metode sosiologi
Post on 26-Jul-2015
492 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
METODE SOSIOLOGI
Sebagaimana telah kita lihat, maka, seperti juga ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya, sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang lahir, tumbuh, dan
berkembang. Agar ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai segi kehidupan
sosial manusia ini dapat tumbuh dan berkembang, perlu dilakukan kegiatan yang
dinamakan penelitian sosial. Melalui penelitian sosial para ahli sosiologi
mengumpulkan data yang dapat menambah pengetahuan kita mengenai sasaran
perhatian mereka, yaitu masyarakat; melalui penelitian sosial para ahli sosiologi
menemukan fakta baru yang memperluas cakrawala serta memperdalam pemahaman
kita sehingga merupakan sumbangan ke arah pengembangan sosiologi.
Bagaimanakah para ahli sosiologi mempelajari sasaran perhatian mereka?.
Sebagaimana Anda mungkin masih ingat di kala kita membahas Comte (dengan
metode positifnya) dan Durkheim (dengan aturan metode sosiologinya), maka dalam
sosiologi dikenal berbagai cara-metode-untuk mempelajari gejala sosial. Metode
penelitian yang digunakan ahli sosiologi tidak selalu sama, karena ruang lingkup
sasaran perhatian para ahli sosiologi tidak selalu sama; ada yang mempelajari fakta
sosial (Durkheim), sistem sosial (Parsons), institusi sosial (Durkheim), tindakan
sosial (Weber). Sebagaimana akan kita lihat pada akhir buku ini, maka metode yang
digunakan seorang ahli sosiologi terkait secara erat dengan teori atau paradigma yang
dianutnya.
Dalam usaha mengumpulkan data yang dapat menghasilkan temuan-temuan
baru dalam sosiologi, para ahli sosiologi perlu memperhatikan tahap penelitian, yang
saling berkaitan secara erat. Walaupun jumlah serta jenis tahap yang dijabarkan
dalam berbagai buku penuntun metode penelitian tidak selalu sama, namun dalam
kebanyakan buku tersebut dijumpai beberapa tahap yang dianggap pokok, yaitu
tahap perumusan masalah, penyusunan desain penelitian, pengumpulan data, analisis
data dan penulisan laporan penelitian.
2
PERUMUSAN MASALAH
Berkat hasil pemikiran serta hasil penelitian sejumlah besar ahli sosiologi,
terutama mereka yang telah berhasil mengungkapkan temuan-temuan baru, sosiologi
makin berkembang. Usaha-usaha untuk memperluas cakrawala sosiologi dibangun di
atas hasil temuan para ahli sosiologi terdahulu, dan setiap temuan baru merupakan
suatu sumbangan pada suatu himpunan pengetahuan sehingga pengetahuan kita
mengenai masyarakat bertambah. Karena itulah, sebelum memulai suatu usaha
penelitian seorang ahli sosiologi tertebih dahulu harus melakukan tinjauan pustaka
(literature review), yaitu tinjauan terhadap bahan-bahan pustaka yang ada di bidang
yang bersangkutan agar dapat mengetahui temuan-temuan apa sajakah yang
sebelumnya pernah dilakukan oleh ahli sosiologi lain. Seseorang yang ingin meneliti
masalah sosiologi agama, misalnya, sekurang-kurangnya perlu mengenai tulisan
tokoh klasik seperti Emile Durkheim dan Max Weber maupun tokoh masa kini
seperti Robert Bellah dan Peter Berger mengenai pokok bahasan tersebut. Sukar
dibayangkan suatu penelitian terhadap sistem kasta di India yang tidak didahului
dengan tinjauan terhadap tulisan ahli sosiologi Srinivas dari India mengenai kasta.
Suatu studi terhadap nasionalisme dan revolusi Indonesia pada tahun 1945
harus memanfaatkan karya relevan ilmuwan sosial seperti George McTurnan Kahin
atau Benedict R.O.G. Anderson. Dan tulisan ilmuwan sosial Indonesia seperti Selo
Soemardjan, Koentjaraningrat, Sajogyo, Soedjito Sosrodihardjo, Loekman Soetrisno
merupakan bacaan wajib bagi mereka yang ingin mempelajari masayarakat desa di
Jawa. Hanya melalui cara tinjauan pustakalah seseorang dapat mengetahui
sumbangan apa yang dapat diberikannya kepada pengembangan ilmu melalui
penelitian yang akan dilakukannya itu.
Kadang-kadang seorang peneliti melakukan penelitian terhadap suatu objek
tertentu tanpa terlalu memperhatikan hasil karya ahli sosiologi lain yang
berkecimpung dalam bidang yang sama. Dalam hal demikian mungkin saja beberapa
orang peneliti melakukan kegiatan penelitian serupa, tanpa saling mengetahui
kegiatan masing-masing; dan masing-masing mungkin lalu merasa bahwa ia
melakukan sesuatu yang asli, menemukan sesuatu yang baru. Dalam sejarah ilmu
3
pengetahuan peristiwa semacam ini banyak dijumpai, dan tidak jarang menimbulkan
konflik perihal masalah keaslian temuan yang telah dilakukan masing-masing
peneliti (lihat, antara lain, Merton, 1974). Selama tujuh tahun, misalnya, baik Luc
Montagnier dari Institut Pasteur di Paris maupun Gallo dari Institut Kesehatan
Nasional A.S. di Bethesda, Maryland masing-masing bersiteguh bahwa ialah yang
pertama kali menemukan virus HIV yang menjadi penyebab penyakit AIDS. Semula
tercapai kata sepakat bahwa kedua-duanya berhak mendapat penghargaan sebagai
penemu virus HIV (lihat TIME, 20 Mei 1991), tetapi kemudian Gallo dituduh telah
melakukan kecurangan.
Kemungkinan lain ialah bahwa seseorang merasa telah menemukan sesuatu
yang sebenarnya sudah lama ditemukan oleh ahli lain terdahulu. Masalah seperti ini
terutama banyak dijumpai dalam masyarakat yang sedang berkembang dimana
sarana komunikasi ilmiah seperti perpustakaan, buku, majalah, makalah ilmiah masih
langka dan tradisi melakukan komunikasi ilmiah seperti tukar-menukar informasi
ilmiah masih lemah, sehingga seorang ilmuwan seolah-olah bekerja sendiri secara
terisolasi tanpa banyak mengetahui perkembangan yang terjadi di dalam bidang
ilmunya (lihat, antara lain, Shils, 1972).
