mikrobiologi poliovirus sebagai penyebab penyakit polio
Post on 28-Jan-2016
116 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
POLIOVIRUS SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT POLIO
Diajukan untuk memenuhi tugas Ilmu Dasar Keperawatan I
Disusun oleh :
Annisa Suci Utami 220110150097
Siti Mustakimah 220110150098
Dosen: Wiwi Mardiah, S.Kp., M.Kes.
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
SUMEDANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ilmiah Poliovirus
sebagai Penyebab Penyakit Polio. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas Ilmu Dasar
Keperawatan I. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen kami, Ibu Wiwi
Mardiah, yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan I.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai virus polio yang menjangkit
manusia. Kami harap makalah ini dapat membantu semua pihak dalam memahami lebih jauh
tentang perkembangan virus polio dan penularannya.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak terlepas dari berbagai kekurangan, tetapi
kekurangan yang ada merupakan bagian positif dalam mencapai kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhai segala usaha kita, Amin. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca.
Jatinangor, Desember 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………….. i
Daftar Isi …………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………….... 1
1.1 Latar belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………........ 2
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….………........ 3
2.1 Sejarah dan Perkembangan Polio ……….……………………………... 3
2.2 Taksonomi dan Serotipe Poliovirus……. .…………………………….. 3
2.3 Replikasi Poliovirus ………………..…………………………............. 5
2.4 Patogenesis Poliovirus ……….…….………………………………….. 7
2.5 Tanda dan Gejala Polio ..………….…………………………………… 8
2.6 Pencegahan dan Pemberantasan Polio ……………….……….……….. 9
BAB III PENUTUP …………………………………………………………............ 11
3.1 Kesimpulan ………………………………………………………….… 11
DAFTAR PUSTAKA ……….………………………………………………………. 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat kecil yaitu dalam
skala micrometer atau micron (µ) atau sepersejuta meter dan tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Termasuk dalam golongan mikroorganisme adalah bakteri (eubactera,
archaebacteria), fungi (yeasts, molds), protozoa, microscopic algae dan virus serta beberapa
macam cacing (helmints). Ilmu yang mempelajari mikroorganisme disebut mikrobiologi.
Semua mikroorganisme adalah sel kecuali virus. Virus merupakan organisme
subselular yang karena ukurannya sangat kecil, hanya dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop elektron. Ukurannya lebih kecil daripada bakteri sehingga virus tidak dapat
disaring dengan penyaring bakteri. Asam nukleat genom virus dapat berupa DNA ataupun
RNA. Genom virus dapat terdiri dari DNA untai ganda, DNA untai tunggal, RNA untai
ganda, atau RNA untai tunggal. Selain itu, asam nukleat genom virus dapat berbentuk linear
tunggal atau sirkuler.
Salah satu virus yang menyerang manusia adalah Poliovirus (PV). Poliovirus (PV)
merupakan agen penyakit radang otak poliomyelitis yang termasuk dalam famili
Picornaviridae. Poliovirus masuk ke tubuh melalui mulut dan menginfeksi saluran usus.
Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan otot
melemah dan terjadi kelumpuhan (paralisis).
Poliovirus pertama diisolasi pada tahun 1909 oleh Karl Landsteiner dan Erwin
Popper. Genom poliovirus pertama dipublikasi pada tahun 1981 oleh dua kelompok tim
peneliti yang berbeda yaitu: Vincent Racaniello dan David Baltimore di MIT dan oleh Naomi
Kitamura dan Eckard Wimmer pada Stony Brook University.
Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak
berusia antara 3 hingga 5 tahun. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Polio dapat
menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak
memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke
dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi feses. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses
selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus. Vaksinasi pada saat
1
balita akan sangat membantu pencegahan polio pada masa depan karena polio menjadi lebih
berbahaya jika diderita oleh orang dewasa.
