗
maupun kutub perlawanan‗.
Di mana ada kuasa, di situ pula terdapat perlawanan. Setiap daya (force)
mempunyai kapasitas untuk resisten, setiap daya (force) mempunyai kuasa
(power) untuk mempengaruhi atau dipengaruhi oleh daya yang lain. Bagi
Foucault, perlawanan kuasa (power) adalah bagian dari pelaksanaan kuasa, sebuah
bagian dari bagaimana ia dapat bekerja.69
Dapat ditambahkan, bahwa kapasitas
dominasi-perlawanan atau hubungan antara keduanya dalam kuasa, meneguhkan
bahwa kuasa adalah plastis dan cair, tergantung bagaimana daya dominasi-
perlawanan tersebut.
69 Gavin Kendal & Gary Wickam, Using Foucault Method, h.49
54
BAB III
DESKRIPSI UMUM SUBJEK PENELITIAN
A. Karir Bermusik Pandji Pragiwaksono
Pria yang bernama lengkap Pandji Pragiwaksono Wongsoyudo ini adalah
seorang penyiar radio, presenter TV, penulis buku, Stand Up Comedian, dan
musisi/rapper. Ia lahir di Singapura pada tanggal 18 Juni 1979. Pandji tercatat
sebagai mahasiswa Program Studi Desain Produk, Jurusan Desain, Fakultas Seni
Rupa dan Desain ITB angkatan 1997 dan merupakan salah satu alumni SMA
Kolese Gonzaga angkatan ke-8.
Diantara berbagai kesibukannya di awal karir Pandji sebagai entertainer,
Pandji sudah bercita-cita untuk bisa membuat album musik hiphop/rap.
Kecintaannya pada musik hiphop/rap diawali sejak tahun 90-an ketika musik
hiphop/rap mulai tumbuh dan berkembang di Indonesia. Hiphop begitu berarti
bagi Pandji, karena musik hiphop bagi Pandji merupakan jalan keluar atau sarana
hiburan yang bisa membuat hidupnya lebih baik ketika dia merasa lagi terpuruk.
Musik hiphop bisa menjadi sarana untuk menumpahkan keresahan dia selama ini.
Seperti yang diutarakan Pandji dalam blognya di www.pandji.com mengenai
kecintaanya pada music hiphop berikut ini:1
“Saya, adalah pria berumur 33 tahun yang hidup melewati banyak
fase dalam hidup saya. Lahir di luar negeri, pulang ke Jakarta tinggal di
kompleks mewah dengan tetangga tentangga orang asing, orang tua
bercerai, keluarga roboh secara ekonomi, Ibu berjuang membangkitkan
keuangan bagaikan satu satunya tonggak penyangga yang masih berdiri
ketika seluruh tenda pleton roboh, muslim yang masuk sekolah katolik,
kuliah ke kota Bandung di era reformasi, belajar berkarya di sebuah
1 http://pandji.com/konser32/ diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB
55
kampus seni rupa, bekerja sebagai penyiar dan mewawancara ratusan
kehidupan. Saya punya banyak keresahan.”
“Hiphop, sebuah kultur yang terdiri dari DJ, MC, Graffitti dan B-
Boy, adalah kecintaan saya. Bahkan dihadapkan dengan berbagai jenis
musik sebagai penyiarpun, saya selalu cinta hiphop. Hiphop di era 90an
ketika masuk Indonesia penuh dengan irama irama selebratif, Dj Jazzy Jeff
and The Fresh Prince, Naughty By Nature, RUN DMC, jadi jalan keluar
ketika hidup saya lagi terpuruk karena 2 orang yang saya sayangi tidak
bisa akur sehingga harus pisah. Hiphop saved my life”
Pandji yang mengawali karirnya sebagai penyiar radio dan host ini
memutuskan untuk mengeluarkan karya yang sesuai dengan passion dan hobinya
sejak remaja yaitu membuat album hiphop. Ide mengeluarkan karya berupa album
hiphop itu terinspirasi dari nasihat istrinya yaitu Gamila Arief untuk saatnya
Pandji berkarya dan jangan bekerja terus. Nasihat istrinya itu membuat Pandji
semakin semangat untuk bisa berkarya lewat musik hiphop.
Awal karir bermusik Pandji dimulai pada tahun 2008 dengan
mengeluarkan album hiphop pertamanya yang berjudul Provocative Proactive. Di
album pertamanya ini Pandji bekerja sama dengan beberapa musisi tanah air
untuk mengisi beberapa bagian dari lagu-lagu yang ada di album pertama ini.
beberapa musisi itu seperti seperti Tompi, Angga Puradireja dan istrinya
sendiri Gamila Arief.
Pada 2009, ia juga meluncurkan album kedua, You'll Never Know When
Someone Comes In And Press Play On Your Paused Life. Ia tampil di beberapa
acara musik seperti Soulnation. Albumnya pada 2010, Merdesa, menuai
keuntungan besar dengan menerapkan strategi Free Lunch Method yang diakui
oleh Hermawan Kertajaya. Pada tanggal 21 Mei 2012, bertepatan dengan 14 tahun
turunnya Soeharto, Pandji mulai meluncurkan album hiphop keempat yang
berjudul 32. Lagu lagu seperti Demokrasi Kita dan Indonesia Free adalah
56
musikalisasi dari pidato Mohammad Hatta. Album 32 juga berisi lagu seperti GR
feat Abenk Ranadireksa (Soulvibe), lalu Untuk Sahabatku feat Davinaraja (The
Extralarge) yang ia tulis sebagai persembahan kepada para penikmat musiknya
selama 5 tahun berkarier.
Apabila diperhatikan secara seksama, hampir semua lagu dalam album
hiphopnya, Pandji selalu menyuarakan pesan-pesan nasionalisme, perubahan
sosial, dan kritik sosial. Tidak heran kalau dia dikenal sebagai rapper nasionalis.
Mengenai alasan dia sering memasukkan pesan-pesan nasionalisme, kritik sosial
dan perubahan sosial dalam lagu-lagunya, Pandji dalam salah satu wawancara
berjudul “Hip hop: Media Protes yang Membantu Saya” yang dilakukannya
dengan hiphopindo.net menegaskan bahwa hip hop adalah media protes yang
ampuh untuk menyuarakan ragam kegelisahannya terhadap berbagai
permasalahan krusial di Indonesia, seperti demokrasi, nasionalisme, sosial, politik,
budaya, dan pendidikan.2
Diantara musisi hiphop/rap tanah air, Pandji merupakan sosok yang cukup
berpengaruh di kalangan anak muda dan di sosial media, salah satu contohnya
pada tahun 2009, ketika terjadi pengeboman di JW Marriot dan Ritz Carlton,
Jakarta, Pandji beserta teman-teman musisi lain menggunakan tagar
#IndonesiaUnite di Twitter untuk memberikan pesan kepada pengguna sosial
media di seluruh dunia bahwa Indonesia masih aman dan tidak perlu takut untuk
menghadapi ancaman bom. Tagar #IndonesiaUnite yang isinya banyak
mengandung hal-hal positif mengenai Indonesia, akhirnya berhasil menjadi
Trending Topic World Wide hampir dalam seminggu. Dan lagu Pandji yang
2 http://hiphopindo.net/pandji-hip-hop-media-protes-yang-membantu-saya/ diakses pada tanggal
12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB
57
berjudul Kami Tidak Takut sukses menjadi lagu anthem di acara-acara televisi
yang topiknya berbicara mengenai kejadian bom dan perlawanan rakyat Indonesia
dalam menghadapi ancaman bom.3 Selain itu lagu Untuk Indonesia cukup sukses
mencuri perhatian anak muda di Indonesia lewat sosial media youtube untuk lebih
mencintai negeri ini dan melakukan perubahan untuk negeri ini. Hal itu pula yang
menjadikan alasan peneliti untuk menggunakan Pandji sebagai subjek penelitian
dalam penelitian ini.
Dari segala macam aktivitas dan karya Pandji khususnya melalui album
hiphopnya yang banyak berkaitan dan memuat pesan sosial politik itu, pada tahun
2013 Pandji masuk dalam jajaran The Icons versi majalah Rolling Stone
Indonesia. The Icons adalah sosok inspiratif, berpengaruh dan banyak
menciptakan karya dan prestasi sepanjang tahun 2013 dan selama 8 tahun Majalah
Rolling Stone Indonesia berdiri. Dalam jajaran The Icons ini Pandji disesejarkan
dengan, Jokowi-Ahok dan Anies Baswedan.
B. Deskripsi Umum Album 32
Album 32 merupakan album musik yang dikeluarkan di era refomasi yang
khusus menyuarakan kritik-kritik sosial dan perlawanan kepada hegemoni orde
baru yang masih menghinggapi masyarakat Indonesia saat ini. Apabila berbicara
mengenai kritik sosial mengenai orde baru melalui musik, Iwan Fals merupakan
musisi yang cukun concern pada hal itu. Tetapi sesudah runtuhnya orde baru dan
memasuki era reformasi, hampir tidak ada musisi yang mengeluarkan album
secara khusus untuk menyuarakan kritik sosial terhadap hegemoni orde baru yang
3 http://pandji.com/makeyourmove/ diakses pada tanggal 12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB
58
masih ada hingga saat ini. Dan album 32 merupakan album yang secara khusus
menyuarakan pesan-pesan perlawanan dan kritik sosial terhadap hegemoni orde
baru di era reformasi saat ini.
Album 32 adalah bentuk penumpahan emosi, ide, pikiran dan perasaan
Pandji atas realitas sosial yang dia rasakan terhadap masalah-masalah sosial yang
terjadi di Indonesia. Album yang baru dirilis Pada tanggal 21 Mei 2012,
bertepatan dengan 14 tahun turunnya Soeharto, Pandji mengungkapkan “Konsep
besar dari album 32 adalah 32 tahun rezim Soeharto yang berdampak kepada 32
tahun kehidupan saya.”4 Konsep besar itu dia tuangkan dalam lagu-lagu yang
bernada perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru yang masih ada hingga saat
ini, walaupun Orde Baru sudah ditumbangkan oleh gerakan mahasiswa dan politik
pada tahun 1998.
Dalam album ini, Pandji banyak mengkritik masyarakat yang masih belum
bisa lepas dari pemerintahan otoriter (baca: hegemoni Orde Baru). Seperti Lagu
“Berani Mengubah”, “Menolak Lupa” dan “Terjebak” feat Reptamasta dari Jogja
sangat mewakili konsep album 32 ini dengan pesan yang mengajak pemuda untuk
tidak lupa apa yang terjadi di masa lalu dan tidak dengan mudah merasa bahwa
era Soeharto lebih baik. Karena banyak hal hal yang terjadi di masa itu yang
merupakan bagian kelam dari Republik Indonesia.5 Selain itu lagu seperti
“Demokrasi Kita” dan “Indonesia Free” adalah musikalisasi dari pidato
Mohammad Hatta yang menurut Pandji perlu untuk diketahui oleh generasi muda
Indonesia. “Banyak di antara anak muda di Indonesia yang enggan membaca,
4 http://hiphopheroes.net/album-ke-4-pandji-pragiwaksono-32%E2%80%B3 diakses pada tanggal
12 Januari 2015, pukul 14. 00 WIB 5 Ibid
59
padahal isi dari pidato pidato ini bukan hanya mengagumkan, tapi juga relevan
dengan kehidupan di Indonesia jaman sekarang.Karena itu saya putuskan untuk
memusikalisasi pidato tersebut dalam lagu hiphop.”6
Dalam wawancara dengan Hiphopindo.net Pandji juga mengutarakan
bahwa pesan dari album ini adalah “agar anak muda Indonesia sadar sejarah
sebelum beropini terhadap sejarah tersebut. Belajar dari kesalahan yang lampau,
dan tidak melaju mengulangi kesalahan tersebut.”7
Album 32 sangat relevan dengan kondisi sosial politik saat ini, dimana
Negara Indonesia yang kurang lebih sudah 16 tahun menjalani masa reformasi
sejak turunnya Soeharto (Orde Baru) yang pernah berkuasa selama 32 tahun,
tetapi justru sebagian rakyat Indonesia malah merindukan atau ingin kembali ke
masa Orde Baru karena jengah dengan kondisi sosial saat ini yang ternyata tidak
lebih membaik dibandingkan dengan masa Orde Baru. Selain itu juga album ini
sangat terkait dengan tahun-tahun politik (2012-2014) yaitu pemilihan legislative
dan presiden Indonesia di tahun 2014, dimana sebagian partai politik
menggunakan nama besar Soeharto atau program-program Orde Baru yang
dianggap berhasil dan menyejahterakan rakyatnya sebagai jargon-jargon
kampanye mereka.
C. Album Musik Dan Penghargaan
1. Album Musik
a. Provocative Proactive
6 Ibid 7 http://hiphopindo.net/konsep-besar-pandji-untuk-album-32/ diakses pada tanggal 12 januari
2015, pukul 14. 00 WIB
60
Album pertama yang dirilis 2008 ini, lebih banyak bercerita mengenai
keresahan yang Pandji rasakan, seperti mengenai pembajakan lagu di
Indonesia dalam lagu Bajak Lagu Ini, kecintaan dan menumbuhkan
semangat nasionalisme dalam lagu Untuk Indonesia dan You Think
You Know (Indonesia), kritik sosial dalam lagu Ada Yang Salah dan
kritik terhadap Kepolisian Republik Indonesia dalam Lagu Atas Nama
Kebenaran.
b. You'll Never Know When Someone Comes In And Press Play Your
Paused In Your Life
Album kedua yang dirilis pada tahun 2009 ini lebih banyak bercerita
mengenai kehidupan Pandji sebagai seorang ayah dan suami. Namun
Pandji tetap menyelipkan lagu-lagu yang bertema nasionalisme dan
kritik sosial, seperti lagu Kami Tidak Takut dan GBK.
c. Merdesa
Album ketiga yang dirilis pada tahun 2010 ini bisa dibilang album
yang paling laris penjualannya karena Pandji menerapkan teknik
marketing Free Lunch Method dalam menjual albumnya ini. Selain itu
hampir semua di album ini bercerita mengenai kritik sosial dan politik,
seperti Lagu Melayu, Perhatikan, Was Here, Tangan Kotor, Menoleh,
Menyingkir, DPR, dan Takkan Usai.
d. 32
Album keempat yang dirilis pada akhir tahun 2012 ini sangat kental
muatan sosial politiknya. Selain lagu-lagunya yang bertema
perlawanan dan kritik sosial, lagu-lagu dalam album ini memiliki tema
61
yang sama yaitu perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dan
romantisme masyarakat terhadap rezim Orde Baru. Lagu-lagu seperti
Berani Mengubah, Indonesia Free, Demokrasi Kita, Menolak Lupa,
Pemuda Bodoh, dan Terjebak, sangat kental pesan perlawanan dalam
melawan hegemoni Orde Baru dan kritik sosial.
2. Prestasi dan Penghargaan
a. Penghargaan Tokoh Populer Pro-HAM dari KONTRAS (Komisi Untuk
Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) – 2015
b. The Icons Versi majalah Rolling Stone Indonesia – 2013
c. Penghargaan Youth Icon Marketeer 2010 For New Wave Marketing
versi MarkPlus dalam penjualan album Merdesa dengan menggunakan
metode Free Lunch Method – 2010
d. Co-Founder Ref Basketball Clothing, Random Creative House, dan
Kolam Komik
e. Co-Founder Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia and C3 Friends
(Community For Children With Cancer)
f. Unilever Brand Ambassador for Lifebouy – 2009-2010
g. Ambassador for UNDP “Stand Up Take Action, End Poverty Now!” –
2009
h. Spokesperson for: FAO “1 Billion Hungry Petition”, KEMENDAG
World Expo, US Embassy “Intellectual Property Rights Awareness”,
Sampoerna foundation “Save A Teen” Campaign” - 2010
62
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Struktur teks, kognisi sosial, dan konteks sosial adalah bagian integral dan
tidak dapat dipisahkan dalam kerangka analisis Van Dijk. Kalau suatu teks
mempunyai ideologi tertentu, maka itu berarti menandakan dua hal.1 Pertama, teks
tersebut merefleksikan struktur model si pembuat teks ketika memandang suatu
peristiwa atau persoalan. Kedua, teks tersebut merefleksikan pandangan sosial
secara umum, skema kognisi masyarakat atas suatu persoalan. Untuk itu
diperlukan analisis yang luas bukan hanya pada teks tetapi juga kognisi individu
pembuat teks dan masyarakat.