Dengan semakin majunya teknologi komunikasi yang dapat dimanfaatkan
untuk keperluan komunikasi ilmiah, termasuk di dalamnya penggunaan komputer,
jaringan internet, antena parabola, faksimili, komunikasi ilmiahpun menjadi semakin
efektif dan efisien, dan daya jangkaunya semakin luas. Dengan demikian
kemungkinan untuk tertinggal perkembangan ilmupun menjadi semakin besar bagi
para ilmuwan yang tidak mau ataupun tidak mampu memanfaatkan teknologi
komunikasi mutakhir tersebut.
Selain mempelajari karya ahli sosiologi tertentu, dan menggunakannya dalam
rangka usahanya untuk merumuskan masalah penelitian (research problem), maka
seorang ilmuwan wajib pula menyatakan pengakuannya terhadap hasil karya ahli
sosiologi lain tersebut dengan jalan menyebutkan nama dan hasil karya mereka di
dalam tulisannya. Asas ini mencerminkan dianutnya norma kerendahan hati
4
Ilmuwan, yang antara lain terwujud dengan pernyataan Newton mengeni standing on
the shoulders of giants (lihat Merton; 1974). Mereka yang tidak meng-indahkan hal
milik intelektual Ilmuwan lain menghadapi risiko dituduh melakukan pelanggaran
etika akademi dan terancam sanksi.
Suatu penelitian diawali dengan suatu masalah penelitian, yang, sebagaimana
telah kita lihat dalam Bab 2 mengenai pokok bahasan sosiologi, tidak selalu harus
berarti masalah sosial. Bagaimanakah para perintis sosiologi merumuskan masalah
penelitian mereka?
Durkheim tertarik pada gejala bunuh diri, yang dirumuskannya sebagai
"semua kasus kematian yang secara langsung ataupun tidak langsung dihasilkan oleh
suatu tindak positif atau negatif si korban sendiri, yang diketahuinya akan membawa
hasil tersebut" (Durkheim, 1968:44 terjemahan penulis). Dari data dalam berbagai
dokumen Durkheim menyimpulkan bahwa dalam setiap masyarakat dijumpai suatu
fakta sosial yang pasti, yaitu apa yang dinamakannya angka bunuh diri (suicide rate),
angka perbandingan antara jumlah bunuh diri dengan jumlah penduduk masyarakat
yang bersangkutan. Pertanyaan penelitian Durkheim adalah: faktor sosial apakah
yang mempengaruhi angka bunuh diri dalam masyarakat? Kenapa angka tersebut
berbeda antar satu masyarakat dengan masyarakat yang lain? Dan kenapa angka
bunuh diri pada suatu masyarakat dapat berubah? Usaha Durkheim untuk menjawab
pertanyaan penelitian tersebut dengan mengkaji data bunuh diri di berbagai wilayah
di Eropa kemudian menghasilkan karyanya yang terkenal, Suicide (1968).
Contoh lain mengenai suatu pertanyaan awal yang kemudian menghasilkan
suatu karya besar ialah pertanyaan yang diajukan Max Weber. Karyanya The
Protestant Ethic and the Spirit of a Capitalism (judul asli: Die protestantische Ethik
und der Geist des Kapitalismus) dimulai dengan pengamatan bahwa di Jerman
pimpinan perusahaan serta pemilik modal, para karyawan yang berketerampilan
tinggi, serta personel terlatih perusahaan-perusahaan modern sebagian besar
beragama Protestan (Weber, 1958:35). Dari pengamatan ini Weber sampai pada
suatu pertanyaan dasar: kenapa terdapat hubungan antara pernyataan tertentu dari
5
semangat Protestan kuno dengan kebudayaan kapitalis modern? Penelitian Weber
untuk menjawab pertanyaan tersebut menghasilkan tesisnya yang terkenal, yang
hingga kini masih tetap menjadi pokok bahasan para ahli sosiologi.
Sebagaimana halnya dengan hasil penelitian para perintis ilmu-ilmu sosial di
masa lampau maka berbagai hasil penelitian masa kini terhadap masyarakat kitapun
mcncerminkan keinginan para ahli ilmu sosial untuk menjawab suatu pertanyaan
yang dianggap mendasar. Ahli ilmu politik Herbert Feith, misalnya, ingin
mempelajari faktor yang menyebabkan memudarnya demokrasi konstitusional di
Indonesia dalam periode 1948-1957 (Feith, 1968:xi); ahli antropologi Clifforc Geertz
tidak puas dengan pernyataan bahwa lebih dari 90% Jawa beragama Islam, dan
meneliti masyarakat sebuah kota di Jawa Timur untuk mencoba mengungkapkan
keanekaragaman ritual, kepercayaan, dan nilai yang tersembunyi di balik pernyataan
tersebut (Geertz, 1964:7); ahli sosiologi Selo Soemardjan berusaha untuk
menggambarkan perubahan politik dan sosial di Yogyakarta di masa-masa
penjajahan Belanda, pendudukan Jepang dan selama revolusi 1945 - 1949
(1962:xviii-xix). Dengan terjawabnya pertanyaan awal tersebut melalui prosedur
yang disepakati masyarakat ilmiah, maka ilmu berkembang; batas-batas
pengetahuan, "the frontiers of knowledge", diubah.
TAHAP PENYUSUNAN DESAIN PENELITIAN DAN PENGUMPULAN
DATA
Setelah pertanyaan penelitian dirumuskan sedemikian rupa sehingga peneliti
mempunyai suatu gambaran mengenai apa yang hendak diketahuinya melalui
penelitian, maka ia harus menentukan metode penelitian yang akan dipilihnya untuk
mengumpulkan data. Dalam ilmu-ilmu sosial dikenal berbagai metode pengumpulan
data, seperti metode survai serta beberapa metode nonsurvai seperti metode
pengamatan dan metode eksperimen.
METODE-METODE UTAMA PENGUMPULAN DATA
Penelitian Survai. Penelitian survai (survey research) ialah suatu jenis
penelitian yang di dalamnya hal yang hendak diketahui peneliti dituangkan dalam
6
suatu daftar pertanyaan (questionnaire) baku. Teknik survai ini sudah lama
digunakan; pada tahun 1880, misalnya, Karl Marx mengirimkan daftar pertanyaan
ke-25.000 orang buruh di Perancis, dan ahli sosiologi Max Weber pun dikabarkan
menggunakan teknik survai dalam penelitiannya terhadap Etika Protestan (lihat
Babbie, 1973). Menurut Babbie ahli sosiologi masa kini yang dapat dianggap sebagai
perintis teknik penelitian survai ialah Samuel A. Stouffer dan Paul F. Lazarsfeld.