Oleh karena itu, penting untuk mempelajari bagaimana siklus hidup Poliovirus,
perkembangannya dalam tubuh, dan gejala yang ada saat terjangkit virus ini, agar mengetahui
langkah apa yang harus dilakukan untuk mencegah penularannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana sejarah dan perkembangan polio?
b. Bagaimana taksonomi dan serotipe poliovirus?
c. Bagimana replikasi poliovirus?
d. Bagaimana patogenesis poliovirus?
e. Apa saja tanda dan gejala polio?
f. Bagaimana cara pencegahan dan pemberantasan polio?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah tentang Poliovirus ini di antaranya:
a. Mengetahui sejarah dan perkembangan polio
b. Mengetahui tentang taksonomi dan serotipe poliovirus
c. Mengetahui cara replikasi poliovirus
d. Mengetahui patogenesis poliovirus
e. Mengetahui tanda dan gejala orang yang terjangkit polio
f. Mengetahui cara pencegahan dan pemberantasan polio
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan Polio
Poliomyelitis berasal dari kata Yunani, polio berarti abu – abu , dan myelon yang
berarti saraf perifer, sering juga disebut paralisis infantile. Poliomyelitis atau sering disebut
polio adalah penyakit akut yang menyerang system saraf perifer yang disebabkan oleh virus
polio. Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan.
Sejarah penyakit ini diketahui dengan ditemukannya gambaran seorang anak yang
berjalan dengan tongkat dimana sebelah kaki mengecil pada lukisan artefak Mesir kuno tahun
1403 – 1365 SM. Gambaran klinis polio pertama kali dibuat oleh seorang dokter Inggris,
Michael Underwood pada tahun 1789. Ia menyebut polio sebagai ‘kelemahan tungkai
bawah’. Pada tahun 1840 dokter Jacob Heine dan Karl Oskar Medin melanjutkan penelitian
Underwood sehingga penyakit ini disebut juga ‘penyakit Heine – Medin’.
Michael Underwood pertama menjelaskan suatu kelemahan dari bawah kaki pada
anak yang dikenali sebagai polio di Inggris pada tahun 1789. Yang pertama wabah di Eropa
dilaporkan pada awal abad 19, dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1843. Polio
mencapai puncaknya di Amerika Serikat pada tahun 1952, dengan lebih dari 21.000 kasus
paralitik.
Vaksin polio pertama kali dikembangkan oleh Jonas Salk pada tahun 1955 dan Albert
Sabin pada tahun 1962. Sejak saat itu, jumlah kasus polio menurun tajam. Saat ini upaya
imunisasi di banyak negara dibantu oleh Rotary International, UNICEF, dan WHO untuk
mempercepat eradikasi global polio.
Polio tersebar diseluruh dunia terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Afrika.
Kasus terakhir virus polio 3 terjadi di Sri Lanka pada tahun 1993, virus polio 1 dan polio 3 di
Jawa Tengah, Indonesia pada tahun 1995, dan virus polio 1 di Thailand pada tahun 1997.
Menurut penyelidikan WHO dan Depkes RI, virus polio liar di Indonesia pada tahun 2005
berasal dari Sudan atau Nigeria yang berada di Arab Saudi. Virus tersebut ditularkan ke
negara lain melalui jemaah haji, jemaah umrah, dan tenaga kerja lainnya.
Bayi dan anak adalah golongan usia yang sering terserang polio. Penderita polio
sebanyak 70 – 80 % di daerah endemik adalah anak berusia kurang dari 3 tahun, dan 80 – 90
3
% adalah balita. Kelompok yang rentan tertular adalah anak yang tidak diimunisasi,
kelompok minoritas, para pendatang musiman, dan anak – anak yang tidak terdaftar.
Data terakhir sampai Juni 2007 terdapat 243 kasus polio liar pada tahun 2007. Negara
penyumbang terbesar adalah Nigeria sebanyak 114 kasus, India sebanyak 82 kasus, dan
Korea Utara sebanyak 13 kasus. Indonesia yang pernah mencatat 303 kasus pada tahun 2005
menurun jauh hingga menjadi hanya 2 kasus pada tahun 2006 dan tidak ada kasus pada tahun
2007. Pada bulan Maret 2014, WHO untuk kawasan Asia Tenggara, menyatakan bahwa
kawasan Asia Tenggara telah bebas polio.
