makalah organik analisis
Post on 03-Aug-2015
448 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAKALAH
KIMIA ORGANIK ANALISIS
METODE ANALISIS UJI WARNA SENYAWA
METABOLIT SEKUNDER
OLEH :
RIZKY DERMAWAN
H311 10 251
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara dengan keanekaragaman hayatinya
yang mengagumkan seperti flora dan fauna yang tersebar hingga ribuan spesies di
bumi pertiwi ini. Keanekaragaman hayati negeri ini seharusnya dapat dieksplorasi
salahsatunya dalam hal pengembangan metabolit sekunder yang dimana metabolit
sekunder ini apabila dapat diolah dengan baik maka dapat memberikan suatu
manfaat yang besar serta bernilai tinggi.
Saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk studi pengembangan
metabolit sekunder dalam berbagai bidang seperti dalam bidang farmakologi
yakni pembuatan obat herbal yang dinilai lebih aman untuk dikonsumsi,
ekonomis, dan hasil yang diberikan tidak kalah dari obat-obat sintetis. Dalam
bidang industri seperti produksi minyak atsiri yang memiliki nilai komersial yang
tinggi di pasaran dunia serta masih banyak lagi.
Dengan demikian pentingnya kita mengetahui metode untuk
mengidentifikasi golongan senyawa metabolit sekunder pada suatu sampel bahan
alam dikarenakan dalam satu sampel dimungkinkan mengandung lebih dari satu
golongan metabolit sekunder di dalamnya. Untuk itu diperlukan suatu analisis
khusus secara kualitatif untuk mengidentifikasi golongan metabolit sekunder,
salah satunya melalui metode uji warna menggunakan pereaksi spesifik yang
dimana setiap golongan metabolit sekunder akan memberikan warna khas untuk
setiap pereaksi tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana cara melakukan uji warna untuk mengidentifikasi senyawa bahan
alam?
Bagaimana menuliskan reaksi senyawa bahan alam dengan pereaksi spesifik
untuk uji warna?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala
jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk
sayuran dan buah-buahan. Fitokimia biasanya digunakan untuk merujuk pada
senyawa yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi
normal tubuh, tapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau
memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit (Clark, 2010).
Penapisan kimia merupakan tahap awal dari pengerjaan secara kimia.
Metode yang digunakan harus bersifat sederhana, pengerjaannya cepat,
menggunakan peralatan yang minimun, menggunakan reagen yang selektif
terhadap suatu golongan senyawa tertentu, memiliki limit deteksi yang rendah dan
memberikan informasi tambahan mengenai ada atau tudaknya gugus fungsi
tertentu (Harborne, 1973).
Satu hal yang penting dan pertimbangan mendasar dalam mendesain
prosedur pada fitokimia adalah seleksi dalam pelarut yang tepat untuk ekstraksi.
Seringkali sulit umumnya atau diharapkan mengikuti aturan kelarutan untuk
pemberian kelas pada fitokonstituen karena mereka menyajikan substansi dalam
ekstrak tumbuhan kasar pada efek kelarutan (Wilcox & Wilcox, 1995).
Senyawa bahan alam adalah hasil metabolisme suatu organisme hidup
(tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit
sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis, sebagai
sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun
untuk menujang berbagai kepentingan industri. Selain sebagai bahan obat,
senyawa metabolit sekunder juga didayagunakan oleh manusia untuk menunjang
kepentingan industri seperti industri kosmetik dan industri pembuatan pestisida
dan insektisida (Putra, 2005).
Senyawa Metabolit Sekunder :
1. Alkaloid
Secara umum, golongan senyawa alkaloid biasanya merupakan kristal tak
bewarna, bersifat basa, dapat membentuk endapan dengan larutan asam
fosfowolframat, asam fosfomolibdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida dan lain
sebagainya.
2. Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok yang termasuk ke dalam senyawa fenol
yang terbanyak dialam, senyawa-senyawa flavonoid ini bertanggung jawab
terhadap zat warna ungu, merah, biru dan sebagian zat warna kuning dalam
tumbuhan.
Flavonoid dalam tumbuhan mempunyai empat fungsi :
a) Sebagai pigmen warna
b) Fungsi patologi dan sitologi
c) Aktivitas farmakologi
d) Flavonoid dalam makanan
3. Triterpenoid
Banyak tumbuhan (bunga, daun, buah, biji atau akar) yang berbau harum.
Bau harum itu berasal dari senyawa yang terdiri dari 10 dan 15 karbon yang
disebut terpen.