Suatu daftar pertanyaan pada umumnya memuat sejumlah pertanyaan yang
dikenal dengan nama pertanyaan tertutup karena subyek penelitian diminta memilih
satu dari sejumlah jawaban yang telah disediakan oleh peneliti. Contoh dari
pertanyaan tertutup ialah, misalnya: "Apakah Saudara sekarang telah menikah dan
hidup bersama suami atau istri saudara, janda atau duda, bercerai, berpisah, atau
belum pernah menikah?", yang dijawab subyek penelitian dengan memilih satu di
antara jawaban berikut: "Menikah, Janda/duda, Bercerai, Berpisah, Tidak pernah
menikah."
Kadang-kadang daftar pertanyaan memuat pula pertanyaan terbuka,
pertanyaan yang dijawab secara bebas sesuai dengan keinginan subyek penelitian.
Contohnya: pertanyaan "Mengapa Saudara tidak pernah meminjam uang dari bank?
Harap jelaskan!" dapat dijawab secara bebas tanpa terikat pada sejumlah jawaban
yang telah ditetapkan peneliti.
Teknik survai mengandung persamaan dengan sensus; namun pada sensus
yang menjadi subyek wawancara adalah seluruh populasi, misalnya semua kepala
rumah tangga di seluruh Indonesia, sedangkan dalam teknik survai daftar pertanyaan
diajukan pada sejumlah subyek penelitian yang dianggap mewakili populasi,
misalnya 5% dari seluruh kepala rumah tangga di Indonesia. Biasanya para subyek
penelitian survai merupakan contoh (sample) suatu populasi. Contoh dipilih secara
acak atau dengan teknik penarikan contoh lain.
Pada umumnya daftar pertanyaan dijadikan pedoman oleh pewawancara
untuk mewawancarai subyek penelitian; dalam kasus tertentu (seperti misalnya kasus
7
penelitian terhadap buruh Perancis tersebut di atas), subyek penelitian diminta untuk
mengisi sendiri suatu daftar pertanyaan suatu teknik yang dikenal dengan nama self-
administered questionnaire.
Pengamatan. Pengamatan (observation) merupakan suatu metode penelitian
nonsurvai. Dengan metode ini peneliti mengamati secara langsung perilaku para
subyek penelitiannya. Melalui pengamatan terhadap perilaku seseorang atau
sekelompok orang dalam kurun waktu relatif lama, seorang peneliti memperoleh
banyak kesempatan untuk mengumpulkan data yang bersifat mendalam dan rinci,
suatu hal yang kurang dapat dicapai dengan memakai metode survai. Selain itu,
pengamatanpun memungkinkan peneliti untuk merekam perilaku yang wajar, asli,
tidak dibuat-buat, spontan, yang mungkin kurang nampak bila ia menggunakan
metode survai.
Dalam sosiologi dikenal tipologi pengamatan berdasarkan peranan pengamat
(lihat, antara lain, Denzin 1970, Lin 1976 dan Ritzer 1980). Tipe pertama dalam
tipologi ini penelitian dimana peserta sepenuhnya terlibat (complete participant) atau
melakukan pengamatan terlibat (participant observation). Suatu ciri penting yang
membedakan pengamatan terlibat ini dengan tipe pengamatan lainnya ialah bahwa
dalam penelitian ini para subyek penelitian tidak mengetahui bahwa mereka sedang
diteliti oleh pengamat.
Contoh penelitian yang menggunakan teknik ini ialah, misalnya, penelitian
yang pernah dilakukan mahasiswa jenjang sarjana maupun pascasarjana kita terhadap
kelompok gerakan kharismatik dalam agama Katolik atau persekutuan doa dalam
salah sutu aliran agama Kristen Protestan. Dalam penelitian demikian mahasiswa
menjadi anggota kelompok yang bersangkutan dan sepenuhnya melibatkan diri
secara aktif dalam kegiatan kelompok.
Ahli antropologi Parsudi Suparlan pun meneliti seluk-beluk kehidupan sehari-
hari para gelandangan yang bermukim di Jakarta Pusat dengan melakukan
pengamatan tipe ini (lihat, antara lain, Parsudi Suparlan, 1984:230-251). Ahli
8
sosiologi William Kornblum berhasil mengungkapkan kehidupan di kalangan kaum
buruh pabrik di Chicago Selatan, Amerika Serikat dengan jalan bekerja di suatu
pabrik sebagai buruh (lihat Kornblum, 1974). Seorang ahli antropologi Unud pernah
meneliti perilaku seks buruh bangunan di Denpasar dengan jalan berperan sebagai
seorang buruh bangunan.
Di lapangan kita lebih sering menjumpai kasus dimana status pengamat
selaku peneliti diketahui para subyek penelitian. Dikala sejumlah mahasiswa
antropologi UI tinggal beberapa bulan di pedesaan Flores, Sumba dan Timor untuk
mempelajari kehidupan pengrajin tenun ikat setempat, misalnya, penduduk setempat
pada umumnya mengetahui bahwa para mahasiswa sedang mengumpulkan data
untuk penulisan skripsi atau laporan penelitian lain. Dalam tipe penelitian ini,
dikatakan bahwa para peserta (mahasiswa) sepenuhnya berperan sebagai pengamat
(complete participant-as-observer).
Suatu studi terkenal yang mempergunakan pengamatan tape ini ialah karya
William Foote Whyte: Street Corner Society (1973). Dalam studi tersebut Whyte,
seorang ahli sosiologi, tinggal pada suatu keluarga dalam suatu komunitas miskin di
suatu kota besar Amerika. Whyte berhasil menggambarkan struktur sosial komunitas
tersebut serta pola interaksi di antara para anggotanya, dengan jalan melibatkan diri
dalam berbagai kegiatan sekelompok pemuda yang selalu berkumpul di sudut jalan,
bermain boling dengan mereka, berkerumun di bar, berjudi dan sebagainya.
Para subyek penelitian Whyte umumnya mengetahui bahwa Whyte akan
menulis buku mengenai kehidupan mereka. Para subyek penelitian disertasi ahli
sosiologi Selo Soemardjan di Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya pun
mengetahui bahwa kehadirannya dalam komunitas mereka adalah dalam rangka
pengumpulan data untuk suatu laporan penelitian.