2.2 Taksonomi dan Serotipe Poliovirus
Poliovirus termasuk divisi Protophyta, kelas Mikrotatobiotes, ordo Virales, famili
Picornaviridae, genus Enterovirus, dan spesies Poliovirus. Ukuran diameter partikel
poliovirus adalah 30 nm dengan bentuk/morfologi icosahedral simetri. Poliovirus sangat
sederhana, karena genomnya yang pendek (RNA) dan bentuk ikosahedral encapsulated
protein tidak beramplop. Struktur poliovirus mirip dengan jenis enterovirus pada manusia
lainnya seperti coxsackieviruses, echoviruses, dan rhinoviruses, yang selalu menggunakan
fasilitas imunoglobulin untuk masuk ke dalam sel hospes.
Ada tiga serotipe dari Poliovirus yaitu yaitu PV1, PV2 dan PV3, yang masing masing
sedikit berbeda pada kapsid proteinnya, yaitu sifat antigeniknya. Strain Poliovirus yaitu strain
1 (brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon). Ketiga tipe virus tersebut bisa
menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling mudah diisolasi, diikuti tipe 3,
sedangkan tipe 2 paling jarang diisolasi. Tipe yang sering menyebabkan wabah juga adalah
tipe 1, sedangkan kasus yang dihubungkan dengan vaksin disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3.
Di alam bebas, virus polio dapat bertahan hingga 48 jam pada musim kemarau dan 2
minggu pada musim hujan. Di dalam usus manusia, virus dapat bertahan hidup sampai 2
bulan. Virus polio tahan terhadap sabun, detergen, alkohol, eter dan chloroform, tetapi virus
ini akan mati dengan pemberian formal dehida 0,3 %, klorin, pemanasan dan sinar ultraviolet.
Struktur Poliovirus, pertama kali ditemukan pada tahun 1985, merupakan salah satu
struktur virus pertama yang pernah ditemukan.
1. Genom Polio's (informasi genetik) terdapat pada untai tunggal RNA (asam ribonukleat).
Ini bagian yang sama dengan virus lainnya, meskipun beberapa virus, seperti herpes,
membawa informasi genetik dalam DNA (asam deoksiribonukleat). kode RNA virus polio
berfungsi untuk menyerang ribosom sel target.
4
2. Kapsid Poliovirus mengelilingi, memberikan dan melindungi RNA. Kapsid Ini terdiri dari
protein dan telah di reseptor dari permukaan sel-sel saraf rasa, sehingga memungkinkan virus
polio untuk mengikat sel-sel ini.
3. Reseptor pada Poliovirus terbuat dari protein, sel target nya adalah saraf. Target Poliovirus
adalah neuron motorik.
4. Infeksi. Setelah polio telah terikat pada sel saraf target, kapsid terbuka dan informasi
genetik virus itu dilepaskan ke dalam sel. Sementara beberapa virus menyampaikan informasi
mereka ke dalam inti sel, target virus polio adalah ribosom (terletak di sitoplasma). ribosom
berfungsi untuk memproduksi protein dalam sel. Ribosom sel yang terinfeksi dengan polio
menghasilkan RNA virus polio dan capsids bukan protein untuk sel inang itu sendiri.
Dalam sitoplasma, yang baru terbentuk kapsid dan RNA, virus polio bergabung bersama
untuk membentuk virion baru. Sel kemudian mengalami lisis (melanggar terbuka), dan
partikel-partikel virus baru yang dibentuk, akan menginfeksi sel inang lainnya.
2.3 Replikasi Poliovirus
Siklus perkembangbiakan Poliovirus dimulai dari tahap absorpsi, penetrasi,
uncoating, menghentikan sintesis makromolekul dari sel inang, dan sintesis komponen virus.