Berdasarkan jumlah unit isoprena yang dikandungnya, senyawa terpenoid terbagi
atas :
a. Monoterpena (dua unit isoprena)
b. Seskuiterpena (tiga unit isoprena)
c. Diterpena (empat unit isoprena)
d. Triterpena (enam unit isoprena)
e. Tetraterpena (delapan unit isoprena)
4. Steroid
Secara sederhana steroid dapat dioartkan sebagai kelas senyawa organik
bahan alam yang kerangka strukturnya terdiri dari androstan
(siklopentanofenantren), mempunyai empat cincin terpadu. Senyawa ini
mempunyai efek fisiologis tertentu (Handayani, 2009).
5. Saponin
Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.
Saponin memiliki karakteristik berupa buih, sehingga ketika direksikan dengan air
dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin
diklasifikasikan menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.
Saponin steroid dihidrolisis dapat menghasilkan suatu aglikon (Fessenden &
Fessenden, 1986).
BAB III
METODE ANALISIS
3.1 Uji alkaloid
Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer,Wagner dan Dragendorff.
Sampel sebanyak 3 mL diletakkan dalam cawan porselin kemudian ditambahkan
5 mL HCl 2 M , diaduk dan kemudian didinginkan pada temperatur ruangan.
Setelah sampel dingin ditambahkan 0,5 g NaCl lalu diaduk dan disaring. Filtrat
yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M sebanyak 3 tetes , kemudian dipisahkan
menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambah
pereaksi Mayer, filtrat C ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D
digunakan untuk uji penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan
pereaksi Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan adanya alkaloid. Uji
penegasan dilakukan dengan menambahkan amonia 25% pada filtrat D hingga PH
8-9. Kemudian ditambahkan kloroform, dan diuapkan diatas waterbath.
Selanjutnya ditambahkan HCl 2M, diaduk dan disaring. Filtratnya dibagi menjadi
3 bagian. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B diuji dengan pereaksi Mayer,
sedangkan filtrat C diuji dengan pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan
menunjukkan adanya alkaloid.
3.2 Uji tanin
Sebanyak 3 mL sampel diekstraksi akuades panas kemudian didinginkan.
Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A,
B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan 3
tetes pereaksi FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam gelatin. Kemudian
diamati perubahan yang terjadi.
3.3 Uji saponin.
Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL
akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila
terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi
menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin dilakukan dengan
menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai
filtrat jernih. Residu yang tertinggal ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit,
kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi
menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, filtrate B ditetesi anhidrat
asetat, diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali.
Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin.
3.4 Uji Kardenolin dan bufadienol.
Uji Kardenolin dan Bufadienol menggunakan 2 metode yaitu metode
Keller Killiani, dan metode Kedde.
(i) Metode Keller-Killiani yaitu dengan menguapkan 2 mL sampel, dan
mencucinya dengan heksana sampai heksana jernih. Residu yang tertinggal
dipanaskan diatas penangas air kemudian ditambahkan 3 mL pereaksi FeCl3 dan 1
Ml H2SO4 pekat. Jika terlihat cincin merah bata menjadi biru atau ungu maka
identifikasi menunjukkan adanya kardenolin dan bufadienol.
(ii) Metode Kedde yaitu dengan cara menguapkan sampel sampai kering
kemudian menambahkan 2 mL kloroform, lalu dikocok dan disaring. Filtrat dibagi
menjadi 2 bagian, A dan B. Filtrat A sebagai blangko, dan filtrat B ditambah 4
tetes reagen Kedde. Senyawa kardenolin dan bufadienol akan menunjukkan warna
ungu
3.5 Uji flavonoid.
Sebanyak 3 mL sampel diuapkan, dicuci dengan heksana sampai jernih.
Residu dilarutkan dalam 20 mL etanol kemudian disaring. Filtrat dibagi 4 bagian
A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambahkan 0,5 mL HCl pekat
kemudian dipanaskan pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua
sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf).
Filtrat C ditambahkan 0,5 mL HCl dan logam Mg kemudian diamati perubahan
warna yang terjadi (metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh
senyawa flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon, warna
hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida. Filtrat D digunakan untuk
uji KLT.