Tipe ketiga merupakan teknik yang lebih sering lagi dijumpai karena bila
dibandingkan dengan kedua teknik sebelumnya, dapat dilakukan secara relatif mudah
dan dalam waktu relatif cepat. Dalam penelitian dimana pengamat berperan sebagai
9
peserta (observer as participant) ini peneliti hanya berada di tempat penelitian untuk
jangka waktu pendek. Keterbatasan waktu ini memaksanya untuk melakukan
penelitian dengan memakai pedoman wawancara atau daftar pertanyaan terstruktur.
Meskipun disini masih ada keterlibatan antara peneliti dengan subyek penelitian,
namun keterlibatannya bersifat sangat terbatas.
Dalam tipe pengamatan keempat peneliti merupakan orang yang sepenuhnya
melakukan pengamatan tanpa keterlibatan apa pun dengan subyek penelitian
(complete observer). Salah satu contohnya ialah bentuk pengamatan yang oleh Webb
et al. dinamakan unobtrusive measures, yang menurut mereka merupakan suatu
bentuk non-reactive research (lihat Webb et al., 1966). Unobtrusive measures
merupakan cara penelitian yang tidak mencolok, yang bersifat nonreaktif yaitu tidak
menimbulkan reaksi pada subyek yang diteliti sehingga perilaku yang diamati, cara
bertindak, cara berpakaian, cara berbicara dan sebagainya, terjadi secara wajar, tidak
dibuat-buat. Penelitian ahli sosiologi terhadap perilaku di tempat umum seperti di
pasar atau di terminal bis sering dilakukan dengan memakai bentuk pengamatan ini.
Salah satu kelebihan pengamatan terlibat bila dibandingkan dengan survai
ialah bahwa pengamatan terlibat lebih memungkinkan terjalinnya hubungan dekat
(rapport) antara peneliti dengan subyek penelitiannya; jangka waktu penelitian yang
lebih lama daripada survai memungkinkan peluang lebih besar bagi terjalinnya rasa
percaya subyek terhadap peneliti dan bagi diterimanya peneliti sebagai anggota
masyarakat. Hal ini antara lain dialami ahli antropologi Clifford Geertz tatkala
mengadakan penelitian di Bali (lihat Geertz, 1973:412-453). Berkat sikapnya yang
menunjukkan kesetiakawanan dengan penduduk desa dalam menghadapi razia polisi
terhadap suatu kegiatan sabung ayam, Geertz secara tidak terduga dan mendadak
memperoleh simpati penduduk setempat. Ini memungkinkannya untuk melakukan
pengamatan terlibat secara bebas terhadap kegiatan sabung ayam. Atas dasar
pengamatannya terhadap interaksi sosial yang terjadi selama sabung ayam, Geertz
berhasil menyajikan suatu gambaran komprehensif mengenai jalinan hubungan sosial
di antara pihak yang terlibat dalam kegiatan sabung ayam.
10
Riwayat hidup. Riwayat hidup merupakan suatu teknik pengumpulan data
dalam sosiologi yang jarang digunakan tetapi dianggap dapat mengungkapkan data
yang penting mengenai pengalaman subyektif yang penting bagi pengembangan teori
sosiologi. Kajian terhadap riwayat hidup dapat mengungkapkan data baru yang
belum terungkap dengan memakai teknik pengumpulan data lainnya.
Studi sosiologi terkenal yang memakai pendekatan riwayat hidup ialah tulisan
Thomas dan Znaniecki: The Polish Peasants In Europe dan America (lihat Becker,
1966). Studi awal terkenal lain yang pun menggunakan teknik riwayat hidup ialah
buku The Jack-Roller yang mengisahkan riwayat hidup seseorang yang disekap
dalam rumah tahanan untuk anak nakal (lihat Shaw, 1966 dan Becker, 1966).
Studi Kasus. Dalam penelitian dengan memakai teknik studi kasus berbagai
segi kehidupan sosial suatu kelompok sosial menyeluruh. Penelitian studi kasus
klasik dalam sosiologi ialah penelitian Robert S. Lynd dan Helen Merrell Lynd
terhadap kehidupan masyarakat suatu kota kecil di Amerika Serikat bagian tengah
yang mereka beri nama samaran Middletown. Tujuan penelitian ini sangat luas
karena mencakup segi pencarian nafkah, pembentukan rumah tangga, sosial asasi
anak, penggunaan waktu luang, kegiatan di bidang keagamaan sampai ke
keterlibatan dalam kegiatan komunitas. Hasil penelitian mereka kemudian
dituangkan dalam dua buku, Middletown: A Study In Modern American Culture
(1929) fan Middletown in Transition: A Study in Cultur Conflicts (1937).
Analisis Isi (Content analysis). Suatu masalah penelitian dapat pula
diungkapkan dengan jalan menganalisis isi berbagai dokumen seperti surat kabar,
majalah, dokumen resmi maupun naskah di bidang seni dan sastra. Data dari
berbagai sumber tersebut dialihkan menjadi suatu bentuk yang dapat dianalisis secara
kuantitatif.
Dalam teknik analisis isi peneliti menggunakan datanya itu untuk mengukur
frekuensi suatu gejala sosial atau untuk mengukur perbedaan atau mencari hubungan
antara beberapa gejala. Teknik ini dapat digunakan, misalnya, untuk mengukur
11
besar-kecilnya perhatian seorang penulis atau suatu media terhadap suatu pokok
bahasan tertentu atau membandingkannya dengan perhatian penulis atau media lain.
Satu contoh ialah kontroversi mengenai siapakah sebenarnya penulis sejumlah
dokumen Federalist Papers: James Madison, atau Alexander Hamilton? (lihat
Mosteller dan Wallace, 1972). Dengan menganalisis frekuensi kata dalam sejumlah
dokumen Federalist Papers serta kebiasaan penggunaan kata tertentu oleh Hamilton
maupun Madison, Mosteller dan Wallace sampai pada kesimpulan bahwa bagian
terbesar dokumen yang diperdebatkan itu kemungkinan besar ditulis oleh Madison.
Penggunaan Data yang tersedia. Suatu penelitian dapat pula dilakukan
dengan mengkaji data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, misalnya oleh
berbagai instansi pemerintah serta pihak swasta, ataupun oleh peneliti lain. Kajian
Durkheim terhadap gejala bunuh diri dalam bukunya Le Suicide, misalnya,
memanfaatkan data yang telah dikumpulkan oleh kantor-kantor statistik berbagai
negara Eropa serta Amerika Serikat, data dalam makalah-makalah yang dimuat
dalam berbagai majalah ilmiah, dan berbagai kajian mengenai bunuh diri. Kajian
Durkheim terhadap bentuk-bentuk awal kehidupan keagamaan di Australia pun di
dasarkan pada laporan penelitian orang lain terhadap kaum Aborigin di Australia.