A. Analisis Teks Album 32
Dalam dimensi teks, analisis diarahkan pada struktur dari teks wacana itu
sendiri. Struktur sebuah wacana tekstual menurut Van Dijk terbagi dalam tiga
tingkatan, dimana ketiga tingkatan tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi
yang pada akhirnya membentuk makna wacana secara keseluruhan. Ketiga tingkatan
tersebut yakni, Struktur Makro, Super Struktur dan Struktur Mikro. Analisis pada
tataran dimensi teks ini murni hanya akan menyandarkan penelitiannya berdasarkan
data primer (teks) yakni lirik-lirik lagu dalam album 32 yang bertemakan perlawanan
dan kritik sosial yaitu “Menolak Lupa”, “Terjebak”, “Demokrasi Kita”, “Berani
Mengubah”, dan “Pemuda Bodoh”.
1. Struktur Makro/Tematik
1 Teun Van Dijk, “The Interdiciplinary Study Of News as Discourse”, www.discourses.org/articles
/ diakses pada tanggal 25 Februari 2015, pukul 14.00 WIB
63
Unsur global dari wacana disebut tematik. Tema merupakan gagasan inti
dari suatu teks yang menggambarkan apa yang ingin disampaikan oleh seorang
penulis kepada pembaca melalui tulisannya dalam melihat atau memandang suatu
peristiwa. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa
juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks.
Tema menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh pembuat teks (dalam hal
ini Pandji Pragiwaksono) dalam lirik-lirik lagu album 32.
Lirik-lirik lagu dalam album 32 merepresentasikan pada kita mengenai
pandangan pembuat teks lirik lagu ini tentang kondisi indonesia hari ini, dimana
secara umum kondisi tersebut digambarkan dengan ketidakadilan dalam
penegakkan hukum, anak-anak muda yang buta sejarah dan politik Indonesia
sehingga banyak dijadikan alat politik oleh politisi-politisi jahat di negeri ini,
masyarakat Indonesia yang sebagian masih terjebak romantisme Orde Baru, dan
juga ajakan masyarakat Indonesia untuk melakukan perubahan menuju Indonesia
yang lebih baik.
a. Romantisme Masyarakat dan Kebangkitan Orde Baru
Salah satu topik yang mendukung tema utama dalam album 32 adalah
kebangkitan Orde Baru dan romantisme masyarakat akan kesejahteraan di masa
Orde Baru. Dalam menyambut pemilihan legislative dan presiden 2014, banyak
politisi tanah air dengan berbagai mesin politiknya melakukan kampanye dengan
menggunakan nama besar Soeharto dan romantisme Orde Baru untuk
mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat. Sehingga calon-calon
pemilih dalam pemilu 2014 ini yang sebagian besar anak muda dan diperkirakan
pada waktu Soeharto masih menjadi presiden kala itu mereka masih berumur 5-10
64
tahun bisa dengan mudah dipengaruhi dengan kampanye-kampanye politik yang
berisikan romantisme Orde Baru.2 Padahal banyak dari mereka yang tidak paham
apa yang terjadi pada Orde Baru, dan banyak dari kebijakan Orde Baru yang
sebenarnya merugikan masyarakat.
Mengenai romantisme Orde Baru ini, Pandji menuangkan dalam lirik-lirik
lagunya dalam album 32, seperti berikut ini:
Lirik lagu - Terjebak
Berkubang dalam lumpur,
Merasa nyaman dalam kotor dan dosa berumur
Terlalu kusam tuk dibersihkan, Terlalu dalam tuk diselamatkan
Terlalu ingin rakyat dibuat senang,
Walau semu dan lahir dari kebohongan
Dibuat percaya di masa lalu kita berjaya,
Dibuat rindu ingin seperti dulu
Ingin punya pemimpin sekuat itu,
Tak mau tahu dibalik senyumannya itu
Rakyat di-bully dibungkam lalu, dianggap angin lalu
Jangan ulangi kesalahanmu, terjebak kita terbelenggu slalu
Hidup tak berjalan mundur, jangan kendur
(Repstamasta)
Uyee... On Fire!
Tetap semangat jalani hidup
Jangan tengok!
Masa lalu, yang lalu biar cepat berlalu
Never give up! Wake up!
Ayo semangat! Yo Man!
Never give up! Wake up!
Ayo semangat! E Yo!
Lekas bangkit...
Cepat!
Gapai cita...
Jangan!
Pernah ragu-ragu
Ayo gapai citamu
Reff
Terjebak masa lalu
Rakyatku
2 http://news.okezone.com/read/2013/11/06/373/892681/anak-muda-tentukan-pemenang-pemilu-
2014 diakses tanggal 10 Maret 2015 pukul 11.00 WIB
65
Bangsaku susah maju
Selalu
Tatap masa depanmu
Melaju
Dengan semangat baru
Lirik lagu – Berani Mengubah
32 tahun gua hidup, kita masih dibayang-bayangi oleh 32 tahun
kepemimpinan "The Smiling General" itu. Hooo..!
Berhenti membandingkan hari ini dengan masa lalu.
Tanggung jawab hanya di elu dan di gua untuk membuat bangsa
ini maju.
Bangun bangsaku! Dari tidurmu!
Hidup bukan di masa lalu, mari melaju!
b. Lemahnya Penegakkan Hukum di Indonesia
Topik lain yang disajikan dalam tema sentral dalam album ini adalah
lemahnya penegakkan hukum dan keadilan di Indonesia, khususnya kasus-kasus
hukum dan HAM yang terjadi pada masa Orde Baru. Dalam album 32, Pandji
menyinggung masalah kasus hilangnya Widji Thukul, pengungkapan kasus
pembunuhan Munir, dan pelaku-pelaku kejahatan dari kasus orang-orang hilang
dan meninggal dalam tragedi kerusuhan 1997-1998. Mengenai kasus-kasus
tersebut dan penegakkan hukumnya yang tidak kunjung selesai, Pandji
menuangkan pemikirannya dalam lirik lagu seperti berikut ini :
Lirik lagu – Menolak Lupa
Widji Thukul nama yang sederhana,
hidup yang sederhana, tapi nyali luar biasa
Bagaimana bisa anak seorang tukang becak
Jadi pemuda yang berbahaya di mata penguasa
Kalau bukan karna tajamnya sebuah ucapan
Aku ingin jadi peluru juga
Yang menghujam ketidakadilan kepada rakyat jelata
Berpindah dari kota ke kota, menghindari tangkapan penguasa
Lalu di tahun '98, kau menghilang hingga sekarang
Hanya satu kata, "LAWAN!"
66
Hanya satu kata, "LAWAN!"
Hanya satu kata, "LAWAN!"
Terima kasih kawan, kami lanjutkan perjuangan
Reff
Pahlawan, kami merindukan kamu
Pejuang, kami merindukan kamu
Pahlawan, kami merindukan kamu
Warisanmu Munir adalah nyali dan hatimu, Munir
Untuk mereka yang merasa tersingkir
Kau melawan dan berjuang tanpa akhir
Mereka bisa meracuni satu gelas saja
Tapi takkan bisa meracuni gelas sebangsa
Kupastikan mereka kan slalu ingat
Itu perjuanganku melawan lupa
c. Ajakan Melakukan Perubahan
Topik selanjutnya menguraikan mengenai bagaimana Pandji mengajak
seluruh lapisan masyarakat khususnya anak muda untuk melakukan perubahan
untuk Indonesia yang lebih baik. Pandji mengajak rakyat Indonesia khususnya
anak muda untuk lebih peduli dengan segala masalah yang ada di Indonesia dan
melakukan perubahan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Perubahan
itu ditujukan agar masyarakat Indonesia bisa lebih melihat kedepan dan tidak usah
terlalu lama terjebak dalam romantisme Orde Baru yang semu. Gerakan
perubahan itu akan menentukan masa depan Indonesia ke arah yang lebih baik.
Pandji menguraikan pemikirannya tersebut dalam penggalan lirik lagunya
berikut ini:
Lirik lagu – Berani Mengubah
Tutup kedua matamu, hindari kenyataan yang ada di depanmu.
Bungkam mulutmu, simpan suara lantangmu yang bisa kau
gunakan tuk bela mreka yang lebih lemah darimu.
Sumpal telingamu agar teriakan rakyat tak perlu kau indahkan.
Dudukkan tubuhmu, tak usah berdiri dan berjuang selain untuk
dirimu, hanya hidupmu
67
Ketidakpedulianmu akan berbalik kepadamu dalam wujud setan
berjubah berbambu.
Berjuang untuk siapapun yang isi kantong dgn kemewahan semu
dan palsu.
Jangan kau lawan mereka, Sesungguhnya mereka tawanan
sangkar emas para penguasa.
Bukalah mata, buka telinga dan berani teriak, berjuang untuk
bangsa Indonesia. Aaww!!
CHORUS
Bangun bangsaku! Dari tidurmu!
Hidup bukan di masa lalu, mari melaju!
(2X)
Sesungguhnya Indonesia adalah sebuah konsep persatuan luhur
dalam keragaman.
Keberhasilannya di tangan rakyatnya seperti halnya kesaktian
Pancasila.
Nafasnya hanya akan sepanjang gandengan tangan yang
memperjuangkannya.
Para pesimis hanya bergunjing di belakang, cuma bisa numpang
sambil berpangku tangan.
d. Ketimpangan Sosial dan Praktik Korupsi
Topik lain yang diuraikan dalam album 32 adalah ketimpangan sosial yang
terjadi karena tidak meratanya pembangunan di Indonesia. Contohnya
kesejahteraan di pulau jawa sangat jauh berbeda dengan yang di Papua, akibatnya
dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Ditambah pula
dengan perilaku korupsi yang sudah merajalela di negeri ini bahkan sampai level
tertinggi sekalipun yaitu presiden. Pandji menguraikan praktik korupsi dan
dampak dari korupsi itu sendiri seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, dan tidak
meratanya pembangunan di Indonesia dalam lirik lagu berikut ini:
Lirik Lagu – Demokrasi Kita
68
Kecewa kita akan negara.
Janji tak sama dengan yang dipandang mata.
Di mana-mana rakyat tak puas,
Kesetaraan tiada, tak lagi kita merasa sebangsa.
Demokrasi terlantar karena,
Tikus-tikus politik gerogoti negara.
Di sana sini merintih minta merdeka,
Pemuda, inikah hasil terbaik demokrasi kita?!
Dengan keterkaitan secara umum antara berbagai topik dalam lirik-lirik
lagu dalam album 32, tematik teks wacana berujung pada satu kesimpulan
mengenai perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dan kritik Pandji terhadap
masyarakat yang terjebak dalam romantisme Orde Baru yang semu.
2. Superstruktur/Skematik
Tema wacana juga didukung dengan cara penceritaan (skematik) tertentu,
yakni bagaimana antara satu peristiwa dengan peristiwa lain dirangkai dalam satu
teks. Dalam istilah lain superstrutur dapat juga diartikan bangunan atau skema
teks yang runut dari awal sampai akhir dan kemudian membentuk satu kesatuan
arti.
Dalam sebuah lirik lagu, skema konstruksinya terdiri atas judul, intro, bait,
dan Reffrain. Namun walaupun ada pembagian seperti ini, kesemuanya adalah
satu kesatuan dari lirik, baik intro, bait, dan reffrein.
Judul dalam sebuah lirik lagu memegang peranan penting sebagai sebuah
gerbang yang akan mengantarkan kita pada hamparan makna yang terkandung
dalam bait-bait lirik lagu. Menurut Van Dijk, judul termasuk dalam kategori yang
membentuk summary sebuah teks. Skema lanjutan setelah judul dalam sebuah
lirik lagu adalah bait pembuka atau yang biasa kita kenal dengan intro. Jika
dikomparasikan dengan stuktur sebuah teks berita, maka intro ini bisa
69
dianalogikan sebagai lead berita yaitu sebagai penghubung antara Judul dan isi
teks secara keseluruhan. Ringkasan mengenai gagasan umum dalam lirik lagu ini
telah dilakukan melalui skematik judul dan bait intro, sedangkan pengejawantahan
dari ringkasan tersebut adalah terletak pada bagian tubuh lirik atau bait-bait
selanjutnya. Pada bait kedua, bait ketiga, dan bait kelima. Melalui penempatan ini,
bait-bait tersebut diposisikan sebagai kepanjang tanganan dari judul dan bait intro.
Dalam sebuah lirik lagu strategi penyusunan bagian yang dianggap tidak
atau kurang penting dengan bagian yang penting adalah dengan menggunakan
reffrain. Reffrein merupakan bagian ulangan (pada syair lagu), perulangan syair
lagu”.3 Reffrein atau disingkat reff juga merupakan klimaks yang diberi penekanan
khusus oleh sang penulis lagu. Penekanan ini mengindikasikan bahwa bagian
yang disuarakan dalam reff adalah suatu yang penting, suatu yang ingin
ditonjolkan.
a. Lirik Lagu Menolak Lupa
Pandji menggunakan judul “Menolak Lupa” sebagai penghargaannya
kepada para pahlawan yang seharusnya kita kenang jasa-jasanya tetapi justru
malah terlupakan di negeri ini. Padahal pahlawan-pahlawan itu begitu besar
jasanya bagi negeri ini. Selain itu “Menolak Lupa” adalah bentuk sikap Pandji
terhadap kasus-kasus yang tidak pernah diselesaikan dengan baik dan justru malah
dilupakan oleh rakyat Indonesia, seperti kasus-kasus HAM di negeri ini. Oleh
karena itu judul lagu ini bisa diartikan sebagai menolak lupa terhadap kasus-kasus
kekerasan, pembunuhan, ketidakadilan khususnya yang berkaitan dengan HAM.
3 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer. (Surabaya : Karya Utama, 2002), h. 527
70
Skema selanjutnya adalah bagian intro. Intro dalam lagu “Menolak Lupa”
adalah sebagai berikut ini:
Tidakkah kita merasa kehilangan,
Orang-orang yang selama ini kita andalkan?
Mari kita melawan lupa
Mari kita menolak lupa
Bait pembuka adalah bait yang mengundang pendengar untuk terus berada
dalam dimensi lagu tersebut, ketika Intro ini cukup menarik biasanya pendengar
akan tetap melanjutkan mendengar lagu ini. Dalam lagu “Menolak Lupa”, Pandji
menggunakan bait-bait tersebut untuk menegaskan bahwa lagu ini minibiografi
mengenai empat tokoh yang menurut Pandji layak untuk dihargai jasa-jasanya
kepada negeri ini, tetapi oleh generasi saat ini justru mereka dilupakan. Menurut
Pandji, sosok-sosok pahlawan itu sampai mengorbankan nyawa mereka demi
kebebasan dan kenyamanan yang kita miliki saat ini.
Skema selanjutnya yaitu bait penjelas dari topik yang dibahas dalam lagu
ini. Dalam lagu “Menolak Lupa” terdapat 4 bait penjelas. Masing-masing bait
penjelas menjelaskan sosok pahlawan yang dianggap Pandji banyak berjasa pada
negeri ini tetapi justru dilupakan oleh rakyat Indonesia. Sosok-sosok pahlawan itu
adalah Mohammad Hatta, Abdurrahman Wahib (Gus Dur), Widji Thukul, dan
Munir. Bait-bait penjelas seperti berikut ini:
Bait Pertama (Mohammad Hatta)
14 Maret '80
Air mata ibu pertiwi membasahi Bumi indah ini
Pergilah sosok bijak itu,
Muhammad Hatta, rindu kami kepadamu
Kau ajarkan kami bahwa Cinta saja tak cukup,
perkaya diri dengan ilmu, merantau kalau perlu
Kompetensi lah yang buat bangsa maju,
itulah mengapa kau mencintai buku
71
Kau ajarkan kami untuk berani.
Di negri yang menjajahmu, kau lantang, berdiri sendiri
teriakkan pledoi "Indonesia Free!"
Kau buktikan kata dan tulisan setajam belati.
Kau korban perbedaan pendapat,
namun kau tahu konflik tiada manfaat.
Jabatan ditinggal tapi cinta disimpan rapat dalam hati,
juga cita-cita untuk punya Bally.