1. Absorpsi
Pada tahap ini, terjadi perlekatan virus pada permukaan dinding sel hospes pada reseptor
CD155 (immunoglobulin like receptor) atau juga disebut poliovirus receptor (PVR) pada
permukaan sel hospes. Interaksi antara poliovirus dengan CD155 bersifat irreversibel.
2. Penetrasi
Pada tahap ini, RNA masuk ke dalam sitoplasme sel inang melewati membrane sel.
Mekanisme Penempelan virus pada membran sel dan masuknya asam nukleat kedalam sel
diduga ada dua cara yaitu: melalui formasi poripori dalam plasma membran, dimana RNA
diiknjeksikan ke dalam sitoplama, atau virus diambil oleh reseptor mediated endositosis.
Pada hasil penelitian mutakhir melaporkan bahwa poliovirus melekat pada CD155 dan
ditelan melalui cara endositosis. Segera setelah partikel virus masuk dalam sitoplasma, RNA
virus yang merupakan singgel strand positive RNA dibebaskan. Genome yang menutupi
partikel virus digunakan sebagai “messenger RNA” segera ditranslasi oleh sel hospes. Pada
waktu masuk dalam sel, virus menggunakan translasi sel hospes sebagai alat yang
5
menyebabkan terhambatnya produksi sintesis protein seluler hospes, karena digunakan untuk
memprodukasi spesifik protein dari virus.
3. Uncoating
Virus mengalami penyesuaian selama pengikatan untuk menghilangkan VP4 yang
nantinya akan dihancurkan. 1 dari 200 virus partikel dapat dengan sukses mentransport RNA
ke dalam sitoplasma dengan cukup cepat dimana itu dapat sintesis dari makromolekul dari
virion yang baru.
4. Menghentikan sintesis makromolekul dari sel inang
Sintesis protein sel inang dan RNA sintesis dicegah. Proses ini berfungsi untuk
membebaskan lebih banyak ribososm untuk mentranslasi genom virus dan menjamin bahwa
sel akan hancur dan mati, yang tujuan akhirnya menghasilakn kumpulan partikel virus yang
baru. Inisisasi ini kira kira 1/2 jam setelah infeksi, dan dalam 2 jam, penurunan drastis pada
sintesis makromolekul selular dapat terjadi.
5. Sintesis komponen virus
Setelah terinfeksi ke dalam sel, RNA keluar dari sarangnya dan di dalam sel RNA ini
memiliki dua fungsi:
a. sebagai mRNA yang ditranslasikan menjadi protein-protein yang berfungsi untuk
pembentukan tubuh dan enzim-enzim yang berfungsi untuk perkembang-biakan (replikasi)
virus itu sendiri.
b. RNA ini adalah sebagai bahan dasar (template) untuk pembentukan RNA benang negatif
(negative strand RNA). RNA benang negatif ini kemudian digunakan lagi sebagai template
untuk membentuk RNA benang positif.
Begitu seterusnya sehingga benang positif RNA yang menjadi genom virus ini terus
bertambah banyak. RNA yang terbentuk kemudian dibungkus oleh protein-protein
pembentuk tubuh dan keluar dari sel sebagai virus baru.
6. Pemasangan
RNA baru yang disintesis dikemas di dalam kapsid. Partikel viral terangkai melalui
morfogenesis, dan pembelahan proteolitik dari protein kapsid membentuk partikel akhir:
poliprotein P1 terbelah menjadi protomer yang tersusun oleh VP0, 1, dan 3, yang bersama –
sama bersatu dan membungkus RNA viral. Perangkaian terjadi 4-6 jam setelah infeksi.
7. Pematangan. Proses pematangan virus melibatkan pengikatan dari VP0 ke dalamVP2 dan
VP4.