Eksperimen. Meskipun teknik eksperimen lebih banyak dijumpai dalam ilmu
sosial lain seperti psikologi, namun dalam hal tertentu kita pun menjumpai
eksperimen dalam sosiologi. Dalam mikrososiologi, misalnya, kita dapat menjumpai
berbagai penelitian eksperimen. Salah satu diantaranya ialah studi Michael Wolff
terhadap interaksi diantara para pejalan kaki di kala mereka berpapasan di tengah
kota (lihat Wolff, 1973). Dalam eksperimen ini anggota tim peneliti berjalan lurus ke
depan meskipun dari arah berlawanan seorang pejalan kaki lain berjalan tepat ke
arahnya untuk melihat bagaimana reaksi pihak lawan di kala kedua orang hampir
bertabrakan. Dari berbagai reaksi tersebut kemudian disimpulkan adanya pola
tertentu dalam interaksi demikian (gerak tubuh dan gerak tangan tertentu untuk
menghindari kontak fisik, benturan kecil yang kadang-kadang tidak dapat
dihindarkan, umpatan manakala benturan terjadi).
12
Eksperimen dapat pula terdiri atas perbandingan antara kelompok yang diberi
perlakuan (experimental group, kelompok eksperimen) dan kelompok yang tidak
diberi perlakuan (control group, kelompok terkendali). Eksperimen dilakukan
terhadap dua kelompok yang anggotanya dianggap mempunyal ciri sama. Kemudian
kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus, misalnya diikut sertakan dalam suatu
lokakarya, diminta menonton film tertentu, atau menjalani teknik belajar-mengajar
tertentu sedangkan kelompok terkendali tidak diberi perlakuan khusus (mereka tidak
mengikuti lokakarya, tidak menonton film, atau mengikuti teknik belajar-mengajar
yang lazim). Setelah eksperimen selesai kemudian ciri kedua kelompok
dibandingkan untuk rnelihat apakah sebagai akibat eksperimen tersebut telah terjadi
perbedaan yang berarti antara perilaku, sikap atau pengetahuan kedua kelompok.
PENELITIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF
Dalam penelitian sosial sering dibedakan antara penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Penelitian yang memakai metode survai dan sensus menggunakan
pendekatan kuantitatif, karena di sini peneliti mengumpulkan data yang dapat diukur,
seperti misalnya tinggi pendidikan, banyaknya jenis pekerjaan, dan besarnya
penghasilan warga masyarakat. Pendekatan kuantitatif dapat pula dilakukan dengan
memakai metode penelitian lain seperti eksperimen, penggunaan data yang tersedia
atau analisis isi.
Penelitian kualitatif, di pihak lain, merupakan penelitian yang mengutamakan
segi kualitas data. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain terdiri atas
berbagai teknik pengamatan yang telah diuraikan di atas dan wawancara mendalam-
teknik yang memerlukan waktu jauh lebih lama dan keterlibatan lebih besar daripada
teknik pengumpulan data kuantitatif seperti survai dan sensus sehingga ruang
lingkup penelitian kualitatif pun jauh lebih terbatas daripada penelitian kuantatif.
Kalau survai dan sensus dapat menjaring informasi dari sejumlah besar subyek
penelitian yang tempat tinggalnya mungkin saja tersebar di seluruh wilayah kota atau
bahkan di seluruh negara kita, maka penelitian kualitatif hanya dapat dilakukan
terhadap sejumlah kecil subyek penelitian yang berada di wilayah yang terbatas
seperti misalnya di suatu desa atau di suatu lembaga seperti misalnya suatu rumah
13
sakit jiwa, rumah tahanan atau sekolah. Namun, di pihak lain, penelitian kualitatif
yang berjangka panjang memungkinkan dikumpulkannya sejumlah besar data secara
rinci mengenai subyek penelitian, suatu hal yang tidak dapat dilakukan dengan
teknik survai atau sensus yang biasanya melibatkan wawancara selama beberapa jam
saja sehingga banyaknya informasi yang terkumpul relatif terbatas.
ETIKA PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu usaha untuk meningkatkan ilmu. Kepentingan
ilmu dan kepentingan masyarakat yang menjadi subyek penelitian tidak selalu
sepadan; dalam pencarian maupun pemanfaatan ilmu tersebut dapat melakukan hal
yang melanggar aturan etika.
Dalam pembahasannya mengenai survai Babbie (1973:347-357)
menyebutkan beberapa aturan etika yang harus dihormati setiap peneliti. Meskipun
Babble hanya membahas survai, namun asas yang dikemukakannya umumnya
berlaku pula bagi penelitian yang memakai metode lain. Salah satu di antaranya ialah
keikutsertaan secara sukarela; peneliti tidak dapat memaksa seseorang untuk ikut
serta dalam suatu penelitian. Permintaan seorang peneliti kepada kepala desa untuk
mewajibkan sejumlah warga desa datang ke kelurahan untuk diwawancarai atau per-
mintaan kepada seorang kepala kantor untuk mewajibkan karyawannya datang ke
gedung pertemuan kantor untuk mengisi daftar pertanyaan, misalnya, jelas
merupakan suatu pelanggaran terhadap etika penelitian karena keikutsertaan subyek
dalam penelitian tidak bersifat dengan sukarela melainkan dilakukan secara terpaksa.
Babbie selanjutnya mengemukakan bahwa suatu penelitian tidak boleh
membawa cedera bagi para subyek penelitian. Tanpa disadari, misalnya; seorang
peneliti dapat mempertentangkan jawaban seorang subyek dengan jawaban subyek
lain (misalnya: '"Apakah peristiwanya memang seperti yang Bapak jelaskan? Karena
menurut Pak RT kejadiannya bukan begitu”). Keterangan seorang subyek yang
kemudian disampaikan, oleh peneliti kepada pihak berwajib dapat saja
mengakibatkan bahwa subyek ditindak oleh pihak berwajib. Dalam kasus seperti
peneliti meninggalkan benih konflik dalam masyarakat yang diteliti sehingga
14
mungkin saja subyek akan mengalami cedera, bukan hanya secara psikologis tetapi
mungkin juga cedera fisik.