Bait kedua (Abdurahaman Wahib atau Gus Dur)
Bosen sekolah, begadang nonton bola,
waktu luang ke bioskop saja.
Waktu muda, kita berdua tak jauh berbeda.
Abdurrahman Wahid, Gusdur akrabnya.
Mungkin itu mengapa kukagumimu,
karena Indonesia masih sangat butuhkanmu.
Diciptakan berbeda, tapi masih saja ada yang ingin kita satu,
bukan bersatu bagai inginmu.
Irian jaya jadi Papua,
Bebas ekspresikan budaya Cina,
Ganti jendral keras dengan reformis,
Korupsi usut habis, pluralis, dan kontroversial abis.
Mungkin memang kami butuh yang nekat,
Tanpa kompromi, basa-basi yang menghambat.
Kau slalu bisa, temukan jawaban yg singkat
Dan buat lawan bungkam dan sewot.
"Gitu aja kok repot..." Hah
Bait ketiga (Widji Thukul)
Widji Thukul nama yang sederhana,
hidup yang sederhana, tapi nyali luar biasa
Bagaimana bisa anak seorang tukang becak
Jadi pemuda yang berbahaya di mata penguasa
Kalau bukan karna tajamnya sebuah ucapan
Aku ingin jadi peluru juga
Yang menghujam ketidakadilan kepada rakyat jelata
Berpindah dari kota ke kota, menghindari tangkapan penguasa
Lalu di tahun '98, kau menghilang hingga sekarang
Hanya satu kata, "LAWAN!"
Hanya satu kata, "LAWAN!"
Hanya satu kata, "LAWAN!"
Terima kasih kawan, kami lanjutkan perjuangan
72
Bait Keempat (Munir)
Warisanmu Munir adalah nyali dan hatimu, Munir
Untuk mereka yang merasa tersingkir
Kau melawan dan berjuang tanpa akhir
Mereka bisa meracuni satu gelas saja
Tapi takkan bisa meracuni gelas sebangsa
Kupastikan mereka kan slalu ingat
Itu perjuanganku melawan lupa
Dalam lagu “Menolak Lupa” bagian Reff merupakan bagian terpenting
karena bagian reff ini diulang sebanyak 8 kali. Reff seperti yang sudah diketahui
merupakan klimaks yang diberi penekanan khusus oleh sang penulis lagu.
Penekanan ini mengindikasikan bahwa bagian yang disuarakan dalam reff adalah
suatu yang penting, suatu yang ingin ditonjolkan. Adapun bagian reff dari lagu
“Menolak Lupa” adalah sebagai berikut:
Pahlawan, kami merindukan kamu
Pejuang, kami merindukan kamu
Pahlawan, kami merindukan kamu
b. Lirik Lagu – Terjebak
“Terjebak” adalah judul lagu yang digunakan Pandji untuk
merepresentasikan keadaan dimana sebagian rakyat Indonesia masih terjebak
dalam Romantisme Orde Baru. Padahal rezim Orde Baru sudah tumbang hampir
16 tahun lamanya oleh gerakan mahasiswa dan politik. Orde Baru menurut Pandji
merupakan rezim yang lebih banyak menimbulkan masalah atau kejahatan
dibandingkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dalam lagu ini, Pandji
mengungkapkan bahwa rezim Orde Baru sudah terlalu lama memimpin Indonesia
selama hampir 32 tahun, sehingga rakyat sudah banyak yang terdoktrin akan
kesejahteraan semu itu. Menurut Pandji, kesejahteraan yang dirasakan pada zaman
73
Orde Baru hanya dirasakan oleh segelintir orang dan terpusat hanya di pulau jawa.
Rakyat Indonesia tidak pernah tahu bahwa pembangunan, keamanan, dan
ketertiban yang selama ini dirasakan pada zaman Orde Baru, ada masyarakat yang
jadi korban dari kebijakan-kebijakan Orde Baru terutama rakyat miskin yang
direnggut hak-haknya oleh pemerintah Soeharto. Hak-hak yang direnggut itu
mulai dari tempat tinggal mereka sampai kehilangan nyawa mereka. Tetapi rakyat
terus dijerumuskan bahwa zaman Orde Baru lebih baik dari zaman sekarang. Bait
pertama dalam lirik lagu “Terjebak” menguraikan keresahan Pandji mengenai hal
tersebut.
Berkubang dalam lumpur,
Merasa nyaman dalam kotor dan dosa berumur
Terlalu kusam tuk dibersihkan, Terlalu dalam tuk diselamatkan
Terlalu ingin rakyat dibuat senang,
Walau semu dan lahir dari kebohongan
Dibuat percaya di masa lalu kita berjaya, Dibuat rindu ingin
seperti dulu
Selanjutnya untuk mendukung bait pertama atau intro diatas, maka
dibutuhkan bait penjelas yang diuraikan dalam lirik lagu seperti berikut ini:
Berdalih harga naik bersungut-sungut kenapa pada dasarnya
semua panik
Tanpa paham apa itu inflasi?
Apa makna kalo pertumbuhan ekonomi negatif?
Ketidaktahuan rakyat dimanfaatkan oleh wakilnya
Ketakutannya jadi senjata tuk ciptakan ilusi kebutuhan kepada
mereka
Kita diyakinkan bahwa kita tak berdaya, kita tidak berkuasa
Jadilah kita singa-singa yang dipimpin para domba
Saatnya berontak, saatnya ilmu kita jadikan manfaat
Jangan takut untuk berpendapat
Kalo kebenaran terungkap mereka kan luluh lantak
Kala dahulu kita diobral janji jalani hidup enak
74
Tapi apa sekarang pada bingung-bingung ngurus anak
Kita yang menentukan jalan sebuah masa depan
Bukan mereka, dia, atau orang berkuasa
Buka kedua bola matamu lalu bangkit
Tinggalkan fenomena, ayo bangkit!
Buka kedua matamu lalu bangkit!
Karena semua takkan kembali ke masa lalu
Bangkit dan terus maju!
Dan sebagai penekanan atas pesan atau makna yang ingin disampaikan
dalam lagu ini, bagian reff diulang sebanyak 6 kali. Adapun bagian reff lagu
“Terjebak” adalah:
Terjebak masa lalu
Rakyatku
Bangsaku susah maju
Selalu
Tatap masa depanmu
Melaju
Dengan semangat baru
c. Lirik Lagu – Demokrasi Kita
Pandji yang menganggumi Mohammad Hatta, terinsipirasi untuk membuat
lagu dengan judul yang sama dengan risalah yang ditulis Hatta pada tahun 1960
yaitu “Demokrasi Kita”. “Demokrasi Kita” pernah dimuat dalam Majalah Pandji
Masjarakat. Risalah ini berisikan kritik Hatta kepada rekan seperjuangannya yaitu
Soekarno. Tulisan ini berisi kritik terhadap Demokrasi Terpimpin yang digunakan
Soekarno pada tahun 1960-an. Hatta kecewa dengan tabiat dan pembawaan
flamboyan Sukarno, yang mempermainkan tata Negara. Demokrasi yang dicita-
citakan Hatta yang seharusnya bisa mensejahterakan rakyat justru malah berakibat
buruk di tangan pemimpin yang tidak bisa menggunakan demokrasi itu. Pada saat
masa Demokrasi Terpimpin banyak sekali konflik-konflik politik dan sosial yang
75
merugikan masyarakat. Sehingga Hatta mengkritik pemerintahan Soekarno saat
itu.
Menurut Pandji kondisi saat ini sama seperti kondisi saat Hatta menulis
“Demokrasi Kita”, dimana partai-partai politik gagal membawa negeri ini kearah
yang lebih baik. Konflik-konflik sosial politik berpengaruh buruk pada
kesejahteraan rakyat, korupsi semakin merajelela, ketimpangan sosial semakin
terlihat jelas sedangkan elit-elit politisi kita malah semakin sibuk dengan
kepentingannya masing-masing.
Kritik Pandji dengan kondisi demokrasi saat ini yang banyak
menimbulkan ketidaksejahteraan pada rakyat dituangkan dalam bait pertama lagu
ini.
Kecewa kita akan negara.
Janji tak sama dengan yang dipandang mata.
Di mana-mana rakyat tak puas,
Kesetaraan tiada, tak lagi kita merasa sebangsa.
Demokrasi terlantar karena,
Tikus-tikus politik gerogoti negara.
Di sana sini merintih minta merdeka,
Pemuda, inikah hasil terbaik demokrasi kita?!
Pandji yang sangat mengagumi Hatta dan juga tulisan- tulisannya yang
sangat cocok dengan kondisi demokrasi Indonesia saat ini diperjelas lagi dalam
bagian reff dalam lagu ini.
Hatta kuteladani.
Akal kujadikan pemimpin hati.
Sampai akhir nanti, kupastikan republik ini tetap berdiri.
Soekarno berironi, lawan perjuanganku sebangsaku sendiri.
Sampai akhir nanti, kupastikan republik ini tetap berdiri.
Walaupun mengkritik kondisi demokrasi saat ini, Pandji juga masih
memiliki optimisme pada kondisi demokrasi Indonesia ke depannya untuk lebih
76
baik. Demokrasi memang kadang menimbulkan efek buruk apabila tidak diiringi
dengan rasionalitas dan taat pada konstitusi dari para pelaku politik dan warga
negaranya, sesuai dengan apa yang ditulis oleh Hatta dalam “Demokrasi Kita”.
Optimisme itu dituangkan dalam bait kedua sampai keempat.
Demokrasi akan berjalan baik,
Kalau ada toleransi pemimpin politik.
Walau tertindas kebebasan sendiri,
Tapi kelak insyaf dan demokrasi kan bangkit kembali.
Sejarah telah beri pelajaran kita,
Demokrasi kan dihargai kembali, setelah...
Dia lama menghilang dari pandangan bangsa.
Dewasalah Indonesia untuk demokrasi kita!
Demokrasi takkan sirna dari Indonesia.
Tersingkir sementara, lalu kembalilah ia dengan tegapnya,
Karena berurat dalam kehidupan kita.
Tak mudah membangun demokrasi kita,
Takkan pula lancar perjalanannya.
Tapi bahwa ia akan muncul kembali,
Bung Hatta berkata: "Itu takkan dapat dibantah."
Pustaka Hatta: "Demokrasi Kita",
Hingga kini masih terasa relevansinya.
Tahun 60 hingga hari ini terbukti,
Umur demokrasi ada di tangan kita.
d. Lirik Lagu – Pemuda Bodoh
“Pemuda bodoh” judul lagu yang digunakan Pandji untuk mengungkapkan
keresahannya kepada sebagian anak muda Indonesia yang malas untuk mencari
wawasan dan ilmu, melakukan perubahan dan juga bekerja keras. Sehingga
menurut Pandji contoh anak muda seperti itu nantinya akan merugikan bangsa ini.
Contohnya seperti cara hidup yang hedonis, percaya pada informasi-informasi
yang tidak benar, dan tidak mau membantu terhadap sesama manusia yang
membutuhkan. Padahal menurut Pandji anak-anak muda saat ini menikmati segala
77
kenikmatan dan kenyamanan di negeri bukan tanpa pengorbanan dari anak muda
yang seumuran pada zaman dahulu ketika terjadi perang dan konflik untuk
mencapai Indonesia merdeka dan sejahtera.
Bait pertama dalam lagu ini langsung menghentak dengan lirik-lirik yang
cukup satir. Adapun bait pertama lagu “Pemuda Bodoh” adalah sebagai berikut:
Ey! Ey! Uh!
Pemuda bodoh sedikit-sedikit terlalu mudah roboh.
Kerjanya hanya selalu bersenang-senang tanpa memikirkan
dampaknya untuk lingkungan. Hah!
Pemuda bodoh tak mau mengisi dirinya dengan hal-hal yang bisa
membuatnya lebih kokoh.
Seperti pengalaman dan juga berharganya kegagalan.
Uh! Yeah!
Pemuda bodoh terlalu mudah untuk dibuat heboh.
Informasi selintas dianggap pantas untuk jadi dasar pemikiran dan
juga tindakan. Uh!
Pemuda bodoh segeralah coba untuk membuka wawasan.
Tambahlah bacaan! Gunakan pikiran! Dengarkan! Dan jangan
cuma nongkrong sembarangan!
Pandji dalam lagu ini didukung dengan bait penjelas yang dibawakan oleh
Endrumarch dalam bait kedua, seperti beikut ini:
Anak muda masa kini pergerakannya hanya sekitar jari
yang penting terus update status.
Dasar lo dam digi dam! Dam!
Anak muda masa kini bisanya hanya minta duit mami.
Yang penting penampilan terlihat berkelas.
Tetap lo dam digi dam! Dam! Dam!
Lagu ini tidak terdapat bagian reff. Sehingga bagian penekanan dalam lagu
terdapat dalam bait ketiga dalam lagu ini yang dibawakan oleh Pandji.
Para pemalas, jangan sekali-sekali merasa kau pantas
Menikmati semua keindahan alam ini dan juga kemajuan yang ada
di negeri ini. Uh! Ey!
Para pemalas, ketahuilah bahwa kata "Bebas" diperjuangkan oleh
mereka yang seumurmu.
Berjuang dan bahkan mati hanya untukmu.
78
Uh! Uh!
Para pemalas, kau buat negeri ini bagai bis patas.
Berisi penumpang tanpa kesadaran, membuat bis ini suka berhenti
sembarangan. Uh! Ey!
Para pemalas, kucoba tunggu mampukah kau membalas ucapanku
yang pedas?
Apakah usahamu, perjuanganmu, dan ucapanmu, sama keras?
e. Lirik Lagu - Berani Mengubah
Pandji menggunakan judul lagu “Berani Mengubah” untuk menyampaikan
pesan kepada masyarakat khususnya anak muda untuk berani melakukan
perubahan untuk negeri ini sesuai dengan kemampuan yang kita punya dan juga
sekaligus berani untuk meninggalkan doktrin-doktrin dan hegemoni Orde Baru
yang terus dirasakan rakyat Indonesia. Bentuk-bentuk hegemoni Orde Baru itu
yang membuat rakyat Indonesia selalu bungkam terhadap perubahan, tidak peduli
terhadap sesama dan masalah-masalah di negeri ini, karena menurut mereka
semua itu adalah tugasnya pemerintah. Padahal rakyat juga bisa meringankan
tugas pemerintah itu dengan cara melakukan perubahan yang dimulai dari
sekitarnya.
Pandji juga mengkritik rakyat Indonesia untuk lebih peka lagi dalam
permasalahan sosial. Kritik itu berupa cibiran kepada ormas-ormas yang
mengatasnamakan agama tetapi bertingkah layaknya preman dengan
menggunakan cara-cara kekerasan. Padahal ormas-ormas itu juga bukan
representasi dari masyarakat tetapi justru bentukan pemerintah. Pemerintah
sengaja membentuk ormas-ormas ini agar apabila ada konflik di masyarakat tidak
79
terjadi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer, sehingga ormas-ormas ini
yang akan turun ke jalan dan konflik tersebut bisa diarahkan ke konflik sosial.4
Keresahan Pandji mengenai masalah diatas dituangkan dalam bait pertama
dan didukung dengan bagian penjelas dalam bait kedua dan ketiga dalam lagu ini.
E yo!
32 tahun gua hidup, kita masih dibayang-bayangi oleh 32 tahun
kepemimpinan "The Smiling General" itu. Hooo..!
Berhenti membandingkan hari ini dengan masa lalu.
Tanggung jawab hanya di elu dan di gua untuk membuat bangsa
ini maju.
Tutup kedua matamu, hindari kenyataan yang ada di depanmu.
Bungkam mulutmu, simpan suara lantangmu yang bisa kau
gunakan tuk bela mreka yang lebih lemah darimu.
Sumpal telingamu agar teriakan rakyat tak perlu kau indahkan.
Dudukkan tubuhmu, tak usah berdiri dan berjuang selain untuk
dirimu, hanya hidupmu
Ketidakpedulianmu akan berbalik kepadamu dalam wujud setan
berjubah berbambu.
Berjuang untuk siapapun yang isi kantong dgn kemewahan semu
dan palsu.
Jangan kau lawan mereka, Sesungguhnya mereka tawanan
sangkar emas para penguasa.
Bukalah mata, buka telinga dan berani teriak, berjuang untuk
bangsa Indonesia. Aaww!!