6
8. Pembebasan
Partikel kemudian dilepaskan dari sel inang melalui proses lisis sel. Proses ini lebih seperti
untuk pemrograman awal yang mengambil alih setelah beberapa waktu setelah proses protein
sintesis dan RNA sintesis pada sel inang berhenti. Partikel virus yang bebas sekarang dapat
menginfeksi sel inang lain. Migrasi ke jaringan saraf akan menghasilkan suatu penyakit
disebut paralytic poliomyelitis. Penghancuran sel akan terjadi kira - kira 6-10 jam setelah
infeksi (Koch, 2005).
2.4 Patogenesis Poliovirus
Keberadaan reseptor CD155 diperkirakan sebagai penyebab terjadinya infeksi virus
masuk kedalam sel hewan atau manusia. Reseptor CD155 hanya ditemukan pada sel manusia,
jenis primata dan jenis monyet lainnya. Tetapi poliovirus hanya dapat menyebabkan penyakit
pada manusia dan tidak menginfeksi secara alamiah pada spesies lain.
Protein CD155 mempunyai beberapa domain, D1 mengandung lokasi perlekatan
(binding site) poliocirus, dalam domain ini berisi 37 asam amino yang berperan dalam
perlekatan virus. Poliovirus termasuk famili enterovirus, maka jalur infeksinya terjadi melalui
mulut, viral replikasi terjadi dalam saluran pencernaan. Virus dieksresikan melalui feces dan
menular ke individu lain melalui makanan yang terkontaminasi. Pada banyak kasus virus
dapat ditemukan dalam peredaran darah (viremia) dan infeksi virus ini tidak menunjukkan
adanya gejala (asimptomatis).
Pada sekitar 5% kasus, virus menyebar dan bereplikasi dalam jaringan lain seperti
jaringan lemak, retikuloendotelial, dan jaringan otot. Replikasi yang permanen pada suatu
jaringan dapat menyebabkan terjadinya viremia sekunder dan dapat menimbulkan gejala
seperti demam, sakit kepala dan sakit tenggorokan. Kelumpuhan/paralysis poliomyelitis
dapat terjadi pada sekitar kurang dari 1% penderita infeksi poliovirus. Penyakit paralysis
terjadi bila virus masuk kedalam sistem saraf pusat danbereplikasi dalam sel sraf motorik dan
sumsum tulang belakang, batang otak atau korteks motorik, hal tersebut menyebabkan
kerusakan motorik neuron (sel saraf gerak/motorik) mengakibatkan terjadinya kelumpuhan
temporer atau permanen. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi poliomyelitis dapat
menyebabkan kelumpuhan respirasi sehingga terjadi kasus kematian. Pada kasus
poliomyelitis penyakit paralysis, jaringan otot dirasakan sakit/nyeri dan kejangkejang yang
diikuti dengan kelemahan dan paralysis. Paralysis terjadi secara persisten pada jaringan otot
dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu.
7
Mekanisme bagaimana virus masuk kedalam saraf otak masih belum jelas. Ada tiga
teori bagaimana mekanisme poliovirus masuk kedalam sistem saraf pusat, semuanya diawali
terjadinya viremia. Teori pertama virion langsung masuk melalui pembuluh darah yang
mengalir kedalam otak melewati barier darah otak, tidak melalui reseptor CD155. Teori
kedua, virion ditransport dari jaringan perifer yang telah terinfeksi virus dan dilepas dalam
darah, misalnya jaringan otot menuju sumsum tulang bealakang melalui jalur saraf
(“retrograde axonal transport”). Teori ketiga adalah poliovirus diimport dari jaringan yang
terinfeksi masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui infeksi monosit atau makrofag.
Poliomyelitis adalah penyakit yang menyeran sistem saraf pusat, tetapi CD155
ditemukan pada permukaan semua sel pada manusia. Dari hal tersebut maka reseptor tidak
terekspresi dan poliovirus memilih menginfeksi jaringan tertentu, hal ini diduga jaringan
yang ditempati terdeterminasi oleh virus setelah virus masuk menginfeksi ke dalam sel. Hasil
penelitian terakhir melaporkan bahwa interferon alpha dan bettha adalah faktor yang penting
untuk menentukan tipe sel yang mana yang mensuport poliovirus bereplikasi. Pada hewan
coba mencit, melalui rekayasa genetik mengekspresikan CD155, tetapi sedikit reseptor
interferon, poliovirus dapat bereplikasi dalam berbagai jaringan dan juga dapat diinfeksi
melalui oral.
