meningitis bakterialis setelah ekstraksi gigi
Post on 12-Jul-2016
232 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Meningitis Bakterialis setelah Ekstraksi Gigi
Infeksi luka setelah ekstraksi gigi timbul hingga sebesar 5%. Infeksi sistemik
merupakan komplikasi yang jarang terjadi namun mengancam akibat defisiensi
imun yang mendasari (imunosupresi, diabetes, HIV) yang membutuhkan
perawatan lanjut yang adekuat. Kasus ini merupakan laporan deskripsi meningitis
bakterialis sebagai kemungkinan komplikasi sistemik dua hari setelah ekstraksi
molar pada pasien penderita diabetes mellitus laten yang tidak terdiagnosis
PENDAHULUAN
Setelah ekstraksi gigi, komplikasi tersering pada observasi adalah bakteremia
pada 96% kasus (umumnya anaerob). Namun alveolitis sicca hanya muncul pada
5%. Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, infeksi sistemik dapat muncul, paling
banyak berhubungan dengan penyakit penyerta, seperti imunosupresi berkaitan
dengan kondisi reumatis atau setelah transplantasi organ, dalam kasus diabetes
atau infeksi HIV. Deskripsi infeksi sistemik antara lain endokarditis, mediatinitis,
abses orbital, abses otak atau thrombosis sinus vena septic. Agen yang paling
sering adalah Streptococcus viridians (55%), Staphylococcus aureus (30%),
Enterococcus (6%). Meningitides setelah ekstraksi gigi atau bedah mulut juga
telah dideskripsikan. Bergantung pada agennya, meningitides bacterial masih
berhubungan dengan tingkat mortalitas 10 hingga 15% (WHO 2000), penyakit ini
tetap menjadi penyakit yang membahayakan. Karena itu, sangatlah penting bagi
dokter gigi untuk mengenali gambaran klinis agar dapat memulai terapi.
Kami mempresentasikan kasus meningitis bacterial yang berkembang
setelah ekstraksi molar.
LAPORAN KASUS
Perokok usia 36 tahun yang sebelumnya sehat melakukan ekstraksi molar
ketiga kanan atas (Gambar 1) karena destruksi caries. Pasien tidak mengeluh
nyeri sebelum pengobatan dan tidak ada tanda inflamasi lokal atau abses yang
berkaitan. Ekstraksi sederhana dilakukan dengan anestesi lokal tanpa komplikasi.
Pada rekomendasi American Heart Association dan pedoman klinis NICE 64,
tidak ada antibiotic profilaksis yang diberikan perioperatif. Hari berikutnya pasien
mendatangi dokter giginya mengeluh nyeri saat ekstraksi alveoli dan shivers.
Secara klinis, setelah pemeriksaan radiografis non patologis, sebuah ekstraksi
alveoli dengan inflamasi purulen telah diindentifikasi dan pengobatan dengan
klindamisin sebagai antibiotic yang sering digunakan dokter gigi Jerman
diberikan. Hari berikutnya, pasien mengalami demam dan sakit kepala berat,
sehingga pasien dirawat inap oleh klinisi.
Pada waktu rawat inap, pasien demam (38,60C), keluhannya sakit kepala
holocephalic (visual analogue pain scale 9/10), sesitivitas suara dan fotofobia juga
nausea dan muntah. Pemeriksaan neurologis menunjukkan meningism ringan dan
tidak ada deficit neurologis fokal. Tempat ekstraksi alveoli menunjukkan tidak
ada tanda inflamasi. Gambaran radiologis otak menggunakan computed-
tomography menunjukkan normal.
Uji darah menunjukkan leukositosis ringan dan peningkatan moderat kadar
CRP. Cairan serebrospinal (CSF) yang ditemukan disimpulkan pada tabel 1.
Kekeruhan CSF disebabkan peningkatan kandungan protein.Peningkatan cell
count menunjukkan dominasi granulosit. Agen microbial tidak dapat dideteksi,
baik dalam kultur darah maupun CSF. Dalam proses identifikasi penyebab
potensial defisiensi imun, uji toleransi glukosa patologis telah ditemukan (gula
darah setelah 1 jam: 10,7 mmol/l ,setelah 2 jam: 8,7 mmol/l), yang
mengindikasikan diabetes mellitus yang sebelumnya tidak terdiagnosis. Tidak ada
bukti neoplasi occult atau penyakit autoimun.
Sebuah pengobatan antibiotic dengan ceftriaxone dan flucloxacillin iv
telah diberikan segera setelah rawat inap dan diteruskan selama 14 hari. Pasien
diberikan diet diabetes dan disarankan oleh asisten diet. Gejala berkurang selama
pengobatan. Setelah dua minggu, pasien dapat dipulangkan tanpa sekuele.
DISKUSI
Meningited bacterial telah dideskripsikan sebagai komplikasi sistemik
yang jarang terjadi dari ekstraksi gigi atau sebuah intervensi bedah mulut.
Pemberian antibiotic profilkasis tidak dapat direkomendasikan oleh literature.