Bagian penekanan dalam lagu ini terdapat di bagian reff dan akhir dalam
lagu ini, yaitu sebagai berikut:
Reff
Bangun bangsaku! Dari tidurmu!
Hidup bukan di masa lalu, mari melaju!
Bangun bangsaku! Dari tidurmu!
Hidup bukan di masa lalu, mari melaju!
4 http://www.tribunnews.com/nasional/2011/09/03/bocoran-wikileaks-fpi-itu-attack-dog-polri
diakses tanggal 10 maret 2015 pukul 11.00 WIB
80
Mau kau kemanakan rakyat yang jadi korban?
Mau kau kemanakan segala keberagaman?
Mau kau kemanakan 350 Trilyun yang selama 32 tahun
menghilang?
Mau kau kemanakan media yang jadi korban?
Mau kau kemanakan mahasiswa yang menghilang, yang
diperjuangkan setiap kamisan?
Mau kau kemanakan?
Mau kau kemanakan!
3. Struktur Mikro
Pada analisis struktur mikro elemen semantik digunakan untuk melihat
wacana dari suatu teks. Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks
dari hubungan antar kalimat, hubungan antar proposisi yang membangun makna
tertentu dalam bangunan teks. Elemen semantik merupakan elemen terkecil dalam
sebuah teks wacana, namun tetap memiliki keterkaitan dan porsi yang sama
dengan elemen lain (tematik dan skematik) dalam menentukan arah makna suatu
teks wacana.
a. Lirik lagu – Menolak Lupa
Berkaitan dengan tema utama album ini, yaitu melawan hegemoni Orde
Baru, Pandji memasukkan nama Widji Thukul dan Munir untuk mengingatkan
rakyat Indonesia khususnya anak muda bahwa kedua orang tersebut sangat berjasa
dalam melawan dan meruntuhkan rezim Orde Baru.
Dari pesan yang ingin disampaikan Pandji dalam lagu Menolak Lupa, bisa
dilihat dari latar yang digunakan dalam lagu ini, yaitu di bagian awal lirik.
Tidakkah kita merasa kehilangan,
Orang-orang yang selama ini kita andalkan?
Mari kita melawan lupa
Mari kita menolak lupa
81
Latar tersebut menegaskan bahwa pesan dari lagu ini adalah agar kita
jangan pernah melupakan jasa-jasa dari sosok-sosok yang selama ini telah
berkorban demi kemajuan Indonesia. Sosok-sosok yang berkorban demi kemajuan
Indonesia itu selama ini telah dilupakan banyak orang, karena mereka tidak
seterkenal dan seheroik tokoh-tokoh yang lain. Bahkan dua sosok dalam lagu ini
yaitu Widji Thukul dan Munir, kasus hilang dan pembunuhannya belum
terungkap dengan jelas hingga saat ini. Oleh karena itu pada bagian awal lagu
Pandji memulai dengan lirik “Mari Kita Melawan Lupa, Mari Kita Menolak
Lupa”.
Elemen detil juga memperkuat pesan dan makna dalam lagu ini. Bagian
reff dalam lagu ini mendapatkan porsi detil yang banyak karena diulang sebanyak
8 kali dan ditempatkan diantara perpindahan bait. Adapun bagian reff itu adalah
sebagai berikut:
Pahlawan, kami merindukan kamu
Pejuang, kami merindukan kamu
Pahlawan, kami merindukan kamu
Selain itu elemen detil lain yang kental dengan unsur perlawanan adalah
bait yang menceritakan Widji Thukul. Lirik “Hanya satu kata, "LAWAN!"”
sebanyak 3 kali, dan diakhiri dengan lirik “Terima Kasih Kawan, Kami Lanjutkan
Perjuangan”.
Dalam melakukan perlawanan terhadap hegemoni Orde Baru dan ajakan
untuk menolak lupa yang ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat bisa dilihat
dalam bait lirik yang menceritakan sosok Widji Thukul. Dalam bait tersebut
dijelaskan bahwa biasanya orang yang melakukan perlawanan terhadap suatu
rezim itu yang memiliki wawasan yang luas, tingkat pendidikan yang tinggi, serta
82
aktivis yang dikenal luas. Dengan menggunakan elemen pengingkaran bisa dilihat
bagaimana seseorang yang sederhana, dan bukan siapa-siapa juga bisa menjadi
terdepan dalam melakukan perlawanan terhadap rezim Orde Baru. Bentuk
pengingkaran itu bisa dilihat dalam lirik berikut ini:
Widji Thukul nama yang sederhana,
hidup yang sederhana, tapi nyali luar biasa
Bagaimana bisa anak seorang tukang becak
Jadi pemuda yang berbahaya di mata penguasa
Elemen metafora wacana perlawanan untuk menolak lupa juga bisa dilihat
di bait yang menceritakan sosok Munir pada penggalan lirik berikut ini.
Mereka bisa meracuni satu gelas saja
Tapi takkan bisa meracuni gelas sebangsa
Kupastikan mereka kan slalu ingat
Itu perjuanganku melawan lupa
Pesan yang ingin disampaikan dengan menggunakan elemen metafora ini
adalah bahwa Munir seseorang yang sangat vokal dalam mengungkap kebenaran
dan membela orang-orang tertindas bisa saja dibungkam dengan cara dibunuh
(diracun), tetapi masih ada orang lain atau masyarakat yang meneruskan
perjuangan Munir untuk mengungkap kebenaran dan melakukan perlawanan
setiap tindak kejahatan di negeri ini.
b. Lirik Lagu – Terjebak
Latar dalam lagu ini bisa dilihat dari bait awal dalam lagu ini, yaitu
sebagai berikut:
Berkubang dalam lumpur,
Merasa nyaman dalam kotor dan dosa berumur
Terlalu kusam tuk dibersihkan, Terlalu dalam tuk diselamatkan
Terlalu ingin rakyat dibuat senang,
Walau semu dan lahir dari kebohongan
Dibuat percaya di masa lalu kita berjaya,
83
Dibuat rindu ingin seperti dulu
Latar dalam penggalan lirik lagu diatas menggambarkan bahwa
masyarakat Indonesia masih banyak yang tenggelam dalam romantisme Orde
Baru. Romantisme ini diartikan sebagai keinginan untuk mengulang kembali masa
lalu yang dibayangkan atau diingat sebagai masa-masa yang lebih baik
dibandingkan saat ini. Pandji menggambarkan bahwa selama ini rakyat telah
terkecoh dengan jargon-jargon Orde Baru yang banyak mensejahterakan rakyat.
Kenyataannya kesejahteraan itu hanya semu belaka. Kesejahteraan yang dirasakan
rakyat saat Orde Baru itu hanya segelintir orang saja yang merasakan. Kemajuan
pembangunan yang dirasakan saat Orde Baru dijadikan kampanye dalam menarik
simpati masyarakat padahal kenyataannya pembangunan itu tidak dirasakan oleh
seluruh lapisan masyarakat dan juga tidak merata ke seluruh wilayah Indonesia.
Rakyat yang selama 32 tahun dipimpin Orde Baru sudah terlalu sulit untuk
disadarkan dari segala kebohongan dan hegemoni Orde Baru.
Elemen detil yang mendukung pesan dalam lagu ini bahwa rakyat telah
diperdaya dengan jargon-jargon “masa Orde Baru lebih enak dibandingkan saat
ini” adalah bisa dilhat dari penggalan lirik berikut ini:
Berdalih harga naik bersungut-sungut kenapa pada dasarnya
semua panik
Tanpa paham apa itu inflasi?
Apa makna kalo pertumbuhan ekonomi negatif?
Ketidaktahuan rakyat dimanfaatkan oleh wakilnya
Ketakutannya jadi senjata tuk ciptakan ilusi kebutuhan kepada
mereka
Maksud penggalan lirik tersebut adalah ketidaktahuan rakyat yang panik
dengan kenaikan harga barang-barang pokok yang terjadi pada saat ini, Padahal
kenaikan harga itu akibat dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
84
meningkat. Kenaikan harga-harga itu juga diiringi dengan kenaikan pendapat per
kapita, Sehingga tidak adil kalau dibandingkan dengan harga-harga bahan pokok
yang murah pada zaman Orde Baru. Era Orde Baru barang-barang pokok bisa
murah karena juga dibantu dengan utang luar negeri yang berlimpah dari IMF.
Sehingga sebenarnya pembangunan ekonomi Orde Baru itu mudah sekali runtuh
sewaktu-waktu. Bahkan angka pertumbuhan ekonominya minus 13 persen.5 Dan
puncak dari ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri adalah krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998. Ketidaktahuan rakyat yang mayoritas
merupakan kelas menengah-bawah mengenai keadaan ekonomi Indonesia yang
sebenarnya terjadi pada waktu itu dijadikan alat kampanye oleh sebagian politisi-
politisi kita untuk mencari dukungan politik dan simpati dalam pemilu 2014.
Elemen metafora dalam mendukung wacana perlawanan dan kritik sosial
juga bisa dilihat dalam penggalan lirik berikut ini:
Kita diyakinkan bahwa kita tak berdaya, kita tidak berkuasa
Jadilah kita singa-singa yang dipimpin para domba
Saatnya berontak, saatnya ilmu kita jadikan manfaat
Jangan takut untuk berpendapat
Kalo kebenaran terungkap mereka kan luluh lantak
Kalimat “Jadilah Kita Singa-Singa Yang Dipimpin Para Domba”
mempunyai arti bahwa selama ini sebenarnya rakyat mempunyai kekuasaan dan
kemampuan untuk melakukan perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, tetapi
justru rakyat malah diperdaya oleh wakil-wakilnya di eksekutif dan legislative
yang tidak mempunyai kompetensi untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih
baik. Bahkan selama ini rakyat terus diperdaya dengan banyaknya korupsi yang
dilakukan oleh elit-elit politisi kita sehingga banyak uang negara yang hilang,
5 http://www.indonesia-2014.com/read/2014/04/01/gincu-orde-baru-masih-laku#.VSs21dyUeSo
diakses pada tanggal 11 Maret 2015 pukul 11.00
85
yang seharusnya uang tersebut bisa mensejahterakan rakyat. Kalimat “Saatnya
berontak, saatnya ilmu kita jadikan manfaat.Jangan takut untuk berpendapat”
merupakan ajakan kepada rakyat Indonesia untuk lebih vokal lagi dalam
mengungkap kebenaran dan perlawanan kepada wakil-wakilnya yang tidak
kompeten dan merugikan masyarakat. Caranya, dengan bersikap terbuka terhadap
segala informasi dan ilmu pengetahuan dan juga mau mengemukakan pendapat,
kebenaran, dan kritik kepada pemerintah.
c. Lirik Lagu – Demokrasi Kita
Latar dari wacana kritik sosial yang ingin disampaikan dalam lagu ini bisa
dilihat dalam penggalan lirik berikut ini:
Kecewa kita akan negara.
Janji tak sama dengan yang dipandang mata.
Di mana-mana rakyat tak puas,
Kesetaraan tiada, tak lagi kita merasa sebangsa.
Dalam lagu ini, Pandji mengkritik keadaan demokrasi Negara Indonesia
saat ini yang tidak bisa mensejahterakan rakyatnya dan justru malah kondisi sosial
saat ini yang semakin memburuk karena konflik-konflik yang ditimbulkan oleh
elit-elit politisi kita. Kekecewaan rakyat kepada Negara timbul karena elit-elit
politisi kita yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya saja,
sedangkan kepentingan rakyat dilupakan begitu saja. Diantara faktor penyebab
kekecewaan rakyat terhadap kondisi demokrasi Indonesia saat ini adalah masih
banyaknya kasus korupsi di Indonesia. Selain itu pembangunan ekonomi dan
infrastruktur yang masih belum merata ke seluruh wilayah Indonesia. Hal itu bisa
dilihat dari elemen koherensi kondisional dalam penggalan lirik beikut ini:
Demokrasi terlantar karena,
Tikus-tikus politik gerogoti negara.
86
Di sana sini merintih minta merdeka,
Pemuda, inikah hasil terbaik demokrasi kita?!
Elemen praanggapan bisa digunakan dalam melihat wacana kritik sosial
dalam lagu ini. Eriyanto mengungkapkan bahwa elemen praanggapan adalah
pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Praanggapan
hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu
dipertanyakan.6 Elemen pranggapan dalam melihat wacana kritik sosial di lagu ini
adalah bahwa kondisi demokrasi pasti akan mensejahterakan rakyatnya apabila
elit-elit politisi kita tidak mementingkan pribadi mereka dan lebih mengutamakan
kepentingan rakyat. Dan kondisi demokrasi seperti itu pasti akan ada di Indonesia
dan membutuhkan proses yang tidak sebentar, karena Negara yang menggunakan
system demokrasi pasti mengalami siklusnya sendiri. Adapun praanggapan dalam
penggalan lirik lagu ini sebagai berikut:
Demokrasi akan berjalan baik,
Kalau ada toleransi pemimpin politik.
Walau tertindas kebebasan sendiri,
Tapi kelak insyaf dan demokrasi kan bangkit kembali.
Sejarah telah beri pelajaran kita,
Demokrasi kan dihargai kembali, setelah...
Dia lama menghilang dari pandangan bangsa.
Dewasalah Indonesia untuk demokrasi kita!
Demokrasi takkan sirna dari Indonesia.
Tersingkir sementara, lalu kembalilah ia dengan tegapnya,
Karena berurat dalam kehidupan kita.
Tak mudah membangun demokrasi kita,
Takkan pula lancar perjalanannya.
Tapi bahwa ia akan muncul kembali,
Bung Hatta berkata: "Itu takkan dapat dibantah."
d. Lirik Lagu – Pemuda Bodoh
6 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, (Yogyakarta: LKIS, 2011) h.256
87
Elemen latar dalam lagu ini bisa dilihat pada penggalan lagu beikut ini:
Pemuda bodoh sedikit-sedikit terlalu mudah roboh.
Kerjanya hanya selalu bersenang-senang
tanpa memikirkan dampaknya untuk lingkungan.
Pemuda bodoh tak mau mengisi dirinya dengan hal-hal yang bisa
membuatnya lebih kokoh.
Seperti pengalaman dan juga berharganya kegagalan
Pada penggalan lirik tersebut ditegaskan bahwa latar belakang dari wacana
kritik sosial dalam lagu ini adalah kritik terhadap pemuda-pemuda Indonesia yang
hidupnya penuh dengan hedonisme dan tidak peduli terhadap masalah-masalah
sosial di sekitarnya. Selain itu latar yang menjadi wacana kritik sosial dalam lagu
ini adalah rakyat Indonesia khususnya anak mudanya yang selalu saja percaya
informasi-informasi yang beredar di media, khususnya media sosial seperti twitter
dan facebook tanpa mengecek dulu kevalidan informasi tersebut. Itu semua terjadi
karena anak-anak muda ini malas dalam mencari infomasi dan menambah ilmu
dan wawasan mereka. Akibatnya mereka sering diperdaya oleh politisi-politisi
jahat di negeri ini dengan informasi-informasi yang tidak benar, bahkan
informasi-informasi atau berita yang tidak pernah dicek kebenarannya itu
menimbulkan keresahan di masyarakat.
Lirik lagu ini juga diwarnai dengan pemakaian kosakata (leksikon) yang
semuanya dipakai untuk menegaskan kegeraman Pandji terhadap anak-anak muda
yang malas dalam mencari informasi juga anak muda yang tidak peduli terhadap
masalah sosial di lingkungan sekitarnya. Misalnya ungkapan yang sama dengan
judul lagu ini yaitu “pemuda bodoh” dan juga ungkapan dalam penggalan lirik
berikut ini:
Udah bego terus malas, mendingan elo jadi alas kaki biar bisa
diinjek.
88
Dasar lo dam digi dam! Dam!
Bisanya cuma ngeluh, ini kok gini ini kok gitu.
Sini gua tabok biar lo sadar... elo trakodam digi dam! Dam! Dam!
Elemen kata ganti juga mendukung wacana dari lagu ini yang khusus
ditujukan kepada rakyat Indonesia khususnya anak muda yang sudah disebutkan
ciri-cirinya dalam latar diatas, seperti dalam penggalan lirik berikut ini:
Para pemalas, jangan sekali-sekali merasa kau pantas
Menikmati semua keindahan alam ini dan juga kemajuan yang ada
di negeri ini.