Babbie menyebutkan dua asas penting lain untuk melindungi identitas subyek
penelitian yaitu asas anonimitas (anonimity) dan kerahasiaan (confidentiality). Dalam
penelitian survai subyek penelitian adalah anonim (tidak dikenal); namanya tidak
dicantumkan pada daftar pertanyaan. Oleh sebab itu menurut Babbie usaha peneliti
untuk mencari identitas subyek yang mengikuti survai (seperti: memberi tanda
tersembunyi pada daftar pertanyaan) tidak dapat dibenarkan karena merupakan
pelanggaran terhadap etika. Peneliti tidak dibenarkan menyelidiki, misalnya, siapa
yang memberikan jawaban secara politis peka, siapa yang membuat pernyataan yang
dapat menyinggung perasaan kelompok tertentu, atau siapa yang mengaku sering
melakukan hubungan homoseks.
Meskipun dalam penelitian dengan metode pengamatan identitas subyek tidak
dapat disembunyikan, namun peneliti terikat pada aturan mengenai kerahasiaan.
Tidak jarang peneliti tidak hanya menyembunyikan nama subyek, tetapi bahkan juga
nama tempat penelitian untuk melindung subyek penelitian mereka. Robert dan
Merrell Lynd (1929 dan 1937), misalnya, mengganti nama sebuah kota kecil di
Negara Bagian Indiana yang mereka teliti menjadi Middletown; nama kota kecil di
Jawa Timur dimana Clifford Geertz (1963) melakukan penelitian diganti menjadi
Mojokuto.
Pemberian keterangan yang keliru untuk mendorong subyek agar mau ikut
sertapun merupakan praktik yang menurut Babbie melanggar etika. Seorang peneliti
tidak dapat, misalnya, memberikan informasi kepada para subyek penelitiannya
bahwa daftar, pertanyaan penelitian wajib diisi karena merupakan bagian dari tugas
kedinasan di kantor apabila daftar pertanyaan tersebut sebenarnya hanyalah
merupakan suatu proyek pribadi belaka yang tidak ada kaitannya samasekali dengan
kebutuhan data instansi.
Penulisan dan penyajian laporan penelitian pun merupakan kegiatan yang
terikat pada berbagai aturan etika. Babbie mengemukakan bahwa peneliti dituntut
15
untuk menyajikan data penelitian secara jujur. Temuan yang negatif, misalnya, perlu
disajikan bersama dengan temuan yang positif. Hipotesis harus dibuat sebelum
penelitian diawali; bukan setelah hasil penelitian diketahui.
ANALISIS DATA DAN PENULISAN HASIL PENELITIAN
Setelah penelitian lapangan selesai data kemudian diolah dan dianalisis.
Dalam tahap analisis data kuantitatif jawaban yang diberikan para subyek suatu
penelitian survai dihitung frekuensinya untuk mencari keteraturan sosial. Dengan
memakai data kuantitatif, peneliti dapat mempelajari ada-tidaknya kecenderungan
tertentu dalam masyarakat. Data kuantitatif memungkinkan kita untuk mengetahui,
misalnya, kecenderungan tingkat pendidikan tertinggi penduduk, pekerjaan mereka,
dan penghasilan mereka. Analisis demikian dinamakan analisis univariat karena
hanya mempelajari satu gejala atau variabel.
Analisis data univariat biasanya menghasilkan data yang memberikan
gambaran mengenai satu gejala. Contoh data univariat ialah, misalnya, data
mengenai Nilai Ebtanas Murni yang diperoleh siswa suatu SMU, atau data mengenai
jenis kelamin siswa SMU tersebut. Analisis seperti ini dinamakan deskriptif, karena
peneliti hanya menggambarkan kecenderungan (misalnya apakah NEM siswa SMU
tersebut cenderung rendah, sedang, atau tinggi, atau apakah siswa SMU tersebut
cenderung terdiri atas laki-laki ataukah perempuan) dan penyimpangan (sejauhmana
dijumpai NEM lebih rendah dan lebih tinggi daripada NEM rata-rata kelas).
Analisis data dapat pula berbentuk bivariat. Seorang peneliti menerapkan
analisis bivariat bila ia ingin mengetahui hubungan antara dua variabel-misalnya
hubungan antara variabel tahun dan variabel jumlah wisatawan. Dengan analisis ini
diukur apakah dari tahun ke tahun frekuensi kunjungan wisatawan dalam dan luar
negeri ke daerah tujuan wisata tertentu seperti Tana Toraja, Pulau Batam, Danau
Kelimutu, atau Danau Maninjau cenderung stabil, meningkat ataukah menurun.
Apabila peneliti meneliti hubungan antara lebih dari dua variabel, ia
dikatakan melakukan analisis multivariat. Baik analisis data univariat, bivariat
maupun multivariat dilakukan dengan teknik statistika tertentu. Para ahli sosiologi
16
pendidikan sering mengadakan analisis multivariat untuk mengukur apakah
penghasilan seseorang lebih cenderung berhubungan dengan pekerjaan orang tuanya,
tingkat pendidikan orang tuanya, tingkat pendidikannya sendiri, ataukah dengan
pekerjaannya sendiri.
Kalau analisis data univariat hanya memungkinkan dilakukannya deskripsi,
maka analisis data bivariat dan multivariat memungkinkan peneliti untuk melakukan
pula penjelasan sebab akibat. Hubungan positif yang ditemukan Durkheim antara
status pernikahan dengan angka bunuh diri, misalnya, mendorongnya untuk antara
lain menyimpulkan bahwa seseorang yang sudah menikah lebih terlindung terhadap
perilaku bunuh diri daripada seseorang yang belum menikah. Diantara banyak
ilmuwan sosial berlangsung perdebatan tak henti-hentinya mengenal faktor yang
menjelaskan kecerdasan manusia; dengan memakai analisis multivariat satu pihak
berusaha membuktikan bahwa kecerdasan lebih ditentukan oleh pendidikan, sedang
pihak lain mencoba membuktikan pandangan bahwa kecerdasan lebih ditentukan
oleh faktor keturunan.
Dalam penelitian kualitatif teknik analisisnya jauh berbeda. Peneliti harus
mempelajari beratus-ratus, dan bahkan mungkin beribu-ribu halaman catatan
penelitian yang dibuatnya tiap hari tatkala dia berada di lapangan, yang secara rinci
memuat tidak hanya hasil wawancara mendalam dengan para subyek penelitiannya
tetapi juga hasil pengamatannya terhadap perilaku para subyek penelitian serta orang
lain yang berada di tempat penelitian. Berbeda dengan analisis atau kuantitatif yang
baru dapat dilaksanakan setelah seluruh data terkumpul dan diolah, maka nalisis data
kualitatif berlangsung terus-menerus semenjak peneliti mulai memasuki lapangan
dan arah penelitian dapat berubah sesuai dengan hasil analisis di lapangan.