2.5 Tanda dan Gejala Polio
Walaupun Poliovirus dapat menyebabkan paralysis dan kematian, kebanyakan orang
yang terinfeksi oleh poliovirus tidak menjadi sakit dan tidak begitu memperhatikan bahwa
mereka telah terinfeksi oleh virus ini. Hasil gejala pertama infeksi polio adalah penyakit
demam dan terjadi pada minggu pertama infeksi. Pasien mungkin memperlihatkan malaise
umum yang dapat disertai dengan muntah, sakit kepala dan sakit tenggorokan Ada tiga
bentuk infeksi Poliovirus menurut gejala yang timbul yaitu nonparalitik polio, paralitik polio
spina, dan polio bulbar.
a. Nonparalitik polio. Beberapa orang yang terinfeksi poliovirus momparalytik tidak
menunjukkan gejala paralysis (disebut abortive polio). Biasanya komndisi tersebut hanya
menyebabkan gejala mirip flu dan gejala umum lainnya, seperti demam, sakit tenggorokan,
sakit kepala, muntah, lesu, sakit punggung, leher, nyeri atau kekakuan pada lengan dan kaki,
kekejangan, dan meningitis. Gejala ini berjalan sekitar satu sampai 10 hari.
b. Paralitik polio spinal. Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot
8
tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu
penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering
ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh
pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang
saraf tulang belakang dan syaraf motorik—yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode
inilah muncul gejala seperti flu. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas
—kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat
dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen
(perut), disebut quadriplegia.
c. Polio bulbar. Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga
batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur
pernapasan dan saraf kranial. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan
kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja.
2.6 Pencegahan dan Pemberantasan Polio
1. Eradikasi Polio (erapo)
Eradikasi polio adalah keadaan dimana suatu negara bebas kasus polio liar selama 3 tahun
berturut – turut. Strategi erapo adalah: mempertahankan imunisasi rutin dengan cakupan yang
tinggi, melaksanakan program imunisasi tambahan, SAFP sesuai standar sertifikasi, dan
pengamanan virus polio di laboratorium.
2. SAFP (Surveilance acute flaccid paralysis)
SAFP adalah suatu pengamanan ketat pada semua kasus kelumpuhan yang mirip pada
kelumpuhan pada kasus poliomyelitis, yaitu akut (<2 minggu), flaccid (layuh, tidak kaku)
yang terjadi pada anak <15 tahun, dalam rangka menemukan adanya kasus polio.
SAFP dimaksudkan untuk mengidentifikasi daerah yang berisiko tinggi akan adanya
transmisi virus polio liar. SAFP juga dapat digunakan untuk memantau perkembangan
program eradikasi polio, dan yang terakhir, SAFP bisa digunakan sebagai alat untuk
membuktikan bahwa Indonesia bebas polio.
Setiap menemukan 1 kasus AFP, petugas diharapakan untuk mendapatkan specimen tinja
penderita dalam waktu 24 – 48 jam, paling lama 2 minggu sejak awal kelumpuhan. Tinja
harus segera dikirim ke laboratorium nasional untuk pemeriksaan virus polio. Selanjutnya
petugas mengunjungi ulang setelah 60 hari untuk pemeriksaan kelumpuhan.
9
3. Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin
adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Cara kerja
pembentukan vaksin polio, yaitu dengan inaktifasi. Vaksin lain dibuat dengan cara
menggunakan bakteri atau virus yang sudah di inaktifasi. Vaksin ini umumnya lebih aman
dari vaksin hidup karena organisme penyebab penyakit tidak dapat bermutasi kembali
menyebabkan penyakit setelah organisme tersebut dimatikan. Selama vaksinasi, vaksin yang
mengandung virus, bakteri atau organisme lain yang telah mati disuntikkan ke dalam tubuh.