Para pemalas, ketahuilah bahwa kata "Bebas" diperjuangkan oleh
mereka yang seumurmu.
Berjuang dan bahkan mati hanya untukmu.
Kata Para Pemalas dalam lagu ini digunakan untuk lebih spesifik kritik
yang ingin ditujukan oleh lagu ini. Kata-kata sindiran digunakan agar pesan kritik
sosial yang disampaikan dalam lagu ini lebih efektif.
Elemen metafora juga digunakan untuk mendukung wacana kritik sosial
dalam lagu ini. Seperti dalam penggalan lirik berikut ini:
Para pemalas, kau buat negeri ini bagai bis patas.
Berisi penumpang tanpa kesadaran, membuat bis ini suka berhenti
sembarangan.
Penggalan lirik tersebut merupakan sindiran yang menggambarkan bahwa
Negara Indonesia diibaratkan seperti bis patas, dimana di dalam bis patas para
penumpangnya banyak yang egois dan tidak peduli terhadap orang lain. Artinya di
Negara ini banyak sekali rakyat khususnya anak mudanya yang tidak peduli
terhadap kondisi masalah sosial di lingkungan sekitarnya. Sehingga Indonesia
susah untuk maju karena banyaknya anak muda yang tidak peduli dan tidak mau
turun tangan dalam membantu masalah sosial di negeri ini.
89
e. Lirik Lagu – Berani Mengubah
Latar dalam lagu ini mendukung tema utama dalam album 32. Wacana
perlawanan dan kritik sosial dalam lagu ini bisa dilihat dari latar dalam penggalan
lirik berikut ini:
32 tahun gua hidup, kita masih dibayang-bayangi oleh 32 tahun
kepemimpinan "The Smiling General" itu.
Berhenti membandingkan hari ini dengan masa lalu.
Tanggung jawab hanya di elu dan di gua untuk membuat bangsa
ini maju
Penggalan lirik diatas menggambarkan latar dalam lagu ini yang ditujukan
untuk mengkritik rakyat Indonesia yang masih terjebak atau dibayang-bayangi
hegemoni Orde Baru. Pandji juga menyampaikan wacana perlawanan terhadap
hegemoni Orde Baru dengan cara berhenti membandingkan kondisi saat ini
dengan zaman Orde Baru. Karena masa depan Indonesia ada di tangan rakyatnya
masing-masing. Indonesia bisa maju apabila rakyatnya mau membantu
pemerintah dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Pesan yang ingin disampaikan dalam lagu ini agar rakyat Indonesia mau
melakukan perubahan dan peduli terhadap masalah sosial di negeri ini bisa dilihat
dari elemen detil. Seperti dalam penggalan lirik berikut ini:
Sesungguhnya Indonesia adalah sebuah konsep persatuan luhur
dalam keragaman.
Keberhasilannya di tangan rakyatnya seperti halnya kesaktian
Pancasila.
Nafasnya hanya akan sepanjang gandengan tangan yang
memperjuangkannya.
Para pesimis hanya bergunjing di belakang, cuma bisa numpang
sambil berpangku tangan.
90
Lirik lagu ini juga diwarnai dengan pemakaian metafora yang
menggambarkan akibat dari ketidakpedulian masyarakat terhadap masalah sosial
di negeri ini. Seperti dalam penggalan lirik berikut ini:
Ketidakpedulianmu akan berbalik kepadamu dalam wujud setan
berjubah berbambu.
Berjuang untuk siapapun yang isi kantong dengan kemewahan
semu dan palsu.
Jangan kau lawan mereka, Sesungguhnya mereka tawanan
sangkar emas para penguasa.
Bukalah mata, buka telinga dan berani teriak, berjuang untuk
bangsa Indonesia
Maksud dari penggalan lirik diatas adalah masyarakat yang tidak peduli
terhadap masalah sosial di Negara ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi
ormas-ormas yang mengatasnamakan agama dalam mencari simpati atau bisa
memperkeruh masalah di negeri ini. Sebagai contoh, dalam beberapa kasus
ormas-ormas Islam yang sering menggunakan kekerasan ini beberapa kali
menyerang kelompok-kelompok agama minoritas. Padahal dalam UU Negara kita
dijelaskan bahwa hak kebebasan beragama di negeri ini dilindungi oleh Negara.
Kalaupun terjadi pelanggaran karena kasus pelecehan agama oleh sekelompok
orang, seharusnya bisa diproses secara hukum bukan dengan main hakim sendiri
oleh ormas-ormas itu.
B. Analisis Kognisi Sosial Album 32
Analisis kognisi sosial adalah analisis yang digunakan peneliti guna
mengetahui kognisi atau kesadaran mental produsen teks/penulis lirik lagu tersebut.
Kesadaran mental ini akan berpengaruh terhadap produksi suatu wacana lirik lagu.
Pendekatan kognitif ini didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak memiliki makna,
namun makna itu diberikan oleh pemakai bahasa.
91
Terkait dengan kognisi sosial, pemahaman penulis lirik lagu dalam hal ini
yaitu Pandji Pragiwaksono sangat berpengaruh terhadap sesuatu yang dituangkan
ke dalam album 32. Dalam analisis kognisi sosial, peristiwa dipahami dan
dimengerti didasarkan pada skema. Van Dijk menyebut skema ini sebagai model.
Eriyanto mengungkapkan bahwa model yang tertanam dalam ingatan tidak hanya
berupa gambaran pengetahuan, tetapi juga pendapat atau penilaian tentang peristiwa.
Skema ini kemudian di konseptualisasikan sebagai struktur mental di mana tercakup
di dalamnya bagaimana kita memandang manusia, peranan sosial dan peristiwa.7
Dalam menganalisis album 32 dari dimensi kognisi sosial, peneliti
menemukan beberapa skema/model yang digunakan Pandji sebagai penulis lirik
dalam album 32. Skema pertama yang bisa dilihat dalam menganalisis album 32 ini
adalah skema person. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan Pandji
ditemukan bagaimana Pandji dalam memandang Orde Baru atau pemerintahan yang
dipimpin Soeharto ini. Menurut Pandji, era Orde Baru penuh dengan korupsi besar-
besaran, bahkan dampak dari korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh
pemerintahan Soeharto dan kroni-kroninya ini masih terasa hingga sekarang, seperti
semerawutnya kota Jakarta dan ketimpangan sosial dan pembangunan yang tidak
merata di seluruh wilayah Indonesia.
Hal diatas tercakup dalam wawancara peneliti dengan musisi sekaligus
penulis lirik lagu dalam album 32, yaitu Pandji Pragiwaksono.
“Korupsi besar-besaran yang tidak pernah terungkap, karena
siapapun yang berusaha untuk mengungkap itu pasti “dihilangkan”.
Jadi itu sih legacy terbesar dan terburuk dari eranya Soeharto.”8
“Hari ini masih terasa banget dampak korupsinya Soeharto karena
dia sentralistik banget kebijakan yang dikeluarkan, jadi Cuma Jakarta
7 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.262 8 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014
92
dan pulau jawa saja yang maju dan daerah lain itu jadi terbengkalai.
Dampaknya sangat terasa sampai hari ini, bahkan kota Jakarta yang
butut ini karena dampak korupsi besar-besaran masa Soeharto.
Korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, itu sudah jadi sesuatu yang
biasa disaat ini karena dimulai dari eranya Soeharto.”9
Pandji juga memiliki pandangan terhadap tokoh-tokoh yang sangat berjasa
pada negeri ini tetapi mereka malah dilupakan bahkan tidak dikenali oleh rakyat
Indonesia. Bahkan diantara tokoh yang dikagumi Pandji ini sangat berani
menentang pemerintahan Orde Baru saat itu. Hasilnya, karena terlalu vokal dalam
melawan Orde Baru, tokoh itu “dihilangkan” dan sampai saat ini belum diketahui
keberadaannya. Tokoh-tokoh itu dituangkan dalam lagu Menolak Lupa. Berikut
hasil wawancara peneliti dengan Pandji Pragiwaksono mengenai pandangannya
terhadap Mohammad Hatta, Gus Dur, Widji Thukul, dan Munir.
“Kalau Hatta, gue emang mengidolai dia dari lama. Kalau Gus
Dur, gue pengen tahu perspektif gue ke orang tentang gusdur. Dan juga
gue baru dapet komik gusdur pada waktu itu. Kalau Widji Thukul
karena gue yakin ga banyak orang kenal dengan sosok Widji Thukul.
Padahal menurut gue dia sosok yang penting untuk dibicarakan dan
diketahui banyak orang. Dan Munir adalah wajah perjuangan untuk
membela Hak Asasi Manusia. Jadi kalau di Indonesia ada wajah
perjuangan HAM di Indonesia, ya itu wajahnya Munir. Dan wajah itu
harus didorong kedepan karena perjuangan penegakan HAM di
Indonesia masih berantakan.”10
Skema kedua yaitu skema diri. Dalam setiap karyanya Pandji selalu
mengusung tema-tema nasionalisme, kritik sosial dan perlawanan. Tidak heran kalau
Pandji kerap disebut sebagai anak muda yang nasionalis dan sering dijadikan sebagai
idola bagi anak muda jaman sekarang. Disinggung mengenai hal itu Pandji
mengungkapkan bahwa karya-karya yang dia hasilkan merupakan apa yang dia
9 Ibid 10 Ibid
93
rasakan saat itu. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Pandji ketika disinggung
mengenai hal tersebut.
“Karena yang terasa pada saat gue bikin album ya kebanyakan
tema-tema itu. Gue selalu kalau mau berkarya yang keluar apa yang
urgent pengen keluar dari apa yang gue rasakan. Jadi setiap nulis lagu
yang keluar ya apa yang bener-bener gue resahkan. Kalau mau tahu
gambarannya, di album yang mixtape yang baru ini contohnya ada
lagu tentang politik, tapi politiknya yang memang lagi rame-ramenya
dibahas pada saat itu.Konteknya jaman sekarang banget atau kekinian
banget. Terus juga di lagu “dengan tenang” lagu yang menceritakan
apa yang gue rasakan saat itu kehidupan gue dan keluarga gue. Jadi ga
harus nasionalisme dan kebangsaan.”11
Skema ketiga yang peneliti temukan dalam analisis kognisi sosial terhadap
album 32 adalah skema peran. Dalam album 32, Pandji menyuarakan bahwa
tanggung jawab kita sebagai musisi atau seniman untuk menyuarakan kebenaran dan
perlawanan terhadap rezim yang penuh dengan kejahatan. Banyak rakyat Indonesia
yang tertipu atau terlena dalam kebangkitan Orde Baru menjelang pemilu 2014 ini.
Untuk itu dalam album ini dominan sekali wacana perlawanan terhadap hegemoni
Orde Baru. Berikut hasil wawancara peneliti dengan Pandji yang mengemukakan
bahwa tanggung jawab musisi atau seniman untuk menyuarakan kebenaran dalam
karyanya:
“Karena gue pengen anak muda kenal tokoh-tokoh tersebut, jadi
gue mau membuat semacam minibiografi aja. Selain itu juga alasannya
karena di Amerika Serikat ada grup hiphop yang namanya public
enemy, terus mereka bikin poster bergambar Malcolm X sambil
pegang senjata. Terus ada anak muda yang ngefans sama public enemy
dan nanya “itu siapa sih Malcolm kesepuluh?” padahal itu Malcolm X.
terus personelnya Chuck D bilang mungkin tanggung jawab kita juga
untuk memperkenalkan anak-anak jaman sekarang siapa itu tokoh-
tokoh sejarah yang yang menurut mereka ga penting dan itu jadi alasan
yang sama juga kenapa gue menciptakan lagu menolak lupa.”12
11 Ibid 12 Ibid
94
Dalam album ini Pandji juga mengkritik rakyat Indonesia yang mudah
lupa terhadap dosa-dosa dari wakil-wakil rakyat dan pemimpin Indonesia,
sehingga banyak rakyat Indonesia yang terjebak atau tertipu pada jargon-jargon
politik yang menyesatkan. Pandji mengungkapkan tugas dari kita sebagai rakyat
Indonesia mau mencari tahu Informasi yang sebenarnya dan mengkritik wakil-
wakilnya dan pemimpin yang melakukan penyelewengan kebijakan dan
melakukan tindak kejahatan. Seperti dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Kalau dibilang salah mereka itu ga juga. Tapi bisa jadi salah
mereka kalau mereka ga mau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi
pada masa Soeharto. Misalnya, ini yang gue tahu tentang A terus
mereka ga mau mencari tahu hal yang lain, nah itu baru salah. Kalau
mereka mau mencari tahu hal yang lain dari Soeharto, itu yang gue
inginkan.”13
Pandji yang setiap karyanya selalu menyisipkan pesan kepada masyarakat
khususnya anak muda untuk mengambil peran dalam melakukan perubahan untuk
Indonesia yang lebih baik, mempunyai pandangan agar perubahan yang diimpikan
itu dapat tercapai.
“Modal yang paling kuat untuk melakukan perubahan, sadar atau
tidak ya dia sedang melakukan perubahan adalah dengan tahu dia itu
bagusnya dimana, dia itu bisanya apa, sukanya apa. Kalau dia paham
bisanya apa dan sukanya apa, terus dia bisa jujur jalaninya walaupun
tampak jalan yang dia lalui berat. Ini yang kaya gini yang bisa
berdampak untuk perubahan buat Indonesia. Orang apa yang tahu apa
passionnya, akan tahu kemana dia bisa berjalan, walau tahu jalannya
panjang dan lama karena itu kecintaanya terhadap passion itu. Dan gue
percaya, Indonesia bisa dibangkitkan dengan karya demi karya dan
perubahan itu akan datang.”14
13 Ibid 14 Ibid
95
Skema keempat yaitu skema peristiwa. Berikut ini adalah hasil wawancara
peneliti dengan Pandji Pragiwaksono yang menggambarkan fenomena kebangkitan
semangat Orde Baru dan masyarakat Indonesia yang tertipu dan terjebak dalam
romantisme Orde Baru.
“Karena pada masa itu keresahan utamanya adalah ketidaktahuan
orang pada masanya Soeharto/Orde Baru. Orang belum paham apa
yang terjadi pada Orde Baru. Terus juga, itu kan lagi mau pemilu tuh,
dan orang lagi nyebar-nyebarnya di truk dan stiker yang
bertuliskan”masih enakan jamanku toh?” dan di sosial media juga lagi
banyaknya yang omongin soal “enakan jaman Soeharto/Orde Baru”.
Itu juga gue ga tau di sosial media siapa yang mulai awalnya, apa
Tommy Soeharto atau partai golkarnya? Jadi, yaudah karena gue tau
apa yang sebenarnya terjadi pada masa Soeharto, gue lawan balik
wacana itu dengan album ini. Dan juga di tur stand up comedy
merdeka dalam bercanda juga gue bahas mengenai Orde
Baru/Soeharto. Ini penting banget gue suarakan karena justru jaman
Soeharto itu ga ada enak-enaknya. Cuma bagi banyak orang, bahkan di
kampus trisakti, kampus yang termasuk berjasa dalam menurunkan
Soeharto, mahasiswanya banyak yang berpikir enakan jaman Soeharto.
Jadi gue berpikir, ini pasti ada yang salah dan harus dilawan balik”15
Fenomena mengenai kebangkitan Orde Baru dan masyarakat Indonesia
yang terjebak dalam romantisme Orde Baru didukung juga oleh hasil wawancara
peneliti dengan Pandji ketika ditanyakan mengenai latar belakang dari lagu
terjebak.
“Lagu terjebak itu sangat mewakili semangat gue untuk kasih tahu
orang supaya tidak terjebak dengan anggapan era Soeharto itu lebih
enak. Makanya kan “terjebak masa lalu, bangsaku susah maju” itu
adalah gambaran dari orang-orang yang menganggap era Soeharto itu
lebih enak. Lagu ini paling pas mewakili album ini.”16
Selain skema/model, unsur lain yang berperan penting dalam proses
kognisi sosial adalah memori. Eriyanto mengungkapkan bahwa lewat memori kita
15 Ibid 16 Ibid
96
bisa berpikir tentang sesuatu dan mempunyai pengetahuan tentang sesuatu pula.