HUBUNGAN METODE, TEORI DAN PARADIGMA SOSIOLOGI
Metode penelitian yang dipergunakan ahli sosiologi sering terkait dengan
teori dan paradigma ini rdigma %% sosiologi yang dianutnya. Dalam kaitan dengan
paradigma lni Ritzer (198&akar, pandangannya bahwa paradigma adalah "... a
fundamental image of the subjeithina science ..." (Ritzer, 1980:7). Apa yang
17
dimaksudkannya dengan "gambaran da ' '!1 "pokok bahasan suatu ilmu" itu? Dalam
definisinya yang panjang itu Ritzer menjelash) ,.. v.stratu paradigma: "... serves to
define what should be studied, what questions shoulq ia'ik; 4 how they should be
asked, and what rules should be followed in interpreting the ans4s
Jadi menurut Ritzer masalah apa yang akan diteliti seorang peneliti,
pertanyaan obiained." akan diajukannya, caranya mengajukan pertanyaan penelitian,
dan aturan yang rim, dalam menafsirkan temuan penelitiannya ditentukan oleh
paradigma yang dianutnya
Menurut Ritzer sosiologi merupakan suatu ilmu yang berparadigma
majemukr(a"Wiiiile paradigm science), karena mempunyai tiga paradigma yaitu
paradigma fakta sosial (soda% fact paradigm), paradigma definisi sosial (social
definition paradigm), dan paradigma (social behavior paradigm). Menurutnya ketiga
paradigma tersebut dibedakan satu dengan yang lain dalam tiga hal: (1) exemplar
(acuan atau contoh yang dijadikan teladan), (2) teori, dan (3) metode
Bagaimana hubungan antara teori, paradigma dan metode sosiologi? Menurut
Ritzer metode penelitian yang kita gunakan sangat tergantung pada paradigma yang
kita anut. Paradigrna' pertama, fakta sosial, berteladan pada karya Durkheim,
menggunakan fakta sosial sebagai pokok bahasan sosiologi dan menganut teori
struktur-fungsi atau teori konflik. Metode yang umumnya. digunakan dalam
paradigma ini ialah survai dengan menggunakan daftar pertanyaan dari. wawancara
Paradigma kedua, definisi sosial, berorlentasi pada karya Max Weber
mengenal tindakari sosial. Dalam paradigma ini pokok bahasan sosiologi terdiri atas
definisi situasi serta dampaknya terhadap tindakan soslal. Teorl yang digunakan
dalam paradigma ini bersumber pada pemildran sejumlah tokoh seperti Weber,
Parsons, Maclver, Mead, Cooley, Thomas, Blumer, Schutz, Hu' dan Garfinkel.
Sedangkan metode penelitlan yang diutamakan dl sini ialah pengamatan.
Paradigma ketiga, perilaku sosial, berteladan pada karya Skinner. Dalam
gambaran penganut paradigma Int, pokok bahasan sosiologi lalah perilaku manusla
serta Imbalan dan hukuman yang mempengaruhlnya. Teorl yang dianut di sins lalah
teori perilaku sosial dad Burgess dan Bushell, atau teori pertukaran dad Homans.
Sedangkan metode penelitian yang diutamakan ialah eksperimen.
18
PERKEMBANGAN MUTAKHIR DALAM METODE PENELITIAN
Sebagaimana dikemukakan Sunalo (1996:433-44), dalam dua dasawarsa
terakhir telah berkembang berbagai metode penelitian baru dalam ilmu-ilmu sosial.
Beberapa di antaranya berorlentasi pada masyarakat pedesaan atau perkotaan, seperti
RRA (rapid rural appraisal), RUA (rapid urban appraisal), PRA (participatory rural
appraisal), dan PUR (participatory urban appraisal). Ada pula metode-metode
penelitian sosial yang khas diperuntukkan bagl kaum perempuan sebagai subyekp
seperti misalnya feminist methods yang antara lain mencakup metode penelitian
feminis baik yang berbentukwa Seiarah lisan, analisis isi,studi kasus, kaji tindak
maupun metode majernuk (Iihat Reinharz, 1992)..Pun ada I pendekatan partisipatoris
khas gender (gender-specific participatory approaches. Lihat Kerstan, 1995).
Pendekatan-pendekatan baru lni kini sudah mulal banyak digunakan para
ilmuwan sosial kita. Sebagian di antaranya beisifat terapan dan berorientasi pada
perumusan kebijaksanaan sosial. Meskipun berbagai metode tersebut saling
berhubungan dan mempengaruhi, di antaranya dapat pula kita jumpai perbedaan
penting. Telaah cepat seperti RRA dan RUA, misalnya, menekankan pada segi
kecepatan (rapid) dan didasarkan pada upaya untuk memperoleh data mengenai
masyarakat pedesaan ataupun perkotaan secara cepat tanpa mengorbankan segi
kualitas. Digunakannya teknik ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian
kualitatif secara konvensional sering berjangka panjang sedangkan untuk keperluan
perumusan berbagai kebijaksanaan sosial (seperti kebijaksanaan penanggulangan
kemiskinan, pembinaan usaha kecil, pembangunan permukiman sederhana,
penanggulangan penyakit menular) diperlukan data cukup akurat dalam kurun waktu
relatif singkat
Metode seperti PRA dan PUR, di pihak lain, menekankan pada segi
partisipasi dan diarahkan pada upaya pengembangan masyarakat pedesaan maupun
perkotaan melalui proses pemberdayaan. Pendekatan partisi patoris khas gender
(gender-specific participatory approaches) pun menekankan pada pemberdayaan
perempuan ataupun laki-laki melalui pendekatan partisipatoris.
Teknik analisis data kuantitatif pun berkembang pesat dengan memanfaatkan
perkembangan dalam statistika (lihat Sunarto, 1996:43). Cepatnya perkembangan ini
mengakibatkan kesenjangan lebar antara teknik analisis data kuantitatif yang
19
digunakan para ahli sosiologi dalam komunikasi ilmiah di tingkat internasional
dengan teknik dari tahun 80-an dan sebelumnya yang masih mendominasi buku teks,
bahan kuliah, dan praktik penelitian kuantitatif para ilmuwan sosial kita.