3.6 Uji Terpenoid & Steroid
Sampel yang telah dihaluskan. Ditimbang sebanyak 4,3 gram. Kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan ethanol sampai
sampel terendam. Lalu diaduk dengan batang pengaduk. Setelah itu kapas
dimasukkan dan ekstraknya dikeluarkan. Kemudian ekstrak ditambahkan dengan
eter. Setelah itu diuapkan dicawan penguap. Ekstrak eter ditambahkan dengan
reagen Liebermann-Burchard. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna
hijau atau biru atau hijau untuk steroid sebaliknya jika wana yang ditunjukkan
warna merah, ungu atau coklat, maka sampel positif mengandung triterpenoid.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Preparasi sampel
Hal pertama yang harus dilakukan dalam pengujian
fitokimia adalah pengumpulan bagian tanaman. Pengujian
dengan menggunakan sampel tumbuhan yang masih segar
dimaksudkan untuk menghindari rusaknya jaringan sel
tumbuhan. Kerusakan jaringan ini dapat berakibat pada hilang
atau rusaknya senyawa aktif yang dikandung tanaman itu akibat
panas atau tanaman tersebut terlalu lama didiamkan maka
dikhawatirkan senyawa aktifnya akan rusak disebabkan oleh
enzim atau air yang terdapat pada tumbuhan yang ditandai
dengan perubahan warna (layu atau kering). Dalam pengujian
fitokimia, untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit
sekundernya (alkaloid, steroid, triterpenoid dan saponin), sampel
daun tumbuhan dipotong-potong sampai hancur dan kemudian
ditumbuk sampai halus, sehingga dinding sel tumbuhan terbuka
sehingga metabolit sekunder lebih mudah keluar dan lebih
mudah diekstraksi..
4.2 Uji Alkaloid
Terbentuknya endapan pada uji Mayer, Wagner dan Dragendorff berarti
dalam ekstrak sampel terdapat alkaloid. Tujuan penambahan HCl adalah karena
alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang
mengandung asam (Harborne, 1996). Perlakuan ekstrak dengan NaCl sebelum
penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan protein. Adanya protein
yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat
(pereaksi Mayer) dapat memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa
(Santos et al., 1998).
4.2.1 Uji Meyer
Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya
endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid.
Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium(II) klorida ditambah kalium
iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium(II) iodida. Jika
kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium
tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang
mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk
ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry, 2004). Pada uji alkaloid
dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan
ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-
alkaloid yang mengendap.
4.2.2 Uji Wagner
Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah
kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I-
dari kalium iodida menghasilkan ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner,
ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada
alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
4.2.3 Uji Dragendorff
Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah
kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan
dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah
terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+).
Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam
sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari
bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodide membentuk endapan hitam
Bismut(III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih
membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji alkaloid dengan
pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam.
4.3 Uji Kardenolin & Bufadienol
4.3.1 Reaksi Uji Kedde
Uji Kedde dilakukan untuk menunjukkan adanya lakton tidak jenuh
(Santos, 1978). Hasil positif pada uji Kedde diperkirakan karena terjadi reaksi
antara lakton tidak jenuh pada kardenolin/bufadienol dengan 3,5 dinitrobenzen
(pereaksi Kedde). Karbonil (C=O) pada lakton tidak jenuh memiliki ikatan π yang
mudah putus dan membentuk ikatan baru dengan senyawa 3,5 dinitrobenzen.
Karena gugus nitro pada senyawa 3,5 dinitrobenzen merupakan gugus pengarah
meta maka diperkirakan ikatan yang terjadi adalah antara atom oksigen pada
gugus karbonil dengan atom karbon posisi meta pada 3,5 dinitrobenzen. Hasil
positif dengan semua pereaksi tersebut baru menunjukkan adanya gula jantung
(kardenolin dan bufadienol).
4.3.2 Reaksi Uji Keller Killiani
Hasil positif pada uji Keller Kiliani menunjukkan adanya deoksi gula
untuk glikosida (Santos et al., 1978). Warna merah yang terbentuk kemungkinan
disebabkan terbentuknya kompleks. Atom oksigen yang mempunyai pasangan
elektron bebas pada gugus gula bisa mendonorkan elektronnya pada Fe3+
membentuk kompleks.
4.4 Uji Saponin
4.4.1 Uji Forth
Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang
mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi
glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi, 1990).
Adanya saponin ditandai dengan timbulnya busa setelah
pengocokan dengan akuades panas dan busa konstan selama 15
menit. Busa tersebut terbentuk karena adanya gelembung-
gelembung udara yang terjebak dalam larutan. Saponin
merupakan zat yang memiliki senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun sehingga pengenalannya dapat dilakukan
degan mudah.