Dalam setiap memori terkandung di dalamnya pemasukan dan penyimpanan
pesan-pesan, baik saat ini maupun dahulu yang terus menerus digunakan oleh
seseorang dalam memandang suatu realitas.17
Dalam wawancara yang peneliti lakukan dengan Pandji Pragiwaksono,
peneliti menemukan memori atau pengalaman pribadi yang membuat Pandji
Pragiwaksono sangat menentang kebangkitan Orde Baru ini.
“Pertama, bapak gue di INKAI.INKAI itu organisasi karate
pertama di Indonesia. Terus juga ada beberapa organisasi lain. Tapi
pemerintah juga bikin FORKI, dimana diatas FORKI ada
jenderal.Terus INKAI disuruh pemerintah untuk masuk FORKI.Waktu
itu bapak menolak, dan banyak pembesar INKAI juga menolak.Waktu
itu hubungan antara bapak dan rezim militernya Soeharto ga pernah
akur. Terus yang kedua, hari ini masih terasa banget dampak
korupsinya Soeharto karena dia sentralistik banget kebijakan yang
dikeluarkan, jadi Cuma Jakarta dan pulau jawa saja yang maju dan
daerah lain itu jadi terbengkalai. Dampaknya sangat terasa sampai hari
ini, bahkan kota Jakarta yang butut ini karena dampak korupsi besar-
besaran masa Soeharto. Korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, itu
sudah jadi sesuatu yang biasa disaat ini karena dimulai dari eranya
Soeharto.Mau ga mau, itu juga berdampak pada hidup gue.”18
Berdasarkan hasil wawancara di atas, peneliti melihat bahwasanya memori
atau pengalaman pribadi yang selama ini Pandji rasakan ketika Orde Baru
berkuasa maupun dampak dari kebijakan Orde Baru yang dia rasakan saat ini
banyak memberikan kontribusi dalam setiap karya yang dia hasilkan, baik itu
Musik, Stand Up Comedy, maupun buku.
17 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h. 264 18
Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014
97
C. Analisis Konteks Sosial Album 32
Analisis konteks sosial dimaksudkan untuk melihat konteks atau latar
belakang terbentuknya teks tersebut. Menurut Eriyanto, wacana adalah bagian dari
wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu
dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu
hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.19 Dalam penelitian ini peneliti
membahas mengenai perlawanan dan kritik sosial mengenai semangat kebangkitan
dan hegemoni Orde Baru menyambut pemilu 2014, maka kita perlu melihat
bagaimana masyarakat memandang hal ini pula dan apa yang melahirkan pandangan
tersebut.
Terkait dengan konteks sosial maka berdasarkan teks/lirik lagu dalam
album 32 dapat diketahui bagaimana Pandji mencoba mengkritik atau melawan
balik semangat kebangkitan Orde Baru dalam menyambut pemilu 2014 lewat
lagu-lagu yang dia ciptakan dalam album 32. Dalam wawancara yang peneliti
lakukan dengan Pandji Pragiwaksono, dia mengungkapkan bahwa latar belakang
dari album ini adalah untuk merespon dari orang-orang yang tidak paham dan
tidak tahu pada era kepemimpinan Soeharto.20 Pada saat album ini dibuat pada
tahun 2012, ramai sekali perbincangan di media sosial dan kehidupan sehari-hari
yang mulai membandingkan era Reformasi dengan era Orde Baru. Ditambah pula
dengan berbagai rilisan hasil survey dari beberapa lembaga survey di Indonesia
yang menyatakan sebagian mayoritas rakyat Indonesia menyatakan lebih suka
kondisi saat era Orde Baru dibandingkan era Reformasi.21 Fenomena ini juga
19 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.271 20 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014 21 http://sorot.news.viva.co.id/news/read/221667-survei--daripada--soeharto/1 diakses pada tanggal
23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB
98
dijadikan peluang politik di pemilu 2014 bagi sebagian para politisi di negeri ini
dalam menggunakan semangat Orde Baru untuk meraih simpati dan dukungan
masyarakat.
Dalam menganalisis fenomena yang berkembang di masyarakat seperti
konteks sosial di atas, Van Dijk dalam Eriyanto mengemukakan bahwa ada dua poin
penting yang bisa digunakan dalam analisis konteks sosial, yaitu Kekuasaan (power)
dan akses (Acces).22
1. Kekuasaan
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai suatu kepemilikan yang dimiliki
oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok
(atau anggota) kelompok lain. Masih menurut Van Dijk apa yang dimaksud dengan
kepemilikan adalah selain memiliki sumber-sumber yang bernilai seperti modal,
status atau pengetahuan juga memiliki kontrol atas tindakan-tindakan persuasif yang
secara tidak langsung mampu mempengaruhi kesadaran mental, kepercayaan dan
sikap.23
Dalam konteks praktik kekuasaan mengenai fenomena kebangkitan dan
kerinduan masyarakat terhadap Orde Baru, bisa dilihat dari kepemilikan atas sumber-
sumber yang digunakan oleh sekelompok orang yang mempunyai kekuasaan di negeri
ini untuk mengkampanyekan dan menggulirkan kembali semangat kebangkitan Orde
Baru di masyarakat. Salah satu orang yang pertama kali menggulirkan semangat
untuk membangkitkan Orde Baru adalah Tommy Soeharto, dengan mendirikan Partai
Nasional Republik (NasRep) pada tahun 2011. Tommy yang merupakan anak bungsu
dari Soeharto, jelas-jelas dalam dalam kampanye-kampanye politiknya mengusung
kebangkitkan dan semangat Orde Baru. Penggunaan partai politik merupakan salah
22 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.272 23 Ibid
99
satu contoh praktik kekuasaan, dimana seseorang yang memiliki kekuatan modal dan
uang seperti Tommy Soeharto bisa membuat partai untuk mencapai tujuannya.
Tommy mencoba merangkul massa yang kecewa dengan era reformasi dan
merindukan masa Orde Baru.24 Jargon-jargon politik yang mengusung kembali
semangat Orde Baru ini juga didukung oleh hasil survey yang dilakukan beberapa
lembaga survey seperti IndoBarometer dan Puskaptis pada tahun 2011 yang
menyatakan mayoritas rakyat Indonesia lebih suka kondisi di era Orde Baru
ketimbang era reformasi. Walaupun diakhir proses verifikasi partai peserta pemilu
2014, partai NasRep tidak lolos verifikasi untuk ikut serta dalam pemilu 2014 dan
hasil survey-survey itu diragukan dan belum terbukti validitas metode dan datanya
secara ilmiah.
Tetapi, walaupun Partai NasRep gagal untuk ikut serta dalam pemilu 2014,
semangat Orde Baru masih digunakan oleh partai lain untuk dijadikan branding
politik mereka dalam meraih simpati massa. Partai Hanura dan Golkar merupakan
partai yang mengusung semangat dan kejayaan Orde Baru untuk meraih simpati
massa pada pemilu 2014. Partai Hanura dan Golkar itu sengaja memanfaatkan
kekecewaan kelas menengah-bawah terhadap pembangunan ekonomi di
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dengan alasan itu, mereka
ingin menyampaikan pesan bahwa Orde Baru lebih baik dari sistem politik saat
ini. Ekonomi tumbuh, harga sembako terjangkau, lapangan kerja tersedia,
infrastuktur banyak dibangun.25
24 http://sorot.news.viva.co.id/news/read/221667-survei--daripada--soeharto/1 diakses pada tanggal
23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB 25 http://www.indonesia-2014.com/read/2014/04/01/gincu-orde-baru-masih-
laku#.VRFRWzSsXHQ diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB
100
Selain partai politik, pada pemilu 2014, calon presiden yang diusung oleh
Partai Gerindra dan Koalisi Merah Putih yaitu Prabowo Subianto, juga mencoba
mengusung kebangkitan Orde Baru dengan berjanji akan memperjuangkan
pemberian gelar pahlawan nasional bagi Soeharto jika ia jadi presiden.26 Dengan
memberikan gelar pahlawan bagi Soeharto, Prabowo seperti membenarkan pola
pemerintahan otoriter yang merenggut hak asasi manusia serta sarat korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN) itu. Prabowo memang tampak ingin menampilkan
diri sebagai bagian dari Orde Baru. Bahkan saat menghadiri sebuah diskusi di
Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, secara terang-terangan, Prabowo menyebut
Soeharto akan menang di Pemilu 2014 jika ia masih hidup. Prabowo menegaskan
hal itu di hadapan ratusan rektor, guru besar, dan profesor.27
Fenomena-fenomena diatas merupakan contoh praktik kekuasaan yang
digunakan untuk melanggengkan hegemoni Orde Baru pada pemilu 2014.
Hegemoni Orde Baru ini yang coba dilawan Pandji dengan music hiphopnya.
Seperti dalam wawancara dengan peneliti, pandji mengungkapkan album 32
merupakan upaya pandji untuk memberi tahu apa yang sebenarnya terjadi di era
Orde Baru kepada orang-orang yang tidak tahu atau awam terutama anak muda
yang belum lahir pada zaman Orde Baru, tetapi mengatakan era Orde Baru lebih
baik daripada era reformasi.28
2. Akses
Eriyanto mengungkapkan bahwa kelompok elit mempunyai akses yang
lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu,
26 http://www.indonesia-2014.com/read/2014/06/19/kebangkitan-orde-baru-kemunduran-
demokrasi#.VRFfADSsXHQ diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB 27 Ibid 28 Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini, pada 20 Maret 2014
101
mereka yang lebih berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk
mempunyai akses pada media, dan kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi
kesadaran khalayak.29
Dalam kasus hegemoni Orde Baru pada pemilu 2014 ini, survey
merupakan salah satu akses yang bisa digunakan untuk mempengaruhi kesadaran
khalayak. Walaupun survey-survey itu belum terbukti valid atau tidaknya metode
dan data yang digunakan, hasil survey memang mampu mempengaruhi opini
publik baik itu secara langsung ataupun tidak langsung. Masyarakat akan
cenderung mengikuti opini yang sedang di bangun oleh lembaga survey.
Salah satu hasil survey yang digunakan untuk menggiring opini public
untuk membangkitkan Orde Baru pada pemilu 2014 adalah hasil survey yang
dikeluarkan oleh beberapa lembaga survey, seperti LSI pada tahun 2010 dan
IndoBarometer di tahun 2011 yang menyatakan bahwa era Orde Baru lebih baik
daripada era reformasi. Survey IndoBarometer menyatakan bahwa sebanyak 55,4
persen rakyat menganggap kondisi umum di era reformasi tak lebih baik dari era
Orde Baru. Survei menunjukkan mayoritas rakyat (40,9 persen) merasa kondisi
pemerintahan Soeharto lebih baik daripada kondisi saat ini. Cuma 22,8 persen
beranggapan sebaliknya. Lebih spesifik lagi, mayoritas masyarakat (36 persen)
bahkan lebih menyukai Soeharto daripada Susilo Bambang Yudhoyono (20,9
persen) atau Soekarno (9,2 persen) sebagai Presiden.30 Walaupun belum diketahui
survey ini terbukti valid atau tidak metode dan datanya, lalu juga apakah survey
ini murni hasil ilmiah atau survey bayaran yang dilakukan oleh elite-elite
penguasa di negeri ini untuk meraih kekuasaan.
29 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Media, h.272 30 www.detik.com/news/read/2011/09/14/081404/1721928/471/bangsa-yang-melupakan-sejarah/
diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB
102
Selain survey, media massa juga akses yang digunakan untuk
menggulirkan wacana kebangkitan hegemoni Orde Baru. Salah satu elite politik di
negeri ini sekaligus pemimpin partai Golkar yaitu Aburizal Bakrie atau biasa
disapa ARB ini mempunyai media massa seperti ANTV, TVONE, dan
Vivanews.com yang digunakan untuk meraih simpati masyarakat dalam pemilu
2014. Begitupun dengan hegemoni Orde Baru yang coba dibangkitkan lewat akses
media massa, ARB dan Partai Golkar secara terang-terangan mencoba
membangkitkan hegemoni Orde Baru lewat kampanye-kampanye politik di media
massa yang dimilikinya.31 Bahkan kampanye-kampanye politik yang mengusung
semangat Orde Baru ini tetap berlanjut walaupun ARB tidak jadi Calon Presiden
di pemilu 2014 dan balik mendukung Prabowo sebagai calon presiden di pemilu
2014.
Akses yang dimiliki para elite-elite penguasa di negeri ini seperti contoh di
atas berbanding terbalik dengan korban-korban dari kejahatan dan ketidakadilan
dari kebijakan Orde Baru yang tidak mempunyai akses informasi untuk melawan
wacana hegemoni Orde Baru ini. Sebagai contoh, aksi kamisan yang dilakukan
oleh keluarga korban tragedi 1998, baik itu yang anggota keluarganya yang
meninggal ataupun hilang, menuntut keadilan dan penegakan hukum kepada
pelaku-pelaku atau dalang dibalik terjadinya tragedi 1998, sampai sekarang
hampir tidak pernah diliput secara rutin oleh media massa. Padahal mereka sudah
melakukan aksi kamisan itu dari tahun 2007 tetapi sampai sekarang kasus ini
belum terungkap kebenaran dan penegakan hukumnya oleh pemerintah.
31 http://politik.kompasiana.com/2014/02/11/misi-golkar-dalam-pemilu-2014-bangkitkan-orde-
baru-dan-soehartoisme-632441.html diakses pada tanggal 23 Maret 2014 Pukul 10.00 WIB
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan oleh peneliti mengenai
musik sebagai media perlawanan dan kritik sosial terkait dalam album 32 karya
Pandji Pragiwaksono, maka dapat disimpulkan bahwa proses pemaknaan atas
pesan yang disampaikan, yaitu melalui struktur teks (makro, superstruktur, dan
struktur mikro), kognisi sosial dan konteks sosial adalah perlawanan terhadap
hegemoni Orde Baru dan juga kritik terhadap masyarakat Indonesia yang masih
terjebak dalam romantisme Orde Baru. Wacana perlawanan dan kritik sosial
terhadap hegemoni Orde Baru ini diambil Pandji dalam album keempatnnya untuk
melawan wacana kebangkitan Orde Baru yang sedang gencar-gencarnya
dilakukan oleh elit-elit politisi Indonesia untuk meraih simpati dan dukungan
masyarakat dalam Pemilu 2014. Pandji sebagai musisi mempunyai peran untuk
memberi tahu masyarakat tentang apa yang sebenarnya terjadi di rezim Orde
Baru. Pandji menggunakan nilai fungsional musik yaitu sebagai gambaran realitas
sosial politik di suatu Negara dan juga sebagai simbol pergerakan dan kritik
sosial.
Dari analisis data yang telah peneliti lakukan, ditemukan bahwa melalui
analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk dengan tiga level analisis yaitu sebagai
berikut:
1. Dilihat dari segi teks, album 32 menunjukkan wacana perlawanan dan
kritik sosial terhadap hegemoni Orde Baru dengan mengidentifikasikan
104
lagu-lagu yang bertemakan perlawanan dan kritik sosial seperti Menolak
Lupa, Terjebak, Demokrasi Kita, Pemuda Bodoh dan Berani Mengubah
dengan penekanan makna dan pemilihan kata atau kalimat yang
mendukung wacana tersebut. Seperti bisa dilihat dalam unsur makro dalam
teks (lirik lagu) dalam album ini, topik-topik yang dibahas untuk
mendukung tema sentral dalam album ini yaitu, romantisme masyarakat
dan kebangkitan Orde Baru, lemahnya penegakkan hukum di indonesia,
ajakan melakukan perubahan, dan ketimpangan sosial dan praktik korupsi.
Selain itu, tema sentral dalam album ini juga didukung dengan unsur
mikro dalam teks album ini seperti latar lagu, metafora, detil,
praanggapan, koherensi kondisional, kata ganti, dan kosakata (leksikon).