American Heart Association merekomendasikan sebuah antibiotic profilaksis
dalam pencegahan endokardiis yang lebih sering terjadi pada pasien dengan resiko
tinggi. Berdasarkan pedoman baru National Institute fo Health and Clinical
Excellence terdapat bukti insufisien untuk pemberian antibiotic profilaksis pada
kasus tersebut, sehingga antibiotic profilaksis tidak lagi direkomendasikan.
Karena meningitis bacterial masih merupakan gambaran klinis yang sangat
berbahaya, diagnosis (kultur darah dan sampel CSF) dan terapi secepatnya.
Tanda klinis khas dari meningitis adalah sakit kepala berat, kekakuan leher
dan demam. Namun, terutama pada fase awal, tidak semua komponen trias
patognomonis ini timbul. Pasien pada kasus ini mengeluh dua dari tiga tanda
meningitis ketika berkonsultasi dengan dokter giginya dua hari setelah ekstraksi:
sakit kepala dan demam. Tentu saja, gambaran ini tidaklah jarang dalam kasus
infeksi general, namun berdasarkan keparahan sakit kepala (9/10 VAS), gejala
tambahan mungkin berupa kehilangan pendengaran, kejang, gangguan kognitif
atau gangguan kesadaran. Seluruh gejala ini dapat memberikan alasan untuk
penilaian diagnosis lebih lanjut. Selain menguji meningitism, tanda Lasegue,
Kernig, Brudzinski (gambar 4) harus diperiksa. Seluruh tanda merupakan reaksi
nyeri terhadap distensi bagian inflamasi sehingga mengiritasi meninges. Langkah
diagnostic berikutnya harus meliputi kultur darah, lumbal pungsi, dan CT scan
kepala untuk menyingkirkan abses otak sebagai komplikasi meningitis atau
perdarahan subarachnoid, yang juga berhubungan dengan sakit kepala berat dan
kaku kuduk namun secara umum tidak demam. Terlebih, CT scan dapat
membuktikan sumber infeksi seperti otitis media atau mastoiditis. CSF yang
keruh merupakan hasil pungsi lumbal dengan profil pleositosis dan granulositik
memastikan meningitis bakterialis. Diagnosis dapat dipersulit dengan pengobatan
antibiotic sebelum pengambilan sampel CSF. Sehingga dalam kasus yang
dipresentasikan hanya dapat menemukan pleositosis. Selain itu, meningitis viral
timbul bersamaan dengan ekstraksi molar merupakan hal yang jarang terjadi.
Walaupun meningitides viral dapat muncul dengan profil sel granulositik pada
awal penyakit, pergeseran ke profil sel limfomonositik harus dicurigai dalam
kasus tertentu dengan durasu gejala lebih dari 48 jam.
Normalnya, pada awal pengobatan, hasil mikrobiologis tidaklah tersedia.
Pada kasus ini, hingga 30% sampel tidak terdapat agen yang terdeteksi.
Karenanya, ini tetap tidak pasti apakah agen yang menyebabkan inflamasi purulen
ekstraksi alveoli juga mengakibatkan meningitis baik melalui hematologis via
bakteremia atau per continuitatem via maksila dan sinus frontal. Namun, tidak ada
sumber meningitis lain yang dapat dideteksi. Tidak ada kasus meningitis lain pada
waktu ini. Pasien tidak menjalani intervensi bedahneuro, ataupun memilki trauma
kepala atau drainase likuor. Infeksi sistemik atau lokal lain seperti otitis media,
mastoiditis, pneumonia atau endokarditis tidak dapat ditemukan, sehingga
kemoterapi antimikroba spesifik tidak memungkinkan. Pengobatan yang
direncanakan harus selalu mengobati bakteri broad-sprectrum. Pemilihan
antibiotic tergantung pada spectrum agen yang bervariasi dengan korelasi
terhadap terjadinya infeksi. Pengobatan dalam kasus yang dipresentasikan
mengikuti pedoman German Neurological Associationn (Deutsche Gesellschaft
für Neurologie).
Seperti yang dijelaskan Montejo dan Aguirrebeugere, juga dalam kasus
ini, diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis merupakan faktor predisposisi.
Kombinasi dengan kebiasaan penyembuhan luka lambat, system imun terganggu-
kecuali diabetes sebagai contoh merupakan akibat penyalahgunaan obat atau
alcohol, splenektomi, infeksi HIV atau terapi imunosupresi- mungkin dapat
menyebabkan infeksi lokal alveoli pada kemungkinan pertama. Ini juga dapat
menjelaskan mengapa orang muda sehat dapat menderita meningitis, baik secara
koinsiden atau sebagai komplikasi prosedur yang biasanya sederhana dan tidak
ada komplikasi seperti ekstraksi molar. Ini harus menjadi pengingat bahwa
komplikasi serius dapat muncul secara tidak terduga, dan jika demikian, penyakit
sistemik penyebab merupakan alasan dibutuhkannya pemeriksaan lebih lanjut.
KESIMPULAN
Meningitis bakterialis merupakan komplikasi yang jarang namun sangat
mengancam dari ekstraksi gigi yang membutuhkan respon segera karena tiap
penundaan pengobatan antibiotic dapat memperburuk prognosis. Lebih jauh,
komplikasi serius yang tidak diduga dapat menjadi indikasi dari kondisi penyebab
yang tidak terdiagnosis.
top related