Saponin merupakan komponen lipida polar yang bersifat
ampifilik (memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik). Di
dalam sistem cair, lipida cair secara spontan terdispersi
membentuk misel dengan ekor filik yang bersinggungan dengan
medium cair. Misel tersebut dapat mengandung ribuan molekul
lipida. Lipida cair membentuk suatu lapisan dengan ketebalan
satu molekul yaitu lapisan tunggal. Pada sistem tersebut, ekor
hidrokarbon terbuka sehingga terhindar dari air dan lapisan
hidrofilik memanjang ke air yang bersifat polar, sistem inilah
yang
disebut denga busa. Hasil tidak menunjukkan adanya busa
menandakan bahwa sampel tidak mengandung saponin.
4.5 Uji Tanin
Adanya tanin akan mengendapkan protein pada gelatin. Tanin bereaksi
dengan gelatin membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam
airn(Harborne, 1996). Reaksi ini lebih sensitif dengan penambahan NaCl untuk
mempertinggi penggaraman dari tanin-gelatin.
4.6 Uji Flavonoid
Ekstraksi flavonoid dari tumbuhan dapat dilakukan dengan
menggunakan pelarut polar. Flavonoid merupakan senyawa polar
karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil. Oleh karena itu,
umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti metanol.
Metanol berfungsi sebagai pembebas flavonoid dari bentuk
garamnya, kemudian ditambahkan asam sulfat 2N, asam sulfat
berfungsi untuk protonasi flavonoid sehingga terbentuk garam
flavonoid. Setelah itu ditambahkan bubuk magnesium. Hasil
positif ditunjukkan dengan larutan berubah warna menjadi
orange.
Uji Wilstater cyanidin biasa digunakan untuk mendeteksi senyawa yang
mempunyai inti α-benzopyron. Warna orange yang terbentuk pada uji Bate Smith-
Mertcalf dan warna merah pada uji Wilstater disebabkan karena terbentuknya
garam flavilium (Achmad, 1986).
4.6.1 Uji Bate Smith-Metchalf
4.6.2 Uji Willstater
4.7 Uji Terpenoid & Steroid
4.7.1 Uji Lieberman-Buchard
Indikasi positif steroid ditandai dengan perubahan warna menjadi biru atau
hijau. Warna biru atau hijau bukan merupakan warna yang diserap melainkan
warna komplementer.. Sedangkan pada triterpenoid indikasi positif ditandai
dengan perubahan warna menjadi merah, ungu atau coklat. Reaksi pembentukan
warna ini dapat terjadi karena adanya gugus kromofor (gugus tak jenuh) yang
disebabkan oleh absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik.
Jika sampel mengandung triterpenoid dan steroid sekaligus maka warna
yang pertama kali timbul adalah warna triterpenoid kemudian disusul warna
steroid. Hal ini disebabkan karena panjang gelombang yang diserap oleh
triterpenoid lebih panjang artinya energinya lebih rendah sehingga akan muncul
lebih dahulu. Hasilnya menunjukkan tebentuknya warna coklat menandakan
bahwa sampel positif mempunyai triterpenoid, tetapi karena wana hijau atau biru
tidak muncul ini menandakan bahwa sampel daun tidak mengandung steroid.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karnunika.
Clark, J. 2010. Fitokimia. http:www.chem-is-try.org/chemlab/25/fitokimia.html.
Fessenden, R.J & J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik, diterjemahkan oleh A.H.Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Handayani, S. 2009. Analisa dan Khasiat Daun Salam. http://analisatekinisia.blogspot.com/2009/05/analisa-dan-khasiat-daunsalam.html.
Harbone, J. B. 1973. Photocemical Method. A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. Chapman & Hall. London.
Harborne, J., 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro. Bandung: Penerbit ITB.
McMurry, J. and R.C. Fay. 2004. McMurry Fay Chemistry. 4th edition. Belmont, CA.: Pearson Education International.
Putra, S. A. 2005. Bahan Alam, Ujung Tombak Riset Kimia di Indonesia. http://www.chem-istry. org/artikel_kimia/berita/bahan_alam_ujung_tombak_riset_kimia_di_indonesia/.
Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas.
Santos, A.F., B.Q. Guevera, A.M. Mascardo, and C.Q. Estrada. 1978. Phytochemical, Microbiological and Pharmacological, Screening of Medical Plants. Manila: Research Center University of Santo Thomas.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima. Penerjemah: Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.
Wilcox, M. F. & C. F. Wilcox. 1995. Experimental Organic Chemistry. SecondEdition. Perntice Hall. New Jersey.
top related