2. Dari segi kognisi sosial, pembuat teks (lirik lagu) dalam album 32 yaitu
Pandji Pragiwaksono memiliki peran yang penting dalam menentukan
wacana yang ingin disampaikan dalam album ini. Dari hasil wawancara
yang peneliti lakukan dengan Pandji didapati bahwa apa yang selama ini
Pandji ketahui tentang rezim Orde Baru adalah hasil dari pengalaman
pribadi, memori, dan interaksi dengan lingkungan sekitar dia mengenai
rezim Orde Baru. Menurut Pandji, Orde Baru lebih banyak memberikan
keburukan daripada kesejahteraan pada rakyat Indonesia. Keburukan atau
kejahatan pada masa Orde Baru menurut Pandji seperti kasus pelanggaran
HAM berat dan korupsi besar-besaran. Bahkan dampak dari korupsi besar-
besaran yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto dan kroni-kroninya ini
dampaknya masih terasa hingga sekarang, seperti semrawutnya kota Jakarta
dan ketimpangan sosial dan pembangunan yang tidak merata di seluruh
105
wilayah Indonesia. Unsur-unsur tersebut yang menjadikan penilaian dalam
segi kognisi sosial
3. Dari segi konteks sosial, bisa dilihat dari wacana yang berkembang di
masyarakat pada saat album 32 ini dibuat. Wacana yang berkembang di
masyarakat Indonesia pada waktu itu adalah masyarakat Indonesia yang
mulai membandingkan pemerintahan saat itu, yaitu SBY-Boediono dengan
rezim Orde Baru. Fenomena itu bisa dilihat langsung di masyarakat,
seperti banyaknya stiker di kendaraan umum ataupun tembok-tembok
bangunan yang bertuliskan “penak zamanku toh?” dengan gambar
Soeharto diatasnya yang mempunyai pesan bahwa masyarakat mulai
merindukan masa Orde Baru yang lebih memberikan kesejahteraan
dibandingkan pada masa pemerintahan SBY-Boediono. Selain itu juga
memasuki tahun-tahun politik menyambut pemilu 2014, elit-elit politisi
tanah air juga mulai menggunakan wacana kebangkitan dan semangat
Orde Baru untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat. Itu dibuktikan
dari hasil-hasil survey yang mengatakan bahwa masyarakat lebih memilih
era Soeharto dibandingkan era Reformasi. Lalu, didukung pula dengan
kampanye-kampanye di media sosial dan media massa nasional yang
mengkampanyekan kebangkitan dan semangat Orde Baru.
B. Saran
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang
dapat menjadi saran baik kepada segenap akademisi Fakultas Ilmu Komunikasi,
khususnya Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang ingin melakukan penelitian mengenai musik, yaitu sebagai berikut:
106
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode analisis
wacana yang beragam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
agar bisa mengkaji lebih dalam dan mendapat perhatian lebih guna
memperkaya khasanah keilmuan komunikasi.
2. Bagi masyarakat ini bisa menjadi gambaran mengenai musik yang bisa
dijadikan media perlawanan dan kritik sosial dan bukan hanya sebagai
media hiburan semata.
3. Semoga hal-hal yang baik dalam penelitian ini menjadi masukan yang
dapat mengembangkan musik di Indonesia yang sarat dengan nilai-nilai
dan pesan kritik sosial yang tertuang di dalamnya agar dapat diserap
dengan baik.
107
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Baghdadi, Abdurrahman. Seni dalam pandangan Islam. Jakarta: Gema Insani
Press, 1991.
Ali, Abdullah. Konflik Ideology Dalam Perkembangan Tradisi Kliwongan
Gunung Jati. Program Pascasarjana Universitas Padjajaran, 2003.
Barker, Chris. Cultural Study: Theory and Practice. London-Thousand Oaks-New
Delhi: Sage Publications, 2000.
Denzin, Norman K. dan Guba, Egon. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial,
Penyunting Agus Salim. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001.
Djohan. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik, 2003.
Effendi, Onong. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994.
Eriyanto. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Media. Yogyakarta: LKIS, 2011.
Fiske, John. Introduction To Communication Studies, Second Edition. London and
New York: Routledge, 1990.
Gramsci, Antonio. Selections from the Prison Notebooks. London: Lawrence and
Wishart, 1971.
Kendal, Gavin & Wickam, Gary. Using Foucault Method. London: Sage
Publications, 1999.
Kustiyono, Purnomo Sidik. Strategi Resistensi Terhadap Budaya Populer Pada
Kolom “Parodi” Samuel Mulia Di Harian Kompas; Sebuah Analisis
Wacana Kriti. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta,
2010.
Lull, James. Popular Music and Communication. Newburry Park: Sage
publications, 1989.
Machin, David. Analysing Popular Music; Image, Sound, Text. London: Sage,
2012.
Merriam, Alan P. The Antrofology of music. North Western University Press,
1964.
Muhaya, Abdul. Bersufi Melalui Musik Sebuah Pembelaan Musik Sufi Oleh
Ahmad al-Ghazali. Yogyakarta: Gama Media, 2003.
Nakagawa, Shin. Musik dan Kosmos; Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia. 2000.
108
Pandji, Yearry. Komunikasi Dan Konstruksi Masayarakat Konsumen; Suatu
Perspektif Cultural Studies. Jakarta: Kencana 2011.
Pasaribu, Amir. Analisis Musik Indonesia. Jakarta : PT Pantja Simpati, 1986.
R.E, Asher, dan Simpson, J.M.Y. (ed.). The Encyclopedia of Language and
Linguistics, Volume 2. Oxford: Pergamon Press, 1994.
Renkema, J, Discourse Studies: An Introductory Textbook. Amsterdam: John
Benjamin and Co. Publishing, 1993.
Rio, Robin. Connecting Through Music With People With Dementia. London :
Jessica Kingsley, 2009.
Sabin, Roger. Punk Rock : So What? London : Routledge, 1999.
Schiffrin, D. Tannen D, & Hamilton, H. Handbook of Discourse Analysis. Oxford:
Blackwell, 2001.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al Qur’an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai
Persoalan Umat. Bandung: Mizan Pustaka, 2007.
Simon, Roger. Gagasan-gagasan politik Gramsci. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2004.
Smieers, Joost. Art Under Pressure. Yogyakarta: Insist Press, 2009.
Sobur, Alex. Analisis teks media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Sutrisno, Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989.
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication. Edisi ke-5. Belmont-
California: Wadsworth, 1996.
Weiss, Richard Piero. & Taruskin. Music in the Western World; A History in
Documents. New York : Schirmer Books, 1984.
Williams, Raymond. Keywords: A Vocabulary of Culture & Society. London:
HarperCollins, 1976.
Website dan lainnya
Teun Van Dijk, “The Interdiciplinary Study Of News as Discourse”, Artikel
diakses pada tanggal 25 Februari 2015 www.discourses.org/articles /
“Anak Muda Tentukan Pemenang Pemilu 2014 ” Artikel diakses tanggal 10 maret
2015 http://news.okezone.com/read/2013/11/06/373/892681/anak-muda-
tentukan-pemenang-pemilu-2014
109
“Musik Sebagai Medium Perlawanan.” Artikel diakses pada tanggal 12 Januari
2015 http://moxeb.blogspot.com/2011/11/seni-sebgai-medium-
perlawanan.html
“Hip-Hop Sebagai Media Protes Yang Membantu Saya.” Artikel diakses pada
tanggal 12 Januari 2015 http://hiphopindo.net/pandji-hip-hop-media-protes-
yang-membantu-saya/
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php diakses pada tanggal 27
Februari 2015
Mohammad Zaki Husein, “Ideologi dan Reproduksi Masyarakat Kapitalis.”
Artikel diakses pada tanggal 25 Februari 2015
http://indoprogress.com/2012/01/ideologi-dan-reproduksi-masyarakat-
kapitalis
Saptono, “Teori Hegemoni Sebuah Teori Kebudayaan Kontemporer.” Artikel
diakses pada tanggal 25 Februari 2015
https://jurnal.isi.dps.ac.id/index.php/artikel/article/view/
“Hegemoni” Artikel diakses pada tanggal 27 Februari 2015
https://www.academia.edu/9872122/Hegemoni
“Cultural Studies” Artikel diakses pada tanggal 3 Januari 2015
https://fitrianapd.lecture.ub.ac.id/files/2013/05/Cultural-Studies.pptx
“Gincu Orde Baru Masih Laku.” Artikel diakses pada tanggal 11 Maret 2015
http://www.indonesia-2014.com/read/2014/04/01/gincu-orde-baru-masih-
laku#.VSs21dyUeSo
“Misi Golkar Dalam Pemilu 2014.” Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2014
http://politik.kompasiana.com/2014/02/11/misi-golkar-dalam-pemilu-2014-
bangkitkan-orde-baru-dan-soehartoisme-632441.html
“Hasil Survey Tentang Soeharto” Artikel diakses pada tanggal 23 Maret 2014
http://sorot.news.viva.co.id/news/read/221667-survei--daripada--soeharto/1
Wawancara Peneliti dengan Pandji Pragiwaksono di Balai Kartini Jakarta, pada 20
Maret 2014
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Pandji Pragiwaksono
Tanggal Wawancara : 20 Maret 2015
Tempat : Balai Kartini, Jakarta
Waktu : 16.00 WIB
1. Kapan dan berapa lama pembuatan album 32?
Jawab: Album 32 paling lama dibuatnya dibandingkan album-album yang
lain, dimulai april 2012 dan selesai Desember 2012. Rekaman albumnya itu
sendiri dikerjakan setiap bulan 1-2 lagu dimulai dari bulan april dan kelar
produksi cdnya desember 2012. Pengerjaan album ini juga dicicil karena lagi
tur stand up comedy merdeka dalam bercanda.
2. apa yang melatar belakangi dibuatnya album 32 ini? Apakah karena pas
dengan masuknya tahun-tahun politik yang saat itu rakyat Indonesia
mau memilih pemimpin baru?
Jawab: karena pada masa itu keresahan utamanya adalah ketidaktahuan orang
pada masanya Soeharto/orde baru. Orang belum paham apa yang terjadi pada
orde baru. Terus juga, itu kan lagi mau pemilu tuh, dan orang lagi nyebar-
nyebarnya di truk dan stiker yang bertuliskan”masih enakan jamanku toh?”
dan di social media juga lagi banyaknya yang omongin soal “enakan jaman
soeharto/orde baru”. Itu juga gue ga tau di social media siapa yang mulai
awalnya, apa tommy soeharto atau partai golkarnya? Jadi, yaudah karena gue
tau apa yang sebenarnya terjadi pada masa soeharto, gue lawan balik wacana
itu dengan album ini. Dan juga di tur stand up comedy merdeka dalam
bercanda juga gue bahas mengenai orde baru/soeharto. Ini penting banget gue
suarakan karena justru jaman soeharto itu ga ada enak-enaknya. Cuma bagi
banyak orang, bahkan di kampus trisakti, kampus yang termasuk berjasa
dalam menurunkan soeharto, mahasiswanya banyak yang berpikir enakan
jaman soeharto. Jadi gue berpikir, ini pasti ada yang salah dan harus dilawan
balik.
3. Apa yang ada dipikiran bang pandji mengenai Orde Baru?
Jawaban: korupsi besar-besaran yang tidak pernah terungkap, karena siapapun
yang berusaha untuk mengungkap itu pasti “dihilangkan”. Jadi itu sih legacy
terbesar dan terburuk dari eranya soeharto.
4. Dalam press release, bang pandji bilang kalau “Konsep besar dari album
32 adalah 32 tahun rezim Soeharto yang berdampak kepada 32 tahun
kehidupan saya”, bisa dijelaskan maksudnya? Apa bang pandji punya
pengalaman atau memori mengenai rezim soeharto/orde baru?
Jawab: pertama, bapak gue di INKAI. INKAI itu organisasi karate pertama di
Indonesia. Terus juga ada beberapa organisasi lain. Tapi pemerintah juga bikin
FORKI, dimana diatas FORKI ada jenderal. Terus INKAI disuruh pemerintah
untuk masuk FORKI. Waktu itu bapak menolak, dan banyak pembesar INKAI
juga menolak. Waktu itu hubungan antara bapak dan rezim militernya
Soeharto ga pernah akur. Terus yang kedua, hari ini masih terasa banget
dampak korupsinya Soeharto karena dia sentralistik banget kebijakan yang
dikeluarkan, jadi Cuma Jakarta dan pulau jawa saja yang maju dan daerah lain
itu jadi terbengkalai. Dampaknya sangat terasa sampai hari ini, bahkan kota
Jakarta yang butut ini karena dampak korupsi besar-besaran masa soeharto.
Korupsi, kolusi, nepotisme, gratifikasi, itu sudah jadi sesuatu yang biasa disaat
ini karena dimulai dari eranya soeharto. Mau ga mau, itu juga berdampak pada
hidup gue.
5. Kenapa bang pandji disetiap albumnya selalu memasukkan atau kental
unsur kritik sosial, nasionalisme dan perlawanan?
Jawab: karena yang terasa pada saat gue bikin album ya kebanyakan tema-
tema itu. Gue selalu kalau mau berkarya yang keluar apa yang urgent pengen
keluar dari apa yang gue rasakan. Jadi setiap nulis lagu yang keluar ya apa
yang bener-bener gue resahkan. Kalau mau tahu gambarannya, di album yang
mixtape yang baru ini contohnya ada lagu tentang politik, tapi politiknya yang
memang lagi rame-ramenya dibahas pada saat itu. Konteknya jaman sekarang
banget atau kekinian banget. Terus juga di lagu “dengan tenang” lagu yang
menceritakan apa yang gue rasakan saat itu kehidupan gue dan keluarga gue.
Jadi ga harus nasionalisme dan kebangsaan.
6. Bagaimana tanggapan para pendengar music bang pandji mengenai
album 32? positif atau negative?
Jawab: positif sih kayanya, tapi kalau gue ngeraba, mereka rata-rata masih
memilih album merdesa sebagai album yang lebih baik. Cuma istri gue bilang
album 32 jauh lebih baik dari album yang lain. Kalau gue sendiri sih ga tau ya,
gue sih seneng semuanya. Tapi gue setuju kalo merdesa lebih focus dalam
pengerjaan albumnya. Dan itu kenapa gue pengen lebih focus lagi kalau mau
ngerjain album ke-5.
7. Mengenai lagu menolak lupa, kenapa bang pandji mengambil M.Hatta,
Gusdur, Widji Thukul, Dan Munir sebagai sosok pahlawan dalam lagu
ini?
Jawab: kalau Hatta, gue emang mengidolai dia dari lama. Kalau gus dur, gue
pengen tahu perspektif gue ke orang tentang gusdur. Dan jug ague baru dapet
komik gusdur pada waktu itu. Kalau widji thukul karena gue yakin ga banyak
orang kenal dengan sosok widji thukul. Padahal menurut gue dia sosok yang
penting untuk dibicarakan dan diketahui banyak orang. Dan munir adalah
wajah perjuangan untuk membela Hak Asasi Manusia. Jadi kalau di Indonesia
ada wajah perjuangan HAM di Indonesia, ya itu wajahnya Munir. Dan wajah
itu harus didorong kedepan karena perjuangan penegakan HAM di Indonesia
masih berantakan.
8. Apa yang melatar belakangi bang pandji sampai harus membuat lagu
menolak lupa?
Jawab: karena gue pengen anak muda kenal tokoh-tokoh tersebut, jadi gue
mau membuat semacam minibiografi aja. Selain itu juga alasannya karena di
Amerika Serikat ada grup hiphop yang namanya public enemy, terus mereka
bikin poster bergambar Malcolm X sambil pegang senjata. Terus ada anak
muda yang ngefans sama public enemy dan nanya “itu siapa sih Malcolm
kesepuluh?” padahal itu Malcolm X. terus personelnya Chuck D bilang
mungkin tanggung jawab kita juga untuk memperkenalkan anak-anak jaman
sekarang siapa itu tokoh-tokoh sejarah yang yang menurut mereka ga penting
dan itu jadi alasan yang sama juga kenapa gue menciptakan lagu menolak
lupa.
9. Menurut bang pandji apa yang menyebabkan rakyat kita mudah lupa
terhadap kasus atau dosa-dosan para pemimpinya?
Jawab: kayanya mungkin tidak hanya rakyat Indonesia, secara umum
diseluruh dunia juga mudah teralihkan kalau bisa dibilang dengan hal-hal yang
lebih penting ketimbang mudah lupa. Jadi padahal mah masyarakat itu ingat,
Cuma teralihkan oleh hal lain aja, dan informasikan yang masuk ke orang juga
pasti banyak dan cepat, sehingga mudah masyarakat lupa dan keteteran untuk
hal yang lain danlebih penting. Kaya hari ini kita lagi rame-ramenya ngebahas
ahok omong “tai”, sehingga lupa bahwa masalah utamanya itu kasus DPRD
DKI masukin dana siluman yang ada di RAPBD 2015 DKI Jakarta. Jadi mau
ga mau kita kerjanya ingetin orang terus masalah yang sebenarnya itu apa.