Vaksin kemudian merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi untuk
melawan organisme tersebut. Lain waktu saat organisme tersebut kembali menyerang tubuh,
antibodi dari sistem kekebalan akan menyerang dan akan menghentikan infeksi.
Terdapat 2 jenis vaksin polio, yaitu OPV (oral polio vaccine) dan IPV (injection polio
vaccine).
a. OPV (Oral Polio Vaccine, vaksin sabin), mengandung vaksin hidup yang telah
dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. OPV berfungsi untuk merangsang
pembentukan antibodi humoral yang akan menghambat perjalanan virus ke otak. OPV juga
akan menstimulasi terbentuknya antibodi lokal di usus yang menghambat penempelan virus
polio pada dinding usus. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio,
bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
b. IPV (Inactivated Polio Vaccine, vaksin salk), mengandung virus polio yang telah
dimatikan dan diberikan melalui suntikan. IPV hanya akan merangsang pembentukan
antibodi humoral saja
Antibodi usus local hanya dapat bertahan sekitar 100 hari pada dinding usus. Setelah
waktu tersebut terlampaui, virus polio liar (VPL) yang masuk ke usus bisa menempel pada
dinding usus dan bereplikasi. Antibody humoral yang sudah terbentuk akan menghalangi
VPL masuk ke jaringan saraf. Meskipun demikian, VPL yang sudah berkembang biak
tersebut akan dikeluarkan melalui tinja dan bisa menularkan ke orang lain.
Berdasarkan pemikiran di atas, Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dilaksanakan secara
serantak sehingga VPL yang masuk tidak dapat berkembang biak dan dikeluarkan bersama
tinja. Hal ini akan membuat penularan ke anak lainnya menjadi sulit karena pada saat yang
bersamaan, anak tersebut sudah mendapatkan imunisasi.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit polio disebabkan oleh Poliovirus (PV) yang menyerang sistem saraf perifer.
Virus polio termasuk genus Enterovirus, famili Picornavirus. Polio ini merupakan penyakit
menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antar
manusia. Virus masuk melalui saluran cerna. Setelah masuk, virus akan bereplikasi
(memperbanyak diri). Biasanya penularannya melewati feses, misalnya feses yang
mengandung virus polio mencemari sumber air minum warga kemudian air yang dikonsumsi
oleh manusia tersebut membawa virus polio dan sampai ketubuh manusia.
Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi
poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit.
Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan. Adapun pengendalian yang paling efektif
adalah pencegahan melalui imunisasi, yaitu dengan pemberian vaksin IPV dan OPV. Vaksin
kemudian merangsang sistem kekebalan tubuh untuk memproduksi antibodi untuk melawan
virus polio.
11
DAFTAR PUSTAKA
Afie. 2009. Perjalanan Penyakit Polio. http://afie.staff.uns.ac.id/. Diakses tanggal 11
Desember 2015
Anonim. 2015. Virus Polio (PV) Etiologi dan Serotipe Poliovirus.
http://www.materikesehatan.com/2015/01/virus-polio-pvetiologi-dan-serotipe.html.
Dikases tanggal 8 Desember 2015.
Koch. 2005. The Molecular Biology of Poliovirus.
http://www.brown.edu/courses/Bio_160/Project2000/Polio. Diakses tanggal 11
Desember 2015
Mahy, Brian W.J. dan Marc H.V. Van Regenmortel. 2010. Desk Encyclopedia of Human and
Medical Virology. California: Academic Press
Smithsonian: National Museum of American History. Whatever Happened to the Polio.
http://amhistory.si.edu/polio/index.htm. Diakses tanggal 8 Desember 2015
Strauss, James H. dan Ellen G. Strauss. 2002. Viruses and Human Disease. London:
Academic Press
12
top related