RINGKASAN
Dalam usaha mengumpulkan data yang dapat menghasllkan temuan-temuan
baru dalam sosiologi, para ahli soslologi perlu memperhatikan tahap penelitian, yang
saling berkaitan secara erat. Sebelum memulal suatu usaha penelitlan seorang ahli
soslologi terlebih dahulu harus melakukan tinjauan terhadap bahan-bahan pustaka
agar dapat mengetahul temuan-temuan yang sebelumnya.
Setelah pertanyaan penelitlan dirumuskan, peneliti harus menentukan metode
penelitian yang akan digunakannya. Dalam Ilmu-ilmu sosial dikenal berbagal metode
pengumpulan data, seperti metode survai serta beberapa metode nonsurvai seperti
metode rlwayat hidup, studi Kasus, anllsis isi, kajian data yang telah dikumpulkan
oleh pihak lain, dan eksperlmen.
Dalam penelitian survai hal yang hendak diketahui peneliti dituangkan dalam
suatu daftar pertanyaan baku. Teknik survai mengandung persamean dengan sensus;
namun pada sensus yang menjadi subyek wawancara adalah seluruh populasi
sedangkan dalam teknik survai daftar aertanyaan diajukan pada sejumlah subyek
penelitian yang dlanggap mewakili populasl. Para ;ubyek penelltian merupakan
contoh yang ditarik dad populasi. Contoh dipllih secara acak atau
Pengamatan merupakan suatu, fnetodegmelti ,mengarnati secara langsung
Perilaku PPriP PenelitinnYa„,4a,13 h"lers{c: r, asli, tidak dibuat TIfaivrnendalam
dan rinci. Dalam sosiologi dibedakan antara penelitian djniana tepenuhnya terlibat, )
berperan sebagai pengamat, (3) berperan sebagai peserta nuhnya melakulcan
pengamatan tanpa keterlibatan apa pun dengan subyek Oengamatan terlibat bila
dibandingkah dengan la)A., ah satu kelebihan
Riwayat hidup merupakan suatu teknik pengumpulan data
untUissmengeunigeknap alaman subyektif dengan tujuan mengungkapkan data barn.
Dalam pegelitian;dengan memakai teknik studi kasus berbagai segi kehidupan sosial
suatu kelompok sosial menieluruh.
20
Suatu masalah penelitian dapat pula diungkapkan dengan jalan,inenganalisis
isi berbagai dokumen seperti surat kabar, majalah, dokumen resmi maupun naskah
di_bidang seni dan sastra. Suatu penelitian dapat pula dilakukan dengan mengkaji
data yang telah dikurnpulkan oleh pihak lain--misalnya oleh berbagai instansi
pemerintah serta pihak swasta, ataupun oleh peneliti lain.
Meskipun teknik eksperimen lebin banyak dijumpai dalam ilmu sosial lain
seperti psikologi, namun dalam hal tertentu kita pun menjumpai eksperimen dalam
sosiologi.
Dalam penelitian sosial sering dibedakan antara penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Penelitian yang memakai metode survai dan sensus menggunakan
pendekatan kuantitatif, - sedangkan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
mengutamakari segi kualitas data dengan menggunakan teknik pengamatan dan
wawancara mendalam.
Dalam pencarian maupun pemanfaatan ilmu seorang ilmuwan harus
menghomati ,atfan etika, seperti keikutsertaan secara sukarela, tidak membawa
cedera bag i para subyek penelitian, asas anonimitas dan kerahasiaan, tidak
memberikan keterangan yang kehru, dan menyajikan data penelitian secara jujur.
Analisis data kuantitatif dinamakan univarlat bilamana yang
dipelajarLhanya.satutgejala, blvariat bila yang Ingin diketahui lalah hubungan antara
dua gejala, dan multivariat bila yang diteliti lalah hubungan antara leblh dart dua
gejala. Analisis data univarlat hanya memungkinkan dilakukannya deskrlpsl,
sedangkan anallsIs data blvariat dan multivarlat memungkinkan peneliti untuk
melakukan pula penjelasan sebab-akibat.
Dalam penelitian kualitatif mempelajari catatan penelitian lapangan, yang
secara rinci memuat hasil wawancara mendalam dan pengamatannya. Analisis data
kualitatif berlangsung terus-menerus semenjak peneliti mulai memasuki lapangan
dan arah penelitian dapat berubah sesuai dengan hasil analisis di lapangan.
Metode penelitian yang dipergunakan ahli sosiologi sering terkait dengan
teori dan buat,,spootan,dalam kurun waktu retatif lamasehingga
Menurut R=e- =sea* merupakan 'suatu ilmu yang berparadigma majemuk
karena mem- paradigma punyai bga paraders yaltu (1) paradigma fakta sosial (2)
paradigma definisi sosial dan (3) paradigms arillias add. Menurutnya
21
ketiga"paradigma'tersebut dibedakan satu-dengan yang >tarr list (1) exemplar (acuan
atau contoh yang dijadikan teladan), (2) teori, dan (3).
Mounit litter paradigma fakta sosial menganut teori struktur-fungsi atau teori
konflik dan aminpoollian metode survai. Paradigma definisi sosial menggunakan
teori tokoh seperti Weber, eaumar. itactver, Mead, Cooley, Thomas, Blumer, Schutz,
Hussseri, dan Garfinkel, dan metode prialMlian yang diutamakan lalah pengamatan.
Sedangkan penganut paradigma perilaku sosial merigeorakan teori perilaku sosial
dari Burgess dan Bushell, atau teori pertukaran dari Homans Syr mengutamakan
metode eksperimen.
Dalam dua dasawarsa terakhir telah berkembang berbagai metode penelitian
baru dalam arnu-arnu sosial. Ada yang berorientasi pada masyarakat pedesaan dan
ada yang berorientas pada masyarakat perkotaan. Pun ada yang khas diperuntukkan
bagi kaum perempuan sebaga subyek. Ada yang menekankan pada segi kecepatan,
dan ada yang menekankan pada segi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Teknik analisis data kuantitatif pun berkembang pesat dengan memanfaatkan
perkembangan dalam statistika. Perkembangan ini mengakibatkan kesenjangan
antara teknik yang digunakan dalam komunikasi ilmiah di tingkat internasional
dengan teknik yang kini masitn mendominasi buku teks, bahan kuliah, dan praktik
penelitian kuantitatif para ilmuwan sosial kita.
top related