Karena informasi yang kenceng yang masuk ke satu kepala itu didorong oleh
uang pemasaran yang kenceng juga. Sehingga itu juga pasti harus sampai
masuk ke kepala lu. Sehingga hal-hal lain yang tidak didukug oleh uang
pemesaran yang sama, jadi ga bisa masuk ke kepala lu dan keteteran di luar.
10. Bagaimana menurut bang pandji mengenai kasus-kasus HAM berat
terutama yang menimpa Widji Thukul Dan Munir ini? Apakah optimis
bisa diselesaikan oleh pemerintah kita sekarang?
Jawab: yang gue ragu adalah penegakan dari sisi hukumnya. Yang gue masih
optimis adalah bakal dibongkar dari sisi kebenarannya. Itu 2 hal yang berbeda.
Dibongkar kebenarannya berarti ya betul soeharto waktu itu korup atau
bersalah. Tapi orangnya ga bisa dihukum karena sudah meninggal dan
maafkanlah masalah itu. Dan dikasus HAM nih, ya benar penjahatnya
bersalah, munir dibunuh dengan cara seperti ini tapi yaudahlah ga usah kita
nengok ke masa lalu dan itu ga usah dihukum. Jadi, karena yang membuat
masalah ini tidak selesai adalah keinginan untuk menuntut orang-orang yang
bersalah ini dihukum, sementara orang-orang ini masih sangat kuat
kekuasaanya. Gue tuh masih sangat percaya kalau jokowi pengen menegakkan
masalah HAM ini Negara ini bakal perang terus, jadi ga sempet ada
pembangunan buat negeri ini. Jadi ada kompromi. Kalau mau nanti nuntutnya
kalau orang-orang yang bersalah itu udah meninggal. Karena kan Negara ini
masih muda kan, masih 70 tahun, orang-orang yag bersalah itu masih ada,
mungkin masih sekitar 2 generasian baru selesai masalah itu.
11. Lagu ini diciptakan berdua oleh raptamasta atau bang pandji sendiri?
dan bagaimana proses penciptaannya?
Jawab: pertama waktu itu gue berjanji kalau dia menangin lomba buat lirik
lagu Untuk Indonesia, mereka bakal gue ajak di lagu selanjutnya. Dan waktu
gue bikin lagu terjebak, terus juga beatnya gue rasa cocok dengan gaya
mereka, yaudah gue ajak mereka featuring di lagu ini. Jadi proses
penciptaannya gue nulis lirik verse gue dulu diatas beat gue dan bagian
mereka gue kosongin abis itu di email ke mereka biar mereka sendiri yang isi
verse bagian mereka.
12. Apa yang melatarbelakangi bang pandji menciptakan lagu ini?
Jawab: lagu terjebak itu sangat mewakili semangat gue untuk kasih tahu
orang supaya tidak terjebak dengan anggapan era soeharto itu lebih enak.
Makanya kan “terjebak masa lalu, bangsaku susah maju” itu adalah gambaran
dari orang-orang yang menganggap era soeharto itu lebih enak. Lagu ini
paling pas mewakili album ini. (PERISTIWA)
13. Menurut bang pandji, salahkah orang yang mengidam2kan kembali ke
masa orde baru? Karna kan banyak juga rakyat kita yang ingin kembali
ke masa orde baru? klo dilihat dari factor kesejahteraan hidup semasa
orba yang katanya barang2 lebih murah dan hidupnya yang sejahtera.
Jawab: kalau dibilang salah mereka itu ga juga. Tapi bisa jadi salah mereka
kalau mereka ga mau mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada masa
soeharto. Misalnya, ini yang gue tahu tentang A terus mereka ga mau mencari
tahu hal yang lain, nah itu baru salah. Kalau mereka mau mencari tahu hal
yang lain dari soeharto, itu yang gue inginkan.
14. Lalu apa harapan bang pandji mengenai masih banyaknya orang yang
terjebak pada romantisme orba ini?
Jawab: ya gue berharap mau mencari tahu, dan terbuka terhadap informasi-
informasi baru.
15. Lagu ini terinspirasi dari tulisan/Risalah yang ditulis M.Hatta dengan
judul yang sama, apa yang melatar belakangi bang pandji sampai
membuat lagu ini?
Jawab: sebenarnya ada banyak pidato/tulisan yang gue baca-baca, yang
paling masuk akal tinggal Indonesia Free sama Demokrasi Kita. Sebeneranya
tiga sih. Satu gue lupa. Yang lupa ini ga nemu beat yang cocok buat pidato itu.
Jadi Cuma Indonesia Free da Dmeokrasi kita yang dibuat lagu. Dan demokrasi
kita itu gue pilih karena relevan banget jaman sekarang. Tentang terbelenggu
sama kebebasan yang kita sediakan untuk rakyat. Tapi bung hatta yakin nanti
akan ada siklusnya. Lu minta kebebasan, kebebasan dikasih. Terus kebebasan
lu manfaatkan dengan tidak bijak. Terus lu berantakan. Terus lama-lama lu
merasakan, “oiya, kita butuh lagi kebebasan dengan kebijakan yang selaras.
Jadi inti demokrasi kita itu kan seperti itu. Terus ketemu beat yang pas.
Yaudah gue kawinin dengan beat itu, jadilah lagu demokrasi kita.
16. Dalam album ini bisa dilihat Bang Pandji sangat mengagumi M.Hatta,
apa yang menjadikan M.Hatta begitu istimewa atau berkesan bagi bang
Pandji? Kenapa tidak sosok atau tokoh pahlawan lainya?
Jawab: cerita pertama yang gue kagumi sama Hatta adalah soal dia simpan
foto gambar sepatu bally. Yang setelah gue konfirmasi sama keluarganya
ternyata emang benar itu kejadian. Jadi, cerita itu bisa dipahami sama
siapapun yang menginginkan sesuatu. Semua orang pengen beli sesuatu tapi
ga punya uangnya. Kadang-kadang gue mempertimbangkan gue pengen
banget beli ini barang, gue harus ambil cara curang ga ya untuk bisa beli ini
barang. Nah, Hatta pengen banget punya sepatu bally tapi dengan tidak
curang. Saking ga mau curangnya sampai mati tuh ga kebeli sepatu. Dan itu
kita banget. Kadang kita lihat barang di handphone terus pengen tapi ga
mampu, apa gue harus curang untuk mendapatkan barang ini. Nah, Hatta
dikasih sama orang juga ga mau. Karena gratifikasi, dan dia ga mau terima
barang gratifikasi. Karena orang udah kasih barang terus kita punya tanggung
jawab moral buat nolong lu nantinya. Hatta ga mau seperti itu. Sementara saat
itu dia udah pension dari wakil presiden dan terima gaji dari pekerjaannya
sebagai guru. Jadi dia hidup dari gaji guru dan sampai akhir hayatnya dia jadi
guru dengan gaji yang kecil, terus kalau berangkat naik bis kota, padahal dia
mantan wakil presiden RI. Yang mana itu ga akan terjadi di jaman sekarang.
Nah gue mengagumi itu. Setelah gue pelajari orangnya lebih dalem, makin
banyak lagi yang gue kagumi. Seperti, kegilaannya pada ketepatan waktu,
kegilaannya terhadap buku, itu kaya misalkan orang minjemin buku, terus
bukunya kesobek, dia bisa ngamuk-ngemuk gitu. Terus gue bisa ngerasaain,
apa yang dia rasain waktu bukunya kesobek. Gue seneng sama fakta bahwa,
Hatta itu yang bikin jeroaannya Republik Indonesia. Jadi itu yang membuat
makin mengidolai Hatta. (PERSON)
17. Bagaimana bang pandji menilai sistem demokrasi di Negara ini?
Jawab: sama dalam lagu demokrasi kita. demokrasi yang kita miliki sekarang
tidak diimbangi dengan kemampuan yang baik untuk berdemokrasi.
Demokrasi itu kaya, mobil balap tapi disetir sama orang yang mentalnya
masih nyetir bajaj. Jadi, masih belum bisa dilengkapi dengan kemampuan
berdemokrasi dengan baik. Kemampuan berdemokrasi dengan baik itu adalah
kemampuan untuk berbeda pendapat, berargumen dengan sehat walaupun
berbeda pendapat. Terus kemampuan untuk tidak menelan informasi dari satu
pihak. Nah, orang Indonesia itu belum siap skillnya untuk berdemorasi.
Demokrasi kan pada dasarnya, lu nentuin apa yang baik untuk lu, tapi kalau
nyatanya lu ga cukup dewasa, lug a cukup terdidik, lu ga cukup berwawasan
untuk menentukan yang baik untuk diri lu, pilihan malah jadi buruk. Istilahnya
“Tirany by majority”. Yang mayoritas, yang goblok-goblok ini malah
menjajah yang minoritas yang pinter-pinter berdemokrasi, karena yang
goblok-goblok ini ga tau apa-apa. Itu kondisi yang saat ini terjadi tapi sedang
diusahakan untuk berubah.
18. Seberapa optimis bang pandji menilai sistem demokrasi di Negara ini
akan memberikan kesejahteraan bagi rakyat?
Jawab: masih lama, karena salah satu masalah terbesar di Indonesia itu
kepemimpinan yang buruk diseluruh sector, dari RT sampai presiden yang ga
baik. Dan itu kasih dampak kemampuan Negara ini untuk berdemokrasi.
Karena pertama-pertama kalau lu mau demokrasi berjalan dengan baik,
pendidikannya mesti bener. Sedangkan mau benerin pendidikan aja susahnya
setengah mati. Diberantemin terus. Jadi panjang, tapi ini adalah perjuangan
yang layak untuk dilakukan karena kalau ga dijalanin terus ga akan berubah-
ubah. Sama aja kaya ngelawan penjajahan, kalau menurut sejarah 350 tahun
kan? Selama 350 tahun untuk bisa merdeka. Kalau berhenti di tahun ke-100
aja, ah udahlah ini ga akan berubah, yaudah diam aja. Yaudah ga bakal
merdeka bangsa ini. Tapi karena mereka melawan terus, akhirnya kejadian
kemerdekaan bangsa ini. Sama kaya memperjuangkan demokrasi berjalan
dengan baik harus dilakukan terus menerus supaya kesampaian tujuan itu.
Karena kalau lu berhenti ya ga akan kejadian.
Berani Mengubah
19. Berani mengubah merupakan juga salah satu lagu yang mewakili album
ini selain terjebak, apa sih pesan yang mau disampaikan dari lagu ini?
Jawab : berani mengubah itu gue baru sadar, tujuan utama lagu ini ada
dibagian bridgenya. “Mau kau kemanakan rakyat yang jadi korban?! Mau kau
kemanakan segala keberagaman?! Mau kau kemanakan 350 Trilyun yang
selama 32 tahun menghilang?!” inti dari lagunya tuh sebenarnya ada di
bagian itu. Tapi di verse 1 dan 2 meracau banyak soal politik dan sosial. Tapi
tetep jadi lagu favorit gue dialbum ini.
20. Menurut bang pandji, apakah bangsa Indonesia bangsa yang optimis
atau bangsa yang pesimis untuk bisa menjadi Negara yang maju?
Jawab: bangsa itu sebenarnya ya ga bisa dibilang bangsa yang optimis. Tapi
lebih tepatnya bangsa yang festive. Festive itu maksudnya bangsa yang seneng
perayaan. Sekilas, wah ini happy banget nih berarti ini mereka bangsa yang
optimis. Tapi kenyataannya ga juga, kadang-kadang festivitiannya itu dipakai
untuk melupakan masalah. Jadi masalahnya tetep ada. Menurut pengalaman
gue sih itu pengalaman yang akurat tentang bangsa Indonesia. Dimana-mana
ada kecenderungan berpesta, disaat bersama ada kebingungan. Gue tuh setiap
keliling Indonesia ada kebingungan dengan apa yang harus mereka lakukan.
Kaya nuggu untuk dikasi tahu. Tapi kalau udah dikasih tahu juga ga mau
karena ga mau disuruh-suruh. Makanya gue sempet nulis, “enggan jadi
pemimpin tapi malu untuk jadi followers.” Itu tuh kecenderungan rakyat
Indonesia. Tapi festivity itu adalah sebuah semangat yang baik kalau
diarahkan dengan baik dengan kepemimpinan yang baik juga. Gue juga
pernah bilang Indonesia veregnighing itu kan asalnya dari tongkrongan party,
terus dating orang-orang yang ada bobotnya, terus geser-geser, terus jadi sadar
dan jadi sebuah gerakan. semangat yang berapi-apinya itu harus diarahin
dengan baik.
21. Apa yang seharusnya dimiliki oleh bangsa ini untuk bisa berubah
menjadi lebih baik seperti yang diinginkan dalam lirik lagu ini?
Jawab: modal yang paling kuat untuk melakukan perubahan, sadar atau tidak
ya dia sedang melakukan perubahan adalah dengan tahu dia itu bagusnya
dimana, dia itu bisanya apa, sukanya apa. Kalau dia paham bisanya apa dan
sukanya apa, terus dia bisa jujur jalaninya walaupun tampak jalan yang dia
lalui berat. Ini yang kaya gini yang bisa berdampak untuk perubahan buat
Indonesia. Orang apa yang tahu apa passionnya, akan tahu kemana dia bisa
berjalan, walau tahu jalannya panjang dan lama karena itu kecintaanya
terhadap passion itu. Dan gue percaya, Indonesia bisa dibangkitkan dengan
karya demi karya dan perubahan itu akan datang.
22. Bagaimana proses penciptaan lagu ini? Dari latar belakang dan proses
penciptaannya dengan endrumarch?
Jawab: pemuda itu sebenarnya freestyle. Jadi gue abis selesai rekaman, terus
endru kasih denger beat yang mau ga dibuat lagu. Terus gue bilang gue udah
selesai nulisnya. Tapi gue disuruh dengerin dulu. Dan gue tahu ini harus bahas
tentang apa. Yaudah gue masuk ruang rekaman, terus gue nge-freestyle. Jadi
gue ga nulis sama sekali, gue bener spontan aja dalam ruang rekaman. Dan
gue juga ga ada diskusi sama endru. Jadi selesai gue rekaman, gue Cuma
bilang di lagu ini gue featuring sama endru, terus dia isi bagian chorusnya aja.
23. Pesan apa yang ingin disampaikan lagu ini?
Jawab: ya supaya mereka ga bodoh aja. Pemuda-pemuda ini cepet ambil
kesimpulan dari apa yang mereka terima. Jadi cepet emosi. Karena apa yang
mereka terima ini sangat berjalan cepat di kehidupan mereka. Sehingga
mereka kaya autopilot yang harus dilakukan secara cepat, padahal ada sesuatu
yang harus dilakukan dengan cermat dan diperhatikan dengan baik, harus
dikroscek dulu sebelum dia melakukan sesuatu.
24. Apakah bang pandji punya pengalaman dengan Pemuda bodoh yang ciri-
cirinya ada dalam lagu ini?
Jawab: sering, di twitter terutama.
25. Pertanyaan terakhir, sebagai seorang seniman di Indonesia, apa harapan
bang pandji buat musisi/seniman di Indonesia?
Jawab: harapan gue adalah agar mereka bisa terus menemukan cara untuk
mengeluarkan karya. Karena hal penting pertama adalah gue bisa ga ya
berkarya atau mengeluarkan karya? Hal penting kedua adalah gue bisa ga ya
untuk terus mengeluarkan karya? Dan harapan gue adalah dia bisa terus
nemuin cara untuk terus mengeluarkan karya. Contohnya yang membuat band
U2 itu jadi band legendaris adalah bukan karena album-album mereka sukses
semua. Tapi dengan cara mereka terus mengeluarkan karya, bagaimanapun
caranya. Karena kalau mereka ngeluarin album yang ga sukses mereka masih
bisa berpikir untuk bagaimana caranya muterin duit yang mereka punya
supaya tetap bisa memproduksi album selanjutnya. Jadi, kuncinya adalah
kecerdasan itu, untuk membuat orang berpikir untuk terus berkarya.
DOKUMENTASI FOTO
Foto Bersama Pandji Pragiwaksono
Foto Pandji Pragiwaksono Seusai Wawancara
top related